BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Perpajakan 1. Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang – Undang sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak membalas jasa secara langsung. Pajak dipungut dengan berdasarkan berbagai norma hukum untuk dapat menutup biaya produksi barang serta jasa kolektif guna mencapai kesejahteraan umum. Pajak merupakan konstribusi wajib pajak kepada negara yang sifatnya memaksa berdasarkan Undang-Undang yang digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Undang-Undang No.16 tahun 2009, pajak adalah konstribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun pengertian pajak menurut beberapa ahli, yaitu: Menurut Sugianto “Pajak merupakan suatu pungutan atau iuran wajib pajak yang dilakukan oleh individu atau badan kepada suatu daerah tanpa imbalan secara langsung yang seimbang, dapat untuk dipaksakan dengan berdasarkan Undang-Undang yang berlaku yang kemudian digunakan untuk menyelenggarakan pemerintah serta untuk pembangunan daerah.
11
12
Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mohammad Zaid “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Adriani dalam Waluyo (2011:2) “Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan perpajakan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan Pemerintah,” Dari beberapa pengertian-pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari pajak, yaitu sebagai berikut: a. Iuran wajib yang dapat dipaksakan. b. Pajak dipungut berdasarkan Undang – Undang. c. Pajak tidak memberikan timbal balik atau kontraprestasi secara langsung atas pembayaran pajak. d. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun daerah. e. Pajak diperuntukan untuk keperluan umum, membiayai pengeluaranpengeluaran pemerintah guna kepentingan negara. 2. Fungsi Pajak Pajak merupakan peranan yang sangat penting bagi kehidupan bernegara, khususnya didalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Adapun fungsi pajak adalah sebagai berikut:
13
a. Fungsi Anggaran (Budgetair) Fungsi anggaran ini bisa disebut sebagai fungsi yang terpenting bagi negara juga disebut dengan fungsi fiskal yaitu suatu fungsi dimana hasil atau dana pajak menjadi salah satu sumber dana kas atau keuangan negara. Dimana dana pajak yang masuk ke dalam kas negara diatur dan disesuaikan dengan dasar hukum pajak yang berlaku. Fungsi ini menunjukan bahwa pajak merupakan aspek penting terutama bagi pembiayaan dan pemasukan negara. b. Fungsi Mengatur (Reguler) Fungsi mengatur disini adalah pemerintah mampu menggunakan pajak sebagai aspek yang bisa dijadikan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain pajak bisa digunakan pemerintah untuk mengatur dan mengkondisikan situasi tertentu yang pada intinya akan menjadikan semua situasi yang ada disuatu negara harus menguntungkan masyarakat dalam negara tersebut. c. Fungsi Stabilitas Pajak juga digunakan oleh pemerintah dalam hal mengatur dan menstabilkan perekonomian dalam negeri. Pajak bisa menjadi alat stabilitas
ekonomi
mengancam
dalam
berbagai
keberlangsungan
kondisi
jalannya
yang
perekonomian
dianggap negara.
Dengan adanya pajak pemerintah memiliki banyak opsi dalam membuat dan menetapkan sebuah kebijakan.
14
Fungsi-fungsi pajak tersebut dimaksudkan untuk mengatur jalannya pajak supaya dapat diatur dan berjalan dengan baik. Salah satu cara pengaturan pajak yang dapat dilakukan adalah dengan membuat tata cara pemungutan pajak. 3. Cara Pemungutan Pajak Menurut Waluyo (2011:16) cara
pemungutan pajak adalah sebagai
berikut: a. Stelsel Pajak Cara pemungutan stelsel pajak dapat dilakukan berdasarkan antara lain sebagai berikut : 1) Stelsel Nyata (rill stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir Tahun Pajak, yakni setelah penghasilan baru dapat sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). 2) Stelsel Anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajak di dasarkan pada suatu anggapan yaitu diatur oleh Undang-undang. Kelebihan dari stelsel anggapan ini adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
15
3) Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak anggapan, maka wajib pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali. b. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak menurut Waluyo (2011) dapat dibagi menjadi: 1) Official Assessment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Official Assessment System adalah sebagai berikut :
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiksus.
