1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hiperkolesterolemia timbul karena peningkatan kadar kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein). Hiperkolesterolemia dapat menyebabkan aterosklerosis, penyakit kardiovaskuler dan stenosis aorta pada masa anak-anak dan dewasa muda (Mansjoer et al., 2001). Kelainan yang paling sering diakibatkan oleh hiperkolesterolemia adalah aterosklerosis. Aterosklerosis adalah deposit plak yang mengandung kolesterol, lemak, dan lipofag yang terbentuk di dalam tunika intima dan tunika media arteri besar dan sedang (Richardson et al., 2005; Corwin, 2003). Thacker et al., (2005) mengatakan bahwa aterosklerosis juga merupakan akar penyebab terjadinya stroke, salah satu penyakit yang menyebabkan kematian dan kecacatan di dunia. Penderita hiperkolesterolemia diperkirakan akan terus meningkat, sehingga semakin banyak obat-obat yang dibutuhkan dan biaya pengobatan pun semakin mahal dan kurang terjangkau. Selain itu efek samping yang ditimbulkan juga semakin besar. Oleh karena itu, para peneliti terdorong untuk mengembangkan pengobatan komplementer dan alternatif CAM (Complementary and Alternative Medicine). CAM adalah pengobatan tradisional yang sudah diakui, harus dikaji dan diteliti keefektifan serta keamanannya dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi konvensional/medis atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis yang konvensional ( Snyder dan Lindquist, 2002).
1
2
Dewasa ini herba alfalfa dikembangkan sebagai salah satu tanaman obat karena memiliki banyak kandungan zat aktif. Yu et al., (2011) melaporkan bahwa efek saponin yang terkandung dalam tanaman alfalfa dapat menurunkan metabolisme lipid pada tikus hiperkolesterolemia yang diinduksi dengan Triton WR-1339. Saponin bekerja melalui penghambatan aktifitas HMG-CoA reductase dan meningkatkan aktivitas lipase di hati. Hasil penelitian Limantara (2009) menunjukkan bahwa molekul klorofil dari tanaman alfalfa memiliki fitol yang bersifat hidrofobik atau tidak larut dalam air sehingga efektif mengikat lemak di dalam tubuh dan mengeluarkannya melalui sistem ekskresi, sehingga lemak yang terikat dapat dihambat agar tidak menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Hasil dari penelitian Malinow et al., (1978) menyebutkan bahwa saponin dari tanaman alfalfa dapat mencegah kenaikan kolesterol dalam darah dan menurunkan penyerapan kolesterol ke dalam usus. Gemfibrozil merupakan salah satu obat sintetik yang digunakan untuk pengobatan
hiperkolesterolemia.
Gemfibrozil
termasuk
dalam
obat
antihiperlipidemia golongan fibrat yang bekerja dengan meningkatkan aktivitas Peroxisome Proliferator-Activated Receptor alpha (PPAR-α) sehingga efektif dalam menurunkan kadar LDL dan meningkatkan kadar HDL. Gemfibrozil dimetabolisme di hati oleh enzim CYP34A. Obat ini mengalami hidroksilasi dan konjugasi. Hati memodifikasi sebagian obat pada gugus metil-nya menjadi hidroksimetil atau turunan karboksil dan sebagian dari senyawa tersebut menjadi quinol (Ganiswarna, 1995). Prinsip pengobatan kombinasi suatu penyakit telah lama dikembangkan dalam pengobatan terdahulu. Masyarakat Afrika Barat sering menggunakan kombinasi obat
3
herbal karena dipercaya mempunyai efek yang lebih efektif. Pengobatan kombinasi hiperkolesterolemia merupakan salah satu cara pengobatan lipid yang efektif dengan menggunakan dua macam obat lipid yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda, mempunyai efektifitas yang dapat ditoleransi dengan baik dan aman terhadap pasien (Spellman, 2003). Kombinasi obat yang menghambat jalur – jalur metabolisme lipid tertentu memiliki potensi untuk meningkatkan efikasi dan berpengaruh terhadap kelainan lipid. Secara keseluruhan, target lipid yang diharapkan dapat tercapai dan dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah (McKenney, 1995).
Penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa saponin dalam alfalfa dapat menurunkan kadar kolesterol. Hal ini sesuai dengan prinsip pengobatan kombinasi yang menunjukkan bahwa herba alfalfa dan gemfibrozil mempunyai dua mekanisme kerja yang berbeda sehingga diharapkan penelitian ini mampu memberikan efek sinergis dalam penurunan kadar kolesterol. Penelitian tentang kombinasi ekstrak etanol herba alfalfa dan gemfibrozil belum pernah dilakukan, sehingga penelitian dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi kombinasi ekstrak etanol herba alfalfa dan gemfibrozil terhadap penurunan kadar LDL dan peningkatan kadar HDL tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak untuk digunakan sebagai pengobatan alternatif hiperkolesterolemia.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.
Apakah pemberian kombinasi ekstrak etanol herba alfalfa dan Gemfibrozil dapat menurunkan kadar LDL tikus dislipidemia yang lebih baik dari pada
4
pemberian gemfibrozil tunggal maupun sediaan ekstrak etanol herba alfalfa tunggal? 2.
Apakah pemberian kombinasi ekstrak etanol herba alfalfa dan Gemfibrozil dapat meningkatkan kadar HDL tikus dislipidemia yang lebih baik dari pada sediaan gemfibrozil tunggal maupun sediaan ekstrak etanol herba alfalfa tunggal?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mengetahui efek kombinasi ekstrak etanol herba alfalfa dan gemfibrozil untuk menurunkan kadar LDL tikus dislipidemia yang lebih baik dari pada sediaan gemfibrozil tunggal maupun sediaan ekstrak etanol herba alfalfa tunggal.
2.
Mengetahui efek kombinasi ekstrak etanol herba alfalfa dan gemfibrozil untuk meningkatkan kadar HDL tikus dislipidemia yang lebih baik dari pada sediaan gemfibrozil tunggal maupun sediaan ekstrak etanol herba alfalfa tunggal.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa : 1.
Membuktikan secara ilmiah bahwa kombinasi ekstrak etanol herba alfalfa dan
gemfibrozil
berkhasiat
untuk
menurunkan
kadar
LDL
dan
meningkatkan kadar HDL tikus dislipidemia yang lebih baik dari sediaan gemfibrozil tunggal maupun sediaan ekstrak etanol herba alfalfa tunggal.
5
2.
Memberikan informasi pemanfaatan herba alfalfa untuk pengembangan obat antihiperlipidemia dalam penelitian lebih lanjut.
E. Tinjauan Pustaka 1.
Hiperkolesterolemia Kolesterol adalah sterol utama dalam tubuh manusia. Kolesterol dibutuhkan
oleh tubuh sebagai struktur membran sel dan lipoprotein plasma, dan juga merupakan bahan awal pembentukan asam empedu serta hormon steroid. Kolesterol memiliki sifat yang larut dalam lemak dan mampu membentuk ester dengan asam lemak. Kira-kira 70% kolesterol diangkut dalam bentuk ester kolesterol. Ester kolesterol ini berada dalam massa inti lipid lipoprotein (Montgomery et al., 1993). Ada 4 kelompok utama lipoprotein yang berperan dalam pengangkutan kolesterol, yaitu : a. Kilomikron yang berasal dari penyerapan trigliserida dalam usus b. Lipoprotein berdensitas sangat rendah Very Low Density Lipoprotein (VLDL) yang berasal dari hati untuk mengeluarkan trigliserida c. Lipoprotein berdensitas sedang Low Density Lipoprotein (LDL) yang memperlihatkan tahap akhir dalam katabolisme VLDL d. Lipoprotein densitas tinggi High Density Lipoprotein (HDL) yang terlibat dalam metabolisme VLDL, kilomikron dan juga kolesterol. Lipoprotein
