BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Minyak alpukat (MA) merupakan minyak nabati yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatah tubuh. Minyak alpukat dilaporkan mampu membantu menurunkan kadar LDL (Low Density Lipoprotein) dan trigliserid yang berisiko pada atherosklerosis sehingga disarankan untuk dijadikan diet harian bagi penderita penyakit kardiovaskular (Ortiz-Moreno et al., 2003). Aroma sedap dan rasa yang enak menjadikan minyak alpukat banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan fungsional. Tidak hanya itu, minyak alpukat juga kaya akan kandungan asam oleat, senyawa antioksidan, dan fitosterol yang berguna bagi kesehatan (Requejo et al., 2003). Kelebihan-kelebihan tersebut membuat harga minyak alpukat relatif lebih mahal dibandingkan minyak nabati lain. Sangat dimungkinkan terjadinya praktik pemalsuan seperti penambahan minyak yang lebih murah untuk menambah kuantitas produk dengan biaya produksi minimal (Ozen and Mauer, 2002; Flores et al., 2007; Litz et al., 2007). Kasus pemalsuan lemak dan minyak nabati berharga tinggi merupakan masalah serius dalam perdagangan minyak dan lemak karena adanya perbedaan harga dan juga kualitas yang jauh antara minyak pemalsu dengan minyak yang dipalsu (Quinones-Islas et al., 2013). Autentikasi produk minyak penting untuk kontrol kualitas dan jaminan mutu sehingga hak-hak konsumen terjamin.
1
Pemalsuan produk minyak bernilai tinggi tidak hanya menjadi masalah serius bagi produsen dan konsumen (Lai et al., 1995; Al Jowder et al., 1997; Poulli et al., 2007) namun juga menarik minat para peneliti kimia análisis. Mereka membantu para produsen dan konsumen terhindar dari kerugian dan untuk menciptakan persaingan sehat antarprodusen (Gallardo-Velazquez et al., 2009) sehingga celah untuk pemalsuan akan semakin terbatas. Peningkatan jumlah konsumsi minyak dan lemak serta maraknya kasus
pemalsuan
tersebut mendorong pengembangan metode dan teknik análisis yang semakin canggih dan cepat (Reid et al., 2006; Aparicio et al., 2007) terutama yang terkait deteksi pemalsuan produk minyak dan lemak. Beberapa metode analisis telah digunakan untuk karakterisasi, analisis, dan autentikasi minyak nabati seperti KG (kromatografi gas) dan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) (Obeidat et al., 2009). Metode lain yang pernah digunakan adalah 1H-NMR (H-Nuclear Magnetic Resonance) dan
13
C-NMR (Sacchi et al., 1997), spektrofotometri ultraviolet
(Passaloglou-Emmanouilidou, 1990), dan spektrometri massa (Cert et al., 2000). Sayangnya metode-metode tersebut cenderung lama dan rumit dalam penyiapan sampelnya, mahal, bersifat destruktif, dan masih menggunakan reagen dan solven tertentu yang menghasilkan limbah kimia (Quinones-Islas et al., 2013). Selama lebih dari 15 tahun, aplikasi spektroskopi inframerah FTIR-ATR (Fourier Transform Infrared-Attenuated Total Reflectance) semakin berkembang dan telah merambah riset makanan dan telah menjadi alat analisis yang handal dalam studi minyak dan lemak melalui kemampuan finger printing-nya dan analisis multikomponen secara simultan (van de Voort, 1992; Rohman and Che Man, 2010). Karena sifatnya yang cepat, akurat, aman, sederhana dalam preparasi dan pengerjaan serta bersifat reliabel (Guillen and Cabo, 1997), spektroskopi
2
inframerah banyak digunakan untuk menggantikan metode-metode konvensional dalam analisis kimia yang cenderung membuang banyak waktu, biaya, dan bahan kimia. Autentikasi beberapa minyak pangan dengan teknik spektroskopi inframerah yang dikombinasikan dengan analisis multivariat telah banyak dilaporkan seperti pada minyak hati ikan kod (Rohman and Che Man, 2011a), virgin coconut oil (VCO) (Manaf et al., 2007; Rohman and Che Man, 2011b), extra virgin olive oil (EVOO) (Rohman and Che Man, 2010), dan minyak buah merah (Rohman et al., 2012; Setyaningrum et al., 2013). Kuantifikasi pemalsu EVOO dari berbagai jenis minyak sayur dan minyak kacang juga telah dilakukan dengan spektroskopi FTIR dan memberikan hasil yang memuaskan (Lai et al., 1995; Marigheto et al., 1998; Tay et al., 2002). Kombinasi teknik spektroskopi inframerah dengan analisis multivariat telah banyak diaplikasikan untuk autentikasi beberapa minyak nabati. Namun demikian, penggunaan kombinasi tersebut untuk autentikasi MA belum banyak dilaporkan di publikasi-publikasi ilmiah. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang deteksi dan kuantifikasi pemalsu MA berupa minyak kedelai (MK) dan minyak biji anggur (MBA) dalam campuran biner dan terner dengan mengkombinasikan teknik spektroskopi inframerah dan analisis multivariat.
B. Rumusan Masalah Dari uraian-uraian di atas dapat dimunculkan beberapa permasalahan terkait autentikasi minyak alpukat yaitu:
3
1. Apakah kombinasi spektroskopi inframerah dan analisis multivariat dapat digunakan untuk deteksi, kuantifikasi, dan klasifikasi pemalsu minyak alpukat dalam campuran biner dan terner? 2. Bagaimana validitas dan kehandalan prediksi model kuantifikasi dan klasifikasi hasil analisis multivariat dalam autentikasi minyak alpukat dalam campuran biner dan terner dengan minyak kedelai dan minyak biji anggur? C. Pentingnya Penelitian Diusulkan Hasil penelitian yang diusulkan dapat menjadi informasi rujukan terkait análisis autentikasi produk minyak alpukat. Kombinasi spektroskopi inframerah dengan analisis multivariat diharapkan mampu menganalisis adanya campuran pemalsu dalam minyak alpukat dengan mudah dan cepat dengan validitas yang baik. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi penelitian lain dalam rangka pengembangan metode análisis instrumental dan analisis statistik multivariat terkait autentikasi minyak-minyak yang bernilai ekonomi tinggi. D. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis yang cepat, akurat, dan reliabel dalam deteksi pemalsuan minyak alpukat. Adapun secara khusus, tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengembangkan aplikasi spektroskopi inframerah yang dikombinasikan dengan analisis multivariat untuk autentikasi minyak alpukat dalam campuran biner maupun terner. 2. Melakukan optimasi konstruksi model kalibrasi dan validasi yang memiliki kemampuan prediksi yang baik dan terpercaya.
