BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1
Etika
II.1.1 Etika dan Etika Profesi Etika atau norma moral adalah aturan mengenai sikap perilaku dan tindakan manusia sebagai manusia yang hidup bermasyarakat. Etika (ethics) berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti karakter. Kata lain untuk etika adalah moralitas (morality), yang berasal dari bahasa latin mores yang berarti “kebiasaan”. M oralitas berpusat pada benar dan salah dalam perilaku manus ia. Oleh karena itu, etika berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana orang akan berperilaku terhadap sesamanya. (Boynton, Johnson dan Kell, 2003). M enurut Boynton, et al (2003:96), “etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakannya dengan profesi lain yang berfungsi mengatur tingkah laku para anggotanya”. Kepribadian akuntan yang profesional akan selalu dihubungkan dengan sikap dan tindakan etis yang pada akhirnya merupakan penentu posisi akuntan dalam masyarakat sebagai pemakai jasa profesionalnya. Etika merupakan aspek yang penting dari pekerjaan dan profesi akuntan. Etika profesi dapat disimpulkan sebagai komitmen akuntan untuk menyediakan jasa yang bermanfaat. Komitmen ini berarti bahwa akuntan mempunyai kompetensi, integritas, kerahasiaan, dan objektivitas untuk memberikan pelayanan secara efektif.
9
II.1.2 Kode Etik M enurut Pandiangan (2008:45), “kode etik dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan”. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi. Dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lapangan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya. Tujuan kode etik agar memberikan jasa profesional sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai profesional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standar perilaku anggotanya. Nilai profesional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.
II.2
Tinjauan Tentang Persepsi
II.2.1 Pengertian Persepsi Dalam memandang suatu permasalahan setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda. Persepsi seorang timbul dari dalam diri masing-masing. M enurut Robbins (2006:170), “persepsi adalah proses yang digunakan individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan inderawi mereka untuk memberi makna kepada lingkungan mereka”. Dalam hal ini persepsi dapat dianggap sebagai penafsiran individu terhadap objek di kelilingnya, berdasarkan kesan yang diperoleh dari indera mereka. Hal ini dapat 10
mengakibatkan dua orang atau lebih individu memiliki persepsi yang berbeda terhadap objek yang sama. M enurut Kotler (2009:24), “persepsi adalah proses seseorang individu memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang bermakna tentang dunia”. Dari berbagai pendapat mengenai persepsi diatas dapat dikatakan persepsi merupakan suatu proses pemahaman diri dalam diri seseorang terhadap suatu objek dimana penilaian tersebut berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Persepsi penting dalam kehidupan, karena dengan persepsi seseorang memulai hubungan interaksi dengan pihak lain.
II.2.2 Persepsi Terhadap Etika Profesi Etika profesi adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat dengan ketertiban penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat (Lubis, 1994). M asalah etika profesi merupakan suatu isu yang selalu menarik untuk diriset karena profesi memiliki komitmen moral yang tinggi. Para pelaku bisnis ini diharapkan mempunyai integritas dan kompetensi yang tinggi. Berbagai pelanggaran etika telah banyak terjadi saat ini yang dilakukan oleh akuntan ataupun karyawan bagian akuntansi, misalnya berupa rekayasa data akuntansi untuk menunjukkan kinerja perusahaan agar terlihat lebih baik, ini merupakan pelanggaran akuntan terhadap etika profesinya yang telah melanggar kode etik akuntan karena akuntan telah memiliki seperangkat kode etik
11
tersendiri yang disebut sebagai aturan tingkah laku moral bagi akuntan dalam masyarakat. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesional. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Bagi profesi akuntan, sikap dan tindakan etis akan menentukan keberadaan akuntan dalam peta persaingan antara rekan profesi akuntan dari negara lain (Ludigdo dan M achfoedz, 1999). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri profesi akuntan tersebut ada kesadaran kuat untuk mematuhi etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, maka seorang akuntan tidak akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat mengenai jasa yang diberikannya.