berkepadatan
rendah terbentuk
dalam
plasma
selama
katabolisme VLDL dan mengandung 65-75% kolesterol dalam bentuk ester kolesterol. Lipoprotein berkepadatan sangat rendah disintesis dalam hati, bertugas
6
mengangkut trigliserida dari hati ke jaringan adiposit dan mengandung 5,1% kolesterol dan 54,8% trigliserida. Lipoprotein berkepadatan tinggi disintesis dalam hati dan usus dan mengandung 25,7% kolesterol dan 14,3% trigliserida (Stipanuk, 2000). Hiperkolesterolemia adalah suatu keadaan tingginya kadar kolesterol dalam darah. Ada tiga tingkatan kolesterol dalam serum, yaitu kolesterol serum normal dengan kolesterol total < 200 mg/dL, kolesterol serum tinggi yang dapat menyebabkan kondisi hiperkolesterolemia sedang (240-289 mg/dL) dan kolesterol serum sangat tinggi yang dapat menyebabkan hiperkolesterolemia berat (>290mg/dL) (Grundy, 1991). Menurut Montgomery et al., (1993) kadar kolesterol normal dalam plasma orang dewasa sebesar 3,1 sampai 5,7 mmol/L atau 120 sampai 220 mg/dL. Keadaan hiperkolesterolemia terjadi bila konsentrasi kolesterol total = 240 mg/dL dan LDL = 160 mg/dL. Pada kondisi hiperkolesterolemia, risiko terbentuknya aterosklerosis sangat tinggi dan ini terjadi akibat penurunan laju katabolisme LDL yang mengandung banyak ester kolesterol. Aterosklerosis ditandai dengan penumpukan kolesterol dan ester kolesterol pada jaringan ikat dinding pembuluh arteri sehingga terjadi penyempitan lumen pembuluh tersebut (Murray et al., 1997; Grundy, 1991). Sebenarnya, ada banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya aterosklerosis tetapi tingginya kadar kolesterol dalam darah adalah penyebab yang lebih dominan dibanding faktor lain, seperti usia dan kebiasaan merokok (McGilvery dan Golstein, 1996). Konsentrasi
kolesterol
yang
diinginkan
untuk
menurunkan
risiko
terbentuknya aterosklerosis pada manusia adalah kolesterol total <200 mg/dL,
7
LDL <130 mg/dL, serta HDL 50-60 mg/dL. Kisaran konsentrasi kolesterol total 200-239 mg/dL adalah batas antara keadaan berisiko rendah dan tinggi untuk terbentuknya aterosklerosis (Grundy, 1991). Mayes (2003) menyebutkan bahwa sintesis kolesterol terbesar di dalam hati dan akan melalui beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: a. Pembentukan mevalonat, suatu senyawa dengan 6 C yang disintesis dari asetilkoA. b. Pembentukan isoprenoid dari mevalonat dengan melepas CO2. c. Enam unit isoprenoid berkondensasi untuk membentuk zat antara skualen. d. Skualen mengalami siklisasi untuk membentuk lanosterol. e. Pembentukan kolesterol dari lanosterol melalui beberapa tahap dimana dalam reaksi-reaksi ini terjadi pelepasan 3 gugus metil. Penderita penyakit arteri dapat mengalami kenaikan kadar VLDL dengan kadar LDL yang normal, kenaikan LDL dengan kadar VLDL yang normal, atau kenaikan kedua fraksi lipoprotein tersebut dengan kadar kolesterol plasma setinggi 800 sampai 900 mg/dL (Montgomery et al., 1993). 2.
Lipoprotein Lipoprotein adalah gabungan molekul lipida dan protein yang disintesis di
dalam hati. Tiap jenis lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas dan mengangkut berbagai jenis lipida dalam jumlah yang berbeda pula (Almatsier, 2001). Partikelpartikel lipoprotein memiliki sifat-sifat khusus dan berbeda pada proses pembentukan aterosklerosis (Soeharto, 2004).
