BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui bahwa manusia merupakan makhluk sosial, oleh
karena itu manusia dalam melakukan aktivitas untuk memenuhi kepentingannya selalu berhubungan satu dengan yang lainnya. Salah satu bentuk hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya adalah dalam bentuk perjanjian. Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menentukan : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari ketentuan pasal ini jelaslah untuk didapatkan adanya suatu perjanjian paling sedikit harus ada dua pihak sebagai subyek hukum, dimana masing-masing pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam suatu hal tertentu. Hal tertentu dapat berupa untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu, maupun untuk tidak berbuat sesuatu. Perjanjian boleh dilakukan oleh siapa saja, antara orang yang satu dengan orang yang lain, maupun dilakukan antara orang perseorangan dengan badan hukum, hal ini disebabkan karena perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak. Begitu juga dalam membuat Perjanjian bisa dilakukan baik secara tertulis maupun dengan cara lisan, dan tidak jarang dijumpai perjanjian yang dilakukan secara diam-diam. Sehubungan dengan perjanjian R. Subekti memberikan
1
2
definisi, perjanjian adalah “Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal.1 Uraian itu memberikan ketegasan, bahwa bagi para pihak yang melakukan perikatan mempunyai keterikatan untuk berbuat sesuatu untuk masing-masing kepentingan yang telah disepakati. Ini berarti tiap-tiap pihak dalam melakukan perikatan itu harus bertanggung jawab terhadap hak pihak yang lain, kuatnya perikatan itu. Ditujukan dengan adanya sanksi untuk menuntut pihak lain yang melalaikan kewajibannya sebagai suatu upaya hukum menjamin hak para pihak dalam peristiwa perikatan. Dengan diadakannya suatu perjanjian maka para pihak yang berjanji harus tunduk kepada hal – hal yang telah diperjanjikan. Semua perjanjian harus dilakukan dengan etikad baik dan tidak boleh dilakukan secara bertentangan dengan asas kepatutan dan keadilan. Lain halnya dengan pengertian perjanjian yang diberikan oleh Yahya Harahap dikatakan ; “Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk menunaikan prestasi’’.2 Dari pengertian ini unsur perjanjian harus adanya hubungan hukum menyangkut hukum kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberikan hak pada suatu pihak yang meletakan kewajiban dipihak lain. Dengan demikian perjanjian ini biasa disebut perjanjian sepihak disamping
1
Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, Cet. IV, Internusa Jakarta, (selanjutnya disingkat Subekti I) h. 1. 2 Yahya Harahap. M, 1986, Segi – segi Hukum Perjanjian, Cet. II, Alumni Bandung, h. 6.
3
perjanjian sepihak juga dikenal dengan perjanjian timbal balik dalam perjanjian ini masing – masing pihak sama – sama mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pengertian itu ditunjukan pula, bahwa terdapat adanya hak bagi para pihak yang lain, yang melakukan perjanjian, disamping kewajibannya. Untuk menjamin kekuatan perjanjian itu, maka dikatakan bahwa perjanjian yang merupakan kesempatan berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang melakukan perjanjian. Adanya suatu perjanjian dapat diwujudkan dalam dua bentuk yaitu perjanjian yang dilakukan dengan tertulis dan perjanjian yang dilakukan secara lisan. Perjanjian yang dilakukan secara tertulis dapat dilakukan secara otentik dan dibawah tangan. Dalam membuat perjanjian dibawah tangan tidak ada suatu formalitas, karena boleh dibuat oleh siapa saja atau oleh yang berkepentingan, dalam bentuk yang dikehendaki dan ditempat mana saja, “artinya ada suatu kebebasan karena tidak terikat akan bunyi pasal Undang-Undang seperti halnya dengan akta resmi yang telah diatur dalam Pasal 1868 KUH Perdata, yang harus dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum. 3 Apabila salah satu pihak menghendaki untuk melakukan perjanjian Utang piutang yang dilakukan di bawah tangan, karena perjanjian tersebut bebas dibuat oleh siapa saja dengan bentuk yang dikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Dan juga perjanjian di bawah 3
Rai Widjaya, 2002, Merancang Suatu Kontrak Teori dan Praktek, Kesaint blanc, Jakarta, h. 12.