II.3
Mahasiswa Akuntansi M enurut kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), mahasiswa didefinisikan sebagai
orang yang belajar di Perguruan Tinggi, sedangkan akuntansi adalah seni pencatatan dan pengikhtisaran transaksi keuangan dan penafsiran akibat suatu transaksi terhadap suatu kesatuan ekonomi. Jadi mahasiswa akuntansi dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan akuntansi yang telah menempuh mata kuliah kode etik profesi akuntan. Persyaratan ini didasarkan pada asumsi bahwa para mahasiswa akuntansi tersebut telah mempunyai pemahaman tentang aturan etika dalam Kode Etik IAI. 12
II.4
Akuntan Pendidik M enurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), akuntan didefinisikan sebagai
orang yang ahli dalam bidang akuntansi yang bertugas menyusun, membimbing, mengawasi, menginspeksi, dan memperbaiki tata buku serta administrasi perusahaan atau instansi, sedangkan pendidik adalah orang yang mendidik. Jadi Akuntan Pendidik adalah kelompok akuntan yang berkecimpung dalam dunia akademis yaitu pengajar. Akuntan Pendidik adalah profesi akuntan yang memberikan jasa berupa pelayanan pendidikan akuntansi kepada masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidik yang ada, guna melahirkan akuntan-akuntan yang terampil dan profesional. Profesi akuntan pendidik sangat dibutuhkan bagi kemajuan profesi akuntansi itu sendiri karena ditangan merekalah para calon-calon akuntan dididik. Akuntan pendidik harus dapat melakukan transfer of knowledge kepada mahasiswanya, memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan menguasai pengetahuan bisnis dan akuntansi, teknologi informasi dan mampu mengembangkan pengetahuannya melalui penelitian. Akuntan pendidik dalam penelitian ini adalah akuntan pendidik yang telah memiliki gelar Ak, karena dengan gelar tersebut setidaknya akuntan pendidik sudah mengetahui dan memahami kode etik.
II.5
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik M enurut standar profesional akuntan publik (Januari, 2001), aturan etika ini
harus diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAI-KAP maupun bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada suatu Kantor Akuntan Publik (KAP). Rekan pemimpin KAP bertanggung jawab atas ditaatinya aturan etika oleh anggota KAP. 1. Independensi, integritas dan objektivitas 13
•
Independensi Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in facts) maupun dalam penampilan (in appearance). Independen adalah bebas dan tidak dipengaruhi siapapun.
•
Integritas dan objektivitas Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain. Integritas dan objektivitas adalah kepercayaan publik atas putusan yang telah diambil.
2. Standar umum dan prinsip akuntansi •
Standar umum Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI: o Kompetensi Profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional
14
o Kecermatan dan Keseksamaan Profesional. Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional. o Perencanaan dan Supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional. o Data Relevan yang M emadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya. •
Kepatuhan terhadap Standar Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultansi manajemen, perpajakan atau jasa profesional lainnya, wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI.
•
Prinsip-Prinsip Akuntansi Anggota KAP tidak diperkenankan: o menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau, o menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut
15
memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut diatas. Dalam kondisi tersebut anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan.
3. Tanggung jawab kepada klien •
Informasi Klien yang Rahasia Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk: o membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi o mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan
yang berlaku
seperti
panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku 16
o melarang review praktik profesional (review mutu) seorang anggota sesuai dengan kewenangan IAI atau o menghalangi anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegakan disiplin Anggota. Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review diatas, tidak boleh memanfaatkannya
untuk
keuntungan
diri
pribadi
mereka
atau
mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi anggota dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakan disiplin sebagaimana telah diungkapkan dalam butir (4) di atas atau review praktik profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam butir (3) di atas. •
Fee Profesional o Besaran Fee Besarnya fee Anggota dapat bervariasi tergantung antara lain: risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi. o Fee Kontinjen Fee kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada 17
temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan
fee
kontinjen
apabila
penetapan
tersebut
dapat
mengurangi indepedensi.
4. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi •
Tanggung jawab kepada rekan seprofesi Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
•
Komunikasi antar akuntan publik Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila menerima penugasan audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan. Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai. Akuntan publik tidak diperkenankan menerima penugasan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan penugasan akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila penugasan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi
18
ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.
