28
BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM JOINT VENTURE AGREEMENT
A. Ketentuan Umum Penanaman Modal di Indonesia 1. Prinsip-Prinsip dalam Penyelenggaraan Penanaman Modal Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Untuk itu, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional. Penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila sejalan dengan tujuan pembaharuan dan pembentukan Undang-Undang Penanaman Modal. Agar memenuhi prinsip demokrasi ekonomi diperlukan adanya pembatasan kegiatan usaha yang dapat dimasuki modal asing, juga memerintahkan untuk mengatur melalui perundang-undangan mengenai persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka, termasuk bidang usaha yang harus dimitrakan atau dicadangkan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Oleh karena itu, dapat ditarik prinsip-prinsip demokrasi ekonomi dalam UUPM, antar lain:
28
Universitas Sumatera Utara
29
a. Pasal 3 UUPM asas penyelenggaraan penanaman modal; Dasar atau prinsip maupun asas yang terkandung dalam Pasal 3 UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 adalah:43 1) Kepastian Hukum Asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal. 2) Keterbukaan Asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. 3) Akuntabilitas Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4) Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara Asas perlakuan pelayanan non diskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dalam daerah maupun yang berasal dari luar daerah dan penanam modal
43
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 3.
Universitas Sumatera Utara
30
asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya. 5) Kebersamaan Asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersamasama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. 6) Efisiensi Berkeadilan Asas
yang
mendasari
pelaksanaan
penanaman
modal
dengan
mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. 7) Berkelanjutan Asas
yang
secara
terencana
mengupayakan
berjalannya
proses
pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang. 8) Berwawasan lingkungan Asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. 9) Kemandirian Asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
31
10) Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional Asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi antar wilayah di daerah dalam kesatuan ekonomi nasional. b. Pembatasan bidang usaha Undang-Undang Penanaman Modal Asing mengatur beberapa hal yang menjadi landasan dalam membuat joint venture agreement seperti yang berkaitan dengan bentuk badan usaha, kedudukan, bidang usaha, perizinan perusahaan, dan penyelesaian sengketa. Dalam UUPM terdapat ketentuan mengenai pembatasan bidang usaha bagi penanaman modal asing maka agar penanam modal asing dapat menanamkan modal di bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing diperlukan adanya kerja sama dengan penanam modal nasional. c. Perlakuan dan fasilitas Fasilitas penanaman modal merupakan hal yang biasa dilakukan untuk menarik penanam modal. UU Penanaman Modal mengatur tentang fasilitas penanaman modal dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 24. Fasilitas penanaman modal menjadi suatu permasalahan dalam hal fasilitas tersebut dilakukan dikaitkan dengan pemenuhan Performance Requirement yang dilarang di dalam TRIMs. Salah satu hal yang menjadi perhatian di dalam UU Penanaman Modal adalah Pasal 18 ayat (3) huruf j, yang menyebutkan persyaratan pemberian fasilitas penanaman modal salah satunya adalah
Universitas Sumatera Utara
32
penggunaan komponen lokal. Bilamana ditelaah maka pengaturan Pasal 18 ayat (3) huruf j, UU Penanaman Modal merupakan suatu perlakuan yang tidak sama antara barang dalam negeri dan barang import.44 d. Pengembangan partisipasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan koperasi Pemerintah perlu menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendorong perkembangan yang bergairah dan dinamis. Untuk ini, yang merupakan kepentingan utama adalah apabila pertumbuhan ekonomi yang ekspansif. Merupakan kunci utama bagaimana seharusnya pemerintah menciptakan lingkungan penanaman modal yang sehat. Salah satu aspek dari lingkungan usaha yang sehat adalah mudahnya perijinan usaha. Pada umumnya, untuk memperoleh perijinan usaha, seorang pengusaha harus mengeluarkan biaya sekitar 3 atau 4 kali dari biaya perijinan yang ditentukan. Surat ijin harus diperbaharui setiap tahun dan memerlukan beberapa klarifikasi dari beberapa pejabat yang berwenang, yang biasanya menyebabkan perlunya biaya tambahan. Hal ini terjadi karena perijinan tidak transparan, mahal, berbelit-belit, diskriminatif, lama dan tidak pasti, serta tumpang tindih vertical (antara pusat -daerah) dan horizontal (antara instansi di daerah). Akibatnya, minat pengusaha terhambat untuk mengembangkan usahanya.
44
http://www.jambilawclub.com/2011/09/analisis-kebijakan-penanaman-modal.html. Diakses tanggal 5 November 2011.
Universitas Sumatera Utara
33
e. Penyelenggaraan administrasi kegiatan investasi Ada beragam pilihan yang dimiliki pemerintah untuk memperbaiki iklim penanaman modal di daerah, dimana salah satu kebijakan yang terkait dengan kepentingan tersebut, adalah penerapan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang didasarkan pada UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal. Kebijakan ini sangat menarik untuk dicermati, karena jika ditilik pada substansinya, memiliki kemiripan dengan Keppres No. 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam rangka PMA dan PMDN melalui Sistem Pelayanan Satu Atap. Keppres ini pernah dianggap pemerintah daerah sebagai upaya pemerintah pusat untuk menarik kembali kewenangan penanaman modal yang pernah didesentralisasikan. Di sisi lain, secara teoritik, PTSP dapat meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dalam bidang investasi, melalui penyederhanaan perizinan dan percepatan waktu penyelesaian.45 2. Fasilitas Penanaman Modal Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal berupa:46 a. melakukan peluasan usaha; atau b. melakukan penanaman modal baru.
45
http://setyopamungkas.wordpress.com/tag/penanaman-modal/. November 2011. 46 UU No. 25 Tahun 2007, Pasal 18 ayat (2).
Diakses
tanggal
5
Universitas Sumatera Utara
34
Adapun penanaman modal yang dilakukan tersebut harus memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:47 a. menyerap banyak tenaga kerja; b. termasuk skala prioritas tinggi; c. termasuk pembangunan infrastruktur; d. melakukan alih teknologi; e. melakukan industri pionir; f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu; g. menjaga kelestarian lingkungan hidup; h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi; i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi, atau industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri. Apabila salah satu kriteria itu telah di penuhi, maka dianggap cukup bagi pemerintah untuk memberikan fasilitas atau kemudahan kepada investor. Ada sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada investor, baik itu investor domestik maupun investor asing. Kesepuluh fasilitas itu, disajikan berikut ini:48
47 48
Ibid, Pasal 18 ayat (3). Ibid, Pasal 18 ayat (4).
Universitas Sumatera Utara
35
a. fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto; b. pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri; c. pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu; d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang modal; e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; f. keringanan PBB. Selain fasilitas tesrsebut di atas, Pemerintah juga memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh:49 a. hak atas tanah b. fasilitas pelayanan keimigrasian, dan c. fasilitas perizinan impor Fasilitas-fasilitas yang dimaksud di atas hanya diberikan terhadap penanaman modal asing yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). 3. Bidang Usaha Penanaman Modal Sebelum
penanaman
modal
khususnya
penanaman
modal
asing
mengaplikasikan modalnya terlebih dahulu harus melalui beberapa prosedur dan tata
49
Ibid, Pasal 21
Universitas Sumatera Utara
36
cara penanaman modal khususnya penanaman modal asing. Calon penanaman modal yang akan mengadakan usaha dalam rangka penanaman modal asing harus mempelajari daftar bidang-bidang usaha yang tertutup. Selanjutnya penanam modal khususnya penanaman modal asing dapat mengajukan permohonan penanaman modal kepada Kepala BKPM dengan mengisi formulir yang telah ditetapkan oleh BKPM. Sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 12 UU No. 25 Tahun 2007 yang pada pokoknya menyatakan bahwa pemerintah telah menetapkan perincian bidangbidang usaha baik bidang usaha yang terbuka, bidang usaha yang tertutup, maupun bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Adapun Daftar Negatif Investasi (DNI) yang harus diperhatikan bagi penanam modal khususnya penanaman modal asing diatur dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 jo Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 jo Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik.50 Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang
50
Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 54.