8
a.
Low Density Lipoprotein (LDL) Penurunan kadar LDL dengan terapi farmakologis terjadi melalui
berbagai mekanisme, antara lain dengan proses fagositosis sehingga mencegah penumpukan LDL kolesterol yang teroksidasi pada dinding pembuluh darah menggunakan antioksidan (Ariantari et al., 2010). Trigliserida dan kolesterol yang disintesis di hati dan disekresi ke dalam sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL dengan apolipoprotein B-100. Dalam sirkulasi, trigliserida di VLDL mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) berubah menjadi IDL yang mengalami hidrolisis dan berubah menjadi LDL. Dalam sirkulasi trigliserida yang banyak di VLDL bertukar dengan kolesterol ester dari LDL menghasilkan LDL yang kaya trigliserida tetapi kurang kolesterol ester. Trigliserida yang dikandung oleh LDL akan dihidrolisis oleh enzim Hepatic Lipase (HL) menghasilkan LDL yang kecil tetapi padat, yang dikenal dengan small dense LDL (Adam, 2005). Reactive oxygen species (ROS) diketahui sebagai pemprakarsa utama pada peroksidasi lipid. Kondisi hiperkolesterolemia dapat mengganggu fungsi endotel dengan meningkatnya produksi radikal bebas oksigen. Radikal ini menonaktifkan oksida nitrat, yaitu faktor endothelial–relaxing utama. Pemaparan terhadap radikal bebas dalam sel endotel dinding arteri menyebabkan terjadinya oksidasi LDL yang berperan dan mempercepat timbulnya plak aterosklerosis (Price dan Wilson, 2006). b.
High Density Lipoprotein (HDL) HDL mengambil kelebihan kolesterol dan fosfolipida yang ada di
dalam aliran darah, serta sebagai media transpor kolesterol bebas dari
9
jaringan perifer ke hati untuk dikatabolisasi dan diekskresi (Almatsier, 2001). HDL merupakan lipoprotein protektif yang menurunkan risiko penyakit jantung koroner. Efek protektifnya diduga karena mengangkut kolesterol dari perifer untuk dimetabolisasi di hati dan menghambat modifikasi oksidatif LDL melalui paraoksinase, suatu protein antioksidan yang berasosiasi dengan HDL (Suyatna, 2007). 3.
Gemfibrozil Gemfibrozil adalah asam fibrat generasi pertama turunan klofibrat. Secara
farmakologis gemfibrozil dan fenofibrat mirip dengan klofibrat berkenaan dengan penurunan kadar VLDL dan peningkatan lipase lipoprotein. Gemfibrozil dalam klinik telah menggantikan klofibrat karena kematian akibat klofibrat lebih tinggi. Kematian tidak ada hubungannya dengan penyebab kardiovaskular, tetapi lebih karena komplikasi pasca kolesistektomi dan pankreatitis (Anonim, 2006). Gemfibrozil diyakini meningkatkan aktivitas peroxisome proliferatoractivated receptor-alpha (PPAR-α), suatu reseptor yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat dan lemak, yang akan meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase. Gemfibrozil menyebabkan penurunan trigliserol plasma dengan memacu
aktivitas
lipase
lipoprotein
tersebut,
sehingga
menghidrolisis
triasilgliserol pada kilomikron dan VLDL serta mempercepat pengeluaran partikel-partikel ini dari plasma (Gotto, 2009). Terdapat suatu penurunan kadar LDL dalam plasma, sebagian terjadi karena penurunan sekresinya oleh hati. Hanya sedikit terjadi penurunan kadar LDL pada sebagian besar pasien. Pada pasien lainnya, terutama dengan hiperlipidemia
10
