BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1
Landasan Teori
II.1.1 Opini Audit Auditor dalam melakukan penugasan audit harus mengumpulkan atau mendapatkan bukti-bukti atau temuan-temuan audit mengenai kewajaran
informasi
yang
tercantum
dalam
laporan
keuangan
perusahaan, dengan cara memeriksa atau menelusuri dokumen atau catatan akuntansi yang mendukung informasi yang tercantum dalam laporan keuangan tersebut. Setelah mengevaluasi dokumen atau catatan akuntansi serta mendapatkan bukti-bukti atau temuan-temuan audit, maka auditor harus merumuskan pendapat atas kewajaran laporan keuangan perusahaan tersebut dengan menyampaikan pendapatnya melalui laporan audit (audit report). Mengacu pada pendapat Herusetya (2008), pemahaman atas laporan audit serta kondisi yang menyebabkan diberikannya jenis pendapat tertentu oleh auditor, akan memberikan wawasan bagi pihakpihak berkepentingan mengenai keandalan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dalam rangka membuat keputusan ekonomi. Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik – PSA 29 SA Seksi 508 (2001), terdapat lima jenis pendapat auditor, yaitu:
9
1.
Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) Auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas perusahaan tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2.
Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam laporan audit bentuk baku (unqualified opinion with explanatory language) Auditor menyatakan bahwa keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelasan yang lain) dalam laporan auditnya, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan perusahaan. Keadaan yang menyebabkan ditambahkannya paragraf penjelasan dalam laporan audit bentuk baku adalah sebagai berikut: a. Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain. b. Untuk mencegah supaya laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan tertentu yang luar biasa atau laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. c. Apabila terdapat kondisi atau peristiwa yang menyebabkan auditor yakin akan adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup perusahaan
namun
setelah
mempertimbangkan
rencana 10
manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen dapat secara efektif dilaksanakan serta pengungkapan atas hal itu telah memadai dalam laporan keuangan perusahaan. d. Apabila diantara dua periode akuntansi terdapat suatu perubahan dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam penerapan suatu metode. e. Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan audit atas laporan keuangan komparatif. f. Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal namun tidak disajikan. g. Informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, yang penyajiannya menyimpang dari pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan, dan auditor tidak dapat menghilangkan keraguan yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan tersebut. h. Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan perusahaan secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. 3.
Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) Auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas perusahaan tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang 11
berhubungan dengan yang dikecualikan. Pendapat ini dinyatakan bilamana: a. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) dan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion). b. Auditor
yakin
bahwa
laporan
keuangan
terdapat
suatu
penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia,
yang
akan
berdampak
material,
sehingga
ia
berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar (adverse opinion). 4.
Pendapat tidak wajar (adverse opinion) Auditor menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas perusahaan tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
5.
Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion) Auditor tidak menyatakan pendapat atas suatu laporan keuangan perusahaan. Pernyataan tidak memberikan pendapat diberikan oleh auditor apabila terdapat pembatasan atas lingkup auditnya, sehingga auditor tidak dapat melaksanakan audit yang memadai yang akan memungkinkan auditor untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan. 12
II.1.2 Going Concern Mengacu pada pendapat Hany, Cleary, dan Mukhlasin (2003), going concern diartikan sebagai kelangsungan hidup suatu perusahaan. Going concern mengindikasikan bahwa suatu perusahaan mampu untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya dalam jangka waktu panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Menurut Gay dan Simneh (2000), AUS 708.03 menyatakan bahwa “Going concern to mean that entity is expected to be able to pay its debts as and when they fall due, and continue to operate without any intention or necessity to liquidate or otherwise wind up its operations” (p.269). Menurut Belkaoui (2004), menyatakan bahwa “The going concern postulate or continuity postulate, holds that the business entity will continue its operations long enough to realize its projects, commitments and ongoing activities. The postulate assumes either that entity is not expecred to be liquidated in the foreseeable future or that entity will continue for an indefinite periode of time”(p.212). Menurut Kamus Standar Akuntansi (2007), menyatakan bahwa “Going concern assumption (asumsi kontinuitas usaha) merupakan asumsi bahwa suatu perusahaan akan cukup lama menggunakan suatu aktiva dan menghasilkan keuntungan dari aktiva tersebut, kecuali jika terdapat bukti-bukti yang bertentangan. Asumsi-asumsi para akuntan dimana suatu bisnis akan beroperasi tanpa batas kecuali jika muncul bukti-bukti khusus yang bertentangan, seperti kepailitan di masa datang.” Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik – PSA 30 SA Seksi 9341 (2001), kelangsungan hidup suatu perusahaan (going concern) merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal-hal berlawanaan. Umumnya, 13
informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup suatu perusahaan, apabila berhubungan dengan ketidakmampuan suatu perusahaan untuk melunasi kewajiban pada saat jatuh tempo dengan melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain.
