BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem ekonomi pangan yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem. Subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi dari ketiga subsistem tersebut (Suryana, 2004).
Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara ekspor dan impor pangan. Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya, serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu (Suryana, 2004).
Subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksesibilitas secara fisik dan ekonomi atas pangan secara merata. Sistem distribusi bukan semata-mata mencakup aspek fisik dalam arti pangan yang tersedia di semua lokasi yang membutuhkan, tetapi juga menyangkut keterjangkauan ekonomi yang tercermin dari harga dan daya beli masyarakat. Surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan bagi individu masyarakatnya. Sistem distribusi ini
Universitas Sumatera Utara
perlu dikelola secara optimal dan tidak bertentangan dengan mekanisme pasar global, agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan akses pangan bagi seluruh penduduk (Suryana, 2004).
Subsistem
konsumsi
menyangkut
upaya
peningkatan
pengetahuan
dan
kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan asupan zat pangan dan gizi yang cukup dan berimbang sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Dalam subsistem konsumsi terdapat aspek penting lain yaitu aspek diversifikasi. Diversifikasi pangan merupakan suatu cara untuk memperoleh keragaman konsumsi zat gizi, sekaligus melepaskan ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertentu yaitu beras. Ketergantungan yang tinggi tersebut dapat memicu instabilitas manakala pasokannya terganggu. Sebaliknya agar masyarakat menyukai pangan alternatif perlu ditingkatkan cita rasa, penampilan dan kepraktisan pengolahannya agar dapat bersaing dengan produk yang telah ada, dalam kaitan ini teknologi pengolahan sangat penting (Suryana, 2004).
Implementasi dari ketiga komponen pokok tersebut adalah dengan memanfaatkan sebesar-besarnya potensi sumber daya alam/lokal yang beragam yang dimiliki untuk meningkatkan dan memantapkan ketersediaan bahan pangan sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat; mengembangkan kemitraan dalam pemasaran produksi pangan baik lokal maupun antar daerah sehingga menjamin pemerataan pasokan; mengupayakan jaminan bagi masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan
Universitas Sumatera Utara
untuk mampu mengakses pangan yang bersifat pokok; dan mendorong masyarakat untuk mau dan mampu mengkonsumsi pangan secara Beragam, Bergizi dan Berimbang (3B) melalui peningkatan cita rasa, ragam dan mutu pangan (Badan Ketahanan Pangan, 2008).
Ketersediaan pangan merupakan kondisi pangan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang (bierarchial systems) mulai dari nasional, provinsi (regional), lokal (kabupaten/kota), dan rumah tangga. Ketersediaan pangan dapat diukur pada tingkat makro (nasional, provinsi, kabupaten/kota) maupun mikro (rumah tangga). Ketersediaan pangan suatu daerah dipengaruhi oleh faktor jumlah penduduk dan pola konsumsi pangannya. Jumlah penduduk dan pola konsumsinya menentukan jumlah dan kualitas pangan yang dibutuhkan atau yang perlu disediakan. Pertumbuhan jumlah penduduk yang kian meningkat menyebabkan jumlah pangan yang harus disediakan semakin banyak untuk memenuhi kebutuhan akan pangan tersebut.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk di Provinsi Sumatera Utara dimana pertumbuhannya mencapai 1,9% per tahun selama 5 (lima) tahun terakhir maka peningkatan kebutuhan bahan pangan pokok merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Pada saat ini penambahan jumlah penduduk yang bersinergi dengan penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan menjadi pemukiman penduduk secara nyata telah menimbulkan ancaman penurunan produksi pangan. Untuk melihat perkembangan produksi bahan pangan strategis yang mendukung
Universitas Sumatera Utara
ketersediaan pangan di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini : Tabel 1. Produksi Pangan Penting/Strategis Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2011 No I
Uraian
2006
2007
2008
2009
2010
2011
1.952.447
1.703.390
1.849.621
1.892.075
1.964.985
2.247.536
2.110.053
1,35
735.456
682.042
804.850
1.098.969
1.166.550
1.625.238
1.327.768
13,42
Pangan Nabati 1. Beras 2. Jagung 3. Kedelai
15.793
7.042
4.345
11.648
14.206
9.438
14.049
-1,84
4. Ubi Jalar
115.728
102.712
117.641
114.188
140.140
179.389
191.104
10,86
5. Ubi Kayu
509.796
452.452
438.571
736.773
1.007.284
905.392
1.091.711
19.02
6. Kacang Tanah
21.042
20.119
20.332
19.315
16.773
16.440
11.094
-7,88
7. Cabai Merah
93.170
84.293
112.843
95.034
97.885
154.694
197.783
18,71
8. Bawang Merah
9.222
7.120
11.005
24.808
25.552
9.413
12.449
5,83
9. Minyak Goreng
1.949.036
1.976.026
2.115.244
2.115.244
2.157.548
2.186.044
2.281.020
2,84
47.000
71.000
38.000
45.559
63.674
141.830
144.622
34,62
115.533,35
127.489
126.065
121.962,31
13.633,07
14.256,10
16.351,61
-14,31
51.654,69
53.979,15
48.248,73
-3,3
10. Gula Pasir II
Pertb (%)
2005
Pangan Hewani 11. Daging Sapi 12. Daging Ayam 13. Telur 14. Ikan
82.417,37
83.685
104.004
87.005,84
72.489,59
74.301,83
106.905,20
4,95
406.553
421.297
526.464
558.953,96
457.318
118.942,80
121.098
-11,7
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2012 Dari tabel di atas dapat dilihat perkembangan produksi pangan strategis yaitu produksi beras selama 7 (tujuh) tahun terakhir meningkat 1,35% per tahun dimana pada tahun 2005 produksi beras mencapai 1.952.447 ton dan tahun 2011 sebesar 2.110.531 ton. Produksi jagung meningkat 13,42% per tahun dimana pada tahun 2005 mencapai 735.456 ton dan tahun 2011 sebesar 1.327.768 ton. Sedangkan untuk produksi kedelai mengalami penurunan 1,84% per tahun dimana pada tahun 2005 mencapai 15.793 ton dan tahun 2011 sebesar 14.049 ton.
