BAB I PENDAHULUAN 1.1. Reformasi Birokrasi Salah satu efek reformasi birokrasi yang diinginkan oleh masyarakat adalah meningkatnya kualitas pelayanan publik. Hal ini dikarenakan pelayanan publik adalah salah satu kegiatan pemerintah yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Agus Dwiyanto (2006) menjelaskan kajian mengenai kinerja birokrasi pelayanan publik memiliki nilai yang sangat strategis1, oleh karena itu perbaikan pelayanan publik mempunyai peranan penting dalam reformasi birokrasi. Kementerian Keuangan sebagai instansi pemerintah menyadari pentingnya reformasi birokrasi sebagai usaha sebagai peningkatan kualitas pelayanan publik. Berdasarkan media keuangan Departemen Keuangan tengah berupaya untuk meningkatkan kinerja pegawai dan institusi kelembagaannya. Sebagai langkah awal dari tekad tersebut, telah dilakukan perubahan kelembagaan yang dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam menyusun kebijakan dan memberikan pelayanan kepada publik. Untuk itu, sejak tahun 2002 telah dilakukan langkah penataan organisasi yang dimulai dari pemisahan tugas dan fungsi penganggaran, formulasi kebijakan, perbendaharaan, pengelolaan utang, serta tugas dan fungsi pengelolaan aset Negara. Media keuangan menambahkan guna menunjang peningkatan kualitas 1
Dwiyanto, Agus dkk (2006), Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
1
pelayanan publik maka dari 6475 SOP telah dipilih 35 SOP sebagai program prioritas berupa “Layanan Unggulan”.
Beberapa layanan penting tersebut
meliputi layanan di bidang perpajakan, kepabeanan dan cukai, penganggaran, perbendaharaan, pengolahan asset Negara, dan pelayanan di bidang pasar modal dan lembaga keuangan non bank2. Sebagai salah satu instansi yang melakukan reformasi birokrasi, Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan sangat memperhatikan kualitas pelayanan publik. Reformasi birokrasi dimulai dengan terbitnya Undang-Undang paket keuangan negara yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Seiring dengan terjadinya reformasi birokrasi di DJPB, instansi-instansi vertikal dibawah naungan Ditjen Perbendaharaan ikut terbawa pada suatu rangkaian perubahan yang tidak mempunyai batasan waktu. Dengan kata lain reformasi birokrasi tidak akan pernah selesai. Ditjen Perbendaharaan dalam sasaran strategisnya menjelaskan reformasi birokrasi tetap menjadi nafas pelayanan Ditjen Perbendaharaan, bukan hanya sekedar tujuan jangka pendek namun senantiasa dikembangkan secara berkelanjutan3. Sebagai kelanjutan dan langkah reformasi birokrasi yang telah dan sedang dilakukan tersebut, Departemen Keuangan menyadari peningkatan pelayanan kepada publik merupakan hal utama yang perlu ditingkatkan.
2
Media Keuangan, Layanan Unggulan Depkeu. http://www. perbendaharaan.go.id/new/index.php ?pilih=news&aksi=lihat&id=2138 diakses tanggal 6 Oktober 2014 3 http://www.perbendaharaan.go.id/new/?pilih=hal&id=26 diakses pada 30 Agustus 2014
2
Berdasarkan media keuangan, guna menunjang peningkatan kualitas pelayanan publik maka dari 6475 SOP telah dipilih 35 SOP sebagai program prioritas berupa “Layanan Unggulan”.
Beberapa layanan penting tersebut
meliputi layanan di bidang perpajakan, kepabeanan dan cukai, penganggaran, perbendaharaan, pengolahan asset Negara, dan pelayanan di bidang pasar modal dan lembaga keuangan non bank. Perubahan berkelanjutan ini tentu saja mempengaruhi kegiatan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), sebagai salah satu instansi vertikal dibawah Ditjen Perbendaharaan, dan semua pengguna layanan perbendaharaan dalam hal ini Satuan Kerja Pengelola Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) di wilayah kerja KPPN. Setiap kebijakan dari kantor pusat Ditjen Perbendaharaan menjadi dasar KPPN dalam pemberian layanan.
1.2. KPPN dan Satuan Kerja Tanggung jawab KPPN sebagai salah satu ujung tombak pemerintah melalui perpanjangan tangan Ditjen Perbendaharaan harus berperan aktif dalam melakuan serangkaian komunikasi dengan semua pengguna layanan agar ikut serta secara aktif dalam lingkaran perubahan proses administrasi pelayanan keuangan. KPPN tidak dapat memilih satuan kerja yang mempunyai DIPA yang besar, agar persentase penyerapan anggaran secara keseluruhan besar, walaupun ini merupakan target KPPN. Hal ini disebabkan fungsi kepublikan yang dimiliki oleh Satker. Satker mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan programprogram pemerintah pusat dan setiap program ini memiliki fungsi kepublikan
3
tersendiri. KPPN mempunyai tanggung jawab publik untuk menjamin kelancaran pencairan dana agar Satker dapat melakukan fungsi kepublikannya. KPPN Sibolga adalah salah satu instansi vertikal Ditjen Perbendaharaan yang terletak diujung selatan provinsi Sumatera Utara dan berada di bawah Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara. KPPN Sibolga bekerja berdasarkan peraturan yang diterapkan oleh Kementerian Keuangan dan Ditjen Perbendaharaan. Fenomena yang terjadi banyak peraturan-peraturan yang baru atau perubahan peraturan yang mempengaruhi tata cara dan syarat teknis pemberian pelayanan. Salah satu contoh dari rangkaian perubahan ini dapat dilihat ketika pada tahun 2012, Menteri Keuangan mengeluarkan PMK No. 190 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menggantikan Peraturan 134/PMK.06/2005 tentang
Pedoman
Menteri
Pembayaran
Keuangan dalam
Nomor
Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara beserta peraturan pelaksanaannya; dan Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
170/PMK.05/2010 tentang
Penyelesaian Tagihan Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pada Satuan Kerja4. PMK ini berisi tentang syarat-syarat dan aplikasi-aplikasi yang digunakan berdasarkan jenis SPM.
Kemudian pada tahun Anggaran 2014
ini, Ditjen Perbendaharaan melakukan rolling out Sistem Perbendaharaan
4
PMK NOMOR 190 /PMK.05/2012 Pasal 80
4
Anggaran Negara (SPAN)5. SPAN mengubah bisnis proses pencairan dana di KPPN. Selain harus menguasai peraturan-peraturan pencairan APBN, Satker juga harus menguasai aplikasi-aplikasi pencairan berupa, Aplikasi GPP (untuk pembayaran gaji), Aplikasi Pin PP-SPM dan Aplikasi SPM. Aplikasi-aplikasi ini biasanya mengalami perubahan mengikuti tahun anggaran dalam bentuk aplikasi baru ataupun pembaruan (update) aplikasi.
Hal ini dikarenakan setiap ada
perubahan peraturan seringkali aplikasi juga mengalami perubahan. Salah satu hal yang unik adalah pengaruh kemampuan SDM pengguna layanan. Pada kantor pelayanan lain, kemampuan SDM pengguna layanan tidak berpengaruh besar dalam proses layanan. Hal ini berbeda dengan KPPN, kemampuan SDM Satker sangat berpengaruh pada keberhasilan proses layanan. Kemampuan pengguna layanan memahami peraturan dan menggunakan aplikasi yang diberikan oleh KPPN sangat menentukan. Masalahnya sumber daya manusia yang dimiliki setiap Satker berbeda. Berdasarkan pengalaman peneliti sebagai front office pada KPPN, banyak Satker yang kesulitan dalam mengikuti perubahan-perubahan ini, walaupun KPPN telah melakukan sosialisasi peraturan ataupun aplikasi. Tabel 1. Jumlah Satker berdasarkan Persentase Realisasi Per Mei 2014 No. Realisasi sampai dengan Mei 2014 Jumlah Satker 1. 0% 6 Satker 2. < 20% 17 Satker 3. 20 % s.d 30 % 29 Satker 4. > 30 % 24 Satker Sumber : Diolah dari Laporan Realisasi KPPN Sibolga (lampiran 1)
5
http://www.span.depkeu.go.id/ diakses pada 1 September 2014
5
Kesulitan ini pada akhirnya menghambat proses pencairan dana APBN, dan mengakibatkan terlambatnya penyerapan anggaran. Pada Tabel diatas dapat dilihat penyerapan anggaran satker KPPN pada pertengahan masih sedikit. Hal ini dapat mengakibatkan penumpukan pencairan dana pada tahun anggaran. Penyerapan anggaran yang menumpuk pada akhir tahun dapat mengurangi kualitas kegiatan. Berdasarkan pengalaman, banyak Satker yang harus datang lebih dari sekali dalam proses pencairan dana. Hal ini disebabkan, contohnya, kurangnya dokumen, kesalahan pembebanan anggaran, ketidak sesuaian uraian Surat Perintah Membayar (SPM),
kesalahan Arsip Data Komputer (ADK) dan
sebagainya, walaupun kegiatan ini adalah kegiatan yang berulang. Contoh surat pengembalian SPM dapat dilihat pada lampiran 2. Beberapa fenomena yang telah dipaparkan diatas, tertarik untuk dilakukan penelitian pelayanan pencairan dana di KPPN Sibolga.
1.3. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka pertanyaan utama penelitian adalah sebagai berikut: Bagaimana efektivitas pelayanan pencairan dana di KPPN Sibolga ? Untuk menjawab pertanyaan dipenelitian dibutuhkan dua pertanyaan pendukung antara lain : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakefektifan pelayanan pencairan dana KPPN Sibolga ? 2. Bagaimana kecenderungan pola pencairan dana satuan kerja di KPPN Sibolga ?
6
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dilakukan yaitu: 1. Mengetahui efektivitas pelayanan pencairan dana di KPPN Sibolga 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pelayanan pencairan dana di KPPN Sibolga 3. Mengetahui pola pencairan dana satuan kerja di KPPN Sibolga.
1.5. Manfaat Penelitian Setelah melakukan penelitian ini , diharapkan memberi manfaat antara lain : 1. memberikan gambaran secara mendalam mengenai berbagai fenomena yang terjadi pada proses pelayanan pencairan dana di KPPN Sibolga. 2. memberikan rekomendasi dan referensi bagi KPPN Sibolga dalam hal peningkatan kualitas pelayanan 3. menjadi referensi bagi kegiatan penelitian khususnya penelitian yang berkaitan dengan pelayanan publik pada instansi vertikal di daerah
7