BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Manajemen Keuangan 2.1.1
Definisi Manajemen Keuangan Definisi manajemen keuangan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan jaman. Secara umum manajemen keuangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan dalam sebuah perusahaan yang berhubungan dengan segala usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan sumber dana yang dibutuhkan, menggunakan dana tersebut dan menentukan berapa besar jumlah dana yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham dari keuntungan perusahaan yang diperoleh, serta berapa besar yang akan diinvestasikan kembali pada perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Menurut James C, Van Horne dan J. M. Wachowicz, JR. (2005 : 3) Manajemen keuangan (financial management) adalah sesuatu yang berkaitan dengan perolehan, pendanaan, dan manajemen aktiva dengan beberapa tujuan umum sebagai latar belakangnya. Menurut Sutrisno (2005 : 3) Manajemen keuangan atau sering disebut pembelanjaaan dapat diartikan sebagai semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien.
6
7
2.1.2
Fungsi Manajemen Keuangan Seorang manajer keuangan di setiap perusahaan akan selalu dihadapkan
pada
keputusan
yang
meliputi
keputusan
investasi,
pembiayaan dan keputusan pembagian deviden. Menurut Sutrisno (2005 : 5) fungsi pokok dari manajemen keuangan meliputi tiga keputusan yaitu sebagai berikut : a.
Keputusan Investasi Keputusan invesatasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana kedalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat mendapat keuntungan dimasa yang akan datang. Bentuk, macam, dan komposisi dari investasi tersebut
akan
mempengaruhi
dan
menunjang
tingkat
keuntungan dimasa depan. Keuntungan di masa depan yang diharapkan dari investasi tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti. Oleh karena itu investasi akan mengandung risiko atau ketidakpastian. Resiko dan hasil yang diharapkan dari investasi itu akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan, kebijakan, maupun nilai perusahaan b.
Keputusan pendanaan Keputusan pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dalam menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya.
8
c.
Keputusan Dividen Dividen merupakan bagian keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu dividen ini merupakan bagian dari
penghasilan
yang
diharapkan oleh pemegang saham. Oleh karena itu dividen ini merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham. Keputusan dividen merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan : 1) Besarnya prosentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk cash dividen 2) Stabilitas dividen yang dibagikan 3) Dividen saham (stock dividen) 4) Pemecahan saham (stock split) 5) Penarikan kembali saham yang beredar (repurchase of stock) 2.2 Struktur modal Modal merupakan unsur penting yang sangat dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan aktivitasnya. Modal berkaitan dengan berbagai aspek kegiatan perusahaan. Ada beberapa pengertian dari modal, menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2007 : 21.1) menyatakan bahwa: 1. Modal merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan yaitu selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada, dengan demikian tidak merupakan ukuran nilai jual perusahaan tersebut.
9
2. Pada dasarnya modal berasal dari investasi pemilik dan hasil usaha perusahaan. Modal akan berkurang terutama dengan adanya penarikan kembali penyertaan oleh pemilik, pembagian keuntungan atau karena kerugian. 3. Ekuitas terdiri atas setoran pemilik yang seringkali disebut modal atau simpanan pokok anggota untuk badan hukum koperasi, saldo laba, dan unsur lain. Berdasarkan pada pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa modal berasal dari investasi pemilik dan hasil usaha perusahaan. Ada beberapa pengertian struktur modal , “struktur modal adalah campuran utang, saham preferen, dan saham biasa” (Brigham & Houston 2006 : 483). Pengertian tersebut tidak jauh berbeda dengan penjelasan bahwa struktur modal adalah “pendanaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham” (Agnes 2005 : 10). Menurut Agus Harjito dan Martono (2005 : 240) : “Struktur modal (capital structure) adalah perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri”. Menurut Dermawan Sjahrial (2007 : 179) : “Struktur modal merupakan pertimbangan antara penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari: utang jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang dengan modal sendiri yang terdiri dari: saham preferen dan saham biasa”. Sedangkan menurut Sutrisno (2005 : 273) “struktur modal adalah imbangan antara modal asing atau hutang dengan modal sendiri”. Menurut Gitman (2006) struktur modal merupakan kumpulan dana yang dapat digunakan dan dialokasikan oleh perusahaan, dimana dana tersebut didapat
