BAB III PEMILIKAN SAHAM ASING PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN UMUM
D. Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Kerjasama Kontrak Karya 1. Istilah dan Pengertian Kontrak Karya Kontrak karya merupakan kontrak yang dikenal di dalam pertambangan umum. Istilah kontrak karya merupakan terjemahan dari bahasa Inggris ,yaitu kata work of contract. Dalam pasal 10 Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan Umum,istilah yang lazim digunakan adalah perjanjian karya. Dalam hukum Australia,istilah yang digunakan adalah indenture, franchise agreement,state agreement or government agreement. 61 Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara telah ditentukan pengertian kontrak karya. Kontrak karya (KK) adalah suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dengan nasional (dalam rangka PMA) untuk pengusahaan mineral dengan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
61
Salim, Hukum Pertambangan di Indonesia, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2005),
hal 127.
Universitas Sumatera Utara
serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum. 62 Dalam definisi ini kontrak karya dikonstruksikan sebagai sebuah perjanjian. Subjek perjanjian itu adalah Pemerintah Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau joint venture antara perusahaan asing dan perusahaan nasional. Objeknya adalah pengusahaan mineral. Pedoman yang digunkan dalam implementasi komtrak karya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum. Definisi lain dari kontrak karya, dapat dibaca dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam ketentuan itu, disebutkan pengertian kontrak karya. Kontrak karya atau KK adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pengusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batu bara. Ismail Suny mengartikan kontrak karya sebagai berikut: “kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya (contract of work) terjadi apabila penanaman modal asing membentuk satu badan hukum
62
Pasal 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara
Universitas Sumatera Utara
Indonesia dan badan hukum inimengadakan kerja sama dengan satu badan hukum yang mempergunakan modal nasional”. 63 Definisi ini ada kesamaan dengan definisi yang dikemukakan oleh Sri Woelan Aziz. Ia mengartikan kontrak karya adalah: “suatu kerja sama di mana pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia ini bekerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional”. 64 Kedua pandangan di atas melihat bahwa badan hukum asing yang bergerak dalam bidang kontrak karya harus melakukan kerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional. Namun, di dalam peraturan perundang-undangan tidak mengharuskan kerja sama dengan badan hukum Indonesia dalam pelaksanaan kontrak karya. Pertanyaannya sekarang bagaimana dengan kontrak karya yang seluruh modalnya dari pihak asing, seperti halnya PT Freeport Indonesia. Sumber pembiayaan perusahaan ini 100 % dari pihak asing, dan perusahaan ini tidak bekerja sama dengan modal domestik. Dengan demikian, definisi kontrak karya di atas perlu dilengkapi dan disempurnakan sehingga yang dimaksud dengan kontrak karya adalah: “suatu perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan kontrakror asing semata-mata dan/atau merupakan patungan antara badan hukum domestik untuk melakukan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi dalam bidang pertambangan umum, sesuai dengan jangka waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak”. 65
63
www.google.com, diakses tanggal 2 September 2010.
64
Salim, Op Cit, hal 128.
65
Ibid, hal 129.
Universitas Sumatera Utara
Definisi ini merupakan definisi yang lengkap karena di dalam kontrak karya tidak hanya mengatur hubungan hukum antara para pihak, namun juga mengatur tentang objek kontrak karya. Dengan demikian, dapat dikemukakan unsure-unsur yang melekat dalam kontrak karya, yaitu: 1. adanya kontraktual, yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak, 2. adanya subjek hukum, yaitu Pemerintah Indonesia/pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) dengan kontraktor asing semata-mata dan/atau golongan antara pihak asing dengan pihak Indonesia, 3. adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi, 4. dalam bidang pertambangan umum, dan 5. adanya jangka waktu di dalam kontrak.66 Dengan adanya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing, maka pemerintah daerah, tidak lagi menjadi salah satu pihak dalam kontrak karya, sedangkan para pihaknya adalah Pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan badan hukum Indonesia. Sementara itu, kedudukan gubernur dan bupati/walikota sebagai salah satu pihak dalam kontrak karya. Jangka waktu berlakunya kontrak karya tergantunng kepada jenis kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Jangka waktu berlakunya kegiatan eksplolitasi adalah tiga puluh tahun. Jangka waktu itu juga dapat diperpanjang.
66
Ibid, hal 130.
Universitas Sumatera Utara
2. Sejarah Perkembangan Kontrak Karya Sistem kontrak dalam dunia pertambangan Indonesia telah dikenal sejak maa penjajahan Hindia Belanda, khususnya ketika mineral dan logam mulai menjadi komoditas yang menggiurkan. Melalui Indische Mijnwet 1899, Hindia Belanda mendeklarasikan penguasaan mereka atas mineral dan logam di perut bumi Nusantara. Sejak saat itu, perbaikan kebijakan dilakukan, antara lain tahun 1910
dan
1918,
juga
dilengkapi
dengan
Mijnordonnantie
(Ordonansi
Pertambangan) pada tahun 1906. Perbaikan pada 1910 menambahkan pula Pasal 5a Indische Mijnwet, yang menjadi dasar bagi perjanjian yang sering disebut “5a contract”.67 Inti ketentuan Pasal 5a Indische Mijnwet (IMW) adalah sebagai berikut: a. Pemerintah Hindia Belanda mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan eksploitasi. b. Penyelidikan dan eksploitasi itu dapat dilakukan sendiri dan mengadakan kontrak dengan perusahaan minyak dalam bentuk kontrak 5A atau lazim disebut dengan sistem konsesi. Sistem konsesi merupakan sistem di mana di dalam pengelolaan pertambangan umum kepada perusahaan pertambangan tidak hanya diberikan kuasa pertambangan, tetapi diberikan hak menguasai hak atas tanah. Jadi, hak yang dimiliki oleh perusahaan pertambangan adalah kuasa pertambangan dan hak atas tanah. Bentuknya 5AE untuk eksplorasi atau kontrak 5 AEE untuk eksplorasi dan eksploitasi.
67
Ibid, hal 131.
Universitas Sumatera Utara
Pada awal kemerdekaan Indonesia hingga akhir kekuasaan Orde Lama, sistem kontrak pertambangan tidak berkembang. Bahkan pemerintah Soekarno mengeluarkan kebijakan nasionalisasi modal asing sehingga membatalkan semua kontrak pertambangan yang pernah ada. Pada masa pemerintahan soeharto, kontrak karya di bidang pertambangan umum mengalami perkembangan yang cukup
signifikan.
Investasi
di
bidang
pertambangan
dimulai
sejak
diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan. Empat bulan setelah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang diundangkan bulan Januari 1967, pemerintah pada bulan April menandatangani kontrak pertambangan pertama dengan Freeport McMoran dari Amerika. Kontrak tersebut dikenal dengan sebutan kontrak karya generasi I. Akibatnya warna Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan sangat kental dipengaruhi oleh kepentingan investor asing. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing menyatakan dengan eksplisit bahwa: “penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan atas suatu kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan disebut dengan eksplisit bahwa:
Universitas Sumatera Utara
“menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk pekerjaan yang belum mampu dikerjakan sendiri. Pemerintah mengawasi pekerjaan tersebut sedangkan perjanjiannya harus disetujui dahulu oleh pemerintah dengan berkonsultasi dengan DPR”. Model awal kontrak karya bukanlah konsep yang dirancang Pemerintah Indonesia, melainkan hasil rancangan PT Freeport Indonesia. Awalnya Mneteri Pertambangan Indonesia menawarkan kepad Freeport konsep “bagi hasil” berdasarkan petunjuk pelaksanaan kontrak perminyakan asing yang disiapkan pasa waktu Pemerintahan Soekarno. Freeport menyatakan kontrak seperti itu hanya menarik untuk perminyakan yang dapat menghasilkan dengan cepat, tetapi tidak untuk pertambangan tembaga yang memerlukan investasi besar dan waktu lama untuk sampai pada tahap produksi. Ahli hukum, Freeport Bob Duke, menyiapkan sebuah dokumen yang didasarkan pada model “kontrak karya” yang pernah digunakan Indonesia sebelum diberlakukan “kontrak bagi hasil”. 68 Secara singkat kontrak karya mengambil jalan tengah antara model konsesi pada zaman kolonial Belanda di mana kontraktor asing mendpat hak penuh terhadap mineral dan tanah, dengan model kontrak bagi hasil di mana negara tuan rumah langsung mendapatkan hak atas perlatan dan prasarana dan dalam waktu singkat seluruh operasi menjadi milik negara. Sejak Tahun 1967, kontrak karya yang dikenal pengusaha asing sebagai contract of work mengalami perubahan. Setiap perubahan dijadikan dasar sebutan bagi generasi kontrak. Oleh karena itu, kita mengenal kontrak karya generasi I
68
Salim, Op Cit, hal 133.
Universitas Sumatera Utara
hingga generasi VII. Padahal tidak ada perbedaan mendasar antara generasi I dengan lainnya kecuali kewajiban keuangan yang harus dipenuhi pada pemerintah. Tujuh bulan setelah diundangkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan tepatnya bulan Juli 1968, pemerintah menandatangani KK generasi dengan INCO. Kontrak karya generasi II ini didasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 1968 tentang Penetapan Kelonggaran-kelonggaran Perpajakan untuk Penanaman Modal Asing di Bidang Pertambangan Umum. Oleh karena itu, INCO dan 27 perusahaan kontraktor lainnya mendapatkan kemudahan perpajakan pada awal kegiatan penambangan
mereka.