4
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti a. Mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan. b. Mengembangkan daya nalar, analisis, dan kompetensi dalam bidang penelitian terutama bidang kimia analisis instrumental terkait autentikasi minyak nabati. 2. Bagi Perguruan Tinggi a. Sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi Indonesia. b. Menjalin kerjasama antara dosen pengajar dan mahasiswa dalam bidang pengembangan keilmuan. c. Mewujudkan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sebagai universitas rujukan nasional dalam bidang penelitian. 3. Bagi pemerintah dan masyarakat a. Sebagai wujud kontribusi dalam pengembangan iptek di Indonesia dan menambah khazanah wawasan sains. b. Sebagai upaya melindungi hak-hak konsumen dan mendorong terciptanya iklim persaingan yang sehat antarprodusen minyak. F. Tinjauan Pustaka
1. Alpukat (Persea americana Mill.) Tanaman alpukat memiliki nama ilmiah Persea americana Mill. atau Persea gratissima Gaetern.f. Nama lain alpukat antara lain avocado (Inggris), aguacate (Spanyol), avocatier (Perancis), dan avocadobirne (Jerman). Tanaman alpukat berasal dari kawasan Amerika Tengah 5
seperti Guatemala dan Honduras. Oleh bangsa Spanyol, tanaman ini dikenalkan dan disebarluaskan ke berbagai belahan dunia sejak abad ke-17. Masuknya buah ini ke Indonesia diperkirakan terjadi pada abad ke-18 (Hodson, 1950; Prihatman, 2000). Klasifikasi tanaman alpukat menurut Lawrence (1951) dan USDA (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Superdivisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Subkelas
: Magnoliidae
Ordo
: Laurales
Suku
: Lauraceae
Genus
: Persea
Spesies
: Persea americana Mill.
Alpukat merupakan tanaman pohon yang tumbuh baik di daerah dataran rendah tropis pada ketinggian 0-2500 m dengan temperatur berkisar -4-40oC pada tanah yang memiliki aerasi dan irigasi yang bagus dengan pH 5-5,8. Habitus alpukat berupa tanaman pohon yang mampu mencapai tinggi 35-40 kaki (9-20 m) dan merupakan tanaman dengan daun selalu hijau (evergreen) dengan percabangan rendah. Alpukat memiliki daun bertangkai, berjejal-jejal pada ujung ranting, berbentuk bulat telur memanjang, ellips, atau bulat telur terbalik, memanjang dengan susunan berseling (Verheij and Coronel, 1991). Bunga alpukat berkelamin dua yang terdapat dalam malai yang bertangkai dan berbunga banyak di dekat ujung ranting. Buah alpukat berupa buah buni berbentuk bola dengan panjang 5-20 cm, berdaging kuning seperti mentega
6
(buttery) dengan bau yang khas dan sedap. Tergantung jenis kultivar, warna kulit buah bervariasi mulai dari berkulit halus sampai kasar dengan warna hijau sampai keunguan. Alpukat berbiji tunggal bulat dengan diameter 2,5-5 cm ( Ashworth et al., 2011; Steenis, 2002). Daging buah menyumbang 65-75% bobot buah alpukat. Kandungan buah alpukat meliputi air (65-86 g), protein (1-4 g), lemak (5,8-23) g, (kebanyakan berupa lemak dengan asam lemak jenuh tunggal), karbohidrat (3,4-5,7) g, vitamin A, vitamin B kompleks (1,5-3,2) mg, dan vitamin C (2,3-3,7 mg) (Prasetyowati, 2010). Kandungan minyak dari daging buah cukup tinggi dan menyebabkan tekstur berlemak seperti mentega. Kandungan lemak dalam buah alpukat mencapai 6,5 %b/b yang mana lebih besar dibanding kandungan lemak pada buah durian yang kurang dari 3 %b/b (Hilman, 2005). 2. Minyak dan Lemak Nabati Lemak dan minyak pangan merupakan cadangan energi dan terdiri dari asam-asam lemak yang penting bagi kesehatan manusia yang tidak bisa disediakan oleh tubuh sendiri (O’Brien, 2009). Minyak dan lemak di dalam bidang biologi dikenal sebagai salah satu bahan penyusun dinding sel dan penyusun bahan-bahan biomolekul (Sudarmadji, 1989). Lemak dan minyak tersusun dari ikatan antara asam lemak dengan gliserol melalui ikatan ester atau oleh ikatan amida ke basa-basa rantai panjang. Selain itu, terdapat pula sejumlah kecil asam fosfat, basa organik, gula, dan komponen kompleks yang dapat dilepaskan lewat serangkaian reaksi hidrólisis (Christy, 1982). Salah satu sifat khas golongan lipid termasuk minyak dan lemak adalah kelarutannya dalam pelarut organik (eter, n-heksana, kloroform, dan benzena) dan ketidaklarutannya dalam pelarut polar seperti air (Sudarmadji, 1989). Sumber terbesar minyak nabati adalah biji-bijian dari tanaman tahunan dan pohon penghasil minyak (O’Brien, 2009). Minyak dan lemak biasanya dinamakan sesuai dengan sumbernya, 7
misalnya minyak alpukat, minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak zaitun. Setiap minyak memiliki rentang sifat fisika kimia dan komponen penyusun yang bermacam-macam (Gunstone, 2004). Minyak nabati tersusun utamanya dari triasilgliserol (95-98%) dan komponen minor (25%) (Cert et al., 2000) yang mana triasilgliserol (TAG) merupakan kombinasi dari gliserol dan asam lemak. Selain itu, mayoritas minyak nabati mengandung 1000-5000 ppm (1-5 g/kg) sterol yang berupa sterol bebas dan sebagiannya teresterifikasi (Gunstone, 2004). Komposisi dan kelimpahan asam lemak dan komponen minor tergantung pada spesies tanaman penghasil. Bila jenis tanaman sama, dapat terjadi variasi pula sesuai kondisi iklim, kualitas buah dan biji, cara ekstraksi, dan prosedur pemurnian (O’Brien, 2009). Secara umum, lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat (solid). Sedangkan minyak adalah trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair (Sudarmadji, 1989). 3. Minyak Buah Alpukat Minyak buah alpukat (MA) merupakan minyak pangan (edible oil) yang dapat diperoleh dengan berbagai cara seperti Soxhletasi (AOAC, 1995; Banat et al., 2013), pengepresan dingin (cold-pressing) (Mostert et al., 2007), dan perkolasi serbuk daging buah (Kartha and Sethi, 1957; Kalia et al., 2002). Pelarut yang umum digunakan dalam ekstraksi minyak adalah n-heksana, petroleum eter maupun benzena. Proses evaporasi selanjutnya diperlukan untuk memisahkan MA dengan pelarutnya (Bora et al., 2001). Kandungan minyak buah alpukat berkisar antara 830% tergantung pada varietas dan kondisi tumbuh (Takenaga et al., 2008). MA dilaporkan membantu penurunan LDL dan trigliserid yang berisiko pada aterosklerosis sehingga disarankan untuk dijadikan konsumsi diet bagi penderita penyakit kardiovaskular (Ortiz-Moreno et al., 2003). Minyak ini mengandung sejumlah senyawa antioksidan dan 8
fitosterol (Requejo et al., 2003) berupa 4-desmetilsterol, 4-metilsterol, dan 4,4’-dimetilsterol yang bertanggung jawab pada aktivitas antikanker, antiinflamasi, dan antioksidan (Berger et al., 2004), aktivitas antimikroba, hepatoprotektif, dan insektisidal (Alvarenga and Ferro, 2005). Keberadaan fitosterol tersebut juga memberikan perlindungan terhadap kestabilan minyak pada suhu tinggi saat penggorengan berlangsung (White and Armstrong, 1986). Pemanfaatan MA tidak hanya sebagai bahan pangan dan minyak goreng namun juga digunakan secara luas untuk pelumas dan bahan kosmetik seperti sabun dan shampo untuk regenerasi dan melembabkan kulit (Hilman, 2005). MA memiliki titik asap (smoke point) yang tinggi baik yang sudah dimurnikan maupun belum. MA yang belum dimurnikan memiliki titik didih 400oF atau 204oC dan yang sudah dimurnikan dapat mencapai 520oF atau 271oC. Tinggi rendahnya titik asap suatu minyak tergantung pada kualitas pemurnian, cara penanganan, dan penyimpanan (Anonim, 2013). Berdasarkan hasil penelitian Bora et al. (2001), MA memiliki indeks bias 1,4604-1,4612, bobot jenis spesifik 0,9244-0,9310 g/mL, bilangan asam 1,21-1,25, bilangan peroksida 1,19-1,61, bilangan iodium 77,06-79,14 g I2/100 g minyak, dan bilangan penyabunan 176,61-179,91 mg KOH/g minyak. Menurut Bora et al. (2001), minyak daging buah alpukat terdiri dari asam-asam lemak tidak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid/MUFA) (67,43%), asam-asam lemak jenuh (22,93%), dan asam-asam lemak tidak jenuh dengan banyak ikatan rangkap (polyunsaturated fatty acid/PUFA) (9,61%). Asam palmitat merupakan komponen asam lemak jenuh yang dominan (21,86%) sedangkan komponen MUFA terbanyak adalah asam oleat sebanyak 65%. Adapun PUFA banyak disusun dari asam linoleat sebanyak 9,21%. Rasio asam oleat dan linoleat dalam minyak alpukat mencapai 7,04.
