BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Suatu karya sastra yang hadir di tengah masyarakat merupakan refleksi
dari pengarangnya tentang hidup atau kehidupan yang memadukan daya imajinasi serta kreasi setelah melalui proses pengalaman dan pengamatan atas kehidupan tersebut (Djojosuroto, 2006:58). Karya sastra diibaratkan seperti artefak yang baru mempunyai makna dan menjadi objek estetik bila diberi arti oleh pembaca sebagaimana sebuah artefak yang merupakan peninggalan manusia purba yang akan mempunyai arti bila ditemukan dan diberi makna oleh arkeolog (Pradopo, 1995:106). Pemberian makna dalam sastra salah satunya disebut sebagai konkretisasi sastra. Dengan konkretisasi tersebut, makna sastra yang sebelumnya tidak tampak akan menjadi konkret (diwujudkan) agar dapat dipahami. Teks fiksi sebagai bagian dari karya sastra merupakan salah satu sarana bagi pengarang untuk mencurahkan ide atau perasaannya. Teks fiksi tidak melukiskan tentang kenyataan secara riil, tetapi menampilkan kembali segala macam hubungan dan kaitan tentang kenyataan yang dikenal maupun pernah dialami. Itulah sebabnya teks fiksi sangat cocok untuk mengungkapkan segi-segi yang khas dalam kenyataan (Luxemburg, 1982: 23). Noor (2005:13) juga menyatakan bahwa karya sastra memang bersifat rekaan, tetapi mengacu pada hal-hal yang berkaitan dengan dunia nyata. Di sinilah kreatifitas akal dan rasa pengarang diolah sedemikian rupa menjadi suatu karya yang bisa dinikmati entah
1
2
berdasarkan pengalamannya sendiri maupun hasil dari pengamatannya terhadap dunia di sekitarnya. Salah satu teks fiksi atau sarana fiksi bagi pengarang dalam mencurahkan pikiran dan emosinya adalah puisi. Watts Dunton (dalam Djojosuroto, 2006: 106) mengatakan bahwa puisi adalah ekspresi yang konkret dan bersifat artistik dari pikiran manusia dalam emosional dan berirama. Di sisi lain, pengertian puisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1989: 706) adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, serta penyusunan larik dan bait. Pengertian tersebut berbeda dengan pernyataan Altenbernd (via Pradopo, 2010:5) yang menyatakan bahwa puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum) (as the interpretive dramatization of experience in metrical language). Meski begitu, Pradopo (2010:7) mengungkapkan bahwa dari definisi-definisi yang ada dapat ditarik kesimpulan bahwa puisi memiliki tiga unsur pokok
yaitu
pemikiran atau ide atau emosi, kedua adalah bentuknya, dan ketiga adalah kesannya. Ketiga unsur tersebut terungkap melalui medium bahasa yang kemudian membentuk
unsur intrinsik karya tersebut. Selain itu, setiap karya
sastra juga mengandung unsur ekstrinsik yang mempengaruhi isi karya sastra itu sendiri misalnya unsur psikologi, sosiologi, filsafat, cabang-cabang seni, dan lain-lainnya (Noor, 2005: 29). Oleh karena itu, puisi sebagai suatu karya seni sastra dapat dikaji dari berbagai macam sudut pandang tersebut. Rifaterre (via Pradopo, 2010:3) mengemukakan bahwa puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetiknya.
3
Salah satu contoh konkret misalnya perkembangan puisi di Indonesia yang dapat dilihat dari adanya periodesasi sastra. Dalam kesusastraan Korea pun, puisi dikategorikan menjadi dua periode yaitu klasik dan modern. Puisi klasik ditulis menggunakan huruf Cina karena huruf Korea atau hangeul ( 한 글 ) belum diciptakan, sedangkan puisi modern mulai bermunculan sejak tahun 1920-an yang terpengaruh oleh masuknya budaya barat (Indrastuti, 2013: 58-68). Semakin lama puisi modern Korea juga semakin bervariasi seiring perkembangan waktu, minat masyarakat, perkembangan teknologi, dan pengaruh lainnya. Salah satu karya sastra (puisi) modern yang terdapat di Korea adalah poemtoon. Poemtoon merupakan perpaduan antara cabang seni sastra yang berupa puisi (poem) dengan salah satu cabang karya seni rupa ilustrasi berupa kartun (toon). Menurut tim MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) kartun merupakan gambar yang lebih menekankan pada suatu momen yang memuat cerita
dan
biasanya
juga
memuat
unsur
www.scribd.com/doc/28681139/Kartun-Dan-Seni-Ilustrasi).
