BAB II ` KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata secara partisipasi dalam rangka ikut
membiayai pembangunan nasional. Adapun definisi pajak menurut UU KUP No. 16 tahun 2009, pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Mardiasmo (2016:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran. Pajak juga merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan pemerintahan. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak sebagai berikut. 1) Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang serta aturan pelaksanaanya yang bersifat dapat dipaksakan. 2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi atau jasa timbal individual oleh pemerintah.
7
3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4) Pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum pemerintah. 2.1.2
Fungsi Pajak
Ada beberapa fungsi pajak menurut Waluyo (2010:3) yaitu. 1) Fungsi Anggaran (Budgetair) Fungsi budgetair disebut sebagai fungsi utama pajak atau fungsi fiskal (fiscal function), yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Fungsi ini disebut fungsi utama karena fungsi inilah yang secara historis pertama kali timbul. Di sini pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang terbesar. 2) Sebagai Alat Pengukur Fungsi ini mempunyai pengertian bahwa pajak dapat dijadikan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai contoh, ketika pemerintah berkeinginan untuk melindungi kepentingan petani dalam negeri, pemerintah dapat menetapkan pajak tambahan, seperti pajak impor atau bea masuk, atas kegiatan impor komoditas tertentu.
8
3) Sebagai Alat Penjaga Stabilitas Pemerintah dapat menggunakan sarana perpajakan untuk stabilisasi ekonomi. Sebagian barang-barang impor dikenakan pajak agar produksi dalam negeri dapat bersaing. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga agar defisit perdagangan tidak semakin melebar, pemerintah dapat menetapkan kebijakan pengenaan PPnBM terhadap impor produk tertentu yang bersifat mewah. Upaya tersebut dilakukan untuk meredam impor barang mewah yang berkontribusi terhadap defisit neraca perdagangan. 4) Fungsi Redistribusi Pendapatan Pemerintah dapat menggunakan sarana perpajakan untuk stabilisasi ekonomi. Sebagian barang-barang impor dikenakan pajak agar produksi dalam negeri dapat bersaing. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga agar defisit perdagangan tidak semakin melebar, pemerintah dapat menetapkan kebijakan pengenaan PPnBM terhadap impor produk tertentu yang bersifat mewah. Upaya tersebut dilakukan untuk meredam impor barang mewah yang berkontribusi terhadap defisit neraca perdagangan. 2.1.3
Jenis-jenis Pajak Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua
yaitu Pajak Daerah dan Pajak Pusat. Pajak Pusat adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak- Departement Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak yang dikelola
oleh
Pemerintah
Daerah 9
baik
di
tingkat
Propinsi
maupun
Kabupaten/Kota. Ada beberapa Pajak Pusat yang dikelola Oleh Direktorat Jenderal Pajak yaitu. 1) Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lainnya. 2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang pribadi, Perusahaan, maupun Pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang PPN, Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%, sedangkan untuk ekspor tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat perairan dan ruang udara diatasnya.
10
3) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Selain dikenakan PPN, atas barang-barang tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPnBm. yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah adalah. a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat.
2.2
Pajak Penghasilan Umum
2.2.1
Pengertian Pajak Penghasilan Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (1) pengertian pajak
penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh WP, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan WP yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. yang menjadi subyek pajak adalah.
11
1) Orang Pribadi a. Orang pribadi sebagai subyek pajak dapat bertempat tinggal di Indonesia maupun di luar Indonesia. b. Warisan yang belum terbagi sebagai kesatuan, menggantikan yang berhak yaitu ahli waris. Penujukan warisan yang belum terbagi subyek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atau penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. 2) Badan Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian badan adalah sekumpulan oaring dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. 3) Bentuk Usaha Tetap Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (Place Of Business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin dan peralatan yang sifatnya permanen dan dipergunakan untuk menjalankan usaha atau kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia. Subyek pajak dibedakan dalam subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar negeri (Pasal 2 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Adapun yang dinyatakan sebagai subyek pajak dalam negeri adalah. 12
a. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang yang berada (untuk sementara waktu) di Indonesia lebih dari 183 hari (6 bulan) dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang yang selama satu Tahun Pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; b. Badan yang didrikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; c. Warisan
yang
belum
terbagi
sebagai
satu
kesatuan,
untuk
menggantikan yang berhak; d. Badan Usaha Tetap yang mana induk dari BUT tersebut yang berupa badan atau perusahaan berkedudukan di luar negeri tetapi menjalankan kegiatan usaha secara teratur di Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan subyek pajak luar negeri adalah Subyek Pajak yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.
