BAB II ASPEK HUKUM PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING PADA PERUSAHAAN PATUNGAN (JOINT VENTURE COMPANY)
A. Sejarah Penanaman Modal di Indonesia 1.
Masa Orde Lama (1949-1967) Penanaman modal asing dan domestik diIndonesia telah mengalami
perubahan dari waktu ke waktu.Pemerintah telah memberikan perhatian secara khusus bahkan dimulai sebelum orde baru. Pada tahap awal, pengaturan mengenai penanaman modal ini mengalami hambatan, yaitu adanya anggapan masyarakat bahwa dengan masuknya modal asing ke dalam negeri justru akan memperhambat pertumbuhan ekonomi rakyat karena akan memeras bangsa dan sumber-sumber kekayaan alam Indonesia. Ketika kembali ke negara kesatuan RI pada tahun 1950 dan memberlakukan Undang-Undang Dasar 1950, mulailah dilakukan evaluasi terhadap peranan penanam modal asing di Indonesia pada waktu yang lalu. Hasil dari evaluasi tersebut adalah sebagai berikut: 26 a. Peranan penanaman modal asing selama ini tidak mampu meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia yang pada saat itu pendapatan per kapitanya hanya mencapai US$50 dengan tingkat buta huruf 90%. b. Modal
asing
selama
ini
hanya
menimbulkan
perekonomian Indonesia.
26
Ana Rokhmatussa’dyah & Suratman, Op.Cit., hlm. 15.
distorsi
terhadap
c. Penanaman modal selama ini terlalu membatasi pengusaha Indonesia pada industri kecil dan kerajinan saja. d. Modal asing selama ini mengecualikan bangsa Indonesia dari kegiatan bisnis di bidang perdagangan, keuangan, dan pengangkutan. Kebijakan tersebut mengalami kegagalan, di mana kebijakan tersebut tidak dapat
mengangkat
kaum
pribumi
secara
keseluruhan,
tetapi
hanya
menguntungkan sebagian masyarakat karena praktik korupsi dan nepotisme. Di samping itu juga, banyak muncul perusahaan-perusahaan “Ali Baba” munculnya golongan menengah baru yang diharapkan tidak tercapai, terjadinya in-efisiensi secara administratif, tidak berkembangnya kemampuan bisnis pengusaha pribumi serta gagalnya alih teknologi. 27 Pada tahun 1958 ditetapkan Undang-Undang di bidang penanaman modal guna mengundang partisipasi modal asing dalam mempercepat akselerasi pembangunan. Dalam Undang-Undang tersebut ditawarkan insentif bagi investor, yaitu: a. Pengurangan pajak impor. b. Pengecualian atas pajak meterai (stamp duties). c. Pencegahan pajak ganda. d. Jaminan atas pengalihan keuntungan dan modal. e. Jaminan tidak akan dilakukan nasionalisasi selama jangka waktu 20-30 tahun.
27
Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm. 41.
Sementara itu, kewajiban yang dibebankan kepada investor hanya meliputi kewajiban mendidik dan mempekerjakan tenaga kerja lokal serta sedikit mungkin menggunakan tenaga kerja asing. Pada tahun 1961, Presiden Soekarno memberlakukan Undang-Undang Pembangunan Ekonomi Semesta yang dipersiapkan oleh Dewan Perencanaan Nasional pimpinan Mr. Moh Yamin, yang isinya membedakan antara proyekproyek yang dapat dilakukan oleh warga negara Indonesia. Kebijakan ini bergantung pada modal asing karena substansinya menetapkan bahwa modal proyek yang dilakukan oleh warga negara Indonesia diperoleh dari penyisihan keuntungan proyek yang didanai oleh investor asing.Kebijakan ini berakibat terjadinya penyitaan dan pengambilalihan aset-aset asing di Indonesia yang terus berlangsung sampai tahun 1965 yang merugikan investor
asing.Akibatnya
perekonomian
nasional
menjadi
merosot
dan
kemisikinan merajalela sehingga menciptakan situasi kondusif bagi kaum komunis yang mengambil alih pemerintah dengan G30SPKI yang akhirnya ditumpas dan melahirkan era orde baru. 28 Dalam usaha pengaturan penanaman modal asing, pemerintah Orde Lama untuk pertama kalinya membuat rancangan undang-undang penanaman modal asing ( RUU PMA) pada tahun 1952 pada masa kabinet Ali Sastromidjojo I, untuk kedua kalinya pada masa Ali Sastromidjojo II pada tahun 1953, namun RUUPMA ditolak oleh parlemen. Kemudian barulah pada tahun 1958 pada masa kabinet Karya, pemerintah bersama-bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
28
Ibid., hlm. 44.
mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing Nomor 78 Tahun 1958, kemudian dalam perjalanannya diperbaharui dengan Undang-undang Nmor 15 Tahun 1960 yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1965 serta diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967. 2.
Masa Orde Baru (1967-1998) Momentum awal mengalirnya arus penanaman modal di Indonesia dimulai
pada masa Orde Baru.Masa ini ditandai dengan telah diundangkannya UUPMA dan diangkatnya Suharto menjadi Presiden pada tanggal 11 Maret 1967 menggantikan Sukarno serta diundangkannya UUPMDN.Keberadaan kedua undang-undang ini memberikan kesempatan kepada pemodal asing dan domestik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.Sejak saat itu angka penanaman modal asing di dalam negeri menunjukkan kenaikan. Namun, sampai lima tahun pertama diberlakukannya Undang-undang Penanaman Modal Asing Tahun 1967, kegiatan penanaman modal asing hanya bertumpu pada dua bidang industri, yaitu: 29 a. Industri sekunder yang terdiri dari barang konsumen serta produk pengganti import, dan b. Industri yang berbasis sumber daya alam seperti minyak, pertambangan, dan kehutanan. Memasuki dua belas tahun pertama (1967-1979), terdapat keterbatasan dalam kegiatan penanaman modal asing, yaitu realisasi investasi cukup rendah (sekitar 42%) nilai investasi per kapita cukup rendah (US$ 1.80) dan terjadinya kecendrungan penurunan investasi dari tahun 1975-1979 yang disebabkan faktor-
29
Ibid., hlm. 53-57
faktor buruknya implementasi ketentuan-ketentuan di bidang penanaman modal, lamanya birokrasi dalam rangka memperoleh izin penanaman modal asing yang ditawarkan oleh pemerintah. 30 Strategi yang digunakan dalam menarik investasi asing yang terdapat dalam UUPMDN adalahdengan menawarkan berbagai bentuk intensif salah satunya intensif dibidang perpajakan yang dikenal dengan tax holiday dan fasilitas serta jaminan-jaminan agar melakukan investasi di Indonesia dan memagari kegiatan para investor asing agar tetap terkendali dan tidak bertentangan dangan kepentingan nasional.Bentuk-bentuk insentif di bidang perpajakan yang dikenal dengan tax holiday adalah: 31 a. Pembebasan atas pajak perseroan bagi proyek-proyek prioriyas untuk jangka waktu tertentu. b. Pembebasan atas pajak dividen untuk suatu jangka waktu tertentu. c. Pembebasan atas pajak meterai. d. Allowance atas investasi yang dipotong setiap tahun atas keuntungan sebelum pajak yang berlau untuk empat tahun pertama. e. Kerugian yang dapat dikompensasikan. f. Penyusutan yang diperepat atas aset tetap. g. Bentuk-bentuk privilege lain di bidang perpajakan apabila dipandang kegiatan investasi itu sangat penting. h. Pembebasan pajak impor atas aset tetap seperti mesin, peralatan dan suku cadang yang diperlukan untuk kepentingsn operasional. 30
Ibid., hlm. 45. Ibid.
