BAB II KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLRESTA MEDAN DAN KEJARI MEDAN D.
Kredibilitas Polresta dan Kejari Medan dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Kinerja aparatur pemerintah dinilai dan diawasi secara ketat oleh Institusi
sendiri dan masyarakat. Kepolisian dan Kejaksaan dalam hal sebagai bagian aparatur pemerintah juga tidak terlepas akan hal tersebut. Perkembangan dinamika yang terjadi di masyarakat membuat keadaan tuntutan masyarakat kepada kinerja aparatur pemerintah semakin tinggi. Karena disebagian besar negara demokrasi dalam dua puluh tahun terakhir ini kredibilitas aparat penegak hukum khususnya polisi turun, Kepolisian diminta untuk menunjukan bahwa mereka membuat masyarakat lebih aman. 37 Hal itu merupakan gambaran penilaian masyarakat terhadap aparat penegak hukum khususnya polisi di sebagian negara demokrasi termasuk di Indonesia. Penilaian itu kiranya dijadikan dasar untuk meningkatkan kinerja aparat kepolisian seperti Polresta Medan dan aparatur penegak hukum lainnya seperti Kejari Medan dalam pemberantasan kejahatan-kejahatan agar membuat masyarakat aman, tentram dan sejahtera. Kejahatan dalam bentuk tindak pidana korupsi, upaya penegakan hukum melalui penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Polresta Medan dan Kejari Medan masih belum optimal. 37
David H. Bayley, Police For The Future Polisi Masa Depan, ( Jakarta, Cipta Manunggal, 1998) hal 155
Universitas Sumatera Utara
Mengenai standar baku mengenai proses dan hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik di institusi penegak hukum memang belum ada. Bahkan Penyidikan kasus korupsi yang dilakukan oleh KPK selaku institusi yang telah menelan biaya ratusan milyar untuk mendirikannya belum mempunyai standar baku. Inilah mengapa sampai saat ini perkara korupsi menjadi perkara yang “ buram “, sulit dipecahkan apalagi diberantas. Karena sifatnya tidak memiliki ukuran baku. 38 Undang-undang yang mengatur tentang kewenangan dan pelaksanaan teknis dalam penegakan hukum korupsi menempatkan Kepolisian dan Kejaksaan dapat melaksanakan penyidikan tindak pidana korupsi. Kewenangan yang diberikan pada dua institusi lembaga negara itu di ibaratkan bekal seperti senjata untuk bertempur dalam suatu peperangan. Sekarang permasalahannya adalah bagaimanakah prajurit tersebut mampu mempergunakan senjata itu dengan mahir, dapat menempatkan dan mengarahkan senjata itu tepat pada sasaran atau musuh-musuh yang ditetapkan. Bukan sebaliknya senjata tersebut disimpan
didalam
gudang
dan
membiarkan
musuh-musuh
berkeliaran
menghantui masyarakat sehingga kesan sebagai prajurit sebagai benteng pertahanan untuk menjaga kelestarian warga menjadi terabaikan. Itulah sekedar gambaran ilustrasi tentang kewenangan yang ada pada intitusi Kepolisian dan
38
Ridwan Adi, Korupsi bukanlah suatu Kejahatan?, Kompasiana, Rubrik Sosbud, 17 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
Kejaksaan yang ada pada saat ini dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia khususnya pada daerah-daerah yang kurang terjangkau oleh KPK. Penjabaran dan keberhasilan kesatuan-kesatuan atau kantor Kepolisian dan Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dalam pemberantasan korupsi tercermin pada data kuantitas dan kualitas penanganan kasus-kasus tindak pidana korupsi yang ada pada wilayah kerja mereka. Datadata tersebut memang tidak sepenuhnya menggambarkan tentang keberhasilan di kesatuan wilayah tersebut. Hal tersebut terjadi dikarenakan tidak semua daerah korupsi terjadi demikian gencar dan maraknya. Daerah yang tingkat korupsinya sangat minim, besar kemungkinan pada daerah tersebut jiwa pengabdian dan sadar hukum aparatur pemerintahannya sangat tinggi. Pada daerah yang sebaliknya korupsi terjadi merajalela atau marak, tingkat kesadaran hukum dan pengabdian aparatur negaranya sangat rendah. Keberhasilan dalam kesatuan kewilayahan atau suatu institusi tentunya tidak terlepas dari kinerja, loyalitas, kemampuan para personil yang mengawaki institusi tersebut, plus bagaimana bagaimana kesatuan itu dapat mengelminir
banyaknya
kendala
dan
tantangan
yang
harus
dihadapi.
Pemberantasan korupsi tentunya tidak terlepas dari unsur penegak hukum. Tegak tidaknya prinsip supremasi hukum sebagai salah satu karakteristik dari
Universitas Sumatera Utara
“rechtsstaat” dapat dilihat dari apakah penegak hukum berjalan dengan baik atau tidak. 39 Hukum merupakan instrumen sedangkan manusia sebagai operator atau orang yang mengoperasikannya. Seorang ahli hukum terkemuka di Belanda bernama Taverne menempatkan aparat penegak hukum pada posisi sentral dan strategis dalam penegakan hukum. Menurutnya suatu peraturan perundangundangan yang tidak baik sekalipun apabila dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang baik, maka akan dihasilkan suatu “output” yang baik dalam penegakan hukum 40 Kinerja Penyidik tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Polresta Medan dan Kejari Medan dalam wilayah hukum Kota Medan dan sekitarnya dapat dievaluasi dimana ditemukan laporan kasus korupsi yang kurang mendapat perhatian serius penanganannya. Satuan kewilayahan kepolisian Polresta Medan dalam data yang ada dalam tiga tahun terakhir tidak ditemukan adanya kasus perkara pidana korupsi yang disidik oleh Polresta Medan hingga tuntas ke Penuntut Umum. Berikut ini disajikan data kasus yang terjadi di wilayah hukum kota Medan dan sekitarnya hasil kerja Penyidik / Penyidik Pembantu Sat Reskrim Polresta Medan dan Kejari Medan sebagai berikut :
39 40
Elwi Danil, Opcit. Hal 265 Ibid hal 269
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1 Data Penanganan Kasus Tindak Pidana Korupsi Polresta Medan tahun 2010 s/d 2012 NO. 1. 2. 3.
TAHUN 2010 2011 2012 Jumlah
JML KASUS 2 1
Lidik 2 1
KONDISI Sidik SP3 Selesai -
Ket
Sumber Data : Lapsat Sat Reskrim Polresta Medan tahun 2013.
Dari data tersebut jumlah penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Polresta Medan melalui proses Sidik Lidik perkara tindak pidana korupsi tahun 2010 s/d 2012 yang ditangani oleh Polresta Medan sebagaimana digambarkan pada tabel diatas dapat dirincikan Sbb :
1. Tahun 2010 diterima laporan kasus dugaan tindak pidana korupsi ke Polresta Medan sejumlah 2 kasus, dari sekian kasus yang ditemukan tersebut ditindak lanjuti hanya sebatas penyelidikan. Tidak ada kasus tindak pidana korupsi yang diajukan ke penuntut umum dan pengadilan. 2. Tahun 2011 tidak ada kasus tindak pidana korupsi diterima dan ditangani Polresta Medan. 3. Tahun 2012 diterima laporan kasus dugaan tindak pidana korupsi ke Polresta Medan sejumlah 1 kasus, dari sekian kasus yang ditemukan tersebut
Universitas Sumatera Utara
ditindak lanjuti hanya sebatas penyelidikan. Tidak ada kasus tindak pidana korupsi yang diajukan ke penuntut umum dan pengadilan. 41 Data penanganan kasus tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Polresta Medan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir yakni tahun 2010 s/d 2012 sejumlah 3 kasus, dari sekian kasus yang diterima tersebut ditindak lanjuti hanya sebatas penyelidikan. Tidak ada kasus tindak pidana korupsi yang diajukan ke penuntut umum dan pengadilan hingga saat penulisan ini.
Wujud penilaian kinerja aparatur penegak hukum pemberantasan korupsi di wilayah hukum kota Medan, dilakukan penelitian atas penanganan kasus tindak pidana korupsi oleh Instansi yang diberikan tugas dan kewenangan yang sama dalam Pemberantasan atau Penanganan tindak pidana korupsi yakni Kejari Medan. Polresta Medan dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan merupakan Institusi penegak hukum yang sama-sama diberikan tugas dan kewenangan melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus tindak pidana korupsi di kota Medan dan sekitarnya.
41
Permintaan data Urmin Sat Reskrim Polresta Medan 28 Maret 2013 pukul 16.00 Wib di ruang Urmin Sat Reskrim Polresta Medan
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2 Data Penanganan Kasus Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Negeri Medan tahun 2010 s/d 2012 JML KASUS Lid 1. 2010 9 2. 2011 5 3. 2012 7 21 Jumlah Sumber Data : Kejari Medan tahun 2013.
NO.
TAHUN
KONDISI Dik SP3 3 4 7
Tut 9 2 3 14
Ket
Penanganan kasus Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Kejari Medan, ditemukan kasus yang tidak selesaikan hingga dapat disidangkan di Pengadilan Negeri Medan karena di hentikan atau SP3. Dari data tersebut jumlah penegakan hukum tindak pidana korupsi melalui proses Sidik Lidik perkara tindak pidana korupsi tahun 2010 s/d 2012 yang ditangani oleh Kejari Medan sebagaimana digambarkan pada tabel diatas dapat dirincikan Sbb :
1. Pada tahun 2010 ditemukan oleh Kejari Medan terjadi kasus Tindak Pidana Korupsi sejumlah 9 kasus, dari sekian kasus yang ditemukan tersebut penyelesaian hingga ke Penuntutan sejumlah 9 kasus atau hanya 100 % kasus yang dapat terselesaikan. 2. Pada tahun 2011 ditemukan oleh Kejari Medan terjadi kasus Tindak Pidana Korupsi sejumlah 5 kasus, dari sekian kasus yang ditemukan tersebut penyelesaian hingga ke Penuntutan sejumlah 2 kasus atau hanya 40 % kasus yang dapat terselesaikan. Sisanya sebanyak 3 kasus dihentikan karena tidak cukup bukti.
Universitas Sumatera Utara
3. Pada tahun 2012 ditemukan oleh Kejari Medan terjadi kasus Tindak Pidana Korupsi sejumlah 7 kasus, dari sekian kasus yang ditemukan tersebut penyelesaian hingga ke Penuntutan sejumlah 3 kasus atau hanya 40 % kasus yang dapat terselesaikan. Sisanya sebanyak 4 kasus dihentikan karena tidak cukup bukti. 42
Data penanganan kasus tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kejari Medan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir yakni tahun 2010 s/d 2012 sejumlah 21 kasus dengan penyelesaian tuntas hingga ke persidangan atau penuntutan sejumlah 14 kasus atau hanya 70 % kasus yang dapat terselesaikan hingga ke persidangan atau penuntutan. Selebihnya sebanyak 7 kasus atau 30% dihentikan karena tidak cukup bukti.
E.
Kualitas Kinerja Penyidik Polresta Medan dan Kejari Medan dalam Penyidikan Kasus Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan data yang diperoleh dari kedua institusi tersebut, penegakan
hukum tindak pidana korupsi di kota Medan masih kurang memuaskan. Manakala dilakukan analisa lebih mendalam hasil kinerja aparatur pemerintah penegak hukum tersebut ditemukan perbedaan yang sangat
mencolok
menyangkut kinerja dan keberhasilan di satuan intitusi yang berbeda. perbedaan itu seperti :
42
Permintaan data Staf TU Seksi Pidsus Kejari Medan 28 Maret 2013, pukul 15.00 Wib di ruang TU Seksi Pidsus Kejari Medan
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3 Data Jumlah Penyidik Korupsi Polresta Medan tahun 2010 s/d 2012 NO. 1. 2. 3.
TAHUN
JUMLAH PERSONIL 10 12 11
PENDIDIKAN SMA S1 S2 6 4 8 4 4 7 -
Ket
2010 2011 2012 Jumlah Sumber Data : Lapsat Sat Reskrim Polresta Medan tahun 2013.
Tabel 4 Data Jumlah Penyidik Kejari Medan tahun 2010 s/d 2012 NO. 1. 2. 3.
TAHUN
JUMLAH PERSONIL 9 9 7
PENDIDIKAN SMA S1 S2 7 2 7 2 5 2
Ket
2010 2011 2012 Jumlah Sumber Data : Kejari Medan tahun 2013.
a. Tahun 2010 Satuan Intitusi Polresta Medan hanya menangani 2 kasus dugaan korupsi yang kemudian dilakukan penyelidikan, Hingga saat ini kasus tersebut belum berhasil dituntaskan hingga ke penuntutan atau Pengadilan. Sedangkan Satuan Intitusi Kejari Medan pada tahun yang sama berhasil menangani 9 kasus dan berhasil menuntaskannya hingga ke Pengadilan secara tuntas keseluruhan. Artinya disini secara kuantitas Kejari Medan ditahun 2010 lebih produktif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebanyak 9 kasus.
Universitas Sumatera Utara
b. Tahun 2011 Satuan Intitusi Polresta Medan tidak ada menerima laporan dan menangani kasus tindak pidana korupsi. Sedangkan satuan intitusi Kejari Medan pada tahun yang sama berhasil menangani 5 kasus dan berhasil menuntaskannya hingga ke Pengadilan 2 kasus. Artinya disini secara kuantitas Kejari Medan ditahun 2011 lebih produktif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebanyak 2 kasus. c. Tahun 2012 Satuan Intitusi Polresta Medan hanya menangani 1 kasus dugaan korupsi yang kemudian dilakukan penyelidikan, Hingga saat ini kasus tersebut belum berhasil dituntaskan hingga ke penuntutan atau Pengadilan. Sedangkan Satuan Intitusi Kejari Medan pada tahun yang sama berhasil menangani 7 kasus dan berhasil menuntaskannya hingga ke Pengadilan 3 kasus. 43 Artinya disini secara kuantitas Kejari Medan ditahun 2012 lebih produktif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebanyak 3 kasus.
Keberhasilan dan produktifitas Polresta Medan yang rendah dalam penanganan atau pemberantasan kasus-kasus tindak pidana korupsi ini juga tidak sebanding dengan jumlah kuantitas penyidik yang berada di satuan institusi masing-masing. Pada tahun 2010 tingkat keberhasilan Kejari Medan dalam menangani 9 kasus dan berhasil menuntaskannya semua kasus tersebut hingga ke penuntutan atau hingga ke Pengadilan. Sedangkan pihak Polresta Medan menangani 2 kasus korupsi namun hingga saat ini kasus tersebut belum
43
Permintaan Data Ibid
Universitas Sumatera Utara
berhasil dituntaskan hingga ke penuntutan atau Pengadilan. Kejari Medan hanya memiliki personil penyidik sejumlah 9 personil yang manakala dibandingkan Polresta Medan dengan minimnya keberhasilan memiliki personil penyidik sebanyak 10 personil atau surplus 1 personil dibandingkan Kejari Medan. Tahun 2011 tingkat keberhasilan Kejari Medan dalam menangani 5 kasus dan berhasil menuntaskannya 2 kasus tersebut hingga ke penuntutan atau hingga ke Pengadilan. Sedangkan Polresta Medan tidak ada menerima laporan dan menangani kasus korupsi. Kejari Medan hanya memiliki personil penyidik sejumlah 9 personil yang manakala dibandingkan Polresta Medan dengan minimnya keberhasilan memiliki personil penyidik sebanyak 12 personil atau surplus 3 personil dibandingkan Kejari Medan. Tahun 2012 tingkat keberhasilan Kejari Medan dalam menangani 7 kasus dan berhasil menuntaskannya 3 kasus tersebut hingga ke penuntutan atau hingga ke Pengadilan. Polresta Medan menangani 1 kasus korupsi namun Hingga saat ini kasus tersebut belum berhasil dituntaskan hingga ke penuntutan atau Pengadilan. Kejari Medan hanya memiliki personil penyidik sejumlah 7 personil
manakala
dibandingkan
Polresta
Medan
dengan
minimnya
keberhasilan memiliki personil penyidik sebanyak 11 personil atau surplus 3 personil dibandingkan Kejari Medan.
Universitas Sumatera Utara
F.
Kewenangan Polresta Medan Dan Kejari Medan Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Indonesia
1.
Kewenangan Polresta Medan Di Indonesia, istilah korupsi mulai dipergunakan dalam produk hukum
Indonesia pada tahun 1958 yaitu dalam Peraturan Penguasa Perang Nomor Prp/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi. Kata Korupsi dan Pemberantasan ialah peraturan penguasa perang pusat saat itu. Pengaturan penguasa perang pusat memakai istilah “pemberantasan korupsi” selain mengenai perumusan delik korupsi juga memuat ketentuan Badan Penilik Harta Benda yang bertugas meneliti dan mendaftar harta benda dari para pejabat 44. Sejalan dengan bergulirnya waktu dan perubahan-perubahan dalam peraturan perundang-undangan, istilah korupsi ini tetap dipakai dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-udang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengertian Korupsi, dari kaidah hukum yang bersifat normatif berdasarkan Undang-undang tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 yang dapat disederhanakan adalah “Setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara”. 45
44
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, ( Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal 12 45 Budiharjo Hardjowiyono, Toolkit Anti Korupsi Bidang Pengadaan Barang dan Jasa Lima Belas Langkah Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Indonesia Procurement Watch, (Jakarta: KPK, 2006) hal 1
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal mengenai pengertian yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, maka secara impilicit maupun eskplisit terkandung pengertian tentang keuangan atau kekayaan milik “pemerintah” atau “swasta”, maupun masyarakat, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Sebagai unsur pokok yang tidak dapat terpisahkan dari pengertian “negara” atau “state” yang berkaitan dengan pengertian “abuse of power”
atau penyalahgunaan
wewenang atau kekuasaan. 46 Pengertian tindak pidana korupsi tidak bisa cukup diambil hanya berdasarkan pasal-pasal yang ada dalam rumusan undangundang pemberantasan tindak pidana korupsi, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk / jenis tindak pidana korupsi. 47 Kejahatan diperkirakan oleh beberapa ahli akan dapat dilenyapkan atau berkurang dengan sendirinya dengan telah dicapainya berbagai kemajuan dibidang ekonomi. Pendapat beberapa ahli tersebut dalam kenyataannya tidak demikian, Justru kemajuan-kemajuan itu sendiri dapat dikatakan sebagai biang dari perkembangan kejahatan
48
. Dengan dasar Teori –teori tersebut negara selalu berupaya menciptakan
hukum dan menegakan hukum untuk melindungi warga negaranya dari ancaman kejahatan . Posisi Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana dimaktub dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. Berdasarkan ketentuan konstitusi ini, telah menjadi dasar rambu-rambu
46
Ibid Ibid 48 Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat ; Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana, ( Bandung; Sinar Baru, 1983) hal 32. 47
Universitas Sumatera Utara
dalam penyusunan kelembagaan Negara, baik yang menyangkut tugas, fungsi, dan wewenang kelembagaan atau lembaga-lembaga negara berdasarkan suatu ketentuan undang-undang yang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu lembaga negara yang disusun dan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dan sentral khususnya dalam penegakan hukum dan keamanan dalam negeri adalah Kepolisian. Hal ini dimaklumi karena tugas Kepolisian diseluruh jagad raya ini identik dengan penegakan hukum dan menjaga ketertiban atau keamanan masyarakat. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, ide-ide hukum menjadi kenyataan. 49 Penegakan hukum merupakan proses kegiatan atau aktivitas yang salah satunya dijalankan oleh penegak hukum ( Penyidik Kepolisian, Penyidik PPNS, Jaksa, Hakim dan Lembaga Pemasyarakatan). Proses penegakan hukum oleh penegakan hukum merupakan bagian dari pendelegasian
kekuasaan pemerintah.
Dalam sistem
ketatanegaraan di Indonesia, menurut UUD 1945 telah diatur kekuasaan pemerintah, yakni Kekuasaan Pemerintahan Negara. Kekuasaan Pemerintah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat ( 2 ) yang intinya ialah : (1)
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang- Undang Dasar.
49
Esmi Warasih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang : Suryandaru Utama, 2005), hal 83
Universitas Sumatera Utara
(2)
Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian, yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Polisi berasal dari bahasa Yunani Policia yang arti aparatur pemerintahan
kota. Secara harfiah pembentukan atau kehadiran Polisi secara konsideran nya adalah suatu badan yang dibentuk untuk menjaga peraturan atau ketentuan yang dibentuk Pemerintahan Kota atau Negara, agar pemerintahan dan warganya dalam menjalankan kehidupan sahari-hari dapat berjalan aman dan tertib. Proses menjaga peraturan dan ketentuan yang dibuat oleh pemerintah tidak terlepas dengan pola kerja Penegakan Hukum itu. Proses penegakan hukum itu sendiri harus berdasarkan Asas Legalitas. Dengan azas legalitas yang berdasarkan
the rule of law dan supremasi hukum,
jajaran aparat
penegak hukum tidak dibenarkan : 1. Bertindak diluar ketentuan hukum, atau under to law maupun under process; 2. Bertindak sewenang-wenang, atau abuse of power.
50
50
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Edisi Kedua, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2009 ) hal.36.
Universitas Sumatera Utara
Hukum harus ditegakan, namun dalam menegakan hukum atau dalam rangka menempatkan Hukum sebagai Panglima atau Supremasi Hukum. Selama hukum belum diposisikan sebagai “panglima”, maka selama itu pula supremasi hukum hanyalah angan-angan dan mimpi indah dari sebuah bangsa yang menyebutkan negaranya sebagai negara hukum. 51 Peran-peran penegak hukum sangat penting dalam mewujudkan hukum in concreto.
Untuk
mewujudkan hal tersebut semata-mata bukan hanya fenomena pengadilan atau hakim, tetapi termasuk didalam pengertian itu adalah pejabat admintrasi pemberian pelayanan hukum, dan penegak hukum. Kejaksaan dan Kepolisian merupakan pranata publik penegak hukum, yang dalam sistem peradilan pidana justru merupakan sumber awal dari suatu proses peradilan. 52 Salah satu cara penegakan hukum yang dilakukan oleh para penegak hukum dimaksud ialah dimulai dengan proses Penyelidikan dan Penyidikan, penuntutan di muka sidang pengadilan dan seterusnya. Kegiatan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tersebut pada umumnya dilakukan oleh aparatur pejabat negara yang dikenal bernama Polisi. Sistem Peradilan Pidana ( SPP) pada hakikatnya identik dengan sistem penegakan hukum
pidana. Sistem penegakan hukum pada dasarnya merupakan
51
Elwi Danil, Opcit Hal 264 Bagir Manan, Pemikiran Negara Berkonstitusi di Indonesia, Makalah Temu Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum se Indonesia, ( Bandung : FH Unpad, 6 April 1999 ), hal 17 52
Universitas Sumatera Utara
sistem kekuasaan / kewenangan menegakan hukum. 53
Tugas dan wewenang
kepolisian sebagai penegak hukum diatur dalam pasal 13, 14 dan pasal 16 dari UU Nomor 2 Tahun 2002, Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang proses penegakan hukum pidana berwenang sebagai penyidik umum terhadap semua jenis tindak pidana. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa: 1)
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pemegang kekuasaan Negara di bidang penegakan hukum, dimana Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebagai penyelidik dan penyidik terhadap semua jenis tindak pidana.
2)
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden R.I.
Kajian UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat disimpulkan yaitu : 1)
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam perspektif kebijaksanaan kriminal dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara.
2)
Hakikat sistem Peradilan Pidana (SPP) merupakan bagian integral dari kebijaksanaan kriminal, yang pada dasarnya merupakan sistem penegakan hukum pidana yang bertujuan untuk penangggulangan kejahatan.
Status dan peran Polri dalam perspektif sistem peradilan pidana, sudah jelas, yakni sebagai bagian integral dari sistem peradilan pidana. Secara internasional hal inipun terlihat dalam laporan Kongres PBB ke-5 / 1975 53
Barda Nawawi Arief, Sistem Peradilan Pidana Terpadu Dalam Kaitannya dengan Pembaharuan Kejaksaan, ( Jakarta : MediaHukum, 2002), hal 27
Universitas Sumatera Utara
mengenai “ the prevention of crime and the trearment of offenders, “ khususnya dalam membicarakan masalah law enforcement agencies,” yang menegaskan bahwa : “ it was recognized that the police were a component of the larger system of criminal justice which operated against criminality.” 54 Pembahasan mengenai status Polri sebagai komponen / subsistem dari Sistem Peradilan Pidana, sudah jelas terlihat dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Undang-undang tersebut
secara eksplisit dijelaskan tentang kedudukan Polri sebagai Penyelidik dan Penyidik, aparat negara penegak hukum dan merupakan bagian atau komponen dari sistem peradilan pidana. Kedudukan Polri dalam penanganan perkara-perkara pidana diatur pasal 17 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP dan Pasal 6, Pasal 7 ayat ( 2 ), Pasal 107 dan Pasal 109 ayat (3) KUHAP. Rumusan yang terdapat dalam pasal itu diatur sangat Jelas Penyidik-penyidik dalam hukum acara pidana yakni berbunyi Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang. Dalam pelaksanaan Penyidikan di bawah Koordinasi Penyidik Polri dengan memberikan pengawasan, petunjuk dan bantuan Penyidikan. Kedudukan Polri menurut rumusan pasal tersebut
54
Laporan Kongres PBB ke-5 tahun 1975 sebagaimana dikutip Komisi Kepolisian Nasional, Uji Materi Wewenang Jaksa Sebagai Penyidik, Rubrik Hukum, Rabu, 13 Februari 2008.
Universitas Sumatera Utara
ditafsirkan oleh beberapa ahli pidana menunjukan posisi Polri dalam proses penyidikan tindak pidana sebagai Penyidik Utama. Dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi harus dilaksanakan melalui Undang-undang Tindak Pidana khusus yaitu Undang-undang No.31 tahun 1999 sebagaimana di ubah dengan Undang-undang No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Secara jelas ditemukan
bahwa dalam r umusan Pasal 26 menegaskan bahwa: Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang Pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang ini. 55 (sama dengan rumusan Pasal 39 Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi). Penafsiran rumusan pasal diatas dengan jelas tersirat bahwa teknis proses penyidikan, penuntutan, dan pemutusan perkara korupsi oleh pengadilan dilakukan harus berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Atas penafsiran yang tersirat dalam undang-undang itu adalah Polri berwenang melakukan penyidikan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Polresta Medan sebagai salah satu satuan
kewilayahan Polri maka secara otomatis kesatuan kewilayahan ini juga berhak melakukan penyidikan perkara-perkara tindak pidana korupsi di wilayah kerjanya.
55
Elwi Danil, Op.cit, Hal 95
Universitas Sumatera Utara
2. Kewenangan Kejari Medan Pada waktu HIR atau hukum acara pidana produk atau warisan bangsa Belanda Penyidikan dapat dilakukan oleh banyak instansi, kedudukan Jaksa sebagai Penuntut dapat sekaligus sebagai, Koordinator Penyidikan termasuk didalamnya adalah kasus tindak pidana khusus atau korupsi. Setelah berlakunya KUHAP wewenang Penyidikan dialihkan kepada Polri sebagai Penyidik Utama dan PPNS. Jaksa atau Kejaksaan sesuai KUHAP kembali kepada Jati Dirinya sebagai mana Penuntut Umum. “Dalam hukum acara pidana dikenal adanya suatu badan khusus yang diberikan wewenang untuk melakukan penuntutan pidana ke Pengadilan yang disebut Penuntut Umum”, Di Indonesia di sebut Jaksa. 56 Wewenang penuntutan ini dipegang oleh Jaksa sebagai monopoli. Dalam sistematika hukum pidana di Indonesia, hukum pidana dibagi atas hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Hukum pidana khusus disini artinya dalam arti yang luas yang meliputi baik hukum pidana materielnya maupun hukum pidana formelnya. 57 beberapa tindak pidana khusus, masih ada wewenang institusi lain diluar Polri yang diberikan peran dan kewenangan melakukan penanganan dan penyidikan. Perkara-perkara yang bersifat khusus diberlakukan aturan khusus pula sebagaimana salah satu azas yang berlaku
56
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008)
57
Andi Hamzah, Perkembangan Hukum Pidana Khusus, Opcit hal 1
hal 13.
Universitas Sumatera Utara
dalam hukum pidana Lex Spesialist Derogat legi Generalis
yang artinya
hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. 58 Suatu kecendrungan yang cukup menonjol didalam setiap undang-undang pidana khusus adalah terdapatnya ketentuan-ketentuan yang mengandung penyimpangan dari asas-asas hukum pidana yang ada dalam hukum pidana kodifikasi. Penyimpangan itu merupakan sebuah karakteristik yang melekat dalam setiap undang-undang pidana khusus. Menurut Loebby Loqman, secara kualitatif perlu diperhatikan, bagaimana agar penyimpangan asas tersebut tidak menjurus
kearah
penyelewengan
asas;
melainkan
hanya
semata-mata
merupakan suatu pengecualian asas belaka. 59 Suatu Negara akan mencapai keberhasilan pembangunan nasionalnya secara menyeluruh jika konsep penegakan hukum ( law enforcement ) dapat ditegakkan secara tepat dan benar. Hukum dan penegak hukum, merupakan bagian faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan, karena jika diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang diharapkan. 60 Menurut Bagir Manan, penegakan atau menegakan hukum bukan hanya sebagai fungsi dari proses peradilan. Secara keseluruhan, semestinya wajah penegak hukum tidak hanya diukur dari wajah pengadilan, akan tetapi pada seluruh fungsi dan lembaga penegak hukum. Selain pengadilan yang 58
Pasal 63 ayat (2) KUHP Oemar Seno Adji, Tindak Pidana Khusus (Korupsi) dalam Pembentukan Hukum Pidana Nasional, Dalam PERSAHI, Nomor Perdana, September 1988. 60 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta , Raja Grafindo Persada, 2004) hal 5 59
Universitas Sumatera Utara
dianggap paling penting dan menentukan, sangatlah perlu untuk juga mengamati lembaga-lembaga penegak hukum didalam dan diluar proses peradilan. Pada proses diluar peradilan seperti keimigrasian, bea cukai, perpajakan, lembaga pemasyarakatan dan lain-lain. 61 Kewenangan yang ada pada Institusi lain untuk melakukan penyidikan tindak pidana khusus diberikan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu (PPNST) di departemen masing-masing, TNI Angkatan Laut dan Kejaksaan Republik Indonesia. Hal tersebut diatur secara jelas teknisnya dalam Undangundang Tindak Pidana Khusus yang dibuat diluar Undang-undang bersifat umum. Loebby Loqman secara terperinci menjelaskan alasan-alasan bagi terciptanya undang-undang pidana khusus, yaitu :
a)
Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu dalam masyarakat.
b) Undang-undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan norma dan perkembangan tekhnologi dalam suatu masyarakat, sedangkan untuk perubahan undang-undang yang ada dianggap memakan banyak waktu. c)
Adanya suatu keadaan yang mendesak sehingga perlu diciptakan suatu peraturan khusus untuk segera menanganinya.
61
Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa, ( Jakarta , FH UII Press Yogyakarta, 2005 ) hal 35
Universitas Sumatera Utara
d) Adanya suatu perbuatan yang khusus, dimana apabila diperginakan proses yang telah ada akan mengalami kesulitan dalam pembuktiannya. 62
Korupsi merupakan tindak pidana khusus karena sejak dirancangnya undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi disadari bahwa undangundang tersebut merupakan undang-undang khusus, yaitu undang-undang pidana sekaligus mengatur substansi maupun hukum acara diluar KUHP dan KUHAP. 63 Lahirnya undang-undang tindak pidana khusus seperti Korupsi menyebut secara tegas tentang wewenang Polri dan Jaksa melakukan penyidikan seperti Tindak Pidana lainnya diluar Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengecualian dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi sama sekali bukan berati mengurangi keabsahan penerapan KUHAP. Hal tersebut didasarkan pemikiran bahwa KUHAP merupakan sebagai hukum acara pidana bagi semua perkara tindak pidana, termasuk tindak pidana khusus sepanjang tindak pidana khusus tersebut tidak mengatur sendiri hukum acaranya secara keseluruhan. Adanya beberapa Institusi yang mempunyai kewenangan dan melakukan penyidikan tindak pidana korupsi sama sekali tidak mengurangi prinsip diferensasi fungsional yang memberi wewenang tunggal kepada Kepolisian
62
Loebby Loqman, Delik Politik di Indonesia, ( Jakarta, Ind-Hill-Co, 1993), Hal
11-12 63
Loebby Loqman, Beberapa Ikhwal didalam Undang-undang No.3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta, Data Com, 1991) hal 5
Universitas Sumatera Utara
Negara Republik Indonesia sebagai instansi yang diberi wewenang penyidikan. Berkaitan dengan itu apa yang diatur pada Pasal 284 ayat (2) KUHAP sebagai pengecualian atas prinsip umum diatas, dikenal adanya maksud sebagai berikut: (1). Untuk menjaga jangan terjadi kevakuman pelaksanaan penyidikan, disebabkan
undang-undang
tindak
pidana
khusus
sendiri
telah
melimpahkan wewenang penyidikan kepada jaksa / penuntut umum. Hal ini, disebabkan karena Polri saat itu tidak dapat menjangkaunya, sehingga bisa menimbulkan kekosongan hukum dalam penegakan hukum. (2). Pengecualian ini tidak mengurangi arti prinsip-prinsip umum secara permanen dalam ketentuan Pasal 284 ayat (2), yakni: (a). Pengecualian tersebut bersifat sementara. (b). Hanya mengenai ketentuan-ketentuan khusus acara pidana yang terdapat pada undang-undang pidana khusus. (c). Sampai adanya perubahan atau dinyatakan tidak berlaku lagi ketentuan Pasal 284 ayat (2) KUHAP tersebut.
Dalam Rumusan-rumusan pasal yang terdapat dalam Tindak Pidana Khusus tersebut disebutkan peran dan kewenangan Penyidikan dan penanganan perkara tindak pidana korupsi diluar Polri yakni Institusi Kejaksaan Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Universitas Sumatera Utara
Kewenangan jaksa dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi dipertegas berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 30 ayat (4). Adapun tugas dan kewenangan kejaksaan di bidang pidana yaitu: a)
Melakukan Penuntutan.
b)
Melaksanakan penetapan Hakim dan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
c)
Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat.
d)
Melakukan penyidikan terhadap Tindak Pidana tertentu berdasarkan UndangUndang.
e)
Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke Pengadilan yang dalam pelaksanaanya dikoordinasikan dengan penyidik.
Berdasarkan apa
yang
tersirat
dalam undang-undang
itu
adalah
menerangkan secara jelas tugas dan kewenangan Kejaksaan dalam penanganan perkara-perkara pidana. Dalam perkara pidana khusus termasuk dalam hal ini Korupsi Kejaksaan berwenang melakukan penyidikan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Kejaksaan Negeri Medan sebagai salah satu satuan kewilayahan
Kejaksaan maka secara otomatis kesatuan itu juga berhak melakukan
Universitas Sumatera Utara
penyidikan perkara-perkara tindak pidana korupsi di wilayah kerjanya di Pengadilan Negeri Medan.
Universitas Sumatera Utara