Universitas Sumatera Utara
37
diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal.51 Di dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing, yang meliputi:52 a. Produksi senjata; b. Mesiu; c. Alat peledak; d. Peralatan perang; e. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undangundang. Penjabaran lebih lanjut dari perintah Pasal 12 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Dalam Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 telah diatur rinci tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup.
51
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. 52 Salim H. S. dan Budi Sutrisno, loc. cit.
Universitas Sumatera Utara
38
Ada dua puluh daftar bidang usaha yang tertutup, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing. Kedua puluh daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi yaitu:53 a. Budidaya Ganja b. Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) c. Pemanfaatan
(pengambilan)
koral/karang
dari
alam
untuk
bahan
bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam. d. Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur, dan minuman mengandung malt) e. Industri pembuat chlor alkali dengan proses merkuri f. Industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan seperti: 1) halon dan lainnya 2) penta chlorophenol, dichloro diphenyl trichloro elhane (DDT), dieldrin, chlordane, carbon tetra, chloride, methyl chloroform, methyl bromide, chloro fluoro carbon (CFC) 7) Industri bahan kimia schedule I konvensi senjata kimia (sarin, soman, tabun mustard, levisite, ricine, saxitoxin, VX, dll.) g. Penyediaan dan penyelenggaraan terminal darat 53
Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010, tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Universitas Sumatera Utara
39
h. Penyelenggaraan dan pengoperasian jembatan timbang i. Penyelenggaraan pengujian tipe kendaraan bermotor j. Penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor k. Telekomunikasi/sarana bantu navigasi pelayaran l. Vassel Traffic Information System (VTIS) m. Jasa pemanduan lalu lintas udara n. Manejemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit o. Museum pemerintah p. Peninggalan sejarah dan purbakala (candi, keratin, prasasti, bangunan kuno, dsb) q. Pemukiman/lingkungan adat r. Monumen s. Perjudian/Kasino. Daftar bidang usaha yang tertutup dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan daftar bidang usaha yang dinyatakan tertutup dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007, dimana pada Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 terdapat 23 bidang usaha yang dinyatakan terutup. Hal ini dikarenakan terdapat tiga bidang usaha yang dikeluarkan dari daftar bidang usaha yang tertutup, yakni: a. Objek ziarah, seperti: tempat peribadatan, petilasan, dan makam;
Universitas Sumatera Utara
40
b. Lembaga penyiaran publik radio dan televisi; c. Industri siklamat dan sakarin. Bidang usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti, penelitian dan pengembangan dan mendapat persetujuan dari sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut. 54 Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu,dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.55 Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ini telah ditentukan dalam Lampiran II Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup Dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Adanya pengaturan dan penetapan bidang usaha bagi penanaman modal oleh pemerintah, tentunya harapan dari pemerintah untuk mengarahkan penanaman modal sesuai dengan rencana pembangunan nasional maupun dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan bangsa Indonesia. Untuk itu penentuan bidang usaha bagi
54
Salim H.S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hal. 56. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. 55
Universitas Sumatera Utara
41
penanaman modal khususnya penanaman modal asing sangat wajar dan sesuai dengan landasan dan dasar untuk mengundang penanaman modal khususnya penanaman modal asing masuk ke Indonesia. 4. Hak dan Kewajiban Penanaman Modal Hak dan kewajiban penanam modal, khususnya penanaman modal asing telah ditentukan dalam Pasal 8, Pasal 10, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Hak investor asing, disajikan berikut ini: a. Mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkannya; b. Melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing. Hak transfer merupakan suatu perangsang untuk menarik penanam modal asing. Repatriasi (pengiriman) dengan bebas dalam bentuk valuta asing, tanpa ada penundaaan yang didasarkan pada perlakuan non diskriminasi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak transfer dan repatrisiasi ini, meliputi: 1) Modal; 2) Keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan lainnya; 3) Dana-dana yang diperlukan, untuk : a) Pembelian bahan baku dan penolong, barang setengah jadi atau barang jadi; atau
Universitas Sumatera Utara
42
b) Penggantian
barang
modal
dalam
rangka
untuk
melindungi
kelangsungan hidup penanaman modal. 4) Tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan penanaman modal; 5) Dana-dana untuk pembayaran kembali pinjaman; 6) Royalti atau biaya yang harus dibayar; 7) Pendapatan dari perseorangan Warga Negara Asing yang bekerja dalam perusahaan penanaman modal; 8) Hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal; 9) Kompensasi atas kerugian; 10) Kompensasi atas pengambilalihan; 11) Pembayaran yang dilakukan dalam rangka: a) Bantuan teknis; b) Biaya yang harus dibayar untuk jasa teknik dan manajemen; c) Pembayaran yang dilakukan di bawah kontrak proyek; dan d) Pembayaran hak atas kekayaan intelektual. 12) Hasil penjualan aset. Hak ini, tidak mengurangi kewenangan pemerintah untuk: a) Memberlakukan ketentuan peraturan perunadang-undangan yang mewajibkan pelaporan pelaksanaan transfer dana; dan b) Hak pemerintah untuk mendapatkan pajak dan/atau royalti dan/atau pendapatan pemerintah lainnya dari penanaman modal.
Universitas Sumatera Utara
43
c. Menggunakan tenaga ahli Warga Negara Asing untuk jabatan dan keahlian tertentu. d. Mendapat kepastian hak, hukum, dan perlindungan. e. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya. f. Hak pelayanan. g. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan. Kewajiban penanaman modal, khususnya investor asing telah ditentukan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Kewajiban itu, meliputi: a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; Sistem tatakelola organisasi perusahaan yang baik ini menuntut dibangunnya dan dijalankannya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan (GCG) dalam proses manajerial perusahaan. Dengan mengenal prinsip-prinsip yang berlaku secara universal ini diharapkan perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi para stakeholder-nya. b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (untuk selanjutnya disebut CSR) mungkin masih kurang popular dikalangan pelaku usaha nasional. Namun, tidak berlaku bagi pelaku usaha asing. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela itu, sudah biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional ratusan tahun lalu.