II.1.3 Opini Audit Going Concern Laporan audit yang mencantumkan audit opinion dengan modifikasi
going
concern,
dimaksudkan
apabila
auditor
telah
mempertimbangkan bahwa terdapat hal-hal yang tidak pasti sehubungan dengan kelangsungan hidup suatu perusahaan, seperti: berhubungan dengan kerugian usaha yang besar secara berulang, ketidakmampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban pada saat jatuh tempo, dan perkara pengadilan yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk beroperasi. Sehingga opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan oleh auditor dalam mempertimbangkan apakah suatu perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidup usahanya di masa mendatang. Menurut Statements of Audit Standards (SAS) no. 59 dalam penelitian Yusnitasari dan Setiawan (2003), menyatakan bahwa berkaitan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern), maka SAS no. 59 memberikan pilihan kepada auditor untuk menyatakan disclaimer opinion atau 14
melakukan modifikasi atas pendapat wajar tanpa pengecualian. SAS no. 34, yang diamandemen oleh SAS no.59, juga memberikan pilihan kepada auditor untuk menyatakan disclaimer opinion atau pendapat wajar dengan pengecualian berkaitan dengan masalah tesebut. Menurut Herusetya et al., menyatakan bahwa “Audit opinion jenis modifikasi going concern dapat berupa pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan (unqualified opinion with modified/explanatory paragraph) mengenai masalah ketidakpastian atas kelangsungan hidup perusahaan yang diauditnya, pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) dan penjelasan mengenai masalah going concern, maupun dalam bentuk laporan audit tanpa pendapat (disclaimer opinion) yang didalamnya menjelaskan mengenai masalah ketidakpastian atas kelangsungan hidup perusahaan” (h.357). Menurut Geiger, Marshal, Raghunandan, dan Rama (1996) dalam penelitian Yusnitasari et al., menyatakan bahwa “Apabila terdapat kasus adanya keraguan akan going concern suatu perusahaan maka laporan audit yang dimodifikasi (yang tetap dipertimbangkan sebagai unqualified opinion) dibuat dengan tambahan pada paragraf keempat yang menjelaskan atas ketidakpastian perusahaan tersebut dalam melanjutkan usahanya” (h.69). Standar Profesional Akuntan Publik – PSA 30 SA Seksi 9341, memberikan pedoman kepada auditor mengenai dampak kemampuan suatu perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap pendapat yang diberikan oleh auditor, sebagai berikut: 1.
Apabila auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan suatu perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, maka auditor harus melakukan dua hal berikut:
15
a. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen untuk mengurangi dampak kondisi atau peristiwa tersebut. b. Menentukan kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan. 2. Apabila manajemen tidak memiliki rencana yang dapat mengurangi dampak kondisi atau peristiwa atas kemampuan suatu perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka auditor harus mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion). 3. Apabila manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang
harus
dilakukan
oleh
auditor
adalah
menyimpulkan
(berdasarkan pertimbangannya) atas efektifitas dari rencana tersebut. a. Apabila auditor berkesimpulan bahwa rencana tidak efektif, maka auditor harus mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion). b. Apabila auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut efektif dan manajemen mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan, maka auditor harus mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasaan yang ditambahkan dalam laporan audit bentuk baku (unqualified opinion with explanatory language). c. Apabila auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut efektif akan tetapi manajemen tidak mengungkapkan keadaan tersebut 16
dalam catatan atas laporan keuangan, maka auditor harus mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) atau pendapat tidak wajar (adverse opinion). Gambar 2.1 Pedoman Pernyataan Opini Audit Going Concern
Sumber: Standar Profesional Akuntan Publik – PSA 30 SA Seksi 9341(2001) 17
Bagaimanapun, hampir tidak ada panduan atau hasil penelitian yang jelas yang dapat dijadikan pilihan untuk jenis opini audit going concern. Menurut Statements of Audit Standards (SAS) no. 59 dalam penelitian Yusnitasari et al., “SAS no. 59, tidak memberikan panduan yang spesifik mengenai pemilihan atas pemberian pendapat yang terkait dengan going concern”(h.69).
II.1.4 Tanggung Jawab Auditor terhadap Going Concern Dalam penugasaan audit, auditor memiliki tanggung jawab untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan suatu perusahaan, apakah laporan keuangan telah menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material berupa posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas perusahaan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hal ini juga berarti
bahwa
auditor
bertanggung
jawab
untuk
mengevaluasi
kemampuan suatu perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal penerbitan laporan audit. Meskipun auditor memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi kemampuan suatu perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, namun auditor tidak bertanggung jawab untuk memprediksi kondisi atau peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang, misalnya: peningkatan atau penurunan tingkat bunga dan harga saham di bursa yang dapat mempengaruhi atau membahayakan kemampuan suatu perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. 18
II.1.5 Pertimbangan Going Concern atas Kondisi atau Peristiwa Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik – PSA 30 SA Seksi 9341, auditor dapat mengindikasikan informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang apabila dipertimbangkan secara keseluruhan menunjukkan adanya kesangsian tentang kemampuan suatu perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode yang pantas. Berikut ini adalah contoh-contoh kondisi atau peristiwa, namun tidak terbatas pada contoh–contoh berikut: 1.
Trend negatif, misalnya kerugian operasi yang berulang kali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha.
2.
Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, misalnya kegagalan dalam melunasi kewajiban hutangnya, penunggakan pembayaran dividen, restrukturisasi hutang.
3.
Masalah intern, misalnya pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan secara signifikan untuk memperbaiki operasi.
4.
Masalah luar yang telah terjadi, misalnya pengaduan gugatan pengadilan
atau
masalah-masalah
lain
yang
kemungkinan
membahayakan kemampuan suatu perusahaan untuk beroperasi, kehilangan franchise – paten – lisensi yang penting, kerugian akibat bencana besar yang tidak diasuransikan.
19
II.1.6 Pertimbangan Going Concern atas Rencana Manajemen Setelah mempertimbangkan kondisi atau peristiwa yang telah diidentifikasikan secara keseluruhan, auditor yakin bahwa terdapat kesangsian
mengenai
kemampuan
suatu
perusahaan
untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode yang pantas. Maka auditor harus mempertimbangkan rencana manajemen untuk menghadapi dampak kerugian atas kondisi atau peristiwa tersebut. Auditor
harus
mendapatkan
informasi
mengenai
rencana
manajemen dan mempertimbangkan apakah rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan atau apakah ada kemungkinan dampak negatif dari rencana tersebut. Pertimbangan auditor yang berkaitan dengan rencana manajemen meliputi: 1.
Rencana untuk menjual aktiva.
2.
Rencana penarikan hutang dan restrukturisasi hutang.
3.
Rencana untuk mengurangi atau menunda pengeluaran.
4.
Rencana untuk menaikkan modal pemilik. Selain itu, pertimbangan auditor juga harus didasarkan atas
pengetahuannya mengenai suatu perusahaan, bisnis, dan manajemen yang meliputi: 1. Membaca
informasi
keuangan
prospektif
dan
asumsi
yang
melandasinya. Apabila informasi keuangan prospektif berdampak signifikan bagi rencana manajemen, maka auditor harus meminta kepada manajemen untuk menyediakan informasi tersebut serta
20
mempertimbangkan cukup atau tidaknya dukungan atas asumsi yang melandasi informasi itu. 2. Membandingkan informasi keuangan prospektif periode lalu dengan hasil sesungguhnya yang dicapai sampai periode saat ini. Jika auditor menyadari kondisi atau peristiwa yang dampaknya tidak tercermin dalam informasi keuangan prospektif tersebut, ia harus membahas faktor-faktor tersebut dengan manajemen dan jika perlu, auditor harus meminta perbaikan atas informasi keuangan prospektif tersebut.
II.1.7 Pertimbangan Dampak Informasi Going Concern terhadap Laporan Keuangan Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik – PSA 30 SA Seksi 9341, apabila setelah auditor mempertimbangkan rencana manajemen, auditor menyimpulkan bahwa terdapat kesangsian besar mengenai
kemampuan
suatu
perusahaan
untuk
mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam periode yang pantas. Maka auditor harus mempertimbangkan dampak tersebut terhadap pengungkapan pada laporan keuangan, beberapa informasi yang dapat diungkapkan adalah sebagai berikut: 1.
Kondisi atau peristiwa yang menimbulkan kesangsian besar mengenai kemampuan suatu perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode yang pantas.
21
2.
Dampak yang mungkin ditimbulkan oleh kondisi atau peristiwa tersebut.
3.
Evaluasi manajemen terhadap signifikan atau tidaknya suatu kondisi atau peristiwa serta faktor-faktor yang melemahkan dampak negatifnya.
4.
Rencana manajemen, termasuk informasi keuangan prospektif yang relevan.
5.
Informasi
mengenai
kemungkinan
pulihnya
keadaan
suatu
perusahaan. 6.
Kemungkinan dihentikannya kegiatan operasi suatu perusahaan.
II.1.8 Kualitas Audit Menurut Sandra dan Indra (2004) dalam penelitian Supatimi (2007), menyatakan bahwa “Laporan keuangan auditan yang berkualitas, relevan dan dapat dipercaya dihasilkan dari audit yang dilakukan secara efektif oleh auditor yang berkualitas. Pemakai laporan keuangan akan lebih percaya pada laporan keuangan auditan yang diaudit oleh auditor yang dianggap berkualitas lebih baik dibanding dengan auditor lainnya” (h.65). Auditor bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang berkualitas tinggi kepada manajemen, investor, pemerintah, dan pihakpihak lain yang mengandalkan informasi dari laporan keuangan yang telah diaudit dalam rangka membuat keputusan ekonomi. Menurut John (1991) dalam penelitian Payamta (2006), “Kualitas auditor akan meningkat sejalan dengan besarnya Kantor Akuntan Publik” (h.85).
22
Kualitas audit dibedakan berdasarkan Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdiri dari kelompok the big four dan kelompok non the big four. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik yang dikutip oleh Tuanakotta (2007), Kantor Akuntan Publik (KAP) yang termasuk dalam the big four, yaitu: 1. KAP.
Haryanto
Sahari
&
Rekan
(berafiliansi
dengan
PricewaterhouseCoppers). 2. KAP. Purwanto, Sarwoko & Sandjaja (berafiliansi dengan Ernest & Young). 3. KAP. Osman Bing Satrio & Rekan (berafiliansi dengan Deloitte Touche Tohmatsu). 4. KAP. Sidharta, Sidharta & Widjaja (berafiliansi dengan KPMG). Menurut Mutchler, Hopwood, dan McKeown (1997) dalam penelitian Januarti (2008), menyatakan bahwa “Auditor berskala besar sangat dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik dibanding dengan auditor berskala kecil, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern. Semakin besar skala auditor maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern. Sebaliknya, semakin kecil skala auditor maka akan semakin kecil pula kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern” (h.46). Menurut De Angelo (1981) dalam Santosa et al. menyatakan bahwa “Auditor berskala besar memiliki intensif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan pada auditor berskala kecil. Auditor berskala besar juga lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi resiko proses pengadilan. Sehingga auditor berskala besar memiliki kemungkinan atau dorongan yang lebih untuk melaporkan masalah going concern apabila terbukti klien memiliki masalah dalam melangsungkan usahanya dibandingkan dengan auditor berskala kecil” (h.145). 23
II.1.9 Komite Audit Menurut Kamus Standar Akuntansi, menyatakan bahwa “Komisi pemeriksaan (audit commitee) merupakan suatu komisi dewan komisaris yang menentukan pemilihan eksternal auditor atau akuntan publik yang akan melakukan pemeriksaan atas penyajian laporan keuangan perusahaan. Bila terjadi perbedaan yang mendasar yang ditemukan selama proses pemeriksaan seperti pembatasan dalam melakukan pemeriksaaan ataupun perbedaan pendapat dengan manajemen atas perbedaan laporan keuangan maka masalah tersebut diteruskan pada komisi audit untuk mendapatkan perhatian”. Menurut Ikatan Komite Audit Indonesia (2004), menyatakan bahwa “Tugas pokok dari komite audit adalah membantu dewan komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan, menelaah resiko yang dihadapi perusahaan, dan ketaatan terhadap peraturan. Hal tersebut terutama berkaitan dengan review sistem pengendalian intern perusahaan, memastikan kualitas laporan keuangan, dan meningkatkan efektifitas fungsi audit. Laporan keuangan merupakan produk dari manajemen yang kemudian diversifikasi oleh eksternal auditor. Dalam pola hubungan tersebut, dapat dikatakan bahwa komite audit berfungsi sebagai jembatan penghubung antara perusahaan yaitu manajemen dengan eksternal auditor” (www.komiteaudit.org). Menurut Boyton, Johnson, Kell yang diterjemahkan oleh Budi dan Wibowo (2008), “Terdapat beberapa fungsi dari suatu komite audit yang secara langsung mempengaruhi eksternal auditor yaitu sebagai berikut: (1) Mencalonkan Kantor Akuntan Publik untuk melaksanakan audit tahunan. (2) Mendiskusikan lingkup audit dengan auditor. (3) Mengundang auditor secara langsung untuk mengkomunikasikan masalah-masalah besar yang terjadi selama penugasan audit. (4) Mereview laporan keuangan dan laporan audit bersama auditor pada saat penyelesaian penugasan” (h.58). Menurut Pricewaterhouse (1993) dalam penelitian Ramadhany et al., menyatakan bahwa “Tujuan utama dibentuknya komite audit adalah 24
untuk memperkuat kepercayaan masyarakat akan independensi eksernal auditor dalam menilai kewajaran laporan keuangan manajemen” (h.148). Mengacu pada pendapat Ramadhany et al., komite audit yang independen dapat membantu untuk mengurangi tekanan manajemen dalam mendapatkan pernyataan opini audit wajar tanpa pengecualian (unqualified
opinion)
manakala
auditor
seharusnya
memberikan
pernyataan opini audit going concern atas laporan keuangan perusahaan.
II.1.10 Default Hutang Default hutang merupakan kegagalan atau kelalaian suatu perusahaan untuk membayar hutang pokok dan/atau bunganya pada saat jatuh tempo. Menurut Chen dan Church (1992) dalam penelitian Ramadhany et al., “Suatu perusahaan dapat dikategorikan dalam keadaan default hutang apabila salah satu kondisi dibawah ini terpenuhi: 1. Perusahaan tidak dapat atau lalai dalam membayar hutang pokok dan/atau bunganya. 2. Persetujuan perjanjian hutang dilanggar, jika pelanggaran perjanjian tersebut tidak dituntut atau telah dituntut kreditor untuk masa kurang dari satu tahun. 3. Perusahaan sedang dalam proses negoisasi restrukturisasi hutang yang jatuh tempo” (h.152). Sehingga dapat dinyatakan bahwa perusahaan yang dalam keadaan defauly hutang, kemungkinan besar akan menerima opini audit going concern dibandingkan dengan perusahaan yang tidak dalam keadaan default hutang dimana kemungkinan kecil bagi perusahaan tersebut untuk menerima opini audit going concern.
25
II.1.11 Kondisi Keuangan Perusahaan Kondisi keuangan perusahaan merupakan suatu tingkatan yang menunjukkan kesehatan perusahaan sesungguhnya. Menurut Ramadhany et al., “Perusahaan yang buruk (sakit), banyak ditemukan indikator masalah going concern” (h.150). Menurut Mckeown, Mutchler, dan Hopwood (1991) dalam penelitian Santosa et al., menyatakan bahwa “Semakin kondisi keuangan perusahaan memburuk maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Sebaliknya pada perusahaan yang tidak mengalami masalah kesulitan keuangan, auditor tidak pernah mengeluarkan opini audit going concern” (h.142). Salah satu model prediksi kebangkrutan untuk mengukur kondisi keuangan perusahaan yaitu model modifikasi Edward I. Altman atau Z”Score (2006). Sebelum model Z”-Score, terdapat dua model sebelumnya yaitu model Z dan Z’. Model Z-Score hanya dapat diaplikasikan pada perusahaan publik manufaktur dan model Z’-Score dapat diaplikasikan baik pada perusahaan manufaktur publik maupun non publik serta menggantikan market value of equity dengan book value of equity (X4). Sedangkan
model
Z”-Score
merupakan
modifikasi
yang
dilakukan oleh Edward I. Altman agar dapat diaplikasikan pada semua perusahaan, seperti perusahaan manufaktur, perusahaan non manufaktur baik yang publik maupun yang non publik serta pada perusahaan penerbit obligasi di negara berkembang. Dalam model Z”-Score, Edward I. Altman mengeliminasi perhitungan variabel X5 yaitu rasio sales terhadap 26
total assets, dengan alasan bahwa rasio ini sangat bervariasi pada jenis industri dengan ukuran assets yang berbeda-beda. Model modifikasi Z”Score adalah sebagai berikut:
Z” (Zeta) = 6,56 (X1) + 3,26 (X2) + 6,72 (X3) + 1,05 (X4) Dimana: X1
= Net Working Capital / Total Assets
X2
= Retained Earnings / Total Assets
X3
= Earnings Before Interest and Taxes / Total Assets
X4
= Book Value of Equity / Book Value of Debt Edward I. Altman memberikan suatu standar berupa daerah
pemisah
atas
hasil
perhitungan
model
Z”-Score
yang
dapat
menggambarkan kondisi keuangan perusahaan, yaitu: 1.
Untuk nilai Z”-Score lebih kecil atau sama dengan 1.10, maka dapat diartikan bahwa perusahaan mengalami masalah kesulitan keuangan yang memungkinkan perusahaan dapat mengalami kebangkrutan dengan resiko yang tinggi.
2.
Apabila nilai Z”-Score antara 1.10 – 2.60, maka dapat diartikan bahwa perusahaan berada pada daerah abu-abu (grey area). Pada kondisi ini, ada kemungkinan bahwa perusahaan mengalami masalah keuangan yang harus ditangani oleh manajemen secara tepat. Apabila penanganan terhadap masalah keuangan perusahaan tersebut tidak ditangani secara tepat, ada kemungkinan perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Sehingga pada daerah abu-abu (grey area), ada 27
kemungkinan perusahaan akan mengalami kebangkrutan namun ada kemungkinan perusahaan dapat bertahan, tergantung bagaimana tindakkan manajemen dalam mengambil suatu kebijakan yang tepat berkaitan terhadap masalah keuangan yang terjadi pada perusahaan. 3.
Untuk nilai Z”-Score lebih besar dari 2.60, maka dapat diartikan bahwa perusahaan berada dalam keadaan yang sangat sehat sehingga kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan sangat kecil.
II.1.12 Pertumbuhan Perusahaan Menurut Petronela (2004), menyatakan bahwa “Perusahaan yang baik (sehat) memiliki profitabilitas yang tinggi dan cenderung memiliki laporan keuangan yang sewajarnya sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik akan lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki profitabilitas yang rendah” (h.47). Sehingga dapat dinyatakan bahwa, perusahaan yang memiliki pertumbuhan laba yang positif mengindikasikan bahwa perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidup usahanya (going concern), sehingga semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern. Sebaliknya, perusahaan yang memiliki pertumbuhan laba yang negatif mengindikasikan bahwa perusahaan tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidup usahanya (going concern), sehingga semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern.
28
II.1.13 Ukuran Perusahaan Mengacu pada pendapat Januarti et al., perusahaan yang memiliki skala besar disertai dengan pertumbuhan laba yang positif akan mengindikasikan
bahwa
kemungkinan
perusahaan
mengalami
kebangkrutan sangat kecil, karena perusahaan dengan skala besar diasumsikan dapat mempertahankan kelangsungan hidup usahanya (going concern). Menurut Mutchler (1985) dalam penelitian Santosa et. al., menyatakan bahwa “Auditor lebih sering menyatakan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan masalah kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan kecil” (h.146). Sehingga dapat dinyatakan bahwa perusahaan yang berskala besar kemungkinan kecil untuk menerima opini audit going concern, sebaliknya perusahaan yang berskala kecil kemungkinan besar untuk menerima opini audit going concern. Dengan alasan bahwa perusahaan yang berskala besar dapat menyelesaikan masalah kesulitan keuangan yang akan mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan tersebut.
II.1.14 Umur Perusahaan Umur perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya serta bagaimana perusahaan mampu mengatasi masalah kesulitan keuangan yang akan mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan (going concern) ke arah kebangkrutan. 29
Sehingga dapat dinyatakan bahwa perusahaan yang telah beroperasi lebih lama kemungkinan kecil untuk menerima opini audit going concern, sebaliknya perusahaan yang baru beroperasi kemungkinan besar untuk menerima opini audit going concern.
II.1.15 Opini Audit Tahun Sebelumnya Opini audit tahun sebelumnya merupakan opini audit yang diterima oleh perusahaan pada tahun sebelumnya, sebelum tahun berjalan. Menurut Setyarno, Eko Budi, Januarti, Indira, dan Faisal (2006) dalam penelitian Santosa et al., menyatakan bahwa “Auditor dalam menerbitkan opini audit going concern akan mempertimbangkan opini audit going concern yang telah diterima oleh perusahaan pada tahun sebelumnya” (h.142). Menurut Mutchler et al. dalam penelitian Ramadhany et. al, menyatakan bahwa “Perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan.” (h.150). Menurut Carcello dan Neal (2000), menyatakan bahwa “... after auditors have issued a going concern opinion a company must show significant financial improvement to receive a clean opinion in a subsequent year. We expect a going concern report in the prior year to increase the auditor’s propensity to issue another going-concern report in the current year” (p. 456).
30
II.2
Pengembangan Hipotesis
II.2.1 Penelitian Replikasi Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian Ramadhany et al. serta Santosa et al., namun penelitian saat ini memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian sebelumnya, yaitu: 1.
Penelitian
Ramadhany
et
al.,
menggunakan
enam
variabel
independen, seperti: kualitas audit, komite audit, default hutang, kondisi keuangan perusahaan, ukuran perusahaan, dan opini audit tahun sebelumnya. Penelitian Santosa et al., menggunakan lima variabel independen, seperti: kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, dan opini audit tahun sebelumnya. Sedangkan dalam penelitian saat ini, penulis menambah satu variabel independen yaitu umur perusahaan. Penambahan variabel umur perusahaan atas dasar pertimbangan bahwa umur perusahaan menunjukkan seberapa lama suatu perusahaan mampu untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya, serta memperkecil kemungkinan atas ketidakpastian kelangsungan hidup perusahaan di masa mendatang. 2.
Baik dalam penelitian Ramadhany et al. maupun dalam penelitian Santosa et al., populasi yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Sedangkan dalam penelitian saat ini, populasi yang digunakan adalah perusahaan
31
kecil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) berdasarkan tingkat total laba dan rugi bersih yang relatif rendah. 3.
Periode penelitian yang dilakukan oleh Ramadhany et al. adalah selama tahun 2001 - 2002, Santosa et al. adalah selama tahun 2001 2005, sedangkan periode penelitian saat ini adalah selama tahun 2006 - 2008.
II.2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Ramadhany et al. maupun yang dilakukan oleh Santosa et al., adalah sebagai berikut: 1.
Kualitas audit tidak berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern.
2.
Komite audit tidak berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern (Ramadhany et al.).
3.
Default hutang berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern (Ramadhany et al.).
4.
Kondisi
keuangan
perusahaan
berpengaruh
negatif
terhadap
penerimaan opini audit going concern ketika model prediksi kebangkrutan yang digunakan adalah The Edward I. Altman Model (Z-Score) pada penelitian Santosa et al dan The Revised Edward I. Altman Model (Z’-Score) pada penelitian Ramadhany et al. 5.
Pertumbuhan
perusahan
tidak
berpengaruh
positif
terhadap
penerimaan opini audit going concern (Santosa et al.).
32
6.
Ukuran perusahaan tidak berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern pada penelitian Ramadhany et al. Sedangkan pada penelitian Santosa et al., ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern.
7.
Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern.
II.2.3 Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya yang telah dikemukakan, maka penulis menyusun delapan hipotesis yaitu: HA1
: Terdapat pengaruh positif antara kualitas audit terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
HA2
: Terdapat pengaruh positif antara komite audit terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
HA3
: Terdapat pengaruh positif antara default hutang terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
HA4
: Terdapat pengaruh negatif antara kondisi keuangan perusahaan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
HA5
: Terdapat pengaruh negatif antara pertumbuhan perusahaan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
HA6
: Terdapat pengaruh negatif antara ukuran perusahaan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
33
HA7
: Terdapat pengaruh negatif antara umur perusahaan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
HA8
: Terdapat pengaruh positif antara opini audit tahun sebelumnya terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
34