BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1
Earning Management (Manajemen Laba)
II.1.1 Definisi Earning Management (Manajemen Laba) Menurut Sulistyanto (2008: 6), “manajemen laba merupakan suatu upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan”. Menurut Scott dalam Lontoh dan Lindrawati (2004) mendefinisikan, “earning management adalah tindakan manajer untuk melaporkan jumlah laba yang digunakan memaksimalkan
kepentingan
pribadi
atau
kepentingan
perusahaan,
dengan
menggunakan metode akuntansi”. Menurut Sugiri (1998) yang dikutip oleh Widyaningdyah (2001) mendefinisikan earning management menjadi dua, yaitu: 1. Definisi sempit: “earning management dalam hal ini berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Mengenai perilaku manajer untuk bermain dalam komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings”. 2. Definisi luas: “earning management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut”.
8
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa earning management adalah tindakan yang dilakukan oleh manajer untuk memanipulasi laba diperoleh selama periode berjalan.
II.1.2 Pola Manajemen Laba Menurut Scott dalam Lontoh dan Lindrawati (2004) menjelaskan bahwa terdapat empat pola dari manajemen laba, yaitu: a. Taking a bath Ketika perusahaan mengalami keadaan yang tidak menguntungkan yang tidak bisa dihindari di periode berjalan dengan cara mengakui biaya-biaya pada periode-periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan. b. Income minimization Hal ini dilakukan ketika perusahaan memperoleh profit yang tinggi agar tidak mendapatkan perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil bisa berupa pembebanan pengeluaran iklan, riset, dan pengembangan yang cepat dan sebagainya. c. Income Maximization Memaksimalkan laba untuk memperoleh bonus yang lebih besar. Demikian pula dengan perusahaan yang mendekati suatu pelanggaran kontrak hutang jangka panjang, manajer perusahaan tersebut akan cenderung untuk memaksimalkan laba.
9
d. Income Smoothing Merupakan bentuk dari earning management yang paling popular karena sering dilakukan. Melalui income smoothing, manajer menaikkan atau menurunkan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak beresiko tinggi.
II.2
Income Smoothing (Perataan Laba)
II.2.1 Definisi Income Smoothing (Perataan Laba) Menurut Koch yang dikutip oleh Salno dan Baridwan (2000) mendefinisikan, “perataan laba sebagai suatu sarana yang digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas urut-urutan, pelaporan laba relatif terhadap beberapa urut-urutan target yang terlihat karena adanya manipulasi variabel-variabel akuntansi semu (artificial smoothing) atau transaksi riil (real smoothing)”. Bitner dan Dolan (1996) dalam Mursalim (2006) mengemukakan bahwa artificial smoothing dapat dilakukan melalui prosedur-prosedur akuntansi dengan pengalokasian biaya atau pendapatan dari satu periode ke periode lain. Dalam hal ini, dapat dilakukan perubahan prosedur akuntansi tertentu (misalnya; metode depresiasi tertentu) untuk mencapai laba yang relatif stabil. Sedangkan real smoothing mengacu pada penetapan waktu berlangsungnya transaksi-transaksi aktual seperti pengeluaran biaya iklan dan litbang. Menurut Belkaoui (2007: 162), “perataan laba merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau tingkat yang diinginkan”. Siegel dan Shim (1999) yang dikutip oleh Mursalim (2006) menyatakan bahwa perataan laba 10
(income smoothing) merupakan suatu bentuk manajemen laba yang mencerminkan hasil ekonomi, tidak sebagaimana keadaannya, tetapi merupakan penampilan yang diinginkan manajemen. Lebih lanjut dikatakan bahwa income smoothing mengandalkan tidak pada pemalsuan atau penyimpangan, tetapi pada peluang luas yang terdapat dalam alternatif prinsip akuntansi yang berterima umum (GAAP) dan penjabarannya. Menurut Beidleman (1973) yang dikutip oleh Masodah (2007) menyatakan bahwa income smoothing adalah meratakan earning yang dilaporkan sebagai pengurangan secara sengaja fluktuasi di sekitar earnings tertentu yang dianggap normal bagi sebuah perusahaan. Investopedia.com menyatakan bahwa “income smoothing does not rely on creative accounting or misstatements – which would constitute outright fraud – but rather
on
the
latitude
provided
in
the
interpretation
of
GAAP”.
