PEREMAJAAN KAWASAN BERDASARKAN TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT PADA STASIUN RAWA BUNTU TANGERANG SELATAN Hengky Yacobson, Riyadi Ismanto, Welly Wangidjaja Jurusan Arsitektur, Universitas Bina Nusantara, Jl. K. H. Syahdan No. 9 Jakarta Barat 11480 Telp (62-21) 5345830, Email :
[email protected]
ABSTRACT Rawa Buntu was an area which have a station in there, makes this area become one of South Tangerang resident transit center. An area which known as one of the crowded in South Tangerang have a prospect for development to be a transit place and other mobile activities. This research explain some aspect which have an influence in security and comfortable of station to achieve an integrated transit area, in purpose for center of transit area as a main purpose, or to create a assembly and discussion area which will trigger economy growth in Rawa Buntu area. Data analysis was done by using the theory of Geoffrey Broadbent (1973): analysis of environmental aspects, building aspects, and human aspects. Results achieved is the concept of integrated planning and planned design in Rawa Buntu area. (HY) Keywords : Integrated Transit Area, Transportation, Transit, Rawa Buntu.
ABSTRAK Rawa Buntu merupakan salah satu kawasan dengan keberadaan stasiun di dalamnya, menyebabkan kawasan ini menjadi salah satu titik transit penduduk Tangerang Selatan untuk melakukan perjalanan ke Jakarta. Kawasan yang dikenal sebagai salah satu stasiun terpadat di Tangerang Selatan ini memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai tempat transit dan kegiatan mobilitas lainnya. Penelitian ini menguraikan aspek-aspek apa saja yang mempengaruhi keamanan dan kenyamanan suatu stasiun yang kemudian diterapkan pada kawasan Rawa Buntu sehingga dapat menciptakan kawasan transit terpadu yang lebih mengarah pada stasiun Park and Ride. Metode penelitian yang telah dilakukan adalah kualitatif. Analisa data dilakukan dengan menggunakan teori Geoffrey Broadbent (1973) yaitu: analisa aspek lingkungan, aspek bangunan, dan aspek manusia. Hasil yang dicapai adalah konsep perencanaan dan perancangan kawasan transit terpadu dan tertata yang menimbulkan dampak positif pada kawasan Rawa Buntu. (HY) Kata kunci: Kawasan Transit Terpadu, Transpotasi, Transit, Rawa Buntu
1
PENDAHULUAN Sistem Transportasi dan Komunikasi adalah kunci daripada perkembangan kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya, tetapi pada keadaan sekarang ini, sistem transportasi dan komunikasi yang kurang baik akan menyebabkan terjadinya suatu masalah. Pengaturan sistem transportasi dalam suatu pemukiman penduduk seharusnya dilakukan untuk akses yang lebih baik untuk masyarakat bekerja, berinteraksi sosial, bersantai, dan juga melakukan aktivitas ekonomi, misalnya membeli kebutuhan atau makanan dan hal ini seharusnya dilakukan ketika mengurangi dampak negatif dari sarana transportasi kepada lingkungan sekitar. Sistem transportasi di harapkan dapat meningkatkan mobilitas para penggunanya bukan malah menghambat, hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan performa dari sarana transportasi yang ada dan juga menetapkan harga dan tata tertib yang bersangkutan. (Nations, 1996) Pada daerah urban seperti Jakarta sendiri memiliki masalah, karena ruang kota yang semakin lama semakin meluas menyebabkan suburbanisasi, yaitu meluasnya ruang kota secara acak dan tidak merata ke kawasan yang ada di sekitar kota. Suburbanisasi atau urban sprawl membuat pergerakan penduduk kota semakin panjang. Pengembangan kawasan di pinggiran kota menyebabkan peningkatan biaya transportasi dan membuat penduduk yang tinggal di pinggiran kota menjadi ketergantungan dengan kendaraan pribadi. Hal ini menyebabkan kemacetan lalu lintas, peningkatan konsumsi energi, hilangnya waktu karena terlalu lama di perjalanan. Salah satu yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak urban sprawl adalah dengan mengembangkan kualitas sarana transportasi dan fungsi-fungsi di sekitar area transit agar penduduk kota beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum (Oktora, 2008). Oleh karena itu, aksesibilitas menuju fungsi-fungsi kegiatan dalam kota menjadi penting dalam mengurangi masalah yang ditimbulkan suburbanisasi. Aksesibilitas juga sangat berhubungan dengan transportasi. Penataan kota dengan konsentrasi fungsi penggunaan lahan yang berbeda antara satu kawasan dengan kawasan lain membuat fungsi-fungsi kegiatan dan fasilitas yang ada harus dapat diakses oleh semua orang, sehingga memerlukan transportasi umum yang layak. Salah satunya adalah dengan adanya transportasi massal (Carmona, 2003). Potensi untuk meningkatkan kualitas transportasi dan peforma transportasi di Jabodetabek telah terasa, menurut Eva Chairunisa (17/8/14) selaku Manajer Komunikasi PT. KAI Commuter Jabodetabek (PT. KCJ), jumlah penumpang KRL pada Juni 2014, mencapai 18.5 juta orang (rata-rata 617.014 orang per hari). Adapun jumlah penumpang pada Juni 2013 adalah 11,8 juta orang (rata-rata 393.884 orang per hari). Hal ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dari pengguna KRL. Namun fasilitas pada stasiun-stasiun di Jabodetabek sendiri, masih belum memadai, terutama stasiun-stasiun yang ada merupakan bangunan-bangunan lama, sehingga perlu adanya suatu peremajaan stasiun yang memberikan suatu manfaat yang mendukung terciptanya kenyamanan dan keamanan untuk mewadahi pertumbuhan penumpang KRL untuk 10-20 tahun ke depan. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara pihak pemerintah, pihak swasta dan masyarakat, untuk menciptakan suatu transportasi yang berkelanjutan. Upaya dalam menciptakan transportasi berkelanjutan pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat dapat bekerja sama dengan melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut (Nations, 1996) : • Mengkordinasikan penggunaan lahan dan perencanaan transportasi dalam rangka mendorong pola pemukiman spasial yang memfasilitasi akses menuju kebutuhan dasar seperti tempat kerja, sekolah, pelayanan kesehatan, tempat ibadah, barang dan jasa serta sarana rekreasi, sehingga dapat mengurangi kebutuhan untuk perjalanan. • Mendorong penggunaan kombinasi moda transportasi, termasuk berjalan kaki, bersepeda dan penggunaan kendaraan umum • Mencegah meningkatnya pertumbuhan lalu lintas kendaraan bermotor pribadi dan mengurangi kemacetan melalui kebijakan lalu lintas, perencanaan penggunaan lahan dan sarana parkir, serta menyediakan moda transportasi alternative yang efektif. Pembangunan stasiun di perkotaan dengan konsep Transit Oriented Development dirasakan sebagai jawaban, karena tingginya sirkulasi pengguna KRL dan kuantitas KRL yang cukup padat. Dengan penerapan konsep Transit Oriented Development, pengguna KRL akan lebih diarahkan untuk berpindah dari kebiasaan menggunakan transportasi dengan kendaraan pribadi, menjadi transportasi umum.
2
Implementasi Transit Oriented Development dapat menekan waktu tempuh dan biaya transportasi sehingga produktifitas masyarakat makin meningkat. Menurut Peter Newman dan Jeffrey Kenworthy dalam bukunya, Sustainability and Cities: Overcoming Automobile Dependence, investasi pada pengembangan kawasan transit akan memberikan manfaat dua kali lipat lebih banyak bagi sebuah kota dibandingkan investasi pembangunan jalan bebas hambatan. Selain manfaat ekonomi, implementasi TOD juga memberikan manfaat sosial, diantaranya adalah meningkatkan kualitas hubungan sosial antar anggota masyarakat, menciptakan suasana lingkungan yang aman dan sehat, mengurangi polusi dan ketergantungan pada mobil, mengurangi konsumsi bahan bakar tak terbarukan, mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor, mengurangi angka kecelakaan lalu lintas dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih. Disamping itu, dengan adanya kawasan transit, masyarakat memiliki ruang publik terbuka yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan berbagai aktifitas sosial bersama-sama. Menurut Deputi Gubernur DKI bidang Transportasi Soetanto Soehodho, ada tiga hal yang harus menjadi perhatian manajemen PT KAI. Pertama, peningkatan pelayanan kereta agar lebih menyebar dan tidak hanya dititikberatkan pada jalur yang ada sekarang. Kedua, meningkatkan konektivitas dengan menyediakan angkutan-angkutan lanjutan. Ketiga, stasiun KA harus menjadi titik yang menarik. Stasiun itu tidak hanya sebagai tempat naik dan menurunkan penumpang namun sebaliknya menjadi tempat aktivitas. Perkembangan fungsi stasiun didorong oleh Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1998 tentang prasarana dan sarana kereta api yang membolehkan stasiun melakukan kegiatan penunjang berupa usaha pertokoan, rumah makan, perkantoran dan/atau akomodasi. Menurut Peraturan Pemerintah No.56 tahun 2009 tentang penyelenggaraan perkeretaapian, terciptanya keamanan dan kenyamanan lingkungan stasiun merupakan bagian dari fungsi pokok stasiun. Dalam aturan tersebut dijelaskan jika stasiun diperbolehkan melakukan kegiatan usaha penunjang dengan ketentuan tidak mengganggu pergerakan kereta api, tidak mengganggu pergerakan penumpang dan/atau barang, menjaga ketertiban dan keamanan serta menjaga kebersihan lingkungan stasiun. Dari uraian ini jelas bila pengembangan fungsi stasiun tidak boleh menyalahi fungsi pokok stasiun. Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan Transit Oriented Development dan sistem transportasi serta dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Georgy L. Thomson, et al (2012) menjelaskan bahwa Tiga karakteristik berhasilnya LRT adalah penyebaran jaringan transit, kecepatan servis, dan banyak destinasi. Hugh Chapman, et al (2011) juga menjelaskan bahwa penguraian kemacetan yang signifikan dapat meningkatkan peforma ekonomi dan mereduksi polusi. Christoper D. Higgins (2014) mengungkapkan bahwa Sistem rail transit merupakan salah satu elemen tunggal yang tergolong dalam usaha pertumbuhan dan perkembangan kota jangka panjang. Ana Febrianti A.D, et al (2012) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa Kebutuhan dan kesediaan armada kota, jam keberangkatan dan ketibaan menjadi faktor pertimbangan dalam analisa angkutan kota trayek Mamboro-Manonda. Marina G.O, et al (2011) menjelaskan karakteristik transportasi merupakan pertimbangan penduduk melakukan transportasi di Papua Barat. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian: • Bagaimana penataan ruang publik pada kawasan stasiun Rawa Buntu sehingga menciptakan kawasan transit yang aman dan nyaman? • Bagaimana penataan fungsi bangunan di dalam tapak, maupun di daerah sekitar tapak dalam batasan hanya pada lingkup sirkulasi kendaraan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang ada di kawasan Stasiun Rawa Buntu? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: • Menjadikan Stasiun Rawa Buntu sebagai pusat transit pada daerah kecamatan Serpong, sehingga dapat memfasilitasi penghuni perumahan di daerah sekitar dengan aksesibilitas yang baik, baik untuk pejalan kaki, pengguna kendaraan umum (angkot dan bis) sehingga meningkatkan kepadatan dan aktivitas transit pada kawasan Rawa Buntu. • Menata fungsi ruang dan banguanan, baik di dalam bangunan, di dalam tapak, maupun di luar tapak berdasarkan kegiatan-kegiatan yang ada di kawasan Rawa Buntu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan mampu menjadi alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan di lokasi tersebut sehingga dapat turut mengembangkan kota Tangerang Selatan ke arah yang lebih baik dan menekan polusi udara akibat emisi gas dan tingkat kemacetan di daerah urban (DKI Jakarta).
Stasiun adalah Stasiun kereta api adalah tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api. Standar pelayanan minimal di stasiun kereta api paling sedikit terdapat (PM 9/2011): informasi yang jelas dan mudah dibaca mengenai:
3
• • • • • • • • • • •
nama dan nomor kereta api; jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api; tarif kereta api stasiun kereta api pemberangkatan, stasiun kereta api pemberhentian, dan stasiun kereta api tujuan; kelas pelayana; dan peta jaringan jalur kereta api; loket; ruang tunggu, tempat ibadah, toilet, dan tempat parkir; kemudahan naik/turun penumpang; fasilitas penyandang cacat dan kesehatan; dan fasilitas keselamatan dan keamanan
Transit Oriented Development Pada tahun 1992, kota San Diego mengumumkan “Transit Oriented Development Design Guidelines” yang terkenal yang diketahui sebagai TOD. Pedoman ini muncul dari City’s Mobility Planning Program yang bertujuan untuk memindahkan manusia sebaik memindahkan mobil. TOD diartikan sebagai “ sebuah komunitas mixed-use dengan rata-rata jarak berjalan kaki dari pemberhentian transit dan area pusat komersial. Desain, konfigurasi dan campuran fungsi ditekankan pada lingkungan pedestrian terpadu dan memperkuat penggunaan transportasi publik. Campuran perumahan, retail, perkantoran, ruang terbuka dan prasarana publik dengan jarak berjalan kaki yang nyaman dalam TOD, membuat penduduk dan karyawan nyaman untuk melakukan perjalanan dengan transit, sepeda atau berjalan kaki sebaik menggunakan mobil. Semua TOD memiliki sebuah pusat area komersial yang memberikan penduduk dan karyawan kesempatan untuk berjalan atau bersepeda dalam mendapatkan kebutuhan dasar dan layanan mereka.” (Corbett 1993) Menurut Peter Calthorpe, perencanaan kawasan TOD memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut: • mengorganisasikan pertumbuhan dalam level regional menjadi lebih kompak dan transit supportive. • menempatkan komersial, permukiman, perkantoran, dan fasilitas umum-sosial dalam jarak tempuh berjalan kaki dari stasiun transit. • menciptakan jaringan jalan yang ramah pejalan kaki yang menghubungkan berbagai tujuan perjalanan local. • menyediakan permukiman dengan tipe, kepadatan dan biaya yang bervariasi. • melestarikan habitat dan ruang terbuka dengan kualitas tinggi. • membuat ruang publik sebagai fokus dari orientasi bangunan dan kegiatan masyarakat. • mendorong penggunaan lahan dan redevelopment sepanjang koridor transit.