BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Kemajuan teknologi memiliki peran yang sangat penting bagi kemajuan suatu
wilayah maupun suatu negara. Salah satu contohnya adalah teknologi informasi dan komunikasi yang semakin lama semakin canggih. Perkembangan teknologi yang begitu cepat semakin mempermudah penyebaran informasi secara luas ke seluruh dunia dalam berbagai bentuk dan berbagai kepentingan. Dari sinilah muncul berbagai pengaruh globalisasi terhadap seluruh aspek kehidupan seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain-lain. Menurut pendapat Darmiyati (Maret, 2008), globalisasi merupakan suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Hal yang
berbeda
diungkapkan
oleh
Edison,
dalam
bukunya
yang
berjudul
Kewarganegaraan (2005) yang menyatakan bahwa globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia. Globalisasi telah memberi pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan suatu negara, termasuk Indonesia. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan
15
seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya, dan lain-lain dapat mempengaruhi cara pandang dan pola pikir masyarakat. Dalam hal ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pengaruh globalisasi terhadap aspek ekonomi. Dampak positif dari globalisasi perekonomian antara lain telah mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi, perluasan pasar bagi produk dalam negeri, peningkatan modal dan teknologi yang lebih baik, tersedianya modal atau dana tambahan bagi pembangunan ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan demikian, kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa juga mengalami peningkatan. Di sisi lain, dampak negatif dari globalisasi perekonomian antara lain telah menghambat pertumbuhan sektor industri lokal, memperburuk neraca pembayaran, memperburuk prospek
pertumbuhan ekonomi
dalam jangka panjang, dan
mengakibatkan sektor keuangan menjadi semakin tidak stabil. Selain itu, dampak negatif lain yang ditimbulkan oleh globalisasi ekonomi adalah hilangnya rasa cinta terhadap
produk
dalam
negeri
karena
banyaknya
produk
luar
negeri
(sepertiMcDonald’s, Coca Cola, Pizza Hut, dll.) yang membanjiri wilayah Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia. Adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi juga berpotensi menimbulkan terjadinya kesenjangan sosial antara yang kaya dan miskin.
16
Pengaruh globalisasi perekonomian juga telah mengubah pola pikir para pengusaha dalam dunia bisnis dan perdagangan. Saat ini, sistem bisnis dan perdagangan tidak hanya sekedar menperjualbelikan produk saja melainkan juga mengkomersilkan
nama
dan
legalitas
(merk)
dari
produk
tertentu
yang
diperdagangkan. Sistem inilah yang sering disebut sebagai bisnis waralaba. Bisnis waralaba merupakan format usaha khusus dari lisensi dimana Francisor bukan hanya menjual haknya, melainkan juga turut aktif membantu waralaba dalam menjalankan bisnisnya. Sebagai model bisnis, waralaba telah mengalami peningkatan popularitas yang signifikan sejak tiga dekade terakhir. Fenomena ini dapat dilihat dari fakta yang terjadi pada era tahun 1970-an dimana waralaba telah menguasai sepertiga penjualan domestik Amerika Serikat. Di Indonesia, istilahwaralabatercantum di dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. Demikian juga dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPR/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Saat ini, sistem Waralaba tengah menjadi trend dikalangan pembisnis lokal. Pada periode tahun 2000-2004 waralaba lokal mengalami perkembangan hingga 60%, sedangkan pertumbuhan waralaba asing meningkat sebesar 27,35%. Hal ini menunjukkan bahwa antusiasme terhadap waralaba lokal lebih menonjol dalam pengembangan industri di Indonesia, tak terkecuali di Yogyakarta terutama di kecamatan Depok yang menjadi wilayah penelitian.Perusahaan waralaba lokal yang mulai berkembang dengan pesat seiring
17
perkembangan zaman yang lebih modern dan adanya minat masyarakat yang tiap waktu selalu meningkat dalam pemenuhan kebutuhan akan barang-barang yang instan terutama dalam memenuhi kebutuhan makanan maupun minuman ang cepat saji. Perusahaan waralaba ini pun berkembang pesat di wilayah Depok khususnya di desa Catur Tunggal dan Condong Catur. Beberapa di antaramerk waralaba yang berkembang di wilayah ini adalah Kebab Turki Baba Rafi, Kebab Kings, Corner Kebab, Tela-tela, Mr.Burger, Big Burger, Villa Crepes, Juice Q-ta , Takoyaki dan masih banyak lagi.Sehingga dengan banyaknya jenis waralaba yang berkembang inilah yang mendasari penelitian yang berjudul „Distribusi Spasial Waralaba Makanan di Kecamatan Depok. I.2
Perumusan Masalah Perkembangan pesat waralaba lokal dewasa ini belum diimbangi dengan
pemahaman secara jelas dan benar di kalangan masyarakat mengenaiwaralaba itu sendiri. Istilah waralaba sering dipergunakan salah kaprah oleh masyarakat maupun perusahaan waralaba itu sendiri. Beberapa kasus menggambarkan bahwa waralaba adalah meminjamkan merk atau menjual bahan baku/resep dari suatu menu kepada pihak lain. Pada kasus lain ada perusahaan yang menawarkan investasi kepada pemilik modal dengan menyebutnya sebagai tawaran waralaba. Selain itu, adapula bisnis yang mulai dijalankan, karena ingin segera memiliki cabang, maka waralaba ini segera ditawarkan dipasaran.