10
dari hutang jangka panjang dan modal sendiri. Struktur modal merupakan campuran atau kumpulan dari hutang, saham preferen dan modal sendiri yang digunakan untuk menggalang modal. Dari beberapa definisi diatas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa struktur modal merupakan pembelanjaan permanen yang menggambarkan pertimbangan antara hutang jangka panjang dengan moldal perusahaan. Struktur modal dapat dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik dari komponen yang terdapat dalam struktur modal tersebut. Adapun karakteristik sumber pembiayaan antara lain adalah modal sendiri dan modal asing, karakteristik utama dari modal sendiri terletak pada tidak adanya jaminan atau keharusan untuk pembayaran kembali modal yang disetor. Dan karakteristik umum modal asing adalah semakin lama jangka waktu dan semakin ringan syarat-syarat pembayaran kembali hutang tersebut akan mempermudah dan memperluas kesempatan bagi perusahaan untuk mendayagunakan sumber dana yang berasal dari hutang tersebut. Dalam usaha memenuhi kebutuhan modalnya, perusahaan memliki beberapa alternatif untuk memperoleh dana dan menentukan struktur modal perusahaan. Kebijakan perusahaan dalam menentukan jenis pembiayaan jangka panjang yang digunakan tercermin dalam bentuk struktur modalnya. 2.3
Struktur Modal yang Optimal Struktur modal yang optimal suatu perusahaan adalah komposisi antara
hutang jangka panjang dan modal sendiri yang nerupakan sumber pembelanjaan aktiva-aktiva jangka panjang perusahaan. Dalam kondisi tertentu perusahaanperusahaan dapat memenuhi kebutuhan dananya dengan menggunakan sumber dana dari perusahaan, tetapi mungkin saja kebutuhan dananya dengan
11
menggunakn sumber dana yang berasal dari luar perusahaan apabila dana dari dalam perusahaan sudah tidak memenuhi lagi. Untuk memperoleh struktur modal yang optimal, perusahaan harus mengetahui besarnya biaya modal yang akan dikeluarkan oleh perusahaan atas penggunaan modal tersebut, karena struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang dapat meminimalkan biaya modalnya. Kebijakan struktur modal melibatkan pertimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian: a. Menggunakan lebih banyak utang berarti memperbesar risiko yang ditanggung pemegang saham. b. Menggunakan lebih banyak utang juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Risiko yang semakin tinggi cenderung menurunkan harga saham tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikan harga saham tersebut, karena itu struktur modal yang optimal harus berada pada keseimbangan antara risiko dan pengembalian yang memaksimumkan harga saham. 2.4
Komponen-Komponen Struktur Modal
Kompenen-komponen struktur modal adalah : 1. Modal asing atau jangka panjang Yaitu hutang jangka panjang, waktunya pada umumnya lebih dari lima tahun. Jenis-jenis hutang jangka panjang adalah : a. obligasi Obligasi merupakan surat pengakuan hutang mempunyai nominal tertentu pada umumnya tidak dapat dijamin dengan aktiva tertentu. Obligasi dapat dibagi menurut jenisnya yaitu :
12
1) Obligasi Biasa Obligasi biasa adalah obligasi yang bunganya dibayar pada waktu-waktu tertentu oleh debitur, dengan tidak memandang apakah debitur tersebut memperoleh keuntungan atau tidak. 2) Obligasi Pendapatan Obliagasi pendapatan (income bonds) adalah obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan dimana bunga hanya akan dibayarkan pada waktu perusahaan memperoleh laba saja. 3) Obligasi yang dapat ditukarkan Obligasi yang dapat ditukarkan adalah obligasi yang memeberikan kesempatan kepada pemegang surat obligasi untuk pada suatu saat tertentu dapat menukarkan obligasi tersebut dengan saham dari perusahaanperusahaan yang mengeluarkan obligasi tersebut. b. Pinjaman hipotik Hipotik adalah bentuk hutang jangka panjang dengan aktiva tidak bergerak dimana kreditur diberi hak hipotik terhadap aktiva tersebut. c. Kredit investasi Kredit investasi adalah jenis pendanaan yang disediakan oleh perbankan dan banyak dimanfaatkan oleh perusahaan untuk membiayai investasinya. 2. Modal sendiri pada dasarnya merupakan modal yang berasal dari dalam perusahaan berupa keuntungan yang diberikan perusahaan. Dalam perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas modal sendiri dapat dibagi : a. Modal saham Saham adalah bukti kepemilikan didalam suatu perusahaan. b. Cadangan