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode pendekatan penelitian kualitatif. Metode penulisan menggunakan metode deduktif, yaitu dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus. Metode yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian adalah sebagai berikut: • Survei Lapangan Survey lapangan dilakukan sebagai studi pada tapak yang telah dipilih penulis, untuk mendalami masalah, baik dalam masalah sosial maupun masalah yang memiliki kaitan dengan bidang arsitektur. Survey lapangan ini juga dilakukan untuk mendapatkan informasi teknis dan peraturan yang berkaitan dengan angkutan umum, peraturan stasiun, dan rencana pengembangan Stasiun Rawa Buntu. Adapun data survey yang dibutuhkan berupa mencakup foto eksisting stasiun, lingkungan sekitar dan sirkulasi pejalan kaki dalam berpindah moda transportasi yang satu ke moda transportasi yang lainnya. • Wawancara Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak yang bersangkutan dengan tata ruang, ahli-ahli dalam perancangan stasiun dan terminal sesuai dengan batasan dan keahlian yang dimiliki oleh masingmasing narasumber. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai batas-batas desain yang bisa dilakukan pada stasiun, landuse yang sesuai dengan daerah sekitar stasiun dalam radius 750m, sedangkan wawancara dengan pengguna moda transportasi dilakukan untuk
4
•
•
mendapatkan informasi tentang kenyamanan, kekurangan dan kelebihan yang mereka rasakan pada saat berpindah dari satu moda transportasi ke moda transportasi lainnya. Observasi Observasi ini dilakukan dengan tujuan memahami secara lebih dalam perilaku pengguna moda transportai, dengan mengamati secara langsung aktivitas apa saja yang dilakukan oleh pengguna angkutan publik, aksebilitas dan sirkulasi pengguna angkutan publik pada stasiun dan terminal, maupun di luar stasiun/terminal saat melakukan pergantian moda transportasi, dilihat dari segi arsitektur. Studi Literatur Studi Literatur dilakukan untuk memahami lebih dalam bagaimana sistem transit antar moda transportasi diterapkan di dalam suatu kawasan tertentu, dengan mencari aspek-aspek apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan kawasan dengan kepadatan transit yang tinggi. Mendalami juga desain stasiun/terminal/halte yang baik dari segi arsitekrur dalam hal jenis, fungsi, sistem sirkuasi dan semua hal yang berhubungan dengan pengembangan kawasan yang memiliki kepadatan transit yang tinggi.
ANALISIS DAN BAHASAN Analisa Aspek Lingkungan Hubungan Lingkungan dengan Fungsi Tapak Fungsi-fungsi di sekitar tapak yang berpotensi terhadap tapak adalah Perumahan De Latinos, Perumahan The Green, Pavillion Residence, pemukiman warga dan exit toll BSD. Perumahan dan pemukiman warga berkaitan dengan tapak karena berpotensi menarik commuter untuk menggunakan jasa angkutan kereta api. Oleh karena itu bagian tapak memberikan akses yang mudah di beberapa bagian, sehingga akses penduduk sekitar menuju ke area tapak dapat menggunakan semua moda transportasi yang memungkinkan pada daerah tersebut, seperti bis, angkutan kota, taksi, ojek, kendaraan pribadi dan jalan kaki. Exit toll BSD menunjukkan bahwa pada daerah ini memiliki potensi untuk dijadikan pusat kegiatan, karena kemudahan akses yang ada pada daerah ini.
Gambar 1. Pengaruh potensi lingkungan sekitar terhadap tapak
Sirkulasi di Sekitar Tapak dan dalam Tapak Pola sirkulasi yang sesuai dalam penataan kawasan pelabuhan perikanan ini adalah pola triplet, yaitu pemisahan jalur masuk antara jalur kendaraan, jalur pejalan kaki dan jalur servis. Pemisahan jalur sirkulasi antara pengunjung dan servis bertujuan agar sirkulasi servis tidak mengganggu sirkulasi pengunjung. Pemisahan jalur sirkulasi antara kendaraan dan pejalan kaki bertujuan untuk menghindari crossing yang mengganggu kenyamanan pejalan kaki. Sirkulasi dalam tapak dibagi menjadi 3 yaitu pejalan kaki dan sepeda, kendaraan commuter (pribadi maupun umum), dan kendaraan servis meliputi kendaraan servis komersial maupun servis wisata. Sirkulasi pejalan kaki merupakan penghubung antara sirkulasi kendaraan, dengan kejelasan berupa perbedaan peil dan bahan. Sirkulasi pengguna sepeda merupakan salah satu sirukulasi utama yang perlu dipertimbangkan, dengan kejelasan berupa peil dan bahan, serta kemudahan akses dari dan ke jalan raya.
5
Gambar 2. Sirkulasi di dalam tapak Sistem transportasi yang akan diterapkan dalam tapak sebagai upaya pembangunan berkelanjutan adalah transportasi publik, bersepeda, dan berjalan kaki. Keberadaan angkutan umum di sisi timur tapak berpotensi menyediakan transportasi publik sebagai sarana pencapaian pengguna kereta api dan pekerja untuk ke dalam tapak maupun ke luar tapak, tetapi akan lebih baik lagi bila diakomodasi ke dalam tapak, di samping itu akses kendaraan umum yang relatif mudah, menyebabkan perilaku penumpang yang akan lebih memilih menggunakan kendaraan umum, sehingga tidak menyebabkan kemacetan di jalan raya dan meningkatkan intensitas pengguna angkutan umum. Selanjutnya terdapat bicycle rent area berupa tempat peminjaman sepeda yang digunakan untuk mengelilingi kawasan bagi penggemar gowes maupun bagi pengunjung yang malas berjalan kaki. Tempat parkir sepeda juga tersebar di titik-titik peristirahatan seperti daerah festival, komersial, retail dan jajanan kuliner, maupun di daerah pameran cagar budaya.