9
4. Minyak Kedelai Minyak kedelai (MK) diperoleh dari ekstraksi biji kedelai dengan teknik maserasi. Pelarut yang umum digunakan adalah etanol, heksana, etilen diklorida, aseton, isopropanol, dan metanol (Koswara, 1995). Hasil analisis dengan kromatografi gas menunjukkan bahwa komponen yang dominan dalam MK adalah asam linoleat, asam oleat, asam palmitat, asam linolenat, dan asam stearat (Isa, 2006). Mayoritas asam lemak dalam MK merupakan asam-asam lemak esensial yang tidak diproduksi sendiri oleh tubuh. MK yang sudah dimurnikan dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hampir 90% produksi MK dalam bidang pangan berada dalam bentuk yang sudah dihidrogenasi karena mengandung lebih kurang 85% asam lemak tidak jenuh (Ketaren, 1986). Kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi pada MK dapat mencegah timbulnya atherosklerosis (Rismunandar, 1978). Kadar lemak dalam MK relatif lebih rendah dibandingkan dengan kadar lemak jenis kacangkacangan lain. Perbedaan kadar lemak dan komponen asam lemak tergantung pada varietas dan keadaan iklim tempat tumbuh (Ketaren, 1986). Komposisi beserta jumlah asam-asam lemak MK disajikan dalam tabel I. Tabel I. Komposisi asam lemak minyak kedelai (Herschdoefer, 1986)
asam lemak
jumlah C
Kadar (%)
asam miristat
14:0
<0,5
asam palmitat
16:0
7,0-12
asam palmitoleat
16:1
0-0,5
asam stearat
18:0
2-5,5
asam oleat
18:1
19-30
asam linoleat
18:2
48-58
asam arakhidonat
20:0
<1,0
10
Menurut hasil penelitian Bailey (1951), bobot jenis minyak kedelai pada 25 oC adalah 0,9160,922 g/mL dengan indeks bias 1,471-1,475. Bilangan penyabunan minyak kedelai berkisar antara 189-195 mg KOH/g minyak dengan kandungan asam lemak bebas 1,5 %; bilangan asam sebesar 0,2-0,6; dan bilangan iodium sebesar 189-195 g I2/100 g minyak (Allan and Hamilton, 1983). 5. Minyak Biji Anggur Minyak biji anggur (MBA) diperoleh dari pemerasan biji anggur (Vitis vinífera L.). Biji anggur memiliki kandungan minyak 8-15% dengan asam-asam lemak tidak jenuh dan senyawa antioksidan yang tinggi (Crews et al., 2006). MBA diketahui baik untuk kesehatan saraf dan kulit. Minyak ini banyak digunakan sebagai kosmetik, penghalus kulit, untuk memperbaiki kantong mata, dan sebagai tabir surya (Ketaren, 1986). MBA mengandung sekitar 15-20% asam oleat, asam palmitat 7%, asam stearat 4%, asam linoleat 60%, vitamin E, dan sterol (Ketaren, 1986; Rezanka, 1999). MBA berwarna kuning kehijauan jernih dengan bilangan iodium 128-150 g I2/100 g minyak, bilangan penyabunan 188194 mg KOH/g minyak, dan indeks bias 1,467-1,77 pada 25 oC (Codex, 2001) MBA mengandung asam amino lisin dan tirosin. Tingginya kandungan asam linoleat memiliki efek yang baik bagi kulit. MBA dapat berfungsi sebagai antioksidan yang menangkal pembentukan radikal bebas selama terjadinya proses oksidasi akibat paparan radiasi UV. MBA sering ditambahkan dalam sediaan topikal untuk memperbaiki kerusakan kulit dan menjaga tingkat kelembapan (Spiers and Cleaves, 1999).