13
Cadangan dibentuk dari keuntungan yang diperoleh perusahaan selama beberapa waktu dari tahun yang berjalan. Cadangan yang termasuk dalam modal sendiri adalah : 1) Cadangan ekspansi 2) Cadangan modal kerja 3) Cadangan selisih kurs 4) Cadangan untuk menampung hal-hal atau kejadian-kejadian yang tidak diduga sebelumnya (cadangan umum). c. Keuntungan (laba) yang ditahan Laba yang ditahan adalah bagian laba yang ditanam kembali dalam perusahaan. Laba yang diperoleh tidak semuanya dibagikan kepada para pemilik (pemegang asaham) sebagai deviden, tetapi sebagian akan ditahan dan ditanamkan kembali dalam perusahaan untuk membiayai keperluan perusahaan. 2.5
Sumber-Sumber Penawaran Modal Agnes sawir (2005:137) Sumber-sumber penawaran modal terbagi
menjadi tiga yaitu: a. Sumber intern (Internal Source) Sumber intern adalah modal yang dibentuk atau dihasilkan sendiri didalam perusahaan , seperti: 1) Laba ditahan Laba ditahan adalah laba yang dimasukan dalam dana cadangan atau ditahan, besarnya tergantung kepada kebijakan deviden dan laba yang diperoleh selama periode tertentu 2) Depresiasi
14
Depresiasi adalah pengurangan ekonomis aktiva tetap yang disebabkan oleh penggunaan aktiva tersebut oleh perusahaan, jumlah depresiasi tersebut diakumulasikan oleh perusahaan selama masa manfaat. Depresiasi dapat menjadi slah satu sumber dana bagi perusahaan yang akan digunakan untuk penggantian pada saat asset tersebut tidak mempunyai manfaat teknis. b. Sumber Eksternal (Eksternal Source) Sumber eksternal adalah sumber modal yang berasal dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambil bagian didalam perusahaan, seperti: 1) Modal yang berasal dari para kreditur merupakan hutang bagi perusahaan bersangkutan, dan modal ini akan menjadi modal pinjaman. 2) Modal yang berasal dari pemilik, peserta atau pengambil bagian didalam
perusahaan
merupakan
modal
yang
secara
tetap
ditanamkan dalam perusahaan yang bersangkutan, dan dana ini akan menjadi modal sendiri. c. Supplier, Bank, dan Pasar Modal sebagai Sumber Eksternal Utama. 1) Supplier Supplier adalah pihak yang memberikan dana atau modal pada suatu perusahaan dalam bentuk penjualan barang secara kredit, baik untuk jangka pendek (kurang dari satu tahun) maupun jangka panjang (lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun). 2) Bank
15
Bank adalah pihak yang memberikan kredit sesuai dengan kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai pemberian kredit kepada perusahaan dan memberikan jasa-jasa dibidang keuangan. 3) Pasar Modal Pasar modal (capital market) adalah tempat (dalam artian abstrak) bertemunya dua pihak yang saling berkepentingan, yaitu calon pemodal (investor) dengan emiten (perusahaan yang menerbitkan efek untuk ditawarkan kepada masyarakat) yang membutuhkan dana jangka menengah atau jangka panjang (Bambang 2005). 2.6 Faktor-Faktor Yang Menentukan Struktur Modal Dalam menentukan struktur modal yang optimal perlu diperhatikan berbagai hal, antara lain adalah leverage keuangan harus dimanfaatkan oleh perusahaan atau jika hutang akan digunakan untuk menggantikan ekuitas, sampai jumlah yang akan digunakan. Dalam keputusan tersebut, maka struktur modal yang dipilih haruslah yang dapat memaksimumkan laba perusahaan. Pengubahan struktur modal perusahaan akan mempengaruhi resiko yang terkandung pada saham biasa perusahaan, dan hal ini akan mempengaruhi Ks dan Po. Karena itu, keputusan mengenai struktur modal merupakan hal yang sangat penting. Perusahaan menganalisa sejumlah faktor, dan kemudian menetapkan struktur modal yang ditargetkan, yang merupakan bauran atau perpaduan dari hutang, saham preferen, dan saham biasa yang dikehendaki perusahaan dalam struktur modalnya. Target ini bisa selalu berubah sesuai dengan perubahan kondisi. Jika tingkat hutang sesungguhnya dibawah target, mungkin perlu dilakukan ekspansi dengan melakukan pinjaman, sementara rasio hutang melampaui target, barangkali saham perlu dijual.