13
2.3
e-Billing 2.3.1
Pengertian e-Billing Salah satu fasilitas tersebut adalah sistem pembayaran elektronik (Billing
system). Sistem pembayaran pajak secara elektronik adalah bagian dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik yang diadministrasikan oleh Biller Direktorat Jenderal Pajak dan menerapkan Billing System. Billing System adalah metode pembayaran elektronik dengan menggunakan Kode Billing. Saat ini Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas elektronik yang telah disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran/penyetoran pajak dengan sistem pembayaran pajak secara elektronik. Pembayaran/penyetoran pajak meliputi seluruh jenis pajak, kecuali. 1) Pajak dalam rangka impor yang diadministrasikan pembayarannya oleh Biller Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan 2) Pajak yang tata cara pembayarannya diatur secara khusus. Pembayaran/penyetoran pajak tersebut, meliputi pembayaran dalam mata uang Rupiah dan Dollar Amerika Serikat. Pembayaran dalam mata uang Dollar Amerika Serikat hanya dapat dilakukan untuk Pajak Penghasilan Pasal 25, Pajak Penghasilan Pasal 29 dan Pajak Penghasilan yang bersifat Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat. Transaksi pembayaran/penyetoran pajak secara 14
elektronik, dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan Kode Billing. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui Sistem Billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak.
2.3.2
Keuntungan Dari e-Billing Jika dulu menyetor pajak membutuhkan Surat Setoran Pajak, namun dengan
adanya Billing System, Wajib Pajak tidak memerlukan waktu yang lama untuk menyetor pajak, cukup memerlukan device dan internet, Wajib Pajak dapat menyetor pajak dari mana saja. Beberapa keuntungan dari e-Billing yang penulis ketahui yaitu. a. Lebih Mudah Wajib pajak tidak perlu lagi mengantri di loket teller untuk melakukan pembayaran. Wajib pajak telah dapat melakukan transaksi pembayaran pajak melalui Internet Banking cukup dari meja kerja atau melalui mesin ATM yang ditemui di sepanjang perjalanan. Wajib pajak juga tidak perlu lagi membawa lembaran SSP ke Bank atau Kantor Pos Persepsi. Sekarang hanya cukup membawa catatan kecil berisi Kode Billing untuk melakukan transaksi pembayaran pajak untuk ditunjukkan ke teller atau dimasukkan sebagai kode pembayaran pajak di mesin ATM atau Internet Banking. Sekarang dapat melakukan transaksi pembayaran pajak hanya dalam hitungan menit dari mana pun berada. Jika memilih teller Bank atau
15
Kantor Pos sebagai sarana pembayaran, sekarang tidak perlu lagi menunggu lama teller memasukkan data pembayaran pajak, karena Kode Billing yang ditunjukkan akan memudahkan teller mendapatkan data pembayaran berdasarkan data yang telah di input sebelumnya Antrian di Bank atau Kantor Pos akan sangat cepat berkurang karena teller tidak perlu lagi memasukkan data pembayaran pajak. b. Lebih Akurat Sistem akan membimbing Wajib Pajak dalam pengisian SSP elektronik dengan tepat dan benar sesuai dengan transaksi perpajakan, sehingga kesalahan data pembayaran, seperti Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran, dapat dihindari. Kesalahan entry data yang biasa terjadi di teller dapat terminimalisasi karena data yang akan muncul pada layar adalah data yang telah diinput sendiri sesuai dengan transaksi. c. Lebih Cepat Wajib Pajak dapat melakukan transaksi pembayaran pajak hanya dalam hitungan menit dari mana pun wajib pajak berada. Wajib Pajak yang memilih Teller Bank atau Kantor Pos sebagai sarana pembayaran tidak perlu menunggu lama saat teller memasukan data pembayaran pajak. Karena kode Billing yang ditunjukkan akan memudahkan teller untuk mendapatkan data pembayaran berdasarkan data yang telah diinput sebelumnya. Disamping itu antrian di Bank atau Kantor Pos akan sangat
16
cepat berkurang karena teller tidak perlu lagi memasukkan data pembayaran pajak. 2.3.3
Kerugian Dari E-Billing Tidak hanya mempermudah dalam membayar pajak, sistem e-billing ini juga
mempunyai kelemahan seperti terjadinya gangguan pada jaringan internet saat pengisian SSE ataupun pembayaran pajak. Hal tersebut dapat membuat sedikit terhambatanya pembayaran yang dilakukan wajib pajak. 2.3.4
Perbedaan Antara e-Billing Versi I dan e-Billing Versi II Secara filosofis tidak ada perbedaan mendasar antara dua aplikasi e-Billing
pajak tersebut. Urutan logikanya sederhana yaitu datar, men-generate kode billing pajak, dan gunakan kode billing tersebut untuk membayar pajak. Ada beberapa perbedaan mendasar dari e-Billing seperti pada Tabel 2.3 berikut. Tabel 2.3 Perbedaan Antara e-Billing Versi I dan e-Billing Versi II No E-Billing Pajak Generasi I
E-Billing Pajak Generasi II
1
Alamat Situsnya : http://djponine.pajak.go.id
Alamat Situsnya : http://sse.pajak.go.id
2
Laman situs tersebut tidak Fitur e-billing Pajak (SSE) terintegrasi terintegrasi atau berdiri sendiri. di situs DJP Online.
