BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mengakibatkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang yang diikuti oleh perbaikan sistem kelembagaan. Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses yang saling berkaitan dan berpengaruh antara faktor-faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi yang dapat dilihat dan dianalisis, baik secara nasional maupun secara regional (Arsyad, 2010:11). Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Ketidakmerataan pembangunan juga disebabkan karena adanya perbedaan kondisi demografi antara wilayah satu dengan lainnya. Hal ini terlihat dengan adanya perbedaan pertumbuhan ekonomi antara wilayah yang maju dengan wilayah yang terbelakang atau kurang maju (Geppert el al, 2005). Begitu pula dengan Provinsi Bali yang memiliki delapan kabupaten dan satu kota dengan potensi daerahnya yang berbeda-beda dan setiap wilayahnya telah mengalami ketimpangan distribusi pendapatan (Gama, 2009). Ketimpangan
distribusi
pendapatan
merupakan
masalah
perbedaan
pendapatan antara masyarakat atau perbedaan pendapatan antara daerah yang maju dengan daerah yang tertinggal. Semakin besar jurang pendapatan maka semakin besar pula variasi dalam distribusi pendapatan. Ketimpangan distribusi pendapatan akan menyebabkan terjadinya disparitas antar daerah. Hal tersebut tidak dapat dihindari karena adanya efek perembesan ke bawah (trickkle down
1
effect) dari output secara nasional terhadap masyarakat mayoritas yang tidak terjadi secara sempurna. Sedangkan, hasil output nasional hanya dinikmati oleh segelintir golongan minoritas dengan tujuan tertentu (Musfidar, 2012). Sejak tahun 2001 telah diberlakukan otonomi daerah di Indonesia, kebijakan otonomi daerah di bawah Undang-Undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 dengan prinsip otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab sehingga peranan pemerintah daerah sangat berpengaruh dalam menentukan arah kebijakan pembangunannya. Keberadaan undang-undang tersebut memberikan kewenangan semakin luas kepada daerah untuk memberdayakan diri terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber pendanaan yang dimiliki dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lindaman dan Thurmaier (2002) juga mengatakan bahwa desentralisasi fiskal dapat menimbulkan ketidakstabilan makro ekonomi, ketimpangan antar daerah, dan lain sebagainya. Setiap daerah melalui desentralisasi fiskal,
dalam pelaksanaan pembangunannya mengharapkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai dengan pemerataan, sehingga akan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakatnya. Berhasil atau tidaknya pembangunan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya konsumsi akibat adanya pendapatan yang meningkat. Ketidakmerataan tersebut disebabkan oleh beberapa hal antara lain masalah-masalah internal seperti adanya kesenjangan antar manusia, kesenjangan antar daerah dan kesenjangan ekonomi, sementara itu masalah eksternal misalnya persaingan antar wilayah, baik antar wilayah regional maupun nasional (Wahyuni et al., 2014).
2
Menurut Kuznets dalam Arsyad (2010:288) untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan atau mengetahui apakah distribusi pendapatan timpang atau tidak, dapat menggunakan kategorisasi dalam kurva Lorenz atau menggunakan koefisien Gini. Pada tahap-tahap awal pertumbuhan ekonomi pendistribusian pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya akan membaik. Hipotesis ini lebih dikenal sebagai hipotesis “U-terbalik” Kuznets, sesuai dengan bentuk rangkaian perubahan kecenderungan distribusi pendapatan dengan ukuran koefisien Gini dan pertumbuhan GNP perkapita yang akan terlihat seperti kurva yang berbentuk U-terbalik. Ketidakmerataan distribusi pendapatan dapat diukur menggunakan Koefisien Gini yang diperoleh dengan menghitung luas daerah antara garis diagonal (ketidakmerataan sempurna) dengan kurva Lorenz dibandingkan dengan luas total dari separuh bujur sangkar dimana kurva Lorenz itu berada. Ukuran Gini Rasio sebagai ukuran pemerataan pendapatan mempunyai selang nilai antara 0 sampai dengan 1. Bila Gini Rasio mendekati nol menunjukkan adanya ketimpangan yang rendah dan bila Gini Rasio mendekati satu menunjukkan ketimpangan yang tinggi (Kuznets dalam Arsyad, 2010:290). Gejala ketimpangan distribusi pendapatan per kapita antar kabupaten/kota di Provinsi Bali dapat diuraikan pada Tabel 1.1 dengan menggunakan indikator Gini Rasio Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007-2013 (dalam persen).
