BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu ciptaan dan bentuk kreasi yang semata-mata bukan sebuah imitasi (Luxemburg, Mieke, dan Willem, 1989:5). Sastra juga merupakan sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990:3) yang melahirkan sebuah karya sastra. Pradopo (2012:121) mengungkapkan bahwa “karya sastra merupakan karya seni yang mempergunakan bahasa sebagai mediumnya”. Endraswara (2003:63) mengatakan bahwa bahasa karya sastra memuat tanda-tanda. Dengan demikian, sastra adalah bentuk kreasi atau karya seni yang melahirkan karya sastra bermediumkan bahasa dan memuat tanda-tanda. Dalam dunia kesusastraan, karya sastra dibagi menjadi beberapa genre. Luxemburg, Mieke, dan Willem (1984:109) menyebutkan bahwa genre sastra terdiri dari puisi, drama, dan prosa. Puisi adalah salah satu genre dari karya sastra. Menurut Pradopo )2012:321), puisi merupakan struktur tanda-tanda yang bersistem dan bermakna yang ditentukan oleh konvensi. Dalam kesusastraan Arab, puisi disebut dengan asy-Syi‘ru. Menurut pandangan orang Arab, puisi merupakan suatu bentuk gubahan yang dihasilkan dari kehalusan perasaan dan keindahan daya khayal (al-Muhdar, 1983:28). Puisi Arab berkembang sejak zaman Jahiliyyah hingga zaman Arab modern. Pada mulanya, puisi Arab muncul setelah adanya prosa Arab. Hal ini disebabkan oleh bahasa prosa yang tidak terikat oleh sajak dan irama, sedangkan bahasa puisi erat sekali hubungannya dengan kemajuan pola pikir manusia. Al-
1
2
Muhdar (1983:33) mengatakan bahwa “umat manusia baru dapat mengenal bentuk syair setelah mereka mencapai kemajuan dalam bahasa”. Sejalan dengan perkembangan zaman, puisi Arab mengalami perubahan dari bentuk puisi tradisional ke puisi Arab modern. Perubahan ini terjadi karena adanya hubungan antara dunia Arab dan Eropa modern yang mempengaruhi bentuk kesusastraan Arab termasuk bentuk puisi Arab. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Bakalla (1984:185) “permulaan kebangkitan kesusastraan Arab biasanya dihubungkan dengan kontak antara dunia Arab dan Eropa modern yang luas”. Selain itu, perkembangan puisi Arab modern juga erat sekali hubungannya dengan berkembangnya keadaan sosial, politik, dan agama, serta ditandai dengan adanya rasa nasionalisme bangsa Arab yang tinggi (al-Muhdar dan Arifin, 1983:25). Perkembangan kesusastraan Arab juga didukung oleh lahirnya sastrawansastrawan Arab modern. Salah satu penyair Arab yang menulis puisi modern adalah Niza>r Qabba>ni>. Dia adalah seorang penyair sekaligus diplomat yang berasal dari Syria. Sebagai penyair, dia mampu mengubah puisi yang dulunya formal dan dianggap sakral dengan bahasa keseharian sehingga mudah diterima oleh masyarakat. Puisinya mengalir dengan kosakata yang umum, sintaksis yang wajar, bahasa yang mudah dipahami, familiar, sederhana, rima yang tidak begitu kompleks, dan cukup sentimental (Fathoni, 2007:129). Nizār Qabbāni> sudah banyak menghasilkan karya-karya berupa puisi. Salah satu karya Nizār Qabbāni> adalah puisi yang berjudul “Risa>latu Jundiyyin fi> Jabhati as-Suwais” dalam antologi puisi al-A‘ma>l al-Ka>milah. Puisi tersebut menceritakan peristiwa Krisis Suez yang dimulai pada tanggal 29 Oktober 1956.