Universitas Sumatera Utara
44
Penjelasan Pasal 15 huruf b UU Penanaman Modal menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Pelaksanaan CSR yang baik dan benar sesuai dengan aturan hukum yang berlaku akan berimplikasi pada iklim penanaman modal yang kondusif. Untuk bisa mewujudkan CSR setiap pelaku usaha (investor) baik dalam maupun asing yang melakukan kegiatan di wilayah RI wajib melaksanakan aturan dan tunduk kepada hukum yang berlaku di Indonesia, sebaliknya pemerintah sebagai regulator wajib dan secara konsisten menerapkan aturan dan sanksi apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak melaksanakan CSR sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal; Dalam penerapan prinsip akuntabilitas menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, setiap penanam modal berkewajiban menerapkan prinsip akuntabilitas sebagai salah satu prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dengan membuat laporan kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Universitas Sumatera Utara
45
Pelaksanaan prinsip akuntabilitas kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, direksi dan komisaris mempunyai tanggung jawab hukum yang sama dengan direksi atas laporan keuangan yang menyesatkan yang menyebabkan kerugian bagi pihak lainnya. d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan Hal ini berarti bahwa sebelum perusahaan patungan didirikan harus didahului dengan sosialisasi kepada masyarakat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Dengan demikian perencanaan penanaman modal ke depan merupakan perencanaan yang harus melibatkan semua stakeholder baik unsur Pemerintah, unsur Swasta maupun Masyarakat. e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang tentang Penanaman Modal didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif dan mengatur hal-hal yang dinilai penting, antara lain yang terkait dengan cakupan undang-undang, kebijakan dasar penanaman modal, bentuk badan usaha, perlakuan terhadap penanaman modal, bidang usaha, serta keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan yang diwujudkan dalam pengaturan mengenai pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal, serta fasilitas penanaman modal, pengesahan dan perizinan,
Universitas Sumatera Utara
46
koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal yang di dalamnya mengatur mengenai kelembagaan, penyelenggaraan urusan penanaman modal, dan ketentuan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa. Oleh karena hal tersebut di atas, agar tercipta pelaksanaan penanaman modal asing yang kondusif, maka segala aspek penanaman modal harus patuh pada peraturan perundang-undangan yang ada Di samping hak dan kewajiban itu harus ditaati oleh penanaman modal, khususnya penanam modal asing, penanam modal juga mempunyai tanggung jawab lainnya. Tanggung jawab adalah suatu keadaan menanggung segala sesuatu yang berkaitan dengan penanaman modal. Tanggung jawab itu telah ditentukan dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Ada enam tanggungjawab penanam modal, khususnya penanam modal asing, yaitu: a. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara; d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
Universitas Sumatera Utara
47
e. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan f. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan artinya bahwa investor asing yang menanamkan investasinya di Indonesia, tidak hanya mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang penanam modal, tetapi juga di bidang lainnya, misalnya di bidang lingkungan hidup, kehutanan, perpajakan, pertahanan, dan lain-lain. Apabila mereka melanggar peraturan perundang-undangan, maka dapat dikenakan sanksi. Sanksi itu, berupa sanksi pidana, perdata, dan administratif. Sanksi pidana merupakan sanksi yang dijatuhkan kepada badan hukum asing yang telah melakukan perbuatan pidana. Sanksi perdata merupakan sanksi yang dijatuhkan kepada investor asing yang telah melakukan perbuatan melawan hukum atau tidak memenuhi prestasi sebagaimana ditentukan dalam kontrak. Sanksi administratif merupakan sanksi yang dijatuhkan kepada badan hukum asing, yaitu dengan cara mencabut izin yang telah diberikan kepada badan hukum asing tersebut.56
B. Kerjasama Antara Modal Asing dan Nasional 1. Bentuk-Bentuk Kerjasama Modal Dalam Undang-Undang Penanaman Modal Asing ada dikenal bentuk-bentuk kerjasama. Dilihat dari jangka waktu kerjasama, maka dunia praktisi menunjukkan 56
Salim H. S dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal. 208-213.
Universitas Sumatera Utara
48
adanya dua macam kerjasama, yaitu kerjasama sementara57 dan kerjasama tetap (permanen).58 Bentuk kerjasama yang dikenal dalam Undang-Undang Penanaman Modal Asing berdasarkan klasifikasi dan/atau alasan-alasan tertentu, baik politik maupun ekonomi dapat dibagi tiga yaitu:59 a. Kerjasama dalam bentuk joint venture. Dalam hal ini para pihak tidak membentuk suatu badan hukum yang baru (badan hukum Indonesia). b. Kerjasama dalam bentuk joint enterprise. Di sini para pihak bersama-sama dengan modalnya (modal asing dan modal nasional) membentuk badan hukum baru yaitu badan hukum Indonesia. c. Kerjasama dalam bentuk kontrak karya, serupa dengan perjanjian kerjasama dalam bidang pertambangan dan gas bumi yang telah ada sebelum UUPMA diundangkan. Dalam bentuk kerjasama tersebut, pihak asing (investor asing) membentuk badan hukum Indonesia. Badan hukum dengan modal asing inilah yang menjadi pihak pada perjanjian yang bersangkutan. Sedangkan pihak yang lainnya, adalah badan hukum dengan modal nasional, yakni sebagaimana pengertian modal nasional yang telah diberikan oleh memori
57
Adalah kerjasama yang berlangsung sementara, artinya ketika setelah tujuan kerjasama tercapai dan masing-masing pihak telah melaksanakan hak dan kewajibannya, maka kerjasama tersebut akan berakhir. 58 Adalah kerjasama yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan ditujukan untuk selama-lamanya, jadi selama belum ada keinginan dari salah satu pihak untuk mengakhiri kerjasama dikarenakan alasan-alasan tertentu, maka kerjasama akan tetap berlangsung hingga batas waktu yang tidak ditentukan. 59 Ismail Suny, Tinjauan Dana Pembahasan Undang-undang Penanaman Modal Asing dan Kredit Luar Negeri, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1968), hal. 108.
