BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperkolesterolemia atau kadar kolesterol tinggi merupakan permasalahan pada masyarakat. Hiperkolesterolemia dapat disebabkan karena diet tinggi kolesterol atau tinggi asam lemak jenuh, peningkatan bobot badan, proses penuaan, faktor genetik, dan penurunan kadar estrogen pada wanita yang telah menopause(Grundy, 2004). Simvastatin merupakan obat antihiperlipidemik yang paling efektif dan aman. Simvastatin bekerja dengan cara menghambat kerja 3-hidroksi-3metilglutaril koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase), dimana enzim ini mengkatalisis perubahan HMG Co-A menjadi asam mevalonat. Penghambatan terhadap HMG Co-A reduktase menyebabkan penurunan sintesis kolesterol dan meningkatkan jumlah reseptor Low Density Lipoprotein (LDL) yang terdapat dalam membran sel hati dan jaringan ekstrahepatik, sehingga menyebabkan banyak LDL yang hilang dalam plasma (Brown dkk, 2001). Simvastatin memiliki efek samping sakit kepala, tremor, miopati, obat ini cenderung meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL) (Lindarto, 2006). Simvastatin dapat menurunkan 20% kadar kolesterol dan menurunkan resiko penyakit pembuluh darah sebanyak 24% (Englando, 2010). Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat berpotensi untuk menemukan obat baru, termasuk untuk penanganan hiperkolesterolemia. Obat-obatan dari alam ini selain murah dan mudah didapat, juga memiliki efek samping yang kecil
1
2
sehingga relatif aman jika dibandingkan obat – obatan sintetis. Salah satu tanaman yang memiliki efek antihiperkolesterolemia adalah
Alfalfa.
Hasil penelitian
Limantara (2009) menunjukkan bahwa molekul klorofil dalam alfalfa memiliki fitol yang bersifat hidrofobik atau tidak larut dalam air sehingga efektif mengikat lemak di dalam tubuh dan mengeluarkannya melalui sistem ekskresi, sehingga lemak dalam tubuh dapat berkurang. Yu, dkk (2011) melaporkan efek ekstrak terpurifikasi herba alfalfa (Azukisaponin V dan Soyasaponin I) dapat menurunkan kadar LDL dan meningkatkan kadar HDL. Kandungan saponin dalam herba alfalfa tidak hanya memiliki mekanisme hipolipidemia dengan meningkatkan aktivitas Lipoprotein Lipase (LPL) dan Hepatic Triglyceride Lipase (HTGL) di hati, tetapi juga meningkatkan kadar mRNA pada tikus hiperlipidemia. Penelitian Karimah (2010) juga telah membuktikan bahwa klorofil dari tanaman Alfalfa dapat menurunkan kadar kolesterol total darah tikus putih. Pemberian
kombinasi
simvastatin
dengan
herba
alfalfa
untuk
meminimumkan efek samping yang terdapat pada simvastatin, dengan cara menurunkan dosis simvastatin dan dikombinasikan dengan herba alfalfa. Menurut Lindarto (2006) Salah satu syarat penggunaan kombinasi obat adalah masingmasing obat atau senyawa harus memiliki mekanisme yang berbeda. Dilihat dari kedua mekanisme tersebut berbeda diharapkan pengobatan kombinasi mampu memberikan efek yang sinergis sebagai antihiperkolesterol. Permasalahan tersebut di atas menyebabkan peneliti ingin mengetahui pengaruh kombinasi ekstrak etanol herba alfalfa dan simvastatin terhadap kadar LDL dan HDL tikus putih yang diinduksi pakan tinggi lemak.
3
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian yaitu: 1. Apakah pemberian kombinasi ekstrak etanol herba alfafa dengan simvastatin dapat menurunkan kadar LDL tikus yang dislipidemia lebih baik dari pada pemberian simvastatin tunggal? 2. Apakah pemberian kombinasi ekstrak etanol herba alfafa dengan simvastatin dapat meningkatkan kadar HDL pada tikus yang dislipidemia lebih baik dari pada pemberian simvastatin tunggal? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui efektivitas bahwa kombinasi ekstrak etanol herba alfalfa dengan simvastatin dalam menurunkan kadar LDL tikus yang dislipidemia. 2. Mengetahui efektivitas bahwa kombinasi ekstrak etanol herba alfalfa dengan simvastatin dalam meningkatkan HDL pada tikus yang dislipidemia. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu media pengembangan obat hiperkolesterol dengan mengkombinasi antara obat herbal dengan obat sintetik dalam menurunkan kadar LDL dan meningkatkan HDL.