5. Tanggung jawab dan praktik lain •
Perbuatan dan perkataan yang mendiskreditkan Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.
•
Iklan, promosi dan kegiatan pemasaran lainnya Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.
•
Komisi dan Fee Referal o Komisi Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan atau diterima kepada/dari klien/pihak lain untuk memperoleh penugasan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila pemberian/penerimaan
komisi
tersebut
dapat
mengurangi
independensi. o Fee Referal (Rujukan) Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik. Fee referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi sesama profesi.
19
•
Bentuk Organisasi dan Nama KAP Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.
II.6
Kode Etik Auditor Akuntan Publik itu biasanya mengatur tiga golongan utama perilaku. Pertama,
perilaku auditor sesuai dengan tuntutan organisasi, yang meliputi ketaatan pada peraturan, semangat pengabdian, keahlian profesional, integritas tinggi, obyektivitas, dan menjaga kerahasian jabatan. Kedua, perilaku auditor dalam interaksi dengan sesama auditor, yang meliputi kerja sama yang sehat, saling ingat, bimbing dan koreksi, dan rasa kebersamaan/kekeluargaan. Dan ketiga, perilaku auditor dalam interaksi dengan pihak yang diperiksa (auditan), yang meliputi menjaga penampilan, interaksi sehat dengan auditan, menciptakan iklim yang baik dengan auditan, dan kerja sama yang sehat dengan auditan.
II.6.1 Perilaku Auditor S esuai dengan Tuntutan Organisasi 1. Auditor wajib menaati segala peraturan dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian kesadaran dan tanggung jawab. Unsur yang dapat menunjang perilaku dapat dilakukan sebagai berikut: •
M emberi contoh yang baik dalam menaati dan melaksanakan undangundang peraturan perundang-undangan yang berlaku,
20
•
Tidak menyalahgunakan wewenangnya sebagai auditor artinya dalam melaksanakan tugasnya auditor tidak bermaksud untuk memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, namun dimaksudkan bahwa tugas auditor adalah menilai proses kegiatan dan hasil kegiatan pihak yang diperiksanya, apakah pekerjaan yang diperiksa sesuai dengan peraturan yang berlaku atau tidak, wajar atau tidak dan apakah peraturan yang dipakai sebagai acuan tersebut masih dapat digunakan atau tidak serta memberikan rekomendasi dan melakukan pembinaan,
•
Tidak melakukan audit terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan Surat Perintah Tugas,
•
Tidak menerima atau memberi imbalan dalam bentuk apapun kepada dan dari pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung turut menentukan penugasan tersebut.
2. Auditor harus memiliki semangat pengabdian yang tinggi kepada instansi atau unit organisasinya. Unsur yang dapat menunjang perilaku dapat dilakukan sebagai berikut: •
M engutamakan kepentingan organisasi daripada kepentingan pribadi atau kelompok atau golongan,
•
Tidak menolak dan meninggalkan tugas tanpa alasan yang jelas.
3. Auditor harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam tugasnya, keahlian ini meliputi keahlian mengenai audit yang mencakup antara lain: -
M erencanakan program kerja pemeriksaan
-
M enyusun program kerja pemeriksaan
21
-
M elaksanakan program kerja pemeriksaan
-
M enyusun kertas kerja pemeriksaan
-
M enyusun berita pemeriksaan
-
M enyusun laporan hasil pemeriksaan
Unsur yang dapat menunjang perilaku dapat dilakukan sebagai berikut: •
M ampu
bersedia mempraktekkan pengetahuan
tentang audit
untuk
meyelesaikan tugas •
M empunyai rasa ingin tahu yang tinggi dan penuh minat atau perhatian terhadap pekerjaannya
•
M empunyai inisiatif dan kemauan yang keras untuk belajar
•
Dapat mengembangkan daya imajinasi atau analisis dan ketrampilan konseptualnya dalam melaksanakan tugas
•
M ampu dan bersedia menerima kritik atau saran dari pihak lain yang lebih tahu tentang masalah audit
•
M ampu berkomunikasi secara tertulis maupun lisan dengan baik
•
M ampu membuat keputusan yang tepat berdasarkan pertimbangan yang dapat dipertanggung jawabkan
•
Dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dalam Surat Perintah Tugas secara efektif.