3
Berdasarkan bahasa yang dipakai, terlihat ada tanda-tanda kebahasaan yang perlu dimaknai lebih lanjut. Di antara tanda-tanda yang terlihat pada puisi tersebut adalah kata as-Suwais ‘Suez’, wija>`un ‘perisai’, zurqa al-‘uyu>ni ‘mata yang biru’,
Bu>r Sa‘i>d ‘Port Said’, al-miz}alla>ti at}-t}a‘i>nati ‘payung-payung yang ditikam’, dan banyak tanda lainnya. Dengan demikian, puisi “Risa>latu Jundiyyin fi> Jabhati asSuwais" menarik untuk diteliti dengan memanfaatkan analisis semiotik untuk mengungkap makna yang terkandung di dalamnya.
1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah makna puisi “Risa>latu Jundiyyin fi> Jabhati as-Suwais” dalam antologi puisi al-A‘ma>l al-Ka>milah karya Nizār Qabbāni>.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap makna puisi yang berjudul “Risa>latu Jundiyyin fi> Jabhati as-Suwais” dalam antologi puisi al-A‘ma>l al-
Ka>milah karya Nizār Qabbāni>.
1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap Nizār Qabbāni> dari sisi kehidupan maupun karyakaryanya sudah banyak dilakukan. Z. Gabay (1973) menulis esai yang berjudul “Niza>r Qabbani>y, The Poet and His Poetry” dalam jurnal Middle East Study vol. 9 no. 2. Esai tersebut berisi tentang kehidupan Niza>r ditinjau dari karya-karyanya.
4
Penelitian lain terhadap Nizār Qabbāni> dilakukan oleh Muhammad Alkhalil (2005), mahasiswa Jurusan Studi Pendekatan Ketimuran, Universitas Arizona dalam disertasinya yang berjudul “Nizār Qabbāniy: From Romance to Exile”. Disertasi tersebut mengulas tentang kehidupan Nizār Qabbāni> yang terdiri dari biografi dan karya-karyanya serta perkembangan sosial politik yang terjadi seiring perjalanan hidupnya. Analisis semiotik terhadap puisi karya Niza>r yang bertema sosial politik sudah pernah dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Sastra Asia Barat, Fakultas Ilmu Budaya. Zaky (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Makna Puisi “al-Kita>bu bi al-H}ibri as-Sirriyyi” dalam Antologi Puisi al-Qas}a`> idu as-Siya>siyyatu Karya Nizār Qabbāni>: Analisis Semiotik Riffaterre” menyimpulkan bahwa puisi “alKita>bu bi al-H}ibri as-Sirriyyi” didekasikan untuk para penyair, khususnya para penyair yang karyanya dilarang beredar oleh penguasa Arab. Puisi tersebut menceritakan tentang kritikan yang disampaikan oleh penulis terhadap penguasa yang tidak peduli terhadap rakyatnya yang menderita karena perang. Miftah (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Makna Puisi “Mansyu>ra>t Fiz|a`> iyyah ‘ala> Judra>ni Isra>`i>l” dalam Antologi al-Qasa>`id as-Siya>siyyah” menyimpulkan bahwa puisi “Mansyu>ra>t Fiz|a`> iyyah ‘ala> Judra>ni Isra>`i>l” ditulis untuk menggambarkan semangat perlawanan rakyat Palestina yang gagah berani dan pantang menyerah dalam memperoleh kemerdekaan dari penjajahan Israel. Beberapa karya Niza>r Qabba>ni> yang telah diteliti oleh mahasiswa Sastra Arab UGM dengan menggunakan teori semiotik diantaranya adalah “Kita>batun ‘ala> Judra>ni al-Manfa>” (Kartika, 2010), “Risa>latun min Tah}ti al-Ma`>i” (Purba,
5
2012), “al-Quds” (Dewi, 2012), “Khamsu Rasa`>ila ila> Ummi” (Eva, 2012), “Qabla `an.. Ba‘da `an..” (Novi, 2012), “Qurs}u al-Asbiri>n” (Mi‘atun, 2013), “asSi>ratu az|-Z|at> iyyatu li Sayya>fin ‘Arabiyyin” (Iman, 2013), dan Risalatun ila> Rajulin Ma>...” (Ningrum, 2014). Penelitian terhadap karya Niza>r Qabba>ni> juga telah dilakukan oleh mahasiswa Universitas Indonesia, Sarah Tazkia (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Aspek Sosiopolitik dalam Dua Puisi Niza>r Qabba>ni>”. Dalam skripsi tersebut, Sarah meneliti puisi yang berjudul “Ra>syi>l.. wa `Akhawa>tuha >” dan “alQuds” dengan menggunakan analisis struktural. Sarah mengemukakan bahwa pada kedua puisi tersebut sang pengarang mencoba memperlihatkan sifat patriotisme sebagai bagian dari bangsa Arab. Kedua puisi tersebut juga memiliki andil yang besar dalam menggambarkan suasana perang Israel-Palestina dan memiliki pesan atau amanat yang mendalam kepada masyarakat Arab maupun para penguasa Israel dan Amerika. Adapun penelitian terhadap puisi karya Nizār Qabbāni> yang berjudul “Risa>latu Jundiyyin fi> Jabhati as-Suwais” dalam antologi puisi al-A‘ma>l al-
Ka>milah sejauh pengamatan penulis belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, masih terbuka kesempatan untuk meneliti puisi ini dengan memanfaatkan teori semiotik.
1.5 Landasan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotik yang diungkapkan oleh Michael Riffaterre. Riffaterre (1978:ix) mengungkapkan bahwa
6
semiotik adalah pendekatan paling sesuai untuk memahami puisi. Hal ini disebabkan bahwa puisi adalah salah satu genre dalam karya sastra yang merupakan sistem tanda yang mempunyai makna berdasarkan konvensi (Pradopo, 2012:123). Untuk dapat memahami maknanya, puisi dapat diteliti dengan memanfaatkan teori semiotik. Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tandatanda yang mengandung makna (Endraswara, 2010:64). Dalam pengkajian semiotik, hal pertama kali yang penting dipahami adalah pengertian tanda itu sendiri (Pradopo, 2012:121). Saussure (2009:19) menyebutkan bahwa sebuah sistem tanda mempunyai dua aspek, yaitu penanda (signifer) dan petanda (signified). Pradopo (2012:121) menjelaskan lebih lanjut bahwa penanda adalah bentuk tanda atau yang menandai, sedangkan petanda adalah arti tanda itu sendiri. Riffaterre (1978:5-6) menawarkan empat jalan untuk memproduksi makna puisi, yaitu pemaknaan ketidaklangsungan ekspresi, pembacaan semiotik, pencarian matriks atau kata kunci, dan hipogram. Ketidaklangsungan ekpresi merupakan suatu ekpresi pengarang secara tidak langsung (Riffaterre, 1978:1-2). Ketidaklangsungan ekspresi disebabkan oleh penggantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti. Penggantian arti dalam karya sastra disebabkan oleh pemakaian bahasa kiasan seperti, metafora, metonimi, dan personifikasi. Penyimpangan arti bisa terjadi karena adanya tiga hal, yaitu ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Ambiguitas muncul disebabkan oleh pemakaian bahasa sastra yang berarti ganda. Penciptaan arti biasanya akan muncul dalam tifografi puisi, bait, homologue (persamaan posisi; persejajaran bentuk), enjambement
7
(perloncatan baris), dan rima. Pembacaan semiotik dibagi menjadi pembacaan heuristik dan hermeneutik. Pembacaan heuristik adalah penafsiran pertama yang menghasilkan arti yang dimengerti (Riffaterre, 1978:5). Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang karya sastra sekaligus pemberian makna berdasarkan konvensi sastra (Pradopo, 2012:297). Matriks atau kata kunci adalah kata yang menjadi kunci penafsiran sajak yang dikonkretisasikan (Pradopo, 2012:299). Hipogram atau intertekstualitas adalah hubungan antar teks puisi (Prodopo, 2012:300). Puisi merupakan suatu jawaban dari puisi sebelumnya. Makna puisi akan sangat terlihat jika dihubungkan dengan puisi sebelumnya. Teori semiotik ini akan dimanfaatkan untuk membahas puisi “Risa>latu Jundiyyin fi> Jabhati as-Suwais” dalam antologi puisi al-A‘ma>l al-Ka>milah karya Niza>r Qabba>ni> dari segi maknanya.
1.6 Metode Penelitian Teori yang dimanfaatkan adalah teori semiotik, maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode semiotik. Riffaterre (1978:2) menawarkan empat langkah yang bisa dipergunakan untuk mengungkap makna puisi, yaitu mencari ketidaklangsungan ekspresi, pembacaan semiotik, mencari matriks atau kata kunci, dan hipogram. Metode pertama yang digunakan untuk mengungkap makna puisi adalah mencari ketidaklangsungan ekspresi. Ketidaklangsungan ekspresi disebabkan oleh tiga hal, yaitu penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorcing of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning) (Riffaterre,
8
178:2). Penggantian arti disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi. Metafora dan metonimi secara umum adalah bahasa kiasan (Pradopo, 2012:282). Dalam kesusastraan Arab dikenal dengan ilmu baya>n yang di dalamnya terdapat
tasybi>h (penyerupaan), isti‘a>rah (metafora), maja>z (majas), dan kina>yah (metonomia) (al-Jari>m dan Ami>n, 1961:18-123). Penyimpangan arti yang terjadi di dalam bahasa puisi disebabkan oleh tiga hal, yaitu ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense (Riffaterre, 1978:2). Ambiguitas adalah sifat banyak tafsir
(polyinterpretable). Hal ini disebabkan oleh sifat puisi yang berupa pemadatan hingga satu kata, frase, klausa, ataupun kalimat bermakna ganda. Kontradiksi adalah situasi yang berlawanan, sedangkan nonsense adalah kata-kata yang secara linguistik tidak memiliki arti (Pradopo, 2012:287, 290-291). Dalam kesusastraan Arab, kontradiksi termasuk dalam t}iba>q (antitesis) dan muqa>balah (antitesis yang berurutan). Penciptaan arti dilakukan melalui sarana-sarana di luar linguistik, diantaranya adalah rima, homologue, enjambement, dan tipografi (Riffaterre, 1978:2). Dalam kesusastraan Arab terdapat dalam ilmu ‘aru>d} (ilmu persajakan Arab) dan qawafi> (persamaan rima puisi Arab). Langkah selanjutnya dilakukan dengan pembacaan semiotik yang dibagi menjadi dua, yaitu pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik atau retroaktif. Dalam pembacaan heuristik, puisi dibaca berdasarkan konvensi bahasa atau sistem bahasa sesuai dengan kedudukan bahasa sebagai sistem semiotik tingkat pertama. Puisi dibaca sesuai dengan struktur normatif bahasa. Dalam pembacaan ini semua yang tidak biasa dibuat biasa atau harus dinaturalisasikan sesuai dengan sistem bahasa normatif (Pradopo, 2012:295-296). Setelah
9
pembacaan heuristik, dilakukan pembacaan ulang (retroaktif) secara hermeneutik, yaitu pembacaan ulang dari awal hingga akhir yang dilakukan dengan pemberian makna berdasarkan konvensi sastra (puisi) (Pradopo, 2012:297). Metode selanjutnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah pencarian matrix atau kata kunci. Pradopo (2012:299) mengungkapkan bahwa “matriks adalah kata yang menjadi kunci penafsiran sajak yang dikonkretisasikan”. Setelah dilakukan pencarian matrix atau kata kunci juga dapat dilakukan pencarian hipogram atau hubungan intertekstual. Pencarian hipogram dilakukan untuk mengetahui hubungan sebuah karya sastra dengan karya sastra yang lain. Pradopo (2012:300) mengungkapkan bahwa “karya sastra tidak dapat lepas dari hal-hal yang menjadi latar penciptaannya, baik secara umum maupun khusus”. Puisi “Risa>latu Jundiyyin fi> Jabhati as-Suwais” dalam antologi al-A‘ma>l
al-Ka>milah karya Nizār Qabbāni> ini diteliti dengan memanfaatkan dua dari empat metode analisis semiotik yang dikemukakan oleh Riffaterre. Dua metode tersebut adalah pemaknaan melalui ketidaklangsungan ekspresi dan pembacaan semiotik. Adapun pemaknaan melalui ketidaklangsungan ekspresi dilakukan bersamaan dengan pembacaan hermeneutik.
1.7 Sistematika Penulisan Laporan penelitian ini ditulis dalam empat bab. Bab I adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman transliterasi huruf Arab-Latin. Bab II terdiri dari riwayat hidup Niza>r Qabba>ni> dan puisi “Risa>latu
10
Jundiyyin fi> Jabhati as-Suwais” dan transliterasinya. Selanjutnya, bab III adalah analisis semiotik dan bab IV berisi kesimpulan penelitian.
1.8 Pedoman Transliterasi Arab-Latin Transliterasi huruf Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari buku pedoman transliterasi Arab-Latin yang diterbitkan berdasarkan keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no: 158 Th. 1987 dan no: 0543b/U/1987. 1. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda dan sebagian yang lain dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf Latin.
11
No
Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
1
ا
Alif
Tidak dilambangkan
2
ب
Ba>`
B
3
ت
Ta>`
T
4
ث
S|a>`
S|
5
ج
Jim
J
6
ح
H{a>`
H{
7
خ
Kha>`
Kh
8
د
Da>l
D
9
ذ
Z|a>l
Z|
10
ر
Ra>`
R
11
ز
Zai
Z
12
س
Si>n
S
13
ش
Syi>n
Sy
14
ص
S{a>d
S{
15
ض
D{a>d
D{
16
ط
Ta>`
T{
17
ظ
Z>a{ >`
Z{
18
ع
‘ain
‘
19
غ
Gain
G
20
ف
Fa>`
F
21
ق
Qa>f
Q
22
ك
Ka>f
K
23
ل
La>m
L
24
م
Mi>m
M
25
ن
Nu>n
N
26
و
Wau
W
27
ه
Ha>`
H
28
ء
Hamzah
`
29
ي
Ya>`
Y
12
2. Vokal Di dalam bahasa Arab dikenal dengan tiga vokal, yaitu vokal tunggal, rangkap, dan panjang. Penulisan ketiga vokal sebagai berikut.
Vokal tunggal Tanda
Vokal rangkap
Vokal panjang
Huruf latin
Tanda dan huruf
Gabungan huruf
Harakat dan huruf
Huruf dan tanda
-َ-
a
- ي-
ai
- ا-
a>
-َ-
i
-و-
au
-ي-
i>
-َ-
u
-و-
u>
Contoh:
كت ب
kataba
كْيف
kaifa
قال
qa>la
3. Ta> ` Marbu>t}ah
Ta> ` marbu>t}ah hidup atau mendapat harakat fath{ah, kasrah, atau d}ammah transliterasinya adalah /t/, sedangkan ta> ` marbu>t}ah mati atau mendapat harakat
sukun transliterasinya adalah /h/. Contoh:
املنورة المدينة َّ
al-Madīnah al-Munawwarah al-Madīnatul-Munawwarah
13
4. Syaddah (Tasydi>d)
Syaddah atau tasydi>d dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda syaddah atau tasydi>d. Dalam transliterasinya, tanda syaddah itu dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Contoh:
ربنا
rabbana>
5. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf al. Kata sandang tersebut dibedakan menjadi kata sandang yang diikuti oleh h}uru>f
syamsiyyah dan h}uru>f qamariyyah. Kata sandang yang diikuti h}uru>f syamsiyyah adalah kata sandang yang ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut, sedangkan kata sandang yang diikuti h}uru>f qamariyyah adalah kata sandang yang ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda hubung (-). Contoh:
الرجل َّ
ar-rajulu
القلم
al-qalamu
14
6. Hamzah Hamzah yang ditransliterasikan dengan apostrof hanya berlaku untuk hamzah yang terletak di tengah dan belakang. Hamzah yang terletak di depan tidak dilambangkan dengan apostrof karena dalam tulisan Arab berupa ali>f. Contoh:
ش ْيء
syai `un
7. Penulisan kata Pada dasarnya, setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya, contoh:
وإ َّن اهلل َلو خري الرازق ْني
Wa innalla>ha lahuwa khair ar-ra>ziqi>n Wa innalla>ha lahuwa khairur-ra>ziqi>n
8. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Diantaranya adalah huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal, nama diri, dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang dituliskan dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.
15
Contoh:
وما ُم َّمد إالَّ رس ْول:
Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>l
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau h{arakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan. Contoh:
نصر من اهلل و فتح قريب
Nas}run minalla>hi wa fath{un qari>b