11
6. Autentikasi Minyak Sejak lama, pemalsuan minyak harga tinggi telah menjadi masalah serius dalam perdagangan minyak dan lemak karena adanya perbedaan harga yang signifikan untuk jenis minyak yang berbeda. Dibandingkan sektor industri lain seperti industri farmasi, batas keuntungan dari penjualan produk makanan khususnya lemak dan minyak relatif sempit. Yang demikian menyebabkan produsen tak bertanggung jawab melakukan praktik pemalsuan untuk menaikkan keuntungan. Tindakan pemalsuan dapat berupa pelabelan produk minyak murah dengan label minyak mahal atau melalui penambahan sejumlah minyak murah untuk meningkatkan volume produk (Ozen and Mauer, 2002; Flores et al., 2007) atau berupa penggunaan bahan berbahaya atau bahan yang tidak tercantum dalam label. Tindakan semacam itu dapat mempengaruhi nilai gizi, kualitas produk, dan melanggar hak-hak konsumen (Nunes, 2013). Selain itu, dapat menjadi isu serius dan membuat syubhat atas status kehalalan suatu produk makanan bila bahan yang dicampurkan adalah bahan yang haram (Rohman and Che Man, 2008). Penentuan keaslian minyak merupakan suatu hal yang penting terutama berkaitan dengan kualitas atau mutu minyak. Atas alasan inilah, autentikasi penting untuk melindungi konsumen dan industri makanan dari praktik pemalsuan (Marikkar et al., 2005). Pemalsuan minyak akan semakin sulit dideteksi ketika minyak pemalsu memiliki tingkat kemiripan komposisi kimia yang tinggi dengan minyak yang dipalsu (Rossel et al., 1983; Shukla et al., 2005). Ada 3 studi pendekatan untuk deteksi pemalsuan suatu minyak. Pertama, perbandingan komponen kimiawi yang mana diasumsikan bahwa rasionya bersifat konstan dalam minyak tertentu. Kedua, mencari penanda (marker) tertentu dalam minyak. Ketiga, metode analisis baik kimia maupun fisika (Cordella et al., 2002) yang didasarkan pada 12
perbedaan sifat dan komposisi komponen minor dan mayor minyak yang terpalsukan dan minyak yang tidak dipalsukan
(Kowalski, 1989) seperti dengan spektroskopi inframerah (IR) dan
kromatografi. Beberapa teknik telah dikembangkan untuk autentikasi produk makanan dan diklasifikasikan menjadi separatif (kimiawi) dan nonseparatif (fisis). Teknik separatif contohnya adalah kromatografi gas yang mana teknik ini fokus pada keberadaan senyawa kimia tertentu dalam sampel yang tercampur. Adapun teknik nonseparatif seperti spektroskopi IR yang melibatkan kombinasi pengukuran absorbansi pada frekuensi yang bervariasi. 7. Kromatografi Gas-Spektometri Massa Kromatografi gas-spektrometri massa (KG-SM) merupakan sistem analisis yang terdiri dari kromatografi gas sebagai instrumen untuk memisahkan komponen yang dipadukan dengan spektrometer massa sebagai detektor. Kromatografi gas (KG) sendiri merupakan suatu cara untuk memisahkan senyawa dengan cara melewatkannya dengan gas pembawa (fase gerak) melalui suatu fase diam. Apabila fase diamnya berupa zat padat, sistem kromatografi tersebut dinamakan kromatografi gas-padat (KGP) yang mana didasarkan pada sifat penjerapan dari kolom untuk pemisahan senyawa. Kromatografi gas yang mana fase diamnya berupa cairan disebut kromatografi gas-cair (KGC). Fase diam tersebut dilapiskan pada zat padat inert dan proses pemisahannya didasarkan pada partisi analit yang keluar masuk cairan (MacNair and Bonelli, 1988). Dalam beberapa dekade terakhir, KG menjadi salah satu bahasan yang paling aktif dipublikasikan dalam berbagai bidang seperti biokimia, kimia organik dan anorganik, studi lingkungan, analisis obat, kimia perminyakan, dan forensik (Grob, 1995). Hal tersebut disebabkan KG merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit. Selain itu, KG juga menawarkan berbagai keuntungan seperti (1) mampu 13
memisahkan senyawa-senyawa yang secara distilasi tidak dapat dipisahkan karena kedekatan titik didih maupun sifat fisika kimianya, (2) dapat diautomatisasi dan dipadukan dengan instrumen analisis lain, (3) sensitif dan hanya membutuhkan sampel dalam jumlah sangat sedikit (<1 µL), (4) waktu analisis relatif singkat, (5) harga instrumen cukup terjangkau dibandingkan dengan instrumen analisis lain (Skoog et al., 2007). Pemisahan yang terjadi dalam KG didasarkan pada perbedaan solubilitas komponenkomponen dalam cairan (untuk KGC) dan juga adsorptivitas (KGP) serta kepolaran dari senyawa (Settle, 1997). Gambar 2 menunjukkan proses pemisahan oleh KG. Dalam pemisahan dengan KG, sampel disuntikkan ke dalam bagian hulu kolom kemudian diuapkan oleh suhu tinggi bagian injektor. Sampel tersebut kemudian dielusi oleh aliran gas inert yang berfungsi sebagai fase gerak. KG berbeda dengan sistem kromatografi lain dalam hal ini yang mana dalam KG molekul analit tidak melakukan interaksi dengan fase geraknya. Fase gerak hanya berfungsi untuk membawa analit melewati kolom (Skoog et al., 2007). Waktu yang dibutuhkan untuk pemisahan tersebut beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuran sederhana sampai berjam-jam untuk senyawa dengan 500-1000 komponen. Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan waktu tambat yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat menunjukkan lama senyawa tertahan dalam kolom (Gritter, 1985). Salah satu komponen penting dalam sistem instrumen adalah detektor. Detektor merupakan perangkat yang berfungsi menangkap kehadiran analit kemudian mengkonversi informasi tersebut menjadi sinyal listrik. Pemilihan jenis detektor didasarkan pada keperluan analisis, selektivitas, dan sensitivitas yang dimiliki oleh detektor tersebut. Selektif berarti detektor mampu mengenali dan hanya memberikan tanggapan/respon terhadap analit namun tidak untuk
14
komponen lain. Selain itu, detektor harus sensitif dalam artian mampu memberikan tanggapan karena terjadi perubahan sangat kecil dari kuantitas analit yang terdeteksi (Settle, 1997). Salah satu jenis detektor yang dipadukan dengan KG adalah spektrometer massa. Holmer dan Morrell mendemonstrasikan penggunaan instrumen tersebut untuk pertama kalinya pada tahun 1957. Sistem KG yang dipadukan dengan detektor SM memberikan hasil analisis yang sensitif, selektif, dan memiliki resolusi tinggi. Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 1, analit yang sudah terpisahkan oleh KG didorong oleh gas pembawa ke ruang pengionan utnuk diionkan. Ion molekul maupun ion fragmen selanjutnya dianalisis massanya dengan mekanisme tertentu. Hasil analisis tersebut diubah menjadi suatu spektrum massa yang merupakan plot intensitas relatif/kelimpahan suatu spesi ion versus nilai m/z (rasio massa terhadap muatan) (Settle, 1997). Detektor SM merupakan satu-satunya detektor universal yang mampu menyediakan data struktur molekul dari suatu senyawa yang tidak diketahui. Tingkat sensitivitas SM sangat tinggi, yang mana sampel kurang dari 10-12 g sudah mampu dideteksi (Adamovics, 2005).
Gambar 1. Instrumentasi kromatografi gas dengan detektor spektrometer massa (Perkin Elmer, 2005 dengan modifikasi)
15
8. Spektroskopi Inframerah Spektroskopi merupakan studi interaksi antara radiasi gelombang elektromagnetik dengan suatu materi sebagai fungsi bilangan gelombang (Smith, 2002; Dufour, 2009). Spektroskopi infarmerah (IR) merupakan studi pemencaran (scattering), pemantulan (reflection), absorpsi atau transmisi radiasi inframerah pada rentang 0,8-1.000 µm. Spektroskopi inframerah merupakan salah satu jenis spektroskopi vibrasional (Drake, 2008). Daerah IR terdiri dari tiga bagian yakni daerah IR jauh (400-40 cm-1), daerah IR tengah (4000-400 cm-1), dan daerah IR dekat (14000-4000 cm-1). Pada umumnya, analisis senyawa dilakukan pada daerah IR tengah (mid-infrared) (Kealey and Haines, 2002; Tanaka et al., 2008). Intensitas serapan pada frekuensi atau bilangan gelombang saat sampel menyerap radiasi akan terekam sebagai suatu spektrum IR (Cadet and de la Guardia, 2001). Spektrum IR dianggap sebagai salah satu sifat karakteristik suatu senyawa (Pavia et al., 2009) yang dihasilkan dengan melewatkan sumber radiasi melewati sampel dan menentukan besar bagian radiasi yang diserap pada energi atau bilangan gelombang tertentu. Energi pada puncak spektrum inframerah berhubungan dengan frekuensi vibrasional dari gugus fungsi yang ada dalam senyawa (Smith, 2002). Absorpsi molekular radiasi elektromagnetik pada daerah IR dapat menyebabkan transisi antara level energi keadaan dasar rotasi dan vibrasi (Ismail et al., 1997). Sebagaimana jenis absorpsi energi yang lain, pada spektroskopi IR, molekul-molekul dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi ketika molekul-molekul tersebut menyerap radiasi IR. Absorpsi radiasi IR merupakan suatu proses kuantisasi yang berarti hanya energi dengan besar tertentu dari radiasi IR yang dapat diserap oleh suatu molekul. Absorpsi radiasi IR bersesuaian dengan perubahan energi yang terjadi dengan kisaran antara 2-10 kkal/mol. Radiasi pada kisaran energi ini 16
bersesuaian dengan kisaran frekuensi vibrasi regangan dan ulur suatu ikatan dalam kebanyakan ikatan kovalen molekul (Pavia et al., 2001). 9. Spektrofotometer FTIR-ATR (Fourier Transform Infrared-Attenuated Total Reflectance) a.
