BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Selamatan 27 Rajab atau Rajaban diselenggarakan guna memperingati Isra’ Mi’raj nabi Muhammad saw. Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut, Rasulullah menerima wahyu berupa perintah melaksanakan shalat lima waktu dari Allah swt. Perintah tersebut merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seluruh kaum muslim.1 Kisah peristiwa Isra’ Mi’raj nabi Muhammad saw tersebut termaktub dalam Q.S. al-Isra’[17]: 1 yang berbunyi:
ًال ِّم َح ٱْب َح ْب ِذ ِذ ْبٱَحَح ِذا َحإ ٱْب َح ْب ِذ ِذ ْبٱَحْب َح ٱَّل ِذ ْبي . ۚ ِذَّلۦُس ُس َح ٱ َّل ِذ ْب ُس ٱْبَح ِذ ْبْي ُس
ِذ ِذ ِذ ُس ْب َح َحا ٱَّل ۤى َح ْب َح ٰى ِذ َحْب ۦ ٱَحْب ٓ َح َحاْب َح َح ْب ٱَحۦُس ٱِذُس ِذَحۦُس ِذ ْب ءَح َح تِذَح
“ Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar perlihatkan kepadanya sebagian dari tandatanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Kandungan yang ada di dalam ayat tersebut secara implisit menjelaskan bahwa Allah SWT, Yang Maha Suci telah memperjalankan (meng-Isra’ Mi’raj-kan) Nabi Muhammad saw. pada malam hari dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha di Yerussalem (Palestina) untuk kemudian dinaikkan ke langit pertama sampai langit ketujuh hingga
1
Rizem Aizid, Islam Abangan dan Kehidupannya: Seluk Beluk Kehidupan Islam Abangan, (Yogyakarta: DIPTA, 2015), hlm. 159.
1
2
sampailah beliau di Sidrātul Muntahā
2
guna menerima wahyu berupa
perintah sholat lima waktu yang sampai sekarang perintah tersebut wajib dilaksanakan oleh seluruh umat Islam dan menjadi salah satu rukun Islam. Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. terjadi pada masa kesedihan („Amm al-Hazni) beliau karena meninggalnya dua pelindung beliau, istrinya Siti Khadijah dan pamannya Abu Thalib, sehingga perjalanan Isrā ʹ Miʻrāj ini merupakan pelipur lara dari kesedihan Nabi tersebut.3 Peristiwa Isrāʹ Miʻrāj membuktikan bahwa „ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi, segala yang finite (terbatas) dan infinite (tak terbatas) tanpa terbatas waktu atau ruang. Pendekatan yang paling tepat untuk memahami peristiwa tersebut adalah pendekatan imaniy. Salah satu hal yang menjadi pusat pembahasan al-Qur’an adalah masa depan rohani manusia demi mewujudkan keutuhannya. Uraian al-Qur’an tentang Isra’ dan Mi’raj merupakan salah satu cara pembuatan skema rohani tersebut.4 Pada hakikatnya, Isra’ Mi’raj nabi Muhammad saw yang termaktub pada ayat pertama surah al-Isra’ ini mempunyai ibrah yaitu perintah melaksanakan shalat lima waktu. Akan tetapi dalam praktiknya, terdapat masyarakat yang mencoba memahami ayat tersebut ke dalam bentuk sebuah
2
Syekh Najmuddin al-Ghaithiy, Menyingkap Rahasia Isra‟-Mi‟raj Rasuullah saw terj. K.H. Abdullah Zakiy al-Kaaf dengan judul asli Qishatul Mi‟raj wa Al-Mi‟rajul Kabir, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hlm. 13. 3 Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholis Madjid: Pemikiran di Kanvas Peradaban, Editor Ahmad Gaus AF, et.al. Cet. I (Jakarta: Mizan, 2006), hlm. 1211. 4 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2013), hlm. 531.
