BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup
berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan lainnya untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan. Proses pembangunan memiliki tiga tujuan inti yaitu: peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok, peningkatan standar hidup (pendapatan, penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan) dan perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial (Todaro dan Smith, 2006). Oleh karena itu strategi pembangunan didasarkan pada pembangunan yang dapat menciptakan struktur perekonomian yang kuat dan mampu menghadapi tantangan di masa mendatang. Salah satu tujuan kebijakan pembangunan ekonomi adalah untuk pencapaian target pertumbuhan ekonomi dengan pemanfaatan potensi dan sumberdaya yang ada. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa yang dapat diukur melalui Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat daerah baik provinsi, kabupaten maupun kota. Arsyad (1999) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Gross Domestic Product (GDP) atau Gross National Product (GNP) tanpa memandang apakah kenaikan
2
itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi dan juga diyakini akan merata ke lapisan bawah (trickkle down effect) dari output yang dihasilkan oleh suatu daerah. Selain pertumbuhan ekonomi, ukuran keberhasilan lain dari pembangunan dapat dilihat dari struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah serta antar sektor. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses pengelolaan potensi sumberdaya manusia maupun sumberdaya fisik yang ada di suatu daerah dengan menjalin kemitraan antar pelaku-pelaku pembangunan dengan tujuan untuk menciptakan suatu lapangan kerja, meningkatan kualitas masyarakat, merangsang pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan pemerataan ekonomi yang optimal serta meningkatan tarif hidup masyarakat (Arsyad, 1999). Pada akhirnya, tercapainya pembangunan ekonomi daerah yang merata dapat menunjang keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Penyediaan lapangan kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang stabilitas ekonomi dan sosial yang sehat dan dinamis. Oleh sebab itu diperlukan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada potensi
3
sumberdaya manusia, kelembagaan serta sumberdaya fisik dalam upaya penyediaan lapangan kerja baru dan mendorong peningkatan kegiatan ekonomi. Keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dicapai dengan memiliki perencanaan pembangunan ekonomi yang baik. Menurut Arsyad (1999) perencanaan pembangunan ekonomi daerah dapat dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya yang tersedia. Perencanaan pembangunan dapat dilakukan dengan mengetahui peranan sektor-sektor pembangunan. Oleh karena itu perlu diteliti sektor unggulan yang diharapkan dapat menggerakkan sektor-sektor lainnya. Seiring
pelaksanaan
otonomi
daerah
yang
ditandai
dengan
diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 juncto UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 juncto UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, maka terjadi perubahan sistem pemerintahan dari sistem pemerintahan yang bersifat terpusat menjadi desentralisasi. Daerah kabupaten dan kota sebagai daerah otonom diberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab secara proporsional sesuai dengan kondisi, potensi dan keanekaragaman wilayahnya, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah telah mendapat kewenangan lebih besar untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Kota Dumai merupakan salah satu kabupaten/kota di Provinsi Riau yang terbentuk karena adanya UU mengenai otonomi daerah. Dari Tabel 1 terdapat
4
tujuh kabupaten/kota baru hasil pemekaran. Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kabupaten termuda di Provinsi Riau karena terbentuk pada tahun 2009 berdasarkan UU No.12 Tahun 2009, sedangkan enam kabupaten/kota baru lainnya terbentuk pada tahun 1999. Tabel 1. Kabupaten/kota hasil pemekaran menurut asal kabupaten induk di Provinsi Riau Kabupaten Induk 1. Kabupaten Indragiri Hulu
Kabupaten/Kota Pemekaran 1. Kabupaten Indragiri Hulu 2. Kabupaten Kuantan Singingi
2. Kabupaten Kampar
1. Kabupaten Kampar 2. Kabupaten Rokan Hulu 3. Kabupaten Pelalawan
3. Kabupaten Bengkalis
1. Kabupaten Bengkalis 2. Kabupaten Siak 3. Kabupaten Rokan Hilir 4. Kota Dumai 5. Kabupten Kepulauan Meranti
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011
Kota Dumai merupakan daerah yang berada di pesisir timur Provinsi Riau. Dumai merupakan daerah hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis yang diresmikan sebagai Kota pada tanggal 20 April 1999 dengan UU No.16 Tahun 1999 dimana status Kota Dumai adalah kota administratif. Pada awal pembentukan wilayah administrasi, Kota Dumai memiliki 3 wilayah kecamatan, 13 kelurahan dan 9 desa. Kota Dumai memiliki luas wilayah 1.727,385 km2 dan merupakan kota terluas di Indonesia dengan jumlah penduduk pada awal terbentuk hanya sebanyak 15.699 jiwa dan tingkat kepadatan 83,85 jiwa/km2.
5
Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. PDRB sebagai ukuran produktivitas mencerminkan seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah pada satu tahun. Dengan menganalisa struktur dan perkembangan PDRB suatu daerah dari tahun ke tahun dapat diketahui sektor yang menjadi potensi di suatu wilayah. Tabel 2.
PDRB atas dasar harga konstan (ADHK), jumlah penduduk dan PDRB per kapita menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2010
Kabupaten/Kota Kabupaten Kuansing Kabupaten Indragiri Hulu Kabupaten Indragiri Hilir Kabupaten Pelalawan Kabupaten Siak Kabupaten Kampar Kabupaten Rokan Hulu Kabupaten Bengkalis Kabupaten Rokan Hilir Kabupaten Kepulauan Meranti Kota Pekanbaru Kota Dumai Provinsi Riau
PDRB (Juta Rupiah)*
Jumlah Penduduk (Orang)**
PDRB Per Kapita (Rp)
3.110.873,14 4.029.902,37 6.721.930,59 3.115.413,54 3.813.903,94 4.661.065,93 2.561.909,73 3.419.687,00 4.115.430,35
292.116 363.442 661.779 301.829 376.742 688.204 474.843 498.336 553.216
10.649.444,53 11.088.158,15 10.157.364,60 10.321.783,34 10.123.384,01 6.772.796,91 5.395.277,45 6.862.211,43 7.439.102,17
176.290 897.767 253.803 5.538.367
8.049.619,03 10.078.260,23 8.221.242,14 8.782.701,69
1.419.067,34 9.047.929,45 2.086.575,92 48.641.825,21
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2011 (diolah) *) Angka sangat sementara **) Hasil Sensus Penduduk 2010
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2010, Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kabupaten dengan nilai PDRB terendah di Provinsi Riau berdasarkan PDRB ADHK tanpa migas yaitu sebesar 1,41 triliun rupiah. Hal ini dikarenakan kondisi Kabupaten Kepulauan Meranti yang baru terbentuk pada
6
tahun 2009. Kota Dumai berada di posisi kedua terendah dari 12 kabupaten/kota se-Provinsi Riau dengan nilai PDRB ADHK tanpa migas sebesar 2,08 triliun rupiah. Dengan klasifikasi daerah sebagai kota, peran Kota Dumai dalam pembentukan
PDRB
ADHK
Provinsi Riau
sangat
kecil
dibandingkan
kabupaten/kota lain. PDRB per kapita Kota Dumai terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. PDRB per kapita Kota Dumai tahun 2008 sebesar Rp. 7.441.544, tahun 2009 sebesar Rp. 7.803.697 dan pada tahun 2010 PDRB per kapita Kota Dumai meningkat sebesar Rp. 8.221.242. PDRB per kapita Kota Dumai 2010 lebih rendah dibandingkan PDRB per kapita Provinsi Riau (Tabel 2) dimana PDRB per kapita Provinsi Riau pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 8.782.701. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi Kota Dumai pada tahun 2010 adalah sebesar 8,60 persen. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau yaitu sebesar 7,16 persen pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan sektor-sektor ekonomi terus memacu aktivitas perekonomian. Selama periode 2000-2010, struktur perekonomian Kota Dumai tanpa migas didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan serta sektor bangunan dengan besaran masing-masing 23,84 persen; 18,77 persen; 16,99 persen (Gambar 1). Jika migas disertakan dalam struktur ekonomi maka sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor bangunan merupakan pemberi kontribusi besar dalam pembentukan PDRB Kota Dumai tahun 2000-2010. Peran sektor industri pengolahan yang besar ini
7
terkait dengan keberadaan industri pengilangan minyak bumi yang ada di Kota Dumai dimana Kota Dumai merupakan daerah utama dalam pengilangan minyak bumi di Provinsi Riau. Selain itu di Kota Dumai terdapat beberapa kawasan industri yang berorintasi pada pengolahan kelapa sawit maupun CPO (Crude Palm Oil).
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2001-2011 (diolah)
Gambar 1.
Struktur perekonomian Kota Dumai berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2000-2010
Sesuai dengan uraian yang telah dijelasakan di atas, maka penelitian mengenai sektor unggulan di Kota Dumai perlu dilakukan. Struktur perekonomian Kota Dumai yang didominasi oleh migas, memiliki keterbatasan dalam jangka panjang mengingat bahwa migas merupakan sumberdaya alam yang tidak terperbaharui. Oleh karena itu, sektor unggulan tanpa migas diharapkan dapat diikutsertakan dalam penyusunan strategi dan perencanaan pembangunan wilayah yang lebih terarah dalam pencapaian jangka panjang.
8
1.2.
Perumusan Masalah Pembangunan ekonomi dapat dilihat dari sisi kinerja perekonomian, pola
struktur pertumbuhan ekonomi serta indikator ekonomi lainnya. Dalam penetapan prioritas pembangunan, perlu diidentifikasi dan dianalisis sektor maupun subsektor unggulan dalam perencanaan pembangunan Kota Dumai. Dengan mengetahui sektor/subsektor unggulan yang dapat dikembangkan diharapkan penyusunan perencanaan pembangunan Kota Dumai diharapkan lebih terarah sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan tentang masalah-masalah yang menjadi objek dari penelitian ini, yaitu: 1.
Sektor/subsektor manakah yang berpotensi di Kota Dumai untuk menjadi sektor/subsektor unggulan wilayah?
2.
1.3.
Bagaimana daya saing sektor/subsektor unggulan tersebut?
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian
ini bertujuan untuk: 1.
Mengidentifikasi dan menganalisis sektor/subsektor unggulan di Kota Dumai.
2.
1.4.
Menganalisis potensi dan daya saing subsektor unggulan Kota Dumai.
Manfaat Penelitian Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
referensi
mengembangkan Kota Dumai dan beberapa manfaat lain yaitu:
untuk
lebih
9
1.
Memberikan masukan bagi pengambil kebijakan dan instansi-instansi terkait dalam perumusan kebijakan perekonomian di Kota Dumai, bahwa terdapat sektor ekonomi yang menjadi unggulan dalam peningkatan daya saing daerah dan perekonomian daerah.
2.
Sebagai bahan atau acuan untuk penelitian–penelitian selanjutnya yang sejenis.
3.
Sebagai bahan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan terutama dalam bidang ekonomi regional bagi penulis dan pembaca.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Pembahasan skripsi ini dibatasi pada identifikasi sektor unggulan
berdasarkan pembentukan PDRB tanpa migas. Penelitian ini dilakukan pada lingkup Kota Dumai. Rentang waktu dalam penelitian ini adalah dari tahun 2000 hingga 2010. Hal ini sesuai dengan referensi waktu terbentuknya Kota Dumai. Penelitian ini juga hanya difokuskan pada pendekatan secara sektoral dengan menggunakan data PDRB Menurut Lapangan Usaha.