•
Waspada terhadap setiap informasi yang diterima dan tidak mudah dipengaruhi.
4. Auditor harus memiliki integritas yang tinggi yang dilandasi unsur jujur, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab.
22
Unsur yang dapat menunjang perilaku dapat dilakukan sebagai berikut: •
Jujur yang merupakan perpaduan dari keteguhan watak dalam prinsip moral, tabiat, suka akan kebenaran, tulus hati serta berperasaan halus mengenai etika, keadilan dan kebenaran
•
Berani dalam arti tidak dapat diintimidasi oleh orang lain dan tidak tunduk karena tekanan yang dilakukan oleh orang lain guna mempengaruhi sikap dan pendapatnya dan memiliki rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi berbagai kesulitan
•
Bijaksana dalam arti mempunyai sikap yang selalu mempertimbangkan permasalahan berikut dampak atau akibat yang akan timbul terhadap kepentingan negara
•
Bertanggung jawab merupakan sikap yang tidak mengelak, menyalahkan orang lain atau mengakibatkan kerugian atau kemungkinan kerugian orang lain
dan
dapat
menyelesaikan
terhadap
tugas
yang diberikannya
sebagaimana mestinya. 5. Auditor dalam melaksanakan tugasnya harus selalu bersikap obyektif, dimana dalam menyatakan hasil audit harus sesuai dengan fakta atau kondisi yang sebenarnya, tanpa dipengaruhi, prasangka, intepretasi maupun kepentingankepentingan pribadi auditor atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil audit. Unsur yang dapat menunjang perilaku dapat dilakukan sebagai berikut: •
Dapat mempertahankan kriteria atau kebijakan-kebijakan yang masih relevan atau berlaku
23
•
Bersikap tegas dalam mengemukakan hal-hal yang menurut pertimbangan dan keyakinannya perlu dilakukan
•
Tidak dapat diintimidasi serta tidak tunduk karena tekanan orang lain, bersikap tenang dan mampu mengendalikan diri
•
Tidak membebankan biaya audit kepada pihak yang diaudit
6. Auditor wajib menyimpan rahasia jabatan, rahasia negara, rahasia pihak yang diaudit dan hanya dapat mengemukakannya kepada dan atau pemerintah pejabat yang berwenang. Unsur yang dapat menunjang perilaku dapat dilakukan sebagai berikut: •
Dokumen tertulis seperti surat menyurat, notulen rapat
•
Informasi secara lisan dan atau rekaman-rekaman suara
II.6.2 Perilaku Auditor dalam Interaksi Sesama Auditor 1. Setiap auditor wajib menggalang kerjasama yang sehat dengan sesama auditor. Unsur yang dapat menunjang perilaku dapat dilakukan sebagai berikut: •
Sanggup bekerjasama untuk mencapai tujuan audit
•
Saling berkomunikasi atau berdiskusi permasalahan yang timbul selama dalam pelaksanaan audit
•
Saling menghargai atau menghormati terhadap pendapat sesama auditor
•
Saling menekan sifat iri hati
•
Saling percaya dan mempercayai sesama auditor
•
Saling mengendalikan diri atau emosi
24
2. Auditor bekewajiban untuk saling mengingatkan, membimbing dan mengoreksi perilaku sesama auditor. Unsur yang dapat menunjang perilaku dapat dilakukan sebagai berikut: •
Saling membimbing atau bertukar pengalaman sesama auditor
•
Bersedia menerima saran atau kritik dari sesama auditor
•
Saling mendorong auditor untuk bertanggung jawab terhadap tugasnya
•
Saling mengingatkan untuk senantiasa mematuhi kode etik
3. Auditor berkewajiban saling memiliki rasa kebersamaan atau kekeluargaan diantara sesama auditor. Unsur yang dapat menunjang perilaku dapat dilakukan sebagai berikut: •
Saling mengkomunikasikan informasi yang dianggap penting mengenai objek atau pihak yang pernah diauditnya kepada auditor lain yang akan menjalankan tugas terhadap objek yang sama