Gambar 3. Skema sistem transportasi dalam kawasan Kapasitas parkir yang tersedia pada tapak akan dipertahankan sesuai kondisi eksisting, tetapi kapasitas tersebut nantinya akan lebih dikembangkan sebagai penunjang dari aktivitas komersil/rekreasi, karena akomodasi untuk pengunjung yang berorientasi transit/bisnis, akan lebih diakomodasi dengan kendaraan bis/angkot, sehingga tidak terjadi peningkatan pengguna kendaraan pribadi. Pengunjung stasiun dapat melakukan transit ke kereta api dengan menggunakan sepeda atau berjalan kaki, kenyamanan akses di dalam tapak akan diakomodasi dengan ketersediaan pedestrian dan jalur sepeda yang memungkinkan pejalan kaki dan orang yang bersepeda untuk mengakses semua area tapak, sedangkan untuk akses kendaraan pribadi, akan lebih di tempatkan pada bagian depan, sehingga tidak menimbulkan sirkulasi yang berlebihan pada kendaraan pribadi dalam tapak.
Zoning dalam Tapak Kegiatan utama dalam tapak dapat dikelompokkan secara umum sebagai berikut, yaitu kegiatan transit, kegiatan penerima pengunjung, kegiatan loading barang, kegiatan rekreasi, dan komersil. Alur dari kegiatan tersebut dapat dilihat pada gambar 4. Penataan zoning dalam tapak, selain berdasarkan skema alur kegiatan juga berdasarkan analisa-analisa sebelumnya, seperti analisa potensi sekitar tapak, sirkulasi, dan sebagainya.
6
Gambar 4. Skema alur kegiatan secara umum dan penataan zoning dalam tapak
Potensi pengembangan stasiun dan Keberlanjutan Kondisi stasiun sendiri merupakan stasiun yang melayani keberangkatan dan ketibaan pada kereta api Commuter Line, tetapi masih ada kereta api ekonomi yang melalui lintasan Rawa Buntu, melihat padatnya keberangkatan Commuter Line yang mencapai 71 kali keberangkatan dan ketibaan, ditambah dengan banyaknya kereta api kelas ekonomi yang melintas langsung pada daerah ini, maka diperlukan suatu fasilitas untuk mencairkan kepatan yang terjadi dan untuk menghindari antrian Commuter Line. Maka perlu dipertimbangkan berbagai akses gate in dan gate out pada stasiun dan peletakkannya, sehingga commuter memiliki banyak alternative akses. Pertimbangan lain agar stasiun ini bisa dipakai untuk jangka waktu yang lama, bila memberikan akses yang baik dan kapasitas parkir yang lebih dari keadaan eksisting, maka yang akan terjadi adalah peningkatan pengguna kendaraan pribadi, sehingga terjadi kepadatan yang berlebihan dan kapasitas parkir yang dirancang, tidak mencukupi, maka untuk mendukung konsep Transit Oriented Development, dirancanglah akses yang baik untuk kendaraan umum dan juga penumpangnya, sehingga commuter akan berangsur-angsur berpindah dari yang awalnya menggunakan kendaraan pribadi menjadi kendaraan umum, maka perlu juga dipertimbangkan letak halte yang baik dan sirkulasi bis, serta bus bay, sehingga fungsi tapak sebagai stasiun akan lebih terjaga.
Analisa Aspek Manusia Pelaku Kegiatan dalam Tapak Peremajaan kawasan stasiun bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pengunjung saat melakukan transit, sehingga kegiatan di dalam tapak bisa multiguna dan padat. Pengunjung yang dimaksud dalam analisa serta perancangan ini adalah : pengunjung yang menggunakan kendaraan pribadi, pengunjung yang menggunakan kendaraan umum dan pengunjung yang berjalan kaki., sementara yang termasuk sebagai pengunjung kawasan Stasiun Rawa Buntu adalah : commuter, pengunjung komersil dan pengunjung rekreasi.
Jenis dan Waktu Kegiatan Lokasi tapak berada di daerah Rawa Buntu yang merupakan daerah stasiun dan daerah transit paling padat pada kawasan Tangerang Selatan. Potensi lingkungan tapak adalah kepadatan pengunjung yang menggunakan moda transportasi kereta api dan intensitas kereta api yang hampir 24 jam. Keberangkatan kereta api paling pagi adalah pada pukul 04.48 WIB dan ketibaan kereta api yang paling malam adalah 00.03 WIB, untuk jumlah keberangkatannya sendiri mencapai 71 kali demgam ketibaan yang juga 71 kali. Kondisi ini memberi peluang target pengunjung stasiun yang berasal dari semua kalangan, baik menegah bawah, menegah, maupun menengah atas.