humor Kartun
(via termasuk
dalam kategori ilustrasi cerita. Secara etimologi kata ilustrasi (illustration) berasal dari bahasa Latin, illustrare yang artinya menjelaskan atau menerangkan sesuatu. Hampir serupa dengan pengertian tersebut, defini ilustrasi menurut KBBI (1993: 325) di antaranya adalah (1) gambar (foto, lukisan) untuk membantu memperjelas isi buku, karangan, dan sebagainya, (2) gambar, desain atau diagram untuk penghias, (3) (penjelasan) tambahan berupa contoh, bandingan, dan sebagainya untuk lebih memperjelas paparan (tulisan, dan sebagainya). Dari beberapa penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa selain untuk menghibur, kartun
4
berfungsi sebagai representatif dari cerita atau pokok acuannya, tetapi tidak menutup kemungkinan juga ia mempunyai fungsi-fungsi lain menyesuaikan konteks dan konsep yang diikutinya. Misalnya saja dalam kartun editorial, kartun tersebut tentu saja tidak hanya sekadar menerangkan sesuatu, tetapi juga mengandung sindiran. Poemtoon yang merupakan perpaduan antara seni sastra berupa puisi dan seni rupa berupa ilustrasi kartun dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk puisi rupa. Puisi rupa menggunakan elemen seni sastra, yaitu kata-kata dan juga menggunakan coretan-coretan visual sebagai ciri dari seni rupa (Refly, 2006:23). Pembicaraan dan pembahasan secara khusus mengenai puisi kartun ataupun puisi-puisi rupa lainnya seperti yang telah dilakukan pada bentuk-bentuk puisi pada umumnya memang belum terlalu banyak atau bahkan belum ada. Puisi rupa diperhatikan keberadaannya ketika ia ditampilkan dalam suatu peristiwa seni budaya tertentu dan di tempat serta seniman tertentu pula. Akibatnya, puisi rupa yang sebenarnya telah eksis pada pertengahan tahun 1970 tidak mengalami perkembangan yang signifikan (Refly, 2006:28-29). Kartun sebagai ilustrasi puisi memang memiliki peran untuk menunjang interpretasi tertentu sekaligus mengonkretkan secara visual-imajiner isi, pesan, dan kesan terhadap puisi. Pengertian tersebut mengandung penjelasan bahwa ilustrasi puisi atau apapun penyebutannya seperti puisi rupa, puisi visual, pengiring puisi, teman pendamping puisi, dan lain sebagainya ‘hanyalah’ pengemas keindahan dari puisi bila diletakkan pada peran dan fungsinya di dalam media cetak. Akan tetapi, ada kalanya ilustrasi itu dibentuk sebagai estetik ikonik
5
penyairnya(http://dgi-indonesia.com/menikmati-sajian-visual-di-dalam-percakapa n-diam-diam). Selama ini pembahasan puisi rupa sejenis puisi kartun maupun puisi-puisi lain yang bermuatan seni rupa hanya berujung pada pembahasan secara tekstualnya atau mengesampingkan unsur seni rupa yang sebenarnya jika diteliti lebih lanjut mempunyai andil dalam “menghidupkan” kesan dari karya itu sendiri. Salah satu puisi Korea yang penyampaian pesannya juga diperkuat dengan unsur seni rupa adalah antologi puisi kartun atau poemtoon ( 포 엠
툰)
‘Dangshinege Cheot Beonjjae Kkocheul Geonneyo’ (당신에게 첫 번째 꽃을 건 네 요 ) karangan Jeong Heon Jae yang dikaji dalam penelitian ini. Unsur seni rupanya yang berwujud kartun tidak sekadar berfungsi untuk menerangkan teksnya saja atau sebagai ilustrasi, tetapi juga menjadi bagian dari teks itu sendiri karena adanya kesinambungan. Kesinambungan yang dimaksud adalah adanya beberapa ekspresi, peristiwa, atau sesuatu lain yang tidak diungkapkan secara verbal, tetapi dalam bentuk visual berupa gambar kartunnya. Kesinambungan tersebut diwujudkan dengan indeksikal berupa penggunaan kata penunjuk misalnya “seperti ini, seperti itu, begini, ini,”. Penggunaan kata penunjuk tersebut berfungsi untuk mengarahkan pembaca pada gambar ilustrasinya karena adanya ketidaklangsungan ekspresi di luar konvensi sastra, yaitu berupa gambar visual yang tergolong dalam konteks seni rupa. Batasan ilustrasi dalam rangka pemaknaan dari segi visualnya dalam penelitian adalah terletak pada gambar dalam kotak beserta unsur-unsur pendukungnya seperti warna, bentuk, corak, dan lainnya. Akan tetapi, unsur teks
6
pun juga dapat menjadi bagian dari ilustrasi tersebut misalkan sebuah kata atau tanda baca yang memang menjadi unsur pendukung ilustrasi tersebut. Dengan catatan, unsur tekstual tersebut tidak berbait-bait meskipun letaknya berdekatan dengan gambar, karena teks tersebut berarti sudah masuk dalam bagian sajak. Berikut ini contohnya (keterangan lanjut lihat Bab II dan III):
Kata ‘jeo... ( 저 ...)’- ‘saya atau aku’ dan tanda baca tanya (?) merupakan unsur teks, tetapi dalam gambar di atas berfungsi sebagai pendukung ilustrasi sehingga masuk dalam pembahasan Bab III.