Universitas Sumatera Utara
49
Penjelasan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Didalam praktek bisnis, bentuk kerjasama telah berkembang lebih beragam dari bentuk-bentuk konvensional yang dikenal dalam UUPMA. Pemerintah juga dapat ikut serta dalam usaha patungan dalam rangka penanaman modal asing ini yaitu melalui perusahaan negara. Penetapan terhadap bentuk kerjasama usaha patungan antara modal asing dengan
pihak nasional dimaksudkan oleh
pemerintah
untuk memberikan
perlindungan serta peranan atau partisipasi pihak swasta nasional dalam pelaksanaan penanaman modal asing di Indonesia. Hal lain adalah memberikan kesempatan pula kepada perusahaan-perusahaan swasta nasional yang berskala kecil maupun dalam usaha koperasi untuk dapat ikut berpartisipasi di dalamnya melalui pemilikan saham terhadap penanaman modal asing yang telah melakukan aplikasi usahanya di Indonesia. Dengan demikian diharapkan akan terjadi perimbangan modal antar penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri yang dirasakan sampai sekarang ini belum seimbang dalam hal pelaksanaannya. Oleh Todung Mulya Lubis disebut sebagai tidak adanya suatu "domestic countervailing power (pembatasan kekuasaan pemodal dalam negeri)", sehingga kerjasama yang dilakukan antara penanaman modal asing dengan modal nasional diibaratkan sebagai istri yang
Universitas Sumatera Utara
50
kesekian kalinya tidak mempunyai bargaining position (posisi tawar) untuk bertindak seimbang dalam hal penanaman modal di Indonesia.60 Pelaksanaan atau aplikasi penanaman modal khususnya penanaman modal asing di Indonesia yang tidak melalui suatu usaha kerjasama dengan modal nasional baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum secara yuridis telah jelas diatur di dalam ketentuan Undang-Undang Penanaman Modal Asing, bahwa baik terhadap modal, kekuasaan maupun pengambilan keputusan seluruhnya dilakukan sepenuhnya oleh pihak asing bilamana suatu perusahaan 100% modal sahamnya dimiliki oleh pihak asing. Lain halnya bilamana dilakukan atau dilaksanakan dalam suatu usaha kerjasama dengan pihak nasional, maka terdapat berbagai bentuk atau corak maupun variasi kerjasama antara modal asing dengan modal nasional baik dalam wujud perimbangan modal, kekuasaan dan pengambilan keputusan. 61 Ismail Suny dan Rudioro Rochmat, mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) macam bentuk kerjasama (joint venture) antara modal asing dengan modal nasional sesuai dengan Pasal 23 UU Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing (PMA), yakni joint venture, joint enterprise, dan kontrak karya. Meskipun sebenamya istilah "joint enterprise" adalah juga merupakan atau termasuk dalam pengertian "joint venture".62 Oleh Sunaryati Hartono diuraikan bahwa sebenarnya istilah-istilah "joint venture" oleh para ahli yang berbahasa Inggris dipergunakan
60
Todung Mulya Lubis, Hukum Ekonomi, (Jakarta: Sinar Harapan, 1992), hal. 23. Aminuddin Ilmar, Op. cit., hal. 57. 62 Ismail Suny dan Rudioro Rochmat, Tinjauan dan Pembahasan UUPMA dan Kredit Luar Negeri, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1967), hal. 108. 61
Universitas Sumatera Utara
51
sebagai istilah "verzamelnaam" untuk berbagai bentuk kerjasama antara penanaman modal nasional dengan penanaman modal asing.63 Dalam ketentuan umum Bab I Pasal 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM) mendefinisikan Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.64 Lebih lanjut untuk pengaturan penanaman modal asing yang melakukan kegiatan di wilayah negara Republik Indonesia dalam pelaksanaannya dapat menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri.65 Adanya berbagai pengertian terhadap investasi asing diharapkan dapat membuka wawasan pemikiran, bahwa pengertian penanaman modal khususnya modal asing bukan hanya terdapat dalam Undang-Undang Penanaman Modal saja, sehingga pemahaman terhadap investasi asing beserta implikasinya dapat lebih dimengerti. Pengaturan investasi di Indonesia yang terdapat dalam Undang-Undang Penanaman Modal hanya membatasi ruang lingkup investasi pada investasi secara langsung dan tidak termasuk investasi secara tidak langsung atau melalui investasi portofolio.66
63
Sunaryati Hartono, Op. cit, hal. 127. Undang-undang Nomor. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Pasal 1. 65 Ibid,Pasal 1 ayat (3). 66 Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Penanaman Modal, antara lain menyatakan: “yang dimaksud dengan “penanaman modal di semua sektor wilayah Republik Indonesia” adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio”. 64
Universitas Sumatera Utara
52
Oleh karena Undang-Undang Penanaman Modal hanya memberikan batasan pada investasi langsung dan tidak termasuk investasi tidak langsung, maka UndangUndang Penanaman Modal tidak mengenal definisi berdasarkan aset (asset based definition), yang memungkinkan perlindungan dalam status penanaman modal asing diberikan kepada setiap kegiatan usaha yang di dalamnya terkandung aset asing. Pengertian berdasarkan aset atau transaksi bisa mengarah kepada perlindungan terhadap semua transaksi modal yang dilakukan orang asing, tidak terkecuali apakah transaksi tersebut bersifat jangka pendek atau spekulatif.67 Secara umum penanaman modal digolongkan dalam dua bentuk kegiatan investasi, yaitu investasi secara langsung (direct investment) dan investasi portofolio (portofolio investment). Investasi dilakukan secara langsung, dimana investor hadir langsung secara fisik ke tempat tujuan investasi dengan membawa seluruh sumber daya yang dipergunakan, menjalankan usaha dan turut mengendalikan kegiatan investasi yang bersangkutan. Sedangkan investasi portofolio, dimana investor tidak perlu hadir secara fisik. Tujuan utama investor tidak untuk mendirikan perusahaan, melainkan hanya membeli saham atau surat berharga lainnya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan melalui penjualan kembali saham atau surat berharga tersebut (capital gain).68
67
Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2005), hal. 386-387. 68 Budiman Ginting dan Mahmul Siregar, Pengantar Hukum Investasi (Penanaman Modal), Modul Perkuliahan, FH USU, 2009.
Universitas Sumatera Utara
53
Pengertian yang dianut dalam Undang-Undang Penanaman Modal adalah definisi berdasarkan enterprised based definition karena lebih fokus pada investasi yang sifatnya jangka panjang. Investasi langsung dalam jangka panjang akan memungkinkan negara-negara berkembang mengambil manfaat yang lebih banyak, tidak saja dari segi masuknya devisa, tetapi juga dari segi peningkatan produksi, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan keterampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen serta penyerapan tenaga kerja.69 Istilah joint venture agreement sengaja tidak diterjemahkan menjadi usaha patungan sebagaimana telah dikenal di Indonesia, hal tersebut bertujuan untuk tidak terjadi salah pengertian, karena usaha patungan sendiri dapat saja berbetuk joint venture, joint enterprise, kontrak karya, production sharing, penanaman modal dengan DICS-rupiah (Debt Investment Conversion Schema), penanaman modal dengan kredit investasi dan portofolio investment. Joint venture agreement atau biasa disebut perjanjian kerjasama patungan adalah suatu kontrak yang mengawali kerjasama joint venture, kontrak ini menjadi dasar pembentukan atau pendirian joint venture company.70 Sedangkan joint enterprise merupakan suatu bentuk kerjasama yang membentuk suatu badan hukum (perusahaan), yang terbentuk dari perjanjian
69
Ibid, hal. 387. Ridwan Khairandy, “Kompetensi Absolut Dalam Penyelesaian Sengketa Di Perusahaan Joint Venture”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 26, No. 4, Tahun 2007, hal. 43. 70
Universitas Sumatera Utara
54
antara pemilik modal asing dan modal nasional yang modalnya antara lain terdiri dari modal dalam nilai rupiah dan modal yang dinyatakan daiam valuta asing. 71 Jadi, seperti yang disebut oleh Ismail Suny dan Rudiono Rochmat dengan "joint enterprise" juga merupakan salah satu bentuk daripada "joint venture". Namun pembedaan yang dilakukan oleh Ismail Suny dan Rudiono Rochmat tersebut secara resmi telah dipergunakan oleh pemerintah, sehingga pemakaian istilah tersebut sudah menjadi lazim adanya. Dalam hal "joint venture" diartikan sebagai para pihak tidak membentuk badan hukum baru, akan tetapi suatu kerjasama yang semata-mata bersifat kontraktuil, sedang dalam hal "joint enterprise" terjadi penggabungan modal nasional ke dalam satu badan hukum Indonesia. Lalu kemudian kontrak karya diartikan sebagai pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia dan badan hukum Indonesia itu bekerjasama lagi dengan badan hukum (nasional) Indonesia yang lain.72 2. Manfaat Kerjasama Modal Bagi Indonesia Keberadaan penanaman modal asing tidak dapat dipungkiri telah memberi banyak manfaat bagi negara penerima modal (host country), begitu pula bagi investor maupun bagi negara asal (home country). Kehadiran investor asing sebagai tamu, perlu diberikan tata krama sebagaimana tamu yang berada di rumah orang, yang mempunyai kedaulatan penuh di rumahnya.
71
http://www.researchgate.net/publication/42354250_Perjanjian_Kerjasama_Modal_ Asing_Dan_Modal_Nasional_Berdasarkan_Undang-Undang_PMA_No.1_Tahun_1967_jo._ UndangUndang_No.11_Tahun_1970. Diakses tanggal 5 Juli 2011. 72 Aminuddin Ilham, Op. cit, hal. 60.