4
tangan tersebut gampang dibuat, tidak menghabiskan waktu yang tidak begitu lama, biaya yang murah dan hanya dihadiri oleh para pihak yang membuat perjanjian serta disaksikan oleh beberapa orang. Itulah yang menjadi alasan para pihak melakukan perjanjian bawah tangan dimana diketahui manusia selalu menginginkan sesuatu dengan biaya yang sedikit dan mendapatkan keuntungan yang begitu besar agar mendapatkan kepuasan dan keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk membuat suatu perjanjian di bawah tangan agar dapat menjadi suatu akta yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan akta otentik, haruslah memenuhi persyaratan sebagai suatu akta yang dibuat oleh seorang notaris/pejabat umum yang berwenang. Untuk itulah maka ada kecenderungan orang-orang yang membuat suatu perjanjian
dibawah tangan kemudian pergi ke kantor notaris untuk
melakukan legalisasi atau dilegalisasi didepan notaris, sehingga dengan demikian tidak ada penyangkalan tanda tangan. Dalam hubungan menetapkan jumlah uang yang harus dibayar oleh si berutang dalam perjanjian-perjanjian sebelum perang dunia ke II, terdapat suatu yurisprudensi Mahkamah agung yang terkenal. Yang mengambil dasar untuk penilaian kembali jumlah yang terutang itu : harga emas sebelum perang dibanding dengan harga emas sekarang, namun resiko tentang kemerosotan nilai mata uang itu dipikul oleh masingmasing pihak. Mula-mula putusan seperti itu diambil dalam menetapkan jumlah uang tebusan dalam soal gadai tanah, tetapi kemudian utang-
5
piutang uang juga mendapat perlakuan yang sama. Yurisprudensi tersebut mencerminkan suatu penerapan asas itikad baik yang harus diindahkan dalam hal pelaksanaan suatu perjanjian, seperti terkandung dalam Pasal 1338(3) BW. 4 Seiring pengetahuan
dengan dan
perkembangan
teknologi,
jaman
menyebabkan
dan
kemajuan
meningkatnya
ilmu
hubungan
manusia terutama yang menyangkut bidang ekonomi dan sosial. Dimana diketahui bahwa manusia makhluk yang tidak pernah puas terhadap apa yang telah dimilikinya dan berusaha terus untuk mendapatkan hal-hal yang diinginkannya
itu.
Sehingga
tak
mengherankan
timbul
perjanjian-
perjanjian dengan segala macam isi dan bentuk sesuai dengan kehendak si pembuat perjanjian. Dalam membuat perjanjian-perjanjian tertentu pemerintah telah mengangkat pejabat umum yang berwenang seperti Notaris atau PPAT. Walaupun demikian di dalam masyarakat masih banyak yang membuat perjanjian diluar pejabat umum yang berwenang, seperti halnya perjanjian Utang Piutang yang hanya dibuat berdasarkan perjanjian dibawah tangan. Hal-hal semacam itu akan menimbulkan persoalan-persoalan mengenai kekuatan hukum, hak dan kewajiban serta akibat hukum yang ditimbulkan dari perjanjian dibawah tangan. Maka dari itu permasalahan tersebut menarik untuk diungkapkan dalam bentuk tulisan ilmiah dengan
4
Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Cet. X, Citra Aditya, Bandung, (selanjutnya disebut subekti II), hal. 127
6
judul “Akibat Hukum Dari Perjanjian Utang-Piutang Di Bawah Tangan Antara Kreditur Dengan Debitur”.
1.2.
Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang di uraikan diatas timbul masalah-
masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 1) Bagaimanakah kekuatan hukum perjanjian Utang-piutang di bawah tangan? 2) Bagaimanakah akibat hukum yang ditimbulkan dari adanya perjanjian Utang-piutang di bawah tangan?
1.3.
Ruang Lingkup Masalah Di dalam penulisan ini terlebih dahulu perlu kiranya ditetapkan
secara tegas mengenai ruang lingkup agar dalam pembahasan nanti tidak terlalu jauh menyimpang dari pokok pembahasan. Terhadap permasalahan pertama yang akan dibahas adalah mengenai kekuatan hukum perjanjian Utang piutang dibawah tangan. Dan terhadap permasalahan kedua akan dibahas mengenai akibat hukum yang ditimbulkan dari adanya perjanjian Utang
piutang dibawah tangan. Dalam pembahasan terhadap kedua
permasalahan tersebut akan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya yang relevan dengan permasalahan yang dikaji.