3
praktek yang sudah menjadi salah satu tradisi keIslaman di Indonesia pada umumnya yakni dalam bentuk tradisi atau ritual Rajaban. Ketika bulan Rajab tiba, sebagian besar umat Islam di Indonesia memperingati Rajaban. Mereka umat Islam dari berbagai daerah, berbagai kalangan, berbagai jamaah memperingati hari besar Islam tersebut dengan menggelar pengajian bersama-sama pada suatu tempat seperti di masjid, mushola atau lapangan. Tak terkecuali oleh jamaah Ummahatur Rifaʻiyah di kota dan kabupaten Pekalongan Jawa Tengah.5 Jamaah Ummahatur Rifaʻiyah melaksanakan tradisi Rajaban tak ubahnya seperti jamaah yang lain. Akan tetapi ada beberapa hal yang membedakan Rajaban Jamaah Rifaʻiyah dengan Jamaah yang lain. Salah satunya adalah bahwa yang melaksanakan kegiatan atau tradisi Rajaban ini hanyalah Jamaah perempuan atau disebut dengan Jamaah Ummahatur Rifaʻiyah.6 Tiap-tiap desa menyelenggarakan acara tahunan ini dengan suka-cita di serambi masjid setempat, mulai dari desa Meduri, Dadirejo, Kali Pucang, Srinahan, dan desa-desa lainnya di daerah Pekalongan dan Batang. 7 Dengan guyup-rukun jamaah Rifaiyah khususnya Ummahatur Rifaʻiyah 8 ini mendatangi kegiatan Rajaban yang dilaksanakan di tiap-tiap desa secara
5
http://tanbihun.com/Rifaiyah/galery-photo-kegiatan/pengajian-rajaban-dansilaturrahim/diakses pada Rabu, 5 Agustus 2015 pukul 11.00 WIB. 6 Sebutan untuk jamaah perempuan Rifaʻiyah atau UMRI. 7 Daerah dalam perspektif Rifaʻiyah mencakup kota dan kabupaten. Jadi daerah Pekalongan dan Batang berarti mencakup wilayah kota dan kabupaten Pekalongan dan Batang. Kiswanti, Sekretaris Daerah UMRI Pekalongan. Wawancara pribadi Selasa 25 Agustus 2015 pkl. 17.00 WIB. 8 Sebutan untuk jamaah perempuan Rifaʻiyah atau UMRI.
4
bergantian. Tidak hanya menghadiri pengajian dan sebagai ibadah, dalam pengajian Rajaban ini sekaligus dijadikan moment untuk mempererat tali silaturrahim dan saling mengunjungi sesama saudara.9 Semua warga Ummahatur Rifa’iyah bersuka cita menyambutnya, bukan hanya orang tua yang senang, anak-anak pun bergembira karena dengan kegiatan Rajaban berarti dapat uang saku dari orang tua, sanak saudara dan kerabat lainnya yang berkunjung. Selain jamaah Ummahatur Rifaʻiyah yang berbahagia, kegiatan Rajaban juga menjadi peluang emas bagi para pedagang. Pedagang kaki lima menjadi dadakan untuk menggelar lapak jauh sebelum hari pelaksanaan Rajaban. Pada malam hari sebelum kegiatan Rajaban dilaksanakan, ibu-ibu dibantu anak-anak menyiapkan snack di dapur, sedangkan para Angkatan Muda Rifaʻiyah10 menyiapkan peralatan pengajian di masjid, pokoknya benar-benar ramai.11 Ketika hari pelaksanaan Rajaban tiba, terdapat beberapa acara yang dilaksanakan dalam kegiatan Rajaban tersebut. Seperti diawali dengan membaca kitab Arjāʹ12, tilawah Al-Qur’an, membaca shalawat Nabi saw, acara inti yakni mauidhah khasanah serta terdapat acara selingan yakni
9
Kiswanti, Sekretaris Daerah UMRI Pekalongan. Wawancara pribadi Selasa 25 Agustus 2015pkl. 17.00 WIB. 10 Sebutan untuk jamaah laki-laki Rifaiyah atau AMRI. 11 Fatimah, jama’ah Ummahatur rifa’iyah ranting Dadirejo Tirto Pekalongan. Wawancara pribadi pada Ahad 23 Agustus 2015 pkl. 19.00 WIB. 12 Salah satu kitab karangan K.H. Ahmad Rifaʻi yang di dalamnya dibahas mengenai hikayah Isrā ʹ Miʻrā j Nabi Muhammad SAW.