Universitas Sumatera Utara
55
Terlepas dari pendapat pro dan kontra terhadap kehadiran investor asing, namun secara teoritis kiranya dapat dikemukakan, bahwa kehadiran investor asing di suatu negara mempunyai manfaat yang cukup luas (multiplier effect). Manfaat yang dimaksud, yakni kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal, dapat menciptakan tuntutan bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku, menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak, adanya alih teknologi (transfer of technology) maupun alih pengetahuan (transfer of know how). Dilihat dari sudut pandang ini terlihat bahwa, kehadiran investor cukup berperan dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya pembangunan ekonomi di daerah dimana Foreign Direct Investment (FDI) menjalankan aktifitasnya.73 Arti pentingnya kehadiran investor asing dikemukakan Gunarto Suhardi: investasi langsung lebih baik jika dibandingkan dengan investasi portofolio, karena langsung lebih permanen. Selain itu investasi langsung:74 a. memberikan kesempatan kerja bagi penduduk; b. mempunyai kekuatan penggandaan dalam ekonomi lokal; c. memberikan residu baik berupa peralatan maupun alih teknologi; d. apabila produksi diekspor memberikan jalan atau jalur pemasaran yang dapat dirunut oleh pengusaha lokal disamping seketika memberikan tambahan devisa dan pajak bagi negara; 73 74
Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, cet. 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 41-42. Ibid, hal. 42.
Universitas Sumatera Utara
56
e. lebih tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing; f. memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena bila investor berasal dari negara kuat niscaya bantuan keamanan juga akan diberikan. Bagi investor/penanam modal atau yang dalam hal ini Perusahaan Multinasional, manfaat dari kegiatan penanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment) yang mereka lakukan pada dasarnya sama dengan alasan mereka untuk melakukan investasi secara langsung tersebut. Adapun alasan-alasan suatu Perusahaan Multinasional melakukan investasi secara langsung ke luar negeri, antara lain:75 a. alasan kedekatan dengan sumber bahan baku; b. untuk menghindari Daftar Negatif Investasi (DNI) di negara asal; c. karena alasan upah buruh yang murah; d. mencari pasar yang baru; e. untuk mendapatkan royalti; f. untuk mendapatkan insentif investasi di negara tujuan; g. untuk menghindari penurunan nilai mata uang; h. karena alasan status tertentu suatu negara dalam Perdagangan Internasional.
75
Mahmul Siregar, Hukum Investasi (Bahan Kuliah), Medan, 27 Januari 2009.
Universitas Sumatera Utara
57
C. Joint Venture Agreement sebagai Bentuk Kerjasama Modal 1. Karakteristik Joint Venture Company Bentuk badan usaha bagi penanaman modal di Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah sebagai berikut: a. Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbadan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. b. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. c. Penanaman modal dalam negeri maupun asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan : 1) Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; 2) Membeli saham; 3) Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Sebagaimana yang telah dijabarkan dalam ketentuan diatas, maka badan usaha yang berstatus sebagai penanaman modal asing berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Namun didalam Undang-Undang Penanaman Modal tidak dijelaskan alasan harus berbentuk perseroan terbatas. Akan tetapi bila dicermati, hal ini berkaitan
Universitas Sumatera Utara
58
dengan eksistensi perseroan terbatas sebagai subjek yang mandiri. Artinya dapat menggugat dan digugat di pengadilan jika berkaitan dengan pranata hukum. 76 Perseroan terbatas sebagai badan usaha yang berbadan hukum mempunyai ciri tersendiri jika dibandingkan dengan badan usaha lainnya yakni PT mempunyai kekayaan sendiri terlepas dari pemilik (pemegang sahamnya) dan berhak menuntut dan dituntut di pengadilan. Secara normatif, badan usaha yang berbentuk PT diatur dalam undang-undang tersendiri yakni Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian. Pengelolaan perusahaan dan struktur manajemen yang harus dijalankan oleh joint venture company adalah suatu hal yang sangat penting untuk suksesnya joint venture company. Ada 4 (empat) model manajemen untuk joint venture company yaitu :77 a. Model transplant, dimana perusahaan induk mencangkokkan rumus-rumus bisnis mereka dan praktek-praktek manajemen mereka kepada joint venture company tersebut; b. Model dominant parent, dimana gaya manajemen yang dominan berasal dari pemegang saham mayoritas dan bagian-bagian yang lebih rendah diberikan kepada pemegang saham minoritas;
76
Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung: Nuansa Aulia, 2007), hal. 201. Erman Radjagukguk, Hukum Investasi di Indonesia: Pokok Bahasan, Universitas Indonesia, (Jakarta: FH UI, 2005), hal. 153. 77
Universitas Sumatera Utara
59
c. Model independent roles, dimana masing-masing pemegang saham mempunyai penyertaan yang sama dalam manajemen, dan sebagai akibatnya terdapat tanggungjawab yang terpisah untuk fungsi-fungsi manajemen tertentu; d. Model shared management, dimana manajemen pada tingkat puncak merupakan tugas-tugas bersama dengan tanggungjawab bersama terhadap perusahaan induknya masing-masing. 2. Dasar Hukum Pembentukan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal adalah pembaharuan payung hukum investasi di Indonesia yang telah ditetapkan sebagai undang-undang pada tanggal 29 Maret Tahun 2007. Sebelumnya, undang-undang tersebut didahului oleh undang-undang penanaman modal lainnya, yaitu UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing jo Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 Tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing serta Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. UUPM telah mencabut semua ketentuan sebelumnya, namun ketentuan pelaksanaan dari undang-undang sebelumnya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan UUPM. Ketentuan ini didasarkan oleh Pasal 38 ayat (1) UUPM.
Universitas Sumatera Utara
60
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal secara tidak langsung menyatakan bentuk kerjasama antara modal dalam negeri dengan modal asing dalam bentuk joint venture. Mengadakan joint venture agreement merupakan langkah awal dalam membentuk joint venture company. Di mana di dalam joint venture agreement berisikan kesepakatan para pihak tentang kepemilikan modal, saham, peningkatan kepemilikan saham penyertaan, keuangan, kepengurusan, teknologi dan tenaga ahli, penyelesaian sengketa yang mungkin akan terjadi, dan berakhirnya joint venture agreement. Joint venture agreement yang merujuk kepada ketentuan umum hukum perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata). KUH Perdata terutama Buku III mengenai perikatan yang erat kaitannya dengan joint venture agreement. KUH Perdata mengatur ketentuan dasar suatu perjanjian, yaitu Pasal 1313 mengenai arti perjanjian, Pasal 1320 mengenai persyaratan perjanjian, Pasal 1338 mengenai pemberlakuan sebuah perjanjian yang mengikat para pihak. Penanaman modal asing di Indonesia yang mensyaratkan adanya joint venture antara pemodal asing dengan pemodal nasional, membentuk suatu perjanjian yang disebut joint venture agreement, Pasal 1319 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.”
Universitas Sumatera Utara
61
Buku III menjadi dasar hukum dalam mengadakan perikatan, termasuk perikatan antara pemodal asing maupun pemodal nasional dalam rangka penanaman modal di wilayah Republik Indonesia. Pengusaha asing dan pengusaha lokal membentuk suatu perusahaan baru yang disebut joint venture company di mana mereka menjadi pemegang saham yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama.78 Lahirnya joint venture company yang berbentuk badan hukum yakni perseroan terbatas, tunduk kepada hukum perusahaan dalam hal ini Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 3. Bidang Usaha yang Dijalankan Semua bidang usaha atau jenis usaha pada dasarnya terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan seperti yang dijelaskan dalam Pasal 12 ayat (1) UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 jo Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. Maksudnya adalah bidang usaha atau jenis usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan ditetapkan melalui Peraturan Presiden yang disusun dalam suatu daftar berdasarkan standar klasifikasi tentang bidang usaha atau jenis usaha yang
78
Erman Radjagukguk, Op. cit, 2006, hal. 117.
Universitas Sumatera Utara
62
berlaku di Indonesia. Sedangkan dalam Pasal 12 ayat (2) disebutkan mengenai bidang-bidang usaha apa saja yang tertutup bagi penanaman modal asing, walaupun tidak secara terperinci. Di dalam undang-undang hanya menyebutkan bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing adalah produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang serta bidang-bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang. Alat peledak yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) adalah alat peledak yang digunakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan. Kriteria yang menjadi dasar pertimbangan pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden untuk menetapkan bidang usaha apa saja yang tertutup bagi penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri adalah berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional serta kepentingan nasional lainnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 12 ayat (3). Bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri serta kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk oleh pemerintah, semua dijelaskan di dalam Pasal 12 ayat (5) UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
Universitas Sumatera Utara
63
Pemerintah mengesahkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No.76 Tahun 2007 Tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal dan secara bersamaan juga dikeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2007 jo Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Pengesahan kedua Peraturan Presiden tersebut berfungsi sebagai peraturan pelaksanaan Pasal 12 ayat (4) dan Pasal 13 ayat (1) UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. 4. Pembatasan Pemilikan Saham Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing sebenarnya tidak terdapat suatu ketentuan yang mewajibkan suatu perusahaan penanaman modal asing mempunyai mitra lokal, dan tidak ada larangan atas keberadaan suatu perusahaan yang 100% (seratus persen) terdiri dari modal asing. Baru pada tahun 1974 setelah meluas Peristiwa MALARI (malapetaka 15 Januari) telah dilakukan pembatasan terhadap penanaman modal asing. Ketika itu pemerintah menetapkan bahwa investor asing yang akan menanam modal di Indonesia harus berpatungan dengan perusahaan lokal atau perusahaan domestik.79
79
Amrial, Hukum Bisnis (Deregulasi Dan Joint venture di Indonesia teori dan Praktek), (Jakarta: Djambatan, 1996), hal. 57.
Universitas Sumatera Utara
64
Sebagai suatu bahan referensi mengenai pembatasan pemilikan saham penanaman modal asing dapat dilihat dalam GBHN Tahun 1988, dimana secara eksplisit dinyatakan bahwa penanaman modal asing harus dilaksanakan dengan membentuk usaha patungan, atau untuk lebih jelasnya yaitu: “Penanaman modal asing dilaksanakan dalam bentuk usaha patungan dan disertai dengan syarat menciptakan lapangan kerja, memungkinkan pengalihan keterampilan dan teknologi kepada bangsa Indonesia.............” Dalam kaitanya dengan hal di atas, ketentuan mengenai Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2001 jo Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 jo Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1993 jo Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1992. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2001 jo Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 dikatakan penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk: a. Patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia; b. Langsung, dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh Warga Negara Asing dan/atau badan hukum asing. Bagian dari Pasal 2 ayat (1) ini untuk selanjutnya ditambah lagi dengan syarat yang terdapat pada Pasal 7 ayat (1) yaitu bahwa perusahaan yang didirikan dengan
Universitas Sumatera Utara
65
seluruh modalnya dimiliki oleh investor asing ini, dalam jangka waktu 15 (lima belas) tahun sejak produksi komersial haruslah menjual sebagian sahamnya kepada Warga Negara Indonesia melalui pemilikan langsung atau melalui pasar modal dalam negeri. Besarnya saham yang dijual adalah sesuai dengan kesepakatan para pihak terkait didasarkan pada prinsip kerjasama yang saling menguntungkan dan kelangsungan kegiatan usaha perusahaan dan/atau ketentuan pasar modal dalam negeri. Namun terdapat beberapa Pasal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang kedudukannya lebih tinggi serta pemilikan saham yang dirasa sangat merugikan negara dan juga diperbolehkan permodalan asing ikut serta menguasai hajat hidup orang banyak yang seharusnya dikuasai oleh negara yaitu dalam Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2001 jo Peraturan Pemerintah No. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994, penanaman modal asing dapat menjangkau kegiatan-kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara yang dapat menguasai hajat hidup orang banyak. Walaupun tidak dapat dikuasai oleh modal asing secara langsung (100% dikuasai) akan tetapi modal asing dapat menguasai maksimal 95% sedangkan 5% dikuasai oleh negara atau swasta nasional. Sedangkan dalam peraturan sebelumnya, persentase modal milik negara atau swasta nasional sebesar 60% saham dan modal asing hanya dapat menguasai modalnya sebesar 40% sehingga sebagian besar keuntungan perusahaan masih tetap masuk ke kas negara.
Universitas Sumatera Utara
66
Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 menyebutkan: Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan modal akibat penggabungan, pengambilalihan, atau peleburan dalam perusahaan penanaman modal yang bergerak di bidang usaha yang sama, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang menerima penggabungan adalah sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut. b. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang mengambil alih adalah sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut. c. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan baru hasil peleburan adalah sebagaimana ketentuan yang berlaku pada saat terbentuknya perusahaan baru hasil peleburan dimaksud. Untuk mengetahui besarnya tanggungjawab dalam arti hak dan kewajiban dari tiap peserta dalam hubungannya dengan perseroan terbatas, maka sebagai ukuran ditentukanlah besarnya pemilikan saham setiap peserta pemilik modal. Jadi, dengan modal yang disertakan, tanggung jawab pemegang saham atas hutang-hutang perseroan terbatas maksimal sampai jumlah nilai saham yang dimiliki.
Universitas Sumatera Utara
67
5. Lahirnya Joint venture Company Dalam Bentuk Perseroan Terbatas melalui Joint venture Agreement Joint venture Agreement antara investor asing dengan nasional bertujuan untuk membentuk perusahaan joint venture dan menjalankan kegiatan ekonominya sebagai sebuah badan hukum. Badan hukum yang ditetapkan oleh UUPM untuk perusahaan joint venture bermodalkan asing adalah perseroan terbatas (PT), yang diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 1. Pembuatan Akta Pendirian dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas sebagai badan hukum memiliki kekayaan sendiri yang terlepas dari kekayaan para pendiri dan pemilik sahamnya atau dari perusahaan induknya. Joint venture agreement yang telah disepakati kemudian menjadi akta perjanjian sebagai syarat dalam mengajukan izin kepada BKPM dan bagi pembuatan Badan Hukum Perseroan Terbatas. Bab II Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang perseroan terbatas, menjelaskan bahwa: “Perseroan didirikan oleh 2 orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”. 80 Tidak semua ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam joint venture agreement dapat dimasukan ke dalam akta pendirian perusahaan. Akta pendirian perusahaan yang dibuat oleh notaris biasanya memiliki standar format yang sudah
80
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 7 ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
68
ditetapkan, penetapan standar tersebut bertujuan untuk mempermudah proses klarifikasi kelengkapan dokumen yang akan diajukan kepada Departemen Hukum dan HAM.81 Para pihak tidak secara bebas dapat menentukan anggaran dasar, biasanya pada saat pembuatan joint venture agreement para pihak juga membuat draft untuk anggaran dasar perseroan, sehingga ketentuan yang ada dalam anggaran dasar tidak berbeda jauh dengan joint venture agreement. Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang berkaitan dengan pendirian perseroan, keterangan lain tersebut sekurang-kurangnya memuat: 82 a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perserorangan, atau nama, tempat kedudukan, dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendirian perseroan; b. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan, anggota direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat; c. Nama pemengang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor. d. Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa. 81 82
Rudhi Prasetya, Op. cit., hal. 167. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 8.
Universitas Sumatera Utara
69
Selain ketentuan yang dimaksud di dalam Pasal 8 UUPT, anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan Undang-undang Perseroan Terbatas. Secara jelas UUPT menegaskan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan penerimaan bunga tetap atas saham; dan ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain, tidak boleh dimuat dalam anggaran dasar. 83 2. Pengesahan Badan Hukum Akta pendirian dan anggaran dasar yang telah dibuat oleh pejabat notaris, kemudian harus memperoleh Keputusan Menteri untuk disahkan sebagai Badan Hukum Perseroan. Ketentuan ini dijelaskan dalam Pasal 9 UUPT sebagai berikut: 84 a. Untuk memperoleh keputusan menteri mengenai pengesahaan badan hukum Perseroan sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat 4, pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya: 1) Nama dan tempat kedudukan perseroan; 2) Jangka waktu pendirian perseroan; 3) Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; 4) Jumlah modal dasar, modal ditempat dan modal disetor; 5) Alamat lengkap perseroan 83 84
Ibid, Pasal 15 ayat 3 dan 4. Ibid, Pasal 9.
Universitas Sumatera Utara
70
b. Pengisian format sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 harus didahului dengan pengajuan nama perseroan; c. Dalam hal pediri tidak mengajukan sendiri permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris. d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama perseroan diatur dengan peraturan pemerintah. Pengajuan untuk mendapatkan pengesahaan dari menteri paling lambat diajukan 60 (enam puluh) hari, terhitung sejak tanggal akta pendirian di tandatangani para pendiri. Pengajuan tersebut harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung. Menteri atas dasar pertimbangan kelengkapan dokumen permohonan yang disampaikan melalui fasilitas elektronik, akan memberikan jawaban tidak keberatan melalui fasilitas elektronik, begitu juga jika berkeberatan.85 Setelah pendiri menerima pemberitahuan tidak keberatan dari menteri, maka selambat-lambatnya selama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pernyataan tidak keberatan, para pemohon harus wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri oleh dokumen pendukung. Setelah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahaan badan hukum perseroan yang ditandatangani secara elektronik.86
85 86
Ibid, Pasal 10 ayat 3 dan 4. Ibid, Pasal 10 ayat 6
Universitas Sumatera Utara
71
Sistem pendirian dan pengesahaan anggaran dasar Perseroan Terbatas (PT) secara online melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM), adalah merupakan bentuk pelayanan kepada masyarakat yang diupayakan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Fasilitas pelayanan tersebut mencakupi:87 a. Pengesahan Badan Hukum Perseroan Terbatas; b. Permohonan Persetujuan dan Penerimaan Pemberitahuan Perubahaan Anggaran Dasar Perseroan; c. Penyampaian pelaporan akta perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas; dan d. Pemberian informasi lainya melalui elektronik 3. Daftar Perseroan dan Pengumuman Setelah pemohon memperoleh pengesahan badan hukum perseroan oleh menteri, maka perseroan dimasukan dalam daftar perseroan pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal Keputusan menteri mengenai pengesahaan badan hukum perseroan,88 persetujuan atas perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan. Kemudian menteri melakukan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, isi pengumaman tersebut meliputi:
87
Departemen Hukum dan HAM, Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M-01.HT.01.01 Tahun 2008, Tentang Daftar Perseroan, Pasal 1 angka 2 88 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 29 ayat 3 (a)
Universitas Sumatera Utara
72
a. Akta pendirian perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana yang dimasud dalam Pasal 7 ayat 4 UUPT; b. Akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1; c. Akta perubahaan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh menteri. Pengumuman tersebut dilakukan oleh menteri paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitnya keputusan menteri berkaitan dengan status badan hukum yang telah disahkan. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 29 UUPT yang baru jelas berbeda dengan ketentuan Pasal 21 ayat 1 UUPT yang lama. Pendaftaran Perseroan menurut UUPT lama mengacu pada Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan Nomor 3 Tahun 1982 (UUWDP), perbedaan tersebut terletak pada pihak yang berwenang untuk melakukan pendaftaran. Perbedaan mendasar dalam ketentuan UUPT yang baru dengan UUPT No. 1 Tahun 1995, mengandung unsur kontradiktif normatif yang menimbulkan 2 masalah, yaitu pertama, ketidak jelasan hukum khususnya bagi para pelaku usaha dan notaris yang melakukan pendaftaran perusahaan, apakah dilakukan di departemen Hukum dan HAM atau Departemen Perindustrian.89
89
Ita Kurniasih,“Implikasi Perubahan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Terhadap Undang-undang No. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan”, Jurnal Hukum dan Pasar Modal, Vol. III. Edisi 4 Tahun 2008, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
73
Kedua, terdapatnya pengaturan yang tidak sama, dalam Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan (UUWDP) diatur sanksi dengan ancaman melakukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran jika tidak mengikuti ketentuan UUWDP, sedangkan dalam UUPT baru tidak diatur tentang adanya sanksi sehingga apabila data perseroan telah masuk dalam daftar perseroan sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat 3 UUPT baru, maka akan menimbulkan pertanyaan, apakah pendaftaran menurut UUWDP masih perlu dilakukan.90 Apapun kontradiktif normatif ketentuan yang ada, sebuah badan hukum perseroan dinyatakan lahir setelah mendapatkan pengesahan badan hukum dan diumumkannya Perseroan Terbatas dalam Lembar Negara Republik Indonesia.
D. Kedudukan Para Pihak dalam Joint Venture Agreement 1. Kedudukan Joint Venture Agreement dalam Joint Venture Company Joint venture agreement adalah perjanjian antara para pemegang saham joint venture company yang tunduk pada hukum perjanjian (law of contract) yang pihakpihaknya adalah calon pemegang saham. Instrumen yang menjadi dasar berdirinya joint venture company yaitu anggaran dasar perseroan terbatas yang akan memperoleh status sebagai badan hukum pada saat mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM RI.