Prinsip kerja Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) mulai dikembangkan pada tahun 1970
untuk kepentingan analisis kualitatif dan kuantitatif menggunakan absorbsi radiasi IR tengah dari suatu molekul. Perkembangan lebih lanjut dari spektroskopi FTIR adalah FTIR-ATR dengan ATR (Attenuated Total Reflectance) sebagai teknik sampling. ATR merupakan teknik analisis permukaan yang sensitif dalam mendeteksi keberadaan suatu spesies molekul melalui spektroskopi absorpsi. Hal tersebut didasarkan pada peluruhan eksponensial dari gelombang sekejap (evanescent wave) yang terbentuk pada permukaan elemen pemantulan internal total (total internal reflection) yang sesuai (Sherman, 1997) ketika terjadi kontak antara radiasi tersebut dengan sampel (Perkin Elmer, 2005). Ilustrasi tentang hal tersebut terdapat dalam gambar 2. Medan sekejap dapat dianggap sebagai sebuah gelombang listrik normal yang terbentuk pada antarmuka kedua media, hasil superposisi antara medan listrik yang datang dan terpantul balik. Besar amplitudo dari gelombang listrik pada batas kedua media akan menurun secara eksponensial sesuai jarak dari antarmuka/bidang kontak (Harrick, 2014). Aplikasi ATR diturunkan dari spektroskopi pantulan internal (internal reflection spectroscopy) yang diperkenalkan secara terpisah oleh Fahrenfort dan Harrick pada awal tahun 1960-an. Ketika suatu radiasi IR merambat dari medium dengan indeks bias tinggi (kristal ZnSe) ke medium dengan indeks bias rendah, sejumlah sinar dipantulkan kembali ke medium berindeks bias rendah (sampel minyak). Pada kondisi ini, sejumlah energi cahaya lolos dari kristal dan melebar di luar permukaan dalam bentuk gelombang, sehingga 17
menyebabkan intensitas sinar pantulan berkurang. Fenomena inilah yang disebut attenuated total reflectance (pemantulan sempurna yang dilemahkan). Ketika sampel diletakkan di atas kristal ATR, sampel akan menyerap radiasi IR yang keluar kristal (Stuart, 2004). Namun demikian, hanya molekul yang berada di sekitar permukaan elemen pemantulan internal total saja yang dianalisis. Volume daerah analisis tersebut ditentukan oleh kedalaman penetrasi (depth of penetration) dari medan sekejap yang menjangkau sampai beberapa mikrometer ke area kontak dengan sampel atau medium batas (Wang, 2009). Persyaratan agar terjadi ATR yang baik adalah sampel harus kontak langsung dengan kristal ATR mengingat medan sekejap hanya terjadi pada daerah yang berjarak 0,5-5 µm dari kristal ATR. Selain itu, indeks bias dari kristal harus lebih besar secara signifikan dari indeks bias sampel (Perkin Elmer, 2005).
Gambar 2. Skema peristiwa terjadinya pemantulan internal total dan terbentuknya evanescent wave (E: amplitudo medan listrik, z: jarak antara sampel dengan permukaan kristal, d p: kedalaman penetrasi radiasi, n1: indeks bias kristal, n2:indeks bias sampel, θ: sudut datang, θc:sudut pantul) (Wang, 2009 dengan modifikasi).
Salah satu keuntungan ATR adalah spektra absorbsi masih dapat dihasilkan pada sampel yang sangat absortif dan/atau bersifat memencarkan radiasi seperti cairan keruh atau sampel serbuk. Diantara teknik sampling spektroskopi IR tengah, ATR paling menjanjikan untuk menghilangkan efek matriks air tanpa membutuhkan proses dehidrasi sampel, 18
substraksi sinyal dari air atau preparasi sampel terhidrasi menjadi suatu lapisan tipis yang mana analisis pada rentang MIR sangat rentan terhadap kehadiran sekelumit air (Wang, 2009). b.
Instrumentasi spektrometer FTIR-ATR Terdapat 2 tipe spektrometer IR yaitu dispersif dan FT (Fourier Transform). Pada
spektrofotometer tipe dispersif (gambar 3), radiasi IR diemisikan oleh sumber radiasi kemudian dipisah-pisahkan menjadi pita-pita frekuensi melalui penggerakan suatu grating (kisi difraksi). Grating akan mengarahkan tiap panjang gelombang ke detektor melalui suatu slit (celah). Masing-masing pita frekuensi akan dianalisis secara terpisah. Hasil keseluruhan spektra didapat jika grating memilih keseluruhan rentang bilangan gelombang (Dufour, 2006; Burns and Ciurczak, 2008).
Gambar 3. Instrumentasi spektrofotometer IR tipe dispersif (Wang, 2009)
Berbeda dengan tipe dispersif, dalam instrumentasi spektrometer FTIR-ATR terdapat suatu perangkat tambahan yang disebut interferometer yang terdiri dari cermin tetap (fixed mirror) dan cermin bergerak (moving mirror) yang dapat membangkitkan suatu perbedaan 19
jalur optik dan menjadikan gelombang saling berinterferensi sebagaimana diilustrasikan pada gambar 4. Ketika gelombang dari tiap bilangan gelombang diemisikan dari sumber IR dan memasuki interferometer, gelombang tersebut akan dipecah oleh pemecah berkas (beam splitter) yang diatur 45o terhadap tempat masuk sinar menjadi 2 arah, yang satu menuju cermin tetap dan lainnya menuju cermin bergerak. Sinar yang kembali dari keduanya akan digabungkan kembali menuju pemecah berkas yang sekaligus sebagai penggabung berkas (beam combiner). Gabungan sinar selanjutnya keluar meninggalkan interferometer dengan sudut 90o terhadap tempat masuk sinar. Pada akhirnya, sinar akan melewati jalur optik dan bergerak menuju detektor.
Gambar 4. Instrumentasi spektrofotometer FTIR-ATR (Perkin Elmer, 2005 dengan modifikasi)
Alur tersebut akan menghasilkan suatu spektrum yang disebut sebagai interferogram yang menghubungkan titik data dengan intensitas sinyal yang dihasilkan. Melalui operasi matematik transformasi Fourier, dilakukan dekomposisi domain titik-titik data menjadi domain waktu, sedangkan domain sinyal interferogram dipecah menjadi frekuensifrekuensi/bilangan gelombang sebagaimana diilustrasikan pada gambar 5. Operasi tersebut berdasarkan prinsip Fourier Series yang mana fungsi awal yang rumit dinyatakan sebagai
20
jumlah gelombang sederhana yang secara matematis diwakili oleh fungsi sinus dan kosinus (KDI, 2011).
Gambar 5. Konversi interferogram menjadi spektrum FTIR (KDI, 2011)
Dalam
instrumentasi
spektrometer
FTIR-ATR
terdapat
pemandu
gelombang
(waveguide) berupa serat optik (fiber optic) yang transparan terhadap IR dan suatu kristal ATR. Serat optik berguna untuk membawa sinar IR menuju tempat pengukuran atau kembali menuju detektor tanpa ada kehilangan intensitas. Serat optik pada dasarnya terdiri dari 2 bagian sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 6. Dua bagian tersebut adalah bagian inti (core) yang dikelilingi oleh suatu selubung (cladding) dengan indeks bias yang lebih besar. Saat sinar datang memasuki cladding dengan sudut datang lebih besar daripada sudut kritis, terjadi pemantulan sempurna pada jalur perambatan serat optik. Peristiwa ini disebut pemantulan internal total. Rentang sudut datang yang dapat menghasilkan pemantulan internal total tersebut dinamakan kerucut penerimaan (cone of acceptance) dari suatu serat optik (Dufour, 2009).
21
Gambar 6. Bagian dalam serat optik dan jalur perambatan sinar (Wang, 2009)
Bahan untuk serat optik ada bermacam-macam seperti AgX (perak halida), saphir (Al2O3) dan kalkogenida (kaca AsSeTe) (Holst and Mizaikoff, 2002; Mizaikoff, 2003). Kristal ATR merupakan tempat aplikasi sampel dan dapat digunakan untuk sampel padat, cair, semi padat, dan lapisan tipis (Stuart, 2004). Sampai sekarang, bahan terbaik untuk kristal ATR adalah berlian karena ketahanan dan sifat inert-nya (Perkin Elmer, 2005). Material lain untuk ATR bisa juga terbuat dari ZnSe, ZnS, Ge, dan Si. Kristal ZnSe umum digunakan dan ideal untuk sampel asam dan basa lemah, memiliki kisaran pengukuran yang luas (20.000 – 500 cm-1) dengan indeks bias sebesar 2,4. ZnSe bersifat tidak larut air atau dalam pelarut organik (Stuart, 2004). Sifat fisik dan ketergantungan transmitan dari pemandu gelombang menentukan batasan penggunaannya untuk sampel tertentu. Geometri dan dimensi dari pemandu gelombang dapat diatur untuk memenuhi kebutuhan pengukuran individual dari sampel (Mantanus, 2012). Spektroskopi FTIR memberikan beberapa keuntungan yaitu: 1. Keuntungan multipleks (Fellget advantage) berupa pengukuran semua bilangan gelombang secara simultan sehingga tidak terjadi diskontinuitas pada rentang bilangan gelombang spektra IR. Hal tersebut tidak terjadi pada tipe dispersif yang melakukan pengukuran secara sekuensial (Smith, 2002; Dufour, 2009).
22
2. Keuntungan throughput (Jacquinot advantage) berupa rasio sinyal terhadap derau (SNR/signal to noise ratio) yang tinggi karena jumlah intensitas radiasi yang mencapai detektor maksimal. Rasio sinyal dengan noise (derau) dari spektrum meningkat karena akar kuadrat dari jumlah pemindaian yang membolehkan rasio tersebut dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat daripada tipe dispersif. Tidak hanya itu, reprodusibilitas dan akurasi bilangan gelombang yang dihasilkan juga baik (Lai et al., 1995; van de Voort et al., 1997). Dengan tidak adanya kisi difraksi (grating) dan celah (slit) pada instrumen spektrometer FTIR, pemindaian dalam dilakukan dengan dan memungkinkan reduksi pengukuran acak derau pada berbagai level (signal averaging) (Thermo Nicolet, 2001). 3. Connes advantage yang mana kecepatan dari cermin bergerak pada instrumen terkontrol oleh laser He-Ne yang bilangan gelombangnya cenderung stabil dan akurat. Sifat ini dapat dijadikan semacam standar internal pada setiap proses pemindaian (scanning). Instrumen akan terkalibrasi sendiri tanpa harus dikalibrasi pengguna (Smith, 2002). 4. Resolusi yang dihasilkan lebih stabil karena tidak ada modifikasi lebar slit saat proses akusisi spectra (Dufour, 2009; Burns and Ciurczak, 2008). Spektrometer FTIR-ATR menjadi pilihan dalam analisis ketika diinginkan sensitivitas yang baik (Roggo et al., 2007; Vlachos et al., 2006). Spektroskopi FTIR-ATR memungkinkan pengukuran pada berbagai frekuensi secara simultan sehingga keseluruhan spektra dari sampel dapat diperoleh pada pemindaian tunggal secara cepat. Keunggulan tersebut ditunjang pula oleh adanya perangkat lunak yang menyediakan sistem penanganan varietas data yang banyak dengan fasilitas akuisisi dan interpretasi spektra (Ismail et al., 1999).
23
c.
Aplikasi spektroskopi FTIR-ATR Dalam beberapa tahun terakhir, aplikasi FTIR-ATR telah merambah riset makanan dan
telah menjadi alat analisis yang handal dalam studi minyak dan lemak. Hal itu karena kemampuan untuk mengenali sidik jari dari senyawa dan menganalisis multikomponen secara simultan (van de Voort, 1992; Rohman and Che Man, 2010). Kombinasi dengan analisis multivariat menjadikan spektroskopi IR sebagai teknik analisis yang penting dalam penentuan keaslian minyak dan lemak karena kesederhanaan, kecepataan, dan kemudahan dalam preparasi sampel. Metode ini telah berhasil diaplikasikan untuk kontrol kualitas dan deteksi pemalsuan daging (Meza-Marquez et al., 2010), ikan (Arvanitoyanis et al., 2005), dan madu (Gallardo-Velazquez et al., 2009). Autentikasi beberapa minyak pangan dengan teknik spektroskopi inframerah yang dikombinasikan dengan analisis multivariat telah banyak dilaporkan seperti autentikasi minyak hati ikan kod (Rohman and Che Man, 2011a), virgin coconut oil (VCO) (Manaf et al., 2007; Rohman and Che Man, 2011b), extra virgin olive oil (EVOO) (Rohman and Che Man, 2010), dan minyak buah merah (Rohman et al., 2012; Setyaningrum et al., 2013). Kuantifikasi pemalsu EVOO berupa minyak sayur dan minyak kacang juga telah dilakukan dengan hasil yang memuaskan (Lai et al., 1995; Marigheto et al., 1998; Tay et al., 2002). 10. Analisis Multivariat Analisis multivariat yang juga dikenal sebagai kemometrika merupakan teknik analisis yang memanfaatkan pengetahuan matematika, statistika dan komputasi untuk ekstraksi informasi berguna dari data yang dihasilkan melalui pengukuran kimia secara efisien (Rohman, 2014). Secara garis besar, analisis multivariat diklasifikasikan menjadi klasifikasi multivariat
24
(pengenalan pola/pattern recognition) dan regresi multivariat (Otto, 1998; Miller and Miller, 2005) Analisis pengenalan pola (pattern recognition) sendiri dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu prosedur tersupervisi dan taktersupervisi (Beebe et al., 1998; Miller and Milller, 2005). Pada prosedur tak tersupervisi, informasi awal tentang keanggotaan sampel pada dataset kalibrasi (training set) tidak diketahui sehingga sampel akan diklasifikasikan menjadi sejumlah kelas dengan komunalitas tertentu tanpa kualifikasi awal dari sampel atau pengujian kelas. Pada prosedur tersupervisi, terjadi pengelompokkan data menjadi kelas yang telah ditetapkan sebelumnya selama proses kalibrasi sehingga memungkinkan klasifikasi yang lebih teliti dalam penentuan batas kelas (Kramer, 1995; Haaland et al., 1997; Miller and Miller, 2005). Regresi multivariat sering digunakan untuk menganalisis satu atau banyak komponen dalam suatu sampel kompleks yang sinyal analisisnya saling tumpang tindih. Serangkaian data kalibrasi (training set) dengan sampel yang diketahui pasti konsentrasinya digunakan untuk membuat model kalibrasi. Konsentrasi sampel yang belum diketahui akan diprediksikan berdasarkan model matematis yang terbentuk. Ketepatan dan ketahanan (robustness) dari model klasifikasi dan regresi prediktif harus dievaluasi dengan prosedur validasi (Sharaf, et al., 1986; Henrion and Henrion, 1994). a.
Analisis komponen utama/ Principal Component Analysis (PCA) PCA merupakan teknik reduksi dimensionalitas informasi dari suatu dataset yang terdiri
dari variabel-variabel dalam jumlah besar yang saling berkorelasi melalui metode proyeksi untuk menyederhanakan data awal (Miller and Miller, 2005; Romia and Bernardez, 2009). Tujuan PCA adalah untuk mereduksi jumlah variabel penyusun dataset awal dengan tetap mempertahankan variabilitas dan informasi awal (Miller and Miller, 2005). Selain itu, PCA 25
memberikan visualisasi dan analisis korelasi dari variabel-variabel yang ada serta memungkinkan untuk identifikasi pola-pola informasi (pattern recognition) yang tersembunyi dalam dataset (Addinsoft, 2014; Minitab Guide, 2005). Pada aplikasinya, PCA lebih ditujukan untuk keperluan klasifikasi sampel yang ada dalam dataset (Mantanus, 2002). Gambaran sederhana reduksi data oleh PCA membentuk komponen utama terdapat dalam gambar 7.
Gambar 7. Skema prosedur PCA dalam penyederhanaan variabel (A: data spektra awal, S: skor PCA, F: eigenvector, loading vector, n: jumlah spektra, f:jumlah PC, p:jumlah titik data) (Wang, 2009).
Pemikiran dasar PCA adalah menyederhanakan variabel-variabel awal menjadi seperangkat komponen utama (PC/Principal Component) Z1, Z2, Z3,...,Zn atau faktor yang tidak saling berkorelasi. Masing-masing komponen tersebut merupakan kombinasi linier dari variabel asal. Secara matematis, kombinasi linier variabel-variabel asal yang menggambarkan tiap objek (sampel) X1, X2, X3,...,Xn tersebut dinyatakan sebagai berikut: Z 1 a11 X 1 a12 X 2 a13 X 3 ......... a1 nXn Z 2 a 21 X 1 a 22 X 2 a 23 X 3 ........ a 2 nXn Z 3 a 31 X 1 a 32 X 2 a 33 X 3 ........ a 3 nXn
a merupakan koefisien dari kombinasi linier yang menjadikan variabel-variabel baru yang tidak saling berkorelasi (Miller and Miller, 2005). Komponen-komponen utama (PC) tersebut 26
mewakili besarnya variansi dataset awal yang mana komponen pertama mengandung variansi terbesar (Minitab Guide, 2005). Terkait dengan PC, objek-objek dengan nilai PC yang hampir sama/berdekatan dapat dikatakan memiliki sifat fisika-kimia yang mirip. Oleh karenanya, PCA dapat digunakan untuk tujuan pengelompokan objek (Rohman, 2014). Ada 2 keuntungan ditawarkan oleh PCA yaitu reduksi data dengan memadatkan data awal dengan jumlah variabel awal sangat banyak menjadi hanya beberapa PC yang mencerminkan informasi paling relevan (Martens and Naes, 1996) sebagaimana yang telah diilustrasikan dalam gambar 7. Kedua, PCA membantu mengatasi tumpang tindih spektra yang mana variansi keseluruhan spektra atau dalam rentang tertentu diikutkan dalam perhitungan. Nilai skor karakteristik yang diturunkan untuk tiap dataset dapat digunakan untuk mengelompokkan data dalam suatu sistem koordinat baru berbasis PC atau untuk keperluan regresi lanjutan seperti pada Principal Component Regression (PCR) (Rohman, 2014). Namun demikian, PCA memiliki keterbatasan hanya mengenali variansi total dari keseluruhan dataset dan tidak untuk identifikasi variansi dalam kelompok (within group) maupun antarkelompok (between group) (Wang, 2009). b.
Partial Least Square Regression (PLS-R) dan PLS-Discriminant Analysis (PLS-DA) PLS-R merupakan teknik analisis untuk membuat model regresi linier dengan cara
memproyeksikan prediktor (X) dan variabel dependen (Y) ke ruang dimensi yang baru yang lebih sederhana dibandingkan ruang dimensi awal sehingga PLS dikenal juga sebagai model faktor bilinier. Dengan teknik PLS, reduksi dimensional variabel awal dan penyusunan model regresi dapat dilakukan secara simultan. PLS akan memilih subset dari variabel-variabel baru yang saling ortogonal (tegak lurus) kemudian membentuk suatu faktor PLS (variabel laten). Faktor PLS yang mengandung jumlah variansi terbesar dalam X sekaligus memaksimalkan
27
kovariansi antara X dan Y digunakan sebagai regresor untuk x dan y (Mantanus, 2002). Prosedur matematis PLS telah diuraikan secara sistematis oleh Haaland dan Thomas (1988) dalam publikasi keduanya dan divisualisasikan pada gambar 8.
Gambar 8. Prosedur kompresi variabel dan konstruksi regresi oleh PLS (A: data spektra awal, C: data konsentrasi, Fa dan Fc: faktor spektra dan konsentrasi, S,U:skor untuk spektra dan konsentrasi, n:jumlah spektra, p:jumlah titik data, m:jumlah sampel, f:jumlah faktor) (Wang, 2009).
Serupa dengan PCA, PLS juga merupakan alat bantu yang handal dalam penyederhanaan dataset yang sangat banyak. Bedanya, PLS merupakan metode tersupervisi (Hastie et al., 2001) yang tidak hanya memperhitungkan variansi dari dataset multidimensional awal pengukuran (data spektra) saja namun juga secara simultan memperhitungkan variansi dalam dataset multidimensional respon (konsentrasi) (Wang, 2009). Oleh karena itu, PLS banyak diaplikasikan dalam spektroskopi FTIR untuk ekstraksi informasi dari spektra kompleks dengan puncak-puncak yang tumpang tindih disertai derau instrumen (Syahariza et al., 2005). PLS mengkombinasikan fitur PCA dan MLR (Multiple Linier Regression), CLS (Classical Least-Square), dan ILS (Inverse Least-Square) yang bersifat full-spectrum (Haaland and Thomas, 1988) yang mampu mengatasi deskriptor dalam jumlah besar dengan multikolinieritas tinggi (Garthwaite, 1994; Barker and Rayens, 2003; Westerhuis et al., 2008), dan tangguh terhadap data yang hilang (missing data) dan distribusi juling (skew distributions) (Cassel et al., 1999). Karena merupakan kombinasi ILS dan CLS, 28
diasumsikan baik deskriptor (X) yakni data spektral maupun variabel dependen (Y) yaitu konsentrasi mengandung galat (error). Yang demikian ini, berbeda dengan PCR yang menganggap variabel dependen (konsentrasi) bebas dari kesalahan (Haaland and Thomas, 1988; Brereton, 2003). PLS pada awalnya dirancang sebagai alat bantu untuk regresi statistik yang semakin umum digunakan dalam bidang kimia análisis (Wold, 1966). PLS merupakan biased method dan menerapkan modifikasi terhadap algoritma NIPALS (non-iterative partial least square) pada PCA. Modifikasi tersebut menjadikan PLS mampu diaplikaskan untuk tujuan klasifikasi objek penelitian dalam berbagai bidang baik sosial maupun ilmu alam. Penggunaan PLS-DA memberikan hasil yang lebih memuaskan dibandingkan PCA dan LDA (Linier Discriminant Analysis) untuk menyelesaikan kasus diskriminasi (Barker and Rayens, 2003). PCA hanya mampu mengidentifikasi variabilitas kasar (gross variability) dan tidak mampu membedakan variabilitas antarkelompok (between group) dan dalam kelompok (within group). Adapun LDA, tidak dapat digunakan ketika variabel sangat banyak dan jumlah variabel yang relatif lebih banyak daripada observasi. Barker dan Rayens (2003) juga menjelaskan bahwa PLSDA berkaitan dengan pendekatan ILS terhadap LDA (Linear Discriminant Analysis) yang secara umum menghasilkan hasil yang sama namun dengan tambahan kelebihan berupa reduksi derau dan adanya seleksi variabel dari PLS. Dalam PLS-DA, blok Y menggambarkan objek-objek yang berhubungan dengan kategori baik berupa klasifikasi biner maupun banyak kelompok. Pada klasifikasi biner, variabel Y mudah didefinisikan dengan mengatur nilai 1 untuk objek bila merupakan anggota dari kelas dan 0 bila bukan anggota. Nilai batas (threshold) diperlukan untuk menentukan keanggotaan suatu objek. Dalam klasifikasi banyak kelompok, digunakan pendekatan yang
29
sama namun dengan kriteria nilai tidak hanya berkisar 1 dan 0 saja, namun objek akan dikelompokkan sesuai nilai prediksi yang dihasilkan sesuai dengan kriteria batas dari tiap kelas yang sudah didefinisikan (Ballabio and Todeschini, 2009). Karena kehandalannya, aplikasi PLS dan PLSDA semakin meluas dalam kemometrika dan juga di bidang lain (Wold, 2001; Kjeldahl and Bro, 2010). c.
Regresi komponen utama/Principal Component Regression (PCR) PCR merupakan teknik alternatif untuk regresi linier berganda (MLR) yang digunakan
ketika variabel prediktor yang digunakan berjumlah banyak dan saling berhubungan erat. PCR disebut juga sebagai analisis faktor yang mana hanya menggunakan spektra yang tidak memberikan kolinieritas dalam kalibrasi (Rohman, 2014). PCR bersifat sekuensial yang mana sebelum penyusunan model regresi, PCA digunakan untuk menyederhanakan dan menguraikan dataset spektra awal menjadi variabel baru yang lebih sederhana (berupa faktor atau PC), mencakup variansi yang relevan dalam dataset, kemudian menggunakan skor yang didapat dari dataset kalibrasi untuk membentuk model kuantitatif (Joliffe, 1986). Model PLS dan PCR sering disebut sebagai metode faktor yang mentransformasikan variabel-variabel awal yang jumlahnya banyak menjadi sejumlah faktor yang merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel asli tersebut. Faktor pertama mengandung informasi yang lebih bermanfaat dibandingkan faktor-faktor setelahnya. Semakin banyak faktor, kandungan informasi berguna yang ada semakin sedikit, kurang penting dalam analisis, dan rawan terjadi masuknya derau garis dasar ke perhitungan (Haaland and Thomas, 1988). PCR berbeda dengan PLS dalam hal pembentukan faktor. PCR menggunakan faktor hasil PCA dari matriks X yang tidak mengaitkan hubungan antara deskriptor dengan variabel respon, sedangkan dalam PLS, faktor tersebut dimodifikasi sehingga dapat memaksimalkan 30
kovariansi vektor matriks X dan Y, dan dapat menerangkan langsung hubungan X dengan Y (Haaland and Thomas, 1988; Miller and Miller, 2005). G. Landasan Teori Harga minyak buah alpukat (MA) yang mahal mendorong produsen minyak untuk melakukan pemalsuan dengan minyak-minyak yang lebih murah untuk mendapatkan keuntungan ekonomi yang berlipat. Minyak nabati seperti minyak kedelai dan minyak biji anggur sering digunakan sebagai minyak pemalsu karena murah, mudah didapat, dan memiliki beberapa kemiripan karakter dengan minyak buah alpukat. Untuk itu, diperlukan autentikasi untuk penjaminan mutu produk dan perlindungan hak konsumen. Dari metode analisis yang ada dan pernah diterapkan, spektroskopi FTIR-ATR menjadi pilihan utama karena memiliki beberapa keunggulan yaitu cepat, dapat diaplikasikan untuk sampel dengan berbagai kondisi fisis, preparasi sampel sederhana, dan memberikan hasil yang akurat. Penggunaan teknik spektroskopi FTIR-ATR memungkinkan analisis kualitatif dan kuantitatif secara simultan. Analisis kualitatif berupa pembedaan profil spektra IR beberapa jenis minyak terutama pada daerah sidik jarinya. Analisis kuantitatif didasarkan pada hukum LambertBeer yang mana absorbansi proporsional dengan konsentrasi gugus fungsi tertentu dalam sampel. Analisis dengan spektroskopi FTIR-ATR memungkinkan pengukuran absorbansi pada banyak bilangan gelombang secara simultan. Data berupa spektra yang dihasilkan terdiri dari banyak titik data dan tidak mungkin dilakukan manual secara simultan. Oleh karena itu, diperlukan analisis multivariat untuk membantu mereduksi data variabel prediktor yang sangat banyak menjadi komponen-komponen yang lebih sedikit, menyederhanakan ruang dimensi agar mudah diinterpretasikan, dan menyusun model kalibrasi dan validasi yang sesuai untuk autentikasi minyak buah alpukat. Analisis diskriminan membantu pembentukan fungsi klasifikasi 31
sampel untuk pembedaan minyak buah alpukat dari pemalsunya. Atas dasar tersebut, kombinasi teknik spektroskopi IR dengan analisis multivariat (PCA, PLS, dan PCR) dipilih untuk autentikasi minyak buah alpukat dalam campuran biner dan terner dengan minyak kedelai dan minyak biji anggur.
H. Hipotesis Dalam penelitian ini dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Penerapan analisis multivariat dapat digunakan untuk menghasilkan model kalibrasi dan validasi yang memiliki kemampuan prediksi yang baik dan valid untuk kuantifikasi minyak kedelai, minyak buah alpukat, dan minyak biji anggur dalam campuran biner dan terner. 2. Kombinasi spektroskopi FTIR dengan analisis multivariat dapat digunakan untuk autentikasi minyak buah alpukat dalam campuran biner dan terner dengan minyak kedelai dan minyak biji anggur.
32