Wajib Pajak bersifat pasif.
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat keterangan pajak oleh fiskus.
2) Self Assessment System Sistem ini merupakan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
16
sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Adapun ciri-ciri Selff Assessment System antara lain:
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada wajib pajak itu sendiri
Wajib pajak aktif
Menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
Fiskus hanya mengawasi dan tidak ikut campur tangan.
3) Withholding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri – ciri Withholding System adalah wewenang menentukan besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga selain fiskus dan wajib pajak. 4. Jenis - jenis Pajak Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, jenis-jenis pajak yang termasuk dalam ruang lingkup pajak pusat adalah sebagai berikut: a. Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh)
diatur dalam Undang-Undang PPh,
pengertian penghasilan menurut undang-undang adalah setiap kali wajib pajak menerima tambahan kemampuan ekonomis baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri , yang digunakan untuk
17
konsumsi atau sekedar menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan. Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) adalah Wajib Pajak. Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak yang dikenakan kepada setiap individu atau perseorangan dan badan tertentu yang berkaitan dengan adanya penghasilan yang diterima oleh pihak tersebut, yang mana perhitungannya ditentukan berdasarkan selama satu tahun pajak. Sumber hukum dari pajak penghasilan terutang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984, Undang-Undang ini didalamnya memuat berbagai hal yang mencakup ruang lingkup pajak penghasilan dan yang menjadi pedoman dalam menentukan kriteria terhadap penetapan parameter atau tolak ukur dalam menjalankan sistem perpajakan yang benar dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. b. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya.
18
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap individu atau beban selaku pemilik atau pengguna hal atas tanah dan bangunan. Terdapat beberapa unsur dalam pajak bumi dan bangunan yaitu bumi, bangunan, nilai jual objek pajak (NJOP), surat pemberitahuan objek pajak, surat pemberitahuan pajak terutang. Yang dimaksud dengan bumi adalah meliputi permukaan bumi dan apa yang ada didalamnya. Sedangkan bangunan adalah bentuk konstribusi teknik yang dibangun dan ditempatkan secara permanen pada tanah atau perairan. Dasar Hukum PBB adalah pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Sedangkan dasar pemungutannya adalah pasal 23 ayat 2 yang berbunyi “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang”. c. Bea Materai Bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdana dan dokumen untuk digunakan di pengadilan. Yang dikatakan dengan dokumen merupakan dokumen khusus, dimana terdapat beberapa aturan yang berkaitan dengan penetapan dokumen yang termasuk dalam jenis perpajakan. Dokumen yang dimaksud dalam hal ini adalah objek pajak yang meliputi antara lain surat perjanjian,
19
akta notaris, akta tanah, surat yang memuat jumlah uang tertentu, surat berharga dan yang terakhir adalah dokumen berupa efek dengan nama dan dalam bentuk apapun selam memuat sejumlah nominal harga diatas nilai ketetapan undang-undang. Pelaksanaan dan dasar hukum atas bea materai diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1985. d. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah
pajak yang dikenakan
terhadap adanya aktivitas konsumsi barang atau jasa, dimana barang dan jasa yang dimaksud secara hukum termasuk dalam kategori objek kena pajak di dalam daerah pabean. Pemungutan pajak ini berlaku untuk siapa pun yang terlibat dalam aktivitas ekonomi barang dan jasa baik itu pribadi atau individu, badan usaha atau perusahaan. Karakteristik pajak pertambahan nilai dalam Undang-Undang adalah 1) Pajak tidak langsung maksudnya antara pihak pemegang beban pajak dan pihak penanggung jawab yang berkewajiban melapor adalah subjek pajak yang berbeda. 2) Multitahap, maksudnya adalah Pajak dikenakan setiap adanya kegiatan produksi atau distribusi akan dikenai pajak yang berbeda. 3) Pajak Objektif harus sesuai dengan ketentuan yang terutang dalam hukum berkaitan dengan objek pajaknya. 4) Bersifat netral yaitu PPN tidak hanya dikenakan pada barang tetap juga jasa.
20
5) Menghindari pengenaan pajak berganda (double tax) karena PPN hanya dikenakan pada pertambahan nilanya saja. 6) Perhitungan pajak berdasarkan pada besarnya pajak yang masuk dan pajak yang keluar. e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Berdasarkan Undang-Undang yang berlaku Pajak Penjualan Atas barang Mewah merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Pajak Penjualan atas Barang Mewah dihitung dengan cara mengalikan persentase tarif PpnBm dengan nilai dasar pengenaan pajak (harga barang sebelum dikenakan pajak termasuk PPN). Sedangkan untuk membuat laporannya harus menggunakan formulir SPT Masa PPN 1111. Selama masih berada dalam satu periode pajak yang sama. Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dilaporkan bersama dengan PPN dan PPN impor. Pelaporan pajak barang mewah harus segera dilakukan paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah tanggal faktur dibuat.
B. Pemahaman Peraturan Perpajakan 1. Pengertian Pemahaman Peraturan Perpajakan Menurut Nirmala Adiasa (2013) pemahaman peraturan perpajakan adalah suatu proses dimana wajib pajak memahami dan mengetahui tentang peraturan dan undang-undang serta tata cara perpajakan dan
21
menerapkannya
untuk
melakukan
kegiatan
perpajakan
seperti,
membayar pajak, melaporkan SPT dan sebagainya. Sedangkan
menurut
Hardiningsih
dalan
Andala
(2013)
pemahaman peraturan perpajakan merupakan cara wajib pajak dalam memahami peraturan perpajakan yang telah ada. Pemahaman peraturan perpajakan seorang wajib pajak berkaitan dengan suatu kemampuan seseorang dalam menangkap makna peraturan perpajakan yang berlaku. Artinya seorang wajib pajak mampu dan mengerti bagaimana tata cara menghitung
maupun
melaporkan
kewajiban
perpajakan,
serta
mengetahui pengetahuan tentang fungsi dan peranan pajak. 2. Tingkat Pemahaman Peraturan Perpajakan Sudjana (2010:24) membagi tingkatan pemahaman secara umum menjadi 3 kategori, sehingga dapat dikaitkan pemahaman dengan peraturan perpajakan seorang wajib pajak adalah sebagai berikut: a. Tingkat
rendah
adalah
pemahaman
terjemahan
mulai
dari
menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan prinsipprinsip. Jika dikaitkan dengan peraturan perpajakan maka pemahaman ini wajib pajak hanya sekedar mengetahui peraturan yang berlaku. Pelaku wajib pajak hanya sekedar mengetahui bahwa ia harus membayar pajak. Hal ini dianggap sebagai kewajibannya untuk mematuhi aturan perpajakan. b. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya, atau
22
menghubungkan dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok. Jika dikaitkan dengan peraturan perpajakan maka pemahaman pada tingkat ini wajib pajak telah mengerti peraturan perpajakan dan melaksanakan kewajiban dan hak perpajakannya namun belum memiliki kesadaran seorang wajib pajak. Wajib pajak telah memahami bahwa membayar pajak sebagai kewajibannya dan digunakan
untuk
kepentingan
bersama
untuk
kesejahteraan
masyarakat. c. Tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi yaitu pemahaman eksploitasi. Memiliki pemahaman tingkat eksploitasi berarti seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi, prediki berdasarkan pada pengertian dan kondisi yang diterangkan dalam ideide atau simbol, serta kemampuan membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan konsekuensi. Jika dikaitkan dengan peraturan perpajakan maka pemahaman tingkat ini wajib pajak telah mengerti peraturan perpajakan dan melaksanakan kewajiban dan hak perpajakannya dengan tingkat kesadaran yang tinggi. Wajib pajak dengan tertib dan patuh selalu membayar pajak sesuai dengan apa yang harus dibayarkan. Berdasarkan dari uraian diatas pemahaman yang dimaksud adalah pemahaman terkait dengan peraturan perpajakan. Semakin paham wajib pajak terhadap peraturan perpajakan maka semakin paham pula wajib pajak terhadap hak dan kewajibannya serta sanksi yang akan diterima sehubungan dengan hak dan kewajibannya.
