BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Transportasi mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dari berbagai aspek, antara lain ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan dan keamanan yang diselenggarakan secara terpadu, tertib, lancar, aman, nyaman dan efisien dalam rangka menunjang, mendorong, dan mendukung mobilitas orang dan barang. Seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat, berpengaruh pula pada peningkatan mobilitas penduduk yang berarti perlu adanya penyediaan sarana dan prasarana transportasi. Jasa angkutan pedesaan dan kota sangat diperlukan terutama bagi masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi untuk itu setiap usaha angkutan pedesaan dan perkotaan yang memakai prasarana pemerintah wajib membayar retribusi. Dengan adanya otonomi daerah yang merupakan upaya pemberdayaan dalam mengambil keputusan kepada daerah, secara lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan prioritas dan potensi daerah sendiri, yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999, menyatakan bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Berdasarkan Undan-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009, menyatakan bahwa Daerah Otonom, yang selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai subsistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakatnya. Pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah termuat jelas dalam UndangUndang No. 34 Tahun 2000 yang merupakan Undang-Undang Perubahan Atas UndangUndang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selain UndangUndang No. 34 Tahun 2000, adapula Peraturan Pemerintah (PP) No. 66 Tahun 2001 yang mengatur tentang Retribusi Daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah tak lain adalah salah satu komponen yang terus diupayakan oleh Pemerintah Kota Kupang untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan
pembangunan
daerah.
Sehingga,
Pemerintah
Daerah
dituntut
untuk
mengoptimalkan sumber-sumber asli daerah. Keberhasilan otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari kemampuan daerah di bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting guna mengukur tingkat otonomi suatu daerah. Menurut (Kaho, 1997:124), untuk menjalankan fungsi pemerintahan faktor keuangan merupakan suatu hal yang sangat penting, karena hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Dengan otonomi daerah pemerintah dituntut untuk mengelola keuangan rumah tangganya sendiri dalam mengelola potensi dan sumber daya–sumber daya yang dimiliki untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999, tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menyebutkan bahwa
sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah adalah dari Pendapatan Asli Daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pembiayaan yang berasal dari daerah sendiri, yang terdiri dari (1) hasil pajak daerah; (2) hasil retribusi daerah; (3) hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; (4) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, diharapkan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah. Karena semakin banyak kebutuhan daerah dapat dibiayai dengan Pendapatan Asli Daerah, maka semakin tinggi pula tingkat kualitas otonomi daerah, juga semakin mandiri dalam bidang keuangan daerahnya. Salah satu pendapatan asli daerah yang berasal dari daerah sendiri adalah retribusi daerah, menurut Undang-undang Republik Indonesia, Nomor :28 Tahun 2009, menyatakan bahwa Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Oleh karena itu, di dalam penerimaan retribusi daerah diperlukan suatu alat yang dapat membantu dalam pengawasan penerimaan sehingga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Dalam peningkatan pungutan retribusi daerah, sistem pengendalian intern sangat berperan dalam pengelolaan penerimaan retribusi dimana kas merupakan bagian yang sangat rentan terjadinya kecurangan-kecurangan yang tidak diinginkandalam setiap organisasi. Oleh karena itu, unsur- unsur sistem pengendalian intern sangat berperan dalam pengelolaan penerimaan retribusi dimana adanya struktur organisasi, sistem
wewenang dan prosedur pencatatan, praktek yang sehat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, dan pegawai yang kompetensinya setara dengan tanggung jawabnya. Pengendalian intern yang berlaku dalam entitas merupakan faktor yang menentukan keandalan laporan keuangan yang dihasilkan oleh entitas. Secara khusus pengendalian intern yang berkaitan dengan suatu asersi adalah untuk digunakan dalam kegiatan seperti, salah saji material yang potensial, kemungkinan adanya perangkapan tugas yang dapat menyebabkan kecurangan – kecurangan yang tidak diinginkan, dan sebagai alat atau sarana sebagai pengatur/pengendalian terhadap arus kas masuk dan arus kas keluar. Pada umumnya suatu sistem pengendalian terhadap kas akan memisahkan fungsi – fungsi penerimaan dan pengeluaran, penyimpanan, pelaksana, dan pencatatan. Untuk megetahui besarnya jumlah uang yang diterima dari hasil pungutan retribusi terminal dapat terlihat dari target dan realisasi penerimaan retribusi terminal Oebobo dalam periode tiga (3) tahun terakhir yakni tahun 2008 – 2010,sebagai berikut: Tabel 1.1 Besarnya Target dan Realisasi Penerimaan Retribusi Terminal Oebobo Kota Kupang Tahun Anggaran 2008 – 2010
No
Tahun
Target Penerimaan (Rp)
1
2008
105.000.000
Realisasi Penerimaan (Rp)
Prosentasi (%)
101.572.000
96,73
Sumber: Dinas Perhubunga n Kota
2
2009
119.000.000
117.910.000
99,08
3
2010
130.000.000
121.360.000
93,35
Kupang,Tah un 2011
Dari data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa realisasi penerimaan retribusi terminal Oebobo sejak tahun 2008 – 2010 belum memenuhi target yang telah ditetapkan
dengan selisih tiap tahunnya yakni pada tahun 2008 realisasi penerimaan retribusi terminal selisih sebesar Rp.3.428.000,- dengan persentase realisasi sebesar 96,73% dari rencana Rp.105.000.000,- Pada tahun 2009 target penerimaan retribusi dinaikan sebesar Rp.119.000.000,- tetapi realisasi penerimaan retribusi tidak mencapai target dan terjadi selisih dari target
yaitu Rp.1.090.000,- yaitu sebesar 99,08% dari rencana
Rp.119.000.000,- dan pada tahun 2010 realisasi dari penerimaan retribusi tahun 2009 lebih kecil dari realisasi tahun 2008 sebesar Rp.101.572.000,- dan tahun 2010 mengalami penurunan yang besar dengan selisih dari target yang ditentukan adalah Rp.8.640.000,dengan jumlah realisasi Rp.121.360.000,- atau dengan persentase 93,35%. Dan target yang ditetapkan tahun 2010 sebesar Rp.130.000.000,-. Penurunan realisasi penerimaaan retribusi pada tahun ini pada umumnya disebabkan oleh wajib retribusi (Angkutan Kota Dalam Provinsi) tidak masuk terminal karena AKDP tersebut membuat teminal sendiri, seperti di jalan Bundaran PU dan depan Pasar Oesapa, Dengan penurunan realisasi penerimaan retribusi terminal dari tahun 2008 – 2010 ini dapat menyebabkan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah sangat berpengaruh. Berdasarkan pada uraian-uraian diatas, diketahui bahwa Pemerintah Kota Kupang harus dapat meningkatkan kapasitasnya dalam meningkatkan retribusi daerah khususnya retribusi terminal yang dipungut atau diperoleh dari angkutan kota dan AKDP (bus) melalui Dinas Perhubungan Kota Kupang. Penulis menduga yang menyebabkan realisasi penerimaan retribusi terminal Oebobo tidak mencapai target dikarenakan dari sistem pengendalian interen belum diterapkan dengan baik. Dimana unsur-unsur sistem pengendalian intern merupakan suatu alat pengendalian atau pengawasan yang harus diterapkan dalam penerimaan retribusi terminal, sehingga pengelolaan penerimaan
retribusi terminal menjadi lebih baik. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Sistem Pengendalian Interen Penerimaan Kas Retribusi Terminal Oebobo Kota Kupang “ 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Sistem Pengendalian Interen Penerimaan Kas Retribusi Terminal Oebobo Kota Kupang?
1.3
Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 1.3.1
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui penerapan sistem pengendalian intern penerimaan kas retribusi terminal Oebobo Kota yang dapat mempengaruhi keberhasilan kinerja.
1.3.2
Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan informasi bagi Dinas Perhubungan Kota Kupang dalam menjalankan tugas dan aktivitasnya demi tercapainya tujuan bersama. 2. Sebagai bahan informasi bagi penelitian lain yang akan mengadakan penulisan karya ilmiah yang sama atau yang berkaitan dan berhubungan dengan materi penulisan ini. 3. Sebagai sarana bagi penulis dalam mengembangkan konsep teoritis yang didapat pada perguruan tinggi dan dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman praktis dalam memecahkan masalah yang diteliti.