(http://www.investopedia.com/terms/i/income-smoothing.asp) Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa income smoothing adalah suatu tindakan yang disengaja untuk menyakinkan bahwa laba perusahaan adalah stabil.
II.2.2 Faktor Pendorong Income Smoothing (Perataan Laba) Menurut Sugiarto (2003) terdapat beberapa faktor yang mendorong manajemen melakukan perataan laba yaitu: 1. Kompensasi bonus Pada penelitiannya, Healy menemukan bukti bahwa manajer yang tidak dapat memenuhi target laba yang ditentukan akan memanipulasi laba agar dapat 11
mentransfer laba masa kini menjadi laba masa depan. Selain itu, menurut Harahap (2005), pentingnya laporan keuangan mengundang manajemen untuk meratakan laba demi mendapatkan bonus yang tinggi. 2. Kontrak utang Defond dan Jimbalvo (1994) dengan menggunakan model Jones, mengevaluasi tingkat akrual perusahaan yang tidak dapat memenuhi target laba. Mereka menemukan bahwa perusahaan yang melanggar perjanjian utang telah merekayasa labanya, satu periode sebelum perjanjian utang itu dibuat. 3. Faktor politik Jones (1991) meneliti perusahaan yang sedang diinvestigasi oleh International Trade Commision (ITC). Ia menemukan bukti bahwa produsen domestik cenderung menurunkan laba dengan teknik discretionary accrual untuk mempengaruhi keputusan regulasi impor. Naim dan Hartono (1996) meneliti perusahaan yang diduga melakukan monopoli dan menemukan bahwa manajer perusahaan melakukan perataan laba untuk menghindari UU Anti-Trust. 4. Pengurangan pajak Perusahaan melakukan perataan laba untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah. 5. Perubahan CEO Pourciao (1993) menemukan bukti bahwa perekayasaan laba dilakukan dengan meningkatkan unexpected accruals pada periode satu tahun sebelum penggantian eksekutif tak rutin.
12
6. Penawaran saham perdana Clarkson et al (1992) menyatakan ada reaksi positif dari pengumuman earnings forecast yang ada di prospektus dengan tingkat penjualan saham, karena publik hanya melihat laporan keuangan yang dilaporkan pada regulator. Banyak perusahaan
yang
melakukan
perataan
laba
demi
mendapatkan
dan
mempertahankan investor (Jones, 2005).
II.2.3 Alasan Manajemen Melakukan Income Smoothing (Perataan Laba) Beattie et al (1994) dalam Mursalim (2006) menyatakan bahwa investor sering terpusat pada informasi laba tanpa memperhatikan prosedur apa yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba perusahaan. Hal inilah yang dapat mendorong manajemen untuk melakukan manajemen laba. Salah satu bentuknya adalah income smoothing. Menurut Fudenberg dan Tirole (1995) dalam Mursalim (2006) mengasumsikan bahwa investor adalah orang yang menolak resiko. Hal ini dapat dikatakan bahwa laba perusahaan yang tidak normal atau tidak stabil memungkinkan investor menganggap investasi yang akan dilakukan memiliki resiko sehingga dapat mempengaruhi motivasi investor untuk melakukan investasi di perusahaan tersebut. Disisi lain Lambert (1984) dan Dye (1988) mengemukakan pula bahwa manajer juga cenderung menolak risiko, dimana manajer menghindari adanya pinjaman dan pemberian pinjaman di pasar modal, sehingga terdorong untuk melakukan income smoothing. Selanjutnya Heyworth (1953), menyatakan bahwa motivasi yang mendorong dilakukannya income smoothing adalah untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan dengan pihak luar perusahaan seperti; investor, kreditur, dan pemerintah serta meratakan siklus bisnis melalui proses 13
psikologis. Disamping itu, Gordon (1964) mengemukakan beberapa hal berkaitan dengan perataan laba, yang pada prinsipnya bahwa manajemen melakukan perataan laba dengan cara memilih metode akuntansi untuk memaksimumkan kepuasan dan kemakmurannya.