31
i. Pembebasan atas pajak kekayaan. Seiring dengan perkembangannya ternyata intensif dalam bidang tax holiday ini tidak dapat berjalan sebagaimana diharapkan dan akhirnya dihapuskan berdasarkan pada ketentuan Ordonansi Pajak Perusahaan tahun 1925 karena intensif dibidang tax holiday ini memakan biaya awal yang harus dikeluarkan terlalu besar dan rantai birokrasi yang terlalu panjang sehingga dirasakan memberatkan investor asing. Selain itu, keputusan sidang kabinet tahun 1974 menetapkan kebijakankebijakan dalam upaya menarik investor, yaitu: 32 a. Memperkenalkan pengelolaan perusahaan oleh personil asing. b. Menjamin transfer modal dan keuntungan sesuai dengan mata uang yang dikehendaki. c. Jaminan untuk tidak melakukan tindakan nasionalisasi, kecuali dalam keadaan-keadaan khusus dan kompensasi yang layak, efektif, dan segera. Keterbukaan dan liberalisasi ekonomi pada masa Orde Baru khususnya pada era 1980-an telah melonjakkan arus investasi swasta di Indonesia. Sayangnya hal tersebut tidak dibarengi dengan penetapan restriksi oleh pemerintah agar pertumbuhan ekonomi tetap dapat diimbangi dengan distribusi yang merata kepada ketentuan-ketentuan ekonomi di luar lingkaran kekuasaan dan kroni-kroninya. Menurut J.A. Winters, kesalahan kebijakan liberalisasi pemerintahan Orde Baru adalah
32
Ibid., hlm. 46.
a. deregulasi perbankan 1998, b. paket deregulasi 1995, c. paket deregulasi dibidang tekstil, bubur kayu, kayu lapis, dan elektonok, d. tinggi tingkat bunga SBI yang mencapai rata-rata diatas 10%; dan e. biaya ekonomi tinggi. Kesalahan tersebut menimbulkan keadaan sebagai berikut: a. Bank Indonesia kehilangan kendali atas sistem moneter di Indonesia. b. Pihak swasta dan modalnya menggantikan peran negara sebagai pengatur ekonomi mikro. c. Beban utang negara besar sehingga kejutan-kejutan sekecil apa pun ataupun pelarian modal dapat berakibat fatal. d. Liberalisasi yang dilakukan setengah-setengah hanya menguntungkan segelintir orang yang mengontrol modal. 33 3.
Masa Setelah Krisis Ekonomi (1998- sekarang) Keadaan perekonomian Indonesia semakin terpuruk pada saat terjadinya
krisis ekonomi global yang mengakibatkan terjadinya krisis moneter pada tahun 1997.Penyebab krisis tersebut adalah perilaku bisnis yang kurang bertanggung jawab, yaitu berperilaku buruk dalam menjaga perekonomian Indonesia.Krisis tersebut telah mengubah keadaan dari krisis ekonomi menjadi krisis kepercayaan.Kurangnya kepercayaan masyarakat dan dunia luar terhadap elite politik dan elite politik orde baru disebabkan oleh perilaku yang kurang bertanggung jawab tadi telah mengakibatkan kerugian amat besar pada
33
Ibid., hlm. 48.
masyarakat dan dunia luar yang pada akhirnya menggeregoti dunia dan administrasi bisnis. Dalam kondisi demikian, banyak investor yang lari dari Indonesia ke negara-negara lain. Krisis tersebut telah memberikan pelajaran yang cukuk berharga bagi bangsa Indonesia dan memaksa Indonesia untuk melakukan perubahan di mana ekonomi, politik, sosial, dan hukum mengalami transformasi dan reformasi menuju kepada suatu sistem baru yang diharapkan akan lebih berkeadilam, andal, dan berkelanjutan. Hal ini dilakukan karena lambannya pemulihan ekonomi sebagai akibat kinerja investasi yang buruk yang disebabkan sejumlah permasalahn yang mengganggu pada setiap tahapan penyelenggaraan.Kegiatan tersebut menyebabkan lesunya kegiatan investasi baru yang memengaruhi daya saing produk Indonesia di pasar dalam negeri maupun luar negeri. 34 Kemudian pada masa reformasi arus investasi ke Indonesia mengalami penurunan. Hal ini dapat diketahui dari sedikitnya jumlah investasi yang masuk.Tahun
1997
menjadi
awal
bagi
pertumbuhan
negatif
investasi
asing.Kemudian, tahun 1999 menorehkan catatan buruk bagi investasi dengan terjadinya defisit investasi yang terus berlanjut hingga tahun 2003.Defisit FDI tahun 2002 tercatat sebesar US$ 1,5 miliar. Dibandingkan dengan negara-negara Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) lainnya, aliran investasi yang masuk ke Indonesia sangat minim, sedangkan negara lain masih menikmati aliran investasi asing yang positif kendati terimbas krisis. Thailand misalnya, setelah krisis yang melanda negara ini, sekarang dibanjiri oleh investasi asing dari
34
Ibid., hlm. 48.
perusahaan multinasional, seperti otomotif dan elektronika. Honda, Nissan, Isuzu, Ford, dan berbagai perusahaan lain yang menjadikan Thailand sebagai basis industrinya di ASEAN. 35 Terjadinya krisis tersebut telah memberikan sebuah pelajaan yang sangat berharga bagi kemajuan bangsa Indonesia dan memaksa Indonesia untuk berubah di mana ekonomi, politik, sosial, dan hukum mengalami transformasi dan reformasi menuju kepada suatu sistem baru yang diharapkan dapat membawa Indonesia keluar dari keterpurukannya. Diperlukannya pengaturan pemerintah terhadap penanaman modal dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap penanaman modal yang dilaksanakan di Indonesia agar dapat berperan dalam pembangunan nasional. Dengan kata lain, kebijaksanaan penanaman modal baik asing maupun dalam negeri, ditetapkan berdasarkan pemikiran bahwa kegiatan penanaman modal harus dapat memberikan kontribusi untuk memperkuat dan memperkukuh struktur perekonomian nasional. Dengan kata lain, adanya berbagai pengaturan terhadap penanaman modal tidak lain dimaksudkan untuk lebih memberi peluang yang lebih luas kepada para penanam modal dalam melaksanakan kegiatannya melalui dukungan iklim penanaman modal yang kondusif. Upaya pemerintah dibawah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono untuk menarik modal asing sebanyak-banyaknya ke Indonesia yaitu Presiden mengeluarkan undang-undang mengenai penanaman modal, yang baru karena dirasa undang-undang penanaman modal yang lama tidak dapat menarik penanam
35
Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm. 35-36.
modal. Lahirnya UUPM yang baru memang sangat diperlukan.Ini adalah titik baru pertumbuhan penanaman modal di Indonesia. Alasannya adalah sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997 hingga saat ini pertumbuhan penanaman modal langsung, terutama dari luar negeri masih relatif sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang juga terkena krisis yang sama pada waktu itu. Jika Indonesia tidak berhasil menarik penanam modal asing, pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang lebih tinggi dari pada sekarang ini sekitar 6,5% tidak akan tercapai. Indonesia juga membutuhkan modal asing untuk alih teknologi dan pengetahuan lainnya dan untuk mendukung upaya peningkatan ekspor. 36 Isinya UUPM ini telah mencakup semua aspek penting dalam berinvestasi, seperti persoalan pelayanan, koordinasi,fasilitas, hak dan kewajiaban investor, ketenagakerjaan
dan
sektor-sektor
yang bisa dimasuki
investor
dalam
menjalankan bisnisnya. Disamping itu untuk mendukung kelancaran penanaman modal dalam memacu pertumbuhan penanaman modal, khususnya modal asing ke Indonesia telah pula dilakukan berbagai deregulasi di bidang keuangan, perhubungan, dan perdagangan, serta perindustrian di antaranya diperbolehkannya pemilikan saham oleh pihak asing, pengaturan tata niaga, peningkatan efisiensi dalam perhubungan laut, khususnya dalam penetapan pelabuhan bebas, bea masuk, pembentukan kawasan berikat, maupun industri, kebijaksanaan moneter, peningkatan iklim investasi dan pasar modal, perbaikan prasarana fisik, dan peningkatan promosi penanaman modal. 36
Tulus Tambunan, “Kendala Perizinan Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Indonesia Dan Upaya Perbaikan Yang Perlu Dilakukan Pemerintah,”Hukum Bisnis, Volume 26, No.4, Tahun 2007, hlm. 35.
B. Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Patungan (Joint Venture Company) 1.
Pengertian Joint Venture Pelaksanaan penanaman modal khususnya penanaman modal asing di
Indonesia tidak hanya dilakukan seperti yang telah ditetapkan dalam ketentuan dalam Pasal 1 angka 3 UUPM, khususnya yang berkenaan dengan penanaman modal asing yakni tidak hanya dilakukan dalam bentuk direct invesment akan tetapi pula dalam bentuk usaha kerja sama patungan (joint venture). Kehadiran bentuk kerja sama dalam menjalankan suatu usaha sangatlah dibutuhkan demi kelangsungan usaha terutama dalam hal penanaman modal, dimana perkembangan kerja sama antara pihak asing dengan negara Indonesia baik dengan pihak pemerintah maupun dengan pihak swasta sangatlah penting. Namun dalam UUPM tidak mengatur mengenai bentuk kerja sama penanaman modal asing. Bentuk kerja sama tersebut dalam kaitannya dengan penanaman modal dilakukan dalam bentuk joint venture. 37 Join ventureadalah salah satu bentuk kerja sama antara modal asing dengan modal nasional. Kerjasama ini tidak membentuk suatu badan hukum yang baru sehingga kerja sama ini bersifat kontraktuil. Dalam kerja sama ini sifatnya tidak mencari untung belaka melainkan juga untuk memberikan pengalaman kerja bagi pihak nasional. 38
37
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.