Produksi komoditas palawija ubi jalar produksi selama 7 (tujuh) tahun terakhir meningkat 10,86% per tahun dimana pada tahun 2005 mencapai 115.728 ton dan tahun 2011 sebesar 191.104 ton, demikian juga komoditas ubi kayu produksi
Universitas Sumatera Utara
mengalami peningkatan 19,02% per tahun dimana pada tahun 2005 mencapai 509.796 ton dan tahun 2011 sebesar 1.091.711 ton, sementara kacang tanah produksi mengalami penurunan 7,88% per tahun dimana pada tahun 2005 mencapai 21.042 ton dan tahun 2011 sebesar 11.094 ton.
Perkembangan produksi komoditas hortikultura terutama cabai merah dan bawang merah selama 7 (tujuh) tahun terakhir mengalami peningkatan, dimana cabai merah produksi mengalami kenaikan 18,71% yaitu tahun 2005 sebesar 93.170 ton naik menjadi 197.783 ton pada tahun 2011 dan produksi bawang merah meningkat 5,83% yaitu tahun 2005 sebesar 9.222 ton naik menjadi 12.449 ton pada tahun 2011.
Untuk produksi minyak goreng mengalami peningkatan 2,84% yaitu tahun 2005 sebesar 1.949.036 ton naik menjadi 2.281.020 ton pada tahun 2011 dan gula pasir mengalami peningkatan 34,62% yaitu produksi tahun 2005 sebesar 47.000 ton naik menjadi 144.622% pada tahun 2011.
Untuk pangan hewani perkembangannya cukup berfluktuasi, dimana produksi daging sapi mengalami penurunan 14,31% yaitu dari 115.533,35 ton pada tahun 2005 turun menjadi 16.351,61 ton pada tahun 2011. Produksi daging ayam dari tahun 2009 – 2011 turun 3,3% yaitu dari 51.654,69 ton pada tahun 2009 turun menjadi 48.248,73 ton pada tahun 2011.
Untuk produksi telur mengalami
peningkatan 4,95% yaitu dari 82.417,37 ton pada tahun 2005 naik menjadi 106.905,20 ton pada tahun 2011. Untuk produksi ikan mengalami penurunan 11,70% yaitu dari 406.553 ton pada tahun 2005 turun menjadi 121.098 ton pada tahun 2011 (Badan Ketahanan Pangan, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Adapun pola konsumsi pangan di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Pola Konsumsi Pangan Strategis Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002, 2005, 2008, 2009, dan 2010 No I
II
2002 (Kg/kap/th)
2005 (Kg/kap/th)
2008 (Kg/kap/th)
2009 (Kg/kap/th)
2010 (Kg/kap/th)
1. Beras
119.2
117.40
114.07
108.7
108.33
2. Jagung
0.3
0.60
0.23
0.1
0.13
3. Kedelai
3.3
2.90
4.62
2.90
3.06
4. Ubi Jalar
3.4
1.90
1.31
0.79
1.28
5. Ubi Kayu
15.8
19.40
8.62
7.49
7.61
6. Kacang Tanah
0.5
0.50
0.45
0.40
0.59
7. Cabai Merah
5.2
4.70
5,56
5.71
5.93
8. Bawang Merah
2.49
2.31
2.41
2.53
2.60
9. Minyak Goreng
5.3
4.60
6.80
7.19
7.14
10. Gula Pasir
10.4
9.40
10.08
9.31
9.51
11. Daging Sapi
1.2
1.60
1.41
0.89
1.07
12. Daging Ayam
1.6
2.10
2.78
1.94
2.27
13. Telur
1.4
2.72
3.62
3.77
3.83
14. Ikan
28.1
29.90
26.99
25.46
26.07
Pangan Pangan Nabati
Pangan Hewani
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2012 Dari tabel di atas dapat dilihat perkembangan pola konsumsi pangan strategis yaitu pola konsumsi beras pada tahun 2002 sebesar 119,2 kg/kap/th dan pada tahun 2010 turun menjadi 108,33 kg/kap/th. Pola konsumsi jagung pada tahun 2002 sebesar 0,3 kg/kap/th dan pada tahun 2010 turun menjadi 0,13 kg/kap/th. Sedangkan pola konsumsi kedelai pada tahun 2002 sebesar 3,3 kg/kap/th dan pada tahun 2010 turun menjadi 3,06 kg/kap/th.
Pola konsumsi ubi jalar pada tahun 2002 sebesar 3,4 kg/kap/th dan pada tahun 2010 turun menjadi 1,28 kg/kap/th. Pola konsumsi ubi kayu pada tahun 2002 sebesar 15,8 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 17,61 kg/kap/th. Pola
Universitas Sumatera Utara
konsumsi kacang tanah pada tahun 2002 sebesar 0,5 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 0,59 kg/kap/th.
Pola konsumsi cabai merah pada tahun 2002 sebesar 5,2 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 5,93 kg/kap/th. Pola konsumsi bawang merah pada tahun 2002 sebesar 2,49 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 2,82 kg/kap/th. Pola konsumsi minyak goreng pada tahun 2002 sebesar 5,3 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 7,14 kg/kap/th. Pola konsumsi gula pasir pada tahun 2002 sebesar 10,4 kg/kap/th dan pada tahun 2010 turun menjadi 9,51 kg/kap/th.
Pola konsumsi daging sapi pada tahun 2002 sebesar 1,2 kg/kap/th dan pada tahun 2010 turun menjadi 1,07 kg/kap/th. Pola konsumsi daging ayam pada tahun 2002 sebesar 1,6 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 2,27 kg/kap/th. Pola konsumsi telur pada tahun 2002 sebesar 1,4 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 8,9 kg/kap/th. Pola konsumsi ikan pada tahun 2002 sebesar 28,1 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 28,37 kg/kap/th. Berfluktuasinya pola konsumsi suatu pangan dari tahun ke tahun dipengaruhi oleh banyaknya keragaman/jenis pangan yang dikonsumsi (diversifikasi pangan) oleh masyarakat (Badan Ketahanan Pangan, 2012).
Aksesibilitas pangan merupakan kemampuan rumah tangga dalam memperoleh sejumlah pangan yang dibutuhkan. Perlunya faktor aksesibilitas pangan untuk mendapat perhatian dalam penyusun kebijakan penanggulangan kerawanan pangan dan gizi. Kebijakan dalam peningkatan aksesibilitas pangan belum tentu berkaitan dengan upaya peningkatan produksi pangan dan pendapatan rumah tangga, bisa juga dalam usaha yang mendukung perbaikan pangan tersebut seperti
Universitas Sumatera Utara
sarana transportasi dan pengaturan pada sistem pemasaran yang efisien dan adil (Tulung dkk., 2011).
Sejumlah studi menunjukkan walaupun ketersediaan pangan di tingkat nasional mencukupi, tapi tidak selalu menjamin ketahanan pangan di tingkat wilayah, rumah tangga, dan individu. Persoalan ini bukan hanya berhubungan dengan ketersediaan pangan yang tidak mencukupi kebutuhan, tapi juga karena keterbatasan akses terhadap pangan (Galih dan Wibowo, 2012).
Aksesibilitas yang terbatas akan berakibat pada kesulitan untuk mencukupi pangan yang bermutu dan bergizi, sehingga akan menghambat kesinambungan ketahanan pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan juga harus menekankan status gizi yang baik. Selain itu, ketahanan pangan lokal juga harus dikembangkan dan diselaraskan dengan perkembangan modernisasi agar lebih mudah pencapaiannya (Galih dan Wibowo, 2012).
Ketahanan pangan diindikasikan oleh terpenuhinya pangan bagi rumah tangga secara kualitas maupun kuantitas, aman, merata dan terjangkau. Pentingnya ketersediaan pangan di suatu wilayah dan akses masyarakat dalam memperoleh pangan tersebut guna mencapai ketahanan pangan membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai akses dan ketersediaan pangan di Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana akses pangan masyarakat di daerah penelitian selama 5 tahun (2008-2012)? 2. Bagaimana tingkat ketersediaan pangan pada tahun 2011 di daerah penelitian? 3. Bagaimana tingkat ketahanan pangan pada tahun 2011 di daerah penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis akses pangan masyarakat di daerah penelitian selama 5 tahun (2008-2012). 2. Untuk menganalisis tingkat ketersediaan pangan pada tahun 2011 di daerah penelitian. 3. Untuk menganalisis tingkat ketahanan pangan pada tahun 2011 di daerah penelitian.
1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi bagi setiap kalangan untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai akses dan ketersediaan pangan di Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dan lembaga lainnya dalam pengambilan kebijakan mengenai akses dan ketersediaan pangan di Provinsi Sumatera Utara. 3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik dari pihak akademis maupun non-akademis.
Universitas Sumatera Utara