II.2.4 Metode Income Smoothing (Perataan Laba) Dalam Assih dan Gudono (2000) terdapat beberapa metode perataan laba yang dinyatakan oleh beberapa peneliti lainnya, yaitu: 1. Bartov (1993) a. Accrual based manipulation Manipulasi dengan menggunakan metode atau taksiran akuntansi atau dengan memperlakukan transaksi yang menyebabkan laba yang dilaporkan lebih mendekati angka yang ditargetkan. b. Real manipulation Memanipulasi dengan cara memaksimalkan aliran kas yang diharapkan untuk saat ini. 2. Dascher dan Malcom (1970) a. Real smoothing Dengan sengaja melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan pertimbangan pengaruhnya terhadap laba. b. Artificial smoothing Perataan laba dengan menerapkan prosedur akuntansi untuk memindah biaya dan/atau pendapatan dari satu periode ke periode lain. 14
3. Ronen dan Sadan (1975) a. Smoothing through event occurrence and/or recognition b. Smoothing through allocation overtime c. Classification smoothing
II.3
Good Corporate Governance (GCG)
II.3.1 Definisi GCG Turnbull Report di Inggris yang dikutip oleh Tsuguoki Fujinuma dan diterjemahkan oleh Effendi (2008: 1) mendefinisikan, “corporate governance sebagai suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang.” Seperti yang dikutip oleh Effendi (2008: 1), Bank Dunia (World Bank) memberikan definisi sebagai berikut: “good corporate governance sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidahkaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.” Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank umum menyatakan bahwa “Good Corporate Governance adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness).
15
Pasal 1 SK Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 Tanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan GCG pada BUMN yang dikutip oleh Effendi (2008: 2) menyatakan bahwa: “corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memerhatikan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya, berdasarkan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.”
YPPMI & SC yang dikutip oleh Moeljono (2005: 27) mendefinisikan, “good corporate governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder.” Berdasarkan beberapa pengertian diatas, GCG secara singkat dapat diartikan sebagai sekumpulan peraturan yang wajib dipenuhi untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pemegang kepentingan.
II.3.2 Prinsip-Prinsip GCG Menurut Pedoman Umum Good Corporate Governance yang disusun oleh KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance) pada tahun 2006 terdapat 5 prinsip/asas GCG, yaitu: 1. Transparansi (Transparency) Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
16
peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
Pedoman Pokok Pelaksanaan 1.1. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya. 1.2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan. 1.3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. 1.4. Kebijakan
perusahaan
harus
tertulis
dan
secara
proporsional
dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
17
2. Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan 2.1. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masingmasing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan. 2.2. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG. 2.3. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan. 2.4. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system). 2.5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati. 18
3. Responsibilitas (Responsibility) Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan 3.1. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws). 3.2. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4. Independensi (Independency) Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan 4.1. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh 19
atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif. 4.2. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan 5.1. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing. 5.2. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan. 5.3. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik. 20
Menurut The OECD (Organization for Economic Co-operation Development) yang dikutip oleh Effendi (2008: 3), prinsip-prinsip GCG mencakup lima hal berikut ini: 1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the rights of shareholders). GCG harus mampu melindungi hak para pemegang saham dan hak tersebut terdiri atas hak untuk: -
Memperoleh jaminan keamanan atas metode pendaftaran kepemilikan.
-
Mengalihkan atau memindahtangankan kepemilikan saham.