4
E. Tinjauan Pustaka 1. Kolesterol Kolesterol adalah suatu sterol yang merupakan prekursor asam empedu dan hormon steroid serta berwarna kekuningan. Kolesterol berasal dari dua sumber yaitu dari makanan (kolesterol eksogen) dan dari usus serta hati yang mensintesis kolesterol (kolesterol endogen). Kolesterol terus menerus mengalami sintesis, perombakan, dan daur ulang (Widmann, 2005). Kolesterol juga merupakan unsur penting dalam membran plasma. Hal ini adalah karena kolesterol merupakan senyawa induk bagi semua steroid lainnya yang disintesis dalam tubuh seperti hormon korteks adrenal serta hormon seks, vitamin D dan asam empedu (Murray dkk, 1997). Sintesis kolesterol di hati diatur sebagian oleh aliran masuk kolesterol makanan dalam bentuk sisa kilomikron yang kaya kolesterol. Keseimbangan kolesterol pada umumnya dipertahankan di dalam jaringan melalui faktorfaktor yang menyebabkan diperolehnya kolesterol (misal; sintesis, ambilan lewat reseptor LDL atau reseptor skavanger, hidrolisis ester kolesteril) dan faktor yang menyebabkan hilangnya kolesterol (misal; sintesis steroid, pembentukan ester kolesteril, dan pengangkutan balik kolesterol melalui HDL) (Mayes, 2003). Kolesterol dari makanan yang berupa kilomikron masuk ke dalam hati bergabung dengan kolesterol yang di sintesis oleh hati. Pembentukan trigliserida di hati berasal dari sintesis asam lemak bebas yang dilepaskan oleh jaringan adiposa. Kolesterol dan trigliserida bergabung dengan protein tertentu
5
yang disebut dengan Apoprotein-B membentuk Very Low Density Lipoprotein (VLDL) kemudian VLDL oleh enzim lipoprotein diubah menjadi kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL). Kolesterol yang berlebihan akan membentuk kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) untuk dikembalikan di hati (Murray, 1997) 2. Lipoprotein Lipoprotein adalah protein-protein yang mengikat dan mengangkut lemak, seperti lipid dan trigliserida dalam darah. Lipoprotein digolongkan berdasarkan kandungan lipid dan protein, fungsi transpor, dan mekanisme penghantaran lipid. Lipoprotein densitas tinggi (HDL) sering disebut sebagai “kolesterol baik” sedangkan lipoprotein densitas rendah (LDL) dan sangat rendah (VLDL) disebut sebagai “kolesterol jahat” (Stringer, 2006). a. Low Density Lipoprotein (LDL) Kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) adalah jenis kolesterol berbahaya sehingga sering disebut juga sebagai kolesterol jahat. Kolesterol LDL mengangkut kolesterol paling banyak di dalam darah. Tingginya kadar LDL menyebabkan pengendapan kolesterol dalam arteri. Kolesterol LDL merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner sekaligus target utama dalam pengobatan. Kolesterol yang berlebihan dalam darah akan mudah melekat pada dinding sebelah dalam pembuluh darah. LDL akan menembus dinding pembuluh darah melalui lapisan sel endotel, masuk ke lapisan dinding pembuluh darah yang lebih dalam yaitu intima. LDL disebut lemak jahat karena memiliki kecenderungan melekat di
6
dinding pembuluh darah sehingga dapat menyempitkan pembuluh darah. LDL ini bisa melekat karena mengalami oksidasi atau dirusak oleh radikal bebas.
LDL yang telah menyusup ke dalam intima akan mengalami
oksidasi tahap pertama sehingga terbentuk LDL yang teroksidasi. LDL teroksidasi akan memacu terbentuknya zat yang dapat melekatkan dan menarik monosit (salah satu jenis sel darah putih) menembus lapisan endotel dan masuk ke dalam intima,di samping itu LDL teroksidasi juga menghasilkan zat yang dapat mengubah monosit yang telah masuk ke dalam intima menjadi makrofag. LDL teroksidasi akan mengalami oksidasi tahap kedua menjadi LDL yang teroksidasi sempurna yang dapat mengubah makrofag menjadi sel busa (UPT, 2009).
Gambar 1. Plak kolesterol (UPT, 2009)
Pada Gambar 1 sel busa yang terbentuk akan saling berikatan membentuk gumpalan yang makin lama makin besar sehingga membentuk
benjolan
yang
mengakibatkan
penyempitan
lumen
pembuluh darah. Keadaan ini akan semakin memburuk karena LDL
7
akan teroksidasi sempurna juga merangsang sel-sel otot pada lapisan pembuluh darah yang lebih dalam (media) untuk masuk ke lapisan intima dan kemudian akan membelah-belah diri sehingga jumlahnya semakin banyak. Timbunan lemak di dalam lapisan pembuluh darah (plak kolesterol) membuat saluran pembuluh darah menjadi sempit sehingga aliran darah kurang lancar. Plak kolesterol pada dinding pembuluh darah bersifat rapuh dan mudah pecah, meninggalkan "luka" pada dinding pembuluh darah yang dapat mengaktifkan pembentukan bekuan darah, karena pembuluh darah sudah mengalami penyempitan dan pengerasan oleh plak kolesterol, maka bekuan darah ini mudah menyumbat pembuluh darah secara total (UPT, 2009). b. High Density Lipoprotein (HDL) Kolesterol ini mengangkut kolesterol lebih sedikit dari LDL dan sering disebut kolesterol baik karena dapat membuang kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati, untuk diproses dan dibuang. HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis, dari hati kolesterol diangkut oleh lipoprotein yang bernama LDL untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya (UPT, 2009). Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh lipoprotein yang disebut HDL untuk dibawa kembali ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam (cairan)
8
empedu. LDL mengandung lebih banyak lemak daripada HDL sehingga ia akan mengambang di dalam darah. HDL disebut sebagai lemak yang "baik" karena dalam operasinya HDL membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan mengangkutnya kembali ke hati. Protein utama yang membentuk HDL adalah Apo-A (apolipoprotein). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih berat (UPT, 2009). 3. Tanaman Alfalfa a. Deskripsi Alfalfa berasal dari terminologi bahasa Arab, “falf” yang artinya “bapak dari segala makanan”. Tanaman Alfalfa berasal dari Persia (Irak, Iran, Arab Saudi). Pada tahun 490 SM, tanaman ini diimpor ke Yunani dan pada tahun 1860. Tanaman ini dikenalkan ke Amerika Serikat melalui Chile. Tanaman ini telah banyak ditanam di lahan pertanian di Wincosin dan California. Hanya beberapa herbalis Indonesia yang sudah mengoleksi tanaman ini sebagai tanaman hias atau sebagai bahan baku obat dan mereka menyatakan perlu dimasukkan ke dalam khasanah pengobatan di Indonesia karena tanaman ini cukup menjanjikan sebagai tanaman obat (Rahmayanti dan Sitanggang, 2006).
9
Gambar 2. Morfologi Herba Alfalfa
b. Klasifikasi sebagai berikut (Rahmayanti dan Sitanggang, 2006). Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus
: Medicago
Spesies
: Medicago sativa L.
Nama umum
: Alfalfa, buffalo herb, ucerne, purple medic, jatt, kaba yonca, mielga, mu su, sai pi li ka dan yonja.
10
c. Morfologi (Rahmayanti dan Sitanggang, 2006) Habitus
: Perdu, tinggi 2 m.
Bunga
: Majemuk bergerombol, berwarna ungu.
Batang
: Berkayu, berkulit keras.
Daun
: Majemuk.
Akar
: Menyebar ke dalam tanah, mencapai kedalaman 4,5 m.