Dengan
demikian,
dapat
dikatakann
bahwa
ditandatanganinya kontrak karya dengan PT Freeport Indonesia sampai dengan saat ini. 3. Landasan Hukum Kontrak Karya Kegiatan usaha pertambangan merupakan kegiatan yang syarat dengan investasi. Tanpa adanya investasi yang besar, usaha pertambangan umum tidak mungkin akan dapat dilakukan secara besar-besaran. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kontrak karya dapat dilihat dan dibaca pada berbagai pertauran perundang-undangan berikut ini: 69 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing Jo Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
69
Ibid,hal 134.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan – ketentuan yang berkaitan dengan kontrak karya dapat kita baca dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang berbunyi sebagai berikut; (1) Penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Sistem kerja sama atas dasar kontrak karya atau dalam bentuk lain dapat dilaksanakan dalam bidang-bidang usaha lain yang akan ditentukan oleh pemerintah. Apabila kita perhatikan ketentuan ini, kerja sama dalam bidang pertambangan dapat dilakukan dalam bentuk kontrak karya ,dan lainnya. 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri Jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. 3. Pasal 10 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang KetentuanKetentuan Pokok Pertambangan, yang berbunyi sebagai berikut: (1) Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak
dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan. (2) Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini Instansi Pemerintah atau Perusahaan
Universitas Sumatera Utara
Negara harus berpegang pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang diberikan oleh menteri. (3) Perjanjian karya tersebut dalam ayat (2) pasal ini mulai berlaku sesudah disahkan oleh pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat apabila menyangkut eksploitasi golongan a sepanjang mengenai bahan-bahan galian yang ditentukan dalam Pasal 13 undang-undang ini dan atau yang perjanjian kerjanya berbentuk penanaman modal asing. Ada tiga hal yang diatur dalam Pasal 10 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, yaitu: a. pemerintah/menteri dapat menunjuk kontraktor
untuk melaksanakan
pekerjaan yang berkaitan dengan eksplorasi maupun eksploitasi. b. Perjanjiannya dituangkan dalam bentuk kontrak karya; dan c. Momentum perjanjiannya setelah disahkan oleh pemerintah. 70 Penjabaran lebih lanjut dari undang-undang itu dituangkan dalam berbagai Peraturan Pemrintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, dan peraturan lainnya. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, serta Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman pemrosesan Pewrmohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing. 70
Pasal 10 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
Universitas Sumatera Utara
4. Prosedur dan Syarat-syarat Permohonan Kontrak Karya Setiap perusahaan pertambangan yang ingin memperoleh kontrak karya, harus mengajukan permohonan kontrak karya dalam rangka penanaman modal asing (PMA)/PMDN kepada pejabat yang berwenang. Pejabat berwenang menandatangani kontrak karya adalah bupati/walikota, gubernur dan Menteri Energi Sumber daya Mineral. Penandatanganan kontrak karya oleh pejabat ini disesuaikan dengan kewenangannya. Apabila wilayah kontrak yang dimohon berada dalam wilayah kabupaten, pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah bupati/walikota, jika di dua kota/kabupaten yang berbeda maka yang menandatangani adalah gubernur. Sementara itu, apabila wilayah pertambangan yang dimohon berada di dua wilayah provinsi yang berbeda, yang berwenang menandatanganinya adalah Menteri Energi Sumber Daya Mineral dengan pemohon. 71 Prosedur
permohonan
kontrak
karya
pada
wilayah
kewenangan
buapti/walikota, disajikan sebagai berikut: a. Permohonan diajukan kepda bupati/walikota Di dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453 K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pertambangan Umum, telah ditentukan contoh format permohonan kontrak karya yang diajukan kepada bupati/walikota. b. bupati/walikota memberikan persetujuan prinsip
71
Ibid, hal 142.
Universitas Sumatera Utara
c. Bupati/walikota melakukan konsultasi kepda DPRD kabupaten/kota (standar kontrak disusun oleh pemerintah) d. Permohonan rekomendasi ke dinas Penanaman Modal e. Dinas Penanaman modal memberikan rekomendasi. f. Bupati/walikota bersama pemohon menandatangani kontrak. Kontrak yang ditandatangani tersebut ditembuskan kepada provinsi dan departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Prosedur permohonan kontrak karya pada wilayah gubernur disajikan sebagai berikut: a. Permohonan diajukan ke gubernur Format permohonan untuk mengajukan permohonan kontrak karya kepada gubernur adalah sama dengan format permohonan yang diajukan kepada bupati/walikota. b. Gubernur memberikan persetujuan c. Gubernur melakukan konsultasi kepada DPRD provinsi (standar kontrak disusun oleh pemerintah) d. Permohonan rekomendasi ke BMKMD e. DPRD provinsi memebeikan rekomendasi f. BKPMD memberikan rekomendasi g. Gubernur bersama pemohon menandatangani kontrak h. Kontrak ditembuskan kepada kabupaten/kota dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Walaupun bupati/walikota dan gubernur diberikan kewenangan untuk menandatangani kontrak karya, namun substansi kontrak karya disiapkan oleh
Universitas Sumatera Utara
pemerintah. Ini menunjukan bahwa pemerintah pusat belum sepenuhnya menyerahkan kewenangan itu kepad apemerintah daerah. Di samping itu, pemerintah daerah belum mempunyai pengalaman yang cukup dalam penyusunan substansi kontrak karya. Apabila substansi kontrak karya diserahkan kepada pemerintah daerah untuk menyusunnya, maka memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besra. Sementara investor menginginkan supaya kontrak karya dapat ditandatangani dalam waktu yang relatif cepat. Karena ditandatanganinya kontrak itu, investor dapat melaksanakan kegiatan eksplorasi terhadap sumber daya alam tambang. 5. Pejabat Yang Berwenang Menandatangani Kontrak Karya Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967, pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah Mneteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Akan tetapi kini, dengan berlakunya peraturan pemerintah ini, pejabat berwenang menandatanagani kontrak karya adalah bupati/walikota, gubernur dan Menteri energi dan Sumber Daya Mineral. Pejabat dalam menandatangani kontrak karya sesuasi dengan kewenangannya. Apabila wilayah kontrak karya yang dimohon berada dalam wilayah kabupaten/kota, pejabat yang menandatangani kontrak karya itu adalah bupati/walikota, tetapi apabila wilayah pertambangan yang dimohon berada dalam dua kabupaten, sedangkan kedua kabupaten itu tidak menandatangani kerja sama, pejabat ynag berwenang unutk menandatangani kontrak karya itu adalah
Universitas Sumatera Utara
gubernur. Sementara itu, wilayah pertambangan yang dimohon berada pada dua daerah provinsi, pejabat yang berwenang menandatanganinya adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan pemohon. Namun, berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengushaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing, bahwa gubernur dan bupati/walikota tidak lagi menjadi slaah satu pihak dalam kontrak karya, sedangkan yang berwenang untuk menandatangani kontrak karya adalah Pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan badan hukum Indonesia atau kontraktor, terutama badan hukum yang modalnya berasal dari modal asing. Sementara itu, kedudukan gubernur dan bupati/walikota hanyalah sebagai saksi. Untuk pemrosesan kontrak karya, tetap memperhatikan tentang lokasi atau wilayah kontrak karya yang dimohon. Pejabat yang berwenang untuk pemrosesan permohonan kontrak karya dari pemohon adalah: 1. Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral; 2. Gubernur;dan 3. Bupati/Walikota Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Day Mineral berwenang untuk pemrosesan permohonan kontrak karya dari pemohon, apabila kontrak karya terletak dalam:
Universitas Sumatera Utara
1. beberapa wilayah provinsi dan tidak dilakukan kerja sama anatar provinsi; dan/atau 2. di wilayah laut yang terletak di luar 12 mil laut. Gubernur berwenang untuk pemrosesan permohonan kontrak karya dari pemohon, apabila kontrak karya terletak dalam: 1. beberapa
wilayah
kabupaten/kota
dan
tidak
dilakukan
kerja
sama
antarkabupaten/kota maupun kabupaten dan kota dengan provinsi; dan/atau 2. di wilayah laut-laut yang terletak antara 4 samapai dengan 12 mil laut. Bupati/Walikota berwenang untuk pemrosesan permohonan kontrak karya dari pemohon, apabila kontrak karya terletak dalam: 1. wilayah kabupaten/kota; dan/atau 2. di wilayah laut-laut sampai dengan 12 mil laut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing bahwa pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah Pemerintah Republik Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan badan hukum Indonesia atau kontraktor. Sementara itu, kedudukan gubernur dan bupati/walikota hanyalah sebagai saksi.
Universitas Sumatera Utara
6. Bentuk dan Substansi Kontrak Karya Bentuk kontrak karya yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan penanam modal asing atau patungan antara perusahaan asing dengan perusahaan domestik untuk melakukan kegiatan di bidang pertambangan umum adalah berbentuk tertulis. Substansi kontrak karya tersebut disiapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia c.q Departemen Pertambangan dan Energi dengan calon penanam modal. Namun, pada saat kontrak karya generasi I yang dibuat pada tahun 1967 antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia, substansi kontrak karya telah dibuat dan disiapkan oleh PT Freeport Indonesia, di mana pada saat itu, yang menyiapkan adalah Bob Duke. Konsep kontrak karya yang disiapkan oleh Bob Duke didasarkan pada perjanjian karya yang pernah digunakan di Indonesia sebelum diberlakukan kontrak Production Sharing di bidang minyak dan gas bumi. Ini disebabkan Pemerintah Indonesia belum mempunyai pengalaman dalam penyusunan kontrak karya sehingga kedudukan PT Freeport Indonesia lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan Pemerintah Indonesia. Orientasi yang utama pada saat itu adalah mendatangkan investor asing sebanyak-banyaknya ke Indonesia. Ini disebabkan Pemerintah Indonesia membutuhkan modal dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional. 72 Penentuan substansi kontrak ditentukan oleh pemerintah pusat sematamata, sedangkan pemerintah daerah tidak diikutsertakan dalam perumusan substansi kontrak karya. Ini disebabkan pada saat kontrak karya dibuat pada tahun 72
Salim, Hukum Pertambangan Indonesia, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2005), hal
150.
Universitas Sumatera Utara
1986 sistem ketatanegaraan kita bersifat sentralistis, artinya segala sesuatu hal ditentukan oleh pusat. Namun, sejak tahun 1999 yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka telah menjadi desentralistis.artinya, berbagai urusan pemerintah diserahkan kepada daerah, kecuali yang tidak diserahkan kepada daerah adalah masalah luar negeri, hankam, pengadilan dan agama. 73 Pada era otonomi daerah ini, pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah menteri/gubernur dan bupati/walikota dengan pemohon. Pemerintah kabupaten/kota berwenang untuk menandatangani kontrak karya dengan perusahaan pertambangan apabila lokasi usaha pertambangan itu berada di dalam kabupaten /kota yang bersangkutan. Sementara itu, pemerintah provinsi berwenang menandatangani kontrak karya dengan perusahaan pertambangan apabila lokasi usaha pertambangan itu berada pada dua kabupaten/kota, sedangkan kedua kabupaten/kota tidak melakukan kerja sama antar keduanya.. sedangkan pemerintah pusat hanya berwenang untuk menandatangai kontrak karya dengan perusahaan pertambangan, apabila lokasi usaha pertambangan itu berada pada dua provinsi dan kedua provinsi tidak mengadakn kerja sama antara keduanya. 74 Walaupun pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi diberikan kewenangan untuk menandatangani kontrak karya dengan pemohon, namun substansi kontrak karya itu telah disipakan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Mneteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Tujuan pembakuan kontrak karya ini 73
www.google.com, (Suara Rakyat/Edisi 01/Tahun II/Oktober 2003) diakses tanggal 2 September 2010. 74 Salim, Op Cit, hal 154.