•
Tidak mengatasnamakan sesama auditor untuk tujuan yang bersifat pribadi
•
Tidak berselisih pendapat dihadapan pihak yang diaudit
•
Tidak mempermalukan sesama auditor dihadapan yang diaudit
•
Tidak menjelek-jelekkan sesama auditor dihadapan pihak yang diaudit
•
Tidak mengadu domba mengenai perilaku sesama auditor
II.6.3 Perilaku Auditor dalam Interaksi dengan Pihak yang Diaudit 1. Setiap auditor harus senantiasa menjaga penampilannya sesuai dengan tugas auditor. Unsur yang dapat menunjang perilaku dapat dilakukan sebagai berikut: •
Berpakaian sederhana, sopan, rapi, sesuai dengan kelaziman
25
•
Gaya bicara yang wajar, tidak berbelit-belit dan menguasai pokok permasalahan
•
Nada suara yang wajar, sopan dan tidak berkesan emosional
•
Cara duduk yang sopan
2. Setiap auditor harus mampu menjalani interaksi yang sehat dengan pihak yang diaudit. Unsur yang dapat menunjang perilaku dapat dilakukan sebagai berikut: •
M ampu berkomuikasi secara persuasif (tidak represif atau agresif) dengan pihak yang diaudit
•
M emperlakukan pihak yang diaudit sebagai subjek dan bukan sebagai objek
•
Dapat dan mampu atau mengerti terhadap tugas-tugas atau kesibukan yang diaudit, namun harus tetap menjaga kelancaran dan ketetapan dalam pelaksanaan tugas audit
3. Setiap auditor harus mampu menciptakan iklim kerja yang sehat dengan pihak yang diaudit. Unsur yang dapat menunjang perilaku dapat dilakukan sebagai berikut: •
Auditor harus selalu menjaga independensi atau obyektivitasnya
•
Tidak memanfaatkan pelaksanaan tugas untuk kepentingan di luar kedinasan
•
Tidak berbelit-belit atau mengada-ada dalam mencari informasi atau data
•
Dapat menumbuhkan dan membina sikap positif
4. Setiap auditor wajib menggalang kerjasama yang sehat dengan pihak yang diaudit. Unsur yang dapat menunjang perilaku dapat dilakukan sebagai berikut: •
Tidak mencari informasi atau data dari pihak yang tidak berkompeten mengenai masalah yang sedang diauditnya
26
•
Tidak membicarakan segi-segi negatif pihak yang diaudit dengan pihak yang berkepentingan atau tidak berkepentingan
•
Saling mempercayai atau menghargai dan dapat bekerjasama dengan pihak yang diaudit sesuai dengan tujuan audit
•
Bersikap mendidik terhadap pihak yang diaudit bila ada permasalahan yang timbul dalam pekerjaannya
•
Tidak memberikan perintah-perintah yang sifatnya pribadi terhadap pihak yang diaudit.
II.7
Profesi dan Peran Kode Etik M enurut M unawir (2005:25), “penanaman kode etik profesi bukanlah membuat
para pelaku profesi hafal di luar kepala atas kode etik profesi, tetapi seharusnya mendorong pelaku profesi untuk senantiasa mengkritisi fungsi kode etik profesi”. Kode etik akuntan sendiri dapat diartikan: 1. Sebagai suatu prinsip-prinsip moral dan pelaksanaan aturan yang memberikan pedoman kepada akuntan dalam berhubungan dengan klien, masyarakat dan akuntan lain sesama profesi. 2. Suatu alat atau untuk memberikan keyakinan kepada klien, pemakai laporan keuangan dan masyarakat pada umumnya tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan oleh akuntan. Dalam bab VII Pasal 10 Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia disebutkan bahwa kode etik akuntan berlaku bagi seluruh anggota Ikatan Akuntan Indonesia. Dengan demikian
27
untuk mematuhi ini tidak terbatas pada akuntan yang menjadi anggota Ikatan Akuntan Indonesia saja, tetapi meliputi semua orang yang bergelar akuntan.
