BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1
Audit
II.1.1 Pengertian Audit Audit merupakan kegiatan untuk mengevaluasi dan memeriksa kewajaran laporan keuangan perusahaan apakah telah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Tujuannya agar informasi perusahaan tidak bias dan dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan untuk membuat keputusan.
Adapun beberapa pendapat mengenai pengertian audit, di antaranya yaitu: 1. Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, P.A., Gania, G., Budi, I. S (2003) mendefinisikan, “Auditing adalah suatu proses yang sistematis dengan
tujuan
untuk
memperoleh
bukti-bukti
secara
objektif dengan
memperhatikan pernyataan mengenai kegiatan dan peristiwa ekonomi untuk meningkatkan tingkat penyesuaian antara pernyataan dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada pemakai dan pihak yang berkepentingan” (h. 4). 2. Agoes S (2004) mendefinisikan, “Auditing adalah jasa yang diberikan oleh auditor dalam memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan yang disajikan perusahaan klien. Pemeriksaan ini tidak dimaksudkan untuk mencari kesalahan atau
menemukan
kecurangan,
walaupun
dalam pelaksanaannya
sangat
memungkinkan ditemukannya kesalahan atau kecurangan. Pemeriksaan laporan
7
keuangan dimaksudkan untuk menilai kewajaran laporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia” (h.3). 3. Alvin A. Arens, Randal J. Elder, dan Mark S. Beasley (2003) mendefinisikan, “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent and independent person”(p.11). Maksud dari penjelasan di atas yaitu bahwa auditing merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi laporan keuangan untuk dapat menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan dan dilaksanakan oleh seseorang yang independen dan kompeten.
II.1.2 Jenis-jenis Audit Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A. (2001), jenis-jenis audit terbagi menjadi tiga yaitu: 1. Audit Laporan Keuangan (Financial Audit) Yaitu audit yang dilakukan oleh auditor independent terhadap laporan keuangan suatu entitas yang bertujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan sesuai dengan kriteria – kriteria tertentu. 2. Audit Operasional (Operational Audit) Yaitu penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitas. Efisiensi dan efektivitas dan
8
ekonomis. Laporan hasil audit manajemen mengikuti rekomendasi tindakan perbaikan. 3. Audit Ketaatan (Compliance Audit) Yaitu audit yang bertujuan untuk mengetahui apakah perusahaan telah mentaati peraturan dan kebijakan yang berlaku baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan (manajemen, dewan komisaris) maupun pihak ekstern (Pemerintah, Bapepan, Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak). Hasil pemeriksaan ketaatan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang atas dipatuhinya prosedur dan aturan yang telah ditetapkan. Audit ini bisa dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik atau bagian Internal Audit”(h.4-5).
II.1.3 Standar Audit Menurut Mulyadi (2001), akuntan publik merupakan salah satu profesi yang memiliki standar sebagai pedoman dalam melaksanakan tugasnya, sehingga tuntutan untuk bersikap profesionalisme dalam menjalankan profesinya harus diterapkan sesuai dengan yang tercantum dalam standar auditing yaitu: 1. Standar umum a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
9
2. Standar pekerjaan lapangan a. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencakana audit dan menentukan saat, sifat dan lingkup pengujian yang harus dilakukan. b. Pekerjaan harus dilaksanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan sebaik-baiknya. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pengamatan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3. Standar pelaporan a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. b. Laporan audit harus menunjukan keadaan yang di dalamnya prinsip akuntansi tidak diterapkan secara konsisten dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya. c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit. d. Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat demikian tidak dapat diberikan maka alasannya harus diharus dinyatakan. Dalam semua hal yang mana auditor dihubungkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat
10
petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya (h.59).
II.1.4 Jenis-jenis Auditor Menurut Haryono (2001), Auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Auditor Pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan pada instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia, auditor pemerintah dapat dibagi menjadi dua yaitu: a. Auditor Eksternal Pemerintah yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai perwujudan dari Pasal 23E ayat (1) Undangundang Dasar 1945 yang berbunyi Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu badan pemeriksaan keuangan yang bebas dan mandiri. Ayat (2) Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Daerah,
sesuai
dengan
kewenangannya. Badan Pemeriksa Keuangan merupakan badan yang tidak tunduk kepada pemerintah, sehingga diharapkan dapat bersikap independen. b. Auditor Internal Pemerintah atau yang lebih dikenal sebagai Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen/LPND, dan Badan Pengawasan Daerah.
11
2. Auditor Intern merupakan auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas utamanya ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana dia bekerja. 3. Auditor Independen atau Akuntan Publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan terbuka, yaitu perusahaan yang go public, perusahaan-perusahaan besar dan juga perusahaan kecil serta organisasiorganisasi yang tidak bertujuan mencari laba. Praktik akuntan publik harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan Publik (KAP) (h.15).
II.1.5 Taktik Audit Taktik audit yang harus diantipasi auditor ialah sebagai berikut: 1. Mengulur waktu, sehingga waktu untuk pekerjaan audit sedikit adalah sebagai berikut: a. Audit berbicara banyak dan tidak menjawab pertanyaan. b. Presentasi yang rumit dan memakan waktu lama. c. Datang terlambat. d. Observasi berkeliling jauh dalam system pabrik. e. Dokumen yang dilupakan (pembuktian terhalang). f. Interupsi, sehingga wawancara menjadi sulit dan bahkan tidak mungkin dilakukan. g. Mengajak makan siang bareng ditempat jauh. h. Berusaha agar manajemen auditor membenci keadaan. i. Kurang persiapan, menunda diskusi dengan auditor. 12
2. Audit berusaha menentukan area yang diinvestigasi oleh audior 3. Audit berusaha menggusarkan auditor dengan argumentasi-argumentasi 4. Audit berusaha memilih sample auditor 5. Kasus khusus, suatu alasan untuk menjelaskan ketiadaan pengendalian intern 6. Audit berusaha mengungkapkan kekurangan pengetahuan/ keahlian auditor 7. Audit berusaha merayu auditor dengan keakraban yang berlebihan 8. Audit menceritakan cerita yang sengsara untuk membuat auditor iba dan mengabaikan temuan yang kritikal 9. Audit menjadi orang yang sangat diperlukan, sibuk rapat, keluar kota atau negeri 10. Amnesi, audit tidak memberikan data dengan alasan lupa 11. Hambatan bahasa, audit berpura-pura tidak mengerti bahasa auditor 12. Penyogokan 13. Audit mengalihkan penyelidikan kepada orang lain, untuk menghindari penyelidikan terhadap pekerjaannya sendiri.
II.1.6 Berkomunikasi antara Auditor Terdahulu dengan Auditor Pengganti Menurut PSAK No.16 Beberapa hal yang penting dalam berkomunikasi antara auditor terdahulu dengan auditor pengganti: a. Auditor dapat membuat proposal untuk perikatan sebelum
melakukan
komunikasi dengan auditor pendahulu bahwa penerimaan perikatan bersifat final sampai komunikasi dengan auditor dievaluasi yang memberitahu calon kliennya (sebagai contoh: dalam proposal).
13
b. Antara auditor pengganti dengan auditor pengganti dianjurkan untuk membantu auditor pengganti dalam merencanakan perikatan dengan berinisiatif melakukan komunikasi lain sebelum menerima perikatan atau sesudahnya. c. Auditor pendahulu harus tidak diharapkan menanggapi permintaan keterangan sampai dengan auditor pengganti telah dipilih oleh calon klien. Permintaan keterangan kepada auditor pendahulu merupakan suatu prosedur yang perlu dilaksanakan kepada auditor pendahulu dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada auditor pengganti dalam mempertimbangkan penerimaan atau penolakan perikatan. d. Baik auditor pendahulu maupun auditor penganti harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh satu sama lain sesuai diperkenankan oleh Kode Etik Akuntan Indonesia, seorang auditor dilarang untuk mengungkapkan informasi rahasia yang diperolehnya dalam menjalankan audit tanpa secara khusus memperoleh persetujuan dari klien. e. Auditor pendahulu harus memberikan jawaban dengan segera dan lengkap atas pertanyaan yang masuk akal dari auditor pengganti, atas dasar fakta-fakta yang diketahuinya dalam menerapkan prosedur audit yang semestinya atas saldo akun pada awal periode yang diaudit dan terhadap transaksi periode sebelumnya (h. 315.01-315.10).
II.2
Kualitas Kerja auditor Dalam era globalisasi sekarang ini kualitas hasil kerja merupakan bagian utama
bagi keberhasilan seseorang meraih sukses karena akan menjadi tolak ukur dan bahan pertimbangan atas pekerjaan yang akan dihasilkan apakah memuaskan dan berkualitas.
14
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas kerja seseorang adalah tingkat kerumitan pekerjaan yang akan dihadapi. Kompleksitas kerja dapat dijadikan sebagai alat dalam meningkatkan kualitas pekerjaan auditor. Dalam arti kata untuk tingkat kerumitan pekerjaan tertentu dapat mempengaruhi usaha yang dicurahkan oleh auditor.
Menurut Wood (1988), kompleksitas kerja dapat dilihat dalam dua aspek. Pertama, kompleksitas komponen yaitu mengacu kepada jumlah infomasi yang harus diproses dan tahapan pekerjaan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Sebuah pekerjaan dianggap semakin rumit jika informasi diperoleh sulit didapat dan tahap yang harus dilakukan semakin banyak. Kedua, kompleksitas koordinatif yang mengacu kepada jumlah koordinasi (hubungan antara satu bagian dengan bagian lain) yang membutuhkan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Sebuah pekerjaan dianggap semakin sulit ketika pekerjaan tersebut memiliki keterkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan yang lainnya atau pekerjaan yang akan dilaksanakan tersebut terkait dengan pekerjaan sebelumnya dan sesudahnya.
Kualitas hasil kerja auditor berhubungan dengan seberapa baik sebuah pekerjaan diselesaikan dibandingkan dengan kriteria yang akan ditetapkan, untuk itu Deis dan Giroux (1992) melakukan penelitian tentang empat hal dianggap mempunyai hubungan dengan kualitas audit yaitu:
1. lama waktu auditor telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan (tenure), semakin lama seorang auditor telah melakukan audit pada klien yang sama maka kualitas audit yang akan dihasilkan akan semakin rendah,
15
2. jumlah klien, semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya, 3. kesehatan keuangan klien, semakin sehat kondisi keuangan klien maka akan ada kecenderungan klien tersebut untuk menekan auditor agar tidak mengikuti standar, dan 4. review oleh pihak ketiga, kualitas audit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga.
Widagdo (2002) dalam Christiawan mengemukakan bahwa terdapat 7 (tujuh) kualitas audit yang berpengaruh terhadap kepuasan klien, yaitu (1) atribut pengalaman melakukan audit, (2) atribut memahami industria klien, (3) atribut reponsif terhadap kebutuhan klien, (4) atribut pemeriksaan sesuai dengan standar umum audit, (5) atribut komitmen kuat terhadap kualitas audit, (6) atribut keterlibatan pimpinan audit terhadap pemeriksaan, dan (7) atribut melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat.
II.2.1 Etika Profesi Auditor Auditor sebagai sebuah profesi memiliki seperangkat kode etik dalam menjalankan profesinya. Kode etik tersebut dijadikan suatu patokan atau standar bagi auditor agar menjalankan tugas secara profesional dan menciptakan kualitas kerja yang memadai. Menurut Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, P.A., Gania, G., Budi, I. S (2003), Ada 6 (enam) prinsip dasar etika pada kode etik profesional AICPA (American Institute Of Certified Accountant), yaitu: 1. Tanggung Jawab
16
Tanggung jawab auditor terhadap pekerjaan yang dilakukan terhadap klien memilih laporan keuangan yang dihasilkan. 2. Kepentingan publik Auditor harus mementingkan keputusan publik. 3. Integritas Menjaga nama baik dengan benar. 4. Objektivitas dan Independen Objektivitas: siapa dan apa yang diaudit. Independen: harus mandiri dan tidak terikat terhadap pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap hasil audit dan auditor harus bisa menjaga sikap baik di dalam dan di luar pekerjaan (tahu menempatkan dirinya). 5. Kecermatan dan keseksamaan Cermat: bisa melihat point-point penting. Keseksamaan: menelusuri benar-benar (teliti). 6. Lingkup dan sifat jasa Harus tahu lingkup pekerjaannya dan apa yang diauditnya (h.102).
Prinsip etika IAI dan aturan kompartemen Akuntan Publik. AE (Aturan Etika) dibagi menjadi 5, yaitu : 1. Independen integritas dan objektivitas 2. Standar umum dan prinsip akuntansi 3. Tanggung jawab kepada klien 4. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi 5. Tanggung jawab dan praktek lain.
17
II.2.2 Manfaat Kualitas Kerja Auditor Penilaian kinerja kualitas hasil kerja auditor dimanfaatkan oleh manajemen, diantaranya untuk: 1. Motivasi auditor menghasilkan kualitas hasil kerjanya kepada manajemen dengan memberikan ide-ide yang mengembangkan kinerja karyawan. 2. Membantu mengambil keputusan berupa opini yang bersangkutan dengan kinerja karyawan seperti promosi, transfer dan perberhentian. 3. Auditor mengidentifikasi kemampuan karyawan dengan me-rolling karyawan seberapa jauh kinerja karyawan dalam penukaran posisi bila salah satu karyawan tidak masuk ada yang menggantikannya. 4. Pengetahuan teknis dan independensi yang dimiliki auditor sangat bernilai dalam memberikan keandalan, seperti juga kompetensi dan pengalaman mereka dalam membantu perusahaan memperbaiki operasional. 5. Mengimplementasikan rekomendasi yang memperbaiki keuntungan dengan memperkuat pendapatan atau mengurangi biaya termasuk pengurangan kesalahan dan penipuan dengan memperbaiki kontrol operasional.
II.3
Pengembangan Hipotesis Pengembangan hipotesis adalah suatu pernyataan yang belum terbukti mengenai
hubungan antara dua variabel atau lebih yang dibuat berdasarkan kerangka teori atau model analisis. Pengembangan hipotesis hanya dilakukan jika peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif, sedang pada pendekatan kualitatif maka sebagai gantinya peneliti
18
menggunakan pertanyaan riset. Fungsi pengembangan hipotesis ialah menemukan variabel yang akan digunakan dalam desain riset.
Terdapat 3 variabel independen yang tercakup dalam unsur-unsur kompleksitas kerja dan satu variabel dependen yang digunakan di penelitian kali ini. Variabel independen terdiri dari: Akuntabilitas, Pengalaman Kerja, & Pengetahuan Audit. Sedangkan variabel dependen adalah Kualitas Kerja Auditor.
II.3.1 Akuntabilitas Akuntabilitas
merupakan
kewajiban
seseorang
untuk
menyajikan
dan
melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatannya terutama di bidang administrasi keuangan kepada pihak manajemen dalam pekerjaan yang telah diaudit dalam mengambil keputusan dan bertanggungjawab atas semua tindakannya. terdapat 3 (tiga) elemen penting dalam akuntabilitas yang bersifat melekat, yaitu: 1. Elemen right of authority yaitu bahwa akuntabilitas merupakan respon terhadap otoritas yang diberikan. Sehingga pihak yang berkewajiban melakukan akuntabilitas adalah mereka yang memang diberi otoritas. 2. Elemen
answerability/pertanggungjawaban
yaitu
bahwa
karena
adanya
pemberian otoritas, maka sudah menjadi kewajiban penerima otoritas untuk menginformasikan & menjelaskan apa yang mereka lakukan kepada instansi terkait dan publik. 3. Elemen enforcement yaitu bahwa dalam akuntabilitas ada kapasitas untuk menjatuhkan sanksi dan memberikan ganjaran kepada para pemegang otoritas.
19
Dengan demikian ada unsur pihak eksternal dalam elemen ini yang ditempatkan sebagai penilai. (http://jurnalpamel.blogspot.com/2009/04/definisi-akuntabilitas. Diakses tanggal 20 Juni 2009)
Dalam pengertian tersebut, maka akuntabilitas merupakan sebuah proses yang aktif, dimana lembaga-lembaga publik berkewajiban menginformasikan segala sesuatunya untuk melakukan justifikasi terhadap segala bentuk perencanaan, implementasi dan output yang dihasilkan.
Governmental Accounting Standards Board (GASB) (1999) dalam Concepts Statement No. 1 tentang Objectives of Financial Reporting menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan dasar pelaporan keuangan di pemerintahan yang didasari oleh adanya hak masyarakat untuk mengetahui dan menerima penjelasan atas pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa akuntabilitas memungkinkan masyarakat untuk menilai pertanggungjawaban pemerintah atas semua aktivitas yang dilakukan. Concepts Statement No. 1 menekankan pula bahwa laporan keuangan pemerintah harus dapat membantu pemakai dalam pembuatan keputusan ekonomi, sosial, dan politik dengan membandingkan kinerja keuangan aktual dengan yang dianggarkan, menilai kondisi keuangan dan hasil-hasil operasi, membantu menentukan tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan masalah keuangan dan ketentuan lainnya, serta membantu dalam mengevaluasi tingkat efisiensi dan efektivitas. (http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/2008050577/jurnalakuntansi-pemerintah/pewujudan-transparansi-dan-akuntabilitas-publik-melaluiakuntansi-sektor-publik. Di akses tanggal 20 Juni 2009) 20
Menurut Tan dan Alison (1999) ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu. Pertama, seberapa besar motivasi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Motivasi secara umum adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Kedua, seberapa besar usaha (daya pikir) yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Orang dengan akuntabilitas tinggi mencurahkan usaha (daya pikir) yang lebih besar dibanding orang dengan akuntabilitas rendah ketika menyelesaikan pekerjaan dengan gagasan atau ide yang cemerlang dan ketiga, seberapa yakin mereka bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan. Keyakinan bahwa sebuah pekerjaan akan diperiksa atau dinilai orang lain dapat meningkatkan keinginan dan usaha seseorang untuk menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas. Seseorang dengan akuntabilitas tinggi memiliki keyakinan yang lebih tinggi bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh supervisor/manager/pimpinan dibandingkan dengan seseorang yang memiliki akuntabilitas rendah.
Tetclock dan Kim (1987) juga mengkaji tentang permasalahan akuntabilitas auditor dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Penelitian ini dilakukan dengan membagi subjek penelitian menjadi tiga kelompok: pertama, kelompok yang memberikan instruksi bahwa pekerjaan mereka tidak akan diperiksa oleh atasan (no accountability); kedua, kelompok yang memberikan instruksi diawal (sebelum melaksanakan perkerjaan)
bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan
(preexposure accountability); ketiga, kelompok yang memberikan instruksi bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan, tetapi instruksi ini baru disampaikan setelah mereka menyelesaikan pekerjaan (postexposure accountability). Dari hasil
21
penelitian ini terbukti bahwa subjek penelitian dalam kelompok preexposure accountability menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas dibandingkan dengan kelompok lainnya. Mereka melakukan proses kognitif yang lebih lengkap, respon yang lebih tepat dan melaporkan keputusan yang lebih dapat dipercaya dan realities.
Ada banyak penelitian psikologi sosial yang membuktikan adanya hubungan dan pengaruh akuntabilitas seseorang terhadap kualitas pekerjaan auditor. Akuntabilitas yang dimiliki auditor dapat meningkatkan proses kognitif auditor dalam mengambil keputusan. Karena keputusan auditor mempengaruhi pekerjaan auditor dalam memberikan keputusan yang berkualitas kepada pihak manajemen.
H1: Akuntabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas kerja auditor
II.3.2 Pengalaman Kerja
Menurut Knoers & Haditono (1999), “Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup perubahan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman, dan praktek” (h.52).
Pengalaman auditor merupakan pengalaman yang dapat diukur dengan rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu pekerjaan atau job yang dilakukan secara berulang-ulang memberikan peluang untuk belajar melakukannya dengan yang terbaik.
22
Dalam pernyataan SPAP (2001) terdapat standar umum SA seksi 210 tentang pelatihan dan keahlian Auditor Independen yang terdiri atas paragraph 03-05, menyebutkan secara jelas tentang keahlian auditor disebutkan dalam paragraf pertama sebagai berikut “harus dilakukan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan yang cukup sebagai auditor”. Standar Umum pertama tersebut menegaskan bahwa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan untuk melaksanakan audit adalah harus memiliki pendidikan serta pengalaman yang memadai dalam bidang auditing. Pengalaman seorang auditor sangat berperan penting dalam meningkatkan keahlian sebagai perluasan dari pendidikan formal yang telah diperoleh auditor. Sebagaimana yang telah diatur dalam paragraf ketiga SA seksi 210 tentang pelatihan dan keahlian independen disebutkan: Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyatan pendapatan, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang yang ahli dalam bidang akuntan dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman.
Pengalaman membentuk seorang auditor menjadi terbiasa dengan situasi dan keadaan dalam setiap penugasan yang diukur dengan lamanya bekerja. Pengalaman juga membantu seorang auditor dalam mengambil keputusan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dan menunjang setiap langkah yang diambil dalam setiap menugasan. Dengan pengalaman auditor bisa mengukur seberapa mampu seorang auditor bisa mengatasi setiap-setiap masalah dalam mengaudit. Maka seorang auditor harus memiliki pengalaman yang cukup dalam mengaudit agar kesalahan yang terjadi menjadi kecil dan menghasilkan yang diharapkan.
23
Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat seorang auditor menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam pekerjaan yang dilakukan auditor, pengalaman semakin kaya dan luas dan memungkinkan peningkatan dalam kualitas kerjanya.
Menurut IAI (2001) secara umum dalam melakukan tugas audit, auditor harus mengevaluasi berbagai alternatif informasi dalam jumlah yang relatif banyak untuk memenuhi standar pekerjaan lapangan yaitu bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. Lebih lanjut IAI menyatakan bahwa untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit terlepas dari bentuknya harus sah dan relevan.
Boner dan Walker (1994) mengatakan bahwa peningkatan pengetahuan yang muncul dari pelatihan formal yang sama bagusnya dengan yang didapat dari pengalaman khusus. Oleh karena itu pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kualitas hasil kerja seorang auditor.
Mengacu pada pendapat yang dikemukakan Hartadi (2004), pengalaman kerja auditor yang mendukung kemampuannya untuk melakukan audit secara profesional adalah: 1. Pengalaman atas penanganan berbagai bentuk kecurangan dalam kekeliruan secara menyeluruh. Hal tersebut membuka peluang semakin besar bahwa pihak
24
auditor akan mudah untuk mengidentifikasi berbagai bentuk kekeliruan dan kecurangan dalam laporan keuangan. 2. Pengalaman atas pengidentifikasian berbagai bentuk kekeliruan yang terjadi dalam laporan keuangan, dengan adanya pengalaman tersebut maka auditor akan mengetahui berbagai bentuk kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajemen atau pihak yang lainnya dalam perusahaan. 3. Pengalaman dalam menganalisis alur dokumen perusahaan. Hal ini dapat mempercepat proses aktivitas audit.
Pengalaman seorang auditor akan melatih seberapa jauh akuntabilitas yang dimiliki seorang auditor dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan dengan penyelesaian yang memuaskan dan bagaimana seorang auditor dengan pengalaman yang dimiliki mampu mengambil keputusan yang bagus serta menguntungkan perusahaan yang sedang diaudit maka auditor tersebut akan menghasilkan kualitas hasil kerja yang berkualitas.
Internal auditor di lembaga keuangan dan menyatakan bahwa internal audit yang berpengalaman cenderung lebih konservatif dalam menghadapi situasi dilema etika. Auditor
juga
menyatakan
ada
hubungan
antara
pengalaman
kerja
dengan
profesionalisme karena untuk menguatkan komitmen profesional seorang auditor perlu waktu dalam keterlibatannya untuk menjadi bagian dan menerima manfaat sebagai bagian dari sebuah komunitas profesinya.
Dengan demikian kompleksitas kerja yang dihadapi oleh seorang auditor akan menambah pengalaman dari waktu ke waktu untuk menghasilkan kinerja auditor lebih profesional dalam mengaudit. Penggunaan pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa
25
tugas yang dilakukan berulang-ulang memberikan peluang untuk belajar melakukannya dengan yang terbaik. Karena pengalaman dan akuntabilitas sangat erat kaitannya dalam penyelesaiaan hasil kerja yang baik.
H2: Pengalaman kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas kerja auditor.
II.3.3 Pengetahuan Audit
Pengetahuan seorang auditor bisa diperoleh dari berbagai pelatihan formal maupun dari pengalaman khusus berupa kegiatan seminar, lokakarya serta pengarahan dari auditor senior kepada auditor juniornya. Pengetahuan diperoleh dari frekuensi seorang auditor melakukan pekerjaan dalam proses audit laporan keuangan. Seorang auditor yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup memadai akan tugasnya.
Dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional, auditor harus menjalani pelatihan yang cukup. Pelatihan tersebut berupa kegiatan-kegiatan seperti seminar, simposium, lokakarya pelatihan itu sendiri dan kegiatan penunjang keterampilan lainnya. Melalui program pelatihan para auditor juga mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ditemui. Pengetahuan auditor yang berkenaan dengan bukti relevan dan tidak relevan mungkin akan berkembang dengan adanya program pelatihan auditor ataupun dengan bertambahnya pengalaman auditor itu sendiri. Keberadaan informasi yang tidak relevan
26
terhadap sasaran mengurangi kesamaan antara sasaran dan keadaan hipotesis yang disarankan oleh informasi yang relevan.
Dalam mendeteksi sebuah kesalahan, seorang auditor harus didukung dengan pengetahuan tentang apa dan bagaimana kesalahan tersebut terjadi. Menurut Bedard & Michelene (1993) Secara umum seorang auditor harus memiliki pengetahuanpengetahuan mengenai General auditing, Functional Area, Computer auditing, Accounting Issue, Specific Industri, General World Knowledge (pengetahuan umum), dan Problem Solving knowledge.
Seorang auditor harus memiliki pengetahuan dalam menangani masalah perpajakan. Dari penyelesaian masalah pajak terbukti bahwa akuntabilitas terhadap masalah pajak dapat meningkatkan kualitas hasil kerja auditor untuk subjek yang memiliki pengetahuan perpajakan yang tinggi. Karena tingkat kerumitan tugas (kompleksitas kerja) yang ditangani petugas perpajakan tersebut adalah sama yaitu memiliki kompleksitas tinggi.
Cloyd (1997) menemukan bahwa besarnya usaha (proksi dari variabel akuntabilitas) yang mencurahkan seseorang untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan berbeda-beda sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki. Serta tingkat pengetahuan seseorang dapat meningkatkan kualitas hasil kerja.
Pengetahuan seorang auditor digunakan sebagai salah satu kunci keefektifan kerja. Dalam audit, pengetahuan tentang bermacam-macam pola yang berhubungan dengan kemungkinan kekeliruan dalam laporan keuangan penting untuk membuat perencanaan audit yang efektif. Pengetahuan tentang pendeteksian kekeliruan semakin 27
berkembang karena pengalaman kerja maka semakin baik pula dalam mendeteksi kekeliruan dalam kualitas pekerjaan auditor. Seorang auditor yang memiliki banyak pengetahuan tentang kekeliruan akan lebih ahli dalam melaksanakan tugasnya terutama yang berhubungan dengan pengungkapan kekeliruan.
Karakteristik sebuah pekerjaan seperti tingkat kerumitan dan jumlah informasi yang disajikan/tersedia memepengaruhi hubungan pengetahuan, akuntabilitas dan kualitas hasil kerja. Pada pekerjaan yang lebih sederhana faktor usaha dapat menggantikan tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang (bersifat subsitusi) dan pengetahuan memiliki hubungan yang positif terhadap kualitas hasil kerja. Sedangkan untuk pekerjaan yang lebih rumit, akuntabilitas tidak lagi bersifat subsitusi dengan pengetahuan yang dimiliki seseorang.
H3: Pengetahuan Audit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas kerja auditor.
II.4
Tinjauan Penelitian Sebelumnya Akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil kerja auditor jika pengetahuan
audit yang dimiliki tinggi. Asumsi yang digunakan adalah kompleksitas pekerjaan yang dihadapi. Tan dan Alison (1999) membuktikan bahwa akuntabilitas (secara langsung) tidak mempengaruhi kualitas hasil kerja baik untuk pekerjaan dengan kompleksitas kerja rendah, menengah ataupun tinggi.
Meissier dan Quilliam (1992) meneliti pengaruh akuntabilitas terhadap proses kognitif seseorang dalam bekerja. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa subjek dengan akuntabilitas tinggi melakukan proses kognitif yang lebih lengkap terhadap 28
kognitif seseorang. Hasil penelitian membuktikan bahwa subjek yang diberikan instruksi diawal (postexposure accountability) bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan, melakukan proses kognitif yang lebih lengkap, memberikan respon yang lebih tepat dan melaporkan keputusan yang lebih realistis.
Penelitian
Cloyd
(1997)
juga
menemukan
bahwa
akuntabilitas
dapat
meningkatkan kualitas hasil kerja auditor jika didukung oleh pengetahuan audit yang tinggi. Tan dan Alison (1999) melakukan penelitian yang sama dengan Cloyd (1997) dan membuktikan bahwa Pengetahuan dapat memperkuat hubungan akuntabilitas dengan kualitas hasil kerja jika kompleksitas pekerjaan yang dihadapi sedang/menengah. Untuk pekerjaan dengan kompleksitas rendah akuntabilitas dan pengetahuan serta interaksinya tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hasil kerja. Sedangkan untuk kompleksitas pekerjaan tinggi, akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil kerja jika didukung oleh pengetahuan dan kemampuan pemecahan masalah yang tinggi.
Menurut Brown dan Stanner (1983), perbedaan pengetahuan di antara auditor akan berpengaruh terhadap cara auditor menyelesaikan sebuah pekerjaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa seorang auditor bisa menyelesaikan sebuah pekerjaan secara efektif jika didukung dengan pengetahuan yang dimilikinya. Kesalahan diartikan dengan seberapa banyak perbedaan (deviasi) antara kebijakan-kebijakan perusahaan tentang pencatatan akuntansi dengan kriteria yang telah distandarkan.
29
Tabel II.1
Matrik Penelitian Sebelumnya Nama Peneliti Sampel Hasil Penelitian Penelitian 1
Tan dan Alison (1999)
2
Meissier dan (1992) Cloyd (1997)
3
4
II.5
Brown (1983)
dan
Tidak diketahui
Quilliam Tidak diketahui Tidak diketahui Stanner Tidak diketahui
Akuntabilitas (secara langsung) tidak mempengaruhi kualitas hasil kerja baik untuk pekerjaan dengan kompleksitas kerja rendah, menengah ataupun tinggi Pengaruh akuntabilitas terhadap proses kognitif seseorang dalam bekerja Akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil kerja auditor jika didukung oleh pengetahuan audit yang tinggi Pengetahuan diantara auditor akan berpengaruh terhadap cara auditor menyelesaiakn sebuah pekerjaan
Kerangka Pemikiran
Seorang auditor harus mempunyai kualitas hasil kerja yang baik dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Maka kita menyadari bahwa berkualitas harus diukur dengan cara kerja yang berkualitas (dapat dipertanggungjawabkan) dan tidak berkualitas (tidak dapat dipertanggungjawabkan). Mengukur kualitas auditor dengan mengandalkan supervisi yang dilakukan dengan cara berkesinambungan dimulai dari awal hingga akhir penugasan audit akan menghasilkan keputusan yang berkualitas didukung oleh beberapa faktor seperti pengalaman, pengetahuan dan akuntabilitas yang dimiliki seorang auditor.
Pada tahun 1992 Libby dan Lipe dan kennedy (1993) kompleksitas kerja dapat dijadikan sebagai alat dalam meningkatkan kualitas hasil pekerjaan. Dalam arti kata untuk tingkat kerumitan pekerjaan tertentu dapat mempengaruhi usaha yang dicurahkan oleh auditor. Kualitas kerja seseorang dipengaruhi dengan tingkat kerumitan pekerjaan yang dihadapi.
30
Dengan pengetahuan yang dimiliki seorang auditor untuk menentukan kualitas hasil kerja dalam menangani masalah perpajakan. Dari akuntabilitas dalam meningkatkan kualitas hasil kerja untuk subjek yang memiliki pengetahuan perpajakan yang tinggi bahwa tingkat kerumitan tugas (kompleksitas kerja) yang ditangani petugas perpajakan tersebut adalah sama yaitu memiliki kompleksitas tinggi.
Namun manfaat dari kualitas hasil kerja tersebut memotivasi seorang auditor dalam mengukur seberapa jauh auditor itu berkualitas atau tidak. Seorang auditor yang mampu dalam menyelesaikan pekerjannya dengan tingkat kerumitan tinggi menjadi tolak ukur bahwa auditor tersebut berkualitas.
II.6
Perumusan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang
kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Berdasarkan pada latar belakang penelitian dan teori yang telah dijelaskan maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dengan kompleksitas kerja memiliki pengaruh atau tidak terhadap kualitas hasil kerja (KAP-KAP) yang akan dinyatakan dalam rumusan hipotesis sebagai berikut: Akuntabilitas, pengalaman dan pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap hasil kerja auditor bahwa secara parsial maupun secara simultan. Pengujian untuk mengetahui pengaruh secara simultan dari variabel-variabel independen terhadap variabel dependen adalah dengan pendekatan Fsig. Pengujian ini memiliki implikasi terhadap penurunan hipotesis antara lain: H0
= Tidak terdapat pengaruh secara simultan
dari variabel akuntabilitas,
31
pengetahuan dan pengalaman terhadap kualitas kerja Auditor. HA
= Terdapat pengaruh secara simultan dari variabel akuntabilitas, pengetahuan dan pengalaman terhadap kualitas kerja Auditor.
Kriteria Pengujian ini adalah : -
Jika p-value Fsig < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima (Level of Significant = 5%).
-
Jika nilai Ftest > Ftabel maka Ho ditolak dan Ha diterima
Ftabel dihitung dengan cara df = k - 1, dan df2 = n – k, dimana k adalah jumlah variabel dependen dan independen.
Pengujian untuk mengetahui pengaruh secara parsial dari variabel- variabel idependen terhadap variabel dependen adalah dengan melakukan pendekatan ttest. Pengujian ini memiliki implikasi terhadap perumusan hipotesis, antara lain: H01
= Tidak terdapat pengaruh secara parsial dari variabel akuntabilitas terhadap kualitas kerja Auditor.
HA1
= Terdapat pengaruh secara parsial dari variabel akuntabilitas terhadap kualitas kerja Auditor.
H02
= Tidak terdapat pengaruh secara parsial dari variabel pengetahuan terhadap kualitas kerja Auditor.
HA2
= Terdapat pengaruh secara parsial dari variabel pengetahuan terhadap kualitas kerja Auditor.
H03
= Tidak terdapat pengaruh secara parsial dari variabel pengalaman terhadap
32
kualitas kerja Auditor. HA3
= Terdapat pengaruh secara parsial dari variabel pengalaman terhadap kualitas kerja Auditor.
Kriteria untuk pengujian ini adalah : -
Jika p-value tsig < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima (Level Of Significant = 5%)
-
Jika nilai ttest > ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. ttabel dihitung dengan cara mengurangi jumlah sampel (n) dengan df (k-1), dimana k adalah jumlah variabel penelitian.
33