16
Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara resiko dan tingkat pengembalian penambahan hutang memperbesar resiko perusahaan, tetapi sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikan harga saham tersebut. Brigham & Houston (2006 : 42-44) Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh penting terhadap struktur modal yang optimal adalah : 1. Analisis EBIT/EPS Perubahan dalam penggunaan utang akan mangakibatkan perubahan laba per saham (EPS = earning per share) dan, karena itu, juga mengakibatkan perubahan harga saham. Lazimnya, semakin tinggi persentase utang, semakin tinggi risiko utang tersebut, sehingga semakin tinggi suku bunga yang akan dibebankan oleh pemberi pinjaman. 2. Analisis atas EPS “Indiferen” Titik indiferen EPS adalah tingkat penjualan yang mengakibatkan EPS menjadi sama meskipun perusahaan melakukan pembiayaan dengan hutang maupun dengan saham biasa. Titik EPS, titik dimana EPS akan sama meski metode apapun yang digunakan. Pada tingkat penjualan yang rendah, EPS akan makin tinggi apabila pembiayaan makin banyak menggunakan saham. Akan tetapi bila makin banyak hutang yang digunakan, maka garis hutang pada kurva akan
makin curang, yang berarti bahwa peningkatan
laba
perusahaan akan makin tinggi apabila penjualan meningkat. Apabila tingkat penjualan tersebut dibawah, maka EPS lebih tinggi jika perusahaan menggunakan saham biasa, sementara jika tingkat penjualan diatas maka penggunaan hutang yang makin besar akan menghasilkan laba perusahaan yang lebih tinggi.
17
3. Pengaruh Struktur Modal Terhadap Harga Saham dan Biaya Modal Struktur modal yang optomal adalah struktur modal yang memaksimumkan harga saham perusahaan, dan hal ini memerlukan harga saham perusahaan, dan hal ini memerlukan rasio hutang yang lebih rendah daripada rasio hutang yang memaksimimkan EPS. Kondisi struktur modal yang seperti ini harus diusahakan manajemen, dan jika struktur yang ada sudah melampaui target maka penawaran saham baru akan mengarah pada struktur yang optimal. 2.7
Teori Struktur Modal Teori struktur modal modern bermula pada tahun 1958 ketika, Franco
Modigliani dan Moerto Miller (selanjutnya disingkat MM) mempublikasikan mengenai biaya modal. Dengan berlandaskan serangkaian asumsi yang sangat muskil, MM membuktikan bahwa karena bunga atas hutang dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak, maka nilai perusahaan meningkat terus sejalan dengan makin besarnya hutang yang digunakan, dan karena itu nilainya akan mencapai titik maksimum bila seluruhnya dibiayai denga hutang. Asumsi MM mencakup hal-hal berikut meliputi : 1. Tidak ada biaya broker (prantara) 2. Tidaka ada pajak perorangan 3. Para investor dapat meminjam dengan suku bunga yang sama dengan perusashaan 4. Investor dann manajemen memiliki informasi yang sama mengenai peluang investasi dimasa mendatang 5. Semua hutang perusahaan tidak mengandung resiko, berapapun jumlah hutang yang digunakan 6. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang
18
Dalam rumus struktur modal dugunakan simbol-simbol sebagai berikut : S
= Nilai pasar saham biasa per saham atau sebesar harga per lembar saham dikalikan jumlah saham yang beredar.
B
= Nilai saham hutang perusahaan, dan untuk menyederhanakan dianggap perusahaan menggunakan satu kelas hutang.
V
= Total nilai perusahaan
EBIT = Laba sebelum bunga dan pajak atau disebut juga dengan laba operasi bersih (NOI) diasumsikan bahwa EBIT yang diharapkan dimasa yang akan datang adalah konstan meskipun dalam kenyataannya EBIT tidak berubah. Kd
= Tingkatan bunga utang perusahaan atau biaya utang.
Ks
= Biaya modal sendiri atau tingkat keuntungan yang disyaratkan.
WACC= Weight average cost of capital (biaya modal rata-rata tertimbang) T
= Tingkatan pajak perusahaan. Ada beberapa pendekatanmengenai teori struktur modal yang optimal
Menurut MM yaitu : 1. Pendekatan Merton Miller tanpa pajak a. Preposisi 1 MM berpendapat bahwa nilai setiap perusahaan tidak lain merupakan kapitalisasi laba operasi bersih yang diharapkan atau expected net operating income (NOI = EBIT)dengan tingkat kapitalisasi (Ko) konstan yang sesuai dengan tingkat risiko perusahaan. Untuk mencari nilai perusahaan menggunakan rumus :
19
VL = VU =
EBIT WACC
=
EBIT K SU
Dimana : VL
= Nilai
perusahaan yang menggunakan hutang (levered firm)
VU
= Nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang (unlevered firm) atau perusahaan yang menggunakan 100% modal sendiri.
