BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Wellek dan Warren (1995:3) berpendapat bahwa sastra adalah suatu kegiatan
kreatif, sebuah karya seni dan bukan penciptaan ulang dari karya sastra sebelumnya. Sementara itu menurut Luxemburg (1989:5), sastra adalah sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah imitasi. Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan
proses
penciptaan
di
dalam
semesta
alam
bahkan
menyempurnakannya. Hasil kreasi yang orisinil tersebut adalah karya sastra. Karya sastra merupakan sebuah struktur. Hal itu berarti karya sastra merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling berkaitan, saling bergantung, dan saling menentukan (Hill, 1966:6). Sebagai sebuah struktur, karya sastra dapat dianalisis dengan menggunakan analisis struktural agar dapat diketahui susunan unsur-unsur yang membangun karya tersebut serta keterkaitan antarunsurnya (Nurgiyantoro, 1995:37). Menurut Aristoteles, karya sastra berdasarkan ragam perwujudannya terdiri atas tiga macam, yaitu epik, lirik, dan drama (Teuw, 1984: 109). Epik adalah teks yang sebagian berisi paparan cerita, dan sebagian lainnya berisi ujaran tokoh. Epik ini biasa disebut prosa. Salah satu contoh prosa adalah cerpen. Cerpen merupakan cerita yang memaparkan kisah secara ringkas tetapi padat. Menurut Stanton (2012:75), cerpen adalah karya sastra yang termasuk dalam jenis prosa, lazimya kira-kira lima belas ribu kata atau setara dengan lima puluhan halaman.
1
Cerpen An-Nisa>ˋu Lahunna Asna>nun Baid{a>ˋu karya Ih{sa>n ‘Abdu Al-Quddu>s dalam antologi berjudul An-Nisa>‛u Lahunna Asna>nun Baid{a>‛u adalah salah satu contoh cerpen. Cerpen ini bercerita tentang laki-laki bernama ‘Abdu al-’A
yang sedang dirawat di rumah sakit karena tangannya diamputasi. Ia sangat ingin menghisap cerutu seperti yang dilakukan teman sekamarnya, H{asanain, yang mendapat hadiah cerutu dari kedutaan asing yang dibagikan oleh perempuanperempuan dari asosiasi kesehatan dan kebugaran. Sebagai sebuah karya sastra, cerpen An-Nisa>‛u Lahunna Asna>nun Baid{a>‛u merupakan sebuah struktur yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berkaitan sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, cerpen An-Nisa>‛u
Lahunna Asna>nun Baid{a>‛u akan dianalisis dengan teori struktural untuk mengetahui unsur-unsur dan keterkaitan antarunsur yang terkandung di dalamnya, dalam membentuk makna yang utuh. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
dibatasi hanya unsur-unsur intrinsik yang membangun cerita An-Nisa>‛u Lahunna
Asna>nun Baid{a>‛u dan keterkaitan antarunsur intrinsik dalam cerita tersebut. 1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengungkapkan unsur-unsur intrinsik
yang membangun cerita An-Nisa>‛u Lahunna Asna>nun Baid{a>‛u dan keterkaitan antarunsur intrinsik yang ada di dalamnya.
2
1.4
Tinjauan Pustaka Antologi cerpen An-Nisa>‛u Lahunna Asna>nun Baid{a>‛u karya Ih{sa>n ‘Abdu Al-
Quddu>s terdiri atas enam cerpen. Cerpen An-Nisa>‛u Lahunna Asna>nun Baid{a>‛u yang merupakan judul antalogi adalah cerpen keempat. Berdasarkan pembacaan secara on-line di perpustakaan universitas yang menyelenggarakan pengkajian bahasa dan sastra Arab, belum ditemukan penelitian yang membahas antologi cerpen ini. Cerpen An-Nisa>‛u Lahunna Asna>nun Baid{a>‛u merupakan struktur yang dibangun dari sejumlah unsur yang saling berkaitan. Cerpen ini memerlukan analisis lebih lanjut untuk dapat mengetahui dan memahami makna yang terkandung secara utuh. Oleh karena itu, cerpen ini layak diteliti dengan menggunakan analisis struktural. Penelitian terhadap antologi cerpen An-Nisa>‛u Lahunna Asna>nun Baid{a>‛u belum pernah dilakukan, tetapi penelitian terhadap karya Ih{sa>n ‘Abdu Al-Quddu>s telah banyak dilakukan. Di antaranya adalah “Iktisya>fu al-Alu>muniu>m” dalam antologi ‘Ulbatun min as}-S}afi>h} oleh Prasetya (2014). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penerimaan terhadap ide atau pikiran yang berbeda dengan ide atau pikiran sebelumnya yang sudah ada di masyarakat membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Karya lain dari Ih{sa>n ‘Abdu Al-Quddu>s juga pernah diteliti oleh Wardhani (2014) yang berjudul‚ “Su>rat al-Mar‛ah fi> Riwa>yah Ana> H{urratun li-Ih{sa>n ‘Abdul Quddu>s: Dira>sah Naqdiyyah Adabiyyah Nisa>‛iyyah”. Penelitian ini membahas citra perempuan yang digambarkan dalam novel tersebut.