Universitas Sumatera Utara
adalah untuk mempermudah pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi dalam menandatangani kontrak karya. Penyiapan kontrak karya itu disipakan oleh pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi, maka memerlukan waktu yang lama atau panjang. Namun,dengan adanya substansi kontrak karya, pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi tidak dapat lagi menambah pasal-pasal yang penting tentang itu, seperti misalnya tentang pemilikan saham pemerintah daerah. 7. Momentum Terjadinya Kontrak Karya Setiap orang atau badan hukum asing dan atau campuran antara badan hukum asing dengan badan hukum Indonesia yang ingin menanamkan modalnya di bidnag pertambangan umum harus memenuhi prosedur dan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Pemerintah Indonesia, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Penanaman modal asing di bidang pertambangan umum dilaksanakan dalam bentuk kontrak karya. Kontrak karya tersebut ditandatangani oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan para pihak. Sejak bergulirnya otonomi daerah, kewenangan pemerintah pusat dalam menandatangani kontrak karya ini telah berkurang karena saat ini kewenangan untuk menandatangani kontrak karya diserahkan kepada pemerintah daerah, baik itu pemerintah provinsi, maupun pemerintah
kabupaten/kota.
Kewenangan
pemerintah
daerah
dalam
menandatangani kontrak karya dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2001. 75
75
Pasal 17 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453 K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang Pertambangan Umum.
Universitas Sumatera Utara
Sejak ditandatangani oleh para pihak, maka sejak saat itulah kontrak karya terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa momentum terjadinya kontrak karya adalah pada saat telah ditandatanganinya kontrak karya tersebut oleh kedua belah pihak. Dan sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak.
E. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas Antara kepentingan pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas dalam suatu perseroan terbatas seringkali bertentangan satu sama lain. Untuk itu, agar terpenuhinya unsur keadilan, diperlukan suatu keseimbangan sehingga pihak pemegang saham mayoritas tetap dapat menikmati haknya selaku mayoritas, termasuk mengatur perseroan. Di lain pihak pihak pemegang saham minoritaspun perlu diperhatikan kepentingannya dan tidak bisa begitu saja diabaikan haknya. Untuk menjaga kepentingan di kedua belah pihak, dalam ilmu hukum perseroan dikenal prinsip “Majority Rule Minority Protection” 76. Menurut prinsip ini, yang memerintah (the ruler) di dalam perseroan tetap pihak mayoritas, tetapi kekuasaan pihak mayoritas tersebut haruslah dijalankan dengan selalu melindungi (to protect) pihak minoritas. Berdasarkan prinsip Majority Rule Minority Protection ini, maka setiap tindakan perseroan tidaklah boleh disengaja atau membawa akibat terhadap kerugian pihak pemegang saham minoritas. Banyak tindakan curang yang dapat dilakukan dalam perseroan oleh direksi yang dikontrol oleh pihak pemegang 76
Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, 2005, Bandung : CV Utomo,
hal 89.
Universitas Sumatera Utara
saham mayoritas, baik disengaja atau tidak, yang dapat merugikan pihak pemegang saham minoritas. Beberapa contoh dari tindakan curang tersebut adalah sebagai berikut: 77 a. Tindakan yang mempunyai konflik kepentingan dengan direksi dan atau dengan pemegang saham mayoritas, seperti akuisisi internal, self dealing, corporate opportunity, dan lain-lain. b. Menerbitkan saham lebih banyak sehingga pihak minnoritas terdilusi saham yang dipegangnya. c. Mengalihkan aset perusahaan ke perusahaan lain, sehingga nilai perusahaan yang mengalihkan tersebut menjadi kecil. d. Tawaran dengan berbagai cara untuk membeli saham-saham dari pemegang saham minoritas. e. Menjalankan perusahaan lain dengan ,mengambil pihak pelanggan dengan perusahaan asal. f. Membuat pengeluaran perusahaan menjadi sangat besar, seperti membayar gaji
yang
tinggi,
sehingga
perusahaan
berkurang
keuntungannya.
Konsekuensinya, dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham minoritas menjadi berkurang. g. Tidak membagi dividen pada saatnya dengan berbagai alasan. h. Memecat direktur dan/atau komisaris yang pro kepada pemegang saham minoritas i.
Menerbitkan saham khusus yang dapat merugikan pemegang saham minoritas.
77
Ibid
Universitas Sumatera Utara
j.
Menghilangkan pengakuan Pre-emptive rights dalam anggaran dasar. Bagi pihak pemegang saham mayoritas seringkali pihak pemegang saham
minoritas merupakan duri dalam daging. Terutama ketika perusahaan sudah mulai berkembang, dalam hubungan dengan pihak pemegang saham minoritas, pihak pemegang saham mayoritas mempunyai berbagai kepentingan, antara lain sebagai berikut: 78 a. Pihak mayoritas berniat untuk menanam lebih banyak lagi uang dalam perusahaan tersebut, tetapi pemegang saham mayoritas segan untuk mempertaruhkan uangnya jika ada pihak lain di dalam perusahaan tersebut. b. Pihak pemegang saham mayoritas melalui direksi yang dianagkatnya bekerja cukup keras untuk perusahaan, sedangkan pemegang saham minoritas umumnya diam saja, tetapi dia ikut menikmati kebesaran dari perusahaan atas jerih payah pemegang saham mayoritas tersebut. Jadi dalam hal ini, pihak pemegang saham minoritas merupakan “penunggang bebas” (free riding). c. Pihak pemegang saham mayoritas cenderung membeli saham dari pihak minoritas pada saat harga saham masih rendah. Tidak masuk akal jika pembelian saham tersebut dilakukan pada saat sahamnya menjadi mahal, di mana mahalnya saham tersebut juga akibat kerja keras dari pemegang saham mayoritas lewat direksi yang dinominasinya. d. Pihak pemegang saham mayoritas cenderung tidak terlalu terbuka kepada pihak minoritas berkenaan dengan keadaan financial perusahaannya, agar pihak minoritas tidak memprotes penggunaan pemasukan perusahaan yang
78
Ibid, hal 90.
Universitas Sumatera Utara
dianggap kurang layak, seperti membayar gaji dan bonus yang terlalu besar. Lagi pula, jika keadaan keuangan perusahaan berkembang baik , maka membukanya kepada pihak minoritas akan membuat pihak minoritas cenderung menjual sahamnya kepada pihak mayoritas dengan harga yang mahal jika nantinya pihak mayoritas memang ingin membeli saham-saham tersebut. Sedangkan manakala dilihat dari kepentingan pihak pemegang saham minoritas, maka ada berbagai kepentingan yang oleh hukum mesti dijaga, antara lain kepentingan-kepentingan sebagai berikut : 79 a. Pihak pemegang saham minoritas sama sekali tidak berdaya dalam suatu perusahaan karena selalu kalah suara dalam rapat umum pemegang saham selaku pemegang kekuasaan tertinggi. b. Pihak pemegang saham minoritas tidak mempunyai kewenangan untuk mengurus perusahaan karena tidak mempunyai cukup suara untuk menunjuk direktur atau komisarisnya sendiri, atau kalaupun ada kesempatan untuk menunjuk direktur atau komisaris, biasanya direktur atau komisaris tersebut juga tidak berdaya karena kalah suara dalam rapat-rapat direksi atau komisaris. c. Pihak pemegang saham minoritas tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal-hal yang penting baginya, seperti kewenangan untuk mengangkat pegawai perusahaan, menandatangani cek, mereview kontrak perusahaan, dan melakukan tindakan-tindakan penting lainnya.
79
Ibid, hal 91.
Universitas Sumatera Utara
d. Jika perusahaan berbisnis secara kuarang baik, pihak pemegang saham minoritas umumnya tidak dapat berbuat banyak, kecuali membiarkan perusahaan tersebut terus-menerus merugi sambil mempertaruhkan sahamnya di sana. e. Terutama dalam suatu perusahaan tertutup, saham pihak minoritas umumnya tidak marketable, sehingga sangat sulit dijual ke pihak luar. Hal tersebut biasnya dimaklumi benar oleh pihak pemegang saham mayoritas, yang kalaupun siap membeli saham pihak minoritas, tentu akan membelinya dengan harga yang rendah. Dengan demikian, penting diakomodasi oleh hukum terhadap eksistensi prinsip Majority Rule Minority Protection dalam suatu perseroan terbatas berbarengan dengan berlakunya prinsip one share one vote dan prinsip majority rule, sehingga penerapan one share one vote dan majority rule tidak menimbulkan ketimpangan yang dapat merugikan kepentingan pemegang saham minoritas, sebagimana terlihat dalam kutipan berikut ini: Prinsip one share one vote dan majority rule sebenarnya didasarkan pada suatu pemikiran bahwa Pemegang Saham Mayoritas sebagai penyandang dana utama, selalu dihadapkan pada dua sisi yang kontradiktif. Di satu sisi berharap mendapatkan dividen yang besar, tetapi di sisi yang lain kuatir akan menanggung resiko kerugian yang besar juga sesuai dengan saham yang dimilikinya. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila timbul kecenderungan bahwa pemegang saham mayoritas ingin memonopoli kekuasaan dalam PT. Persoalan ini akan terus menjadi masalah yang tidak kunjung berakhir, jika permasalahannya tidak
Universitas Sumatera Utara
diselesaikan secara tuntas, karena mekanisme kerja PT yang ada sekarang telah menerima prinsip one share one vote tersebut. 80 Tidak seperti untuk direksi dan komisaris, Undang-undang perseroan terbatas tidak mengenal kewajiban fiduciary bagi pemegang saham mayoritas. Karena itu, sah-sah saja jika pihak pemegang saham mayoritas mengambil langkah-langkah
yang
menguntungkan
dirinya,
sejauh
tidak
merugikan
kepentimgan stakeholders lain, termasuk kepentingan pihak pemegang saham minoritas. Berlandaskan kepada prinsip majority rule minority protection ini, maka hukum mengenal beberapa hak dari pemegang saham minoritas, yang jika dilihat dari cara pelaksanaanya, ada berbagai model dari hak pihak pemegang saham minoritas, yaitu sebagai berikut: 81 a. Hak Positif Hak positif adalah jika pihak pemegang saham minoritas diberikan kesempatan untuk mengambil inisiatif-inisiatif tertentu sehingga pelaksanaan bisnis perusahaan tidak merugikan kepentingannya. Tanpa inisiatif yang diambil oleh pemegang saham minoritas tersebut, mungkin saja perusahaan terebut ujungujungnya akan merugikan kepentingan pemegang saham minoritas. Misalnya kepada pemegang saham minoritas diberikan kesempatan untuk memanggil dan menetukan mata agenda rapat umum pemegang saham untuk membicarakan halhal khusus.
80
Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance, 2002, Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hal 94. 81 Munir Fuady, Op Cit, hal 93.