gabungan, kadar LDL sering meningkat ketika trigliserida menurun (Walker, 1999). Kadar HDL meningkat sedang. Sebagian dari peningkatan kadar HDL ini merupakan suatu konsekuensi langsung dari penurunan kandungan trigliserida dalam plasma, dengan penurunan sebagai pertukaran trigliserida ke dalam HDL yang seharusnya ditempati oleh ester kolesterol. Dilaporkan pula suatu peningkatan protein HDL (Walker, 1999). Gemfibrozil secara struktural berbeda dengan klofibrat. Gemfibrozil memiliki struktur kimia C15H22O3. Bentuknya berupa masa padat berwarna putih dengan berat molekul 250.333 g/mol. Kelarutan gemfibrozil dalam air sebesar 19 mcg/ml dan 100 mg/ml dalam alkohol pada temperatur ruangan. Tablet gemfibrozil harus disimpan pada wadah yang rapat dengan temperatur dibawah 30°C (Anonim, 2006). Struktur kimia gemfibrozil dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Rumus bangun gemfibrozil (Ditjen POM, 1995)
Gemfibrozil mempunyai beberapa efek samping antara lain efek pada gastrointestinal seperti nyeri abdomen, apendisitis akut, dispepsia, dan reaksi yang lain jarang terjadi. Efek pada sistem syaraf pusat, seperti pusing, somnolens, gangguan penglihatan, parestesia, depresi, neuritis perifer dan libido berkurang.
11
Efek pada sistem hematologi, seperti penurunan nilai hemoglobin, hematokrit dan leukosit. Efek samping lainnya seperti ruam, dermatitis, pruritus, urtikaria, angioedema, edema laringeal dan miastenia. Sangat jarang dilaporkan peningkatan tes fungsi hati (SGOT, SGPT) dengan pemberian gemfibrozil. Setelah pengobatan dengan gemfibrozil, tes fungsi hati akan kembali normal pada sejumlah besar penderita (Anonim, 2008). Dosis oral dewasa adalah 600 mg 2 kali sehari (1200mg/hari), diberikan ½ jam sebelum makan pagi dan makan malam. Dosis maintenance 900-1500mg/hari. Absorpsi obat meningkat pada pemberian bersama makanan. Selama pemberian, konsentrasi lipoprotein serum sebaiknya dikontrol secara reguler. Jika lebih dari 3 bulan serum lipoprotein tidak mengalami perubahan maka pengobatan sebaiknya dihentikan. Gemfibrozil oral tersedia dalam bentuk kapsul 300 mg, kaplet 600 mg dan tablet salut film 600 mg. Nama dagang yang tersedia adalah Dubrozil (Dumex Alpharma Indonesia), Fenitor (Otto), Fibralip (Tunggal Idaman), Grospid (Gratia Husada), Hypofyl (Sanbe), Inobes (Prafa), Lanaterom (Pertiwi Agung), Lapibroz (Lapi), Lifibron (Mestika), Lipira (Combiphar), Lopid (Warner Lambert P.D. Indonesia), Nufalemzil (Nufarindo), Scantipid (Tempo) dan Zenibroz (Zenith) (Anonim,2008). 4.
Herba Alfalfa (Medicago sativa L.) a)
Deskripsi tanaman Alfalfa Alfalfa yang dalam bahasa latinnya disebut Medicago sativa L. adalah
sejenis tanaman herba tahunan dengan ciri berakar tunggang, batang menyelusur tegak dari dasar kayu dan tingginya berkisar 30-120 cm, serta
12
daun tersusun tiga. Tangkai daun berbulu dan berukuran 5-30 mm. Kedalaman akar alfalfa dapat mencapai 4,5 meter. Saat memulai perkembangan batang, tunas aksiler di bagian bawah ketiak daun akan membentuk batang sehingga mahkota pada bagian dasar menjadi pangkal dan tunas aksiler di atas tanah membentuk percabangan. Perbungaan tersusun pada tandan yang padat dengan bunga kecil berwarna kuning atau ungu. Tumbuhan ini mampu hidup hingga 30 tahun, bergantung dari keadaan lingkungan. Alfalfa juga memiliki bintil (nodul) akar yang mengandung bakteri Rhizobium meliloti sehingga dapat menambat atau mengikat nitrogen dari atmosfer untuk keperluan tumbuhan (Mannetje dan Jones, 2000).