3
Selain itu, penelitian terhadap novel karya Ih{sa>n ‘Abdu Al-Quddu>s pernah dilakukan oleh Maesur (2015) dalam disertasinya yang berjudul “Pandangan Nasionalisme Ih}sa>n Abdul-Quddu>s Dalam Novel Fi> Baitina> Rajul: Analisis Strukturalisme Genetik”. Penelitian ini mengungkap konteks sosial yang melatarbelakangi kehidupan pengarang dan karya sastranya, unsur intrinsik novel “Fi> Baitina> Rajul”, dan pandangan dunia Ih{sa>n ‘Abdu Al-Quddu>s terhadap nasionalisme. Berdasarkan pembacaan terhadap beberapa penelitian di atas, belum ditemukan penelitian yang membahas unsur-unsur intrinsik pada cerpen An-Nisa>‛u
Lahunna Asna>nun Baid{a>‛u. Oleh karena itu, cerpen ini layak dijadikan objek penelitian dengan pendekatan analisis struktural. 1.5
Landasan Teori Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori struktural. Menurut
Endraswara (2013:49), teori struktural adalah teori yang menganggap karya sastra sebagai fenomena yang memiliki struktur yang saling terkait satu sama lain. Sementara itu, Stanton (2012:20) berpendapat bahwa struktur dalam karya sastra meliputi tiga unsur, yaitu fakta cerita, tema, dan sarana sastra. Fakta cerita merupakan elemen-elemen yang
berfungsi sebagai catatan
kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Elemen-elemen tersebut adalah alur, karakter, dan latar. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini disebut stuktur faktual (Stanton, 2012:22). Alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita (Stanton, 2012:26). Alur memiliki dua elemen dasar yaitu konflik dan klimaks. Suatu cerita mungkin
4
mengandung lebih dari satu konflik, tetapi hanya konflik utamalah yang dapat merangkum seluruh peristiwa yang terjadi pada alur. Jika konflik terasa sangat intens dan ending tidak bisa dihindari lagi, maka cerita itu telah mencapai klimaks (Stanton, 2012:31-32). Stanton (2012:33) berpendapat bahwa karakter dapat merujuk pada dua konteks. Konteks yang pertama, karakter merujuk pada individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tersebut. Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang berlangsung. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah (Stanton, 2012:35). Tema adalah makna yang dapat merangkum semua elemen dalam cerita dengan cara yang paling sederhana. Tema sebuah cerita dapat dikenali dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang terjadi di dalamnya. Pengamatan juga harus dilakukan pada semua aspek seperti peristiwa-peristiwa, karakter-karakter, atau bahkan objek-objek yang sekilas tampak tidak relevan dengan alur utama (Stanton, 2012:41-43). Sarana sastra adalah metode pengarang untuk memilih dan menyusun detail cerita agar mencapai pola-pola yang bermakna (Stanton, 2012:46). Sarana sastra berupa judul, sudut pandang, gaya dan nada, serta ironi. Stanton (2012:51-52) berpendapat bahwa judul seringkali menjadi petunjuk makna dalam suatu cerita. Pendapat ini dapat diterima ketika judul mengacu pada
5
sang karakter utama atau satu latar tertentu. Sebuah judul juga kerap memiliki beberapa tingkatan makna. Oleh karena itu, ada baiknya melacak konteks asli dari judul cerita. Adapun Stanton (2012:53) berpendapat bahwa sudut pandang adalah posisi pusat kesadaran tempat kita dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita. Sementara itu menurut Nurgiyantoro (2012:248) sudut pandang merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Gaya dijelaskan oleh Stanton (2012:61) sebagai cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Perbedaan penggunaan gaya pengarang, secara umum terletak pada bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang-pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora. Adapun nada (Tone) (Stanton, 2012:63) adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Nada bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan. Simbolisme (Stanton, 2012:64-65) adalah penampakan berupa simbol yang berwujud detail-detail konkret dan faktual dalam cerita dan memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Ironi (Stanton, 2012:71) adalah cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya.
6
1.6
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
struktural. Metode analisis struktural merupakan metode yang mencari unifikasi dari semua ilmu untuk menjadi suatu sistem keyakinan yang baru (Scholes, 1974:2). Menurut Teeuw (1984:135), prinsip analisis struktural adalah untuk membongkar dan memaparkan secara cermat, teliti dan detail keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra sehingga dapat menghasilkan makna yang menyeluruh. Stanton (2007:20-60) menjelaskan bahwa unsur-unsur yang diteliti dalam analisis struktural pada sebuah cerita adalah fakta cerita, tema serta sarana sastra. Nurgiyantoro (2012:37) mengatakan bahwa metode analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik cerita yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya, bagaimana keadaan peristiwaperistiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Setelah itu, dicobajelaskan bagaimana fungsi masing-masing unsur itu dalam menunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antarunsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas-kemaknaan yang padu. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang dilakukan penulis dengan pendekatan sruktural. Tahapan pertama adalah menentukan objek material penelitian, yaitu cerpen An-Nisa>‛u Lahunna Asna>nun Baid{a>‛u karya Ih{sa>n ‘Abdu Al-Quddu>s. Tahapan kedua adalah menentukan objek formal penelitian berdasarkan teori struktural, yaitu berupa unsur-unsur intrinsik. Tahapan ketiga
7
adalah menidentifikasi unsur-unsur intrinsik, yaitu tema, fakta cerita yang mencakup tokoh, alur, dan latar, serta sarana sastra yang mencakup judul, sudut pandang, gaya dan nada, serta ironi. Tahapan keempat adalah mengklasifikasi data yang ditemukan dan memasukkannya ke kartu data sesuai unsur-unsur yang diuji. Tahapan kelima adalah memilah data yang diperoleh untuk ditampilkan sebagai sampel. Tahapan keenam adalah mencari hubungan antar unsur. Tahapan ketujuh adalah menyimpulkan dan menuliskan hasil analisis struktural terhadap cerpen tersebut dalam bahasa tulis. 1.7
Sistematika Penulisan Penelitian ini akan dijelaskan dalam empat bab. Bab pertama berupa
pendahuluan. Bab pertama ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman transliterasi huruf Arab-Latin. Bab kedua berupa biografi pengarang dan sinopsis cerpen. Bab kedua ini akan menjelaskan tentang biografi Ih}sa>n ‘Abdu Al-Quddu>s dan juga sinopsis cerpen‚ An-
Nisa>‛u Lahunna Asna>nun Baid{a>‛u dalam antologi An-Nisa>‛u Lahunna Asna>nun Baid{a>‛u yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini. Bab ketiga berupa hasil penelitian dengan analisis struktural terhadap cerpen tersebut. Bab ketiga ini akan mengungkapkan unsur-unsur intrinsik serta keterkaitan unsur-unsur tersebut dalam cerita. Bab keempat berupa kesimpulan penelitian. Pada bab ini penulis akan menyimpulkan poin-poin penting yang menjelaskan hasil dari penelitian ini.
8
1.8
Transliterasi Arab-Latin Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543 b/U/1987. a.
Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian yang lain dengan huruf dan tanda sekaligus.
Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
ا
Ali>f
tidak dilambangkan
ض
D{a>d
d}
ط
T{a‛>
t}
ب
Ba>
b
ظ
Z{a‛>
z}
ت
Ta>
t
ﻉ
‘Ain
‘_
ث
S|a>
s\
ﻍ
Gain
g
ج
Ji>m
j
ف
Fa>‛
f
ح
H{a>
h}
ق
Qa>f
q
خ
Kha>
kh
ك
Ka>f
k
د
Da>l
d
ل
La>m
l
ذ
Z|al>
ż
م
Mi>m
m
ر
Ra>
r
ن
Nu>n
n
ز
Zai
z
و
Wau
w
س
Si>n
s
ﻫ
Ha>‛
h
ش
Syi>n
sy
ء
Hamzah
‛
ص
S{i>n
s}
ي
Ya>
y
9
b.
Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong, dan vokal panjang. Vokal Tunggal
c.
Vokal Rangkap
Vokal Panjang
Tanda
Latin
Tanda
Latin
Tanda
Latin
ﹷ
a
_َ…ي
ai
ﹷ…ا ﹷ…ى
ā
ﹻ
i
_َ…و
au
ْﹻ…ي
ī
ﹹ
u
ْﹹ…و
ū
Ta‛ marbūtah Transliterasi untuk ta‛marbu>tah ada dua. Pertama, transliterasi ta‛ marbūtah
hidup atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah
/t/. Kedua, kalau pada kata yang terakhir dengan ta‛marbu>tah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka
ta‛marbu>tah itu ditransliterasikan dengan /h/. Contoh:
ضةُ األَط َفال َ َرْو ُامل ِديْنَةُ املنَ َّوَرة ُ َ d.
: /raud}ah al-at}fāl atau raud}atul-at}fa>l/ : /al-Madi>nah al-Munawwarah atau al-Madi>natul-Munawwarah/
Syaddah (tasydīd) Syaddah atau tasydi>d dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda, tanda syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Contoh:
َربَّنَا نََّزَل
: /rabbana>/ : /nazzala/
10
e.
Kata sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu
""ال. Akan tetapi, dalam transliterasi ini kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf
qamariyyah. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsyiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut. Contoh:
الر ُج ُل َّ َّ ُالس َماء
: /ar-rajulu/ : /as-sama>‛u/ Kata sandang yang diikuti huruf qamariyyah ditransliterasikan sesuai
dengan huruf aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah, kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang. Contoh:
ال َقلَ ُم ِ ب ُ ال َكات f.
: /al-qalamu/ : /al-ka>tibu/
Hamzah
Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak di tengah atau di akhir kata. Apabila terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh:
أخ ُذ ُ َي
: /ya‛khuz\u/
11
َقَ َرأ g.
: /qara‛a/ Penulisan kata Pada dasarnya setiap kata, baik fi’l, ism, maupun h}arf, ditulis terpisah.
Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh:
ِ َّ وإِ َّن اهلل ََلو خي ر ي َ ْ الرا ِزق ُ ْ َ َُ َ َ
: /Wa innalla>ha lahuwa khair ar-ra>ziqi>na/ atau
/Wa innalla>ha lahuwa khairur-ra>ziqi>na/ h.
Huruf kapital Meskipun dalam tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam
transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Di antaranya adalah huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal, nama diri, dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang dituliskan dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Contoh:
َوَما ُُمَ َّم ٌد إِالَّ َر ُس ْوٌل
: /Wama> Muh}ammadun illa> rasu>lun/
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, hurufْ kapital tidak dipergunakan. 12
Contoh:
ِ ِ َن ب ْ ٌ ْصٌر م َن اهلل َوفَ ْت ٌح قَ ِري
: /Nasrun minalla>hi wa fathun qari>bun/
Adapun terkait transliterasi bahasa Arab ‘A<miyyah yang ada dalam kutipankutipan yang diambil dari objek material, yaitu cerpen “An-Nisa>‛u Lahunna Asna>nun Baid{a>‛u” dituliskan sesuai dengan bunyi pengucapan oleh penuturnya. Bahasa Arab ‘A<miyyah dalam kutipan-kutipan tersebut semuanya berupa kalimat langsung. Teknis penulisan transliterasi bahasa Arab Fush}a> dan bahasa Arab Amiyah dalam penelitian ini tidak dibedakan, semua ditulis miring di antara dua tanda garis miring.
13