18
Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) sebagai wadah yang menaungi pewaralaba dan terwaralaba, mendefinisikan waralaba sebagai suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merk (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merk, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu, namun dapat kita lihat dengan jelas bahwa persebaran dari gerai waralabaitu sendiri relatif mengelompok dan kurang tersebar dengan merata, hal tersebut dipengaruhi oleh adanya berbagai faktor di dalamnya dan karakteristik dari masing-masing wilayah itu sendiri. Perkembangan
dan
persebaran
waralaba
makanan
begitu
pesatdi
Indonesia.Namun persebarannya tidak merata, hanya dibeberapa wilayah yang memiliki akses yang terjangkau dan di wilayah yang sedang mengalami perkembangan baik infrastruktur maupun jumlah populasi penduduknya.Seperti yang terjadi di wilayah kecamatan Depok ini.Gerai waralaba menyebar di 2 wilayah desa yakni desa Catur Tunggal dan desa Condong Catur. Padahal ada satu desa lagi yang masih masuk dalam lingkup wilayah kecamatan Depok yaitu desa Maguwoharjo., namun sebaran waralaba tidak berkembang di daerah ini karena disebabkan beberapa faktor yang akan dikaji dalam penelitian ini.
19
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pola sebaran (spasial) waralaba makanan di daerahpenelitian? 2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi persebaran waralaba makanan ini di daerah penelitian? I.3
Tujuan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah penelitian di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pola sebaran waralaba makanan di Indonesia khususnya untuk wilayah kecamatan Depok. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persebaran waralaba makanan yang tersebar di wilayah kecamatan Depok. I.4
Kegunaan dan Manfaat Adapun kegunaan dan manfaat penelitian ini adalah: 1. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Geografi UGM. 2. Sebagai bahan referensi untuk pengembangan penelitian selanjutnya. 3. Sebagai bahan referensi para pelaku usaha Waralaba yang ingin memperluas daerah pemasarannya.
20
1.5
Penelitian sebelumnya Penelitian ini memiliki kesamaan dalam beberapa hal dengan
beberapa
penelitian sebelumnya yang diantaranya adalah Pola Distribusi Keruangan Anjungan Tunai Mandiri Perbankan di Perkotaan Yogyakartaoleh Lina Wahyuni pada tahun 2002, Faktor Lokasi Persebaran Waralaba Minimarket Di Perkotaan Yogyakarta (Kasus: Gerai Indomaret dan Circle K) oleh Widya Alwarritzi 2008, Pola Distribusi Spasial Industri Menengah dan Besar di Kabupaten Sleman oleh Inastri Nityasari 2009, dan Distribusi Spasial Perkembangan Distribution Outlet (Distro) di Perkotaan Yogyakarta oleh Ibnu Prabowo 2013. Pada dasarnya penelitian ini terlihat hampir memiliki persamaan pada konsep penelitiannya, namun perbedaannya terdapat di objek yang menjadi kajian penelitian dan lokasi penelitiannya. Secara lebih detil untuk membedakan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, diuraikan lebih lanjut pada tabel 1.1 berikut ini.
21
Tabel 1.1.Matriks Penelitian Sebelumnya No Penyusun 1.
2.