Universitas Sumatera Utara
b. Hak Negatif Yang dimaksud dengan hak negative adalah bahwa pihak pemegang saham minoritas diberikan hak untuk memblokir/menghambat/memveto terhadap tindakan-tindakan tertentu yang diambil oleh perusahaan yang merugikan kepentingan pemegang saham minoritas. Misalnya, terhadap perusahaan terbuka, di tangan pemegang saham minoritas (pemegang saham independent) ada hak untuk bila perlu melarang perusahaan untuk melakukan transaksi yang berbenturan kepentingan dengan direksi/komisaris/pemegang saham mayoritas. c. Hak Normalisasi Hak normalisasi adalah bahwa pihak pemegang saham minoritas diberikan hak untuk memaksa perusahaan untuk menuruti ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan atau dalam anggaran dasar perusahaan. d. Hak Kompensasi Hak kompensasi adalah bahwa jika terjadi tindakan yang merugikan pemegang saham minnoritas maka kepada pemegang saham minoritas tersebut tidak diberikan hak untuk menghambat atau memblokir tindakan perusahaan meskipun dengan tindakan perseroan tersebut, kepentingan pemegang saham minoritas tersebut akan dirugikan. Jika memamng pihak pemegang saham minoritas menderita kerugian karenanya, maka kepadanya oleh hukum diberikan hak yang bersifat remedial yakni hak untuk mendapatkan kompensasi atau ganti rugi atas kerugiannya itu. Misalnya diberikan hak appraisal (hak untuk menjual saham) kepada pihak pemegang saham minoritas.
Universitas Sumatera Utara
Pemamaparan di atas merupakan konsep dasar dari perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas. Di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga dijelaskan mengenai perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas melalui beberapa pasal. Dari hasil penelitian yang dilakukan Repowijoyo disimpulkan bahwa perlindungan hukum yang diberikan pada pemegang saham minoritas dalam dua bentuk perlindungan hukum yaitu, preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan untuk mencegah adanya sengketa. Perlindungan ini telah termaktub di dalam UUPT 2007 dan UU Pasar Modal 1995. UUPT 2007 mengatur hak-hak pemegang saham minoritas yang berupa hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama, hak suara dalam rapat umum pemegang saham (Pasal 52 UUPT), dan hak appraisal (Pasal 102 jo 123 UUPT), akan tetapi dalam ketentuan-ketentuan tersebut belum cukup melindungi kepentingan pemegang saham minoritas karena adanya kekuasaan yang dimiliki oleh pemegang saham mayoritas untuk memonopoli jalannya perusahaan. Selain itu, ketentuan UUPM 1995 juga mengatur prinsip transparansi atau keterbukaan yang wajar dan efisien, penyampaian informasi secara tepat dan mudah. Dalam ketentuan tersebut pada akhirnya dapat menimbulkan perbuatan curang dalam penjualan saham dan merugikan investor, karena UUPM 1995 dianggap masih sumir atau tidak cukup terperinci. Sedangkan perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di masyarakat, agar tercapai penyelesaian yang adil. Hal ini diatur dalam Pasal 61UUPT dan Pasal 97 ayat (6) UUPT 2007 bahwa gugatan bagi pihak yang dirugikan harus mewakili sekurang-kurangnya 10% saham perseroan yang telah
Universitas Sumatera Utara
dikeluarkan. UUPM 1995 pun mengatur perlindungan hukum represif di dalam pasal 111 yaitu hak untuk melakukan gugatan bagi pihak yang dirugikan dengan tidak dibatasi besarnya jumlah penggugat. 82 Selain pasal-pasal di atas, mengenai perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas juga bisa dilihat dalam Pasal 62 UUPT dalam hal pembelian saham dan Pasal 84 ayat (1) bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai hak satu suara, yang berlaku bagi saham yang dimiliki oleh pemegang saham minoritas. 83
F. Pembatasan Pemilikan Saham Asing pada Perusahaan Pertambangan Satu-satunya instrument hukum internasional yang bersifat mengikat dan melarang pembatasan penanaman modal yang terkait dengan kinerja atau operasional perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) adalah Agreement on TRIMS. Namun , larangan dalam Agreement ini hanya terbatas pada persyaratanpersyaratan penanganan modal yang terkait dengan perdagangan, yakni persyaratan kendungan lokal (local content requirement) kebijakan keseimbangan perdagangan (trade balancing policy), persyaratan pembatasan devisa yang dikaitkan dengan volume impor dan larangan impor.84 Penetapan persyaratan yang tidak konsisten dengan Agrrement on TRIMS tidak boleh diterapkan dalam perubahan UUPMA atau peraturan pelaksanaannya lebih lanjut. Namun, persyaratan lainnya seperti alih teknologi, pembatasan 82
www.hukum.ub.ac.id, diakses tanggal 15 September 2010. http//idilvictor.blogspot.com, ditulis pada 17 November 2008, diakses pada tanggal 15 September 2010. 84 Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal, (Medan : USU, 2008), hal 488. 83
Universitas Sumatera Utara
bidang kerja asing dan kewajiban transfer keahlian, pembatasan kepemilikan saham, masih diterapkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional. Namun, dalam menetapkan pembatasan ini harus diperhatikan lebih lanjut komitment Indonesia berdasarkan GATS. Jangan sampai ada pembatasan dalam sektor jasa dimana Indonesia sudah memeberikan full commitment.85 Dalam penanaman modal asing, saham asing harus dibatasi jumlahnya.di dalamnya harus terdapat juga modal Indonesia. Modal utama dari badan hukum Indonesia itu adalah berasal dari modal asing. Besarnya modal asing itu, maksimal 95 %, sementara untuk modal perusahaan mitra nasionalnya adalah minimal 5 %.86 Modal asing yang dimiliki oleh badan hukum Indonesia itu digunakan untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi bahan galian, yang meliputi emas, perak, dan tembaga. Alih teknologi sangat dibutuhkan oleh negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia. Alih teknologi merupakan jalan bagi negara-negara berkembang untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap komoditi primer yang umumnya memiliki nilai tambah lebih kecil. Ketergantungan ini merupakan penyebab mendasar dari ketimpangan perdagangan internasional antara negara maju dan negara berkembang.. oleh karena itu, tidak pada tempatnya jika ada instrument hukum internasional yang melarang alih teknologi. Pelarangan demikian berarti upaya mengekalkan ketimpangan perdagangan internasional. Pada dasarnya PMA dapat dilakukan dengan penguasaan penuh, dimana pihak asing menguasai 100 % saham perusahaan yang dibentuk. Hanya saja 85
Ibid. Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Kepemilikan saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. 86
Universitas Sumatera Utara
mengatur hal yang demikian harus tetap memperhatikan keterkaitannya dengan peraturan lainnya yang terkait. UUD 1945 pada Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) merupakan dasar pembatasan penguasaan saham pihak asing. Oleh karena itu terhadap sektor-sektor usaha yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak tetap harus dikuasai oleh negara. Dengan demikian pada sektor-sektor usaha tersebut tidak diperkenankan PMA dengan penguasaan penuh. Mengijinkan pihak asing pada sektor usaha ini dengan penguasaan penuh dengan mempergunakan alasan perlakuan sama, adalah tindakan yang melawan konstitusi. 87 Pembatasan pemilikan saham asing di bidang pertambangan umum diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Bagi Penanaman Modal. Bidang pertambangan umum merupakan bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal asing, dimana pemilikan saham asing di bidang pertambangan umum maksimal sebesar 95 % dan minimal pemilikan saham Indonesia sebesar 5 %, diatur dalam PerPres Nomor 36 Tahun 2010, yakni dalam Lampiran II Tabel 4 yakni lampiran daftar bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal.
87
Ibid, hal 489.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KEWAJIBAN DIVESTASI PADA PENANAMAN MODAL ASING DI BIDANG PERTAMBANGAN UMUM
A. Ketentuan Divestasi Saham 1) Proses Nasionalisasi Saham Sebelum membahas tentang proses nasionalisasi, perlu kita ketahui pengertian dari nasionalisasi dan apa bedanya dengan divestasi. Istilah nasionalisasi paling tidak mencakup tiga pengertian “Konfiskasi”;”Onteigenig” dan “Pencabutan Hak”. L.Erades memeberikan arti nasionalisasi, yakni suatu peraturan dengan nama pihak penguasa memaksakan semua atau segolongan tertentu untuk menerima (dwingt te godegen), bahwa hak-hak mereka atas semua atau beberapa macam benda tertentu beralih kepada negara. Dengan demikian nasionalisasi adalah suatu cara peralihan hak dari pihak partekelir kepada negara secara paksa. 88 Di dalam UU Nomor 86 Tahun 1958, dalam istilah nasionalisasi termasuk di dalamnya “expropriation” atau “confiscatie”. Dengan istilah ini nasionalisasi diartikan bahwa suatu perusahaan menjadi milik negara. 89 Sedangkan yang dimaksud dengan Divestasi saham adalah pelepasan, pembebasan, pengurangan modal. Disebut juga divestment yaitu kebijakan terhadap perusahaan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh investor asing untuk secara bertahap tapi pasti mengalihkan saham-sahamnya itu kepada mitra bisnis 88
Budiman Ginting, Refleksi Historis Nasionalisasi Perusahaan Asing di Indonesia : Suatu Tantangan Terhadap Kepastian Hukum Atas Kegiatan investasi di Indonesia. (www.google.com, diakses tanggal 15 September 2010). 89 Ibid
Universitas Sumatera Utara
lokal atau proses yang mengakibatkan pengalihan saham dari peserta asing kepada peserta nasional. Istilah lain untuk kebijakan yang di Indonesia disebut indonesianisasi saham. Dapat berarti pula sebagai tindakan perusahaan memecah konsentrasi atau pemupukkan modal sahamnya sebagai akibat dari larangan terjadinya monopolisasi.
90
Perbedaan yang sangat jelas terlihat dari kedua
pengertian tersebut, pada nasionalisasi perusahaan asing secara keseluruhan menjadi milik negara secara langsung sedangkan dalam divestasi perusahaan asing menjadi milik negara keseluruhannya tidak secara langsung, tetapi melalui tahap-tahap tertentu melalui pelepasan saham. Pada tanggal 15 Januari 1974, bertepatan dengan kedatangan Perdana Menteri Kakuei Tanaka, Jakarta dilanda demonstrasi dan kerusuhan-kerusuhan. Kerusuhan-kerusuhan tersebut telah menimbulkan pembakaran-pembakaran terutama terhadap mobil-mobil Jepang. Banyak peninjau percaya bahwa peristiwa 15 Januari 1974 yang menunjukkan perasaan anti Jepang, telah mendorong perubahan sikap pemerintah Indonesia mengenai modal asing. 91Hanya satu minggu
saja
setelah
peristiwa
15
Januari,
Pemerintah
mengumumkan
kebijaksanaan baru dalam penanaman modal asing, yaitu: 1. Penanaman modal asing di Indonesia harus berbentuk joint venture dengan modal nasional 2. penyertaan nasional baik dalam investasi yang lama maupun yang baru harus menjadi 51 % dalam jangka waktu 10 tahun.
90 91
www.google.com, diakses tanggal 2 September 2010. Erman Rajagukguk, Nasionalisasi Saham, (Jakarta : Bina Aksara, 1985), hal 72.
