Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN
Budiman Ginting
Volume 17 ( 1) 2005
ASPEK HUKUM KONTRAK PADA PERUSAHAAN JOINT VENTURE (Studi Terhadap Perusahaan Penanaman Modal Asing di Sumatera Utara) Budiman Ginting Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Abstract To mobilize the development in economy, the Government has determined the forms of coporation between national and foreign capital. One of them is a joint venture. This integration joint venture company Ltd. is based on the presence of contract or agreement among the national and foreign investor for foreign investment in Indonesia. It is the contract made by these investors to be called as a joint venture contract. It is the contract or agreement in Indonesia should be subjected to the Book III KUH Perdata (Civil Law) of binding. While the building of any joint venture corporation requires enclosures issued by the Government as operational requirement of the company. This study takes 20 samples of foreign investment company on North Sumatera Province and it uses questionary as a collecting tool of data. From the research which can be completed, it can be drawn some conclusions as, that in practice, in determining the volume of agreement or contract among the national and foreign investors, the freedoms of investor not anly rely in their considerations, but also should be subjected to the law and other government regulation related to the foreign capital investment in Indonesia. In North Sumatera Province, the existed joint ventures have to base on the capital integrations with the compositions of shareholder in ratio od foreign majority of 65% and foreign minority of 10%, while the composition in ratio of both 50% consists of 10% and the compositions in ratio of 49% to 51% consists of 15%. These conditions show that national investors are in hard positions for determination of policy provided that their rights are determinde by the vote in the general meeting of shareholders. Keywords: Joint venture, Businesses, Skill, Capital
A. Pendahuluan Setiap negara terutama yang sedang berkembang termasuk Indonesia dalam rangka mewujudkan pembangunan nasionalnya tentu memerlukan modal yang sangat besar. Modal yang besar ini dapat diperoleh dari sumber pembiayaan dalam negeri dan luar negeri. Berbagai bentuk dan cara pemanfaatan sumber luar negeri oleh negara Indonesia, antara lain berupa bantuan keuangan, bantuan ahli, bantuan program dan proyek, bantuan teknologi, pinjaman modal yang berupa kredit dan penanaman modal asing. Kebijaksanaan umum mengenai penanaman modal asing (PMA) di Indonesia adalah untuk mengundang masuknya investor-investor asing yang diarahkan untuk berperan menunjang akselerasi pembangunan nasional.
1
Mengenai kerjasama antara modal asing dan modal nasional dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 hanya memberikan ketentuan yang bersifat umum dengan menyebutkan bahwa dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing dapat dilakukan kerjasama antara modal asing dan modal nasional (Pasal 23 UU No. 1 Tahun 1967). Selanjutnya Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang-bidang usaha, bentuk-bentuk dan cara-cara kerjasama antara modal asing dan modal nasional dengan memanfaatkan modal keahlian asing dalam bidang eksport serta produksi barang-barang dan jasa-jasa. Ketentuan ini ditafsirkan sebagai bukan suatu keharusan adanya kerjasama antara modal asing dan modal nasional dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal asing (Rajagukguk, 1992: 350).