EBIT
= Earning Before Interest and Taxes (laba sebelum bunga dan Pajak.
KSU
= Keuntungan yang disyaratkan pada saham unlevered firm.
Dimana WACC = KSU adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk perusahaan yang seratus persen (100%) modalnya terdiri atas modal sendiri atau unlevered firm. MM berpendapat bahwanilai perusahaan adalah tidak tergantung dijelaskan bahwa biaya modal rata-rata tertimbang sering disebut juga
dengan
tingkat
keuntungan
yang
diharapkan
atas
portofolio
karenaperusahaan dapat dianggap sebagai portofolio baik untuk perusahaan yang memilih leverage maupun tidak adalah independent terhadap struktur modal. Implikasi kedua adalah bahwa biaya rata-rata tertimbang sama dengan biaya modal sendiri untuk perusahaan yang tidak memiliki leverage. b. Preposisi 2 Dalam preposisi kedua ini
MM berpendapat bahwa biaya modal sendiri
perusahaan yang memiliki leverage adalah sama dengan biaya modal sendiri perusahaan yang tidak memiliki leverage ditambah dengan premi risiko. Besar kecilnya premi risiko tergantung atas selisih antara biaya modal sendiri dan
20
biaya hutang perusahaan yan tidak memiliki leverage dikalikan dengan besarnya hutang. Karena tanpa pajak maka rumusnya : KSL =
( EBIT − K d .D) S
Atau KSL = KSU + (KSU – Kd) (D/S) MM juga berpendapat bahwa apabila hutang perusahaan semakin besar maka biaya modal sendiri juga semakin besar disebabkan karena resiko yang dihadapi oleh pemilik modal sendiri semakin besar dengan demikian akan meminta tingkat keuntungan yang semakin besar. Sehingga secara implisit MM berpendapat bahwa semakin bsar hutang yang digunakan dalam struktur modal tidak akan menuingkatkan nilai perusahaan. Hal ini disebabkan karena keuntungan yang diperoleh karena penggunaan hutang dalam kondisi tidak ada pajak, nilai perusahaan dan rata-rata tertimbang biayamodal tidak dipengaruhi oleh struktur modal. c. Preposisi 3 Preposisi ketiga menyatakan bahwa perusahaan seharusnya melakukan investasi proyek baru sepanjang nilai perusahaan meningkat paling tidak sebesar biaya investasi. Dengan demikian jika ΔV adalah perubahan nilai perusahaan dan ΔI biaya investasi, maka perusahaan seharusnya melakukan investasi sepanjang ΔV melebihi ΔI atau : Δ V /Δ I > 1
ΔEBIT atau K SU ΔI
ΔEBIT ΔI
21
2. Pendekatan MM apabila ada pajak Dalam kondisi ada pajak penghasilan, perusahaan yang memiliki leverage akan memiliki nilai lebih tinggi jika dibandingkan dengan perusahaan tanpa leverage. Kenaikan nilai perusahaan terjadi karena pembayaran bunga atas hutang merupakan pengurang pajak. Oleh karena itu laba operasi yang mengalir kepada investor semakin besar. a. Preposisi 1 Nilai perusahaan yang memiliki leverage adalah sama dengan nilai perusahaan yang tidak memiliki leverage ditambah dengan nilai perlindungan pajak. Nilai perlindungan pajak sebesar pajak penghasilan perusahaan dikalikan dengan hutang perusahaan.
VL =
EBIT (1 − T ) + TD K SU
Karena bagian pertama dari persamaan terakhir ini sama dengan nilai perusahaan yang tidak memiliki leverage, maka persamaan tersebut dapat diubah menjadi : VL = VU + TD b. Preposisi 2 Dalam kondisi ada pajak penghasilan, MM berpendapat bahwa biaya modal sendiri perusahaan yang memiliki leverage adalah sama dengan biaya modal sendiri perusahaan yag tidak memiliki leverage ditambah dengan premi risiko. Besarnya premi risiko ini tergantung atas besarnya hutang dan selisih atas biaya modal sendiri perusahaan yang tidak memiliki leverage dan biaya hutang.
22
KSL =
EBIT (1 − T ) − Kd (1 − T ) EL
KSL = KSU + (KSU – Kd) (1 – T) (D/EL) Karena (1 – T) pasti lebih kecil dari satu, maka pengaruh pajak ini mengakibatkan biaya modal sendiri akan meningkat dengan tingkat kenaikan yang semakin kecil. Sehingga WACC akan menurun dan kemudian meningkat pada titik tertentu. c. Preposisi 3 MM berpendapat bahwa perusahaan seharusnya melakukan investasi sepanjang memenuhi persyaratan IRR > KSU [ 1 – T (D/V) ] Faktor KSU [ 1 – T (D/V) ] adalah merupakan cut-off-rate atau pembatas untuk setiap investasi baru. Dengan demikian dari preposisi ketiga ini dapat disimpulkan bahwa hanya proyek yang memiliki tingkat keuntungan sama atau lebih besar dari cut-off-rate tersebut yang seharusnya dilaksanakan. 3. Pendekatan MM dengan adanya pajak pengahsilan perusahaan dan pajak pendapatan perseorangan. Jika Tc adalah pajak perusahaan, Tp adalah pajak pendapatan dari pembagian deviden atau sebagian berasal dari capital gain. Dengan demikian Tp adalah merupakan rata-rata tertimbang tarif pajak efektif atas capital gain. Dengan memasukan pajak perseorangan dan asumsi-asumsi dalam preposisi terdahulu terpenuhi, maka nilai perusahaan yang tdak memiliki leverage adalah : VU =
EBIT (1 − Tc )(1 − Tp ) Ksu
23
(1 – Tp) adalah faktor penyesuaianuntuk pajak perseorangan pembilang menunjukan berapa besar laba operasi yang tersedia untuk pemilik modal sendiri setelah perusahaan membayar pajak perusahaan dan investor juga telah membayar pajak perseorangan. VL = VU + [ 1 – (1 – Tc) (1 – Tp) ] D (1 – Td) Penentuan struktur modal ini adalah untuk memeksimumkan pendapatan setelah pajak yang tersedia bagi pemilik modal. Sebaiknya jika (1 – Td) lebih kecil daripada (1 – Tc) (1 – Tp) maka penggunaan leverage tidak menguntungkan. Apabila (1 – Td) = (1 – Tc) maka struktur modal tidak relevan. 4. Teori struktur modal menurut ghosh (2005) terdiri dari: a. trade off theory konsep trade off dalam balacing theory adalah menyeimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan hutang dalam struktur modal. Sehingga disebut pula sebagai trade off theory. Berdasarkan teori Modigliani dan miller (1958) menyatakan bahwa semakin besar hutang yang digunakan semakin tinggi nilai perusahaan, model mm mengabaikan factor biaya kebangkrutan dan biaya keagenan sehingga teory ini di perbaharui lagi oleh stigliss (1969) yang menyatakan jika semakin besar hutang perusahaan maka perusahaan tersebut akan mengalami kebangkrutan akibat keidakmampuan perusahaan membayar hutanghutang nya tersebut,sementara struktur modal yang optimal adalah berbentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas pengunaan hutang terhadap biaya kebangkrutan b. signaling theory
24
Pada tahun 1963 menurut Modigliani dan miller investor memiliki informasi yang sama dengan yang dimiliki oleh manajer mengenai prospek yang dimiliki perusahaan. Keadaan tersebut dinamakan symmetric information yang lebih baik jika dibandingkan dengan investor Signal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memendang prospek perusahaan (brigman dan Houston.2006) c. pecking order theory pecking order theory yang dikenal dengan asymmetric information theory. Asymmetric information atau ketidak saman informasi menurut brigham dan hoston (2005:35) adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda mengenai prospek perusahaan dari pada yang dimiliki investor, dengan demikian pihak manajemen mungkin berfikir bahwaharga saham saat ini sedang over value (terlalu mahal) maka akan lebih baik jika penawaran saham baru sehingga dapat dijual dengan harga yang lebih mahal dari seharusnya tetapi para pemodal menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru. Kemungkinan adalah harga saham sedang terlalu mahal dan sebagai akibatnya para pemodal akan menawar harga saham baru tersebut dengan harga lebih rendah hal itu dilakukan dengan alasan amisi saham baru akan menurunkan harga saham secara singkat teory ini menyatakan bahwa: (a) perusahaan menyukai internal inancing (pendanaan dari hasil laba operasi perusahaan berwujud laba ditahan),(b) apabila external financing (pendanaan dari luar) diperlukan maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas paling aman terlebih dahulu dimulai dari retaihed earning (laba
ditahan)menerbitkan
saham(sekuritas)
hutang
dengan
pinjam
bang,menerbitkan
25
d. agency theory manajemen merupakan agen dari pemengang saham sebagai pemilik perusahaan, para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehinga mendelegasikan wewenamg kepada agen . pleh karena itu manajemen harus diberikan insetif dan pengawasan yang disebut biaya agensi, yaitu biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen
bertindak
konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktor perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham. 2.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal Bedasarkan hasil kajian studi teoritis,yakni pecking order theory dan kajian empiris, dapat diidenfikasi faktor-faktor utana yang mempengarui struktur modal perusahaan,antara lain: 2.8.1 Profitabilitas 1) Pengertian Profitabbilitas Menurut Warren dkk (2005:99) profibilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Konsep
kemampuan
untuk
mendapatkan
laba
menentukan
efektifitas perusahaan dalam melaksanakan fungsinya dan menunjukkan kemampuan perusahaan tersebut mengatur sumber-sumber yang ada laba yang tinggi atau meningkat akan membuat perusahaan dapat menjelaskan untuk jangka panjang dan menarik investor untuk membeli saham atau surat-surat hilang yang dilalaikan. 2) Rasio pengukuran profitabilitas Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dapat diukur dengan menggunakan rasio profitabilitas karena rasio ini mengukur
26
kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabitas) pada tingkat penjualan,, asset dan modal saham yang tertentu (Mamduh dan Hanafi 2007:83) dan menurut Arief dan Sugiono (2008:70) rasio potabilitas bertujuan untuk mengukur efektifitas manajenen yang tercerna pada imbalan atas hasil investasi melalui kegiatan perusahaan dan efesiensi dalam pengelolaan kewajiban dan modal. Menurut Darsono dan Ashari (2005: 56) jenis rasio potabilitas adalah sebagai berikut : a) Gros Profit Margin (GPM) Rasio ini berguna untuk mengetahui keuntungan kotor dari setiap batang yang dijual. Penentuan margin keuntungan kotor oleh perusahaan akan mempertimbangkan aspek struktur pasar, jenis barang dan struktur persaingan pada pasar dengan persaingan yang sangat ketat, margin keuntungan kotor akan semakin rendah dibandingkan dengan pasar yang bersifat monopolistis. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus : GPM
= (penjualan bersih – HPD) x 100% Penjualan bersih
b) Net Profit Margin (NPM) Net
profit
margin
menghitung
sejauh
maka
kemampuan
perusahaan menghasilkan laba bersih pada setiap penjualan yang dilakukan karena adanya unsur pendapatan dan biaya non operasional maka rasio ini tidak menggambarkan besarnya presentase keuntung yang bersih yang diperoleh perusahaan untuk setiap penjualan Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
27
NPM
= laba bersih x 100% Penjualan
Net profit margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan yang menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu NPM yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah menentukan penjualan tertentu. NPM yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan yang tertentu atau kombinasi dari kedua hal tersebut secara unum rasio yang rendah bisa menunjukkan ketidak efesienan manajemen. c) Return On Total Asset (ROA) ROA menunjukan berapa banyak laba bersih yang dapat diperoleh dari seluruh kota yang dimilii oleh perusahaan rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah asset yang digunakan. Hasil pengambilan total aktiva atau total investasi menunjukkan kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan
laba.
Perusahaan
mengharapkan
adanya
hasil
pengembalian yang sebanding dengan dana yang digunakan. Hasil pengembalian ini dapat dibandingkan dengan penggunaan alternatif dari dana tersebut sebagai salah satu ukuran keefektifan maka semakin tinggi hasil pengembalian, semakin efektilah perusahaan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus : ROA= laba bersih x 100% Total aktiva
28
d) Return On Eguity (ROE) Rasio ini menunjukkan keberhasilan atau kegagalan pihak manajemen dalam memaksimalkan tingkat hasil pengembalian investasi pemegang saham dan menekankan pada hasil pendapatan sehubungan dengan jumlah yang diinvestasikan. Rasio ini mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham dan merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham semakin tinggi rasio ini akan semakin baik karena akan memberikan tingkat pengembalian yang lebih besar pada pemegang saham rasio ini dihitung dari laba bersih dibagi rata-rata ekuitas, dan rata-rata ekuitas diperoleh dari ekuitas alal periode ditambah akhir periode dibagi dua. ROE
= laba bersih x 100% Rata-rata ekuitas
Meskipun rasio ini mengukur laba dari sudut pandang saham, rasio ini tidak memperhitungkan deviden maupun capital gain untuk pemegang saham. e) Earning Per Share (EPS) Rasio ini menggambarkan besarnya pengembalian modal untuk setiap satu lembar saham bisanya investor lebih tertarik dengan ukuran profitabilitas dengan menggunakan dasar saham yang dimiliki. EPS
= laba bersih x 100% Jumlah saham yang beredar
f) Payiot Ratio (PR) Rasio ini menggambarkan presentasio deviden kas yang diterima oleh pemegang saham terhadap laba bersih yang diperoleh perusahaan.