5
sambutan dari panitia terkait pemberian informasi mengenai organisasi Rifaʻiyah itu sendiri untuk kemudian diakhiri dengan doa majlis.13 Terdapat
salah
seorang
Jamaah
Ummahatur
Rifaʻiyah
yang
mengatakan “lebaran boleh tidak pulang, tapi Rajaban harus pulang” dan “lebaran tidak harus beli baju baru, tapi Rajaban harus punya baju baru”. Ini bukan mengada-ada, lebaran boleh jadi pulangnya setelah hari raya, tapi tidak untuk Rajaban, sebab Rajaban hanya 1 hari digelar. Dan lebaran tidak harus memakai baju baru, karena lebaran hanya 1 hari. Akan tetapi tidak untuk Rajaban, sebab Rajaban dilaksanakan setiap hari yang memerlukan baju yang berbeda untuk dipakai setiap harinya dalam Rajaban di berbagai desa wilayah Pekalongan selama bulan Rajab.14 Pengunjung kegiatan Rajaban dari tahun ke tahun kian membludak, hal itu disebabkan warga dari masing-masing desa yang menikah dengan warga kampung lain, dimana kegiatan Rajaban dilaksanakan mereka mengajak seluruh anak, mertua, dan saudara-saudaranya hadir di kegiatan Rajaban tersebut. Yang menjadi keunikannya lagi yaitu bagi tuan rumah yang desanya kebagian tempat diadakan kegiatan Rajaban harus menyiapkan jamuan yang paling lezat untuk saudara-saudaranya yang akan mampir sebelum dan sesudah kegiatan pengajian Rajaban dilaksanakan.15
13
Kiswanti, Sekretaris Daerah UMRI Pekalongan. Wawancara pribadi Selasa 25 Agustus 2015 pkl. 17.00 WIB. 14 Indasah, jama’ah Ummahatur Rifa’iyah ranting Arjosari Comal Pemalang. Wawancara pribadi pada 8 Nopember 2015 pkl. 17.22 WIB. 15 Khumairiyah, jama’ah Ummahatur Rifa’iyah ranting Kalipucang Batang. Wawancara pribadi pada Sabtu 22 Agustus 2015 pkl. 10.50 WIB.
6
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa hal yang menjadikan penelitian ini menarik dan mempunyai keunikan tersendiri sehingga penelitian ini perlu untuk dilakukan. Yang pertama yaitu kemampuan Jamaah Ummahatur Rifaʻiyah dalam mengkolaborasikan Islam dan budaya dalam bentuk tradisi Rajaban sebagai manifestasi mereka terhadap ayat pertama surah al-Isra’. Yang kedua yaitu mengingat pentingnya masyarakat muslim untuk mengetahui dan memahami hakikat dari peringatan Isra’ Mi’raj (Rajaban) Nabi Muhammad saw., bukan hanya dianggap sebagai hiburan semata, akan tetapi juga untuk mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari peringatan tersebut agar memperoleh manfaat serta peningkatan keimanan. B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka rumusan masalahnya adalah: 1.
Bagaimana pemahaman dan pemaknaan jamaah Ummahatur Rifaʻiyah Pekalongan terhadap Q.S. al-Isra’[17]: 1 sehingga terwujud dalam tradisi Rajaban?
2.
Bagaimana pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Jamaah Ummahatur Rifaʻiyah Pekalongan dalam ritual tradisi Rajaban?
7
C.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin peneliti capai adalah: a.
Untuk mengetahui pemahaman dan pemaknaan Jamaah Ummahatur Rifaʻiyah Pekalongan terhadap Q.S. al-Isra’[17]: 1 sehingga terwujud dalam tradisi Rajaban.
b.
Untuk mengetahui apa saja kegiatan yang dilakukan oleh Jamaah Ummahatur Rifaʻiyah Pekalongan dalam ritual tradisi Rajaban.
D.
Manfaat Penelitian a.
Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan pustaka diskursus kajian Living Qur‟an, khusunya bagi mahasiswa program studi Tafsir Hadis STAIN Pekalongan sehingga diharapkan bisa berguna terutama bagi yang memfokuskan pada kajian sosiokultural masyarakat muslim Indonesia dalam memperlakukan serta memahami al-Qur’an. Penelitian ini juga berguna untuk memperkenalkan salah satu bentuk keanekaragaman khazanah sosio-kultural masyarakat muslim Indonesia dalam menggunakan dan memanifestasikan al-Qur’an sebagai
pedoman
hidupnya.
Diharapkan
pula
dapat
menjadi
pengetahuan baru bagi khazanah kajian Islam mengenai tradisi Islam yang masih dilestarikan khususnya di wilayah Pekalongan, dan di Indonesia pada umunya.