23
Pemahaman peraturan perpajakan tersebut dapat mendorong wajib pajak untuk semakin sadar dalam membayar pajak.
3. Indikator Pemahaman Peraturan Perpajakan Berdasarkan konsep pemahaman peraturan perpajakan menurut Rahayu dalam Rahmanto (2015) terdapat beberapa indikator wajib pajak memahami peraturan perpajakan , yaitu : a. Pengetahuan mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Berisi mengenai hak dan kewajiban wajib pajak, prosedur pembayaran, pemungutan dan pelaporan pajak. b. Memahami sistem perpajakan di Indonesia, yang menggunakan sistem self assessment system yaitu pemungutan pajak dengan memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak
untuk
menghitung,
memperhitungkan,
membayar
dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. c. Memahami fungsi perpajakan, terdapat dua fungsi perpajakan yaitu fungsi penerimaan (Budgeter) dan fungsi mengatur (Reguler).
C. Wajib Pajak 1. Wajib Pajak Wajib Pajak menurut Undang-Undang No 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan mengatakan “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang meliputi pembayaran pajak, memotong pajak, pemungutan pajak dan melaporkan pajak, mempunyai
24
hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang meliputi, pembayaran pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Primandita Fitriandi, 2008:3). Sedangkan menurut Rahman (2010: 32) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan yaitu terdiri dari memungut atau memotong pajak tertentu yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak merupakan orang atau badan yang menurut peraturan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak (Erly Susandi, 2005:109). Berdasarkan pengertian para ahli diatas maka pengertian wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk membayar jumlah pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dari pembayaran pajak tersebut.
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak (WP) sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
25
NPWP mempunya beberapa fungsi adalah sebagai berikut : a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. b. Sarana dalam administrasi perpajakan. c. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan. d. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.
D. Kesadaran Wajib Pajak Kesadaran wajib pajak yaitu suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan suka rela. Kesadaran adalah kemauan disertai dengan tindakan dari refleksi terhadap kenyataan (Paulo Freira, 2010). Kesadaran merupakan suatu proses belajar dari pengalaman dan pengumpulan informasi yang diterima untuk mendapatkan keyakinan untuk mendorong dilakukannya suatu tindakan (Padila dan Prior; 2010). Jadi kesadaran wajib pajak adalah suatu upaya atau tindakan yang disertai dengan kemauan dan dorongan dari diri sendiri dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
26
Wajib pajak dikatakan memiliki kesadaran apabila sesuai dengan hal-hal sebagai berikut (Manik Asri, 2009): 1. Mengetahui adanya Undang-undang dan ketentuan perpajakan 2. Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara. 3. Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela. 5. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.
E. Kepatuhan Wajib Pajak 1.
Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Jadi kepatuhan wajib pajak dapat diartikan sebagai tunduk, taat dan patuhnya wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku (Siti Kurnia Rahayu, 2010 ;138). Menurut Zain dalam Wijoyanti (2010) Kepatuhan Wajib Pajak merupakan suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar, membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
27
Sedangkan menurut Rahman (2010:32) kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak adalah keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakan. Sikap wajib pajak yang memiliki rasa tanggungjawab sebagai warga negara bukan hanya sekedar takut akan sanksi dari hukum pajak yang berlaku, serta wajib pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan tepat. Kewajiban perpajakan yang dimaksud disini meliputi mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, menghitung dan membayar pajak terutang, membayar tunggakan pajak dan menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT).
2. Bentuk Kepatuhan Wajib Pajak Secara umum kepatuhan wajib pajak di bagi menjadi dua yaitu sebagai berikut: a. Kepatuhan Formal Kepatuhan formal yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. b. Kepatuhan Material Kepatuhan material yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif memenuhi semua material perpajakan.
28
Maka dapat disimpulkan bahwa bentuk kepatuhan wajib pajak dapat di bagi menjadi dua yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material yang keduanya menuntut bahwa wajib pajak harus memenuhi semua kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan Undang –Undang yang berlaku.
3. Syarat Kepatuhan Wajib Pajak Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas sesuai dengan PMK Nomor 192/PMK.03/2007 wajib pajak memiliki kriteria tertentu. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi sebagai wajib pajak patuh, yaitu antara lain: a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan. b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak. c. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, dan d. Tidak pernah di pidana karena melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
29
F. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 1. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menurut UndangUndang RI No. 20 Tahun 2008 antara lain sebagai berikut : 1. Usaha Mikro adalah usaha produkfir milik orang perorangan atau badan usaha perorangan. 2. Usaha Kecil merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung atau tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar. 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, menjadi bagian baik langsung atau tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan. Usaha Mikro berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah peluang usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur oleh undang-undang. Di negara yang sedang berkembang UMKM yang ada, memiliki karakteristik berbeda dengan usaha besar, karakteristik yang dimiliki adalah sebagi berikut (Tambunan, 2009:2);
30
a. Jumlah usaha sangat banyak melebihi jumlah usaha besar. Terutama dari kategori usaha mikro dan usaha kecil, berbeda dengan usaha besar dan usaha menegah, usaha mikro dan usaha kecil tersebar diseluruh pelosok pedesaan termasuk diwilayahwilayah yang terisolasi. Oleh karena itu, usaha ini mmepunyai suatu signifikansi local yang khusus untuk perekonomian pedesaan.
Dalam
kata
lain
perekonomian
kemajuan
pembangunan ekonomi pedesaan sangat ditentukan oleh pembangunan UMKMnya. b. Karena sangat padat karya, berarti mempunyai suatu potensi pertumbuhan kesempatan kerja sangat besar, pertumbuhan UMKM dapat dimasukan sebagai suatu elemen penting dari kebijakan nasional untuk meningkatkan kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan. c. Banyak UMKM bisa tumbuh pesat, bahkan banyak UMKM bertahan pada saat ekonomi Indonesia dilanda suatu krisis besar pada tahun 1997-1998. Oleh sebab itu, usaha ini dianggap sebagai perusaan yang memiliki fungsi sebagai basis bagi perkembangan usaha lebih besar. d. Banyak barang yang diproduksi oleh UMKM itu juga untuk masyarakat menengah atau atas , terbukti secara umum bahwa pasar utama bagi UMKM adalah untuk barang-barang kosumsi sederhana dengan harga yang relative lebih murah.
31
e. Seperti dikatakan di dalam tulisan satu keunggulan UMKM adalah tingkat fleksibilitasnya yang tinggi, mampu bersaing terhadap pesaingnya yaitu usaha besar.
2. Tujuan Usaha Mikro Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam pasal 3 disebutkan bahwa usaha mikro bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasioanal berdasarkan ekonomi yang berkeadilan. Dari perspektif dunia diakui bahwa usaha mikro kecil dan menengah memainkan peran yang sangat vital didalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi , tidak hanya dinegara-negara berkembang saja tetapi bagi negara maju. Di negara maju UMKM sangat penting tidak hanya karena kelompok usaha tersebut meyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar, seperti halnya dinegara yang sedang berkembang tetapi juga banyak di negara yang konstribusinya terhadap pembentukan atau pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) paling besar dibandingkan konstribusi usaha besar. . Pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah merupakan upaya yang sedang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi penggangguran dan kemiskinan.