83. 38
R.T. Sutantya R. Hadikusuma, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan dan Bentuk-Bentuk Perusahaan Yang Berlaku Di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1966), hlm. 204.
Istilah joint venture dalamkehidupan masyarakat selalu dipergunakan untuk menunjukkan sebuah kerjasama dalam bidang-bidang tertentu yang melibatkan pihak asing didalamnya. Dengan bahasa lainjoint venture sering diistilahkan dengan sebutan "patungan". Sedangkan di kalangan pemerintah istilah joint venture adalah suatu istilah yang diberikan secara khusus untuk suatu bentuk kerjasama tertentu antara pemilik modal nasional (swasta atau Perusahaan Negara) dan pemilik modal asing. Sunarjati Hartono, menegaskan bahwa istilah yang diberikan oleh pemerintah ini tidak cukup memadai, hal ini dikarenakan bahwa di Indonesia tidak dapat ditunjukkan suatu perbedaan yang principal antara direct investment dan portfolio investment, demikian pula tidak ada perbedaan yang tajam antara direct investment kredit, atau antara kontrak karya dengan joint venture, sekalipun rumusan yuridisnya memberi kesan seakan-akan terdapat perbedaan yang besar dan principal baik dalam UUPMA, maupun dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan tambahan UUPMA, tidak dijumpai adanya batasan secara hukum apa yang dimaksud denganjoint venture tersebut. Karena itu para pakar tidak mempunyai kesamaan pandangan tentang apa sesungguhnya yang dimaksud dengan joint venture ini. 39 Sunaryati Hartono mengatakanJoint venture adalah setiap usaha bersama antara modal Indonesia dan modal asing, baik yang merupakan usaha bersama antara swasta dengan swasta, pemerintah dengan swasta, ataupun pemerintah dengan pemerintah.Sementara itu Ismail berpandangan bahwa sebenarnya joint 39
Sunaryati Hartono, Masalah-masalah Dalam Joint Venture Antara Modal Asing dan Modal Indonesia(Bandung; Alumni, 1974), hlm. 5.
venture hanya merupakan satudiantara tiga bentuk kerjasama penanaman modal dalam kerangka UUPM.bentuk kerjasama yang lain adalahJoint enterprise dan Kontrak Karya. Menurutnya: a. Kerjasama dalam bentuk joint venturedalam hal mana para pihak tidak membentuk suatu badan hukum, yakni badan Indonesia. b. Kerjasama dalam bentuk joint enterprise dalam hal mana para pihak bersamasama dengan modalnya (modal asing dan modal nasional) membentuk badan Indonesia. c. Kerjasama dalam bentuk Kontrak Karya, dalam hal mana pihak asing membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum Indonesia dengan modal asing ini yang menjadi pihak dalam perjanjian yang bersangkutan mengadakan kerjasama dengan badan hukum Indonesia lainnya.
40
Joint venture dapat diadakan untuk tujuan-tujuan suatu kegiatan terbatas atau suatu transaksi, tetapi dapat juga digunakan sebagai suatu bentuk hubungan yang lama di antara para pihak. Di dalam bisnis internasional, istilah joint venture digunakan untuk berbagai macam perjanjian antara lain perjanjian produksi bersama (coproduction agreement), perjanjian bagi hasil (license agreement), dan kontrak manajemen (management contract). 41 Berbagai macam corak atau variasi dari joint venture yang diketemukan dalam praktik aplikasi penanaman modal asing dikemukakakn sebagai berikut: 42 a. Technical Assistance (service) Contract: suatu bentuk kerja sama yang dilakukan antara pihak modal asing dan nasional sepanjang yang 40
Ibid., hlm. 6. Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm.161. 42 Aminuddin Ilmar, Loc.Cit., 41
bersangkutan paut dengan skill atau cara kerja (method) misalnya suatu perusahaan modal nasional yang ingin memajukan atau meningkatkan skala produksinya tentu membutuhkan suatu peralatan baru disertai cara kerja atau metode kerja baru. Dalam hal demikian, maka dibutuhkan (diperlukan) technical assistance dari perusahaan modal asing di luar negeri dengan cara pembayaran dalam bentuk royalties, yakni pembayaran sejumlah uang tertentu yang dapat diambil dari penjualan produksi perusahaan yang bersangkutan. b. Franchise and brand-use Agreement: suatu bentuk usaha kerja sama yang digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak memproduksi suatu barang yang telah mempunyai merek terkenal seperti Coca-Cola, Pepsi-Cola, Van Houten, Mc’Donalds, dan Kentucky Fried Chicken. c. Managemet Contract: suatu bentuk usaha kerja sma antara pihak modal asing dan nasional menyangkut pengelolaan suatu perusahaan khususnya dalam hal pengelolaan manajemen pihak modal asing terhadap suatu perusahaan nasional. Misalnya yang lazim digunakan dalam pembuatan maupun pengelolaan hotel yang bertaraf Internasional oleh pihak Indonesia diserahkan kepada swasta luar negeri sepert Hilton Internasional Hotel, Mandarin Internasional Hotel, dan Hyatt. d. Build, Operation, and Transfer (B.O.T): suatu bentuk kerja sama yang relatif masih baru dikenal yang pada pokoknya merupaka suatu kerja sama antara para pihak, di mana suatu objek dibangun, dikelola, atau
dioperasikan selama jangka waktu tertentu diserahkan kepada pemilik asli. 43 Joint venture sendiri memiliki ciri dan karateristik sendiri. Karateristik joint venture yang pertama adalah masing-masing pihak menjadi pemegang saham dari suatu perusahaan yang didirikan untuk suatu aktifitas ekonomi tertentu, sesuai dengan proporsi yang disepakati. Biasanya investor asing menjasi pemegang saham mayoritas. Kedudukan sebagai pemegang saham mayoritas dan minoritas,
selain
menentukan
besarnya
deviden
yang
diterima,
juga
mempengaruhi formasi yang ditempati dalam dewan komisaris dan dewan direksi. Karateristik yang kedua dari joint venture adalah pemegang saham mayoritas yang biasanya berbentuk perusahaan asing menjadi induk perusahaan dari perusahaan joint venture yang didirikan tersebut. Perusahaan joint venture biasanya akan memproduksi barang-barang yang sama kwalitasnya dengan barang-barang induk perusahaannya di luar negeri. Oleh karena itu dalam perjanjian joint venture dicantumkan bahwa perusahaan asing tersebut wajib melakukan ahli tekonologi kepada perusahaan joint venture, sehingga perusahaan joint venture dapat memproduksi barang yang sama kwalitasnya. Karateristik yang ketiga, dengan adanya ahli teknologi tersebut, kedua pihak harus menjaga rahasia dagang atau trade secret dalam rangka ahli teknologi. Selanjutnya para pihak tidak boleh bekerja sama dengan pihak lain
43
Aminuddin Ilmar, Op.Cit., hlm. 101..
untuk membuka perusahaan joint venture yang lain yang memproduksi barangbarang yang sama atau yang bersaing di Indonesia. 44 2.
Dasar hukum Joint Venture Berbicara mengenai penanaman modal asing berarti terkait dengan dua
atau lebih sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh investor dan hukum Indonesia yang dianut oleh pemodal nasional. Untuk itu, perlu dipahami mengenai aspek-aspek hukum dalam kerjasama usaha yang dilakukan dalam penanaman modal asing. Ketentuan mengenai kerjasama patungan ini tidak dicantumkan dalam UUPM. Namun didalam Pasal 1 angka 3 UUPM dinyatakan bahwa: “Penanaman modal asing adalah kegiatan menanamkan modal untuk melaksanakan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri”.
Berdarkan Pasal 5 ayat(2)dan (3) UUPM secara langsung mengatur mengenai kerja sama antara modal asing dengan modal nasional yaitu: a. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.
44
Erman Radjagukguk, Hukum Investasi Di Indonesia (Jakarta: FH UI, 1995), hlm. 118.
b. Penanaman modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan: 1) Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas 2) Membeli saham 3) Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan Kerjasama patungan yang diatur dalam UUPM
adalah Equity Joint
Venture. 45 Hal ini pada dasarnya bahwa ketika investor asing akan menanamkan modalnya di Indonesia wajib berbentuk perseroan terbatas badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Pada prakteknya pelaksanaan penanaman modal asing melalui usaha patungan yang diatur berdasarkan UUPM tersebut masih kurang batasannya, sehingga memberikan celah bagi penguasaan dan pengusahaan penuh oleh pihak asing melalui jalan kerjasama patungan. Pengaturan pemerintah dalam hal penetapan bentuk kerja sama patungan (joint venture) antara penanaman modal asing dengan modal nasional dalam penjabarannya dilaksanakan pertama kali melalui Instruksi Presidium Kabinet 36/U/IN/1967 yang di tetapkan dalam bentuk usaha kerja sama usaha campuran(joint enterpris) 46yang juga merupakan salah satu bentuk usaha kerja sama patungan (joint venture). Gejala peningkatan kerja sama penanaman modal di Indonesia semakin ditingkatkan setelah pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan pada 22 Januari 1974 yang berkaitan dengan dengan masalah kerja sama penanaman modal asing 45
Ridwan Khairandy, Kompetensi Absolut Dalam Penyelesaian Sengketa di Perusahaan Joint Venture,Hukum Bisnis, Volume 26, No. 4, 2007, hlm. 43. 46 Instruksi Presidium Kabinet RI Nomor 36/U/IN/1967
dengan modal nasional Indonesia. Adapun kebijaksanaa tersebut menyangkut dua hal yaitu: 47 a. Meningkatkan peranan perimbangan partisipasi dalam pengelolaan modal antara modal asing dengan modal nasional. b. Menyusun daftar skala prioritas penanaman modal. Secara umum, aspek hukum dari kerja sama usaha dalam rangka kegiatan penanaman modal asing di Indonesia berkaitan dengan keabsahan perjanjian kerja sama tersebut. Dasar pokok pengaturan kerjasama patungan antar modal asing dengan modal nasional adalah hukum kontrak/perjanjian kontrak yang diatur dalam rangka kerjasama patungan denga modal asing yang menyangkut transaksi ekonomi yang diatur menurut prinsip dan norma-norma dalam Hukum Dagang dan Hukum Perdata. Hal ini disebabkan bahwa bentuk kerja sama usaha tersebut dalam lapangan hukum perdata termasuk dalam bagian hukum perikatan, sehingga keabsahannya harus di uji berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, disamping
beberapa
ketentuan
mengaturnya. Untuk menilai
perundang-undangan
khusus
lain
yang
keabsahan perjanjian kerja sama yang dapat
dilakukan dalam rangka menjalankan kegiatan penanaman modal asing di Indonesia, ketentuan pokoknya dapat dilihat dalam Buku III KUHPerdata tentang perikatan. Walaupun bentuk kerja sama patungan (joint venture) dalam rangka menjalankan kegiatan penanaman modal asing tersebut tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata, namun keabsahannya tetap didasarkan pada Pasal 1338
47
Aminuddin Ilmar, Op.Cit., hlm. 85.
KUHPerdata tentang asas kebebasan berkontrak (partij autonomy). Sebagai batasan terhadap asas kebebasan berkontrak adalah tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum (Pasal 1337 KUHPerdata) secara sah (Pasal 1320 KUHPerdata). Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu: 48 a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya. b. Kecakapan bertindak dalam hukum. c. Adanya hal tertentu. d. Adanya suatu sebab yang halal. Disamping persyaratan yang ditentukan dalam Buku III KUHPerdata untuk suatu perjanjian kerjasama. Persyaratan lain yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan bidang penanaman modal, termasuk konvensi Internasional yang berkaitan dengan kontrak-kontrak internasional dan penanaman modal asing, yang merupakan aspek hukum perdata internasional. Persyaratan aspek hukum perdata internasioanl bagi keabsahan perjanjian kerjasama disebabkan bahwa suatu kontrak kerjasama juga membawa dampak kepada pengaturan dan hubungan hukum antar para pohak dari segi hukum perdata internasioanl, karena didalamnya terkait unsur asing. Untuk adanya kepastian hukum, apa yang diperjanjikan dalam hubungan kerjasama itu harus dituangkan dalam perjanjian kerjasama tersebut. Dasar hukum lain dari bentuk kerjasama patungan ini berkaitan dengan konsekuensi atau akibat hukumnya bagi para pihak. Dalam kerjasama patungan
48
Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm. 158.
ini akan semakin nyata
bila dihadapkan dengan penggabungan usaha dalam
bentuk merger atau fusi. Penggabungan sedemikian ini selalu dibarengi oleh timbulnya PT Baru, sedangkan perseroan-perseroan yang lama serentak menghentikan eksistensinya. 49 Pengaturan lain yang diterapkan pemerintah Indonesia dalam hal pelaksanaan usaha kerjasama patungan (joint venture) antara penanaman modal asing dan penanaman modal nasional, yakni dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 Tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing yang diterapkan pemerintah pada 16 April 1992. 50 Peraturan pemerintah ini terdiri atas 13 bab. Didalam Pasal 2 PP Nomor 17 Tahun 1992 ditentukan bahwa: “Perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, selanjutnya disebut PMA, pada dasarnya berbentuk usaha patungan dengan persyaratan bahwa kepemilikan modal saham peserta Indonesia dalam perusahaan patungan tersebut sekurang-kurangnya 20% dari seluruh nilai modal saham perusahaan pada waktu pendirian perusahaan patungan, dan ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 51% dalam waktu 20 tahun terhitung sejak perusahaan beproduksi secara komersial sebagaimana yang tercantum dalam izin usahanya. 51 Dari peraturan pemerintah tersebut, ada 3 hal yang diatur dalam ketentuan tersebut, yaitu: a. Adanya kerja sama joint venture antara perusahaan penanaman modal asing dengan peserta Indonesia. b. Komposisi saham pada saat pendirian perusahaan joint venture adalah 80% PMA dan 20% perusahaan domestik. 49
Ibid., hlm. 159. Aminuddin Ilmar, Op.Cit., hlm. 89. 51 Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1993 tentang Pemilikan Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing,Lembar Negara Nomor 3512 Tahun 1993. 50
c. Komposisi saham pada saat berproduksi secara komersial sampai denganwaktu 20 tahun, yaitu 49% PMA dan 51% perusahaan domestik. Kebijakan lain yang dikeluarkan pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 tentang Kemilikan Saham yang di dirikan dalam rangka penanaman modal asing. Pengaturan tersebut diikuti pula dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) No. 32, 33, dan 34 Tahun 1992 yang bersangkut paut demgan masalah pengaturan bidang usaha, tata cara dan prosedur penanaman modal, serta pertanahan untuk kegiatan penanaman modal asing. 52 Dalam Pasal 2 PP Nomor 20 Tahun 1994 ditentukan bahwa penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk: a. patungan antara modal asing dengan modal yang dimilik warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia, atau b. Langsung, dalam arti seluruh modalnua dimiliki oleh warga negara dan/ atau badan hukum asing. Komposisi sahamnya, diatur dalam Pasal 6 PP Nomor 20 Tahun 1994, saham peserta Indonesia dalam perusahaan joint venture sekurang-kurangnya 5% dari seluruh modal yang disetor perusahaan pada surat pendirian, sedangkan warga negara dan/atau badan hukum asing sebesar 95%. Ini berarti bahwa penanaman modal asing mempunyai saham maoritas dalam perusahaan joint venture tersebut, sedangkan peserta Indonesia dianggap sebagai peserta yang lemah dan tidak mempunyai kekuasaan secara langsung untuk mengurus perusahaan joint venture tersebut.
52
Aminuddin Ilmar, Loc.Cit., hlm. 89.
Diletakkan pula landasan bagi persetujuan penanaman modal, khususnya asing, yakni dengan memberikan batas minimun atas modal yang hendak ditanamkan. Dengan kata lain. Pemerintah Indonesia pada prinsipnya akan mengabulkan aplikasi penanaman modal asing jika memenuhi minimum modal tertentu yaitu Rp1.000.000 53
C. Manfaat Penanaman Modal Patungan Bagi Indonesia Keberadaan penanaman modal asing tidak dapat dipungkiri telah memberi banyak manfaat bagi negara penerima modal (host country), begitu pula bagi investor maupun bagi negara asal (home country).Kehadiran investor asing sebagai tamu, perlu diberikan tata krama sebagaimana tamu yang berada di rumah orang, yang mempunyai kedaulatan penuh di rumahnya. Joint venture dianggap sebagai strategi bisnis, yakni strategi suatu perusahaan asing untuk masuk ke dalam pasar dari mitra dagangnya melalui kerja sama dengan perusahaan lokal. Berbagai pertimbangan mengenai joint venture antara
lain
adalah
untuk
perimbangan
modal,
manajemen.
Dalam
perkembangannya joint venture dikaitkan dengan kemampuan modal nasional yang sudah dapat melakukan usaha kerja sama dengan penanaman modal asing melalui bentuk penanaman modal asing secara langsung di Indonesia. Faktor yang menyebabkan dipilihnya joint venture oleh pemilik modal asing yang sebagian besar merupakan suatu perusahaan Transnational atau Multinational Corporation yaitu di karenakan atas kekhawatiran oleh pemilik
53
Aminuddin Ilmar, Op.Cit., hlm. 90.
modal asing tersebut, yakni terhadap adanya pengambilalihan secara sewenangwenang tanpa melalui suatu prosedur hukum oleh Negara penerima modal atau yang lebih populer dikatakan dengan nasionalisasi. Terlepas dari pendapat pro dan kontra terhadap kehadiran investor asing, namun secara teoritis kiranya dapat dikemukakan, bahwa kehadiran investor asing di suatu negara mempunyai manfaat yang cukup luas (multiplier effect). Manfaat yang dimaksud, yakni kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal, dapat menciptakan tuntutan bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku, menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak, adanya alih teknologi (transfer of technology) maupun alih pengetahuan (transfer of know how). Dilihat dari sudut pandang ini terlihat bahwa, kehadiran investor cukup berperan dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya pembangunan ekonomi di daerah dimana Foreign Direct Investment (FDI) menjalankan aktifitasnya. 54 Arti pentingnya kehadiran investor asing dikemukakan Gunarto Suhardi: investasi langsung lebih baik jika dibandingkan dengan investasi portofolio, karena langsung lebih permanen. Selain itu investasi langsung: 55 1.
Memberikan kesempatan kerja bagi penduduk.
2.
Mempunyai kekuatan penggandaan dalam ekonomi lokal.
3.
Memberikan residu baik berupa peralatan maupun alih teknologi.
54
Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, cet. 1 (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 41-42. Ibid., hlm. 42.
55
4.
Apabila produksi diekspor memberikan jalan atau jalur pemasaran yang dapat dirunut oleh pengusaha lokal disamping seketika memberikan tambahan devisa dan pajak bagi negara.
5.
Lebih tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing.
6.
Memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena bila investor berasal dari negara kuat niscaya bantuan keamanan juga akan di berikan. Bagi investor/penanam modal atau yang dalam hal ini perusahaan
multinasional, manfaat dari kegiatan penanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment) yang mereka lakukan pada dasarnya sama dengan alasan mereka untuk melakukan investasi secara langsung tersebut. Terdapat beberapa alasan suatu perusahaan multinasional melakukan investasi secara langsung ke luar negeri, antara lain: 56 1.
Alasan kedekatan dengan sumber bahan baku.
2.
Untuk menghindari Daftar Negatif Investasi (DNI) di negara asal.
3.
Karena alasan upah buruh yang murah.
4.
Mencari pasar yang baru.
5.
Untuk mendapatkan royalti.
6.
Untuk mendapatkan insentif investasi di negara tujuan.
7.
Untuk menghindari penurunan nilai mata uang.
8.
Karena alasan status tertentu suatu negara dalam perdagangan internasional.
D. Aspek Hukum Penanaman Modal Patungan (Joint Venture Company)
56
Mahmul Siregar, Hukum Investasi (Bahan Kuliah), Medan, 27 Januari 2009.
7.
Perjanjian pembentukan perusahaan penanaman modal patungan (Joint Venture Agreement) Istilah kontrak patungan merupakan terjemahan dari kata joint venture
contract atau joint venture agreement.Di dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil Menengah, disebut dengan istilah perjanjian kemitraan. Hakikat perjanjian kemitraan adalah kerja sama antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah dan besar. Kerja sama ini menyangkut tentang pemodalan maupun skill.Para ahli mencoba mengemukakan berbagai pandangannya tentang pengertian dan hakikat dari joint venture agreement. 57
Erman Rajagukguk mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan joint venture agreement adalah: 58 ”Suatu kerja sama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional berdasarkan suatu perjanjian (kontraktual).”
Inti dari kedua defenisi tersebut adalah bahwa joint venture agreement merupakan: a. kerja sama antara pemodal asing dengan pemodal dalam negeri, b. membentuk perusahaan baru, antara perusahaan asing dengan perusahaan nasional, c. didasarkan pada kontraktual (perjanjian).
57
Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm. 206 Ibid.
58
Pengertian-pengertian dari joint venture agreement telah memberikan beberapa ciri/ karakteristik bagi joint venture agreement itu sendiri, yakni sebagai berikut: 59 a. perusahaan baru yang sama-sama didirikan oleh beberapa perusahaan lain, b. modal perusahaan joint venture agreement terdiri dari modal saham yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan, pendiri, kekuasaan joint venture sesuai dengan banyaknya saham yang ditanam oleh masing-masing perusahaan sendiri, c. perusahaan joint venture tetap memiliki eksistensi dan kemerdekaan masing-masing, d. kerjasama antara perusahaan domestik dan perusahaan asing tidak menjadi persoalan apakah modal yang ada merupakan modal pemerintah ataupun modal swasta. Salah satu syarat dari badan hukum asing untuk menjadi perseroan terbatas adalah badan hukum asing itu harus melakukan kerja sama dengan badan hukum domestik. Kerjasama antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik dituangkan dalam joint venture agreement. Joint venture agreement adalah suatu kontrak antara beberapa atau semua pemegang saham dalam suatu perseroan. Tujuan dasarnya adalah untuk menetapkan bagaimana perusahaan dikelola dan jika dimungkinkan, mengatur
59
http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_patungan(diakses tanggal 19 Mei2015)
hal-hal yang mungkin menjadi masalah di kemudianhari jika tidak disepakati sebelumnya. 60 Perusahaan baru merupakan perusahaan yang dibentuk antara pengusaha asing dengan pengusaha nasional. Semula pengusaha asing mempunyai nama perusahaannya sendiri dan pengusaha nasional juga mempunyai nama perusahaanya sendiri-sendiri. Namun, dengan adanya perjanjian yang dibuat oleh para pihak, mereka sepakat untuk membentuk perusahaan baru. 61Hal ini dapat dicontohkan pada joint venture agreement antara PT. Vista Gold dengan PT. PAN Asia Resources. Joint venture agreement memiliki kedudukan yang sangat penting dalam proses pembentukan dan pengoperasian perusahaan patungan. Dalam banyak kasus perjanjian seperti ini dinegosiasikan dan dibuat sebelum pembentukan perusahaan yang bersangkutan. Pentingnya dibuat sebuah kontrak atau perjanjian pada pembentukan joint venture adalah sebagaimana fungsi adanya perjanjian tersebut, yaitu : 62 a. Sebagai peraturan mengenai hubungan hukum antara sesama pihak. b. Menjadi dasar untuk melaksanakan pimpinan yang dibutuhkan untuk kepentingan bekerjasama, semuanya harus mengacu pada perjanjian yang telah disepakati bersama.
60
Emmet Scully,”Shareholders Agreement: A Practical Analysis”, http://www.dunde.ac.ukl/cepmlp/journal/htm/vol.1 /artickle-5.html(diakses tanggal 20 Mei 2015) 61 Ibid. 62 http://nihayatulifadhloh.blogspot.com/2014/12/perjanjian-joint-venture.html (diakses tanggal 20 Mei 2015)
c. Sebagai dasar peraturan yang memungkinkan para pihak secara individual mempunyai hak melakuakan perbuatan tertentu, tidak tergantung atau terpisah dari joint venture. Kontrak joint venture yang telah dibuat, biasanya bahasa yang digunakan adalah dengan menggunakan bahasa inggris, karena hal ini akan memudahkan para pihak, mengingat kontrak joint venture pada umumnya adalah bentuk kerja sama dengan perusahaan asing. Dan isi kontrak tersebut dibuat oleh para pihak yang ikut terlibat. Joint venture agreement merupakan bentuk perjanjian patungan yang tidak terlepas dari Buku III Pasal 1319 KUHPerdata, yang menyebutkan: “Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturanperaturan umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu.” Membuat suatu joint venture perlu juga diperhatikan beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan untung ruginya suatu kerjasama. Dengan melihat segi-segi kepentingan dari masing-masing pihak, suatu joint venture akan memberikan manfaat walaupun disamping itu juga kerugiannya. Dilihat dari kepentingan modal domestik, joint venture akan memberikan keuntungan, karena: 63 a. Mitra lokal mendapat bantuan pendanaan dengan memanfaatkan modal asing.
63
http://nihayatulifadhloh.blogspot.com/2014/12/perjanjian-joint-venture.html tanggal 22 Mei 2015)
(diakses
b. Mitra lokal dapat memanfaatkan manajeman orang asing yang kaya pengalaman. c. Mitra lokal dapat menerima transfer teknologi asing. d. Mitra lokal dapat memanfaatkan dan memenembus pasar di luar negeri yang di kuasai partner asing. e. Mitra lokal dapat meningkatkan kemampuan karyawan domestik dengan training (keterampilan) yang diberikan pihak asing. Sementara itu kerugian yang dapat timbul dari suatu jenis joint venture bagi pihak dalam negeri adalah sebagai berikut: a. Manajeman tidak dapat dikuasai sepenuhnya oleh pihak domestik, melainkan harus dibagi dengan pihak yang lebih mempunyai kemampuan. b. Training dan managemant belum tentu diberikan dalam batas-batas kemampuan yang memadai untuk standar asing. c. Transfer teknologi dari partner asing mungkin dilakukan dalam ukuran yang yang kurang optimal, selain itu hasil dari penelitian dan pengembangan tidak akan seluruhnya diberikan kepada joint venture. d. Kemungkinan transfer nilai harga dengan perusahan induk dalam dimensi yang besar dapat dilaksankan dan hal itu dapat menimbukan kerugian bagi mitra lokal. Bagi investor asing, kerugian itu dapat terjadi dalam wujud dan keadaan berikut:
a. Managemen tidak seluruhnya berada ditangannya, melainkan harus dibagi kewenangannya dengan pihak domestik, walaupun melalui suatu perjanjian tersendiri. b. Teknologi harus terbuka bagi mitra lokal, walaupun masih ada yang dapat disembunyikan dan yang tertutup. c. Strategi pemasaan dari barang-barang produksi mungkin tidak sepenuhnya dapat dikuasai. Penanaman modal di era globalisasi tidak dapat dipisahkan dari rangkaian perjanjian-perjanjian internasional, dimana Indonesia telah ikut serta melibatkan diri di dalamnya. 64Joint venture agreement dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia adalah langkah awal untuk membentuk sebuah perusahaan patungan (joint venture company) yang diharuskan bagi investor asing yang merencanakan berinvestasi
di
Indonesia.Ketentuan
tersebut
merupakan
syarat
yang
ditegaskandalam UUPM.Investor asing dan pihak lokal menjadi pemegang saham dalam perusahaan patungan yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama.UUPM juga telah memberikan wewenang kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk melakukan koordinasi di dalam pelaksanaan penanaman modal, wewenang tersebut tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) UUPM. Kegiatan penanaman modal asing langsung di Indonesia harus dijalankan melalui perusahaan berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (2) UUPM, yakni dalam bentuk perseroan terbatas. Berkaitan dengan hal ini, badan usaha yang berbentuk 64
Jonker Sihombing, Hukum Penanaman Modal di Indonesia(Bandung: P.T. Alumni, 2009), hlm. 83.
perseroan terbatas yang akan menanamkan modalnya di Indonesia harus mengikuti ketentuan yang tercantum dalam UUPT dengan dinyatakan bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian. Dengan demikian, terdapat dua perjanjian yang menjadi landasan pembentukan perusahaan patungan (joint venture company), yakni joint venture agreement dan anggaran dasar (article of association). Joint venture agreement yang dibuat oleh investor asing dan investor nasional akhirnya bermuara pada pendirian joint venture company, sehingga jointventure company dapat dikatakan berdiri atau lahir atas dasar perjanjian. Asas kebebasan
berkontrak
(freedom
of
contract)
dalam
hukum
perjanjian,
memungkinkan hal itu terjadi, sepanjang tidak melanggar ketentuan hukum, kepatutan dan kesusilaan yang baik.Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) sebagai asas yang berlaku universal dalam hukum perjanjian, memberikan keleluasaan kepada para pihak yang terlibat dalam perjanjian, untuk menentukan isi perjanjiannya.Tidak hanya itu, sebuah perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya (Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata) serta memiliki kekuatan mengikat (pacta sun servanda). Joint venture agreement yang dijadikan salah satu syarat dalam penanaman modal asing olehBKPMdigunakan sebagai dasar dibentuknya joint venture company. Artinya joint venture company tunduk kepada hukum perjanjian.Namun dalam Pasal 5 ayat(2) UUPM,joint venture company harus berbentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia.Sehingga dapat
dikatakan bahwa joint venture company tunduk kepada hukum perusahaan dalam hal ini UUPT. Perseroan terbatas (limited liability company, naamlozevennootschap) adalah bentuk yang paling populer dari semua bentuk usaha bisnis. Perseroan terbatas menurut hukum Indonesia adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaan nya. 65 Berdasarkan hal tersebut, maka suatu perusahaan penanaman modal asing selain tunduk pada UUPM.Modal, juga harus tunduk kepada UUPT beserta seluruh peraturan pelaksananya.
8.
Bidang usaha Setiap pengaturan kerja sama patungan adalah berkaitan dengan sesuatu
bidang usaha tertentu. Mengenai bidang-bidang usaha ini dalam Undang-Undang penanaman modal asing untuk menentukan bahwa pemerintah berwenang untuk: a. Menentukan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing menurut urutan prioritas yang ditetapkan tiap kali pada waktu pemerintah
65
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan TerbatasPasal 1 angka 1.
menyusun rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang dengan memperhatikan perkembangan ekonomi serta teknologi. b. Pemerintah berwenang pula untuk menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penanam modal asing untuk melakukan sesuatu bidang. Dalam implikasinya termasuk menetapkan sesuatu bidang tertutup untuk penanam modal asing, terbuka secara terbata, dan sebagainya. Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik.Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarangdiusahakan sebagai kegiatan penanaman modal. 66 Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu,dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus. 67 Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ini telah ditentukan dalam Lampiran II Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup Dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
66
Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hlm. 54. Ibid., hlm. 56.
67
Untuk bidang usaha yang tertutup dalam penanaman modal asing yang di atur dalam Pasal 12 ayat (2)UUPM baik untuk investasi domestik maupun investasi asing, yang meliputi: 68 a. Produksi senjata. b. Mesin c. Alat peledak. d. Peralatan perang. e. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang. Penjabaran lebih lanjut dari perintah Pasal 12 ayat (2)UUPM telah dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Dalam Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 telah diatur rinci tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup. Bidang usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti, penelitian dan pengembangan dan mendapat persetujuan dari sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut. 9.
Persyaratan kepemilikan saham asing UUPMA sebenarnya tidak terdapat suatu ketentuan yang mewajibkan
suatu perusahaan penanaman modal asing mempunyai mitra lokal, dan tidak ada larangan atas keberadaan suatu perusahaan yang 100% (seratus persen) terdiri dari
68
Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Loc.Cit.,
modal asing. Baru pada tahun 1974 setelah meluas Peristiwa MALARI (malapetaka 15 Januari) telah dilakukan pembatasan terhadap penanaman modal asing. Ketika itu pemerintah menetapkan bahwa investor asing yang akan menanam modal di Indonesia harus berpatungan dengan perusahaan lokal atau perusahaan domestik. 69 PP Nomor 17Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam PerusahaanPenanaman Modal Asing yang merupakan salah satu bagian dari kelengkapan UUPM, kegiatan penanaman modal di Indonesia, khususnya penanaman modal asing, telah cukup berkembang dengan baik dan mampu memberikan kontribusi dalam mendukung pembangunan nasional. Namun demikian sejak pertengahan tahun 1997 di berbagai negara telah terjadi perubahan keadaan ke arah kemunduran perekonomian yang disebut sebagai krisis ekonomi, yang terjadi pula di Negara Indonesia. Dalam rangka mempercepat pemulihan perekonomian nasional Indonesia akibat krisis tersebut,
pada tahun 2001
pemerintah pun kembali menyesuaikan ketentuan penanaman modal asing, yakni dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing (PP Nomor83 Tahun 2001). Pasal 2 PP Nomor 17 Tahun 1992 Perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, selanjutnya disebut Perusahaan PMA, pada dasarnya berbentuk usaha patungan dengan persyaratan bahwa pemilikan modal
69
Amrial, Hukum Bisnis (Deregulasi Dan Joint venture di Indonesia teori dan Praktek)(Jakarta: Djambatan, 1996), hlm. 57.
saham peserta Indonesia dalam perusahaan patungan tersebut sekurang-kurangnya 20% (dua puluh per seratus) dari seluruh nilai modal saham perusahaan pada waktu pendirian perusahaan patungan, dan ditingkatkan menjadi sekurangkurangnya 51% (lima puluh satu per seratus) dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial sebagaimana tercantum dalam izin usahanya. Perusahaan PMA dapat didirikan dengan jumlah modal yang ditanamkan sekurang-kurangnya US $ 250,000.00 (dua ratus lima puluh ribu dollar Amerika Serikat) apabila memenuhi salah satu persyaratan sebagai berikut: a. padat karya dengan jumlah tenaga kerja langsung sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang, dan 1) sekurang-kurangnya 65% (enam puluh lima per seratus) hasil produksi untuk diekspor; atau 2) menghasilkan bahan baku atau bahan penolong atau barang setengah jadi atau komponen untuk memenuhi kebutuhan industri lain, b. melakukan kegiatan di bidang usaha jasa tertentu sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Perusahaan PMA yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dapat didirikan dengan persyaratan bahwa pemilikan modal saham peserta Indonesia pada saat perusahaan didirikan sekurangkurangnya 5% (lima per seratus) dari seluruh nilai modal saham perusahaan pada saat didirikan dan ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 20% (dua puluh per seratus) dari seluruh nilai modal saham perusahaan dalam jangka waktu 10
(sepuluh) tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial sebagaimana tercantum dalam izin usahanya.Modal saham peserta Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditingkatkan lagi menjadi sekurangkurangnya 51% (lima puluh satu per seratus) dari seluruh nilai modal saham perusahaan dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial. Investasi asing dapat berupa 100% kepemilikan saham pada perusahaan penanaman modal asing. Namun, bila tidak beroperasi selama 15 tahun, kepemilikan sahamnya harus dijual kepada perusahaan Indonesia atau dengan merger bisnis dengan pertukaran saham domestik secara langsung atau tidak langsung. Perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing yang telah berproduksi komersial dapat pula mendirikan perusahaan baru dan/atau memberli saham modal dalam negeri dan/atau perusahaan yang didirikan bukan dalam rangka penanaman modal asing ataupun penanaman modal dalam negeri yang telah beridiri, baik yang telah atau belum berproduksi komersial melalui pasar modal dalam negeri. Saham yang sebagaimana dimaksud dapat juga dibeli oleh perusahaan yang didirikan melalui pemilikan langsung sesuai kesepakatan para pihak. Pembelian saham perusahaan dapat dilakukan sepanjang bidang usaha perusahaan tersebut tetap terbuka bagi penanaman modal asing dan tidak mengubah status perusahaan. Terdapat beberapa pasal yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang kedudukannya lebih tinggi serta pemilikan saham yang dirasa
sangat merugikan negara dan juga diperbolehkan permodalan asing ikut serta menguasai hajat hidup orang banyak yang seharusnya dikuasai oleh negara yaitu dalam PP Nomor 83 Tahun 2001, penanaman modal asing dapat menjangkau kegiatan-kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara yang dapat menguasai hajat hidup orang banyak. Walaupun tidak dapat dikuasai oleh modal asing secara langsung (100% dikuasai) akan tetapi modal asing dapat menguasai maksimal 95% sedangkan 5% dikuasai oleh negara atau swasta nasional. Sedangkan dalam peraturan sebelumnya, persentase modal milik negara atau swasta nasional sebesar 60% saham dan modal asing hanya dapat menguasai modalnya sebesar 40% sehingga sebagian besar keuntungan perusahaan masih tetap masuk ke kas negara. Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal menyebutkan dalam hal terjadi perubahan kepemilikan modal akibat penggabungan, pengambilalihan, atau peleburan dalam perusahaan penanaman modal yang bergerak di bidang usaha yang sama, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang menerima penggabungan adalah sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut. b. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang mengambil alih adalah sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut.
c. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan baru hasil peleburan adalah sebagaimana ketentuan yang berlaku pada saat terbentuknya perusahaan baru hasil peleburan dimaksud. 10. Persyaratan direktur dan komisaris dan penggunaan tenaga kerja asing a. Direktur Keberadaan dewan direktur atau direksi sebagai pengurus perseroan dan dewan komisaris sebagai pengawas suatu perusahaan joint venture yang berbentuk Perseroan menentukan akselerasi pencapaian tujuan Perseroan sebagai badan hukum bisnis. Perusahaan joint venture sangat memerlukan direksi yang professional. Professionalitas suatu dewan direksi amat menentukan keberhasilan suatu usaha. Disamping itu pengurus atau direksi dituntut suatu tanggung jawab yang lebih luas, yakni dapat melindungi kepentingan setiap pemegang saham, kreditur dan pihak lain (stake holder) yang terkait dengan perseroan terbatas. Demikian juga terhadap tanggung jawab komisaris perseroan dalam pelaksanaan tugasnya dapat mengawasi kebijaksanaan Direksi, dan bila di anggap perlu Komisaris Perseroan dapat melakukan tindakan kepengurusan Perseroan, sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 100 ayat(2) UUPT. Jumlah direksi dalam perseroan terdiri dari 1 orang anggota direksi atau lebih yang menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan dan direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar. Namun menurut Pasal 93 ayat(2) UUPT, Perseroan yang kegiatan
usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 orang anggota direksi. Berdasarkan pasal 93 ayat(1) UUPT, di jelaskan yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah: 70 1) Dinyatakan pailit, 2) Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit, atau 3) Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak mengurangi
kemungkinan
instansi
teknis
yang
berwenang
menetapkan
persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan. Pasal 93 ayat(1) UUPT dapat diketahui bahwa UUPT tidak mengatur adanya kewajiban/keharusan bagi perusahaan yang merupakan penanaman modal asing untuk mengangkat seorang direksi yang berkewarganegaraan Indonesia. Namun, pada Pasal 46 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang secara tegas melarang tenaga kerja asing dilarang
70
Undang-Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan TerbatasPasal 93 ayat (1)
menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu yaitu direktur. Artinya, jika suatu perusahaan penanaman modal asing hendak mengangkat seorang direktur personalia, maka direktur personalia tersebut haruslah orang yang berkewarganegaraan Indonesia. Anggota direksi dan komisaris diangkat oleh RUPS dan untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat(2)huruf b UUPT. Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota direksi juga menetapkan
saat
mulai
berlakunya
pengangkatan,
penggantian,
dan
pemberhentian tersebut. Kemudian anggota direksidiangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota direksi, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS. Pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota direksi, direksi wajib memberitahukan perubahan anggota direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut. 71 Pengangkatan anggota direksi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 batal karena hukum sejak saat anggota direksi lainnya atau dewan komisaris mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut. Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, anggota direksi lainnya atau dewan
71
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan TerbatasPasal 94 ayat (7)
komisaris harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota direksi yang bersangkutan dalam surat kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan. 72 b. Komisaris UUPT dengan tegas menyebutkan komisaris sebagai salah satu organ perseroan yang bertugas untuk melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan. Jumlah komisaris dalam perseroan terbatas minimal satu orang. Apabila terdapat lebih dari satu orang komisaris, menurut pasal 94 ayat(3) UUPT mereka merupakan sebuah majelis. Berbeda dengan direksi, dalam hal terdapat lebih dari satu orang komisaris, sebagai majelis komisaris tidak dapat bertindak sendirisendiri untuk mewakili perseroan. Komisaris diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Untuk pertama kali pengangkatan komisaris dilakukan dengan mencantumkan susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan tempat tinggal dan kewarganegaraan komisaris dalam anggaran dasar. Selanjutnya, anggota komisaris dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasan-alasan dan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. 73 Tidak semua orang dapat di angkat menjadi anggota komisaris, hanya mereka yang memenuhu syarat tertentu yang dapat di angkat menjadi Komisaris. Sama halnya dengan Direksi, UUPT juga mengatur kriteria orang yang dapat 72
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan TerbatasPasal 95 ayat (1) Nindyo Pramono, Hukum Komersial (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 4.30.
73
menduduki jabatan Komisaris suatu Perseroan. Kriteria tersebut diatur dalam Pasal 110 UUPT yang menentukan bahwa yang dapat di angkat menjadi komisaris adalah orang yang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
74
1) dinyatakan pailit, 2) menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatuPerseroan dinyatakan pailit, atau 3) dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. c. Penggunaan tenaga kerja asing Setiap perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja Indonesia serta wajib meningkatkan kompetensi tenaga kerja warag negara Indonesia melalui pelatihan kerja. Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja nasional terutama dalam mengisi kekosongan keahlian dan kompetensi di bidang tertentu yang tidak dapat ter coveroleh tenaga kerja Indonesia, maka tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia sepanjang dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. Oleh karenanya dalam mempekerjakan tenaga kerja asing, dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang sangat ketat, terutama dengan cara mewajibkan bagi perusaahan atau korporasi yang mempergunakan tenaga kerja asing bekerja di Indonesia dengan membuat rencana penggunaan tenaga kerja
74
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan TerbatasPasal 110 ayat (1)
asing
(RPTKA)
sebagaimana
diatur
dalam
Peraturan
Menteri
Nomor
PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk kecuali terhadap perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.
Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan
waktu tertentu bagi tenaga kerja asing ditetapkan dengan keputusan Menteri, yaitu Keputusan Menteri Nomor : KEP-173/MEN/2000 tentang Jangka Waktu Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang. Persyaratan Tenaga Kerja Asing menurut Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing adalah sebagai berikut: a. memiliki pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki, b. bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja warga negara Indonesia khususnya TKI pendamping, dan c. dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. 11. Fasilitas penanaman modal Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal. Fasilitas penanaman modal itu berupa: 75 a. Melakukan peluasan usaha. b. Melakukan penanaman modal baru.
75
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman ModalPasal 18 ayat (2)
Penanaman modal yang mendapat fasilitas tersebut sekurang-kurangnya harus memenuhi salah satu kriteria yang sebagai berikut: 76 a. Menyerap banyak tenaga kerja, b. Termasuk skala prioritas tinggi, c. Termasuk pembangunan infrastruktur, d. Melakukan ahli tekonologi, e. Melakukan industri pionir, f. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang di anggap perlu, g. Menjaga kelestarian lingkungan hidup h. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi, i. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi, atau j. Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang di produksi di dalam negeri. Apabila salah satu kriteria telah di penuhi oleh penanam modal, maka sudah di anggap cukup bagi pemerintah untuk memberikan fasilitas dan kemudahan bagi investor. Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana yag dimaksud pada Pasal 18 ayat(4) UUPM adalah sebagai berikut: 77 a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilam neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu, 76
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman ModalPasal 18 ayat (3) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman ModalPasal 18 angka ( 4)
77
b. pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produki yang belum dapat diproduksi di dalam negeri, c. pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu, d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu, e. penyusunan atau amortisasi yang dipercepat, dan f. keringan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu. Pemberian fasilitas-fasilitas dan kemudahan-kemudahan yang diberikan pemerintah terhadap penanaman modal asing hanya berlaku bagi penanaman modal asing yang berbentuk perseroan terbatas. 12. Penyelesaian sengketa Pasal 32 UUPM mengatur mengenai penyelesaian sengketa. Dalam ketentuan tersebut diuraikan bagaimana cara penyelesaian sengketa yang digunakan apabila terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal. Dari ketentuan Pasal 32 tersebut disebutkan bahwa penyelesaian sengketa antara pemerintah dengan penanam modal dilakukan melalui cara: a. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan(litigasi) adalah suatu pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa, di mana dalam penyelesaian sengketa itu diselesaikan oleh pengadilan. Putusannya bersifat mengikat. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan ini biasanya ditempuh apabila cara-cara penyelesaian yang telah ada ternyata tidak berhasil. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan biasanya hanya dimungkinkan ketika para pihak sepakat. Kesepakatan ini tertuang dalam klausula penyelesaian sengketa dalam kontrak tersebut. Dalam klausula tersebut biasanya ditegaskan bahwa jika terjadi sengketa, mereka sepakat untuk menyerahkan sengketa kapada suatu pengadilan. 78 Lembaga pengadilan merupakan lembaga yang mempunyai fungsi dan kewenangan di antaranya: 79 1) Sebagai penjaga kemerdekaan masyarakat (in guardian the freedom of society). 2) Sebagai wali masyarakat (are regarding as custodia of society). 3) Sebagai pelaksana penegakan hukum (judiciary as the up holders of the rule of law). Penyelesaian
sengeketa
yang
telah
dijelaskan
sebelumnya
tentu
penyelesaian sengketa melalui sistem litigasi atau pengadilan mempunyai keuntungan dan kerugian dalam menyelesaian sengketa . Keuntungannya yaitu: 80
78
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2005), hlm.
210. 79
M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 151-152 80 Salim Hsdan Budi Sutrisno Op.cit., hlm. 348.
1) Dalam mengambil alih keputusan dari para pihak, pengadilan sekurangkurangnya dalam batasan tertentu menjamin bahwa kekuasaan tidak dapat mempengaruhi hasil dan dapat menjamin ketentraman sosial. 2) Pengadilan sangat baik untuk menentukan kesalahan-kesalahan dan masalah-masalah dalam posisi pihak lawan. 3) Pengadilan memberikan suatu standar bagi prosedur yang adil dan memberikan peluang yang luas kepada para pihak untuk didengar keterangannya sebelum mengambil keputusan. 4) Pengadilan membawa nilai-nilai masyarakat untuk penyelesaian sengketa pribadi. 5) Dalam pengadilan para hakim menerapkan nilai-nilai masyarakat yang terkandung dalam hukum untuk menyelesaiakan sengketa. Dengan demikian litigasi bukan hanya menyelesaikan sengketa, tetapi juga menjamin suatu bentuk ketertiban umum, yang tertuang dalam undang-undang secara eksplisit maupun implisit. Namun, litigasi setidak-tidaknya sebagaimana yang terdapat di Amerika Serikat, memiliki banyak kekurangan (drawbacks). Kekurangan litigasi: 81 1) Memaksa para pihak pada posisi yang ekstern. 2) Memerlukan pembelaan (advocasy) atas setiap maksud yang dapat memengaruhi putusan. 3) Benar-benar mengangkat seluruh persoalan dalam suatu perkara, apakah persoalan
81
materi
Ibid., hlm. 349,
(substantive)
atau
prosedur,
untuk
persamaan
kepentingan dan mendorong para pihak melakukan penyelidikan fakta yang ekstrem dan sering kali marginal. 4) Menyita waktu dan meningkatkan biaya keuangan. 5) Fakta-fakta yang dapat dibuktikan membentuk kerangka persoalan, para pihak tidak selalu mampu mengungkapkan kekhawatiran mereka yang sebenarnya. 6) Tidak mengupayakan untuk memperbaiki atau memulihkan hubungan para pihak yang bersengketa, dan 7) Tidak cocok untuk sengketa yang bersifat polisentris, yaitu sengketa yang melibatkan banyak pihak, banyak persoalan dan beberapa kemungkinan alternatif penyelesaian. b. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral yang mengeluarkan putusan bersifat final dan mengikat (binding). Badan arbitrase dalam perkembangannya saat ini semakin popular dan semakin banyak digunakan dalam menyelesaikan sengketa-sengketa baik pada tingkat nasional maupun tingkat internasional. Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu compromis, yaitu penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir atau melalui pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian, sebelum sengketanya lahir (claise compromissoire). Orang yang dipilih melaui arbitrase disebut arbitrator atau arbiter yang biasa disebut di Indonesia. 82
82
Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 37.
Arbitase juga memiliki kelebihan atau keunggulan yang tidak dimiliki oleh peradilan umum, yaitu sebagai berikut: 83 1) Kebebasan, kepercayaan dan keamanan, yaitu memberikan kebebasan otonomi yang sangat luas kepada para pelaku bisnis pihak yang bersengketa dan memberikan rasa aman terhadap keadaan tidak menentu kepastian berkenaan dengan sistem hukum yang berbeda serta terhadap kemungkinan putusan yang berat sebelah, 2) Keahlian arbiter, yaitu para arbiter merupakan orang-orang yang mempunyai keahlian besar mengenai permasalahan yang disengketakan, 3) Cepat dan hemat biaya, yaitu proses pengambilan keputusannya cepat, tidak terlalu formal dan putusannya bersifat final dan binding. Permasalahan baru muncul jika pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, 4) Bersifat Confidential, yaitu arbitrase bersifat rahasia dan tertutup, oleh karenanya pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup termasuk pengucapan putusannya, 5) Bersifat non preseden, artinya putusan arbitrase tidak mempunyai preseden. Maka mungkin saja dengan masalah yang sama dihasilkan putusan arbitrase yang berbeda di masa datang, 6) Independen, artinya pemeriksaan arbitrase dilakukan oleh para arbiter yang dipilih oleh kedua belah pihak dan dalam memberikan putusannya arbiter tidak dipengaruhi oleh pihak luar termasuk pemerintah. 83
Ridwan Khairandy , Nandang Sutrisno dan Jawahir Tontowi, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hlm. 149-151.
7) Final dan binding, artinya putusan arbitrase merupakan putusan terakhir yang mengikat para pihak dan mempunyai kekuatan hukum tetap, dimana atas putusan tersebut tidak dapat dibanding. 8) Kepekaan arbiter, artinya arbiter menerapkan hukum yang berlaku dalam menyelesaikan perkara dan akan lebih memberikan perhatian khusus terhadap keinginan, realitas, dan praktik dagang para pihak. Cara penyelesaian melalui arbitrase dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), arbitrase ad hoc maupun arbitrase asing. Arbitrase asing yang biasa dipilih dalam penyelesaian sengketa penanaman modal antara lain seperti: ICSID (International Center for Settlement of Investment Disputes) dan ICC (International Chamber of Commerce). Berkaitan dengan arbitrase asing tersebut, Indonesia telah meratifikasi New York Convention on Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award of 1958. 84 Indonesia juga memiliki arbitrase nasional, yaitu BANI (Badan Arbitrase Nasional). Selain itu, penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Lembaga arbitrase yang juga sering digunakan adalah ICC yang kepanjangan dari International Chamber of Commerce atau juga kamar dagang Internasional.Ini adalah badan non pemerintah dan juga salah satu badan arbitrase internasional tertuadi dunia.Badan ini didirikan di Paris pada tahun 1923.ICC memiliki spesialisasi dalam perdagangan komersial internasional seperti dalam 84
Ida Bagus Rahmadi Supancana, Kerangka Hukum & Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 1.
Incoterms 1990 yang banyak digunakan dalam kontrak-kontrak penjualan barang internasional.