8
b.
Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap masyarakat akan makna dari peringatan Isra’ Mi’raj (Rajaban) dan prinsip-prinsip yang mendasarinya supaya mendapat manfaat dan syafaat dari Nabi Muhammad saw. kelak di akhirat. Penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan bagi para pembaca terkait dengan tradisi Rajaban yang dilaksanakan oleh jamaah Ummahatur Rifaʻiyah Pekalongan.
E.
Tinjauan Pustaka Peneliti menyadari bahwa apresiasi masyarakat muslim dalam meresepsi al-Qur’an telah banyak dibahas oleh beberapa peneliti sebelumnya. Respon atau apresiasi masyarakat muslim dalam meresepsi alQur’an telah popular di kalangan akademik dengan istilah Living Qur‟an. Dari kajian pustaka yang telah dilakukan dalam rangka penulisan skripsi tentang “Tradisi Rajaban Ummahatur Rifaʻiyah Pekalongan ( Studi Living Qur‟an )” diperoleh kesimpulan bahwa literatur yang berkaitan dengan masalah tersebut sangat sedikit. Melihat adanya dua variabel dalam penelitian ini maka akan dikategorikan menjadi dua. Variabel pertama menjadi kategori pertama yaitu mengenai Tradisi, dan variabel kedua menjadi kategori kedua yaitu terkait Jamaah Ummahatur Rifaʻiyah. Kajian pustaka kategori pertama terkait dengan tradisi terdapat beberapa skripsi yaitu Pertama, skripsi dengan judul “Tradisi Tahlil
9
Masyarakat Kabupaten Cirebon (Menguak Sejarah Dan Konsep Tradisi Tahlil Pada Masyarakat Desa Tegalgubuglor Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon).” Skripsi tersebut menggunakan metode kajian pustaka dan menghasilkan kesimpulan bahwa pelaksanaan tradisi tahlil oleh masyarakat Tegalgubuglor merupakan rasa syukur karena mendapatkan anugrah berupa kenikmatan seperti hasil panen yang melimpah.16 Kedua, skripsi yang berjudul “Tradisi Peringatan (Slametan) Sesudah Kematian Seseorang Ditinjau Dari Hukum Islam.” Skripsi tersebut menggunakan metode pendekatan yuridis empiris guna mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pelaksanaan tradisi peringatan (slametan) setelah kematian seseorang di desa Sroyo kecamatan Jaten kabupaten Karanganyar.17 Sejauh penulis mencari dan mengamati baik buku, skripsi, serta jurnal ilmiah, belum terdapat di antara mereka yang membahas mengenai tradisi Rajaban yang dilakukan oleh suatu masyarakat, apalagi yang khusus dilakukan oleh Jamaah Ummahatur Rifaʻiyah. Kajian pustaka kategori kedua terkait Jamaah Ummahatur Rifaʻiyah. Terdapat skripsi yang berjudul “Pemikiran Jamiyyah Rifaʻiyah tentang Pelaksanaan Pernikahan di Desa Paesan Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan.” Skripsi tersebut menggunakan metode penelitian
16
Zakaria, “Tradisi Tahlil Masyarakat Kabupaten Cirebon (Menguak Sejarah Dan Konsep Tradisi Tahlil Pada Masyarakat Desa Tegalgubuglor Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon)”, Skripsi Fakultas Adab Dakwah, (Cirebon: IAIN, 2012). 17 Zul Virdiani, “Tradisi Peringatan (Slametan) Sesudah Kematian Seseorang Ditinjau Dari Hukum Islam”, Skripsi Fakultas Hukum, (Yogyakarta: 2008).
10
kualitatif field research yang mengkaji pemikiran Jamiyyah Rifaiyah di Desa Paesan mengenai pelaksanaan pernikahan.18 Dari kajian pustaka tersebut, belum ada satupun yang spesifik membahas tentang “Tradisi Rajaban Ummahatur Rifaʻiyah Pekalongan ( Studi Living Qur‟an )”. Oleh karena itu, penelitian ini berupaya memberikan wawasan baru mengenai fenomena tradisi masyarakat muslim yang berangkat dari pemahamannya terhadap al-Qur’an. Pembahasan dalam penelitian ini berusaha untuk memahami makna dibalik tradisi Rajaban yang dilakukan oleh masyarakat muslim khususnya yang dilakukan oleh Jamaah Ummahatur Rifaʻiyah Pekalongan. F.
Landasan Teori Teori memiliki beberapa pengertian diantaranya, Pertama, teori adalah seperangkat proposisi yang berinteraksi secara sintaksi yaitu mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis dengan lainnya dengan data atas dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Kedua, yang menyatakan bahwa teori adalah aturan yang menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah yang terdiri atas representasi simbolik dari hubunganhubungan yang dapat diamati diantara kejadian-kejadian yang dapat diukur, mekanisme atau struktur yang di duga mendasari hubungan-hubungan
18
Setyatun Lestari, “Pemikiran Jamiyyah Rifaʻiyah tentang Pelaksanaan Pernikahan di Desa Paesan Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan,” Skripsi Sarjana Hukum Keluarga Islam, ( Pekalongan: STAIN Press, 2007).
11
demikian, hubungan yang disimpulkan secara manifestasi hubungan empiris apapun secara langsung.19 Peneliti dalam melakukan penelitian ini akan menggunakan teori “Islam Kolaboratif” milik Nur Syam. Di dalam karya tulisnya Islam Pesisir, Nur Syam menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Islam Kolaboratif” adalah hubungan antara Islam dan budaya lokal yang bercorak akulturatifsinkretik sebagai hasil konstruksi bersama antara agen (elit-elit lokal) dengan masyarakat dalam sebuah proses dialektika yang terjadi secara terus menerus. Ciri-ciri Islam kolaboratif adalah bangunan Islam yang bercorak khas, mengadopsi unsur lokal yang tidak bertentangan dengan Islam dan menguatkan ajaran Islam melalui proses transformasi secara terus menerus dengan melegitimasinya berdasarkan atas teks-teks Islam yang dipahami atas dasar interpretasi elit-elit lokal. Transformasi dilakukan melalui berbagai medium, sehingga menghasilkan konstruksi sosial tentang Islam lokal.20 Teori tersebut tidak mengabaikan adanya dialog yang terjadi antara Islam dengan budaya lokal. Islam dan budaya lokal saling berkaitan. Islam mampu menyentuh kedalaman budaya lokal yang adiluhung dan mendalam, sehingga ketika berhadapan dengan budaya lokal, Islam dapat tetap masuk ke dalam budaya lokal tersebut. Dari teori Islam Kolaboratif tersebut peneliti akan menggunakannya sebagai sarana untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini 19
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 57. 20 Nur Syam, Islam Pesisir, (Yogyakarta: LkiS, 2005), hlm. 291.
12
mengenai bagaimana masyarakat dalam hal ini adalah jamaah Ummahatur Rifa’iyah melaksanakan tradisi Rajaban yang telah menjadi budaya terkait dengan pemahaman mereka terhadap ayat-ayat al-Qur’an.
G.
Metode Penelitian 1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah field research menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi hermeneutik yaitu memaparkan segala pemahaman individu atau kelompok berupa informasi yang diperoleh berdasarkan pada kenyataan (realita) yang ada di lapangan ketika penelitian dilakukan. Pendekatan fenomenologi digunakan peneliti guna memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu.21 Dalam hal ini peneliti akan memahami dan menganalisis suatu gejala sosial-budaya berdasarkan apa yang dipahami dan diamalkan baik oleh seseorang maupun kelompok. Dengan demikian, Islam dipahami bukan dari sumber ajaran atau doktrin berupa al-Qur’an dan Sunnah tetapi Islam dipahami dari praktek yang ditampilkan oleh penganutnya.22 Sedangkan pendekatan hermeneutik memungkinkan untuk membuat banyak interpretasi serta mendapatkan pemahaman mengenai fenomena yang diteliti. Dalam penelitian ini menekankan interpretasi subjektif melalui pemaknaan berbagai teks,
21
Yanuar Ikbar, Metode Penelitian Sosial Kualitatif, (Bandung: PT Refika Aditama, 2014),
hlm. 65. 22
Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi Islam, (Yogyakarta: Teras, 2013), hlm. 106-107.