29
Semkain tinggi rasio akan semakin menguntungkan bagi pemegang saham karena semakin besar tingkat pengembalian atas saham yang dimiliki. PR
= Diveden Kas x 100% Laba bersih
Pada perusahaan dengan rencana perluasan usaha yang besar, akan cenderung memberikan payout ratio yang lebih kecil karena peesentase laba yang digunakan untuk cadangan lebih besar. g) Retention Ratio (RR) Retention ratio ditambah payout ration sama dengan satu, rasio ini menggambarkan pesentase laba bersih yang akan digunakan untuk penambahan modal perusahaan. RR
= laba ditahan tahun berjalan x 100% Laba bersih
h) Productility Rasio (PR) Rasio ini menggambarkan kemampuan operasional perusahaan dalam menjual dengan menggunakan aktiva yang dimiliki rasio produktifitas yang rendah menunjukkan terjadinya tidak efesienan dalam menggunakan aseet yang dimiliki. Ketidakefesienan tersebut menuntut penghentian asset-aset yang mengatur sehingga biaya untuk asset akan bisa dikurangi atau bisa digunakan untuk investasi pada aktiva yang lebih produktif. PR
= Penjualan bersih x 100 Rata-rata aktiva
30
2.8.2 likuiditas setiawan (2006) mengukapkan bahwa perusahaan yang mempunyai likuiditas tinggi akan cenderung tidak melakukan pembiyaan dari hutang. Hal ini disebabkan karena perusahaan dengan likuiditas tinggi mempunyai dana internal yang besar, sehingga perusahaan tersebut akan lebih mengunakan
dana
internalnya
terlebih
dahulu
untuk
membiayai
investasinya sebelum menggunakan pembiyaan ekternal melalui hutang. 2.8.3 growth (pertumbuhan) hipotesis pecking order theory, mempunyai dua sinyal yaitu, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan cenderung untuk menjaga mempertahankan rasio hutang pada level yang rendah (sinyal tinggi) atau perusahaan dengan tinggkat pertumbuhan yang tinggi akan melakukan ekpansi dengan cara menggunakan dana ekternal berupa hutang(sinyal positif) fama dan French (2006) menganggap kedua sinyal tersebut sebagai kompleksitas dari pecking order theory. Namun penelitian ini menganggap bahwa atribut pertumbuhan (growth) terhadap leverage berpengaruh secara negative terhadap leverage perusahaan (sinyal negative) 2.8.4 size (ukuran perusahaan) setiawan (2006) beragumentasi perusahaan besar mempunyai tingkat kesenjangan informasi (asymmetric information) yang lebih rendah di banding perusahaan kecil. Implikasinya adalah perusahaan besar akan dapat memperoleh biaya ekuitas yang lebih rendah di banding perusahaan kecil.hal ini menyebabkan perusahaan besar akan cenderung menggunakan hutang dalam jumlah kecil di banding perusahaan kecil.
31
2.9 Penelitian terdahulu Setiawan (2006) meneliti beberapa factor yang mempengaruhi struktur modal dalam perspektif pecking order, penelitian ini dilakukan terhadap industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI. Pada penelitian ini variabel-variabel
yang
digunakan
adalah
struktur
modal,profitabilitas,likuiditas,ukuran perusahaan,resiko bisnis,dan growth opportunity. Temuan yang didapat penulis tersebut mempunyai implikasi baik secara teoritis dan praktisi. Implikasi nya secara teoritis adalah bahwa pecking order theory berlaku pada industri makana dan minuman di Indonesia. Hal ini ditunjukan adanya pengaruh negative signifikan profitabilitas dan likuiditas terhadap struktur modal, namun adanya pengaruh positif signifikan terhadap growth opportunity terhadap struktur modal.