90
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
74
Kedudukan Joint Venture Agreement hanya berlaku penuh sebelum proses perseroan terbatas menjadi badan hukum, dimana perjanjian-perjanjian yang dibuat antara sesama pemegang saham atau antara pemegang saham dengan perseroan harus sesuai dengan ketentuan anggaran dasar yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 sebab ketika suatu perseroan terbatas telah disahkan sebagai badan hukum, maka anggaran dasar perseroan di samping mengikat perseroan dan pemegang saham bahkan mengikat juga pihak ketiga. Setelah anggaran dasar disahkan, maka kedudukan anggaran dasar dan joint venture agreement memiliki kedudukan yang penting. Kedua ketentuan tersebut menjadi landasan kegiatan pencapaian tujuan ekonomi para pihak, dan keduanya tidak dapat dipertentangkan. Dalam hal terdapat perbedaan ketentuan dalam joint venture agreement dan anggaran dasar perseroan untuk suatu persoalan yang sama, maka ketentuan anggaran dasar yang berlaku, karena kedudukan anggaran dasar lebih tinggi dari joint venture agreement. Dengan demikian, penting bagi pihak ketiga untuk mengetahui anggaran dasar perseroan, agar dapat mengetahui apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh pengurus menurut anggaran dasar perseroan, untuk itu kedudukan publikasi terhadap perseroan terbatas memiliki makna penting bagi pihak ketiga. Sebenarnya jauh sebelum berlakunya UUPT telah ada UU No. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan. Undang-Undang ini mengatur tentang bagaimana dan apa saja yang harus didaftarkan jika perusahaan yang bersangkutan berbentuk
Universitas Sumatera Utara
75
perseroan terbatas.91 Hanya saja dalam hal ini, menurut Rudhy Prasetya harus dibedakan, yaitu apa yang diperhatikan oleh UUPT cenderung merupakan segi yuridis tentang keabsahannya, sedang apa yang diperintahkan oleh Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 cenderung merupakan segi ekonomis perusahaan yang bersangkutan.92 Dalam UUPT dinyatakan bahwa perseroan terbatas yang telah didaftar harus diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI. Permohonan pengumuman perseroan dilakukan Direksi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran. Tata cara pengajuan permohonan pengumuman dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.93 Jika pendaftaran dan pengumuman tersebut tidak dilakukan dan atau tidak dipatuhi oleh direksi, maka direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. Dalam hubungan ini, menurut Rudhi Prasetya para direktur ikut bertanggung jawab secara pribadi secara tanggung renteng bersama-sama dengan perseroan. Sebab jika tidak demikian, maka justru kemungkinan akan merugikan pihak ketiga, yaitu semata-mata hanya dapat menuntut harta kekayaan pribadi direksi tanpa sama sekali dapat menuntut harta kekayaan perseroan.94
91
Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Pasal 11. Rudhi Prasetya, Op. cit, hal. 133. 93 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 30 ayat (3). 94 Rudhi Prasetya, Op. cit, hal. 155.
92
Universitas Sumatera Utara
76
2. Hubungan Joint Venture Agreement dengan Anggaran Dasar Joint venture agreement memiliki kedudukan yang penting dalam pendirian sebuah joint venture company, prinsip kebebasan berkontrak memungkinkan para pihak mengatur banyak hal secara rinci, dietel, dan luas. Kesepakatan-kesepakatan yang tercipta dalam sebuah joint venture agreement, dapat dijadikan rujukan dan landasan bagi para pihak untuk melakukan tindakan hukum lainya, seperti melaksanakan perjanjian-perjanjian pendukung (License Agreement dan Use of Trademark; Technical Agreement; Assistence Agreement; Loan Agreement; Agency Agreement; Distribution Agreement). Joint venture agreement juga dapat dijadikan acuan dalam membuat draft anggaran dasar sebuah joint venture company. Landasan hukum joint venture angreement dapat dijadikan rujukan membuat anggaran dasar sebuah joint venture company adalah joint venture agreement tunduk pada hukum perjanjian, dimana hukum perjanjian menentukan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dan bagi mereka yang membuat perjanjian, maka perjanjian memiliki kekuatan mengikat (Pacta Sun Servanda). Perselisahan yang timbul berkaitan dengan isi joint venture agreement, diselesaikan dengan menggunakan instrumen hukum perjanjian. Sedangkan anggaran dasar perseroan adalah ketentuan operasional sebuah perseroan dalam melakukan tindakan-tindakan hukum. Secara teknis tindakantindakan tersebut diatur oleh rezim hukum perusahaan (company law), dalam hal ini
Universitas Sumatera Utara
77
Udang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Anggaran dasar hanya mengatur kesepakatan teknis perseroan sebagai sebuah badan hukum untuk melakukan aktivitasnya. Ketentuan ini, memiliki arti bahwa perselisihan yang timbul dalam aktivitas sebuah badan hukum perseroan terbatas (PT), diselesaikan dengan menggunakan instrumen anggaran dasar. Apabila terdapat perbedaan ketentuan dalam joint venture agreement dan anggaran dasar perseroan untuk suatu persoalan yang sama, maka ketentuan anggaran dasar yang berlaku, karena kedudukan anggaran dasar lebih tinggi dari joint venture agreement. Dengan demikian, penting bagi pihak ketiga untuk mengetahui anggaran dasar perseroan, agar dapat mengetahui apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh pengurus menurut anggaran dasar perseroan, untuk itu kedudukan publikasi terhadap perseroan terbatas memiliki makna penting bagi pihak ketiga. 3. Kedudukan Para Pihak dalam Joint Venture Agreement Kerjasama antar modal asing dan modal nasional diatur secara tidak langsung dalam Pasal 5 ayat (2) dan (3) UUPM. Dalam bidang usaha yang terbuka bagi modal asing dapat diadakan kerjasama antara modal asing dengan modal nasional. Dalam kepustakaan hukum, kerjasama ini disebut dengan joint venture agreement atau kontrak joint venture. Dalam joint venture agreement, bentuk perjanjian kerjasamanya adalah merupakan suatu permufakatan atau persepakatan antara pihak-pihak yang
Universitas Sumatera Utara
78
mengadakannya, dimana masing-masing pihak diikat oleh janji-janji yang telah diadakan antara masing-masing, kemudian berkembang menjadi satu kerjasama antara masing-masing pihak untuk secara bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu yang telah disepakati. Hubungan yang tidak seimbang antara negara maju sebagai negara pembawa modal asing dan negara berkembang sebagai negara penerima modal tersebut. Hubungan yang tidak seimbang antara pemodal asing dan penerima modal dapat dilihat dalam masalah-masalah sebagai berikut:95 a. Bahwa pemodal asing selalu berorientasi untuk mencari keuntungan atau profit oriented, sedang penerima modal mengharapkan modal asing dapat membantu mencapai tujuan pembangunan nasional atau hanya sebagai pelengkap dana pembangunan; b. Bahwa pemodal asing memiliki posisi yang lebih kuat sehingga mereka mempunyai kemampuan berusaha dan kemampuan berunding yang mantap, dimana dalam pelaksanaan usahanya dapat bertentangan dengan kepentingan negara penerima modal; c. Bahwa pemodal asing biasanya memiliki jaringan usaha yang kuat dan luas karena biasanya berbentuk Multinational Coorporation yang tergabung dalam induk perusahaan, melayani kepentingan negara dan pemilik saham di
95
Nindyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti , 2006), hal. 170.
Universitas Sumatera Utara
79
negara asal sehingga sangat sulit untuk mampu melayani kepentingan negara penerima modal. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidakseimbangan kedudukan dan kepentingan tersebut adalah hak dan kewajiban para pihak dalam joint venture agreement yang harus dilaksanakan, dimana antara hak dan kewajiban tersebut terdapat suatu kedudukan yang seimbang antara pihak yang satu dengan yang lainnya. Joint venture agreement telah diikat dengan suatu ketentuan yang didasarkan oleh kata sepakat dan dituangkan dalam kesepakatan tertulis dengan tujuan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa joint venture agreement menyebabkan para pihak mempunyai kewajiban untuk memberikan kemanfaatan pada pihak lainnya dan sebaliknya, lawannya untuk menerima manfaat yang menguntungkan atau berguna bagi dirinya dari hubungan perjanjian tersebut.
Universitas Sumatera Utara