Budiman Ginting
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 ( 1) 2005
Pada tanggal 22 Januari 1974, pemerintah menetapkan kebijaksanaan baru dalam bidang penanaman modal asing yaitu dengan tidak mengizinkan lagi 100% pemilikan perusahaan oleh pihak asing dalam penanaman modal. Dengan demikian baru sejak Tahun 1974 penanaman modal asing di Indonesia merupakan suatu keharusan diadakannya kerjasama dengan modal nasional dalam bentuk kerjasama patungan atau joint venture (Rajagukguk, 1985: 12). Bentuk perusahaan patungan (joint venture) oleh pemerintah Indonesia dianggap sebagai bentuk penanaman modal asing yang diharapkan akan dapat memberikan keuntungan yang lebih besar kepada pihak Indonesia dari suatu penanaman modal asing yang dilakukan secara langsung (straight foreign invesment), oleh karena sebagian dari keuntungan perusahaan akan diperoleh oleh pihak Indonesia. Dan di samping itu juga diharapkan bahwa dengan jalan joint venture itu pengusaha Indonesia akan lebih cepat mempelajari cara-cara bekerja, terutama entrepreneurship dan management dari perusahaan partner asingnya (Hartono, 1974: 11). Hubungan hukum dalam perjanjian patungan merupakan kontrak antara para pihak yang terlibat di dalamnya. Di Indonesia perjanjian patungan mengenai penanaman modal asing tidak saja tunduk kepada KUH Perdata khususnya Buku III tentang Perikatan, tetapi juga ketentuanketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah sehubungan dengan penanaman modal asing. Selain dari ketentuan dalam KUH Perdata, UU PMA, dan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas menjadi dasar pedoman dalam pembahasan mengenai kontrak kerjasama patungan antara modal asing dengan modal nasional perlu juga diperhatikan aspek hukum perdata internasional.
perseoran terbatas (PT) adalah modal yang terdiri dari: Modal dasar (Maatschappelijk Kapitaal), modal yang disanggupkan atau ditempatkan (Geplaats Kapitaal), dan modal yang disetor atau Gestort Kapitaal (Purwosutjipto, 1991: 103). Komposisi modal dalam suatu perusahaan joint venture sejak adanya UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, hingga sekarang telah mengalami perkembangan. Dalam hal ini Pemerintah telah menetapkan bahwa penyertaan modal nasional baik dalam investasi lama maupun dalam investasi baru harus menjadi 51% (lima puluh satu perseratus) dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak perusahaan berproduksi komersil. Tentang penyertaan atau persyaratan pemilikan saham nasional pada perusahaan penanaman modal asing telah beberapa kali mengalami perubahan. Misalnya dalam Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing, yang diundangkan pada tanggal 19 Mei 1994. Dalam Pasal 6 ayat (1) dinyatakan bahwa: “Saham peserta Indonesia dalam perusahaan patungan, sekurang-kurangnya 5% (lima perseratus) dari seluruh modal disetor perusahaan pada waktu pendirian”. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa peningkatan pemilikan saham peserta Indonesia dilakukan sesuai kesepakatan antara peserta Indonesia dengan peserta asing. Dari uraian di atas yang menjadi permasalahan adalah, pertama, bagaimana praktek penggunaan hukum kontrak pada perusahaan joint venture yang ada di Sumatera Utara. Kedua, bidang usaha apa saja yang diminati oleh perusahaan joint venture di Sumatera Utara. Ketiga, bagaimana komposisi modal pada perusahaan joint venture di Sumatera Utara dan akibat hukumnya terhadap policy perusahaan.
Perseroan Terbatas (PT) sebagai suatu Badan Hukum mempunyai kekayaan tersendiri. Termasuk dalam kekayaan suatu
2
Budiman Ginting
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 ( 1) 2005
B. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan empiris. Dikatakan normatif karena lebih ditujukan pada syarat-syarat perjanjian, unsur-unsur dalam kontrak joint venture, berbagai pengertian kontrak, hukum perusahaan. Dikatakan penelitian hukum empiris, karena dalam penelitian ini diusahakan untuk mencoba menemukan di lapangan bagaimana praktek penggunaan hukum kontrak atau perjanjian itu terhadap pengelolaan perusahaan patungan atau joint venture company. Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif, yaitu memaparkan informasi dan fakta secara sistematis dan akurat mengenai aspek penggunaan hukum kontrak dan pengaturan modal serta akibat hukumnya. Untuk mendapatkan data primer, digunakan kuesioner dan pedoman wawancara sebagai alatnya. Selain data primer, penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Responden yang dijadikan sampel berjumlah 20 orang dari perusahaan joint venture yang ditentukan berdasarkan acak sederhana (simple random sampling). Analisis data yang dilakukan adalah dengan cara paduan kualitatif dan kuantitatif baik bersifat deskriptif dan analisis. Secara deskriptif akan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dalam bentuk prosentase diikuti dengan interpretasi. C. Hasil dan Pembahasan 1. Hubungan Hukum Partner Indonesia Dengan Asing Dari dua puluh PT PMA yang dijadikan sampel dapat diketahui seperti dalam Tabel 1.
3
Dari Tabel 1 diketahui bahwa pihak investor nasional terdiri dari pihak PT BUMN sebanyak tiga perusahaan (15%), PT swasta murni (sendiri) sebanyak lima perusahaan (25%), dan gabungan PT swasta murni dan perorangan sebanyak dua perusahaan (15%), perorangan lima orang (25%), dan gabungan dari beberapa perusahaan atau PT swasta murni sebanyak empat perusahaan (20%). Sedangkan pihak asing atau investor asing terdiri dari PT swasta murni (satu perusahaan) sebanyak 12 perusahaan (60%) dan PT swasta murni (gabungan beberapa perusahaan) sebanyak delapan perusahaan (40%). Dari pihak investor nasional terlihat bahwa di Sumatera Utara dalam rangka PMA peranan pihak swasta atau PT swasta murni dan gabungan antara PT swasta murni dan perorangan mendominasi kepesertaan dalam PT PMA (75%) dan pihak pemerintah (PT BUMN) sebanyak tiga perusahaan (15%), sedangkan pihak asing keseluruhannya (100%) adalah pihak swasta murni. Pada prakteknya dijumpai sebelum dibentuknya kontrak joint venture terlebih dahulu ada perjanjian pendahuluan atau dinamakan juga dengan “Memorandum of Understanding” disingkat “MOU” atau sering disebut “Later of Internt”. Dalam sistem hukum Anglo Saxon, lembaga ini mirip dengan prinsip “offer and acceptance”. (Mariam Darus, 1994: 35). Prinsip ini lebih dikenal dalam hukum kita sebagai persesuaian kehendak di antara para pihak. Jadi kalau suatu Memori of Understanding mengisyaratkan telah terjadi suatu perikatan, maka dokumen MOU tersebut dianggap telah memuat perjanjian di antara pada pihak sehingga perlu memuat isi MOU ini ke dalam suatu kontrak agar mempunyai kekuatan mengikat (Rajagukguk, 1994: 4)
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN
Budiman Ginting
Volume 17 ( 1) 2005
Tabel 1. Para Partner dalam PT. Joint Venture (PMA) di Sumatera Utara (n = 20) No
Bentuk Badan Hukum Peserta Dalam PT Joint Venture
Investor Asing Jumlah
1. 2. 3.
PT. BUMN PT. swasta murni (satu PT) Gabungan PT swasta murni dan Perorangan Perorangan Gabungan PT swasta murni
4. 5. Total Sumber: Diolah dari Data Primer
Investor Nasional Jumlah
-12 --
Frekuensi (%) -60 --
3 5 3
Frekuensi (%) 15 15 15
-8 20
-40 100
5 4 20
25 20 100
Tabel 2. Bidang Usaha PMA di Sumatera Utara (n = 20) No
Jenis Bidang Usaha
1. 2. 3. 4.
Industri Kimia Industri Mesin Berat & Elektronika Industri Meubel & Pengolahan Kayu Lainnya Industri Jasa: Pemasaran Dalam Negeri, Rumah Sakit & Rekreasi (Hiburan) 5. Industri Penangkapan hasil laut 6. Industri Aluminium Dan Baja 7. Bibit Bunga Jumlah Sumber: Diolah dari Data Primer
Jumlah (Perusahaan) 8 3 3 3
Frekuensi (%) 40 15 15 15
1 1 1 20
5 5 5 100
Tabel 3. Komposisi Saham Antara Investor Asing dan Nasional Pada PT. PMA di Sumatera Utara No Komposisi Saham Investor Jumlah Perusahaan Frekuensi (Indonesia: Asing) (%) 1. 50% : 50% 2 10 2. 49% : 51% 3 15 3. Mayoritas Asing 13 65 4. Minoritas Asing 2 10 Jumlah 20 100 Sumber: Diolah dari Data Primer
Di Sumatera Utara sebelum membuat perjanjian joint venture yang defenitif terlebih dahulu ada perjanjian pendahuluan atau Memorandum of Understanding yang menyertai perjanjian pokoknya. Jadi berdasarkan cara terjadinya perusahaan joint venture adalah berdasarkan perjanjian atau kontrak sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1618 KUH Perdata yo Pasal 1313 KUH Perdata. Sedangkan untuk sah suatu perjanjian harus berdasarkan dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata. 2. Bidang Usaha Penanaman modal asing di Sumatera Utara dilihat dari bidang usahanya dapat diklasifikasikan seperti tersebut dalam Tabel 2.
Dari Tabel 2 kisaran bidang usaha terbesar terdapat pada bidang usaha industri kimia sebanyak 8 perusahaan PMA (40%) yang jika dirinci lagi industri kimia ini dapat digolongkan atas; Formulasi Pestisida dan Herbisida, Minuman, Makanan Ternak Ayam dan Udang, Sarung Tangan Karet, Kertas Cigarette, dan sebagainya. Selanjutnya industri bidang jasa, pemasaran dalam negeri, rumah sakit dan rekreasi (hiburan) sebanyak 3 perusahaan PMA (15%). Industri Meubel dan pengolahan kayu sebanyak 3 perusahaan PMA (15%), industri aluminium dan baja satu perusahaan PMA (5%). Industri mesin berat dan elektronika sebanyak 3 perusahaan PMA (15%) dan industri penangkapan hasil laut serta usaha ekspor bibit bunga masing-masing
4
Budiman Ginting
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 ( 1) 2005
satu perusahaan (10%). Terhadap bidang usaha yang terbuka untuk PMA di Sumatera Utara ternyata seluruhnya (100%) perusahaan PMA bidang usahanya sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1967 dan Keppres No. 54 Tahun 1993. 3. Saham Atau Modal Perusahaan Dalam suatu perjanjian harus tegas tentang apa yang dijanjikan sehingga tidak meragukan atau menimbulkan penafsiran. Prestasi dalam perjanjian harus memenuhi syarat yaitu objeknya harus tertentu, atau objek itu sekurang-kurangnya dan jenisnya (Pasal 1333 KUH Perdata). Dalam penelitian ini diketahui bahwa modal/saham yang perimbangannya atau komposisinya adalah seperti tersebut di dalam Tabel 3. Seperti gambaran dari Tabel 3 di atas bahwa di Sumatera Utara komposisi pemegang saham antara investor asing dan nasional dalam perusahaan joint venture masih didominasi oleh mayoritas saham asing (65%), sedangkan saham minoritas asing hanya 10% dan komposisi 49% saham nasional berbanding 51% saham asing sebanyak 15% dan komposisi fiftyfifty (50% berbanding 50%) sebesar 10%. Komposisi demikian menunjukkan bahwa pemegang saham nasional pada perusahaan joint venture di Sumatera Utara bahwa kedudukan pemegang saham nasional masih tetap minoritas. Konsekuensi demikian tentunya berakibat terhadap kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan pada perusahaan joint venture dan sudah pasti bahwa dalam setiap mengambil keputusan (decision making) untuk pengelolaan perusahaan tetap berada di tangan investor asing. Keadaan demikian tetap menyulitkan bagi investor nasional dalam menentukan kebijaksanaan perusahaan joint venture karena posisi pemegang saham nasional (minoritas) tetap berada di bawah kendali para investor asing. Situasi demikian dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas memang telah diberikan semacam
5
perlindungan hukum bagi para pemegang saham minoritas dalam arti kata bahwa secara tegas telah dicantumkan apa yang menjadi hak bagi pemegang saham minoritas. Antara lain, hak untuk mengajukan gugatan terhadap perseroan (Pasal 52 (2)). Hak untuk minta diadakan RUPS (Pasal 60 (1)), hak atas nama perseroan menggugat Direksi dan Komisaris (Pasal 85 (3) dan Pasal 98 (2), hak pemegang saham minoritas untuk meminta pengadilan agar memeriksa perusahaan (Pasal 110 (3a)). D. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini diperoleh temuan: pertama, penggunaan hukum kontrak (perjanjian) diberikan kebebasan kepada para pihak pada perusahaan joint venture yang merupakan prinsip dasar untuk terjadinya perusahaan joint venture. Kedua, Untuk mendirikan perusahaan joint venture (joint venture company) diharuskan mengikuti deregulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia sehubungan dengan penanaman modal asing di Indonesia. Dengan kata lain asas kebebasan berkontrak dalam pelaksanaannya dibatasi oleh UndangUndang dan peraturan lainnya di bidang penanaman modal asing. Ketiga, komposisi pemegang saham di pihak investor nasional tergolong pemegang saham minoritas, sehingga posisinya dalam memberikan suara dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) tetap dikendalikan oleh investor asing, akibatnya kebijaksanaan atau policy perusahaan joint venture tetap berada di tangan investor asing. 2. Saran-Saran Pertama, agar intervensi Pemerintah dalam menentukan bidang usaha dan daerah berusaha jangan menjadikan si pengusaha dapat mendominasi jenis usaha tertentu sehingga praktek monopoli dan monopsoni dapat diberantas atau setidak-tidaknya kemitraan usahanya dapat memberikan
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN
Budiman Ginting
Volume 17 ( 1) 2005
kontribusi kepada kalangan menengah dan kecil.
pengusaha
Kedua, hendaknya pemerintah konsekuen terhadap pengawasan atas peraturan tentang pengalihan atau penjualan sebagian saham asing kepada investor atau kepada pengusaha nasional sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan yakni 15 (lima belas) tahun sejak perusahaan berproduksi secara komersil. Dan menjadikan 51% saham menjadi kepemilikan investor nasional. Ketiga, agar investor asing dapat menambah kapasitas investasi dan diversifikasi bidang usahanya, kebijaksanaan deregulasi yang sering digulirkan oleh pemerintah dapat ditekan serendah mungkin dan kalau dapat dihilangkan sekali, sehingga kepastian hukum dalam berusaha dapat dijamin guna menarik investor asing masuk ke Indonesia. E. Daftar Pustaka Erman Rajagukguk, 1985, Indonesianisasi Saham, Bina Aksara, Jakarta. _____, 1992, Hukum Tentang Investasi Swasta dan Pembangunan, Fakultas Hukum UI, Jakarta. _____, 1995, Pembangunan Hukum Perusahaan Menurut UU No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, Makalah Pada Workshop dan Orientasi UU Perseroan Terbatas, Komda Perkappen Sumut – Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Badan Penelitian dan Pengembangan, Medan.
Friedman, Wolfgang, G., dan Kalmanoff George (Edt), 1961, Joint International Business Ventures, Columbia University Press, New York. Groneveld, K..J., 1955, Algemene Bedrijtseconomie, Deel I (Bagian I), HE. Stemfert kroese, Leiden. Hardwicke, Jhon, W., dan Emerson, Robert W., 1987, Business Law, Barron Business Review Series. Ismail Sunny & Rudioro Rochmat, 1976, Tinjauan dan Pembahasan UndangUndang Penanaman Modal Asing dan Kredit Luar Negeri (Cetakan Ketiga), Pradnya Paramita, Jakarta. Mariam Darus Badrulzaman, 1983, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni, Bandung. _____, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung. Mulya Lubis, T., 1992, Hukum dan Ekonomi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. Subekti, 1979, Hukum Perjanjian (Cetakan keenam), PT. Intermasa, Jakarta. Sudargo Gautama, 1980, Hukum Perdata dan Hukum Dagang Internasional, Alumni, Bandung. Sumantoro, 1994, Kerjasama Patungan dengan Modal Asing, Alumni, Bandung. _____, 1974, Masalah-Masalah dalam Joint Ventures Antara Modal Asing dan Modal Indonesia, Alumni, Bandung.
6