-
Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur.
-
Ikut berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
-
Memilih anggota dewan komisaris dan direksi.
-
Memperoleh pembagian laba (profit) perusahaan.
2. Perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham (the equitable treatment of shareholders). Prinsip ini melarang adanya praktik perdagangan berdasarkan informasi orang dalam (insider trading) dan transaksi dengan diri sendiri (self dealing) dan mengharuskan anggota dewan komisaris untuk terbuka ketika menemukan transaksi yang mengandung unsur konflik kepentingan (conflict of interest). 3. Peranan pemangku kepentingan berkaitan dengan perusahaan (the role of stakeholders). GCG harus memberikan pengakuan terhadap hak-hak pemangku kepentingan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang dan mendorong kerjasama yang 21
aktif antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dalam rangka menciptakan lapangan kerja, kesejahteraan, serta kesinambungan usaha (going concern). 4. Pengungkapan dan transparansi (disclosure and transparency). Pengungkapan tersebut adalah informasi mengenai kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan. Informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. 5. Tanggung jawab dewan komisaris atau direksi (the responsibilities of the board). GCG harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen oleh dewan komisaris dan pertanggungjawaban dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan dan kewajiban profesional dewan komisaris kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
II.3.3 Organ Perusahaan Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance (2006), organ perusahaan terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dewan komisaris, dan dewan direksi. Mereka harus menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas dasar prinsip bahwa masing-masing bagian mempunyai independensi dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan perusahaan dan pemegang saham.
22
II.3.3.1 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Merupakan wadah bagi para pemegang saham untuk mengambil keputusan berkaitan dengan investasi mereka di perusahaan. Keputusan harus didasarkan pada kepentingan perusahaan jangka panjang. Pedoman pokok pelaksanaan RUPS adalah sebagai berikut: 1. Pengambilan keputusan dalam RUPS harus dilakukan secara wajar dan transparan untuk menjaga kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang, termasuk tetapi tidak terbatas pada: a. Anggota dewan komisaris dan direksi yang diangkat dalam RUPS harus terdiri dari orang-orang yang patut dan layak bagi perusahaan. Dalam pengangkatan
anggota
dewan
komisaris
dan
direksi
harus
mempertimbangkan pendapat dari komite nominasi dan remunerasi yang disampaikan oleh dewan komisaris kepada mereka yang mempunyai hak untuk mengajukan calon kepada RUPS. b. Dalam pengambilan keputusan, baik itu menerima atau menolak laporan dewan komisaris dan direksi, perlu dipertimbangkan kualitas laporan yang berhubungan dengan GCG. c. Auditor eksternal harus ditetapkan dengan mempertimbangkan pendapat komite audit yang disampaikan kepada dewan komisaris. d. Dalam hal anggaran dasar dan atau peraturan perundang-undangan mengharuskan adanya keputusan RUPS tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha perusahaan, keputusan yang diambil harus memperhatikan kepentingan wajar para pemegang kepentingan. 23
e. Dalam mengambil keputusan pemberian bonus, dan dividen harus memperhatikan kondisi kesehatan keuangan perusahaan. 2. RUPS harus diselenggarakan sesuai dengan kepentingan perusahaan, dengan memperhatikan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, serta dengan persiapan yang memadai, sehingga dapat mengambil keputusan yang sah. Untuk itu: a. Pemegang saham diberikan kesempatan untuk mengajukan usul mata acara RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan. b. Panggilan RUPS harus mencakup informasi mengenai mata acara, tanggal,waktu dan tempat RUPS. c. Bahan mengenai setiap mata acara yang tercantum dalam panggilan RUPS harus tersedia di kantor perusahaan sejak tanggal panggilan RUPS, sehingga pemegang saham dapat aktif berpartisipasi dalam RUPS dan memberikan suara dengan bertanggung jawab. Jika bahan tersebut belum tersedia saat dilakukan panggilan untuk RUPS, maka bahan itu harus disediakan sebelum RUPS diselenggarakan. d. Penjelasan mengenai hal-hal lain yang berkaitan dengan mata acara RUPS dapat diberikan sebelum dan atau pada saat RUPS berlangsung. e. Risalah RUPS harus tersedia di kantor perusahaan, dan perusahaan menyediakan fasilitas agar pemegang saham dapat membaca risalah tersebut. 3. Penyelenggaraan RUPS merupakan tanggung jawab direksi. Untuk itu, direksi harus mempersiapkan dan menyelenggarakan RUPS dengan baik dan dengan 24
berpedoman pada butir 1 dan 2 diatas. Jika direksi berhalangan, maka penyelenggaraan RUPS dilakukan oleh dewan komisaris atau pemegang saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
II.3.3.2 Dewan Komisaris Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance (2006) dinyatakan bahwa dewan komisaris bertanggung jawab dalam mengawasi dan memberikan nasihat kepada dewan direksi serta memastikan bahwa perusahaan melakukan GCG. Namun, dewan komisaris dilarang untuk terlibat dalam pengambilan keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota dewan komisaris adalah setara. Agar tugas dewan komisaris dapat berjalan dengan baik, maka perlu dipenuhinya prinsip-prinsip: 1. Komposisi, pengangkatan, dan pemberhentian anggota dewan komisaris a. Jumlah anggota dewan komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan. b. Dewan komisaris dapat terdiri dari komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi yang dikenal sebagai komisaris independen dan komisaris yang terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota direksi dan dewan komisaris yang terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi. 25
c. Jumlah komisaris independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Salah satu dari komisaris independen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan. d. Anggota dewan komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, badan usaha milik negara dan atau daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota dewan komisaris dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui komite nominasi dan remunerasi. Pemilihan komisaris independen harus memperhatikan pendapat pemegang saham minoritas yang dapat disalurkan melalui komite nominasi dan remunerasi. e. Pemberhentian
anggota
dewan
komisaris
dilakukan
oleh
RUPS
berdasarkan alasan yang wajar dan setelah kepada anggota dewan komisaris diberi kesempatan untuk membela diri. 2. Kemampuan dan Integritas anggota dewan komisaris a. Anggota dewan komisaris harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas sehingga fungsi pengawasan dan pemberian nasihat dapat berjalan dengan baik. b. Anggota dewan komisaris dilarang memanfaatkan perusahaan untuk kepentingan pribadi. 26
c. Anggota dewan komisaris wajib mematuhi seluruh peraturan yang berkaitan dengan tugasnnya. d. Anggota dewan komisaris diharapkan memahami dan melaksanakan pedoman GCG ini. 3. Fungsi pengawasan dewan komisaris a. Dewan komisaris tidak boleh terlibat dalam pengambilan keputusan operasional misalnya dalam hal penentuan anggaran dasar. Keputusan operasional menjadi tanggung jawab direksi dan dewan komisaris hanya mengawasi dan memberikan nasihat. b. Untuk kepentingan perusahaan, dewan komisaris dapat memberikan sanksi kepada anggota direksi dalam bentuk pemberhentian sementara waktu dan harus ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan RUPS. c. Jika terjadi kekosongan direksi, dewan komisaris dapat melaksanakan fungsi direksi. d. Anggota dewan komisaris berhak memperoleh akses dan informasi tentang perusahaan secara tepat waktu dan lengkap. e. Dewan komisaris harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja. f. Dewan komisaris menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh direksi dalam RUPS. g. Dalam melaksanakan tugasnya, dewan komisaris dapat membentuk komite. Usulan dari komite disampaikan kepada dewan komisaris untuk memperoleh keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun 27
dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk komite audit, sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan. 4. Komite Penunjang Dewan Komisaris a. Komite Audit 1. Komite audit harus membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa: (i) laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit harus sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut hasil temuan audit dilaksanakan oleh manajemen. 2. Komite audit memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya untuk disampaikan kepada dewan komisaris. 3. Jumlah anggota komite audit harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. Komite audit diketuai oleh komisaris independen dan anggotanya dapat terdiri dari komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan. Salah seorang anggota memiliki latar belakang dan kemampuan akuntasi dan atau keuangan. b. Komite Nominasi dan Remunerasi
28
1. Komite ini bertugas membantu dewan komisaris dalam menetapkan kriteria pemilihan calon anggota dewan komisaris dan direksi serta sistem remunerasinya. 2. Komite ini bertugas membantu dewan komisaris mempersiapkan calon anggota dewan komisaris dan direksi dan mengusulkan besar remunerasinya. Dewan komisaris dapat mengajukan calon tersebut dan remunerasinya untuk memperoleh keputusan RUPS dengan cara sesuai ketentuan anggaran dasar. 3. Komite nominasi dan remunerasi diketuai oleh komisaris independen dan anggotanya dapat terdiri dari komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan; 4. Keberadaan komite nominasi dan remunerasi serta tata kerjanya dilaporkan dalam RUPS. c. Komite Kebijakan Risiko 1. Komite ini bertugas membantu dewan komisaris dalam mengkaji sistem manajemen risiko yang disusun oleh direksi serta menilai risiko yang dapat diambil oleh perusahaan. 2. Anggota komite kebijakan risiko terdiri dari anggota dewan komisaris, namun dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan. d. Komite Kebijakan Corporate Governance 1. Komite ini bertugas membantu dewan komisaris dalam mengkaji kebijakan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh direksi serta menilai konsistensi penerapannya, termasuk yang berkaitan dengan 29
etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). 2. Anggota komite terdiri dari anggota dewan komisaris, namun dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan. 3. Bila dipandang perlu, komite kebijakan corporate governance dapat digabung dengan komite nominasi dan remunerasi. 5. Pertanggungjawaban Dewan Komisaris a. Dewan komisaris menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh direksi. Laporan tersebut merupakan bagian dari laporan tahunan yang disampaikan kepada RUPS untuk memperoleh persetujuan. b. Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan atas laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan pelunasan tanggung jawab kepada masing-masing anggota dewan komisaris sejauh hal-hal tersebut tercermin dari laporan tahunan, dengan tidak mengurangi tanggung jawab masing-masing anggota dewan komisaris dalam hal terjadi tindak pidana atau kesalahan dan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga yang tidak dapat dipenuhi dengan aset perusahaan. c. Pertanggungjawaban
dewan
komisaris
kepada
RUPS
merupakan
perwujudan akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas GCG.
30
II.3.3.3 Dewan Direksi Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance (2006) dinyatakan bahwa dewan direksi bertanggung jawab dalam mengelola perusahaan. Kedudukan masing-masing anggota dewan adalah setara. Mereka harus menjalankan tugas sesuai dengan wewenang masing-masing namun hasil dari pelaksanaan tugas tersebut merupakan tanggung jawab bersama. Agar pelaksanaan tugas dewan direksi dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut: 1. Komposisi direksi a. Jumlah anggota direksi harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. b. Anggota direksi dipilih dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota direksi dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui komite nominasi dan remunerasi. c. Pemberhentian anggota direksi dilakukan oleh RUPS berdasarkan alasan yang wajar dan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. d. Seluruh anggota direksi harus berdomisili di Indonesia. 2. Kemampuan dan integritas anggota direksi 31
a.
Anggota direksi harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas sehingga pelaksanaan fungsi pengelolaan perusahaan dapat dilaksanakan dengan baik.
b.
Anggota direksi dilarang memanfaatkan perusahaan untuk kepentingan pribadi, keluarga, kelompok usahanya dan atau pihak lain.
c.
Anggota direksi harus memahami dan mematuhi anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugasnya.
d.
Anggota direksi diharapkan memahami dan melaksanakan Pedoman GCG ini.