Universitas Sumatera Utara
3. Partner asing harus memenuhi ketentuan pengalihan tenaga kerja kepada karyawan-karyawan Indonesia. 4. Partisipasi pengusaha pribumi Indonesia baik dalam penanaman modal asing maupun modal dalam negeri harus bertambah besar. 92 Dari sudut hukum, Undang-undang No. 1 Tahun 1967 mengenai Penanaman Modal Asing memberikan kekuasaan kepada Pemerintah untuk mengatur jangka waktu mulai berlakunya pengalihan saham kepada partner nasional dan berapa besar bagian penyertaan modal nasional dalam perusahaan tersebut. 93 Namun, Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tidak melarang penanam modal asing yang dilakukan oleh perusahaan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak asing. Dengan adanya keputusan siding Dewan Stabilisasi Ekonomi tanggal 22 Januari 1974 tersebut yang mewajibkan penanaman modal asing dalam bentuk joint venture, maka kebijaksanaan ini telah mengubah secara diam-diam UndangUndang No. 1 Tahun 1967. Banyak pihak berpendapat bahwa perubahan tersebut seharusnya dilakukan dalam bentuk amandemen terhadap Undang-Undang No. 1 tahun 1967, sehingga peraturan yang lebih rendah tingkatannya tidak bertentangan dengan suatu Undang-undang, sehubungan dengan kebijaksanaan baru ini. Pada tanggal 11 Oktober 1974, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengeluarkan Surat Edaran yang menguraikan lebih terperinci mengenai kebijaksanaan tersebut, yaitu: 1. Bagi proyek-proyek yang memakan waktu maksimum 3 tahun dalam periode pembangunan proyeknya , kenaikan saham nasional menjadi mayoritas, 92 93
Keputusan Sidang Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional tertanggal 22 Januari 1974 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
Universitas Sumatera Utara
minimum 51 %, dalam waktu minimal 10 tahun terhitung mulai tanggal Izin Usaha Proyek yang dikeluarkan oleh Departemen Teknis. 2. Bagi proyek-proyek yang memakan waktu lebih dari 3 tahun dalm pembangunan proyeknya,kenaikan saham nasional menjadi mayoritas, minimum 51 %, dalam waktu 10 tahun dihitung mulai tanggal pertengahan antara tanggal izin Usaha Proyek yang dikeluarkan oleh Departemen Teknis dan tanggal mulai berproduksi secara komersil. 3. bagi proyek-proyek yang Persetujuan Sementara ke luar sebelum tanggal 21 September 1974, kenaikan saham nasional menjadi mayoritas, minimum 51 %, dalam masa 10 tahun, terhitung tetap mulai tanggal pengesahan P.T oleh Departemen Kehakiman seperti yang berlaku sebelum petunjuk presiden tanggal 21 September 1974. 4. Bagi proyek-proyek yang belum keluar persetujuan Sementara atau sudah keluar Persetujuan Sementara sesudah tanggal 21 September 1974, berlaku ketentuan diktum 1 dan diktum 2 di atas untuk kenaikan saham nasional menjadi mayoritas, minimum 51 %. 94 Empat bulan kemudian, Badan koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengeluarkan lagi Surat Edaran yang memberikan penjelasan terhadap Surat Edaran yang terdahulu, yaitu: 1. Pedoman yang dimuat dalam Surat Edaran no. B-1195/A/BKPM/X/1974 tertanggal 11 oktober 1974 hanya berlaku bagi penanaman modal asing yang
94
Surat Edaran Badan Koordinasi Penanaman Modal No. B-1195/A/BKPM/X/1974 tertanggal 11 Oktober 1974
Universitas Sumatera Utara
Persetujuan Sementara prinsip dari BKPM dikeluarkan sejak tanggal 21 September 1974. Dengan demikian penanaman modal asing : a. yang telah mendapat persetujuan Presiden sebelum bulan Februari 1974, baik yang berupa penanaman modal asing penuh (straight investment) ataupun yang berupa joint venture, sebelum dibebani keteapan tentang penyertaan dan peningkatan saham nasional mencapai mayoritas. Dalam hal ini, peningkatan saham nasional yang telah disetujui Pemeritah tetap dihitung mulai tanggal pengesahan badan hukum oleh Departemen Kehakiman. b. Yang telah disetujui oleh Presiden anatara bulan Februari 1974 dan 21 September 1974, peningkatan saham nasional mencapai mayoritas dalam jangka waktu selambat-lambatnya 10 tahun tetap terhitung sejak tanggal pengesahan badan hukumnya oleh Departemen Kehakiman. c. Yang surat Persetujuan Sementara dari BKPM dikeluarkan sebelum tanggal 21 September 1974, peningkatan saham nasional menjadi mayoritas tetap juga diperhitungkan sejak tanggal pengesahan Badan Hukum oleh Departemen Kehakiman. 2. dapat pula ditetapkan sebagai alternatif lainnya, bahwa tanggal dimulainya jangka waktu peningkatan saham nasional adalah tanggal diterbitkannya Surat Persetujuan Presiden. 3. Bagi proyek-proyek penanaman modal asing yang khusus sifatnya ditinjau dari segi bidang usahanya, besarnya investasi, tingkat teknologi yang dipergunakan, penyerapan tenaga kerja, lokasi dan lain sebagainya,
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah dapat mempertimbangkan suatu perubahan atas kewajiban meningkatkan penyertaaan saham nasional menjadi mayoritas dalam jangka waktu seperti yang telah diuraikan di atas. 95 Sebagai kesimpulan, persyaratan minimum bagi peningkatan saaham nasional harus dilaksanakan oleh investasi asing di Indonesia. Namun demikian, Pemerintah tampaknya tidak hendak terburu-buru melaksanakan kebijakan tersebut, bahkan membuka pula kemungkinan bagi perubahan kebijaksanaan itu sendiri atas dasar proyek per proyek. 96 Partisipasi modal nasional dalam perusahaan penanaman modal asing telah menjadi kecenderungan yang umum baik di negara-negara yang sedang berkembang maupun di negara-negara maju. Ia merupakan pencerminan nasionalisme ekonomi dan kenginan untuk menghindarkan ketergantungan pada dan control asing terhadap perekonomian mereka. Negara-negara penerima modal telah melakukan penekanan terhadap joint venture internasional agar supaya mayoritas penyertaan berada pad pihak nasional melalui berbagai sistem. Malaysia umpanya, mewajibkan agar perusahaan-perusahaan joint venture yang telah disetujui sebelum 1 Januari 1972 mengajukan rencana mereka agar penyertaan nasional menjadi 70 % menjelang tahun 1990 (termasuk di dalamnya pemilikan 30 % oleh pribumi Malaysia). Philipina juga menentukan bahwa penyertaan asing dalam perusahaan uang bukan merupakan pioneer tidak boleh melebihi 40 %, kecuali dimana kapasitas penuh belum dilaksanakan oleh pihak asing. Perusahaan-perusahaan pioneer boleh memiliki 100 % oleh pihak asing 95
Surat Edaran Badan Koordinasi Penanaman Modal No.B-109/A/BKPM/II/1975 tertanggal 21 Februari 975 96 Erman Rajagukguk, Op Cit,hal 75.
Universitas Sumatera Utara
dalam hal modal lokal tidak cukup tersedia. Namun perusahaan-perusahaan tersebut diwajibkan untuk memindahkan saham-sahamnya sehingga mayoritas Filipina akan menjadi 60 % daklam waktu 30 tahun ( atau 40 tahun ), ketika 70 % dari rencana produksi telah tercapai. Di Amerika Selatan, Undang-undang Perindustrian Peru menentukan bahwa setelah 10 tahun, pemerintah harus membeli sedikitnya duapertiga dari industri-industri dasar dan menjualnya kembali kepada pengusaha nasional Peru. Di samping itu , dalam waktu singkat investor asing dalam industri lainnya harus mengalihkan saham-sahamnya kepada pihak nasional, sehingga penyertaan asing dalam industri yang bersangkutan tidak akan melebihi 25 %. Karyawan-karyawan akan merupakan pemilik mayoritas, dimana tiap-tiapa perusahaan harus menyisihkan 15 % dari keuntungannya setiapa tahun dalam bentuk pemebelian saham-saham untuk karyawannya mencapai jumlah 51 %. Di Venezuela” Undang-Undang Prusahaan Asuransi dan Reasuransi 1965” menentukan bahawa usaha asuransi dan reasuransi di negeri tersebut mayoritas dimiliki oleh “Socedades anonimes” minimum 51 % dari saham-saham perusahaan asuransi harus dimilki oleh pengusaha nasional Venezuela. Di samping itu, Dewan Direksi dari perusahaan-perusahaan tersebut harus terdiri dari paling sedikit lima orang dan daripadany mayoritas harus dijabat oleh warga Venezuela. Situasi yang sama terdapat juga di beberapa negara maju. Pemerintah Canada misalnya menentukan bahwa 50 % dari industri bergerak di bidang minyak dan gas harus dimiliki oleh Pemerintah Canada atau warga negara Canada menjelang tahun 1990. kebijaksanaan untuk membatasi penyertaan asing juga dianut oleh Jepang. Pemerintah Jepang lebih menyukai jika investor asing hanya
Universitas Sumatera Utara
memilki 50 % atau kurang dari saham-saham dalam perusahaan-perusahaan joint venture di negara tersebut. Bertambahnya secara perlahan-lahan partisipasi nasional baik di sektor public mauoun swasta dalam pemilikan perusahaan-perusahaan penanaman modal asing, pembatasan atas aktivitas-aktivitas perusahaan-perusahaan asing di sektorsektor tertentu dan lain-lain larangan adalah hasil dari perasaan nasionalisme di bidang perekonomian. Namun dari sudut investor asing sendiri, kebijaksanaan tersebut dirasakan sebagai “creeping” nasionalisasi : erosi pemilikan dan kontrol terhadap manajemen dari perusahaan-perusahaan penanaman modal tersebut. Menjalankan kontrol atas perusahaan joint venture merupakan bagian yang penting bagi investor asing. Masalah ini tidak akan timbul,jika pihak asing memiliki mayoritas saham-saham dalam perusahaan tersebut. Namun ketika pihak asing menjadi pemegang saham ninoritas, ia masih memiliki beberapa cara untuk melindungi kepentingan-kepentingannya, antara lain melalui pengaturan quorum rapat umum pemegang saham dan cara mengambil keputusan, surat kuasa yang tidak dapat dicabut, voting agreement, dan management kontrak. Di samping itu partner asing tetap melakukan kontrol terhadap perusahaan dengan cara mengalihkan saham kepada berbagai pihak nasional, dengan demikian praktis partner asing tetap sebagai mayoritas jika dibandingkan dengan beberapa pemegang saham lainnya dalam jumlah yang terpecah-pecah. 97 Pertama, Anggaran Dasar perusahaan joint venture dapat mencantumkan ketentuan bahwa keputusan penting hanya dapat diambil dalam suatu rapat umum pemegang saham
97
Ibid, hal 79.