32
Adapun ciri-ciri usaha mikro yaitu antara lain sebagai berikut : a. Jenis barang usahanya tidak tetap, dapat berganti pada periode tertentu. b. Tempat usahanya tidak selalu menetap dapat berubah sewaktuwaktu. c. Belum melaksanakan administrasi keuangan yang sederhana dan tidak memisahkan antara keuangan keluarga dan keuangan usahanya . d. Tingkat pendidikannya masih relatif rendah. e. Pada umumnya belum akses ke perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga non bank. f. Umumnya tidak mempunyai izin usaha atau prasyarat legalitas lainnya termasuk Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
G. Paradigma Penelitian Paradigma penelitian adalah alur sederhana yang mendiskripsikan pola hubungan variabel penelitian. Alur sederhana ini dapat berupa gambar atau bagan alir. Dalam penelitian ini, alur sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :
33
Gambar 3.1 Paradigma Penelitian Pemahaman peraturan perpajakan (X1)
H1
Kesadaran Wajib Pajak (X2)
Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
H2
H3 Keterangan : Y
= Variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen
X1
= Variabel independen pertama adalah pemahaman peraturan
X2
= Variabel independen kedua adalah kesadaran wajib pajak. = Pengaruh masing-masing variabel X1dan X2 terhadap Y. = Pengaruh variabel X1 dan X2 secara bersama-sama terhadap Y
H. Kerangka Berfikir Pemahaman peraturan perpajakan merupakan awal dari seseorang untuk melaksanakan peraturan perpajakan. Pemahaman peraturan perpajakan akan memberikan gambaran dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Pemahaman peraturan wajib pajak digunakan sebagai kontrol adanya ketidakpahaman wajib pajak terhadap peraturan pajak sehingga wajib pajak cenderung menjadi tidak patuh. Hal ini yang menjadi dasar bahwa
pemahaman
wajib
pajak
terhadap
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
peraturan
perpajakan
34
Seorang wajib pajak cenderung akan melaksanakan kewajiban pajaknya jika telah mengetahui dan memahami peraturan perpajakan, dibanding dengan wajib pajak yang tidak paham akan peraturan perpajakan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan dan pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka semakin kecil kemungkinan wajib pajak untuk melanggar peraturan tersebut sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Wajib pajak yang tidak peduli dengan kewajiban pajaknya dan kesadaran untuk membayar pajak masih kurang akan mpengaruhi bagaimana perpajakan yang ada di Indonesia. Sedangkan kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi sebagai keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan perpajakan.
I. Penelitian Terdahulu Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Pertiwi
Kundalini
(2016),
menggunakan variabel independen kesadaran wajib pajak dan pelayanan pegawai pajak terhadap variabel dependen kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kesadaran wajib pajak dan pelayanan pegawai pajak berpengaruh positif dan signifikan pada Kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Temanggung. Objek pajak dalam Pertiwi Kundalini adalah wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Temanggung. Penelitian yang dilakukan Adiasa (2013) menggunakan variabel independen pemahaman peraturan pajak dan variabel depennya Kepatuhan wajib pajak.
35
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pemahaman peraturan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Objek dalam penelitian Adiasa adalah wajib pajak orang pribadi yang ada diwilayah Semarang Barat pajak yang terdaftar di KPP Pratama Semarang. Penelitian yang dilakukan Josephine Nidya Prajogo (2013), dengan menggunakan variabel indepen Pemahaman peraturan pajak (X1), Kualitas pelayanan petugas pajak (X2) dan Persepsi atas sanksi pajak (X3) dengan variabel dependen Kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa tingkat pemahaman wajib pajak, kualitas pelayanan petugas pajak dan persepsi atas sanksi pajak secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM diwilayah Sidoarjo. Penelitian dilakukan oleh Mufti Rahmatika (2010) dengan judul “Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor UMKM”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Dengan variabel independen pengetahuan wajib pajak, pemahaman system self assessment, tingkat penghasilan wajib pajak dan variabel dependen kesadaran kewajiban perpajakan. Hasil
penelitian
menunjukan
bahwa
pengetahuan
wajib
pajak,
pemahaman system self assessment dan tingkat penghasilan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran kewajiban perpajakan pada sektor usaha mikro kecil dan menengah.
36
J. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1
: Terdapat pengaruh pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak Usaha Mikro.
H2
: Terdapat pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak Usaha Mikro.
H3
: Terdapat pengaruh secara bersama-sama Pemahaman peraturan perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak Usaha Mikro.