Unit Analisis Lina Wahyuni, Pola Distribusi Keruangan 1. Mengetahui pola sebaran Bank berAnjungan Tunai Mandiri Anjungan Tunai Mandiri atm 2002 Perbankan di Perkotaan Perbankan di Perkotaan Yogyakarta Yogyakarta 2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi berdirinya ATM di daerah penelitian
Widya Alwarritzi 2008
Judul
Tujuan
Metode Penelitian Deskriptif Dan Analisis tetangga terdekat
Hasil 1.Deskripsi pola sebaran Anjungan Tunai Mandiri Perbankan di Perkotaan Yogyakarta 2.Identifikasi faktor yang mempengaruhi berdirinya ATM di daerah penelitian
Faktor Lokasi Persebaran 1.Mengetahui pola sebaran Indomaret Kualitatif dan 1.Deskripsi pola Waralaba Minimarket Di dan arah perkembangan dan Circle Kuantitatif sebaran dan arah Perkotaan Yogyakarta (Kasus: waralaba minimarket di K perkembangan gerai Gerai Indomaret dan Circle K) Perkotaan Yogyakarta. Indomaret dan 2.Mengidentifikasi faktor Circle K. lokasi berdirinya gerai 2.Identifikasi faktor waralaba minimarket lokasi berdirinya Indomaret dan Circle K gerai waralaba dalam wilayah waralaba minimarket individual eksklusif Indomaret dan Circle K dalam
22
wilayah waralaba individual eksklusif. . 3.
4.
Inastri Nityasari 2009
Pola Distribusi Spasial Industri 1. Mengetahui pola Menengah dan Besar di distribusi spasial industri Kabupaten Sleman menengah dan besar di Kabupaten Sleman 2.Mengidentifikasi faktorfaktor yang mempunyai hubungan dengan distribusi spasial industri menengah dan besar di Kabupaten Slema
Unit 1. Metode industri analisis menengah kuantitatif dan besar 2. Analisis di SWOT Kabupaten 3. Analisis Sleman Deskriptif
Ibnu Prabowo 2013
Distribusi Spasial Perkembangan Distribution Outlet (Distro) di Perkotaan Yogyakarta
Sampel Analisis distro di deskriptif daerah penelitian.
Mengetahui proses persebaran keruangan (distribusi spasial) distro di Perkotaan Yogyakarta
23
1. Karakteristik Industri Menengah dan Besar di Kabupaten Sleman. 2. Pola Distribusi Spasial Industri Menengah dan Besar di Kabupaten Sleman 3 Faktor – faktor yang berhubungan dengan distribusi industri menengah dan besar 1.Definisi lengkap mengenai distro 2.Proses distribusi spasial distro di Perkotaan Yogyakarta
5.
Dwi Nur Ihsan 2014
Distribusi Spasial UKM 1.Mengetahui pola sebaran Waralaba Makanan di Waralaba makanan di Kecamatan Depok Kabupaten Indonesia khususnya Sleman untuk wilayah kecamatan Depok. 2.Mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi persebaran Waralabamakanan yang tersebar di wilayah kecamatan Depok
24
Gerai Analisis Waralaba deskriptif yang Kualitatif tersebar di Kecamatan Depok, khususnya desa Catur Tunggal dan Condong Catur
1.Identifikasi pola sebaran Waralaba makanan di Indonesia khususnya untuk wilayah kecamatan Depok. 2.Identifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi persebaran Waralaba makanan yang tersebar di wilayah kecamatan Depok
I.6
Landasan Teori
I.6.1
PengertianWaralaba Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16/1997 dan Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/7/1997, Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan dalam rangka penyediaan barang dan/atau jasa. Definisi ini lebih menekankan pada aspek yuridis waralaba berkaitan dengan hubungan antara Franchisor dan Franchisee, dan melupakan pengertian manajerial strategis yang terkandung dalam filosofi sistem bisnis itu sendiri. Peraturan Menteri Perdagangan (No. 12/2006) menyebutkan bahwa “Waralaba (Franchise) adalah perikatan antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dimana Penerima Waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan
11
dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba”. Berdasarkan rumusan tersebut, Bambang (2007) mendefinisikan istilah waralaba sebagai satu bentuk sinergis usaha yang ditawarkan oleh suatu perusahaan yang sudah memiliki kinerja unggul karena didukung oleh sumberdaya berbasis ilmu pengetahuan dan orientasi kewirausahaan yang cukup tinggi dengan governance structure (tata kelola) yang baik, dan dapat dimanfaatkan oleh pihak lain dengan melakukan hubungan kontraktual untuk menjalankan bisnis di bawah format bisnisnya dengan imbalan yang disepakati. Definisi ini tidak hanya menekankan pada aspek legal, tetapi juga manajerial.
I.6.2
Pendekatan Keruangan dan Konteks Wilayah dalam Geografi Geografi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan
kausal gejala-gejala muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dimuka bumi baik yang fisik maupun biotik beserta permasalahannya melalui pendekatan keruangan, ekologi dan regional untuk kepentingan program, proses dan keberhasilan pembangunan.
12
Salah satu ciri yang membedakan geografi dengan ilmu-ilmu lain adalah pendekatan keruangan, dengan unsur-unsur seperti a.
Spatial pattern yang memperhatikan lokasi.
b.
Spatial system yang memperhatikan hubungan timbal balik, interaksi dan integrasi. Analisis keruangan analisis yang mempelajari perbedaan lokasi
ditinjau dari sifat-sifat penting di dalamnya.Dengan pertanyaan mengenai faktor-faktor yang menguasai pola persebaran dan bagaimana pola tersebut dapat diubah agar penyebaran tersebut menjadi lebih efisien dan lebih wajar. Dengan kata lain dapat diutarakan bahwa dalam analisa keruangan yang harus diperhatikan adalah pertama, penyebaran penggunaan ruang yang telah ada dan kedua,penyediaanruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan yang telah direncanakan (Bintarto dan Surastopo,1991). Analisis keruangan dalam Geografibermanfaat dalam aplikasinya terhadap masalah perkembangan. Hal ini dapat dilihat pada unsur penting geografi, yaitu : 1.Integration of phenomena in place. Dalam hal ini dipelajari tentang unit keruangan, seperti region atau areas.Selain itu juga menganalisa ruang seperti luas dan sifat wilayah, interaksi antar wilayah, fungsi ruang dan sebagainya.
13
2.Distribution or the association of elements over space. Dipelajari mengenai pola keruangan, misalnya mendeteksi daerah surplus dan daerah minus, daerah padat penduduk dan daerah yang jarang penduduk, dan manfaat lainnya.Kemudian membahas keterkaitan gejalagejala tersebut. 3. The organisation of phenomena in space Dalam hal ini dipelajari mengenai organisasi atau struktur mengenai keruangan (tata ruang), proses perubahan dan statusnya bila dilihat dan ditinjau dari segi hirarki. Karakter keruangan (tata ruang) menurut Bintarto (dalam buku Widyatmoko, D. S, dan Lutfi Muta'ali, 2000) sangat erat kaitannya dengan beberapa unsur diantaranya: (1) jarak, baik absolut maupun relatif, (2) site dan situation, (3) aksesibilitas, (4) keterkaitan, (5) pola atau pattern. Dalam pendekatan kompleks wilayah, yang merupakan kombinasi antara analisa keruangan dan analisa ekologi, lebih dikenal dengan pengertian areal differentiation. Yaitu suatu anggapan bahwa interaksi antar wilayah akan berkembang karena pada hakekatnya suatu wilayah berbeda dengan
14
wilayah yang lain, oleh karena terdapat permintaan dan penawaran antar wilayah tersebut. Pada analisa demikian diperhatikan pula mengenai penyebaran fenomena tertentu (analisa keruangan) dan interaksi antara variabel manusia dan lingkungannya untuk kemudian dipelajari kaitannya (analisa ekologi). Dalam hubungan dengan analisa kompleks wilayah ini ramalan wilayah (regional forecasting) dan perancangan wilayah (regional planning) merupakan aspek-aspek dalam analisa tersebut (Bintarto dan Surastopo,1979).
I.6.3
Teori Penentuan Lokasi
Konsep yang dikemukakan Christaller adalah range of good (jangkauan) dan threshold (nilai ambang).Konsep threshold adalah jumlah penduduk minimal yangdiperlukan untuk mendukung suatu barang atau pelayanan sebagai tempat pusat, sebelum tempat pelayanan tersebut dapat beroperasi secara menguntungkan. Ukuran yang diperlukan untuk suatu threshold akan bervariasi sesuai dengan jenis barang atau pelayanan. Setiap barang
atau
pelayanan
mempunyai
daerah
pasar
yang
berbeda
ukurannya.Sedangkan untuk konsep range of good, setiap barang atau pelayanan yang ada di tempat sentral mempunyai harga yang berbeda (untuk
15
konsumen)disesuai
dengan
jauh
dekatnya
konsumen
tinggal.Perilaku
konsumen akan selalu mencari tempat pusat yang terdekat untuk mendapatkan barang maupun pelayanan dengan kualitas yang sama. Karena secara umum dengan semakin jauh jangkauan tempat pusat yang melayani kebutuhan suatu konsumen, maka tambahan biaya yang diperlukanakan semakin tinggi. Bagi range of good services terdapat dua limit, yaitu 1. The inner limit, yang membatasi wilayah yang didiami oleh threshold population, yaitu jumlah minimal konsumen yang dibutuhkan agar barang atau jasa dapat menguntungkan. 2. The outer limit, ini membatasi range of goods or services, diluar itu para konsumen akan pergi ke tempat sentral lain untuk mendapatkan barang atau jasa, atau menolak kedua-keduanya, karena ongkos transpot yang tinggi. Jadi hanyalah mereka yang mendiami range yang akan beruntung (Small and Witherick, Daldjoeni, 1997). Barang maupun pelayanan dibagi menjadi dua, yaitu : 1. High order goods sevices, yaitu barang atau jasa yang memiliki threshold
dan range yang besar, umumnya terdapat di pusat kota (tempat pusat). 2.
Low order goods services, yaitu barang atau jasa yang memiliki thresholddan range yang rendah, yang umumnya terdapat di desa atau daerah dengan hirarki rendah (Christaller, Daldjoeni, 1997).
16
Lebih lanjut Christaller mengemukakan bahwa sentralitas suatu tempat tidak ditentukan oleh lokasinya di pusat, tetapi karena adanya berbagai pekerjaan sentral, barang sentral dan pelayanan sentral. Dalam hal ini jarak ekonomi, yaitu jumlah uang yang diperlukan untuk membiayai segala pengeluaran (biaya transportasi, waktu dan susah payahnya) suatu barang atau jasa sangat penting. Perkembangan tempat-tempat sentral tergantung konsumsi barang sentral faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi : a. Penduduk (distribusi, kepadatan dan strukturnya), b. Permintaan, penawaran serta harga barang, c. Kondisi wilayah dan transportasi.
I.6.4
Eksistensi Pusat Pelayanan dan Aglomerasi
Kekontrasan yang begitu mencolok antara kota dan desa yakni berupa kemampuan sumber daya manusiadalam mengatur ruang hidupnya. Sebagian besar penduduk terkonsentrasi di kawasan perkotaan yang teritorialnya sempit jika dibandingkan dengan seluruh wilayah negara.
17
Konsentrasi penduduk tersebut sudah dimulai sejak sejarah kuno, adapun lahirnya kota-kota memiliki tiga fungsi, sebagai berikut : a.
Fungsi melancarkan pengawasan (administratif-politis)
b.
Fungsi berperan sebagai pusat pertukaran (komersial)
c.
Fungsi memproses bahan sumber daya (industrial) Dua fungsi terdahulu dalam arti umum berarti melayani sebagai
central place oleh pihak pusat wilayah, terhadap teritorial di sekelilingnya yang dikenal dengan kawasan pedalaman atau hinterland (Daldjoeni, 1997). Pusat pelayanan dibutuhkan karena manusia memerlukan barang dan jasa yang tidak dapat mereka produksi sendiri.Untuk memperolehnya diperlukan
suatu
tempat
di
mana
barang-barang
tersebut
dapat
ditukarkan.Kevin R. Cox (1972) menyatakan pemikiran geografis dari simpul yaitu prinsip pemusatan (aglomerasi) adalah penghematan.Demi tercapainya tujuan tersebut dilakukan aglomerasi dalam melakukan kegiatan secara bersama-sama. Penduduk, pabrik-pabrik, pedagang eceran, rumah sakit dan pelayanan lainnya mengelompok di kota karena hal ini mengurangi biaya dalam melakukan berbagai aktivitas. Aglomerasi juga berfungsi mengurangi jarak total yang semestinya ditempuh, sehingga hal itu termasuk pemuasan secara geografis, juga menguntungkan dalam arti ekonomis karena dengan berbuat sedikit saja dapat
18
diperoleh hasil yang banyak. Tinjauan manusia secara umum disamping memenuhi kebutuhan lainnya, tanpa harus mengulang perjalanan dari rumah ke tujuan tambahan tersebut. Sehingga perjalanan dikurangi dengan cara mengusahakan pemusatan kegiatan (travel is reducedby nucleating activities). 1.6.5
Pola Distribusi Pola (pattern) adalah kekhasan gejala tertentu di dalam ruang atau
wilayah, sementara itu pola keruangan dapat dilihat dari tiga jenis kenampakan antara lain kenampakan titik (point features), kenampakan garis (linear features), dan kenampakan area (areal features). Pola distribusi spasial merupakan, bentuk pola distribusi kekhasan titik-titik yang dilihat dari lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini lingkungan sekitar gerai waralaba adalah berbagai sarana prasana pendukung yang juga dapat memberikan pelayanan tambahan pada konsumen waralaba. Pada dasarnya, pola distribusi atau persebaran industri dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu : a. Pola bergerombol/mengelompok (cluster pattern) b. Pola tersebar tidak merata/acak (random pattern) c. Pola tersebar merata (dispersed pattern)
19
1.6.6
Analisis Cluster Analisis cluster adalah pengorganisasian kumpulan pola ke dalam
cluster (kelompok-kelompok) berdasar atas kesamaannya. Tujuan utama analisis cluster adalah mengelompokkan objek-objek berdasarkan kesamaan karakteristik di antara objek-objek tersebut. Objek bisa berupa produk (barang dan jasa), benda (tumbuhan atau lainnya), serta orang (responden, konsumen atau yang lain). Objek tersebut akan diklasifikasikan ke dalam satu atau lebih cluster (kelompok) sehingga objek-objek yang berada dalam satu cluster akan mempunyai kemiripan satu dengan yang lain. Jadi definisi analisis cluster secara lebih spesifik adalah : adalah teknik analisis yang mempunyai tujuan utama untuk mengelompokkan objek-objek/cases berdasarkan karakteristik yang dimilikinya. Analisis cluster mengklasifikasi objek sehingga setiap objek yang memiliki sifat yang mirip (paling dekat kesamaannya) akan mengelompok kedalam satu cluster (kelompok) yang sama. Pola-pola dalam suatu cluster akan memiliki kesamaan ciri/sifat daripada pola-pola dalam cluster yang lainnya. Secara logika, cluster yang baik adalah cluster yang mempunyai: 1.Homogenitas(kesamaan) yang tinggi antar anggota dalam satu cluster (within-cluster)
20
2.Heterogenitas (perbedaan) yang tinggi antar cluster yang satu dengan cluster yang lainnya (between-cluster). Beberapa manfaat dari analisis cluster adalah: eksplorasi data peubah ganda, reduksi data, stratifikasi sampling, prediksi keadaan obyek. Hasil dari analisis cluster dipengaruhi oleh: obyek yang diclusterkan, peubah yang diamati, ukuran kemiripan (jarak) yang dipakai, skala ukuran yang dipakai, serta metode pengclusteran yang digunakan. Metodologi clustering lebih cocok digunakan untuk eksplorasi hubungan antar data untuk membuat suatu penilaian terhadap strukturnya. Dalam Analisis Cluster dilakukan pengukuran terhadap kesamaan antar objek (similarity). Sesuai prinsip analisis cluster yang mengelompokkan objek yang mempunyai kemiripan, proses pertama adalah mengukur seberapa jauh ada kesamaan antar objek. Metode yang digunakan: 1. Mengukur korelasi antar sepasang objek pada beberapa variabel 2. Mengukur jarak (distance) antara dua objek. Pengukuran ada bermacam-macam, yang paling popular adalah metode Euclidian distance.
21
Metode lain yang digunakan dalam membuat cluster diantaranya adalah: 1. Metode Hirarki Metode ini memulai pengelompokan dengan dengan dua atau lebih objek yang mempunyai kesamaan paling dekat. Kemudian proses diteruskan ke objek lain yang mempunyai kedekatan kedua. Demikian seterusnya sehingga cluster akan membentuk semacam “pohon”, di mana ada hirarki (tingkatan) yang jelas antar objek, dari yang paling mirip sampai paling tidak mirip. Secara logika semua objek pada akhirnya akan membentuk sebuah cluster. 2. Metode Non Hirarki Berbeda dengan metode hirarki, metode ini justru dimulai dengan terlebih dahulu jumlah cluster yang diinginkan (dua cluster, tiga cluster atau yang lain). Setelah jumlah cluster diketahui, baru proses cluster dilakukan tanpa mengikuti proses hirarki. Metode ini biasa disebut dengan K-Means Cluster.
22