Universitas Sumatera Utara
dimana sedikitnya tiga perempat saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan harus terwakili dan putusan harus disetujui oleh sedikitnya tiga perempat dari mereka yang berhak mengeluarkan suara. Hal ini akan menjamin bahwa hal-hal yang penting mneyangkut kepentingan pemegang saham minoritas tidak akan diputuskan tanpa persetujuan mereka. Umpamanya , partner asing hanya memiliki 49 % saham dalam perusahaan bersangkutan. Jika dalam suatu rapat pemegang saham partner asing tidak menyetujui keputusan yang akan diambil maka keputusan tidak akan diterima walaupun disetjui oleh 51 % dari saham-saham yang dikeluarkan. Di Jepang kemungkinan ini merupakan jalan yang terbaik. Namun harus diingat bahwa minoritas pemegang saham yang hanya menguasai dua pertiga
atau kurang dari saham-saham yang dikeluarkan tidak dapat
mempunyai “hak veto” semacam itu. Pasal 343 Undang-Undang Hukum Dagang Jepang menyebutkan umpamanya, perubahan dari Anggaran Dasar Perusahaan hanya dapat dilakukan apabila dalam suatu rapat pemegang saham hadir mereka yang mewakili lebih dari setengah saham-saham yang dikeluarkan dan keputusan mana harus disetujui oleh tiga perempat dari mereka yang berhak mengeluarkan suara, selanjutnya sejak tahun 1967 pemegang saham minoritas tidak diizinkan untuk dapat mencantumkan ketentuan dalam Anggaran dasar yang memberikan mereka hak untuk memveto putusan. 98 Kedua, pemegang saham minoritas dapat tetap mengontrol aktivitasaktivitas penting dari perusahaan melalui surat kuasa yang diberikan oleh pemegang saham mayoritas, misalnya yang bersangkutan dengan pemasaran
98
Ibid
Universitas Sumatera Utara
produksi dari perusahaan terebut. Surat kuasa ini timbul dari pinjaman oleh partner asing kepada partner lokal untuk dapatnya partner lokal memilki saham dalam perusahaan joint venture yang didirikan secara bersama itu. 99 Ketiga, pemegang saham minoritas dapat mengadakn perjanjian dengan pemegang saham lainnya, agar yang terakhir ini akan memberikan suaranya sama dengan suara yang diambil oleh pemegang saham minorit sehingga pad aakhirnya jumlah suara tersebut akan cukup untuk mencegah keputusan yang akan diambil jika keputusan mana tidak disetujui oleh pemegang saham minoritas. Umpamanya partner asing hanya memiliki 49 5 dari saham perusahaan dan ia kemudian mengadakan perjanjian dengan pemegang saham lainnya, agar 2 % saja dari saham yang terakhir ini akan memberikan suara yang sama dengan suara yang akan diberikan oleh partner asing. Jika Anggaran Dasar perusahaan menentukan bahwa keputuan dapat diambil dengan mayoritas sederhana, maka dengan adanya voting agreement tersebut, adalah cukup bagi partner asing untuk menentukan keputusan-keputusan yang akan diambil. 100 Keempat, partner asing mempunyai kemungkinan pula untuk mengadakn mnajemen kontrak dengan partner lokal, yang memberikan keputusan kepadanya untuk menjalankan perusahaan joint venture tersebut. Partner lokal di negaranegara yang sedang berkembang cenderung untuk menyerahkan bagian yang penting ini kepada partner asing mereka karena mereka tidak mempunyai manajer-manajer yang berpengalaman. Bagi pihak asing sendiri, kemungkinana lain bagi adanya perjanajian khusus yang menyangkut jabatan-jabatan tertentu 99
Ibid,hal 80. Ibid, hal 81
100
Universitas Sumatera Utara
dapat merupakan kompensasi atas tindakan kontrol melalui pemungutan suara dalam rapat pemegang saham. Umpamanya, suatu perjanjian joint venture menyebutkan bahwa jika pemilikan saham-saham berubah dari 75-25 untuk partner asing menjadi 49-51 setelah 10 tahun, partner asing akan tetap memegang posisi-posisi penting dalam Dewan Direktur. Partner asing biasanya memegang jabatan-jabatan Presdiden Direktur, Direktur Pemasaran, direktur Operasi dan direktur Keuangan, sementara partner lokal memegang jabatan Wakil Presiden Direktur, Direktur Personel, dan Direktur Umum. Setelah 10 tahun, partner lokal akan memegang posisi Presiden Direktur,Direktur Operasi, Direktur Personel dan Direktur Umum, sementara pihak asing akan tetap memegang posisi Direktur Keuangan, Direktur Pemasaran dan Wakil Presiden Direktur. Bagi perusahaanperusahaan Jepang umpamanya, impor bahan-bahan dasar dan menjual hasil produksi dari barang-barang dasar tersebut dalam pasar ekspor merupakan bagian yang penting dari kegiatan-kegiatan perusahaan multi nasional mereka. Perusahaan-perusahaan multi nasional Jepang dapat membuat laba dari penjualan bahan-bahan dasar tersebut dan membeli hasil-hasilnya dari perusahaanperusahaan joint venture mereka. Dari sudut ini memegang posisi penentu seperti Direktur Pemasaran dan Direktur Keuangan adalah lebih penting daripada sekedar menjadi pemegang saham mayoritas. Sebaliknya di Jepang semdiri, partner asing tidak diizinkan untuk menguasai jabatan-jabatan dalam Dewan Direktur dalam perbandingan melebihi penyertaan modal mereka dalam joint venture. Dengan
Universitas Sumatera Utara
perkataan lain, partner asing tidak dapat mengontrol Dewan Direktur jika ia hanya memiliki 50 % dari saham-saham dalam perusahaan tersebut. 101 Akhirnya, menjual saham ke pasar modal ( go public) adalah strategi lain bagi partner asing yang mengingkan tetap memegang kontrol atas perusahaan. Saham-saham yang dijual di pasar modal akan dimiliki oleh banyak pemegang saham, dengan demikian partner asing, dari sudut ini, tetap sebagai pemegang saham yang besar. Di samping itu, walaupun para pemegang saham berhak untuk menjalankan pengawasan terhadap jalannya perusahaan, dalam prakteknya mereka
tidak ikut serta
dalam manajemen
dan penentuan kebijaksanaan
perusahaan. Kembali kepada pengalihan saham asing kepada partner lokal, di samping adanya ketentuan setempat yang mengharuskan hal tersebut, kesediaan partner asing
bergantung juga kepada penilaian seberapa jauh bidang usaha yang
bersangkutan masih akan memberikan keuntungan di masa depan. Hal ini kembali berhubungan dengan factor apa yang menentukan perusahaan melakukan investasi sebelumnya. Motivasi investasi tersebut dapat dilihat dari tujuan perusahaan. Secara umum para investor dapat dibagi atas tiga group berdasarkan tujuan perusahaan, yaitu ; mengumpulkan sumber-sumber kekayaan alam dan menjualnya dalam pasar dunia, mencari tersedianya pasar produksi yang murah bagi barang-barang yang dihasilkan, dan mencari kemungkinan untuk menemukan pasar yang baru.
101
Ibid, hal 82.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan-perusahaan yang masuk kategori pertama adalah mereka yang bergerak di bidang perminyakan, perkayuan, pertambangan logam dan perikanan. Lapangan ekspor dari bahan-bahan mentah tertentu oleh pemerintah setempat yang mengingkan agar bahan-bahan mnetah tersebut diolah di dalam negeri, dpat merupakan faktor pendorong bagi perusahaan-perusahaan kategori ini untuk mengundurkan investasi mereka. Mereka amat jarang tertarik untuk mendirikan industri sendiri, apalagi kalau kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dari usaha tersebut belum jelas. Ketika Pemerintah Indonesia melakukan larangan ekspor kayu dalam bentuk log dan mengharuskan perusahaan yang bergerak di bidang ini untuk menjadi pabrik plywood, beberapa investor asing kemudian mnegundurkan diri dan mengalihkan saham-sahamnya ke partner lokal. Perusahaan-perusahaan yang masuk dala kategori kedua yaitu mereka yang mengutamakan biaya produksi murah, adalah mereka yang bergerak di bidang perakitan alat-alat listrik, seperti radio, televise, dan computer. Suatu gelombang tuntutan dari buruh-buruh setempat bagi kenaikan upah, dapat merupakan factor utama perusahaan-perusahaan kategori ini untuk melakukan divestasi. Perusahaan-perusahaan kategori ketiga, yang mengutamakan pasar setempat bagi produksi mereka adalah investor di bidang pertekstilan, obatobatan, kendaraan bermotor, makanan dan minuman. Suatu permintaan dari partner lokal atau pemerintah setempat agar perusahaan-perusahaan kategori ini mengusahakan ekspor dari produksinya, akan merupakan hal yang tidak menggembirakan. Karena semula tujuan investasi mereka adalh merebut pasar
Universitas Sumatera Utara
lokal. Lagi pula, pasar luar negeri telah dikuasai oleh produksi dari perusahaanperusahaan joint venture mereka di negara lain. Di sampint itu ongkos angkut dan mutu produksi belum tentu dapat mengatasi persaingan dari barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Suatu kelesuan di pasar lokal atau terjadinya persaingan yang tajam dapat merupakan factor yang mempengaruhi partner asing untuk mengalihkan sahamnya kepada partner lokal. Akhirnya perhitungan untung rugi tetap akan mendasari keputusan untuk melakukan divestasi. 2) Pelunakan Persyaratan Divestasi PP No. 17 Tahun 1992 menetapkan batas waktu divestasi saham asing sampai peserta Indonesia memiliki sekurang-kurangnya 51 % saham dalam waktu paling lama 20 tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi komersial, untuk usaha patungan dengan modal minimum USD 1.000.000,00 sedangkan untuk usaha PMA yang memnuhi persyaratan modal sebesar 20 % dari total saham wajib dilakukan dalam jangka waktu tidak melebihi 10 tahun terhitung sejak tanggal produksi komersial. 102 Kemudian PP No.20 Tahun 1994 merubah ketentuan divestasi dengan menetapkan bahwa untuk menetapkan bahwa usaha patungan penjualan lebih lanjut saham asing dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak atau melalui pasar modal dalam negeri. 103 Kesepakatan para pihak dimaksud dalam hal ini menyangkut masalah waktu dan besarnya perimbangan saham, seperti ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 6 PP No. 20 Tahun 1994. Jangka waktu yang pasti dalam divestasi saham asing hanya diperkenalkan oleh PP No. 20 Tahun 1994 bagi PMA 102
Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal, 2005, Medan : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, hal 393 103 Pasal 6 ayat 2 PP No. 20 Tahun 1994
Universitas Sumatera Utara
100 % yakni dalam waktu paling lama 15 tahun sejak produksi komersial. Berapa jumlah saham yang wajib dialihkan diserahkan kepada kesepakatan para pihak sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) dari Surat Keputusan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua BKPM No.15/SK/1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Sebagai berikut: “(1) Perusahaan penanaman modal asing yang seluruh (100%) modal sahamnya dimiliki oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing, wajib menjual sebahagian sahamnya kepada warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dalam jangka waktu paling lama lima belas tahun sejak berproduksi komersial sebagaimana tercantum dalam Ijin Usaha Tetapnya. (2) Modal saham yang disetor dan ditempatkan yang dijual kepada Pihak Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak”.