13
seni,
budaya,
fenomena
sosial,
dan
pemikiran.23
Pendekatan
hermeneutik tersebut sebagai sebuah metode untuk membaca dialektika masyarakat terhadap suatu teks dalam hal ini adalah ayat al-Qur’an secara menyeluruh yang kemudian masyarakat menginterpretasikan dalam sebuah tradisi. Alasan peneliti menggunakan kedua pendekatan tersebut karena peneliti ingin mengungkap seperti apa pemahaman Jamaah Ummahatur Rifaʻiyah terhadap teks al-Qur’an tersebut sehingga melahirkan suatu praktek yaitu tradisi Rajaban, kemudian peneliti mengkaji dan menganalisa praktek tradisi tersebut berdasarkan realita praktek yang dilakukan Jamaah Ummahatur Rifaʻiyah. 2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam yaitu: a. Sumber Primer Sumber primer atau sumber utama dalam penelitian ini adalah Hj. Halimah sebagai Pimpinan Daerah UMRI Pekalongan, Kiswanti sebagai Sekretaris UMRI Pekalongan, Nadhrotun Nisa’ sebagai Ketua bidang SDM dan Remaja, Khusnul Fadhilah sebagai Sekretaris bidang SDM dan Remaja, Fatimah sebagai jamaah UMRI ranting Dadirejo, Indasah sebagai jamaah UMRI ranting Arjosari, Khumairiyah sebagai jamaah UMRI ranting Kalipucang, 23
Nanang Martono, Metode Penelitian Sosial: Konsep-konsep Kunci, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), hlm. 106.
14
Ahmad Saifullah sebagai tokoh masyarakat Rifa’iyah ranting Paesan. b. Sumber Sekunder Sumber pendukung atau sumber sekunder dalam penelitian ini yaitu ayat al-Qur’an yang menjadi pokok pemahaman jamaah dalam hal ini adalah Q.S. al-Isra’[17]: 1. Sumber lainnya yang termasuk sumber pendukung lain seperti buku, arsip, dokumen, foto dan lain-lain.
3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dalam penelitian ini meliputi sebagian lokasi (ranting) diadakannya Rajaban yang dilaksanakan oleh jamaah Ummahatur Rifaʻiyah Pekalongan pada rentang waktu tahun 2011 – tahun 2016. Diantaranya ranting Dadirejo, Kalipucang, Mberan dan ranting Arjosari.
4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teknik dalam pengumpulan data yaitu sebagai berikut: a.
Observasi Observasi
(pengamatan)
merupakan
sebuah
teknik
pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku,
15
kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan.24 Juga bisa diartikan sebagai pengamatan atau pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.25 Seorang peneliti dalam melakukan observasi atau pengamatan langsung sebaiknya berada dalam posisi netral, kosong, seolah-olah tanpa dibebani oleh teori-teori tertentu.26 Teknik observasi dalam hal ini peneliti mengamati secara langsung terhadap hal-hal yang mendukung dalam penelitian, serta mengamati dan ikut terlibat langsung dalam kegiatan ritual tradisi Rajaban Jamaah Ummahatur Rifaʻiyah. b.
Wawancara Wawancara (interview) adalah cara-cara memperoleh data dengan berhadapan langsung, bercakap-cakap, baik antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok. Sebagai mekanisme komunikasi pada umumnya wawancara dilakukan sesudah observasi.27 Wawancara yang peneliti lakukan secara mendalam yakni penggunaan waktu yang relatif lama dan dilakukan berkali-kali mengacu pada pedoman wawancara yakni menggunakan rumus
24
M. Djunaidy Ghony, Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 165. 25 M. Amin Abdullah, dkk, Metodologi Penelitian Agama Pendekatan Multidisipliner, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2006), hlm. 205. 26 Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu-ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 218. 27 Ibid., hlm. 222.
16
5W 1H. Wawancara utama dalam penelitian ini ditujukan kepada masyarakat Jamaah Ummahatur Rifaʻiyah berkaitan dengan apa yang telah menjadi rumusan masalah. Kemudian wawancara sekunder yang akan digunakan sebagai data tambahan ditujukan kepada Pimpinan Daerah dan Sekretaris UMRI Pekalongan. c. Dokumentasi Dokumen yang akan digunakan meliputi arsip dokumen pribadi atau resmi yang berupa catatan-catatan baik teks maupun gambar dari kegiatan tradisi Rajaban Ummahatur Rifaʻiyah Pekalongan.