d. Kandungan kimia Herba alfalfa atau biasa dikenal dengan sebutan Lucerna biasa digunakan untuk pengobatan alternatif. Penggunaan ini terkait dengan kandungan kimia yang ada pada tanaman. Tanaman alfalfa mengandung flavonoid (apigenin, glikosida, luteolin, adenosine), Asam amino (Adenosin, adenine, arginine, alanine, aspartic acid, glycine, histidine, isoleucine, leucine, lysine, methionine, guanine, guanosine, fenilalanin, proline, serine, threonin, tyrosine dan valin), enzim (Amilase, koagulase, emulsin, invertase, lipase, pektinase, peroksidase dan protease) (Rahmayanti dan Sitanggang, 2006). e. Manfaat alfalfa Daun, biji dan kecambah alfalfa bermanfaat sebagai antioksidan, menunda proses penuaan, meningkatkan sistem imun tubuh, dan mencegah penyakit jantung koroner melalui penurunan kolesterol plasma (Dong dkk, 2012). Alfalfa juga diketahui mengandung vitamin dan mineral yang bisa digunakan pada keadaan avitaminosis dan hypoprothrombinaenic purpura, serta mempunyai efek antikanker dan fungitosik (Newall dkk, 1996). Saponin yang merupakan fitokimia, yang tercatat dapat mengikat dan mencegah penyerapan
11
kolesterol (Rahmayanti dan Sitanggang, 2006). Saponin berikatan dengan asam empedu, di mana asam empedu mempunyai peran sebagai transpor bagi kolesterol bebas dan molekul fosfolipid yang sudah dicerna (Guyton dan Hall, 1997). 4. Ekstraksi Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara menarik zat aktif dari masing-masing bahan obat menggunakan cairan penyari yang cocok. Beberapa metode dasar ekstraksi antara lain maserasi, perkolasi, infundasi dan soxhletasi (Ansel, 1989). Metode ekstraksi ada 2 macam yaitu ekstraksi cara dingin dan panas. Metode ekstraksi cara dingin antara lain maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas antara lain sokletasi, infusa, dekokta, dan refluks. Maserasi adalah perendaman serbuk simplisia dengan cairan penyari dan dilakukan pengadukan beberapa kali pada suhu ruangan (Depkes RI, 2000). Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut selanjutnya akan berdifusi masuk ke dalam cairan penyari karena adanya perbedaan konsentrasi larutan zat aktif di dalam dan d iluar sel. Peristiwa tersebut terjadi secara berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi larutan di luar dan di dalam sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, atau campuran air – etanol (Depkes RI, 2000).
Keuntungan metode maserasi adalah proses
12
ekstraksi mudah dikerjakan dan alat-alat yang digunakan sederhana. Kerugiannya adalah proses ekstraksi membutuhkan waktu lama dan hasil penyarian kurang sempurna (Depkes RI, 1986). 5. Cairan penyari Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan berbagai faktor antara lain selektivitas, mudah digunakan, ekonomis, ramah lingkungan, dan aman digunakan. Cairan penyari harus memenuhi syarat kefarmasian (pharmaceutical grade). Jenis penyari yang biasa digunakan adalah air dan alkohol (etanol, metanol) (Depkes RI, 2000). Sebagai cairan penyari, air atau etanol lebih disukai penggunaannya. Ekstraksi air dari suatu bagian tumbuhan dapat melarutkan gula, bahan lendir, amina, tannin, vitamin, asam organik, garam organik serta bahan pengotor lain. Etanol sebagai cairan penyari mampu menarik klorofil, dan hanya sedikit menarik asam organik, garam anorganik dan gula (Voight, 1994). Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel sehingga dapat memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Ekstrak etanol 70% dapat mengandung bahan aktif yang optimal, karena bahan pengotor hanya larut dalam skala kecil (Voight, 1994). 6. Simvastatin Simvastatin merupakan obat yang menurunkan kadar kolesterol (hipolidemik) dan merupakan hasil sintesis dari hasil fermentasi Aspergillus terreus. Mekanisme kerja simvastatin menghambat kerja 3-Hidroksi-3-
13
metilglutaril koenzim A reduktase (HMG Co-A) yang mempunyai fungsi sebagai katalis dalam sintesis kolesterol. HMG Co-A reduktase bertanggung jawab
terhadap
perubahan
HMG
Co-A
menjadi
asam
mevalonat.
Penghambatan terhadap enzim HMG Co-A reduktase menyebabkan penurunan sintesis kolesterol dan meningkatkan jumlah reseptor Low Density Lipoprotein (LDL) yang terdapat dalam membran sel hati dan jaringan ekstrahepatik. Selanjutnya, LDL akan yang hilang dalam plasma (Brown dkk, 2001).
Simvastatin
cenderung
mengurangi
jumlah
trigliserid
meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL) Penggobatan
dan
simvastatin
untuk hiperkolesterolemia diperlukan dosis 10 mg/kgBB Nama paten simvastatin seperti cholestat, detrovel, ethicol, lesvatin zocor, lipex, dll (BPOM, 2008) Efek samping pemakaian simvastatin yaitu sakit kepala, miopati, tremor. Simvastatin tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami gagal fungsi hati atau pernah mengalami fungsi hati, pasien yang mengalami peningkatan jumlah serum transaminase yang abnormal, alkoholisme, hipersensitif simvastatin, ibu hamil dan menyusui (BPOM, 2001). 7. Penetapan kadar LDL dan HDL a. Penetapan kadar Low density Lipoprotein (LDL) Penetapan kadar LDL menggunakan metode direct kolorimetri enzimatik, dimana pada reaksi pertama LDL kolesterol diisolasi dengan proteching agent kemudian ditambahkan enzim reaktan yang hanya bereaksi dengan LDL yang telah diisolasi. Keuntungan metode direct
14
secara langsung dapat mengukur LDL. Prinsip pemeriksaan adalah kolesterol dipisahkan dari VLDL, kilomikron, dan HDL dengan reagen 1 dengan bantuan kolesterol esterase dan kolesterol oksidase akan membentuk H2O2. Hidrogen peroksida (H2O2) dengan bantuam peroksidase membentuk produk tidak berwarna. Pada reaksi kedua dengan pemberian reagen 2 kolesterol akan terlepas dari LDL dengan bantuan kolesterol esterase dan kolesterol peroksidase membentuk H2O2 dan aminoantipirin dengan bantuan enzim peroksidase menghasilkan warna biru. Intensitas warna biru menunjukkan kadar LDL (Suhu dkk, 2005). b. Penetapan kadar High Density Lipoprotein (HDL) Penetapan kadar HDL menggunakan metode pengendapan LDL, VLDL dan kilomikron (CHOD-PAP). Prinsip metode ini adalah LDL, VLDL, dan kilomikron diendapkan dengan menambahkan magnesium klorida dan asam phosphotungstric, kemudian sampel yang diambil adalah cairan yang bening (supernatan). Supernatan diinkubasi pada waktu tertentu dan dibaca kadar (Diasys, 2012). Komposisi monoreagent: Magnesium klorida Asam phosphotungstric
25 mmol/L 0,55 mmol/L
(Diasys, 2012). F. Landasan Teori Simvastatin merupakan obat antihiperkolesterol yang bekerja dengan cara menghambat kerja enzim 3-Hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG
15
Co-A) yang mempunyai fungsi sebagai katalis dalam pembentukan kolesterol. HMG Co-A bertanggung jawab terhadap perubahan HMG Co-A menjadi asam mevalonat (Brown dkk, 2001). Yu, dkk (2011) melaporkan efek ekstrak terpurifikasi herba alfalfa (Azukisaponin V dan Soyasaponin I) dapat menurunkan kadar LDL dan meningkatkan kadar HDL. Kandungan saponin dalam herba alfalfa tidak hanya memiliki mekanisme hipolipidemia dengan meningkatkan aktivitas Lipoprotein Lipase (LPL) dan Hepatic Triglyceride Lipase (HTGL) di hati, tetapi juga meningkatkan kadar mRNA pada tikus hiperlipidemia sehingga dapat menurunkan kolesterol total, LDL, trigliserida dan meningkatkan HDL. Karimah (2010) menyatakan bahwa kandungan klorofil dari tanaman alfalfa menunjukkan pengaruh penurunan kadar kolesterol total darah tikus putih yang diinduksi pakan tinggi lemak dan Propiltiourasil (PTU) 1% pada kelompok tikus yang diberikan klorofil. Asgary dkk (2008) melaporkan bahwa herba alfalfa yang diberikan sebagai pakan sehari-hari pada kelinci yang diinduksi dengan kolesterol 1% mampu menurunkan kadar LDL, TG, dan TC serta meningkatkan kadar HDL meskipun tidak secara signifikan Dilihat dari kedua mekanisme antara simvastatin dengan herba alfalfa tersebut berbeda diharapkan kombinasi mampu memberikan efek sinergis sebagai antihiperkolesterol. Menurut Lindarto (2006) salah satu syarat penggunaan kombinasi obat adalah masing-masing obat atau senyawa harus memiliki mekanisme obat yang berbeda.
16
G. Hipotesis Berdasarkan landasan teori di atas, dapat ditarik hipotesis bahwa: 1. Kombinasi ekstrak etanol herba alfalfa dan simvastatin dapat menurunkan kadar LDL yang lebih baik dari pada sediaan simvastatin tunggal pada serum darah tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak 2. Kombinasi ekstrak etanol herba alfalfa dan simvastatin dapat menurunkan kadar meningkatkan HDL yang lebih baik dari pada sediaan simvastatin tunggal pada serum darah tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak.