1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan diartikan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai upaya perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, dan pengentasan kemiskinan. Pada hakekatnya pembangunan itu hams mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spiritual (Todaro, 1997).
Untuk mewujudkan arti pembangunan tersebut secara riil, maka berbagai upaya telah dilakukan bangsa Indonesia, khususnya pemerintah seperti proses Pembangunan Jangka Pendek, menengah dan Jangka Panjang, dan secara umum telah berhasil menghantar kehidupan bangsa kita ke tingkat yang lebih baik dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Berbagai kenyataan hidup dapat dijadikan wujud peningkatan yang dimaksud, walaupun beberapa daerah peningkatan tersebut tidaklah setinggi peningkatan yang tejadi di daerah lain, khususnya yang tejadi di Pulau Jawa. Perpacuan pembangunan dan tuntutan hidup masyarakat yang semakin meningkat sebagai akibat peningkatan taraf hidup masyarakat di satu pihak dengan
kondisi kemampuan bangsa yang semakin terbatas
di barengi dengan kondisi
geografis yang cukup luas dan sulit di jangkau mengakibatkan pemerintah dalam tugas pokoknya mengayomi kepentingan masyarakat terus berusaha meningkatkan pembangunan, baik yang dilakukan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Pusat setelah jatuhnya rezim orde baru adalah penyelenggaraan Otonomi Daerah berdasarkan UU No.22 dan UU No. 25 tahun 1999. Yang dimaksud otonomi daerah disini adalah; "pemberian kewenangan yang luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan", sehingga dapat diharapkan mengejar ketimpangan antar daerah yang di duga sebagai pemicu disintegrasi bangsa. Salah satu daerah yang diisukan terancam disintegrasi sebagai akibat ketimpangan pembangunan pada resim orde baru adalah Provinsi Papua, sehingga pada masa reformasi Provinsi Papua ditetapkan sebagai Daerah Otonomi Khusus (UU No. 21 Tahun 2001).
Dengan adanya otonomi khusus yang diberikan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua, diharapkan pemerintah daerah lebih leluasa mengambil kebijakan yang disesuaikan dengan prioritas permasalahan serta kondisi yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu pemerintah daerah telah menetapkan empat strategi pokok pembangunan yang dianggap paling mendesak ~akni;(1)
pengembangan SDM, (2) pembangunan ekonomi rakyat, (3) pembangunan infrastruktu
transportasi, dan (4) peningkatan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Melalui empat stralegi pembangunan tersebut diharapkan akan memperkecil jurang kesenjangan yang tejadi selama ini. Dari keempat strate@ tersebut, infrastruktur transportasi merupakan pernasalahan fundamental yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan proses pembangunan selama ini, karena kondisi geografis yang cukup sulit di barengi dengan sumberdaya dan dana yang amat terbatas. Untuk menunjang strategi pembangunan SDM dan Ekonomi masyarakat di daerah yang terisolir, faktor utama yang perlu diprioritaskan adalah sarana dan prasarana transportasi. Hasil penelitian Hermanto, ef.al (1996) di Kabupaten Yapen Waropen dan Paniai, menemukan bahwa "salah satu penyebab kemiskinan di daerah kasus adalah kondisi fisik geograf~syang kurang menguntungkan. Hali itu menjadi kendala penyediaan sarana dan prasarana transportasi perhubungan darat, baik yang menghubungkan antar kecamatan maupun di dalam kecamatan itu sendiri, sehingga menjadikan terisolasinya penduduk dari jangkauan informasi dan teknologi, yang akhimya semua itu menjadi sumber dari segala penyebab keterbelakangan kehidupan masyarakat yang bersangkutan", Selain itu, Sarman dan Sajogyo (1999), juga mennyatakan bahwa "problem utama pembangunan di wilayah Papua adalah tingginya tingkat keterisolusian daerah-daerah pedalaman sehingga penduduk asli yang sangat riprs
serta tersebar tidak merata amat tertinggal jauh perkembangan sosial ekonominya di bandingkan dengan penduduk daerah lainnya di Indonesia". Dari kedua hasil studi tersebut sebenamya sudah cukup menggambarkan kondisi rill yang dialami oleh masyarakat Papua secara keseluruhan. Selain itu, Nasendi (1996) juga menyatakan
bahwa "isolasi daerah merupakan salah satu pennasalahan yang dihadapi tersendiri para pelaku (agent) pembangunan di Papua". Upaya menerobos isolasi daerah ini sebenamya telah dilakukan sejak pemerintahan Orde Baru. Namun sayangnya upaya pembangunan tersebut hanya di tujukkan ke lokasi tujuan t r a n s m i p i , sedangkan pada kampung-kampung (desadesa) yang dihuni masyarakat lokal (asli Papua) di marginalkan dengan alasan bahwa jumlah penduduk di kampung-kampung sangat tipis sehingga bila di bangun jalan, siapakah yang akan memanfaatkan jalan tersebut ?, Berapa besar frekuensi masyarakat pertahun ?, Berapa kekuatan daya beli masyarakat lokal yang akan memanfaatkan jalan tersebut 1, (Kasiyanto, 1991). Walaupun pertanyaan-pertanyaan tersebut di tujukkan kepada pembangunan jalan trans Irian, tetapi secara umum pertanyaan-pertanyaan mendasar tersebut selama masa orde baru sebagai alasan yang cukup kuat bagi proses penyediaan sarana dan prasarana transportasi, khususnya transportasi darat yang diarahkan kepada masyarakat lokal secara keseluruhan di Papua, sehingga masyarakat tetap terperangkap dalam kemiskinan yang sangat parah. Dari semua kenyataan tersebut, menunjukkan bahwa "transportasi" kini memang sangat dibutuhkan dalam menunjang pembangunan regional di Papua secara keseluruhan, mengingat secara geografis sangat sulit. Pembangunan infrastruktur transportasi yang memadai merupakan komponen (input) yang tidak kalah penting dalam menunjang pembangunan secara spasial. Karena transportasi sebagai sarana jasa yang menolong memperlancar aliran orang (manusia) dan barang (bahan makanan dan bahan bangunan) dari satu tempat ke tempat lainnya.
Strategi pembangunan transportasi yang ditetapkan pemda P a ~ u amemiliki beberapa t u j w penting yakni; (1) memperlancar
barang dan Jasa
(2)
meningkatkan mobilitas manusia di seluruh wilayah pembangunan. Kelancaran transportasi akan berakibat positif terhadap seluruh aspek pembangunan daerah dan perekonomiannya. Kelancaran transportasi secara langsung akan memperlancar hubungan antar lokasi perindustrian dengan daerah pemasarannya, menghubungkan kota-kota dengan daerah hinterland, menghubungkan lokasi bahan baku dengan lokasi pemrosesannya. Timbul pertanyaan mengapa infrastruktur sarana dan prasaran transportasi begitu penting sebagai salah satu strategi pembangunan ? Hal ini karena transportasi merupakan kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah Papua dalam melaksanakan pembangunan sejak Pelita I. Selain itu, diperkirakan hampir 80 persen masyarakat lokal Papua masih hidup di daerah pedesaan yang sangat terisolasi (isolir) dibukit, gunung, hutan dan danau. Sebagian mereka hidup meramu, pemburu dan melakukan perdagangan dengan cara barter di antara anggota kelompok masyarakat karena masih terisolasinya wilayah. Oleh karena itu, peranan jasa transportasi sangat penting dalam menunjang pembangunan daerah, baik moda darat, moda udara maupun laut, maka di erah otonomi khusus di Provinsi Papua, Pemerintah Daerah telah mencanangkan pengembangan infrastruktur transportasi sebagai salah satu prioritas pembangunan, Dan in] diikuti oleh semua kabupaten dan kota termasuk Kabupaten Jayapura. Hal
Yang patut dipertimbangkan dari awal adalah apakah
Pemerintah h e r a h masih menggunakan indikator perkembangan &nomi mas~arakat
jwnlah penduduk sebagai syarat untuk pembangunan suatu
infrastruktur ?. Hal ini perlu dipertimbangkan lebih matang oleh pelaku (agent) pembangunan di daerah. Perkembangan pembangunan infrastruktur prasarana transportasi khususnya transportasi darat di Papua sampai tahun 1997 adalah sebagai sebagai berikut:
Tabel 1.1. Paniang Jalan
Sorong Manokwari Yapen Waropen Biak Numfor Puncak Jaya Paniai Mimika Kota Jayapura Jumlah 1997 1.863,40 1996 1.638,20 1995 1.802,17 I
9.326,64 1.2418,28 8.279,80 1.1890,20 7.630,96 1.0942,95
1.228,24 1.972,20 1.509,82 I
I
I
0,00573 0,00588 0,00563
0,0294 0,0282 0,0259 I
I
Rata-rata 1 1,03397 1 0,81350 1 1,34212 1 1,13482 1 0,0835 1 0,01724 Sumber : Pavua Dalam Angka 1997 Catatan : 1) termasuk ~abupatenPuncak Jaya dan Kabupaten Paniai 2) Termasuk Kabupaten Mimika Perkembangan jalan di Provinsi Papua sampai dengan tahun 1997 yakni; jalan nasional 1.863,40 lan2 meningkat 0,14 persen dibandingkan tahun 1996 yang
hanya 1.638,20 km2, sedangkan jalan Provinsi mengalami penurunan dari 1.972,20 km2 tahun 1996 turun menjadi 1.228,24 km2 atau turun sebesar -0,78 persen, ha1 ini mungkin disebabkan oleh adanya krisis ekonomi yang melanda bangsa kita sejak 1997. Sedangkan jalan Kabupaten meningkat dari 8.279,80 km2 tahun 1996 menjadi 9.236,64 km2 tahun 1997 atau meningkat sebesar 0,13 persen Sedangkan perkembangan jalan menurut tingkat permukaan tahun 1997, yakni jalan aspal sepanjang 3.870,64 km2, jalan permukaan diperkeras sepanjang ?.019,15 km2 dan jalan tanah sepanjang 5.528.49 km2. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.2 di berikut.
Jumlah 1997 3.870,64 3.019,15 1996 2.794,17 2.874,16 1995 2.715,31 2.761,57 1994 2.653,33 2.773,30 Sumber : Papua Dalam Angka, 1997
5.528,49 6.221,87 5.466,07 4.990,46
-
-
1.2418,28 1.1890,20 1.0942,95 1.0417,09
Secara khusus pemerintah Kabupaten Jayapura juga mencanangkan pembangunan infiastrukttu transportasi sebagai salah satu prioritas pembangunan, mengingat mobilitas penduduk yang cukup dinamis. Data BPS Kabupaten Jayapura (1999), menunjukkan bahwa dari 24 Kecarnatan di Kabupaten Jayapura, 19 kecamatan di antaranya sudah dapat di jangkau melalui jalan darat dari Jayapura, sedangkan 5 kecamatan dapat dijangkau dengan transportasi laut/sungai dan seringjuga melalui transportasi udara. Sedangkan total prasana jalan di Kabupaten Jayapura sampai dengan tahun 1999 adalah 1.945,98 km2, atau terjadi peningkatan sebesar 1,32 persen dibanding tahun 1997 yang panjang jalan hanya 1.467,20 km2. Dari total prasaran jalan tersebut terdiri dari jalan nasional388,37 km2,jalan provinsi 569,63 km2, dan jalan kabupaten 987,98 km. Perkembangan jalan kabupaten tersebut terdiri dari jalan aspal 709,61 km2,jalan krikil 587,22 km2, dan jalan tanah 647,15 km2. Sedangkan kondisi jalan pada tahun yang sama sebagai berikut; kondisi baik 174,30 km2, kondisi sedang 241,lO km2,dan jalan rusak 213,40 km2. Selain prasarana transportasi darat, kabupaten Jayapura memiliki 2 darmaga laut dengan konstruksi beton, yakni darmaga Sarmi dan darmaga Teba Mamberamo Hilir. Keduanya dalam kondisi baik serta aktif dalam kegiatan bongkar muat. Selain itu Kabupaten Jayapura juga masih menggunakan jasa darmaga kota Jayapura.
Sedangkan kecamatan yang hanya disinggahi kapal laut adalah Kecamatan Bonggo, Pantai Timur, dan Pantai Barat. Arus penurnpang dan barang yang turun naik di darmaga Jayapura cukup tinggi. Hal tersebut terlihat dari total kunjungan kapal tahun 1999 mencapru 700 unit dengan kapasitas 885.863 orang. Sedangkan penumpng tiba
sebanyak 143.130 orang dan penumpang naik sebanyak 142.129 orang. Selain penumpang, barang yang dibongkar antar pulau 351.255 ton dan muat antar pulau 38.081 ton dan muat antar negara 1.6761 ton.
Selain prasarana transportasi darat dan laut, terdapat Bandar Udara Sentani, Kabupaten Jayapura juga memiliki 53 Bandar Udara perintis yang di singgahi pesawat perintis yang umumnya dimiliki oleh Misionaris (Penginjil). Jumlah arus penumpang dan barang di bandara Sentani tahun 1999 adalah bongkar 628.660 kg, muat 1.943.768 kg, bongkar paket sebanyak 122.380 kg dan paket muat 152.716 kg. Sedangkan bongkar bagasi sebanyak 895.840 kg dan muat sebanyak 3.650.727 kg. Dengan tersedianya infrastruktur transportasi yang baik, diharapkan akan membawa dampak positif bagi pembangunan wilayah dan khususnya pengaruh yang cukup signifikant bagi masyarakat di setiap wilayah. Sallim (1998 ) menguraikan bahwa "tanpa adanya transportasi sebagai sarana penunjang tidak dapat diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi &lam suatu negara". Sedangkan Anwar dan Tiro (1996), menguraikan lebih luas lagi bahwa "sistem transportasi yang baik, bukan
hanya mampu memobilisasi sumberdaya yang dapat dilakukan dengan cepat, tetapi juga dapat mempercepat arus aliran komoditas sektor pertanian dari wilayah pedesaan dan input-input produksi serta kebutuhan konsumsi lain dari kawasan perkotaan ke kawasaan perdesaan. Lebih lanjut di komentari bahwa sistem transportasi yang baik akan dapat menghantarkan barang-barang dan jasa pada waktu dan kualitas yang lebih tepat sesuai
dengan keinginan para konsumen". Kondisi in1 juga akan
mempercepat proses peningkatan taraf hidup dan pembangunan di wilayah, karena
dengan adhnya transportasi yang baik akan mengurangi harga barang yang tinggi karena sistem tataniaga yang tidak efisien. Khususnya di wilayah Kabupaten Jayapura yang wilayahnya cukup luas yakni 61.493 km2 atau 14,82 persen dari luas Papua, dengan total penduduk tahun 1999 sebesar 164.626 jiwa. Dengan demikian sarana dan prasarana transportasi merupakan kebutuhan yang mendesak dalam rangka pembangunan wilayah, terutama dalam menunjang aktifitas masyarakat ke pasar serta keperluan bahan bangunan (seng, semen, paku dan sebagainya) antar wilayah.
1.2. Perurnusan Masalah
Bertolak dari latar belakang, maka permasalahan pokok yakni "berapabesar peranan jasa transportasi bagi pembangunan wilayah di Kabupaten Jayapura ?".
Dari permasalahan pokok tersebut perlu dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan terperinci yang akan ditelusuri lebih mendalam dalam studi ini yakni, 1. Berapa besar tingkat interaksi masyarakat
antar wilayah, dikaitkan dengan
kepentingan antar pusat dengan hinterland ? 2. Bagaimana dampak jasa transportasi darat terhadap pendapatan masyarakat ?
3. Bagaimana dampak jasa transportasi darat terhadap harga tanah dan perubahan lingkungan sebagai akibat dibukannya akses ke sumberdaya ? 4. Bagaimana peranan secara sektoral jasa transportasi terhadap perekonomian Kabupaten Jayapura?
1.3. Tujuan dan Manfaat 1.3.1. Tujuan dari studi ini antara lain:
1. Mengidentifikasikan jalur transportasi secara mikro clan makro antar zone (pusat), dan mengklasifikasikannya dalam klasifikasi fungsional sehingga diperoleh prioritas pembinaan dan peningkatan jalur transportasi antar pusat pembangunan, sehingga diharapkan dapat menunjang pembangunan secara spasial; 2. Menganalisis dampak jasa transportasi terhadap pendapatan masyarakat; 3. Menganalisis dampak jasa transportasi terhadap harga tanah dan pengalihan
lahan di sepanjang jalur transportasi 4. Menganalisis Dampak jasa transportasi terhadap perkembangan ekonomi
secara sektoral di Kabupaten Jayapura.
1.3.2. Manfaat yang diharapkan dari studi ini adalah; 1. Dari hail studi ini diharapkan dapat memberikan masukkan
kepada
Pemerintah Daerah khususnya instansi terkait dalam merumuskan strategi pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang memadai guna memenuhi kebutuhan
mobilitas penduduk yang semakin tinggi. Dari
analisi ini diharapkan akan diperoleh gambaran mengenai peranan dan masalah transportasi dalam mendukung aktivitas ekonomi, sosial dan politik masyarakat. 2. Sebagai inforrnasi kepada para pengambil kebijakan bahwa jasa
transportasi bukan hanya
berfungsi sebagai sarana untuk mencapai
efisiensi produksi saja, melainkan
juga sebagai "urat nadi" dalam
menumbuhkan serta mendorong pembangunan wilayah sehingga perlu mendapat prioritas yang lebih.