Luasan Ruang Hasil analisa kebutuhan ruang yang didapat kemudian dianalisa lebih lanjut untuk mendapatkan luasan ruang. Berdasarkan tabel program ruang, diketahui perkiraan luasan yang dibutuhkan : Luas lahan makro = 32.000 m2 Luas lahan yang boleh dibangun = 19.200 m2 Luas lantai yang boleh dibangun = 128.000 m2
7
Banyak lantai yang boleh dibangun = 8 lantai Luas lantai bangunan = 21.881 m2 (lebih 1.2%) Banyak lantai bangunan = 4-8 lantai
Kebutuhan Parkir Hasil analisa kebutuhan ruang yang didapat kemudian dianalisa lebih lanjut untuk mendapatkan luasan ruang. Perhitungan kebutuhan luasan ruang diambil berdasarkan atas beberapa pertimbangan : Program pengembangan Stasiun Rawa Buntu yang disusun oleh Kantor Pusat KAI di Bandung, Petugas Perkeretaapian, Pengguna moda transportasi kereta api., Keadaan eksisting tapak, Perkiraan pengunjung kereta api adalah 8.000 orang per hari (gate in dan gate out) pada tahun 2015, menurut rencana PT.KCJ, target pada tahun 2019 adalah 2x dari tahun 2015, maka perkiraan pengunjung kereta api pada tahun 2025 adalah ±22.000 orang per hari, dimana pengunjung efektifnya adalah 60%, maka pengunjung efektif pada tahun 2025 mencapai 13.200 orang per hari, Pertimbangan penggunaan ruang, Kebutuhan luasan ruang berdasarkan standar pada umumnya dan Data Arsitek, Kebutuhan ruang yang telah dianalisa pada subbab sebelumnya, dan beberapa pertimbangan yang mendasar lainnya. Jumlah parkir untuk kendaraan pribadi diminimalisir, baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat, untuk mencegah perilaku commuter berkendara ke wilayah tapak, walaupun masih dapat dijangkau dengan bersepeda ataupun dengan angkutan umum. Kapasitas parkir dibuat dengan pertimbangan: perkembangan pengguna commuter untuk 2025, pergeseran pencapaian stasiun dengan kendaraan umum, dan karakteristik commuter dalam mencapai tapak. Maka dari pertimbangan-pertimbangan di atas, kapasitas parkir yang disediakan mencapai 1000 lot mobil dan 750 lot motor, yang akan mengakomodasi 6500 commuter, dengan prediksi pengguna efektif mencapai ±13.200 orang per hari, maka 6.700 commuter lainnya merupakan pengguna moda transportasi umum, pejalan kaki dan pengguna sepeda.
Transit Oriented Development •
•
•
•
•
Beberapa aspek yang penting dan perlu dipertimbangkan dalam aspek TOD yaitu: Pedestrian ways, yaitu perencanaan kawasan yang memprioritaskan pejalan kaki. Potensi pada tapak berupa Memiki aksesibilitas berupa tangga dari jalan arteri sekunder dari ke dua jalur jalan menuju tapak. Hambatan dalam tapak berupa Pedestrian di dalam tapak belum diolah dengan baik, sehingga dapat diambil kesimpulan yaitu Sudah ada fasilitas yang baik, sehingga perlu diberi akomodasi yang lebih, agar pejalan kaki bisa mengakses seluruh tapak dengan berjalan, dengan penerapan langkah desain Dibuat pedestrian yang memadai sesuai dengan standar pemerintah dan kebutuhan. Transit Center, yaitu Pusat transit menjadi fitur penting dari pusat kota, Potensi pada tapak berupa Stasiun Rawa Buntu digunakan oleh lebih dari 8000 penumpang per hari. Hambatan dalam tapak berupa Kurang memadainya fasilitas penunjang seperti toilet., sehingga dapat diambil kesimpulan yaitu Stasiun Rawa Buntu memiliki potensi sebagai Transit Center dengan pengolahan yang baik., dengan penerapan langkah desain Peremajaan Stasiun sesuai dengan kebutuhan dan pengembangan ke arah mix-use. Mixed-use, yaitu Sebuah node regional yang terdiri atas campuran kegunaan dari hunian, kantor, pertokoan, dan area publik, Potensi pada tapak berupa Stasiun telah memiliki infrastruktur untuk dikembangkan menjadi sebuah stasiun transit dengan fungsi mixed-use. Hambatan dalam tapak berupa Belum terolahnya fungsi mixed-use pada stasiun, sehingga dapat diambil kesimpulan yaitu Stasiun Rawa Buntu memiliki potensi pengembangan ke arah stasiun besar, tetapi perlunya penataan yang baik, agar setiap kegiatan tidak saling tumpang tindih., dengan penerapan langkah desain Setiap fungsi memiliki ruang transit bersama, sehingga menjaga fungsi tiap keegiatan. Connectivity, yaitu Pengembangan berkualitas tinggi dimana dapat mengitari kawasan sekitar halte transit dengan waktu 10 menit. Potensi pada tapak berupa Memenuhi ciri connectivity. Hambatan dalam tapak berupa Connectivity di dalam tapak sendiri masih kurang, sehingga dapat diambil kesimpulan yaitu Untuk mengitari kawasan sekitar stasiun dengan waktu 10 menit telah tercapai, tetapi untuk di dalam tapak, belum tercapai, karena belum ada aksesibilitas.., dengan penerapan langkah desain Membuat desain agar bagian tapak sebelah utara dan selatan terhubung dengan baik. Transportation Support, yaitu Terdapat angkutan pendukung seperti bus, kereta,dan lain-lain. Potensi pada tapak berupa Stasiun Rawa Buntu memiliki beberapa angkutan umum yang melewati area ini.. Hambatan dalam tapak berupa Angkutan umum tersebut belum terhubung sepenuhnya dengan stasiun, sehingga menyebabkan kemacetan pada jalan utama., sehingga
8
•
•
dapat diambil kesimpulan yaitu Stasiun Rawa Buntu memiliki akses yang kurang baik dengan angkutan umum, dengan penerapan langkah desain Disediakan halte untuk angkutan umum yang ada. Bike Ways, yaitu Didesain untuk penggunaan sepeda dalam kawasan. Potensi pada tapak berupa Sudah ada beberapa commuter yang menggunakan sepeda untuk mencapai tujuan dari Stasiun Rawa Buntu. Hambatan dalam tapak berupa Belum ada jalur khusus sepeda yang nyaman sehingga pengguna sepeda masih sedikit, sehingga dapat diambil kesimpulan yaitu Sepeda akan diminati apabila tersedia jalur yang memadai., dengan penerapan langkah desain Dibuat jalur khusus sepeda yang nyaman dan sesuai standar.. Parking, yaitu Mengurangi dan mengelola parkir di dalam kawasan. Potensi pada tapak berupa Sudah ada tempat parkir yang cukup memadai di stasiun Rawa Buntu, hambatan dalam tapak berupa Kapasitas tersebut hanya cukup untuk parkir para commuter, sehingga menyebabkan kemacetan pada jalan utama., sehingga dapat diambil kesimpulan yaitu Untuk mendukung konsep TOD, perlu dikunci kapasitas parkir eksisting agar pemanfaatan lahan bisa diarahkan kepada aktivitas lain yang lebih bermanfaat., dengan penerapan langkah desain Merancang alur mobil keluar masuk area parkir dan gedung parkir (bila diperlukan).
Analisa Aspek Bangunan Gubahan Massa Bangunan Pendekatan gubahan massa merujuk pada 7 kriteria Transit Oriented Development, mulai dari pedestrian ways, transit center, connectivity, mixed-use, transportation support, bike ways dan parking. Zoning dan peruntukkan dirancang mempertimbangkan analisis manusia dan lingkungan, sehingga kesimpulan dari analisa gubahan massa di atas adalah penempatan massa-massa bangunan berdasarkan ketinggian bangunan dan keterkaitan antar ruang dan gubahan massa yang nantinya terbentuk memiliki sifat dinamis dengan pendekatan menyerupai bentuk-bentuk stasiun bertaraf pusat transit dan sejenisnya.
Gambar 5. Zoning dan pembagian fungsi bangunan
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Fungsi tapak secara garis besar adalah transit., saat ini fungsi kegiatan transit dalam tapak sudah menunjukan potensi sebagai salah satu pusat transit pada kota Tangerang Selatan ditambah dengan telah terbangunnya infrastruktur untuk dikembangkan sebagai kawasan transit terpadu, namun potensi-potensi lain yang mungkin terjadi, belum dimunculkan dan diolah secara maksimal. Sementara untuk keadaan dalam tapak belum mencitrakan ikon transit yang menarik dan nyaman untuk dikunjungi. Secara umum tapak dibagi menjadi dua pusat sirkulasi kendaraan, yaitu zona utara dan zona selatan. Entrance untuk kendaraan pribadi dipusatkan pada timur laut tapak, begitu pula Exit sehingga sirkulasi kendaraan pribadi terpusat pada satu sisi tapak, Entrance untuk kendaraan umum, servis, dan
9
bermotor diarahkan bada tenggara tapak, tetapi Exit menyatu dengan kendaraan pribadi, hal ini ditimbang dari sirkulasi kendaraaan pribadi yang lebih padat di pagi hari dibanding sore hari (karena adanya penambahan fasilitas yang terjadi, sehingga commuter akan lebih lama berada di dalam tapak). Sistem transportasi yang akan diterapkan dalam tapak sebagai upaya pembangunan berkelanjutan adalah transportasi publik, bersepeda, dan berjalan kaki. Sirkulasi yang paling diutamakan dalam tapak adalah pejalan kaki, yaitu dapat menjangkau semua bangunan. Lebar jalur pejalan kaki yang digunakan adalah 1.75meter dan lebar jalur sepeda 1.5meter, yang terletak di kedua sisi setiap jalan dalam kawasan.
Gambar 6. Pencapaian, sirkulasi, zoning dalam tapak hasil analisa Analisa aspek manusia dimulai dari menentukan pelaku, jenis, dan waktu kegiatan dalam tapak. Selanjutnya diperoleh ruang-ruang yang dibutuhkan oleh pelaku kegiatan beserta sifat dan hubungan ruang. Luasan ruang diperoleh dari studi pustaka terhadap standar ukuran ruang dan data yang diperoleh dari pihak pengelola kawasan. Berdasarkan program ruang, diketahui perkiraan luas lantai bangunan yang dibutuhkan yaitu 21.881,125 m2, sementara berdasarkan KDB dan KLB, luas lantai yang boleh dibangun pada lahan 3.20 ha adalah 19.200 m2. Sehingga memenuhi syarat untuk pembangunan, tetapi perlu dipertimbangkan aspek keberlanjutan, sehingga diperlukan ruang terbuka yang luas, sehingga penyebaran kepadatan tidak hanya terjadi pada satu lantai bangunan, tetapi juga lapis bangunan lainnya juga, yang pada akhirnya menyebarkan kepadatan dan juga memberikan ruang untuk dijadikan ruang terbuka hijau, untuk KLB pada tapak adalah sebesar 4.0 atau 128.000m2.
Gambar 7. Pembagian Zoning perlantai
10
Berdasarkan analisa aspek gubahan massa berdasar kegiatan mixed-used di dalam tapak, didapatkan bentuk bangunan-bangunan yang mengambil analogi bentuk-bentuk pada kereta api dan juga beberapa bangunan mengadopsi arsitektur eksisting sebagai bentuk pelestarian cagar budaya. Massa bangunan ditata sedemikian rupa agar tetap terlihat menyebar, walaupun dalam kapasitasnya adalah padat, maka tersusunlah ke dalam tiga tingkatan massa bangunan untuk menyebarkepadatan yang terjadi di dalam tapak.
Gambar 9. Gubahan Massa
Saran •
•
• • •
Untuk pengembangan hasil penelitian berikutnya adalah mengadakan survey lapangan secara langsung untuk mengetahui keadaan eksisting kawasan dan sekitarnya, karena perlu dilihat seberapa potensial suatu stasiun untuk dikembangkan sebagai suatu kawasan pusat transit, mixed-used, dengan melihat dan mempertimbangkan aspek dari Transit Oriented Development, seperti pedestrian ways, transit center, mixed-used, connectivity, transportation support, bike ways, dan parking. Dalam peremajaan kawasan berdasarkan Transit Oriented Development, sebaiknya tidak menghilangkan fungsi lahan eksisting dan menggali potensi fungsi lain, agar kawasan tersebut menjadi pusat transit terpadu dan mixed-use. Memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam mengumpulkan data dan melakukan penelitian sehingga didapat hasil penelitian yang optimal. Fokus dalam memilih objek penelitian sehingga proses penelitian terarah dan hasil penelitian dapat berguna. Meneliti secara mendalam aspek Transit Oriented Development, sebelum menerapkan konsep tersebut ke dalam tapak.
REFERENSI Alwi, H. d. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Edisi 3). Jakarta: Balai Pustaka. Black, W. (2010). Sustainable Transportation: Problems and Solutions. New York: The Guilford Press. Carmona, M. H. (2003). Public Places-Urban Spaces:the Dimension of Urban Design. Burlington: Architectural Press. Ching, F. D. (2007). Architecture--form,space, & order--3rd ed. New Jersey: John Willey & Sons, Inc. Daniel E. Williams, F. (2007). Sustainable Design. Canada: John Wiley & Sons.
11
Keeler, M. B. (2010). Fundamentals of Integrated Design for Sustainable Building. USA: John Wiley & Sons, Inc. Krieger, A., & Saunders, W. S. (2009). Urban Design. United States of America: the Regents of University of Minnesota. Meyer, M. D., & Miller, E. J. (2000). Urban Transportation Planning. New York: McGraw-Hill. Moughtin, C. S. (2005). Urban Design: Green Dimensions. Great Britain: Architectural Press. Rahardjo, A. (2010). Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Jakarta:: PT. Graha Ilmu. Schiller, P. E. (2010). An Introduction to Sustainable Transportation: Policy, Planning and Implementation. United Kingdom: The Cromwell Press Group. Statistics, U. B. (2009). National Transportation Statistics 2009. Washington DC: U.S. Departement of Energy. Thomas, R. (2003). Sustainable Urban Design. New York: Spon Press. Tiesdell, S., & Adams, D. (2011). Urban design in th real estate development process. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.
RIWAYAT PENULIS Hengky Yacobson lahir di kota Pemangkat pada tanggal 29 September tahun 1994. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang arsitektur pada tahun 2015.
12