7
1.4.
Orisionalitas Penelitian Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia
pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan, beberapa judul penelitian tesis atau disertasi terdahulu sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian ini, akan ditampilkan 2 Skripsi yang pembahasannya berkaitan dengan “Akibat Hukum Perjanjian Utang Piutang Dibawah Tangan Antara Kreditur Dengan Debitur”. Tabel Daftar Penelitian Sejenis No 1
Judul Analisis
Penulisan
Yuridis Andika Putra
Rumusan Masalah 1. Kesesuaian Antara Somasi
Wanprestasi Dalam EskaNugraha
Yang
Perjanjian Jual Beli (Mahasiswa
Mengakibatkan Perjanjian Jual
Pondasi Di Atas Fakultas Hukum
Beli Pondasi Di Atas Tanah Hak
Tanah Hak Sewa Universitas
Sewa Dengan Akta Di Bawah
Dengan Akta Di Jember) Tahun
Tangan Batal Demi Hukum.
Bawah Tangan
Memuat
Syarat
Batal
2013 2. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam
Perjanjian
Jual
Beli
Pondasi Di Atas Tanah Hak Sewa Dengan Akta Di Bawah Tangan.
8
2
Kekuatan
Sidah (Mahasiswa 1. Bagaimanakah tanggungjawab
Pembuktian Akta
Fakultas Hukum
Notaris
Dibawah Tangan
Universitas
dibawah
Yang Dilegalisasi
Diponogoro)
dilegalisasinya
Oleh Notaris
Tahun 2010
2. Dalam hal ada akta dibawah
atas
kebenaran tangan
akta yang
tangan yang dilegalisasi oleh notaris, apa akibat hukumnya dalam pembuktian di pengadilan
Penelitian mengenai perjanjian dibawah tangan sudah banyak dilakukan, sebagai contoh adalah penelitian yang berjudul “Analisis Yuridis Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Pondasi Di Atas Tanah Hak Sewa Dengan Akta Di Bawah Tangan” yang dilakukan oleh Andika Putra Eska Nugraha pada tahun 2013. Penelitian tersebut membahas tentang Kesesuaian Antara Somasi Yang Memuat Syarat Batal Mengakibatkan Perjanjian Jual Beli Pondasi Di Atas Tanah Hak Sewa Dengan Akta Di Bawah Tangan Batal Demi Hukum serta Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Pondasi Di Atas Tanah Hak Sewa Dengan Akta Di Bawah Tangan. Adapun penelitian lain yang membahas tentang perjanjian dibawah tangan berjudul “Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Dilegalisasi Oleh Notaris” di lakukan oleh Sidah pada tahun 2010. Dalam penelitian tersebut membahas tentang Bagaimanakah tanggung jawab Notaris atas kebenaran akta dibawah tangan yang dilegalisasinya dan Dalam hal ada akta dibawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris, apa akibat hukumnya dalam
9
pembuktian di pengadilan. Namun berdasarkan penelusuran pustaka di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana, penulisan hukum dengan judul “Akibat Hukum Dari Perjanjian Utang-Piutang Di Bawah Tangan Antara Kreditur Dengan Debitur”, belum pernah diajukan dan bukan merupakan karya ilmiah yang pernah diajukan sebelumnya oleh orang lain serta sepanjang pengetahuan penulis di dalamnya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
1.5.
Tujuan Penulisan a. Tujuan Umum 1. Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis. 2. Untuk
melaksanakan
Tri
Dharma
Perguruan
Tinggi
khususnya dalam bidang penelitian. 3. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan hukum. 4. Untuk mengembangkan diri pribadi ke dalam kehidupan sebelum terjun kemasyarakat. 5. Untuk pembulat studi dalam bidang ilmu hukum.
10
b. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai kekuatan hukum dari perjanjian utang-piutang di bawah tangan. 2. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari adanya perjanjian utang-piutang di bawah tangan.
1.6.
Manfaat Penelitian a.
Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan wawasan secara teori dan penerapan ilmu hukum serta sebagai upaya untuk meningkatkan serta mengembangkan pengetahuan dan ilmu hukum khususnya perjanjian hutang piutang. b.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi para pihak dalam perjanjian khususnya mengenai perjanjian utang piutang yang dibuat dibawah tangan.
1.7.
Landasan Teori a.
Landasan Teoritis
Dalam buku III mengatur perihal hubungan-hubungan hukum antara orang dengan orang (hak-hak perseorangan), meskipun mungkin yang menjadi obyek juga suatu benda. Oleh karena sifat hukum yang termuat dalam buku III itu selalu berupa suatu gugat-menggugat maka isi buku III
11
itu juga dinamakan hukum perUtangan. Pihak yang berhak menggugat dinamakan pihak berpiutang atau kreditur, sedangkan pihak yang memenuhi tuntutan dinamakan pihak yang berutang atau debitur. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan prestasi yang menurut Undang-Undang dapat berupa : 1.
Menyerahkan suatu barang
2.
Melakukan suatu perbuatan
3.
Tidak melakukan suatu perbuatan
5
Dalam perjanjian suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Rumusan yang diberikan tersebut hendak memperlihatkan kepada kita semua bahwa suatu perjanjian adalah : 1.
Suatu perbuatan
2.
Antara sekurangnya dua orang (jadi dapat lebih dari dua orang).
3.
Perbuatan tersebut melahirkan perikatan diantara pihak-pihak
yang berjanji tersebut.
6
Perbuatan yang disebutkan dalam rumusan awal ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata hendak menjelaskan pada kita semua bahwa perjanjian hanya mungkin terjadi jika ada suatu perbuatan nyata, baik dalam bentuk ucapan, maupun tindakan secara fisik, dan tidak hanya dalam bentuk pikiran semata-mata. “Dalam arti luas, arti janji itu selalu menimbulkan
5
Subekti, 1994, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cet. XXVI, Intermasa, Jakarta, (selanjutnya disebut subekti III) h. 122-123. 6 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Cetakan Pertama, PT. Raja Grafinda Persada, Jakarta, h. 7.
12
hubungan dimana orang yang satu berhak dan yang lainnya berkewajiban memenuhi janjinya itu”. 7 Unsur-unsur yang dimiliki oleh suatu perjanjian yaitu : 1.
Unsur esensialia Adalah suatu yang harus ada yang merupakan hal pokok sebagai
syarat
yang
tidak
boleh
diabaikan
dan
harus
dicantumkan dalam suatu perjanjian. 2.
Unsur naturalia Adalah ketentuan hukum umum, suatu syarat yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian.
3.
Unsur aksidentalia Adalah suatu syarat yang tidak harus ada, tapi dicantumkan juga oleh para pihak untuk keperluan tertentu dengan maksud khusus sebagai suatu kepastian.
Disamping unsur-unsur di atas dalam hukum perjanjian dijumpai beberapa asas penting yang perlu diketahui azas yang berlaku dalam perjanjian tersebut adalah : 1.
Azas kebebasan berkontrak
Dasar hukum adanya azas kebebasan berkontrak adalah Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyatakan bahwa : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
7
Moch. Chidir Ali, H. Achmad Samsudin dan Mushudi, 1993, PengertianPengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata, Mandar Maju, Bandung, h. 11.
13
Dengan berlakunya azas kebebasan berkontrak ini maka setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur dalam undang-undang maupun tidak. 2.
Azas konsensualisme
Azas ini penting sekali dalam suatu perjanjian, sebab dengan kata sepakat sudah timbul adanya suatu perjanjian sejak detik tercapainya kata sepakat, sehingga perjanjian itu sudah ada dalam arti telah mempunyai akibat hukum atau sudah mengikat masing-masing pihak dalam perjanjian. 3.