B. Ketentuan Divestasi Saham dalam Kontrak Karya 1) Prinsip
–
prinsip
Pertambangan
Perjanjian
Kontrak
Karya
Dalam
Bidang
Umum
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 104 Akibat peristiwa suatu hubungan antara dua orang yang mengadakan perjanjian timbulah suatu perikatan. Perjanjian itu menerbitkan
104
Subekti, Hukum Perjanjian, cetakan XX, (Jakarta : PT Intermasa, 2004)hal 1
Universitas Sumatera Utara
suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji suatu kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menimbulkan perikatan. Kontrak adalah perjanjian atau persetujuan tertulis. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang menerbitkan perikatan. Selain perjanjian, ada juga sumber lain yang melahirkan perikatan yaitu undangundang. Perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang itu di luar kemauan para pihak yang berssangkutan. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak dimaksudkan agar diantara merekarkait suatu perikatan hukum dan mereka terikat satu sama lain karena janji yang mereka berikan. 105 Pengertian perjanjian berdasarkan ketentuan Pasal 1313 KUHperdata, adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkian dirinya terhadap satu orang atau lebih. Sedangkan menurut Prof. Subekti adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal. Kontrak adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 106 Kontrak merupakan suatu perjanjian yang
105 106
Ibid Ibid
Universitas Sumatera Utara
dituangkan dalam tulisan atau perjanjian tertulis. Dari definisi diatas, dapat dikemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam hukum kontrak, yaitu: 107 a. Adanya kaidah hukum Kaidah hukum kontrak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1. kaidah hukum kontrak tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. 2. kaidah hukum kontrak tidak tertulis, adalah kaidah-kaidah yang dibuat oleh para pihak sejauh tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. b. Subyek hukum Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban c. Adanya prestasi Prestasi asalah apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak. Prestasi terdiri dari memberikan sesuatu,berbuat sesuatu,dan tidak berbuat sesuatu108 d. Kata Sepakat Kata sepakat merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian. Kesepakatan adalah persesuaian penyertaan kehendak antara para pihak. e. Akibat hukum Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban para pihak. Sistem pengaturan hukum kontrak adalah sistem terbuka, artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur dalam undang-undang maupun yang belum diatur dalam undang-undang. Hal ini dapat 107 108
Ibid Buku Ketiga, Pasal 1234 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan dari ketentuan yang didapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: a. Membuat atau tidak membuat perjanjian; b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun; c. Menentukan isi perjanjian pelaksanaan, dan persyaratannya; d. Menentukan bentuknya perjanjian. Didalam hukum kontrak dikenal lima asas penting. Asas-asas tersebut adalah: a. Asas kebebasan berkontrak Asas kebebasan berkontrak adalah suatub asas yang mmeberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat suatu perjanjian, mengadakan
perjanjian
dengan
siapapun,
menentukan
isi
perjanjian,
pelaksanaan dan persyaratannya, dan menentukan bentuknya perjanjian. Dalam Pasal 1338 KUHPerdata ayat (1) dikatakan bahwa semua perjanjian, berarti perjanjian apa saja, baik itu perjanjian yang telah ada dan diatur dalam KUHPerdata maupun perjanjian yang baru muncul dengan suatu nama yang mungkin belum diatur dalam Undang-undang atau tidak dikenal oleh Undangundang. Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang paling penting dalm hukum perjanjian.
Universitas Sumatera Utara
b. Asas Konsesualisme Asas Konsesualisme dpat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHperdata. Dalam pasal ini ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Suatu perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal pokok dan tidaklah diperlukan suatu formalitas. Perjanjian sudah mengikat apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut. c. Asas pacta sunt servanda Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas ini disebut juga asas kepastian hukum yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. d. Asas itikad baik Asas itikad baik dapat disimpulakan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak harus melaksanakan isi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau berkemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1. Itikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subyek; 2. Itikad baik mutlak, perilakunya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang obyektif.
Universitas Sumatera Utara
e. Asas kepribadian atau asas personalitas Asas kepribadian merupakan asas yang menetukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHperdata, pada umumnya tak seorang dapat mengikat diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri. Sedangkan PPasal 1340 KUHPerdata menyatakan Suatu perjanjian yang hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Bunyi dari Pasal 1340 KUHPerdata tersebut diartikan bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Asas-asas inilah yang menjadi dasar dari pijakan para pihak dalam menentukan dan membuat kontrak. Salah satu dari asas-asas ini merupakan asas yang
menentukan saat
dan tempat
lahirnya perjanjian.
Menurut
asas
konsesualisme, suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai obyek yang diperjanjikan. Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak ynag melakukan penawaran menerima surat jawaban dari penerima tawaran, sebab detik itulah yang dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Sedangkan tempat lahirnya perjanjian adalah tempat tinggal pihak yang mengadakan penawaran, juga sebagai tempat ditutupnya perjanjian. Tempat inipun penting untuk menetapkan hukum manakah yang akan berlaku apabila
Universitas Sumatera Utara
kedua belah pihak berada di tempat yangberlainan di dalam negeri ataupun negara yang berlainan adapt kebiasaannya. 109 Syarat sahnya kontrak dapat dikaji berdasarkan hukum kontrak menurut Pasal 1320 KUHPerdata, 110 menyatakan untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu: a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri (agreement/consensus) syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan para pihak. Kesepakatan itu diatur pada Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan: 1. Bahasa yang sempurna dan tertulis 2. Bahasa yang sempurna secaraa lisan 3. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak. 4. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan. 5. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami aatau diterima oleh pihak lawan. Cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak adalah dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna jika terjadi sengketa di kemudian hari. b. Kecapakan ( capacity ) Kecapan bertindak adalah kecakapan atas kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan 109 110
Subekti, op cit, hal 28. Ibid, hal 33.
Universitas Sumatera Utara
akaibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orangorang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, yakni orang dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang-orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUHPerdata adalah: 1. Orang yang belum dewasa; 2. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan; 3. Istri c. Hal tertentu ( certainty of terms )/ Objek yang diperjanjikan Yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi berdasarkan Pasal 1234 KUHPerdata terdiri atas: 1. Memberikan sesuatu 2. Berbuat sesuatu 3. Tidak berbuat sesuatu Prestasi itu harus ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang. Dapat ditentukan artinya di dalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan dalam arti dapat ditentukan secara cukup. d. Sebab yang halal ( consideration ) Dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengertian kausa yang halal. Di dalam Pasal 1337 KUHPerdata hanya disebutkan kuasa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Universitas Sumatera Utara
Keempat syarat ini merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian. Artinya, setiap perjanjian harus memenuhi keempat syarat ini bila ingin menjadi perjanjian yang sah. Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subyektif, karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Apabila syarat yang pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan ke pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian. Apabila syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa dari semula perjanjian dianggap tidak ada. Syarat sahnya kontrak harus dipenuhi agar kontrak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Fungsi kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a. Fungsi yuridis Fungsi yuridis suatu kontrak adalah dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak; b. Fungsi ekonomiss Fungsi ekonomis suatu kontrak adalah menggerakkan sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi. Syarat-syarat di atas merupakan syarat umum bagi terjadinya sebuah kontrak. Di dalam pertambangan umum kontrak yang digunakan bagi perjanjian
Universitas Sumatera Utara
kerja sama pihak asing dengan pemrintah adalah kontrak karya. Di dalam kontrak karya ada beberapa hal khusus yang diatur yakni mengnai subjek dan objek kontrak karya dan juga hak dan kewajiban para pihak. Yang menjadi subjek hukum dalam kontrak karya pemrintah pusat, diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan penanam modal asing yang disebut dengan kontraktor. Akan tetapi setelah bergulirnya otonomi daerah para pihak dalam kontrak karya tidak lagi hanya pemerintah pusat dengan kontraktor, tetapi juga telah diberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menjadi salah satu pihak dalam kontrak karya. 111 Yang menjadi objek dari kontrak karya adalah pemanfaatan dan pengembangan potensi pertambangan di Indonesia. Dalam kontrak karya harus dicantumkan secara tegas apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak. Secara umum yang yang menjadi hak dan kewajiban para pihak yang dicantumkan dalam kontrak karya, hak pemerintah sebagai Pihak Indonesia adalah hak menerima royalty, pajak-pajak dan lain-lain. Sedangkan kewajibannya ialah menjaga keamanan serta menjaga dan melindungi investasi yang ditanamkan oleh kontraktor. 112 Yang menjadi hak dari kontraktor ialah hak tunggal untuk mencari dan melakukan eksplorasi mineral di dalam wilayah kontrak karya; mengembangkan dan menambang secara baik setiap endapan mineral yang ditemukan dalam wilayah pertambangan; mengolah dan memurnikan, menyimpan dan mengangkut dengan cara apapun semua mineral yang dihasilkan; memasarkan, menjual atau melepaskan semua produksi di dalam maupun luar negeri. Sedangkan yang 111 112
Salim, Op Cit, hal 157. Ibid, hal 162.
Universitas Sumatera Utara
menjadi kewajibannya adalah menyetor iuran tetap untuk wilayah kontrak karya; menyetor iuran eksploitasi/produksi (royalti) untuk mineral yang diproduksi perusahaan; menyetor pajak penghasilan atas segala jenis keuntungan atau yang diperoleh dari perusahaan; menyetorkan pajak penghasilan perorangan. 113 Mengenai hal-hal lainnya yang dianggap penting oleh para pihak bisa diatur secara spesifik sepanjag tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Namun ada satu hal yang sangat penting diperhatikan ketika akan membuat perjanjian kontrak karya, bahwa isi dari kontrak karya tersebut harus lebih mengutamakan kepentingan nasional. 114
2) Hal – hal Pokok dalam Perjanjian Kontrak Karya Dalam Bidang Pertambangan
Umum
Dalam perjanjian kerja sama joint venture berupa kontrak karya antara pemerintah dengan kontraktor, perlu diketahui bahwa ada beberapa hal pokok yang harus tercantum di dalamnya. Hal ini sejalan dengan berakhirnya Indische Minjwet dan digantikan oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan Umum, sekarang ini satu-satunya bentuk kerja sama di bidang pertambangan dibuat dengan perjanjian kontrak karya, bukan lagi konsesi seperti pada saat berlakunya Indische Minjwet. Kontrak karya sedikitnya memuat lima hal pokok, sebagai berikut:
113 114
Ibid www.google.com, diakses tanggal 15 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
2. setiap perusahaan asing harus bertindak menjadi salah satu kontraktor perusahaan negara; kontraktor yang sebelumnya tunduk pada system konsesi harus melepaskan hak konsesinya; 3. perusahaan yang beroperasi sebelumnya diberikan masa kontrak dua puluh tahun untuk melanjutkan eksploitasi di daerah konsesi yang lama. Mereka juga diberikan ijin untuk menyelidiki dan mengembangkan daerah konsesi yang lama, dengan jangka waktu kontrak tiga puluh tahun; 4. Fasilitas pemasaran dan distribusi diserahkan kepada perusahaan negara yang mengontrak dalam jangka waktu lima tahun dengan harga yang telah disetujui bersama; 5. Fasilitas kilang akan diserahkan kepada Indonesia dalam waktu sepuluh sampai lima belas tahun dengan nilai yang disetujui bersama; 6. Split antara Pemerintah dan kontraktor asing sebesar 60;40. Pemerintah akan menerima minimal 20 % dari pendapatan kotor pertambangan yang dihasilkan setiap tahun oleh kontraktor asing. 115
C.