3. Fungsi direksi Fungsi pengelolaan perusahaan oleh direksi mencakup 5 (lima) tugas utama yaitu kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, komunikasi, dan tanggung jawab sosial. 4. Pertanggungjawaban direksi a.
Direksi harus menyusun pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan dalam bentuk laporan tahunan yang memuat antara lain laporan keuangan, laporan kegiatan perusahaan, dan laporan pelaksanaan GCG.
b.
Laporan tahunan harus memperoleh persetujuan RUPS, dan khusus untuk laporan keuangan harus memperoleh pengesahan RUPS.
c.
Laporan tahunan harus telah tersedia sebelum RUPS diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memungkinkan pemegang saham melakukan penilaian.
32
d.
Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan atas laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan pelunasan tanggung jawab (acquit et dėcharge) kepada masing-masing anggota direksi sejauh hal-hal tersebut tercermin dari laporan tahunan, dengan tidak mengurangi tanggung jawab masing-masing anggota direksi dalam hal terjadi tindak pidana atau kesalahan dan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga yang tidak dapat dipenuhi dengan aset perusahaan.
e.
Pertanggungjawaban direksi kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas GCG.
II.4
Metodologi Penelitian Seperti yang dinyatakan dalam I.4, penelitian ini merupakan pengujian hipotesis.
Penelitian ini merupakan studi statistik yang memiliki tingkat generalisasi yang tinggi karena penelitian ini tidak hanya melibatkan satu objek saja tetapi terdiri atas banyak objek. Penelitian ini merupakan riset kausal. Kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi, penelitian ini memiliki variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi). Dalam penelitian ini yang merupakan variabel independen (sering dilambangkan dengan X) adalah jumlah dewan komisaris, dewan direksi, dan komite audit. Sedangkan variabel dependennya (sering dilambangkan dengan Y) adalah income smoothing yang diwakili oleh indeks eckel. Unit analisis dari penelitian ini adalah perusahaan 33
manufaktur yang terdaftar di BEI dan dimensi waktu dari penelitian ini adalah melibatkan urutan waktu (time series) yaitu dari tahun 2006-2008. Income smoothing merupakan bagian dari earning management dan penerapan Good Corporate Governance secara efektif dapat meminimalisasi terjadinya earning management. Penelitian terdahulu terkait dengan GCG pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu Black dkk (2003), Labelle (2002), Klapper dan Love (2002), Chong dan Silanes (2006). Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa penerapan GCG memang berdampak positif pada peningkatan mutu kinerja perusahaan. Selain itu, penelitian yang dilakukan Ning et al (2009) dan Kusumawati dan Riyanto (2005) menemukan bahwa dengan ukuran dewan berpengaruh terhadap penerapan GCG. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian GCG terdahulu yang dilakukan oleh Black dkk (2003), Labelle (2002), Klapper dan Love (2002), Chong dan Silanes (2006) adalah penelitian ini tidak membahas kaitannya dengan mutu kinerja perusahaan tetapi pengaruhnya terhadap praktek income smoothing. Penelitian tentang income smoothing pernah dilakukan oleh beberapa peneliti di tahun-tahun sebelumnya. Sesuai yang dikutip dalam Mursalim, penelitian mengenai income smoothing pernah dilakukan oleh Smith (1976), Trueman et al (1988), Suh (1990). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen perusahaan telah melakukan income smoothing. Di Indonesia sendiri penelitian sejenis juga sudah dilakukan antara lain oleh Salno dan Baridwan (2000), Assih dan Gudono (2000), Sugiarto (2003), Mursalim (2006), Masodah (2007), dan Sancati (2008). Hasil dari penelitian ini juga menyatakan bahwa praktik perataan laba juga ditemukan di perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 34
Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian income smoothing terdahulu yang dilakukan oleh Smith (1976), Trueman et al (1988), Suh (1990), dan Sancati (2008) adalah dari segi objek penelitian. Penelitian ini memilih perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sebagai objek penelitian. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Salno dan Baridwan (2000), Assih dan Gudono (2000), Sugiarto (2003), Mursalim (2006), dan Masodah (2007) lebih mengacu kepada faktor-faktor yang mempengaruhi income smoothing sedangkan penelitian ini lebih membahas kaitan antara income smoothing dengan GCG. Data dalam penelitian ini khususnya laporan keuangan diperoleh secara tidak langsung (dari internet) dan lingkungan penelitiannya yaitu lingkungan riil.
II.5
Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2008: 93), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesis dalam penelitian ini merupakan hipotesis komparatif. Menurut Sugiyono (2008: 99), hipotesis komparatif merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah komparatif. Hipotesis terdiri atas dua, yaitu hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha). Hipotesis nol dicoba untuk ditolak dan merupakan dugaan yang menyatakan hubungan dua buah variabel adalah jelas dan tidak terdapat perbedaan atau hubungan diantaranya. Sedangkan hipotesis alternatif dicoba untuk diterima dan menunjukkan terdapat perbedaan atau memiliki hubungan antara dua variabel.
35
Penelitian ini memiliki tiga hipotesis, yaitu pengaruh jumlah dewan komisaris, dewan direksi, dan komite audit terhadap income smoothing.
II.5.1 Pengaruh Jumlah Dewan Komisaris terhadap Income Smoothing Jumlah anggota dewan komisaris di setiap perusahaan berbeda-beda. Agar tugas dewan komisaris dapat berjalan dengan efektif, maka perlu dipenuhi hal-hal berikut: 1.
Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.
2.
Komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik termasuk memastikan bahwa direksi telah memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan.
3.
Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat dewan komisaris mencakup tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara (KNKG, 2006). Dewan komisaris harus dapat memastikan bahwa laba yang dilaporkan adalah
yang sebenarnya karena laba yang dihasilkan perusahaan dapat memberikan dampak bagi keberlanjutan investasi yang dilakukan investor dan keberlanjutan usaha. Jumlah dewan komisaris yang terlalu berlebihan tanpa disesuaikan dengan kepentingan perusahaan maka hal ini dapat membuat manajemen memiliki banyak kesempatan untuk melakukan income smoothing. Ha1
: Terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah dewan komisaris dengan income smoothing.
36
II.5.2 Pengaruh Jumlah Dewan Direksi terhadap Income Smoothing Jumlah anggota dewan direksi di setiap perusahaan berbeda-beda. Agar tugas dewan direksi dapat berjalan dengan efektif, maka perlu dipenuhi hal-hal berikut: 1.
Komposisi direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.
2.
Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman serta kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.
3.
Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan (profitability) dan memastikan kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan.
4.
Direksi mempertanggung jawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (KNKG, 2006). Jumlah dewan direksi yang terlalu berlebihan tanpa disesuaikan dengan
kepentingan perusahaan maka hal ini dapat membuat manajemen memiliki banyak kesempatan untuk melakukan income smoothing. Ha2
: Terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah dewan direksi dengan income smoothing.
II.5.3 Pengaruh Jumlah Komite Audit terhadap Income Smoothing Komite audit membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan mengawasi tugas manajemen dalam penyusunan laporan keuangan sehingga tindakan income smoothing pun dapat dicegah. Komite audit merupakan pihak yang bertanggung 37
jawab terhadap kualitas laporan keuangan perusahaan sebelum laporan keuangan tersebut dipublikasikan supaya para pemegang kepentingan dapat mengambil keputusan yang tepat. Jumlah anggota komite audit harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. Ha3
: Terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah komite audit dengan income smoothing.
II.5.4 Pengaruh Jumlah dewan komisaris, dewan direksi, dan komite audit secara bersama-sama terhadap Income Smoothing.
Ha4
: Terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah dewan komisaris, dewan direksi, dan komite audit secara bersama-sama terhadap income smoothing.
38