Azas kepercayaan
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak, bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjian tersebut tidak mungkin diadakan oleh para pihak. Dengan azas kepercayaan ini kedua belah pihak mengikatkan dirinya dan perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang. Sedangkan berbicara tentang Utang piutang tidak bisa lepas dari pengaturan pinjam meminjam khususnya mengenai uang atau barang. Untuk mengadakan suatu perjanjian itu selalu diperlukan perbuatan hukum yang timbal balik. Sebab, dalam mengadakan perjanjian diperlukan dua atau lebih pernyataan kehendak yang sama yaitu kehendak yang sama cocok.
14
Dimana dalam Pasal 1754 Buku III Bab XIII KUH Perdata dikatakan pinjam meminjam adalah Perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah uang yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Bila dilihat dari segi kesepakatan, perjanjian dapat dibedakan dalam 1.
Perjanjian konsensual, yaitu perjanjian yang tercipta dengan tercapainya persetujuan kehendak pihak-pihak.
2.
Perjanjian reel, yaitu perjanjian yang baru tercipta apabila disamping persetujuan kehendak antara pihak-pihak secara obligatoire , diikuti pula dengan penyerahan barang. 8
Perjanjian yang bersifat riil dimana pihak yang menyerahkan (kreditur) berkewajiban untuk menyerahkan obyek perjanjian kepada debitur
dan
pihak
yang
menerima
(debitur)
berkewajiban
untuk
mengembalikan obyek perjanjian tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian kepada pihak kreditur. Maka dari itu kedua belah pihak bebas berjanji mengenai pengembalian jumlah uang atau barang-barang yang harus dikembalikan apakah sama atau lebih banyak dari jumlah uang yang semula dipinjam.
8
C.S.T Kansil, 1995, Modul Hukum Perdata termasuk Asas Hukum Perdata, Cet. II, Pradnya Paramita, Jakarta , h. 208.
15
Dalam Pasal 1765 KUH Perdata memperkenankan secara tegas meminjamkan
dengan
bunga
dimana
bunyi
Pasal
1765
adalah
diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian. Meminjam uang atau barang tidak dianggap sebagai memberi bantuan yang bersifat menolong, sehingga untuk itu diperlukan kontra prestasi dari pihak lain sebagai pengganti atas pemberian hak penggunaan uang itu yang berupa jumlah tambahan tertentu yang disebut dengan bunga. Dan sesuai dengan bunyi Pasal 1765 KUH Perdata maka kedua belah pihak bebas menentukan bunga. Suatu janji yang tidak diimbangi oleh suatu yang sama nilainya dengan isi perjanjian itu oleh pihak kedua (perjanjian sepihak) tidak merupakan janji yang wajar dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat. Hukum perjanjian menganut sistem terbuka, artinya memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. 9 Di dalam perjanjian orang leluasa membuat perjanjian apa saja dan boleh menyampingkan peraturan dalam buku III KUHPerdata maka setiap perjanjian tidak hanya dibuat dengan akta otentik tetapi juga dapat dibuat dengan akta di bawah tangan, asal dibuat oleh para pihak dan tidak 9
Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, Cet. XVI, Intermasa, Jakarta, ( selanjutnya disebut Subekti IV), h. 13.
16
bertentangan dengan Undang-Undang sebagaimana disebut dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. 10 Perjanjian Utang-piutang dibawah tangan mempunyai ketentuan khusus mengenai Utang sepihak yaitu berdasarkan bunyi Pasal 291 R.Bg : “Surat Perjanjian Utang di bawah tangan dari suatu pihak saja untuk membayar uang tunai atau suatu barang yang dapat ditentukan harganya harus ditulis seluruhnya dengan tangan oleh orang menandatangani surat perjanjian itu, atau sekurang-kurangnya orang yang menandatangan itu harus menulis di bawahnya dengan tangannya, lain dari pada tanda tangan juga yang menyebut dengan huruf, jumlah atau besarnya atau banyaknya barang yang harus dibayar itu”. 11 Berdasarkan dari bunyi Pasal 1875 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut UndangUndang dianggap sebagai diakui, memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik. Perjanjian menganut sistem terbuka, yang mengandung suatu asas kebebasan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya, selain itu juga berlalu asas konsensualisme artinya pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. 12
10
Subekti IV, Ibid, h. 14. K.Wantjik Saleh, 1981, Hukum Acara Perdata RBG/HIR, Cetakan keempat, Ghalia, Jakarta, h. 73 12 Subekti III, 1996, Op.Cit, hal. 15. 11
17
1.8.
Metode Penelitian
a.
Jenis Penelitian Penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten13. Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode empiris. Metode empiris yaitu suatu metode dengan melakukan observasi atau penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan kebenaran yang akurat dalam proses penyempurnaan penulisan skripsi ini..
b.
Jenis Pendekatan Penelitian dalam pembuatan skripsi ini menggunakan beberapa jenis
pendekatan, diantaranya : 1. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach), yaitu pendekatan masalah yang berdasarkan pada teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas. 2. Pendekatan Fakta (The Fact Approach), yaitu pendekatan masalah yang didasarkan pada fakta-fakta yang terjadi di lapangan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas.
13
42.
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal.
18
c.
Sifat Penelitian
Penelitian Deskriptif Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan uinit yang diteliti antara fenomena yang diuji. Dalam penelitian ini, peneliti telah memiliki definisi jelas tentang subjek penelitian dan akan menggunakan pertanyaan who dalam menggali informasi yang dibutuhkan. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran akurat tentang sebuah kelompok,
menggambarkan
mekanisme
sebuah
proses
atau
hubungan,
memberikan gambaran lengkap baik dalam bentuk verbal atau numerikal, menyajikan informasi dasar akan suatu hubungan, menciptakan seperangkat kategori dan mengklasifikasikan subjek penelitian, menjelaskan seperangkat tahapan atau proses, serta untuk menyimpan informasi bersifat kontradiktif mengenai subjek penelitian
d.
Data Dan Sumber Data Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari penelitian lapangan yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari responden maupun informan. Data sekunder bersumber dari penelitian
19
kepustakaan Dalam penulisan skripsi ini bersumber pada peraturan perundangundangan yang berlaku yaitu KUHPerdata.
e.
Teknik Pengumpulan Data 1)
Teknik studi dokumen
Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan
dalam
melakukan penelitian ini dengan cara mengumpulkan data berdasarkan pada benda-benda berbentuk tulisan, dilakukan dengan cara mencari, membaca, mempelajari dan memahami data-data sekunder yang berhubungan dengan hukum sesuai dengan permasalahan yang dikaji yang berupa buku-buku, majalah, literatur, dokumen, peraturan yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti. 2) Teknik Wawancara (interview) Wawancara merupakan salah satu teknik yang sering dan palaing lazim digunakan dalam penelitian hukum empiris. Dalam kegiata ilmiah, wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya pada seseorang, melainkan dilakukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan. Agar hasil wawancara nantinya memiliki validitas dan reabilitas, dalam berwawancara peneliti menggunakan alat berupa pedoman wawancara atau interview guide. f.
Teknik Penentuan Sempel Penelitian Teknik dalam penentuan sampel peneitian ini menggunakan teknik non probability sampling. Pengambilan sampel dengan teknik ini memberikan peran yang sangat besar pada penelitian untuk menentukan pengambilan
20
sampelnya. Hasil penelitian yang menggunakan teknik seperti ini tidak dapat digunkan untuk membuat generalisasi tentang populasiny, karena sesuai dengan ciri umum dari non propability sampling tidak semua elemen dalam populasi mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Adapun bentuk dari non propability samplingyang dipergunkan adalah snowball sampling. Penarikan sampel dengan bentuk ini dipilih berdasarkan penunjukan atau rekomendasi dari sempel sebelumnya. Sampel pertama yang diteliti ditentukan sendiri oleh si peneliti yaitu dengan mencari key informan (informan kunci) ataupun responden kunci yang dianggap mengetahui tentang penelitian yang sedang dilakukan oleh si peneliti. Responden maupun informan berikutnya yang akan dijadikan sampel tergantung dari rekomendasi yang diberikan oleh key informan.
g.
Teknik Analisa Data
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, maka data-data tersebut diolah secara deskriftif yaitu dengan memilih data dengan kualitasnya untuk dapat menjawab permasalahan yang diajukan.14 Sedangkan data dianalisis dengan menginterpretasikan dan untuk penyajiannya dilakukan secara deksiptif analisa yaitu suatu cara analisa data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang ilmiah
14
Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet. IV, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 47.