II.8
Pengembangan Hipotesis Etika merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan
bertindak seseorang sehingga apa yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat umum sebagai perbuatan yang terpuji dan meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang. Seorang mahasiswa yang akan terjun langsung ke dunia kerja atau yang akan masuk ke dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) harus memperhatikan aturan etika yang ditetapkan dalam kode etik akuntan publik. M ahasiswa yang belum punya pengalaman dalam dunia kerja harus mendalami kode etik terlebih dahulu, karena di tempat pendidikan adalah tempat yang paling mudah untuk diterapkan tentang kode etik daripada yang sudah terjun langsung ke dalam dunia kerja. Akuntan pendidik yang mengajar dalam suatu universitas adalah orang yang sudah menerima dan memahami kode etik, tentu saja mempunyai pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswa yang masih menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Terdapat perbedaan antara persepsi mahasiswa dan akuntan pendidik terhadap aturan etika dalam Kode Etik IAI, itu dapat dilihat dari pengalaman mahasiswa yang belum terjun langsung ke dunia kerja, sebaliknya akuntan pendidik yang sudah menerima dan memahami kode etik bahkan memiliki pengalaman dalam dunia kerja. Hal ini didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh penelitian ini merupakan pengembangan dan kolaborasi dari beberapa penelitian sebelumnya, pada penelitian Indiana Farid M artadi dan Sri Suranta (2006) menguji perbedaan persepsi 28
akuntan, mahasiswa akuntansi dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi gender terhadap etika bisnis dan etika profesi dengan operasional variable yang digunakan adalah akuntan mahasiswa akuntansi, karyawan, gender, bisnis, etika profesional. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi, dengan akuntan wanita dan mahasiswi akuntansi wanita terhadap etika profesi. Demikian juga untuk mahasiswa dan mahasiswi tidak ada perbedaan yang signifikan untuk etika profesi akuntan. Namun, untuk etika bisnis terdapat perbedaaan persepsi antara mahasiswa dan mahasiswi. Sedangkan penelitian ini menambah satu kelompok sampel, yaitu karyawan bagian akuntansi, dalam hal ini termasuk akuntan intern perusahaan. Pada penelitian Rustiana dan Dian Indri (2006) menguji perbedaan persepsi kode etik akuntan indonesia: komparasi novice accountant, akuntan pendidik, dan akuntan publik dengan operasional variable kode etik akuntan indonesia, novice account, akuntan pendidik, akuntan publik. Hasil penelitian ini yaitu ada perbedaan persepsi antara novice accountant, akuntan pendidik dan akuntan publik tentang kode etik akuntan serta persepsi akuntan publik lebih baik dibanding novice accountant. Berdasarkan hasil berbagai peneliti di atas, maka penulis tertarik untuk menguji persepsi mahasiswa akuntansi dan akuntan pendidik Binus University mengenai aturan etika dalam Kode Etik IAI. Perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian tedahulu adalah dari segi responden, penelitian ini menggunakan responden para dosen akuntansi di Binus University dan mahasiswa akuntansi yang telah mendapatkan mata kuliah kode etik profesi akuntan, karena mahasiswa dengan asumsi mereka telah mengetahui dan memahami apa yang dimaksud aturan etika dalam Kode Etik IAI sehingga diharapkan dapat mempersepsikan kegunaannya dengan tepat. 29
Berdasarkan berbagai penelitian diatas dirumuskan hipotesis alternatif sebagai berikut: H1
: Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi dan akuntan pendidik Binus University mengenai Independensi, Integritas dan Objektivitas dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
H2
: Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi dan akuntan pendidik Binus University mengenai Standar Umum dan Prinsip Akuntansi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
H3
: Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi dan akuntan pendidik Binus University mengenai Tanggung Jawab Kepada Klien dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
H4
: Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi dan akuntan pendidik Binus University mengenai Tanggung Jawab Kepada Rekan Seprofesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
H5
: Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi dan akuntan pendidik Binus University mengenai Tanggung Jawab dan Praktik Lain dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
30