Kalimatnya panjang, membentuk bait, dan memang merupakan bagian dari isi sajak
sehingga
tidak
termasuk
dalam
ilustrasi
meskipun
letaknya
berdampingan atau berada dalam kotak ilustrasi. Bentuk visual puisi menandai atau merujuk pada kemampuan penyairnya dalam mengukuhkan pengalaman kemanusiaannya lewat dan dalam puisi itu. Oleh sebab itu, wujud visual puisi juga berkenaan dengan ciri khas penyair tertentu dalam hal mengekspresikan pengalamannya (Sayuti, 2002:283). Salah satu penyair yang sekaligus berekspresi dengan menggunakan bentuk-bentuk visual dalam setiap karyanya adalah Jeong Heon Jae. Jeong Heon Jae merupakan
7
kartunis esai Korea yang dikenal lewat karakter kartun yang dinamainya Perytail ( 페 리 테 일 ). Dapat disimpulkan bahwa ciri khas dari Jeong Heon Jae adalah karakter kartun Perytail (페리테일) tersebut. Salah satu karyanya adalah antologi puisi kartun. Antologi puisi kartun atau poemtoon ( 포 엠 툰 ) Dangshinege Cheot Beonjjae Kkocheul Geonneyo ( 당 신 에 게 첫 번 째 꽃 을 건 네 요 ) karangan Jeong Heon Jae merupakan karya cetak pertamanya yang diterbitkan pada tahun 2002. Dalam bahasa Indonesia, judul buku antologi puisi kartun tersebut dapat diterjemahkan menjadi “Kuberikan bunga pertama untukmu”. Sebagian besar puisi yang ia ciptakan dalam antologi tersebut bertemakan tentang kisah percintaan dan pengalaman hidupnya. Menjadi nilai lebih dan keunikan tersendiri bagi antologi puisi kartun karya Jeong Heon Jae karena ia menuangkan pengalaman kemanusiaannya melalui puisi yang beberapa penyampaian ekspresinya dipadukan dengan ilustrasi kartun. Pada tahun yang sama, yaitu tahun 2002 Jeong Heon Jae mulai merintis situs www.bburn.net yang berisikan informasi tentang karya-karyanya dan pada tahun itu juga ia pernah bekerjasama dengan Lyn, salah satu penyanyi solo ternama di Korea untuk mendesain cover albumnya. Sejak tahun 2002 sampai tahun 2012, Jeong Heon Jae sudah menerbitkan sembilan buah buku, yakni tiga antologi puisi kartun dan lainnya adalah buku cerita dan cerpen. Kartun perytail juga turut mewarnai daftar item emotikon di salah satu aplikasi chatting ternama di Korea yaitu Kakaotalk. Jeong Heon Jae juga aktif mengunggah beberapa aktivitas termasuk kegiatan yang berkaitan dengan penciptaan karyanya di dunia
8
maya melalui salah satu aplikasi social media, yaitu Instagram (@perytail). Bahkan di tahun 2015, salah satu karyanya berupa buku cerita anak-anak juga mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang berjudul “Aku Sayang Teman dan Tetangga”. Berdasarkan penjelasan di atas, maka berikut ini ringkasan yang dapat dirumuskan beserta keterangan tambahan yang mendukung dilaksanakannya penelitian ini. 1. Jumlah kumpulan puisi yang pengarangnya secara langsung membuat sajak sekaligus ilustrasinya belum terlalu banyak. 