BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Otonomi daerah secara langsung maupun tidak langsung telah membawa pengaruh yang cukup luas pada tata kehidupan masyarakat, baik secara nasional maupun lokal. Namun kondisi ini telah memberikan suatu pemikiran dan kesadaran yang baru bagi Pemerintah maupun masyarakat dalam hal mengubah paradigma pembangunan daerah. Persiapan diri merupakan salah satu yang perlu dilakukan, khususnya masyarakat dan Aparatur Pemerintah Daerah guna meningkatkan kualitas, baik itu sumber daya manusia yang berkualitas maupun kualitas sumber daya lain, yang kemudian berdampak akan terciptanya kualitas program pembangunan di daerah sesuai dengan yang diharapkan. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan otonomi daerah, seperti yang diatur dalam Undangundang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut Witjaksono (2006), layanan publik sangat urgen dibenahi karena tuntutan reformasi administrasi, pengaduan masyarakat (lihat Mediaty, 2010: 299). Ketua LAN Kristiadi (1999), menyatakan bahwa Aparatur Pemerintah hendaknya mampu mengikuti perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam sistem kemasyarakatan (lihat Mediaty, 2010: 299). Selain itu, Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Kepala
Bappenas
Suzetta
(2008),
menyatakan Pemerintah akan berupaya memperbaiki masalah administrasi melalui perbaikan kinerja aparatur negara dalam rangka meningkatkan daya saing
1
2
iklim usaha di Indonesia (cyber-news.com). Menurut Brownel (1982), partisipasi penyusunan anggaran adalah proses yang menggambarkan individu-individu terlibat dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran dan perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut (lihat Supanto, 2010: 3). Partisipasi penyusunan anggaran merupakan pendekatan yang secara umum dapat meningkatkan kinerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efektifitas organisasi. Kabupaten Morowali dimekarkan pada tahun 1999 dari kabupaten induknya Kabupaten Poso, yang dalam proses dan progres pembangunan harusnya lebih nampak alokasi penganggaran ke arah pembangunan publik melalui belanja langsung daripada pembiayaan terhadap aparatur daerah yang anggarannya dari belanja tidak langsung. Pengfungsian Kabupaten Morowali pada tahun 20002011, ada indikasi pengalokasian anggaran belanja kurang maksimal, karena kurang adanya kesesuaian pengeluaran anggaran yang dipakai untuk kepentingan organisasi dan pelayanan publik. Kolonodale merupakan ibukota sementara Kabupaten Morowali dari tahun 2000-2004, selanjutnya pindah di ibukota kabupaten definitif yaitu Bungku pada tahun 2005. Transparansi Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan penganggaran dan nilai akuntabilitas jauh dari ekspektasi masyarakat. Perubahan terjadi pada tahun 2008, di bawah kepemimpinan Bupati Morowali terpilih Bapak Drs. Anwar Hafid,
Visi dan Misi Bupati” sudah sangat jelas dan terarah.
Tanggapan sebagian besar masyarakat Morowali mengatakan bahwa
3
pelaksanaan pembangunan untuk sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur belum terlaksana dengan baik atau belum sesuai dengan harapan masyarakat. Menurut masyarakat daerah Morowali pengalokasian anggaran kesejahteraan masyarakat lebih banyak dipakai untuk urusan kesejahteraan para Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pemerintah Kabupaten Morowali dalam melaksanakan pembangunan perlu adanya transparansi agar masyarakat tidak buta dan tidak terjadi pembodohan publik pada program-program kegiatan pembangunan daerah. Akhirnya hanya membingungkan masyarakat daerah ke arah mana pembangunan akan dilaksanakan. Apakah Pemerintah lebih mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan publik atau hanya ingin mencari kekayaan sendiri? Salah satu bentuk kebijakan Pemerintah dalam rangka melaksanakan pembangunan yang merata dan berkeadilan adalah melalui penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang efektif, akuntabel, dan transparan. APBD merupakan instrumen utama kebijakan fiskal yang mempunyai peranan sangat strategis yang memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi, distribusi dan fungsi stabilisasi. Manajemen pengelolaan keuangan daerah dalam pengalokasian sumber daya yang ada pada Pemerintah Daerah haruslah mengalokasikan anggaran sesuai dengan tujuan dan bermanfaat bagi masyarakat. Membutuhkan anggaran yang besar bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan, baik untuk pelayanan birokrasi maupun untuk pelayanan publik. Anggaran merupakan faktor utama pembiayaan dalam mendukung tugas
4
dan fungsi dari Pemerintah. Penyusunan anggaran haruslah rasional, karena akan menunjukkan cermin politik Pemerintah Daerah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pembiayaan untuk pengeluaran pelayanan publik, uang rakyat (public money) yang dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah, yang diterima melalui penerimaan pajak, retribusi, dan pendapatan lain-lain daerah yang sah memerlukan pertimbangan prinsip value for money. Berkaitan dengan pelayanan tersebut, maka dalam hal ini pengeluaran Pemerintah diklasifikasikan lebih rinci menjadi: 1. pengeluaran untuk pelayanan birokrasi, artinya pengeluaran anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan Pemerintah; 2. pengeluaran pelayanan publik, artinya pengeluaran anggaran yang disediakan untuk fasilitas kebutuhan masyarakat. Proses penganggaran belanja daerah khususnya untuk pelayanan Birokrasi Pemerintahan dan pelayanan publik perlu ada kesesuaian dalam pengalokasiannya yang pendanaannya diambil dari pos anggaran belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja dan pengeluaran daerah untuk kepentingan publik alokasinya harus lebih besar daripada alokasi belanja untuk kegiatan Pemerintah Daerah, mengingat biaya untuk anggaran pelayanan publik dipakai untuk pembangunan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah diperlukan peran serta DPRD dalam proses penganggaran. Fungsi perencanaan anggaran daerah semestinya sudah dilakukan oleh para anggota DPRD sejak proses penjaringan aspirasi masyarakat, hingga
5
penetapan arah dan kebijakan umum APBD, serta penentuan strategi dan prioritas APBD. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 18 ayat (1) butir (h) menyatakan bahwa DPRD menampung dan menindaklanjuti aspirasi daerah dan masyarakat.
Informasi
yang
diperoleh
DPRD
harus
terlebih
dahulu
dikomunikasikan kepada eksekutif sebelum penyusunan APBD. Halim (2002: 19), menyatakan bahwa proses anggaran yang telah disepakati antara Pemerintah Daerah dan DPRD merupakan amanat rakyat. Ini adalah tantangan untuk menunjukkan bahwa sebagai pihak yang bertanggung jawab akan kepentingan rakyat, Pemerintah Daerah dan DPRD harus menempatkan dirinya pada posisi yang tepat yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Hal tersebut adalah sebuah sinergi yang menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah dan DPRD bukan sebagai salah satu “Penikmat” dana rakyat, akan tetapi dapat bersama-sama rakyat merasakan manfaat dana yang tersedia bagi daerah. Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah Pasal 4 Nomor 108 Tahun 2000. 1. Pertanggungjawaban Kepala Daerah dinilai berdasarkan tolok ukur Renstra. 2. Setiap daerah wajib menetapkan Renstra dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah Kepala Daerah dilantik. 3. Renstra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Rencana Strategis Daerah (Renstrada) dibuat Pemerintah Daerah barsamasama dengan DPRD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Eksekutif dan legislatif bertanggung jawab untuk tercapainya target pada program-program yang termuat dalam Renstrada.
6
Renstrada perlu penjabaran pelaksanaannya melalui Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 1 ayat 29), memuat program pembangunan secara menyeluruh bagi indikator kinerja yang terukur untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Program Pembangunan Nasional (SPPN), pada pasal 15 ayat 3 disebutkan bahwa Kepala Satuan Perangkat Daerah menyiapkan rancangan Renstra-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman pada rancangan awal RPJMD”. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 pasal 2 ayat 6 yang menyebutkan bahwa
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras”. Strategi pembangunan yang telah dirumuskan untuk 5 (lima) tahun melalui RPJMD adalah dalam rangka untuk mewujudkan visi dan misi suatu daerah. Strategi pembangunan tersebut sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Morowali tahun 20082012. Visi dan misi tersebut adalah "Terwujudnya kemampuan ekonomi rakyat dan peningkatan sumber daya manusia melalui pengembangan pembangunan menuju masyarakat Morowali yang berkualitas, berkeadilan, sejahtera dan demokratis pada tahun 2012". Mengandung empat filosofi pokok yang akan diusahakan perwujudannya, yaitu: 1. terwujudnya kemampuan ekonomi rakyat;
