BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk seni kreatif yang di dalamnya mengandung nilainilai keindahan. Sebuah karya sastra bukan ada begitu saja atau seperti agak dibuat-buat agar menajdi ada. Akan tetapi, karya sastra diciptakan oleh pengarang dengan didasari rasa kenginan dan dorongan yang kuat dari dalam diri pengarang untuk mengungkap kembali tentang suatu perjalanan hidup manusia. Perjalanan yang dimaksud adalah pengalaman pengarang, baik yang secara langsung bersentuhan dengan pengarang ataupun di luar dari pribadi pengarang. Dalam bukunya, Luxemburg, dkk (1992: 5) mengatakan bahwa karya sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi sang seniman yang berusaha menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses penciptaan di dalam semesta alam, bahkan menyempurnakannya. Karya sastra memang bersifat fiktif, dibangun melalui imajinasi pengarangnya. Walau hanya bersifat fiktif, karya sastra juga mengandung nilai-nilai kebenaran di dunia aslinya (dunia masyarakat). Sumardjo (1999: 19) menjelaskan bahwa karya sastra yang baik juga biasanya memiliki sifat-sifat yang abadi dengan memuat kebenaran-kebenaran hakiki yang selalu ada selama manusia masih ada. Selain untuk mengekspresikan ide-ide pemikirannya, kemauan pengarang di dalam menulis semakin besar karena didasari keinginan-keinginan yang timbul untuk menunjukkan eksistensi dirinya pada masyarakat. Semi (1985: 39) menjelaskan tujuan sastra yaitu untuk membantu manusia menyingkapkan rahasia keadaannya, untuk memberi makna pada eksistensinya, serta untuk membuka jalan ke kebenaran. Pengarang adalah masyarakat, tumbuh dan besar dilingkungan masyarakat. Pengarang dan masyarakatnya merupakan satu kesatuan
Universitas Sumatera Utara
yang tidak bisah dipisahkan. Sedikit banyak pengarang akan terlibat langsung dengan segala bentuk aktivitas-aktivitas di masyarakat. Oleh sebab itu, karya sastra yang dihasilkan seorang pengarang selalu identik dengan cerminan dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat. Salah satu bentuk karya sastra yang paling populer adalah novel. Menurut Nursisto (2000: 167) bahwa novel mempunyai peluang yang lebih banyak untuk mengetengahkan ide, lengkap dengan uraian dan jabarannya, menjadikan jenis karya sastra ini tak ubahnya menyajikan kehidupan yang utuh. Novel memberikan pemahaman yang lebih lengkap dan jelas tentang perjalanan kehidupan seorang tokoh di dalam ceritanya. Panjangnya jalan cerita sebuah novel sering dimanfaatkan pengarang untuk menuangkan ide-ide yang lebih baik. Ide yang baik akan mempengaruhi kualitas karya sastranya. Karya sastra yang berkualitas tentu akan semakin diminati dikalangan penikmatnya. Oleh Coleridge (dalam Siswanto, 2008: 1) mengatakan kualitas karya sastra ditentukan oleh sejumlah aspek yang larinya juga kearah kemampuan seniman, yaitu daya spontanitas, kekuatan emosi, orisinilitas, daya kontemplasi, kedalaman nilai kehidupan, dan harmoni. Daya kontemplasi atau perenungan pengarang memang sudah tidak perlu diragukan lagi. Seorang pengarang mampu menulis kembali kenangan-kenangan yang sudah jauh tertinggal menjadi sebuah cerita yang menarik untuk dibaca. Novel dapat memberikan pengalaman baru bagi pembacanya. Nursisto (2000: 112) mengatakan bahwa novel adalah cerita yang menampilkan suatu kejadian luar biasa pada kehidupan pelakunya, yang menyebabkan perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya. Pengalaman yang didapat pembaca ketika membaca sebuah novel adalah melalui perjalanan kehidupan tokoh pencerita yang diatur dengan baik oleh si pengarang. Hal ini juga berkaitan dengan fungsi karya sastra itu sendiri. Selain untuk menghibur, keberadaan karya sastra dapat
Universitas Sumatera Utara
berfungsi sebagai alat untuk mendidik. Dengan kata lain, sebuah karya sastra akan menularkan pesan moral bagi pembacanya. Obyek kajian dalam penelitian ini adalah novel KEI karya Erni Aladjai yang terbit pada akhir tahun 2013. Pengarang yang menyukai angka tujuh ini masuk jajaran pengarang muda yang prestisius di dalam menciptakan karya-karya fiksi. Banyak penghargaan yang ia dapat melalui perlombaan-perlombaan karya tulis, baik itu ditingkat daerah maupun ditingkat nasional. Novel KEI menjadi salah satu bukti pencapaian terbaiknya. Pada tahun 2013, novel ini berhasil keluar sebagai pemenang unggulan dalam Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta. Novel KEI diangkat dari sebuah kisah nyata dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat di Desa Kei. Sebenarnya sudah sejak lama pengarang ingin menulis novel ini dengan latar pulau Kei (Pernyataan pengarang yang terdapat dikata pengantar dalam novel KEI). Keinginan itu sudah muncul dipikiran pengarang semenjak kerusuhan dimulai dari Ambon hingga menyusup ke berbagai pelosok desa tetangga. Sesuai dengan judul novelnya, Kei merupakan salah satu pulau yang berada di antara Laut Banda dan Laut Arafuru, Maluku Tenggara. Secara keseluruhan, gambaran masyarakat di pulau Kei hidup dalam kemajemukan. Kemajemukan itu dilihat dari keberagaman agama, suku, dan ras yang melekat dalam diri setiap anggota masyarakatnya. Akan tetapi, keberagaman tersebut tidak lantas membuat warga Kei menjadi terpecah-pecah. Kehidupan masyarakat di desa Kei begitu rukun. Rasa persaudaraan mereka begitu kental. Warga Kei selalu menunjukkan sikap bertoleransi yang tinggi saat berinteraksi dengan sesama anggota masyarakatnya yang lain. Toleransi merupakan sikap atau perbuatan yang dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan untuk menerima perbedaan pada setiap anggota dalam suatu kelompok masyarakat. Sikap seperti ini memang harus terus dibangun khususnya bagi masyarakat yang hidup dalam pluralisme. Masyarakat Kei sangat
Universitas Sumatera Utara
menghargai perbedaan. Perbedaan bukan menjadi penghalang bagi setiap anggota kelompok masyarakat Kei untuk mewujudkan kerja sama yang berkualitas dan demi kepentingan bersama pula. Kerusuhan yang terjadi di Ambon merupakan konflik yang bertemakan perang saudara. Perang saudara saudara ini terjadi pada bulan januari tahun 1999. Diawali dari pertikaian dua pemuda yang merembet hingga menjadi perang besar antar agama, suku, dan ras. Perang saudara saat itu banyak menelan korban jiwa dan harta benda yang cukup besar serta telah membawa penderitaan dalam bentuk kemiskinan dan kemelaratan bagi rakyat di Maluku pada umumnya dan kota Ambon pada khususnya, sumber ini didapat dari sebuah situs internet http://www.fica.org/hr/ambon/idKronologisKerusuhanAmbonSept1999.html yang diposting oleh sebuah yayasan di Maluku, yaitu Yayasan Salawaku. Sebenarnya konflik yang terjadi saat itu merupakan skenario yang sudah direncanakan oleh orang-orang tertentu demi kepentingan tertentu pula dengan menggunakan SARA sebagai alat untuk memecah bela kelompok-kelompok masyarakat. Kerusuhan saat itu sudah persis seperti wabah penyakit. Cara penularannya pun begitu cepat hingga memasuki daerah-daerah terpencil yang jauh di pedalaman. Keinginan pengarang di dalam menulis kisah perang saudara ini bukan untuk membangkitkan kembali lukaluka lama yang pernah terjadi. Akan tetapi, pengarang ingin menyampaikan di dalam novelnya bahwa di tengah maraknya rusuh pada saat itu masih ada juga sebagian kelompok masyarakatnya yang saling menolong, menghargai, menghormati, dan menyayangi, khusunya bagi masyarakat yang tinggal di desa Kei. Dalam novelnya, pengarang menceritakan masyarakat Kei tidak terpengaruh dengan konflik yang ada, walaupun sebenarnya mereka dipisah oleh perbedaan yang ada. Mereka lebih memilih untuk tetap menjungjung tinggi rasa persaudaraan yang sudah sejak lama diajarkan oleh para leluhur mereka.