2. Penelitian terhadap karya sastra yang mempunyai sarana visual lebih sering ditemui pada komik dan iklan. Penelitian yang mengkaji tentang puisi rupa masih jarang ditemukan karena banyaknya anggapan bahwa fokus utama dari puisi adalah media bahasa yang terdapat dalam sajaknya atau secara verbal, sedangkan unsur lainnya hanya sekadar pelengkap, pemanis, dan sebutan lainnya. Akan tetapi, hal tersebut berbeda dengan ilustrasi kartun yang terdapat dalam antologi puisi kartun karya Jeong Heon Jae karena gambar tersebut berkontribusi dalam memunculkan maksud puisi yang diacunya. 3. Puisi kartun merupakan perpaduan antara puisi dan kartun. Puisi menyampaikan maksud atau makna melalui medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra merupakan sistem semiotik atau sistem ketandaan yang mempunyai arti (Pradopo, 2010: 121). Kartun sebagai ilustrasi puisi juga merupakan sebuah tanda (representamen) karena
9
mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu (Peirce via Tinarbuko, 2009: 12). Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya (Sudjiman, 1996: 5). Oleh karena itu, kajian semiotik dirasa tepat untuk menganalisis makna sajak beserta makna ilustrasi kartunnya yang saling berkorelasi dalam antologi puisi kartun Dangshinege Cheot Beonjjae Kkocheul Geonneyo (당신에게 첫 번째 꽃을 건네요) karya Jeong Heon Jae.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1.2.1
Makna empat puisi dalam antologi puisi kartun Dangshinege Cheot Beonjjae Kkocheul Geonneyo (당신에게 첫 번째 꽃을 건네요).
1.2.2
Hubungan makna ilustrasi kartun dengan makna empat puisinya dalam antologi puisi kartun Dangshinege Cheot Beonjjae Kkocheul Geonneyo (당신에게 첫 번째 꽃을 건네요).
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas, secara spesifik tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan hubungan makna empat puisi
10
dengan ilustrasi kartunnya yang terdapat dalam antologi puisi kartun Dangshinege Cheot Beonjjae Kkocheul Geonneyo (당신에게 첫 번째 꽃을 건네요).
1.4
Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan yang telah disebutkan di atas, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Sebagai manfaat teoretis, melalui penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kesusastraan khususnya dalam bentuk puisi karena pengkajian puisi visual masih jarang dilakukan. Kemudian, manfaat praktisnya adalah memperkenalkan puisi kartun kepada para pembaca awam sekaligus membantu para pembaca dalam memahami makna puisi kartun khususnya beberapa puisi yang dikaji dalam penelitian ini.
1.5
Tinjauan Pustaka Penelitian ini dilakukan setelah meninjau beberapa penelitian sebelumnya.
Tinjauan yang pertama adalah penelitian Tri Istiyani yang berjudul “Makna dan Fungsi Emotikon dalam Novel (Neokdaeui Yuhok 1) Karya Gwiyoni”. Penelitian tersebut meneliti tentang makna dan fungsi emotikon yang menyatu dengan teksnya. Kajian teori yang dipakai adalah Semiotika Peirce. Penelitian ini membantu
penulis
dalam
memahami
keterkaitan
antara
teks
dan
representamennya serta dalam menerapkan teori Semiotika Peirce. Kedua, tinjauan penelitian selanjutnya adalah penelitian yang berjudul “Ikon Seksualitas dalam Komik Sambre” menggunakan kajian Semiotika.