Gambar 2. Morfologi herba alfalfa
b)
Klasifikasi Herba Alfalfa Berikut ini klasifikasi tanaman alfalfa secara botani (Backer dan Van
Den Brink, 1989) : Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
13
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus
: Medicago
Spesies
: Medicago sativa L.
Nama umum
: Alfalfa, buffalo herb, lucerne, purple medic, jatt, kaba yonca.
c)
Komponen dalam Alfalfa Menurut Rahmayanti dan Sitanggang (2008), di dalam tanaman
alfalfa, terdapat berbagai zat aktif yang mampu meningkatkan antibodi dan memberikan khasiat antioksidan, seperti : 1) Vitamin : A, B1, B2, B6, B12, betacarotene, niacine, pantothenic acid, asam folat, biotin, PABA (p-aminobenzoic acid), inositol, choline, C, E, D dan K. 2) Mineral : Kromium, kalsium, copper, yodium, zat besi, magnesium, mangan, molybdenum, fosfor, kalium, selenium, seng, sodium. 3) Asam amino : Adenosin, adenine, arginine, alanine, aspartic acid, glycine, histidine, isoleucine, leucine, lysine, methionine, guanine, guanosine, fenilalanin, proline, serine, threonin, tyrosine dan valin. 4) Enzim : Amilase, koagulase, emulsin, invertase, lipase, pektinase, peroksidase dan protease.
14
Komponen-komponen tersebut dipercaya dapat memberikan efek terhadap tubuh seperti antianemia, antiinflamasi, antiparasit, antioksidan, analgetika, detoks, diuretik, pelancar ASI, pencahar, probiotik (pembangkit selera makan), mempercerpat penyerapan gizi, regulator pH darah dan tonikum (Rahmayanti dan Sitanggang, 2008). Selain itu, tanaman Alfalfa juga kaya dengan kandungan saponin yang dapat mencegah kenaikan kolesterol dalam darah dan menurunkan penyerapan kolesterol ke dalam usus (Malinow et al, 1978). d)
Kandungan Kimia Herba alfalfa atau biasa dikenal dengan sebutan Lucerna biasa
digunakan untuk pengobatan alternatif. Penggunaan ini terkait dengan kandungan kimia yang ada pada tanaman. Alfalfa mengandung alkaloid, isoflavonoid, saponin, senyawa asam, kumarin, steroid dan kandungan lainnya seperti vitamin, protein, mineral, zat warna daun, dan pectin metilesterase
(Newall et al., 1996). Selain itu alfalfa juga memiliki
kandungan tanin, pektin, saponin, amina, turunan kumarin, triterpen glikosida, karotenoid, basa purin, sterol, fitoestrogen (cumestrol) (Gawel, 2012). Tanaman ini juga mengandung sejumlah besar enzim, zat antiinflamasi, hormon, beta karoten, vitamin B6, vitamin C (lebih dari empat kali jeruk) dan mengandung mineral seperti kalsium, magnesium, zat besi, seng, dan fosfor (Yu et al., 2011). e)
Manfaat Alfalfa Daun, biji dan kecambah alfalfa bermanfaat sebagai antioksidan,
menunda proses penuaan, meningkatkan sistem imun tubuh, dan mencegah
15
penyakit jantung koroner melalui penurunan kolesterol plasma (Dong et al., 2012). Alfalfa juga diketahui mengandung vitamin dan mineral yang bisa digunakan pada keadaan avitaminosis dan hypoprothrombinaenic purpura, serta mempunyai efek antikanker dan fungitosik (Newall et al., 1996). 5.
Ekstraksi Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya. Beberapa metode ekstraksi antara lain perkolasi, maserasi, infundasi dan sokletasi (Harbone, 1987). Metode ekstraksi ada 2 macam yaitu ekstraksi cara dingin dan panas. Metode ekstraksi cara dingin antara lain maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas antara lain sokletasi, infusa, dekokta, dan refluks. Maserasi adalah perendaman serbuk simplisia dengan cairan penyari dan dilakukan pengadukan beberapa kali pada suhu ruangan (Depkes RI, 2000). Prinsip dari metode maserasi adalah cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke rongga sel zat aktif, sehingga zat aktif akan larut akibat adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel. Keadaan ini menyebabkan larutan yang pekat menjadi terdesak ke luar. Proses ini terjadi berulang-ulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi di dalam dan di luar sel (Depkes RI, 1986). Keuntungan metode maserasi adalah proses ekstraksi mudah dan alat-alat yang digunakan sederhana. Kerugiannya adalah proses ekstraksi membutuhkan waktu lama dan penyarian kurang sempurna (Depkes RI, 1986).
16
6.
Cairan Penyari Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan faktor-faktor antara lain
selektivitas, mudah digunakan, ekonomis, ramah lingkungan, dan aman digunakan. Selain itu, cairan penyari harus memenuhi syarat kefarmasian (pharmaceutical grade). Jenis penyari yang biasa digunakan adalah air dan alkohol (etanol, metanol) (Depkes RI, 2000). Sebagai cairan pengekstraksi, air atau etanol lebih di sukai penggunaannya. Ekstraksi air dari suatu bagian tumbuhan dapat melarutkan gula, bahan lendir, amina, tannin, vitamin, asam organik, garam organik serta bahan pengotor lain. Apabila etanol sebagai cairan pengekstraksi dia mampu menarik balsam, klorofil, dan hanya sedikit menarik asam organik, garam anorganik dan gula (Voight, 1994). Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel, sehingga memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Ekstrak etanol 70% volume dapat mengandung bahan aktif yang optimal, karena bahan pengotor hanya larut dalam skala kecil (Voight, 1994). Pada ekstraksi herba alfalfa ini, cairan yang digunakan adalah etanol 70%. 7.
Metode Penetapan Kadar LDL dan HDL a.
Penetapan Kadar LDL Penetapan kadar LDL dilakukan secara in vitro dengan menggunakan
metode Direct enzymatic colorimetric test. Pengujian dilakukan dengan penggabungan dua langkah. Langkah pertama yaitu kilomikron, VLDL dan HDL dihapus dari reaksi enzimatik dilanjutkan dengan langkah selanjutnya yaitu dari reaksi enzimatik tersebut menghasilkan LDL. Pengujian ini lebih
17
spesifik dibandingkan dengan menggunakan metode lain. Prinsip reaksi dari LDL adalah sebagai berikut : Langkah 1 : HDL, VLDL dan kilomikron 2H2O2
CHE + CHO
Katalase
kolestenon + H2O2 2H2O + O2
Langkah 2 : LDL
CHE + CHO
kolestenon + H2O2
H2O2 + kromogen
Peroksidase
quinon
Sampel yang diuji diukur pada panjang gelombang 570 nm (570-610 nm) (Okada, 1998). b. Penetapan Kadar HDL Penetapan kadar HDL dilakukan secara in vitro dengan menggunakan metode CHOD-PAP. Prinsip penetapan kadar HDL yaitu pengendapan LDL, VLDL dan kilomikron. Kilomikron, VLDL dan LDL diendapkan dengan menambahkan asam fosfotungstik dan ion magnesium klorida. Sempel selanjutnya disentrifugasi dan diambil cairan bening (supernatan), kemudian ditambahkan reagen, diinkubasi dan dibaca absorbansinya (Rifai et al., 1999). Selain dengan menggunakan metode CHOD-PAP, penetapan kadar juga bisa dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri yang didasarkan pada prinsip pengendapan kolesterol. Kolesterol diendapkan dengan senyawa digitonin. Sampel darah dicampurkan dengan digitonin kemudian pelarut diuakan dan endapan disaring kemudian ditimbang.
18
Metode ini memiliki kelemahan karena digitonin memiliki harga yang cukup mahal (Lubert, 1987).
F. Landasan Teori Gemfibrozil adalah senyawa antihiperlipidemia golongan asam fibrat yang dapat menurunkan produksi VLDL. Gemfibrozil diyakini meningkatkan aktivitas peroxisome proliferator-activated receptor-alpha (PPAR-α), suatu reseptor yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat dan lemak, yang akan meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase. Gemfibrozil menyebabkan penurunan trigliserol plasma dengan memacu aktivitas lipase lipoprotein tersebut, sehingga menghidrolisis triasilgliserol pada kilomikron dan VLDL serta mempercepat pengeluaran partikel-partikel ini dari plasma. Gemfibrozil juga menyebabkan penurunan kadar LDL dan peningkatan kadar HDL dalam plasma (Ganiswarna, 1995). Alfalfa kaya dengan klorofil yang mengandung saponin. Saponin dapat mencegah
kenaikan kolesterol dalam darah dan menurunkan penyerapan
kolesterol ke dalam usus (Malinow et al, 1978). Selain itu, daun, biji dan kecambah alfalfa bermanfaat sebagai antioksidan, menunda proses penuaan, meningkatkan sistem imun tubuh, dan mencegah penyakit jantung koroner melalui penurunan kolesterol plasma (Dong et al, 2012). Karimah (2010) menyebutkan bahwa klorofil yang terkandung dalam tanaman alfalfa dapat menurunkan kadar kolesterol total darah tikus putih yang diinduksi pakan tinggi lemak dan propiltiourasil (PTU) 0,01%. Asgary et al., (2008) menyatakan bahwa herba alfalfa yang diberikan sebagai pakan sehari-hari
19
pada kelinci yang diinduksi kolesterol 1 % dapat menurunkan kadar LDL, trigliserida, dan kolesterol total serta meningkatkan kadar HDL. Meskipun tidak secara signifikan, tetapi herba alfalfa diduga mempunyai efek untuk mencegah pembentukan lipid dalam darah. Yu et al., (2011) menyatakan bahwa saponin yang terkandung dalam tanaman alfalfa memiliki efek menurunkan metabolisme lipid pada tikus hiperglikemik yang diinduksi dengan Triton WR-1339 melalui penghambatan aktifitas HMG-CoA reductase dan meningkatkan aktivitas lipase di hati, sehingga mampu memperbaiki metabolisme plasma lipid. Saponin ekstrak herba alfalfa dengan dosis 400 mg/kgBB merupakan dosis optimum yang dapat menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL dan meningkatkan HDL tikus. Penggunaan pengobatan kombinasi untuk hiperkolesterolemia merupakan pengobatan lipid yang lebih efektif daripada pengobatan tunggal dengan syarat memiliki mekanisme kerja yang berbeda (Spellman, 2003). Penelitian tentang tanaman alfalfa sebagai efek antikolesterolemia mempunyai mekanisme yang berbeda dengan gemfibrozil yang mempunyai efek menurunkan kadar hiperkolesterolemia, sehingga kombinasi dari mekanisme kerja yang berbeda tersebut diharapkan mampu memberikan efek penurunan LDL dan peningkatan HDL yang lebih baik dari sediaan tunggal.
20
G. Hipotesis Berdasarkan landasan teori di atas, dapat ditarik hipotesis bahwa : 1.
kombinasi ekstrak etanol herba alfalfa dan gemfibrozil dapat menurunkan kadar LDL yang lebih baik dari pada sediaan gemfibrozil tunggal maupun ekstrak etanol herba alfalfa tunggal pada serum darah tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak.
2.
kombinasi ekstrak etanol herba alfalfa dan gemfibrozil dapat meningkatkan kadar HDL yang lebih baik dari pada sediaan gemfibrozil tunggal maupun ekstrak etanol herba alfalfa tunggal pada serum darah tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak.