1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia,
salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerapkan program internship bagi lulusan dokter dengan kurikulum KBK mulai tahun 2010. Menurut UU RI No. 29 Tahun 2004 pasal 27 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa setelah lulus dari institusi pendidikan dokter,diperlukan program pemahiran sebagai salah satu tahap pelatihan keprofesian praregistrasi berbasis kompetensi pelayanan primer bagi lulusan dokter. Program internship adalah tahap pelatihan keprofesian praregistrasi berbasis kompetensi pelayanan primer guna memahirkan kompetensi yang telah dicapai setelah memperoleh kualifikasi sebagai dokter melalui pendidikan kedokteran dasar (PERMENKES NO. 299/MENKES/PER/II/2010). Menurut Undang-undang No.20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, program internship adalah pemahiran dan pemandirian Dokter yang merupakan bagian dari program penempatan wajib sementara, paling lama 1 (satu) tahun dan merupakan bagian dari pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dengan tujuan menjamin pemerataan lulusan terdistribusi ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
2
Berbagai perubahan dan tantangan strategis yang mendasar seperti globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, krisis multidimensi serta pemahaman kesehatan sebagai hak azasi dan investasi mendorong terjadinya revisi terhadap sistem kesehatan yang selama ini menjadi dasar pembangunan kesehatan di Indonesia (Adisasmito, 2014). Program ini adalah hasil dari studi orientasi proyek HWS (Health Worksforce and Service) yang dijalankan oleh Dikti ke 4 negara yaitu Inggris, Belanda, Australia dan Singapura dan hasil dari studi orientasi ini kemudian
dijadikan
Kementerian
masukan
Pendidikan
bagi
Nasional,
Kolegium
Dokter
Kementerian
Indonesia.
Kesehatan
dan
Kementerian Dalam Negeri telah bersepakat untuk mensukeskan program Internsip. Persiapan di bagian hulu telah dibentuk Komite Internsip Dokter Indonesia (KIDI) yang mengatur tentang penetapan peserta, aturan pelaksanaan internship, pembinaan wahana dan pendamping, evaluasi dan perencanaan perbaikan. Adapun di bagian hilir telah dilakukan sosialisasi tentang program Internsip ini kepada mahasiswa kedokteran oleh institusi pendidikan dokter di Indonesia. Peserta internsip ditempatkan di Rumah Sakit dan Puskesmas serta dibimbing oleh dokter pendamping selama satu tahun. Peserta akan melaksanakan kegiatan layanan primer, konsultasi dan rujukan, kegiatan ilmiah medis dan non medis dengan target kompetensi yang telah ditentukan. Apabila kompetensi belum dapat dicapai sesuai
Universitas Sumatera Utara
3
ketentuan maka dapat diperpanjang sesuai waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya (Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang, 2010). Internship telah dilaksanakan di berbagai negara di dunia. Pola pelaksanaan internship di setiap negara disesuaikan dengan kebutuhan dankondisi negara masing-masing (Departemen Kesehatan Republik Indonesia Badan PPSDM Kesehatan, 2009).Berdasarkan hasil studi orientasi proyek WFME, setiap negara di dunia melaksanakan program Internship bagi setiap dokter yang baru lulus. Indonesia adalah negara terakhir di ASEAN yang melaksanakan Internship (Azis, 2015) WFME(World Federation of Medical Education) serta WHO (World Health Organization) menerapkan standar pendidikan dokter yang disyaratkan
bagi pendidikan dokter di Indonesia untuk memenuhi
kesamaan dengan metoda yang berjalan di negara maju (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Badan PPSDM Kesehatan, 2014) Sejalan dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016. Pemberlakukan ASEAN Community yang mencakup total populasi lebih dari 560 juta jiwa, akan memberikan peluang (akses pasar) sekaligus tantangan tersendiri bagi Indonesia. Implementasi ASEAN Economic Community, yang mencakup liberalisasi perdagangan barang dan jasa serta investasi sektor kesehatan. Maka, perlu dilakukan upaya peningkatan daya saing (competitiveness) dari fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan dalam negeri. Pembenahan fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan yang ada, baik dari segi sumber
Universitas Sumatera Utara
4
daya manusia, peralatan, sarana dan prasarananya, maupun dari segi manajemennya perlu digalakkan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Jika dilihat dari substansi tujuannya, program internship bukanlah yang pertama kali pernah diselenggarakan dan program ini dipandang sebagai kebijakan baru, karena sebelumnya sudah ada program Wajib Kerja Sarjana (WKS) dan program Pegawai Tidak Tetap (PTT). Pengangkatan otomatis semua dokter WKS menjadi PNS dimungkinkan karena pada saat itu dana pemerintah sedang penuh sebagai akibat boom minyak pada awal tahun 1970-an ketika masa keemasan minyak berlalu dan dana pemerintah semakin tipis, mulailah terpikirkan untuk membatasi pengangkatan dokter PNS. Berdasarkan konsep zero growth PNS, diluncurkan Keppres No.37/1991 pada bulan September 1991 dan langsung dilaksanakan sejak April 1992 status PNS yang otomatis bagi dokter WKS dihapus diganti dengan status sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang menggunakan sistem kontrak selama 3 tahun dan tidak dapat diperpanjang lagi. Kegelisahan mengenai nasib dokter setelah menyelesaikan PTT tersebut, dapat diredam dengan jaminan dari pemerintah bahwa, dokter-dokter non-PNS dapat melanjutkan pendidikan spesialisasi atau praktek Mandiri atau bekerja di rumah sakit swasta. Sebagian kecil yang memenuhi syarat dapat menjadi PNS(Kansil, 1991). Pada era reformasi dan desentralisasi ini, banyak kebijakan pembangunan kesehatan yang memerlukan perubahan atau peningkatan
Universitas Sumatera Utara
5
prinsip-prinsipnya, maka dengan alasan tersebut, pemerintah berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan memperbarui suatu kebijakan. Adanya kebutuhan yang belum dapat diselesaikan oleh kebijkan lama seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwandono (2002) nampak bahwa kebutuhan dokter terhadap daerah terpencil dan sangat terpencil merupakan kebutuhan terbesar. Depkes RI saat ini sedang mengolah dan mengembangkan kebijakan tersebut menjadi kebijakan penempatan tenaga medis yang lebih dapat diterima oleh semua pihak, lebih berkualitas mekanisme pelaksanaannya, lebih memperhatikan masa depan para dokter dan lebih menekan
pada
prinsip
pemerataan
serta
peningkatan
kualitas
pembangunan kesehatan di seluruh Indonesia (Suwandono dkk, 2002). Pemerintah menyikapi tantangan dalam pemenuhan Sumber Daya Manusia kesehatan yang diprioritaskan di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK) dan Daerah Bermasalah Kesehatan dengan salah satu strateginya yaitu melaksanakan Program Internship Dokter Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bersama, Pendidikan Profesi Dokter di Republik Indonesia telah memasuki lembaran baru dalam sejarah dengan diberlakukannya Program Internship Dokter Indonesia pada tahun 2010 berdasarkan PERMENKES NO.299/MENKES/PER/II/ 2010 dan PERKONSIL KKI NO.1/KKI/PER/I /2010. Untuk
meningkatkan
pelayanan
kesehatan
di
RS,
masih
menghadapi kendala kekurangan tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Pada
Universitas Sumatera Utara
6
tahun 2013 mencapai 29% dokter spesialis anak, 27% dokter spesialis kandungan, 32% dokter spesialis bedah, dan 33% dokter spesialis penyakit dalam. Dokter umum yang memiliki STR berjumlah 88.309 orang, sehingga rasio dokter umum sebesar 3,61 orang dokter per 10.000 penduduk. Padahal menurut rekomendasi WHO seharusnya 10 orang dokter umum per 10.000 penduduk. Sementara itu, mutu lulusan tenaga kesehatan juga masih belum menggembirakan. Persentase tenaga kesehatan yang lulus uji kompetensi masih belum banyak, yakni dokter 71,3%, dokter gigi 76%, perawat 63%, D3 keperawatan 67,5%, dan D3 kebidanan 53,5%.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015) Dari sisi pengembangan Sumber Daya Manusia, program internship
dokter
memberikan
kesempatan
pada
dokter
untuk
melaksanakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan individu, namun ada banyak respons dalam proses pelaksanaannya, termasuk respons dokter internsip sebagai pelaksana kebijakan. Begitu kompleksnya ilmu dan praktek kedokteran pada gilirannya diikuti dengan meningkatnya berbagai tuntutan profesi terhadap kualitas pelayanan dokter. Di satu sisi, dokter dituntut dapat memberikan pelayanan yang komprehensif sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran dan atau kedokteran gigi. Hal yang disebut terakhir ini, pada gilirannya menuntut perubahan, dan perubahan ini harus dikerangkai dalam suatu regulasi yang jelas dan efektif. (Irvin dalam Zulfendri,2014).
Universitas Sumatera Utara
7
Menurut Hamri (2014) yang mengutip pendapat Sutrisno bahwa tenaga medis merupakan salah satu profesi yang mendapatkan sorotan masyarakat, karena sifat pengabdiannya kepada masyarakat sangat kompleks. Akhir-akhir ini, masyarakat banyak yang menyoroti kinerja tenaga medis, baik sorotan yang disampaikan secara langsung ke Ikatan Dokter Indonesia (Indonesia) sebagai induk organisasi para dokter, maupun yang disiarkan melalui media cetak maupun media elektronik. Azis (2015) menyatakan bahwa tuntutan global dunia kedokteran menghantarkan Indonesia untuk ikut memajukan kinerja lulusan pendidikan kedokteran. Selain itu, guna mencapai kesetaraan global dengan negara lain maka STR atau bukti pelaksanaan program Internship dipersyaratkan untuk dapat melanjutkan pendidikan atau bekerja di luar negeri. Institusi
pendidikan
kedokteran
merupakan
institusi
yang
melahirkan generasi dokter yang mana dalam pendidikan tersebut dibentuk karakter jiwa kemanusiaan dokter. Dalam hal pelaksanaan pendidikan kedokteran tidaklah sama antar institusi pendidikan meskipun dalam pelaksanaan kurikulum yang sama. Hal ini juga menjadi suatu pertimbangan untuk program baru pemerintah dalam melaksanakan kebijakannnya sebelumnya minimal harus ada persamaan (seperti lama masa studi yang seharusnya) yang secara tidak langsung menjadi diskriminasi karena akhirnya juga sama-sama satu tujuan, yaitu menjadi dokter (Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang, 2010).
Universitas Sumatera Utara
8
Telaah implementasi program internship dokter, khususnya dari segi respons dokter,sangat diperlukan mengingat, kebijakan kesehatan perlu berkesesuaian dengan situasi, kondisi, kemampuan dan keinginan yang akan dicapai oleh pemerintah, masyarakat dan profesi dokter. Terlebih lagi dalam hal ini, keberhasilan suatu program/kebijakan kesehatan ditentukan oleh dokter internship sebagai pelaksana utama kebijakan. Beberapa penelitian juga melatarbelakangi bagaimana respons dokter sebagai pelaksana kebijakan mulai dari program PTT sampai program internship masih terdapat banyak kendala dalam proses implementasinya(Suwandono dkk,2002). Di Indonesia, pengalaman mengelola pasien secara mandiri saat internship menjadi salah satu faktor yang berperan meningkatkan rasa percaya diri sebagai seorang dokter. Bagi para dokter senior di daerah terpencil yang karena masalah transportasi tidak pernah mengikuti kegiatan ilmiah, kehadiran dokter internship dapat menghadirkan suasana akademik di wahana tersebut. Seorang dokter harus belajar sepanjang hayat. Oleh karena itu, pembaruan ilmu kedokteran dari para dokter yang baru lulus menjadi salah satu bentuk pendidikan berkelanjutan bagi para dokter senior yang mau membuka diri dan terus belajar. Kendala muncul ketika ada sejawat senior yang menyalahgunakan wewenang, melimpahi sebagian atau seluruh pekerjaan kepada dokter internship tanpa memberikan umpan balik sesuai dengan fungsinya.
Universitas Sumatera Utara
9
Akibatnya, peserta internship bekerja dengan jam kerja yang panjang dan melayani pasien dengan jumlah yang sangat banyak. Salah satu yang kerap dikeluhkan adalah Bantuan Biaya Hidup (BBH) peserta internship yang relatif minim. Besaran BBH tersebut dianggap menjadi kendala bagi para dokter internship untuk melakukan tugasnya dengan baik. Ada yang berpendapat bahwa BBH tersebut merupakan cerminan kurangnya penghargaan pemerintah terhadap dokter karena BBH lebih kecil dari pendapatan sebagian besar profesi di Indonesia (Priantono, 2014). Pada kenyataannya pelaksanaan di lapangan, Program Internship Dokter Indonesia (PIDI) masih menemui berbagai kendala yang tidak terlepas dari usia program yang masih muda. Agar kegiatan internship dapat terlaksana dengan baik harus tersedia wahana atau tempat pelaksanaan internship yang terakreditasi dan memenuhi syarat agar peserta internship dapat mencapai kompetensi sesuai yang diinginkan. Yang dimaksud dengan wahana sebagaimana disebutkan yaitu Rumah Sakit. (Huda dkk,2013). Melihat kondisi fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia yang begitu beragam, diperlukan fleksibilitas agar PIDI berjalan lancar tanpa mengganggu pelayanan kepada masyarakat. Sayangnya, tidak ada standar untuk pelaksanaan PIDI di wahana yang menyebabkan kesenjangan antarwahana internship. Ada wahana yang memberikan akomodasi dan transportasi kepada para peserta dan ada pula yang tidak (Herman, 2008).
Universitas Sumatera Utara
10
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB dan RSUD Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah termasuk dua dari banyak rumah sakit yang ditunjuk sebagai wahana program internship oleh Badan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDMK).Wahana internship tersebar di berbagai penjuru Indonesia, hingga ke daerah pelosok. Tentunya pemilihan wahana dilakukan Komite Internship Dokter Indoneseia (KIDI) dengan mempertimbangkan kriteria memenuhi syarat atau tidak. Kriteria tersebut meliputi kelengkapan rumah sakit/puskesmas dan jumlah kunjungan pasien setiap harinya. (Priantono, 2014) Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai Respons Dokter pada Implementasi Program Internship Dokter Indonesia di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB kota Medan dan RSUD Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah Serdang Bedagai, untuk dapat melihat respons dokter sebagai pelaksana kebijakan pada wahana internship yang berbeda, mengingat adanya perbedaan jumlah penduduk, tenaga medis dan jumlah fasilitas kesehatan yang berbeda.
1.2 1.
Rumusan Masalah Bagaimana respons dokter pada kebijakan implementasi Program Internship Dokter Indonesia di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB kota Medan dan RSUD Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah Serdang Bedagai tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara
11
2.
Bagaimana respons dokter pada pelaksanaan Program Internship Dokter Indonesia di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB kota Medan dan RSUD Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah Serdang Bedagai tahun 2016.
3.
Bagaimana respons dokter pada hasil pelaksanaan Program Internship Dokter Indonesia di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB kota Medan dan RSUD Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah Serdang Bedagai tahun 2016.
1.3 1.
Tujuan Penelitian Diketahuinya respons dokter pada isi kebijakan implementasi Program Internship Dokter Indonesia di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB kota Medan dan RSUD Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah Serdang Bedagai tahun 2016.
2.
Diketahuinya
respons
dokter
pada
pelaksanaan
kebijakan
implementasi Program Internship Dokter Indonesia di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB kota Medan dan RSUD Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah Serdang Bedagai tahun 2016. 3.
Diketahuinya respons dokter pada hasil pelaksanaan kebijakan implementasi Program Internship Dokter Indonesia di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB kota Medan dan RSUD Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah Serdang Bedagai tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara
12
4.
Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan rekomendasi dan pertimbangan bagi pembuat kebijakan. 2. Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya. 3. Sebagai rekomendasi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan di Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Sumatera Utara