3
Kemampuan men-generate kode Dapat men-generate kode billing pajak billing
pajak
untuk
pemungut untuk pemotongan/pemungutan yang
hanya terbatas pada bendahara.
lebih luas termasuk bagi lawan transaksi yang tidak berNPWP.
4
Satu akun (username) terpisah
Satu akun (username) untuk beberapa layanan situs yang terhubung ke situs DJP Online
17
5
Satu
alamat
email
dapat Satu
didaftarkan berkali-kali. 6
Pendaftaran
baru
alamat
email
hanya
dapat
didaftarkan satu kali. tidak Pendaftaran baru mensyaratkan adanya
menggunakan e-Fin.
e-FIN.
Sumber. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 & Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2007 2.3.6 Batas Waktu Pembayaran Pajak SPT Masa Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan dan Bendaharawan berdasarkan jenisnya. Menurut prosedurnya setelah membuat e-billing dan mencetak kode billingnya maka WP wajib membayar pajak sesuai dengan jadwal pembayaran yang selama ini dilakukan. Ada pun batas waktu pembayaran pajak masa yang sudah ditentukan seperti pada Tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Batas Waktu Pembayaran Pajak SPT Masa Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan dan Bendaharawan berdasarkan jenisnya No
Jenis SPT
Batas Waktu Pembayaran
1
PPh Pasal 4 ayat (2)
Tgl 10 bulan berikutnya
2
PPh Pasal 15
Tgl 10 bulan berikutnya
3
PPh Pasal 21/26
Tgl 10 bulan berikutnya
4
PPh Pasal 23/26
Tgl 10 bulan berikutnya
5
PPh
pasal
25 Tgl 10 bulan berikutnya
(Angsuran Pajak) untuk Wp Orang Pribadi dan
18
Badan 6
PPh Pasal 22, PPN dan 1 hari setelah dipungut PPnBM oleh Bea Cukai
7
8
PPh Pasal (Bendahara Pemerintah)
22 Pada
hari
yang
sama
PPh
22 Sebelum delivery order dibayar
saat
penyerahan barang
Pasl
(Pertamina) 9
PPh
Pasal
22 Tgl 10 bulan berikutnya
(Pemungut Tertentu) 10
PPN
dan
(PKP) 11
12
13
PPnBM Akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan PPnBM Tgl. 7 bulan berikutnya
PPN dan (Bendaharawan Pemerintah) PPN dan PPnBM Tgl. 15 bulan berikutnya (Pemungut Non Bendaharawan) PPh Pasal 4 ayat (2), Sesuai batas waktu per SPT Masa Pasal 15, 21, 23, PPN dan PPnBM untuk WP kriteria tertentu
Sumber. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 & Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2007
19
2.3.7 Batas waktu pembayaran Pajak Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan dan Bendaharawan berdasarkan jenisnya Menurut prosedurnya setelah membuat e-billing dan mencetak kode billingnya maka WP wajib membayar pajak sesuai dengan jadwal pembayaran yang selama ini dilakukan. Ada pun batas waktu pembayaran pajak tahunan yang sudah ditentukan seperti pada Tabel 2.3 berikut. Tabel 2.3 Batas waktu pembayaran Pajak Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan dan Bendaharawan berdasarkan jenisnya No
Jenisnya
Batas Waktu Pembayaran
1
PPh Orang Pribadi
Sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan
2
PPh Badan
Sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan
3
PBB
6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
Sumber. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 & Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 JO. 80/PMK.03/2010 2.3.8
Sanksi Terlambat atau Tidak Membayar Pajak Sanksi keterlambatan membayar pajak pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu atas keterlambatan membayar SPT Masa misalnya sanksi terlambat membayar PPh pasal 21 atau terlambat membayar PPN dan SPT Tahunan.
1) Sanksi terlambat membayar SPT Masa Pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak dan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo
20
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. (Pasal 9 ayat (2a) UU Nomor 28 Tahun 2007). 2) Sanksi terlambat membayar SPT Tahunan PPh pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan dan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu pembayaran SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. (Pasal 9 ayat (2b) UU Nomor 28 Tahun 2007). 2.3.9
Dasar Hukum Penerapan System e-Billing
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi UndangUndang. 2) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik. 3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 26/PJ/2014 tentang Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik.
21
22