11
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Adhya Putra Nurpratomo ini mengkaji tentang bentuk-bentuk seksualitas yang terdapat dalam komik, baik dari segi gambar maupun percakapan di dalamnya. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian Muhammad Adhya Putra Nurpratomo bertujuan untuk mengungkap bentuk-bentuk seksualitas yang terungkap melalui teks dan gambarnya, sedangkan dalam penelitian ini lebih terfokus pada pemaknaan puisi yang harus memperhatikan juga pemaknaan gambar ilustrasinya dengan tema besar yang berkaitan tentang cinta. Ketiga, penelitian yang berjudul “Kajian Teori Terjemahan Komik Doraemon Dalam Penerjemahan Jepang-Indonesia” oleh Desak Ayu Ana Widya Utami. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada unsur-unsur intrinsik cerita serta mengidentifikasi penyesuaian yang terjadi pada kebudayaan Jepang yang muncul dalam cerita komik sebagai usaha penerjemah untuk mengenalkan budaya Jepang kepada masyarakat Indonesia khususnya pembaca komik Doraemon. Keempat, penelitian yang berjudul “Komik Doraemon dari Sudut Pandang Ikonografi dan Semiotika” oleh Toto Mujio Mukmin. Penelitian ini berupaya menunjukkan proses tanda dan nilai-nilai yang dikemas dalam komik (manga) Doraemon. Kelima, penelitian yang berjudul “Komik Panji Koming Pada Masa Reformasi Tahun 1998” oleh Kurnia Setiawan. Penelitian tersebut merupakan sebuah kajian terhadap komik kartun karya Dwi Hartono. Penelitian tersebut mengungkap makna tanda-tanda atau simbol-simbol yang terselip pada komik Panji Koming sehingga dapat diperoleh signifikansi cerita komik tersebut dengan
12
reformasi yang dulu pernah terjadi di Indonesia. Melalui penelitian itu pula dapat diketahui pandangan-pandangan kartunis dalam mencermati peristiwa sosial politik Indonesia pada waktu tersebut. Keenam, penelitian berjudul “Makna Sajak-sajak “Tembang” Karya D. Zawawi Imron Dalam Kajian Semiotika” oleh Rina Ratih Sri Sudaryani. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh makna tujuh sajak yang memiliki unsur kata “tembang” pada judul-judulnya yang terdapat dalam 11 buku kumpulan sajak Imron yang sudah terbit. Dari ketujuh sajak tersebut diperoleh inti-inti maknanya yaitu cinta, hidup bahagia, hati kesepian, perjuangan, dan lainnya. Ketujuh, penelitian yang dilakukan oleh Febriani Elfida Trihtarani yang berjudul “Signifikansi Puisi ‘Jindallaekkot’ ( 진 달 래 꽃 ), ‘Haega Sanmarue Jeomureodo’ (해가 산마루에 전무러도), dan ‘Mot Ijeo’ (못 잊어) Karya Kim Soweol” yang menggunakan
kajian Semiotika Rifaterre. Penelitian ini berupaya
untuk menemukan struktur makna tiga puisi karya Kim Seo Weol yang bertemakan tentang kesedihan cinta melalui pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik berupa pencarian matriks, model, varian, dan diagram. Penelitian ini membantu penulis dalam memaknai puisi, karena adanya kesamaan salah satu puisi sampel yang temanya adalah kesedihan cinta. Berdasarkan peninjauan terhadap penelitian-penelitian sebelumnya, objek kajian formal maupun material dalam penelitian ini cukup berbeda dan diharapkan mampu memberikan pembaharuan ataupun partisipasi dalam rangka apresiasi puisi, khususnya puisi rupa yang masih jarang dilakukan pembahasan.