7
2. peningkatan sumber daya manusia; 3. pengembangan pembangunan dan masyarakat yang berkualitas; 4. berkeadilan, sejahtera, dan demokratis. Penjelasan akan visi dan misi Kabupaten Morowali menunjukkan bahwa seharusnya ada kesesuaian antara alokasi anggaran belanja yang dilaksanakan melalui proses penganggaran yang tertuang dalam APBD dengan program prioritas yang terdapat dalam Rencana Strategis Daerah. Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Morowali Nomor 21 Tahun 2011 Pasal 1 menguraikan bahwa Rencana Strategis Pembangunan Kabupaten Morowali berfungsi sebagai Dokumen Perencanaan Taktis Strategis yang disusun untuk menjamin konsistensi perencanaan, pemilihan program, dan kegiatan prioritas daerah sesuai dengan kebutuhan daerah dalam jangka waktu 2008-2012. Berdasarkan Renstra Daerah Kabupaten Morowali telah dirumuskan strategi pembangunan lima tahun (2008-2012) yang meliputi: 1. meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat; 2. menumbuh-kembangkan ekonomi rakyat; 3. mewujudkan penataan wilayah yang berbasis agribisnis dengan infrastruktur yang handal; 4. menegakkan supremasi hukum, keamanan, dan ketertiban; 5. program pelayanan pendidikan; 6. program peningkatan pelayanan kesehatan dan kesejahteraan; 7. program penguatan kapasitas kelembagaan; 8. program pengembangan dan pembangunan infrastruktur;
8
9. program peningkatan pelayanan pemerintahan yang akuntabel. Pembagian anggaran untuk sektor-sektor yang ada dalam pembangunan sangatlah penting dalam suatu provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, Bab II Urusan Pemerintah Pasal 2 Ayat (4) tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sektor-sektor prioritas pembangunan daerah, disesuaikan dengan keadaan letak geografis daerah yang bersangkutan, seperti sumber daya alam yang tersedia dan sumber daya manusia. Pemerintah Kabupaten Morowali memprioritaskan tiga sektor dalam pembangunan daerah yaitu pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Pengelolaan anggaran untuk sektor-sektor prioritas tersebut merupakan sektor-sektor yang vital, jika alokasi anggarannya tidak dikelola dengan baik, akan nampak kesenjangan belanja daerah antara biaya untuk kegiatan Pemerintah dan pengeluaran untuk kebutuhan masyarakat. Contohnya, ada bangunan sekolah yang roboh, banyak generasi muda yang putus sekolah, rakyat terlantar di rumah sakit karena kurangnya pelayanan kesehatan untuk masyarakat kecil. Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Pengajaran, dan Dinas Pekerjaan Umum merupakan sumber pengumpulan data, yang menjadi objek penelitian untuk alokasi anggaran belanja birokrasi dan anggaran untuk pembangunan daerah yang berkaitan dengan sektor-sektor prioritas Kabupaten Morowali. Karena dari 18 Kecamatan, 22 SKPD, dan 4 Badan yang ada pada Kabuapten Morowali, ketiga dinas tersebut dianggap memiliki pos-pos anggaran cukup besar
9
dalam APBD Morowali yang berhubungan dengan pelayanan dasar untuk peningkatan kesejahteraan kehidupan masyarakat daerah Morowali. Total anggaran dalam APBD Kabupaten Morowali selama tahun 2006-2011 dengan akumulasinya adalah sebesar Rp4.722.275.291.334. Pengelolaan anggaran belanja pada Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Pengajaran, dan Dinas Pekerjaan Umum berdasarkan data anggaran yang ada dalam APBD Kabupaten Morowali mejelaskan bahwa untuk Dinas Kesehatan selama periode tahun 20062011 untuk total realisasi belanja tidak langsung adalah Rp55.727.554.270 dan total
belanja
langsung
adalah
Rp308.806.430.700,
sehingga
persentase
perbandingan penggunaan anggaran belanja dalam APBD selama tahun 20062011 adalah sebesar ± 92,3 persen. Dinas Dikjar selama periode tahun 2006-2011 untuk total realisasi belanja tidak langsung adalah Rp309.771.171.300 dan total belanja langsung adalah Rp297.072.547.600, sehingga perbandingan persentase untuk penggunaan anggaran belanja terhadap total APBD dari tahun 2006-2011 adalah ± 87,2 persen. Anggaran belanja langsung pada Dinas Dikjar lebih sedikit dibanding dengan anggaran belanja tidak langsung. Dinas Pekerjaan Umum selama periode tahun 2006-2011 untuk total realisasi belanja tidak langsung adalah Rp 49.287.894.880. Total realisasi belanja langsung adalah Rp 1.221.312.019.000, sehingga perbandingan persentase terhadap penggunaan total anggaran belanja dalam APBD selama tahun 20062011 adalah sebesar ± 73,1 persen.
10
1.1.1 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pada pokok pikiran yang telah diuraikan, maka dapat diambil pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana kesesuaian yang terjadi antara belanja tidak langsung dan belanja langsung dengan Rencana Strategis Daerah Kabupaten Morowali? 2. Bagaimana perubahan dan fluktuasi besaran anggaran belanja pada belanja tidak langsung dan belanja langsung di Kabupaten Morowali? 1.1.2 Sekilas tentang Kabupaten Morowali Kabupaten Morowali merupakan salah satu Kabupaten dari 9 (sembilan) Kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah. Kabupaten Morowali memiliki luas 14.489,62 km², mata pencaharian utama masyarakat adalah bertani. Kabupaten Morowali adalah salah satu daerah otonom yang baru terbentuk bersama kedua Kabupaten lainnya (Kabupaten Buol dan Kabupaten Banggai Kepulauan) di Provinsi Sulawesi Tengah. Penetapan berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Banggai Kepulauan. Mengingat sarana dan prasarana yang belum memadai di Bungku, maka ibukota sementara berada di Kolonodale. Pertengahan tahun 2005, setelah selesai pembangunan Kantor Bupati Morowali beserta dinas-dinas yang terkait, Kabupaten Morowali beralih ibukota di Bungku sebagai ibukota kabupaten yang definitif sampai sekarang.
11
Sumber: BPS Morowali 2011 Gambar 1.1 Peta Kabupaten Morowali 1.2 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 merupakan penelitian yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Perbandingan dengan penelitian yang diamati terdapat beberapa kesamaan, yang antara lain adalah pada topik, variabel yang diamati, dan alat analisis yang relevan untuk digunakan penulis. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada objek penelitian, periode, lokasi, dan fokus pembahasan.
12
Tabel 1.1 Hasil Penelitian Terdahulu No
1.
Studi oleh
Yusuf (2001)
2.
Gusti (2002)
3.
Cardiman (2006)
4.
5.
6.
Nurdin (2006)
Kurniasih (2007)
Firmansyah (2008)
Alat Analisis
Kesimpulan
CBS
Alokasi belanja pembangunan untuk pelayanan publik lebih besar atau 70,2 persen, pelayanan aparatur 29,8 persen. Keseluruhan rata-rata alokasi belanja publik lebih besar atau sebesar 55,6 persen belanja aparatur 44,4 persen.
Analisis Deskriptif, CBS
Perhitungan APBD sebagai sarana pelaporan masih belum konsisten dalam mencantumkan sumber dana belanja rutin dan belanja pembangunan, menyulitkan untuk mengetahui kemampuan masing-masing sumber dana tersebut.
SWOT
Belanja aparatur dan belanja publik (APBD) berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB per kapita.
Diskriminan
Perumusan program tahunan Kota Magelang sudah memiliki keselarasan terhadap rencana program jangka menengah.
Uji Validitas, Reabilitas
Kendala dalam penetapan adanya pemotongan anggaran yang dilihat dari jumlah anggaran ini mengakibatkan banyak kegiatan yang dihilangkan.
Principal Component Analysis
Upaya yang dilakukan agar perencanaan anggaran berbasis kinerja dapat berjalan dengan baik adalah perlu disusun suatu sistem dan prosedur yang dapat menjelaskan wilayah kerja masing-masing di tingkat perencana maupun di tingkat operasional.
13
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Secara spesifik tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. menganalisis kesesuaian anggaran belanja tidak langsung dan belanja langsung yang termuat dalam APBD Kabupaten Morowali dari tahun 2006-2011 dengan Renstrada Kabupaten Morowali; 2. menganalisis perubahan dan fluktuasi besaran anggaran belanja tidak langsung dan belanja langsung dalam APBD Kabupaten Morowali dari tahun 2006-2011. 1.3.2 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat, antara lain: 1. sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali untuk kebijakan dalam pengalokasian anggaran belanja daerah; 2. bagi penulis untuk menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan dan referensi yang terkait dengan pengalokasian belanja Pemerintah Daerah; 3. sebagai referensi atau perbandingan bagi penelitian berikutnya untuk penyempurnaan model analisis mengenai anggaran belanja daerah pada Pemerintah Daerah. 1.4 Sistematika Penulisan Penulisan pada tesis ini dibagi menjadi empat bab dengan sistematika penulisan, seperti berikut ini. Bab I Pendahuluan. Berisi latar belakang, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, dan Alat Analisis. Menguraikan tinjauan
14
pustaka, landasan teori serta alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Bab III Analisis Data. Menguraikan tentang cara penelitian, perkembangan dan hubungan atau variabel yang diamati dan hasil analisis data dan pembahasannya. Bab IV Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab penutup yang berisikan uraian singkat mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasannya. Penyampaian saran sebagai rekomendasi yang diberikan peneliti terhadap hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan.