BAB II FIRST LINE Sesuai dengan proses perancangan, pengetahuan dan pengalaman ruang sangat dibutuhkan untuk melengkapi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan kasus yang ditangani. Karena itu dilakukan survey ke lokasi stasiun Kereta Api Labuhan. Hal pertama yang dirasakan ketika sampai di lokasi yaitu atmosfer yang sepi. Sepi bukan karena tidak adanya aktifitas manusia dan kendaraan, karena sebenarnya di tempat ini sangat ramai dengan adanya sekolah, pasar tradisional dan jalur kendaraan serta truk-truk barang. Namun perasaan sepi karena seolah-olah kawasan ini kehilangan jiwa dan rohnya yang sudah bertahuntahun ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri.
Tapak yang berada di Jl. Yos Sudarso KM.12 Kec. Medan Labuhan, sesuai dengan RTW Kota Medan pada tahun 2010-2030 dan RDTR Kota Medan pada tahun 2009-2029 yang berisi pengembangan Transit Oriented Development (TOD) di kawasan Labuhan Deli yang berpusat pada stasiun, Masjid Osmani dan juga Kota Cina. Menempati lahan seluas ± 1.5 Ha, dengan batas-batas sebagai berikut: Utara Rumah Penduduk; Selatan: Rumah penduduk; Timur : jalan besar Yos Sudarso; dan Barat: berbatasan dengan rel kereta api (Gambar 2.1).
22 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 – lokasi Stasiun Labuhan
Jika kita melihat kembali ke belakang, Stasiun Kereta Api Labuhan yang berada di Jl. Yos Sudarso ini mulai dibangun pada tahun 1885 oleh perusahaan perkebunan Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) dan juga mulai melakukan pembangunan rel, kantor serta perumahan (gambar 2.2). Stasiun ini ditujukan untuk mengangkut hasil perkebunan dari Labuhan ke Medan mengingat pada saat itu pelabuhan utama berada di Sungai Deli yang lokasinya pun berada sangat dekat dengan site Stasiun Kereta Api yang ada.
Gambar 2.2 - Stasiun Labuhan (Sumber: tembakaudeli.blogspot.co.id)
23 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 - Stasiun Kereta Api Deli Spoorweg di Medan (Sumber: tembakaudeli.blogspot.co.id)
Stasiun pusat dibangun di sebelah kanan dari Hotel de Vink. Di depan lapangan yang luas yaitu lapangan Esplanade (lapangan Merdeka). Perencanaan Stasiun Medan menjadi cikal bakal pusat kota Medan berada dikawasan ini. Gambar 2.3 adalah stasiun kereta api Medan yang baru siap. Banyak kuli-kuli diperkerjakan untuk membangun landasan rel-rel kereta api ini. Jalur pertama yang direncanakan adalah jalur Medan - Labuhan. Karena pada saat itu, Labuhan masih menjadi pusat pemerintahan Sultan Deli. Jalur ini dibuat dalam perencanaan awal adalah untuk mempermudah dan mempercepat perpindahan kota. Dengan dikeluarkannya surat no.17 tanggal 23 Januari 1886 pembangunan jalur Medan - Labuhan sejauh 16,743 Km segera terealisasi.
Lokomotif yang akan dipergunakan untuk kebutuhan transportasi di Deli adalah Lokomotif B 2t 1067 "Sumatra" yang dibuat oleh perusahaan Belanda Hohenzollern untuk Deli Spoorweg Mij (Gambar 2.4).
24 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 – Lokomotif oleh perusahaan Belanda (Sumber: tembakaudeli.blogspot.co.id)
Sekarang, stasiun pertama di Kota medan ini seperti terlupakan, bahkan eksisting bangunannya pun tertutupi oleh rumah-rumah warga sehingga tidak terlihat lagi dari jalan besar Yos Sudarso (Gambar 2.5). Pada awalnya penulis merasa kesulitan untuk menemukan bangunan stasiun yang tersembunyi ini karena kurangnya informasi dan penunjuk lokasi.
Gambar 2.5 – Bangunan stasiun yang tertutupi rumah warga
Pencapaian dan akses ke lokasi dapat dilihat pada gambar 2.6. Permasalahan sirkulasi di sekitar site kendaraan yang berhenti sembarangan, tidak adanya lahan parkir,
kemacetan lalu lintas kendaraan dan truk pengangkut
barang, pedestrian dan zebra cross yang tidak jelas dan tidak memadai.
25 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 – pencapaian ke lokasi
Akses menuju stasiun dapat melalui jalan kecil yang tepat berada di seberang simpang Jl. Marginda Siregar. Jalan kecil di antara rumah warga ini memiliki kondisi yang jorok dan becek, hanya setengah jalan yang menuju bangunan stasiun yang diaspal, setengah jalan lagi yang menuju Jl.Yos Sudarso merupakan jalan tanah (Gambar 2.7).
Gambar 2.7 – Kondisi akses menuju Stasiun Labuhan
Kondisi fisik bangunannya sendiri masih mempertahankan bentuk bangunan lama tanpa ada penambahan dan pengurangan yang permanen. Gaya arsitektur yang terdapat pada bangunan ini adalah gaya arsitektur kolonial yang sudah beradaptasi dengan iklim Indonesia, gaya kolonial dapat dilihat dengan
26 Universitas Sumatera Utara
jelas dari pengulangan dan irama ornament geometri pada bentuk dan fasad bangunan, gaya arsitektur yang sudah beradaptasi dengan iklim di Indonesia dilihat dari pemakaian atap perisai dan adanya teras atau selasar didepan bangunan sebagai transisi antara ruang luar dan ruang dalam (Gambar 2.8).
Gambar 2.8 – Arsitektur Kolonial-indonesia (Sumber: dzak-irah.blogspot.co.id)
Bangunan bergaya arsitektur kolonial adaptasi ini memiliki luas 4m x 28 m dengan ketinggian sekitar 5m. Bangunan menggunakan material bata dan beton dengan rangka kayu pada atap yang ditutupi dengan genteng tanah liat. Bangunan satsiun ini memiliki selasar atau teras di depan bangunan dan peron selebar 4 m pada bagian belakang bangunan yang berbatasan dengan rel kereta api. Stasiun ini memiliki 2 lintasan rel kereta api dengan status Stasiun Pembantu.
Walaupun masih berfungsi sebagai stasiun pembantu, namun kondisinya saat ini cukup terbengkalai. Cat yang sudah pudar dan beberapa material kayu pada plafon bangunan yang sudah lapuk dibiarkan begitu saja (Gambar 2.9).
27 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 – Kondisi Fisik Stasiun Labuhan
Para pengguna stasiun kereta api ini yang merupakan pertugas KA tidak lagi menggunakan pintu entrance utama untuk memasuki bangunan, tetapi menggunakan pintu yang berdekatan dengan rel. Hal ini menyebabkan bagian fasad bangunan terabaikan karena tidak digunakan lagi.
Lingkungan sekitar dan pemandangan dari bangunan stasiun ini kurang baik, yaitu bagian belakang rumah warga, ladang, dan tambak warga yang langsung berbatasan dengan dua rel kereta api. Bangunan stasiun yang juga berada dekat dengan pemukiman penduduk ini tidak diberi palang atau buffer pada rel kereta apinya, walaupun ada jarak lahan kosong antara pemukiman dan
28 Universitas Sumatera Utara
rel kereta api. Penulis menilai hal ini sangat berbahaya bagi keselamatan warga terutama bagi anak-anak penduduk sekitar (Gambar 2.10).
Gambar 2.10 – Kondisi rel kereta api Kondisi fasilitas dan keadaan lingkungan sekitar setasiun ini akan dirangkumkan dalam Tabel analisa lingkungan (Tabel 2.1). Tabel 2.1 – Analisa lingkungan, Sumber: olahan data pribadi Kondisi Streetscape area pemukiman Foto eksisting Keamanan Belum tercapai
Kenyamanan
Belum tercapai
Elemen Pejalan kaki/Pedestrian
Pohon Jalan
Tersedia Letak dan jarak belum tertata dengan rapi Tidak tersedianya batas zona untuk vegetasi dan juga pedestrian dan juga lampu jalan
29 Universitas Sumatera Utara
Lampu Jalan
Tersedia hanya saja kualitas penerangannya masih sangat minim
Letak lampu jalan masih belum mempertimbangkan skala pencahayaan Lampu jalan belum memiliki cirri khas labuhan deli
Perabot Jalan
Tersedia Kondisi: tidak memadai
Halte bus Tersedia Kondisi: buruk
Penyebra ngan Jalan
tersedia
Kondisi: tidak memadai
Signage Tidak tersedia
Tidak adanya perhatian khusus pada bangunan yang mengandung nilai sejarah tinggi di Kota Medan ini dinilai penulis terjadi karena saat ini Stasiun
30 Universitas Sumatera Utara
Labuhan
hanya
dipergunakan
sebagai
stasiun
dipo
untuk
pengecekan
pengangkutan BBM yang menyebabkan pengunjung yang mendatangi bangunan ini hanya sekitar 5-8 orang perhari, yaitu para petugas Kereta Api saja. Sebenarnya minimnya aktifitas inilah yang membuat eksisting dan kondisi bangunan ini menjadi kurang dihargai oleh masyarakat.
31 Universitas Sumatera Utara