Universitas Sumatera Utara
Penulis memilih novel KEI sebagi obyek kajian untuk dijadikan skripsi karena ceritanya yang menarik dan mengangkat fenomena-fenomena sosial di dalam masyarakat. Apalagi fenomena sosial tersebut diangkat dari sebuah kisah nyata. Penulis memilih novel ini sebagai bahan kajian penelitian murni hanya untuk penyelesaian tugas akhir pendidikan. Penulis bukan bermaksud untuk mengingatkan kembali peristiwa yang memilukan tersebut kepada masyarakat yang pernah mengalaminya. Ketertarikan penulis untuk meneliti novel KEI karena cerita dalam novel ini menggambarkan kehidupan masyarakat yang rukun. Oleh Eka ( dalam Yewangoe, 2002: hal, 33) mengatakan bahwa kerukunan yang dihasilkan mestilah kerukunan yang pertamatama merupakan kesadaran dari internal yang didorong oleh kasih. Menciptakan kehidupan yang rukun harus dilakukan dari hati yang tulus dan bukan karena paksaan. Alasan lain muncul karena kerukunan merupakan bingkai dari semboyan dan ideologi bangsa Indonesia. Semboyan bangsa Indonesia Bhi Neka Tunggal Ika jelas menggambarkan rakyat Indonesia yang hidup dalam kemajemukan, namun tetap dapat hidup bersama-sama dan saling menghormati. Begitu juga dengan ideologi bangsa Indonesia yaitu pancasila. Kelima butir yang tertuang di dalam pancasila merupakan gambaran dari kerukunan hidup, baik secara vertikal maupun horizontal. Oleh karena itu, menciptakan kerukunan hidup dalam bermasyarakat sudah menjadi kewajiban seluruh rakyat Indonesia. Dari uraian di atas, sudah jelas novel KEI mengisahkan tentang perjalanan hidup manusia dalam masyarakatnya. Aspek-aspek kemasyarakatannya menjadi fokus dalam penelitian ini. Dalam hal ini, pendekatan yang dilakukan untuk mengupas nilai-nilai kerukunan sosial yang ada dalam novel tersebut adalah pendekatan sosiologi sastra. Sosiologi sastra merupakan sebuah teori ilmiah yang berusaha untuk menjelaskan keberadaan karya sastra dalam kaitannya terhadap perubahan struktur sosial dalam masyarakat. Sosiologi dan sastra jelas dua disiplin ilmu yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda. Akan tetapi keduanya memiliki obyek yang sama, yaitu manusia dengan masyarakatnya. Hanya saja kedua ilmu ini dibedakan dari pendekatannya masing-masing. Jika sosiologi mempelajari manusia secara obyektif, sedangkan sastra mempelajari manusia secara subjektif. Ruang lingkup pembahasan sosiologi sastra terbilang cukup luas. Dalam bukunya, Wellek dan Werren (1989: 111), setidaknya mengkalasifikasikan sosiologi sastra dalam tiga poin penting, yaitu sebagai berikut: 1. Sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan institusi sastra. Masalah yang berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial, status pengarang dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra. 2. Isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial. 3. Permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra. Berangkat dari pengklasifikasian ketiga poin di atas, penelitian ini hanya menitikberatkan permasalahan pada bagian yang kedua, yaitu isi karya sastra dengan penelaahan hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri sebagai obyek kajian penelitian. Pengkajian yang dilakukan terhadap obyek penelitian akan mencari hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai kerukunan sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai kerukunan ini dapat berupa kerukunan dari segi budaya, kerukunan agama, ras, kesukuan, dan kerukunan antargolongan (wilayah. gender, kekuasaan, politik, ekonomi, dan sebagainya), yang semuanya itu akan dicari di dalam obyek penelitian. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, penelitian ini mengangkat permasalahan yang akan diteliti, yaitu bagaimana bentuk-bentuk kerukunan sosial dalam novel KEI karya Erni Aladjai ?
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1
Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk-
bentuk kerukunan sosial yang tertuang di dalam novel KEI. Bentuk kerunan tersebut mengacu pada nilai kerukunannya. Nilai-nilai kerukunan itu sendiri akan dilihat dari kerja sama dan kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan masyarakat di dalam novel KEI. 1.3.2
Manfaat Penelitian Ada dua manfaat yang dapat disajikan dalam penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan
manfaat praktis. 1. Manfaat teoritis penelitian ini adalah menambah pemahaman teori-teori yang sudah ada dalam analisis sosiologi sastra, dan juga dapat membantu penelitian lain yang bersinggungan dengan penelitian ini. 2. Manfaat praktis penelitian ini adalah menyajikan informasi kepada pembaca dalam gambaran kerukunan sosial yang dapat dijadikan sebagai inspirasi hidup yang ditampilkan pengarang dalam novel KEI.
Universitas Sumatera Utara