Tujuan dari Kebijakan Divestasi Saham Tujuan utama dari adanya kebijakan divestasi bagi perusahaan yang
sumber modalnya berasal dari penanam modal asing adalah agar terjadi peningkatan kapasitas nasional dalam perusahaan tersebut, pemilikan saham mayoritas saham ada pada pemerintah Indonesia, sehingga pemerintah punya
115
Dira, Perkembangan Model Pengelolaan Migas, ditulis pada 23 Februari 2010, diakses melalui www.google.com, pada tanggal 15 September 2010
Universitas Sumatera Utara
kontrol terhadap perusahaan tersebut. 116Menurut Bambang, tujuan divestasi ialah untuk memberikan keseimbangan sosial antarperusahaan nasional dan asing. Divesasi saham asing kepada pemerintah seharusnya mencapai 51 %, dan diharapkan akan bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. 117 Selain itu perusahaan memiliki beberapa motif untuk divestasi. 1. Pertama, sebuah perusahaan akan melakukan divestasi (menjual) bisnis yang bukan merupakan bagian dari bidang operasional utamanya sehingga perusahaan tersebut dapat berfokus pada area bisnis terbaik yang dapat dilakukannya. Sebagai contoh, Eastman Kodak, Ford Motor Company, dan banyak perusahaan lainnya telah menjual beragam bisnis yang tidak berelasi dengan bisnis utamanya. 2. Motif kedua untuk divestasi adalah untuk memperoleh keuntungan. Divestasi menghasilkan keuntungan yang lebih baik bagi perusahaan karena divestasi merupakan usaha untuk menjual bisnis agar dapat memperoleh uang. Sebagai contoh, CSX Corporation melakukan divestasi untuk berfokus pada bisnis utamanya yaitu pembangunan rel kereta api serta bertujuan untuk memperoleh keuntungan sehingga dapat membayar hutangnya pada saat ini. 3. Motif ketiga bagi divestasi adalah terkadang dipercayai bahwa nilai perusahaan yang telah melakukan divestasi (menjual bisnis tertentu mereka) lebih tinggi daripada nilai perusahaan sebelum melakukan divestasi. Dengan kata lain, jumlah nilai aset likuidasi pribadi perusahaan melebihi nilai pasar bila dibandingkan dengan perusahaan pada saat sebelum melakukan divestasi. 116 117
www.google.com, diakses tanggal 2 September 2010. http;//bisnis.vivanews.com, (Senin, 29 Juni 2009) diakses tanggal 5 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini memperkuat keinginan perusahaan untuk menjual apa yang seharusnya bernilai berharga daripada terlikuidasi pada saat sebelum divestasi. 118
D. Proses Divestasi Saham yang Seharusnya Dilaksanakan Dalam konteks skripsi ini yang dimaksud dengan divestasi adalah divestasi wajib, artinya pelepasab saham dilakukan bukan karena pertimbangana bisnis, tetapi lebih kepada untuk memenuhi kewajiban kontraktual dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Divestasi demikian lebih cocok dikatakan sebagai divestasi wajib, maksudnya wajib dilakukan karena ketentuan kontrak. Divestasi wajib yang dimaksudkan ialah divestasi berdarkan kesepakatan bersama para pihak, yang diatur secara tegas dalam joint venture, yakni kontrak karya. Saat ini divestasi berdasarkan kesepakatan bersama adalah pilihan terbaik bagi para pihak, mengenai waktu dan besarnya saham yang harus didivestasikan oleh pihak asing juga diserahkan kepada para pihak, namun tetap perlu diingat bahwa di dalam perusahaan pertambangan, saham asing tidak boleh mencapai 100 %, maksimal 95 %. Jadi divestasi memang wajib dilaksanakan oleh penanam modal
asing/perusahaan
pertambangan
asing,
tetapi
mengenai
proses
pelaksanaannya dibuat berdasarkan kepakatan bersama yang diatur dengan tegas di dalam kontrak karya yang telah disepakati oleh para pihak. Dalam konteks yang demikian rupa, divestasi wajib diatur melalui penawaran saham, yang terdapat dalam Perjanjian Kontrak Karya antara penanam
118
www.google.com, diakses tanggal 28 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
modal asing dengan Pemerintah Indonesia. Misalnya dalam proses divestasi PT NNT, penawaran saham dimaksud diatur dalam Pasal 245 Perjanjian Kontrak Karya anatara PT NNT dengan Pemerintah Indonesia, yaitu (i)
dengan syarat-syarat dan kondisi yang direncanakan secara wajar untuk menjamin bahwa saham-saham tersebut nantinya tidak akan dipindah-tangankan kepada bukan warga negara Indonesia, dan
(ii)
dalam waktu 3 bulan setelah berakhirnya tiap tahun takwin dan peserta Indonesia, selambat-lambatnya 3 bulan setelah tanggal penawaran harus memberitahukan kepada perusahaan bahwa mereka akan melaksanakan haknya membeli saham-saham tersebut. Perencanaan divestasi saham kepada peserta Indonesia ini sesuai dengan
perjanjian yang secara kontraktual telah dinyatakan. Karena perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak dimaksudkan agar diantara mereka terkait suatu perikatan hukum dan mereka terikat satu sama lain karena janji yang telah mereka berikan. Dengan demikian terdapat dua sisi perbedaan antara negara sebagai penguasa sumber daya alam dan kepentingan kontraktor pertambangan. Negara berusaha mengamankan kepentingan rakyat sedangkan kontraktor pertambangan sebatas keuntungan dan terjaminnya investasi yang ditanamkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Pelaksanaan
penanaman
modal
asing
secara
langsung
di
bidang
pertambangan umum harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang terkait baik secara umum maupun khusus mengatur tentang pengaturan penanaman modal asing secara langsung,antara lain Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan juga Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan Umum. Dalam Penanaman Modal dan juga Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan Umum dijelaskan bahwa kerja sama antara pemerintah dengan penanaman modal asing dibuat dalam bentuk perjanjian kontrak karya. Pengaturan pertambangan umum di Indonesia
saat
ini
belum
cukup
memadai,
sehingga
menimbulkan
ketidakpastian hukum. 2. Penanaman modal asing secara langsung di bidang pertambangan umum harus dibuat berdasarkan perjanjian kontrak karya antara pemerintah dengan penanam modal asing. Yang menjadi subjek dalam kontrak karya ini adalah Pemerintah Indonesia dan badan hukum Indonesia. Modal utama dari badan hukum Indonesia itu adalah berasal dari modal asing. Besarnya modal asing
Universitas Sumatera Utara
itu, maksimal 95 %, sementara untuk modal perusahaan mitra nasionalnya adalah minimal 5 %. Perlu diperhatikan tentang kepemilikan saham dalam perusahaan penanaman modal asing di bidang pertambangan, Antara kepentingan pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas dalam suatu perseroan terbatas seringkali bertentangan satu sama lain. Untuk itu, agar terpenuhinya unsur keadilan, diperlukan suatu keseimbangan sehingga pihak pemegang saham mayoritas tetap dapat menikmati haknya selaku mayoritas, termasuk mengatur perseroan. Di lain pihak pihak pemegang saham minoritaspun perlu diperhatikan kepentingannya dan tidak bisa begitu saja diabaikan haknya. Dimana harus diberikan perlindungan bagi pemegang saham minoritas. Hal lain yang juga harus ditetapkan dalam kontrak karya adalah mengenai pembatasan kepemilikan saham asing dalam perusahaan penanaman modal asing, yakni mengacu pada Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 “ cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” dan juga Pasal 33 ayat (3) “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dimana PMA tidak boleh diberikan dengan penguasaan penuh atas satu perusahaan. Pemilikan saham asing dalam perusahaan pertambangan umum tidak boleh mencapai 100%, paling besar 95 %. 3. Pengaturan divestasi saham pada perusahaan penanaman modal asing di bidang pertambangan umum di Indonesia tidak diatur lagi secara khusus dalam regulasi pemerintahan yang baru, tetapi diatur dalam perjanjian kontrak
Universitas Sumatera Utara
karya yang dilakukan secara kontraktual antara pemerintah dengan pihak penanam modal asing. Hal ini berlaku sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan Umum.
B. Saran 1. Demi terjaminnya kegiatan penanaman modal asing secara langsung yang menguntungkan bagi pihak Indonesia, maka undang-undang yang mengatur tentang penanaman modal asing secara langsung harus mempunyai kepastian hukum dan memberikan jaminan bagi pihak asing bahwa mereka tidak akan dirugikan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan perlu diperhatikan keberadaanya apakah masih memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang akan menanamkan modalnya. 2. Perlu dibuat suatu peraturan perundang-undangan baik berupa undangundang, peraturan pemerintah, keputusan presiden atau dalam bentuk peraturan lainnya, yang secara tegas mengatur tentang perlindungan bagi pemegang saham minoritas agar status para pemegang saham minoritas lebih jelas secara hukum. 3. Dalam pengaturan saham pada perusahaan penanaman modal asing khususnya di bidang pertambangan umum seharusnya divestasi dilakukan melalui pasar modal untuk memungkinkan masyarakat adat, LSM (Lembaga Sosial Masyarakat) lingkungan dan semua pemangku kepentingan menjadi
Universitas Sumatera Utara
pemegang saham, dan sudah saatnya kontrak pertambangan diperbaiki karena posisi pemerintah lemah dan cenderuung menguntung perusahaan, dalam hal ini pihak asing. Dan seharusnya divestasi dilakukan secara cepat agar tidak mengganggu proses produksi dari sebuah perusahaan. Pemerintah juga harus lebih cermat dan teliti dalam menyetujui sebuah kontrak karya, agar ketika akan dilaksanakan divestasi atas sebuah perusahaan tidak menimbulkan masalah baru yang dapat merugikan bagi pemerintah sendiri dan tentunya juga akan merugikan masyarakat Indonesia.
Universitas Sumatera Utara