13
1.6
Landasan Teori Karya sastra adalah artefak, adalah benda mati, baru mempunyai makna
dan menjadi objek estetik bila diberi arti oleh pembaca sebagaimana sebuah artefak peninggalan manusia purba yang akan mempunyai arti bila ditemukan dan diberi makna oleh arkeolog (Pradopo, 1995:106). Pemberian makna dalam sastra salah satunya disebut sebagai konkretisasi sastra. Dengan konkretisasi itu, makna sastra yang sebelumnya tidak tampak dikonkretkan (diwujudkan) agar dapat dipahami. Sebagai salah satu bentuk karya sastra, puisi dibangun oleh dua unsur pokok yaitu struktur fisik dan dan struktur batin (Waluyo, 1987: 4). Kedua struktur di atas merupakan kesatuan yang salin menjalin secara fungsional. Struktur yang pertama adalah struktur fisik. Struktur fisik merupakan struktur yang bersifat kebahasaan, di antaranya adalah tipografi, diksi, imaji atau citraan, kata konkret, bahasa figurative, dan versifikasi (rima, ritme, metrum). Bahasa sebagai medium karya sastra merupakan sistem semiotik atau sistem ketandaan yang mempunyai arti (Pradopo, 2010: 121). Semiotika berasal dari kata ‘semeion’ yang dalam bahasa Yunani berarti tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda (Zoest, 1993: 1). Struktur yang kedua adalah struktur batin atau struktur makna berupa pikiran dan perasaan yang diungkapkan penyair. Struktur batin tersebut terwujud melalui tema, rasa (feeling), tone (nada), dan amanat. Sebagai salah satu
14
pembentuk struktur batin atau makna, tema tentunya mempunyai peran penting dalam sastra (puisi). Teeuw (dalam Pradopo, 1995: 10) juga menyatakan bahwa di antara tiga konvensi dasar, tema merupakan salah satu konvensi puisi liris yang menyumbangkan efek puitis (sebagai makna). Tiga konvensi dasar tersebut adalah: a) sajak sebagai karya rekaan, ada “jarak” antara situasi si aku penulis dengan situasi dalam sajaknya rekaan. Pembaca membina dunia sendiri berdasarkan jarak dan deiktik dalam sajak (kata ruang ‘di sini, di sana, dan lainnya atau kata waktu ‘sekarang, esok’), b) Sajak adalah keseluruhan atau kesatuan yang organik, pertautan yang erat, dan c) tema dan perwujudan sebagai konvensi makna yang berhubungan dan konvensi ini berkaitan dengan konvensi sebelumnya (Teeuw dalam Pradopo, 1995:109-111). Tema adalah gagasan pokok (subject-matter) yang dikemukakan oleh penyair melalui puisinya (Waluyo, 2003: 17). Senada dengan pernyataan tersebut, Keraf juga menyatakan bahwa tema ialah suatu amanat utama yang disampaikan penulis melalui karangannya (Keraf, 2002: 107).Terdapat beragam pengertian lainnya mengenai tema yang dikemukakan oleh para
ahli, akan tetapi dari semua
pendapat yang ada dapat diambil kesimpulan bahwa tema adalah persoalan atau pokok pembicaraan yang mendasari suatu karya. Tema mengacu pada penyair. Penyair mempunyai maksud tertentu melalui baris, bait, diksi, tipografi, dan lain-lainnya yang disusun sedemikian rupa. Pembaca sedikit banyak dituntut untuk mengetahui latar belakang penyair agar tidak salah menafsirkan puisi tersebut. Oleh karena itu, tema bersifat khusus
15
(diacu dari penyair), obyektif (mayoritas pembaca mempunyai penafsiran yang sama), dan lugas (Waluyo, 2003:17). Tema menjadi elemen penyatu terakhir keseluruhan cerita. Dalam penelitian ini, tema yang mendasari dipilihnya empat puisi sampel yang dikaji adalah tema yang berkaitan dengan (perasaan) cinta. Menurut penggolongan jenis tema yang dikemukakan oleh Shipley (dalam Sayuti, 2000:197), tema cinta termasuk dalam tema jasmaniah, yaitu tema yang berkaitan dengan keadaan jasmani manusia. Tema jenis ini mempunyai fokus manusia sebagai molekul, zat, dan jasad. Misalnya tentang perasaan cinta, malu, dan sebagainya. Tema cinta kasih, terutama tentang cinta antara pria dan wanita tidak berkutat mengenai hal yang cinta-cintaan, senang, atau bahagia saja, akan tetapi juga hal lain yang berkaitan dengannya meliputi kesedihan cinta, putus cinta, dan lain sebagainya (Waluyo,
2003:24).