5. Teknik Analisis Data Segala bentuk informasi yang diperoleh pada saat melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi, informasi-informasi tersebut dapat dikatakan sebagai data hasil penelitian. Untuk mendapatkan hasil informasi secara komprehensif, maka data-data tersebut harus melalui proses-proses analisis. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih baik dari data hasil penelitian. Setelah peneliti melakukan pengamatan dengan berperan serta dalam pelaksanaan tradisi Rajaban yang dilaksanakan oleh jamaah Ummahatur Rifaʻiyah, peneliti mencatat semua data yang diperoleh berdasarkan pengamatan tersebut. Kemudian setelah semua data terkumpul, baik data dari catatan lapangan maupun data dari foto dan
17
gambar serta dokumen lain, peneliti kemudian menganalisis seluruh data yang telah terkumpul tersebut menggunakan analisis data Etnografi. Dalam etnografi terjadi hubungan yang sangat erat antara proses dan hasil, sehingga etnografi dianggap khas bersifat tekstual, dengan alasan: a) tulisan adalah konsep kunci semua fase penelitian, b) tulisan menentukan hubungan dialektik antara peneliti dan masyarakat yang diteliti. Dalam etnografi peneliti langsung terjun ke lapangan, mencari data melalui informan (informan oriented).28 Setelah diperoleh data dari informan secara langsung, peneliti kemudian mendeskripsikan semua data yang ada berdasarkan fenomena yang terjadi secara detail dan terperinci dengan penyajian sebagaimana cerita seorang pendongeng kemudian peneliti akan menganalisa berkaitan dengan budaya atau tradisi masyarakat dalam hal ini adalah jamaah Ummahatur Rifaʻiyah. H.
Sistematika Pembahasan Agar pembahasan tersusun secara sistematis sekaligus memudahkan pengolahan dan penyajian data riset, penelitian ini ditulis menjadi lima bab yang masing-masing bab memiliki sub bab tertentu. Rangkaian pembahasan dalam penulisan hasil penelitian harus saling berkaitan antara satu sama lain dalam sebuah bentuk kajian yang fokus. Oleh karena itu, agar dapat dilakukan secara berurutan dan terarah, secar garis besar pembahasan dalam 28
Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu-ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya, hlm. 86.
18
penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: Bagian Pendahuluan, Bagian Isi dan Bagian Penutup. Sistematika pembahasan penelitian ini secara rinci yaitu sebagai berikut: Bab Pertama, yaitu Pendahuluan. Disini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab ini merupakan sebuah pengantar untuk memahami langkah pembahasan penelitian yang akan dikaji. Bab Kedua adalah tradisi sebagai living qur’an. Dimana dalam bab ini akan dibahas mengenai tradisi dan living qur’an serta berbagai tradisi masyarakat yang berhubungan dengan al-Qur’an atau dengan kata lain alQur’an yang hidup di masyarakat termasuk tradisi Rajaban. Bab Ketiga adalah sejarah dan dinamika jamaah Ummahatur Rifaiyah Pekalongan yakni pemaparan untuk mengenalkan jamaah Ummahatur Rifaʻiyah Pekalongan. Berisi tentang sejarah berdirinya Ummahatur Rifaʻiyah, tempat kedudukan jamaah Ummahatur Rifaʻiyah, dinamika Ummahatur Rifaʻiyah, sifat dan tujuan Ummahatur Rifaʻiyah, fungsi Ummahatur
Rifaʻiyah,
keanggotaan
dan
kepengurusan
Ummahatur
Rifaʻiyah, kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Ummahatur Rifaʻiyah dan posisi sentral Rajaban bagi jamaah Ummahatur Rifaʻiyah Pekalongan. Sementara dalam Bab Keempat penulis memaparkan mengenai sejarah
tradisi
Rajaban
Ummahatur
Rifa’iyah
serta
menguraikan
19
pemahaman jamaah terhadap ayat pertama surah al-Isra’ yang kemudian diinterpretasikan menjadi sebuah tradisi Rajaban serta hasil dari penelitian yang terkait dengan ritual tradisi Rajaban yang kemudian penulis melakukan analisa kolaborasi antara budaya lokal dengan Islam dalam ritual tradisi tersebut. Bab Kelima merupakan Penutup. Dalam bab ini memuat kesimpulan dari hasil penelitian serta saran-saran yang terkait dengan penelitian ini.