Berdasarkan
hal
tersebut,
disamping
memperoleh
makna-makna yang terkandung dalam puisi beserta ilustrasi kartunnya, dalam penelitian ini secara tidak langsung juga dapat menangkap bentuk-bentuk tema cinta pada masing-masing puisi sampel. Berbeda dengan prosa, penyampaian maksud, tema atau gagasan pokok dalam puisi lebih dipadatkan dan terkonsentrasi. Semua yang ditampilkan penyair mempunyai makna. Bahkan karena yang digunakan adalah kata-kata yang dipadatkan, maka semua yang diungkapkan oleh penyair mempunyai makna. Salah satu ciri pemadatan tersebut adalah adanya ketidaklangsungan ekspresi dalam puisi. Ketidaklangsungan ekspresi merupakan salah satu konvensi yang
16
penting dalam karya sastra dan perlu untuk diteliti ketika melakukan penelitian atau pendekatan secara semiotik (Pradopo, 1995: 123-124). Ketidaklangsungan ekspresi dalam puisi berarti mengungkapkan suatu hal dengan hal yang lain. Ketidakberlangsungan tersebut disebabkan oleh tiga hal, yaitu penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorsing of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning) (Rifattere, 1978:2). Penggantian arti (displacing of meaning) disebabkan oleh penggunaan metafora dan metomini dalam karya sastra (Rifaterre, 1978:2). Metafora dan metomini adalah bahasa kiasan pada umumnya seperti simile (perbandingan), personifikasi, sinekdoki, perbandingan epos, dan alegori (Pradopo, 1995:124). Penyimpangan arti (distorsing of meaning) disebabkan oleh ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense (Rifaterre, 1978:2). Ambiguitas disebabkan oleh penggunaan kata-kata, frase, kalimat, atau wacana yang bersifat ambigu atau bermakna lebih dari satu (polyinterpretable) (Pradopo, 1994:230). Hal tersebut dikarenakan sifat ambigu tersebut suatu pemaknaan dapat ditafsirkan secara bermacam-macam tergantung dari konteksnya. Penciptaan arti (creating of meaning) disebabkan oleh pengorganisasian ruang teks, di antaranya enjambement, sajak, tipografi, dan homologue (Rifaterre dalam Pradopo, 1994:232-233). Enjambement merupakan perloncatan baris dalam sajak, membuat intensitas arti atau perhatian pada kata akhir. Sajak menimbulkan intensitas arti dan makna liris, pencurahan perasaan pada sajak yang berpola sajak tersebut. Tipografi adalah tata huruf. Homologue adalah persejajaran bentuk atau persejajaran baris.
17
Memaknai sajak merupakan tahap pertama yang dilakukan untuk memaknai puisi kartun dalam penelitian ini. Kemudian, tahap selanjutnya adalah memaknai ilustrasi kartun pada tiap sajak yang diacunya. Kartun merupakan salah satu karya di bidang seni rupa yang termasuk dalam kategori ilustrasi cerita. Secara Etimologi kata ilustrasi (illustration) berasal dari bahasa Latin, illustrare yang artinya menjelaskan atau menerangkan sesuatu. Kartun berfungsi sebagai representatif cerita atau pokok acuannya. Kartun sebagai ilustrasi puisi memang memiliki peran untuk menunjang interpretasi tertentu sekaligus mengonkretkan secara visual-imajiner isi, pesan, dan kesan terhadap puisi. Akan tetapi, ada kalanya ilustrasi itu dibentuk sebagai pengganti ekspresi di luar konteks verbal sekaligus sebagai daya ungkap estetik-ikonik penyairnya. Dilihat dari fungsinya, kartun sebagai ilustrasi dalam puisi juga merupakan tanda (representamen) karena mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu (Pierce via Tinarbuko, 2009: 12). Ilustrasi dalam antologi puisi kartun tersebut perlu ditelaah untuk mengetahui kepaduannya dalam mendukung totalitas puisi. Hal tersebut dikarenakan selain berfungsi sebagai ilustrasi,
gambar
kartun
yang
diciptakan
juga
berfungsi
sebagai
ketidaklangsungan ekspresi dalam sajak. Ada kesinambungan antara gambar kartun dengan sajak yang diacunya. Salah satu pendekatan Pierce adalah pengelompokkan tanda berdasarkan sifat penghubungan tanda dengan denotatum (unsur kenyataan tanda) atau lebih singkatnya yaitu antara tanda dengan denotatumnya (Zoest, 1993: 22-24) . Dari
18
pengelompokkan tersebut diperoleh hasil bahwa tanda terdiri atas tiga macam, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Tanda ikonis adalah tanda yang sedemikian rupa dijadikan sebagai representasi atau mewakili sesuati yang lain dan yang mungkin menjadi acuannya itu mempunyai sesuatu yang sama. Tanda indeks tergantung pada eksistensi denotatumnya. Jadi, indeksikalitas juga mengimplikasikan ikonisitas dengan cara tertentu. Simbolisme adalah hasil dari kesepakatan historis dan sosial, persetujuan atau fakta. Dengan kata lain, simbol merupakan hasil kesepakatan atau pandangan umum. Berikut ini adalah tabel rangkuman mengenai hubungan antara tanda dan sumber acuannya beserta contoh (Danesi, 2004:34). Tanda Ikon
Indeks
Simbol
1.7
Hubungan antara tanda dan sumber acuan
Contoh
Tanda dirancang untuk merepresentasikan sumber acuan melalui simulasi karena adanya kemiripan atau persamaan Tanda dirancang untuk mengindikasikan sumber acuan atau hubungan sebab-akibat
Peta Indonesia sebagai ikon wilayah negara Indonesia, emotikon senyum sebagai ikon ekspresi senang atau gembira. Asap sebagai tanda bukti bekas pembakaran, jejak telapak kaki manusia menandakan ada orang yang melewati tempat itu.
Tanda dirancang untuk menyandikan sumber acuan melalui konvensi, kesepakatan, atau peraturan tertentu.
simbol tambah (+), papan bergambar huruf ‘P’ dicoret merah sebagai lambang dilarang parkir, warna hitam lambang kegelapan, sedih, dan lain-lain
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian terdiri atas metode pengumpulan
data dan metode analisis data.
19
1.7.1
Metode Pengumpulan Data
Objek kajian dalam penelitian ini adalah puisi-puisi kartun yang terdapat dalam antologi puisi kartun atau poemtoon ( 포 엠
툰 ) Dangshinege Cheot
Beonjjae Kkocheul Geonneyo (당신에게 첫 번째 꽃을 건네요) karya Jeong Heon Jae. Untuk pemilihan populasinya adalah keseluruhan puisi, yaitu sejumlah 60 buah yang tiap judul puisi atau tiap-tiap sajaknya disertai ilustrasi kartun. Penulis melakukan pembacaan beserta pemaknaan pada seluruh puisi tersebut sehingga maksud, tema, atau isi puisi masing-masing dapat diketahui. Tahapan berikutnya adalah pemilihan sampel yang dipilih berdasarkan kesatuan tema yaitu tema yang berkaitan tentang cinta. Kemudian, kriteria pemilihan sampel yang kedua adalah puisi yang mengandung kata indeksikal (keterangan kata penunjuk). Kata indeksikal contohnya adalah “seperti ini, seperti itu, ini, itu,” dan sejenisnya yang secara langsung dalam puisi ini berfungsi untuk mengarahkan atau menuntun pembaca agar juga mengamati gambar ilustrasi disamping unsur teksnya (sajak) karena adanya ketidaklangsungan ekspresi puisi di luar konvensi sastra (berupa gambar kartun yang tergolong dalam konteks seni rupa). Dari kriteria tersebut terpilih empat buah puisi, yaitu ‘Ireoni’ ( 이 러 니 ) - ‘Begini’, ‘Muldeulgi’ ( 물 들 기 ) - ‘Berpadu’, ‘Nae Deung Dwie San’ ( 내 등 뒤 에 산 ) ‘Gunung Di Balik Punggungku’, dan ‘Sarangi Bunmyeonghande Mariya’ (사랑 이 분명한데 마리야) – ‘Cinta Itu Jelas’.
20
1.7.2 Penelitian
Metode Analisis Data ini
melalui
beberapa
tahapan
yang
dilakukan
untuk
memudahkan proses penyajian data. Tahapan tersebut di antaranya adalah: 1. Pembacaan dan pemaknaan (sekilas) pada seluruh puisi. 2. Pembacaan berulang terhadap data sampel. 3. Menerjemahkan puisi-puisi sampel dengan bantuan kamus cetak, kamus off line, dan konsultasi. 4. Memaknai puisi. 5. Memaknai gambar ilustrasi kartun. 6. Menyimpulkan makna dan relasi yang terjalin antara puisi dengan ilustrasi kartunnya secara keseluruhan. 7. Membuat laporan penelitian. 8. Menyajikan laporan penelitian.
1.8
Sistematika Penulisan Laporan penelitian ini disusun menjadi empat bab. Bab I merupakan
pendahuluan yang meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berisi analisis makna empat puisi dalam antologi puisi kartun Dangshinege Cheot Beonjjae Kkocheul Geonneyo (당신에게 첫 번째 꽃을 건 네요) .
21
Bab III berisi tentang analisis hubungan makna ilustrasi kartun dengan makna empat puisinya dalam antologi puisi kartun Dangshinege Cheot Beonjjae Kkocheul Geonneyo (당신에게 첫 번째 꽃을 건네요. Bab IV merupakan penutup yang berisi simpulan dan saran.