3
Tabel 1.1
Gini Rasio Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota Tahun 20092013 (dalam persen)
Kabupaten/Kota
2009
2010
2011
2012
2013
Jembrana
0.237
0.258
0.402
0.371
0.365
Tabanan
0.253
0.260
0.365
0.347
0.379
Badung
0.227
0.286
0.339
0.326
0.329
Gianyar
0.249
0.272
0.328
0.336
0.320
Klungkung
0.287
0.286
0.378
0.347
0.355
Bangli
0.226
0.222
0.268
0.305
0.303
Karangasem
0.215
0.233
0.292
0.288
0.323
Buleleng
0.261
0.256
0.343
0.333
0.370
Denpasar
0.265
0.295
0.340
0.425
0.339
Bali
0.31
0.37
0.41
0.43
0.403
Sumber: Bali Dalam Angka, 2014. Berdasarkan Tabel 1.1 angka indeks Gini Rasio kabupaten/kota di Provinsi Bali masih berada pada indikasi yang relatif rendah, karena ketidakmerataan rendah berkisar anatara 0,20-0,35 (Arsyad, 2010). Gini Rasio kabupaten/kota di Provinsi Bali lebih kecil dibandingkan dengan Gini Rasio Provinsi Bali tiap tahunnya, namun perkembangannya cenderung terus mengalami peningkatan disemua kabupaten/kota di Provinsi Bali setiap tahunnya. Menurut Kuznets dalam Tambunan (2001:72) terdapat korelasi positif antara laju pertumbuhan dengan ketimpangan distribusi pendapatan, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya. Data mengenai Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali PDRB Atas Dasar Harga Konstan
2000
Tahun
2007-2013
dapat
4
dilihat
pada
Tabel
1.2.
Tabel 1.2
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2009-2013 (dalam persen)
KABUPATEN/KOTA
2009
2010
2011
2012
2013
Jembrana
4.82
4.57
5.61
5.9
5.38
Tabanan
5.44
5.68
5.82
5.91
6.03
Badung
6.39
6.48
6.69
7.3
6.41
Gianyar
5.93
6.04
6.76
6.79
6.43
Klungkung
4.92
5.43
5.81
6.03
5.71
Bangli
5.71
4.97
5.84
5.99
5.61
Karangasem
5.01
5.09
5.19
5.73
5.81
Buleleng
6.1
5.85
6.11
6.52
6.71
Denpasar
6.53
6.57
6.77
7.18
6.54
Bali
5.33
5.83
6.49
6.65
6.05
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 Berdasarkan Tabel 1.2 laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali dari tahun 2009 hingga tahun 2013 cenderung mengalami peningkatan. Begitu pula dengan laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali mengalami perbedaan yang signifikan, pada tahun 2009 Kota Denpasar menduduki peringkat pertama dengan laju pertumbuhan 6,53 persen, bahkan laju pertumbuhan ekonomi Kota Denpasar lebih tinggi dari laju pertumbuhan Provinsi Bali dan laju pertumbuhan Kabupaten Jembrana yang paling rendah hanya mencapai 4,82 persen. Pada tahun 2010 dan tahun 2011, laju pertumbuhan di Kota Denpasar masih mengungguli laju pertumbuhan kabupaten/kota di Provinsi Bali sebesar 6,57 persen pada tahun 2010 dan 6,77 persen pada tahun 2011 serta kabupaten yang terendah pada tahun 2010 adalah Kabupaten Jembrana yaitu sebesar 4,57 persen dan pada tahun 2011
5
adalah Kabupaten Karangasem sebesar 5,19 persen. Namun, pada tahun 2012 laju pertumbuhan Kabupaten Badung lebih besar daripada laju pertumbuhan Kota Denpasar. Berdasarkan Tabel 1.2 ini juga kita bisa kita lihat ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dengan ketimpangan distrubusi pendapatan yang ditunjukkan oleh Tabel 1.1, hampir setiap tahun semua kabupaten/kota di Provinsi Bali laju pertumbuhan dan Gini Rasionya meningkat. Menurut Arsyad (2010:269), empat faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu masayarakat (negara) terdiri dari: i) akumulasi modal, ii) pertumbuhan penduduk, iii) kemajuan teknologi, iv) sumber daya institusi (sistem kelembagaan). Terdapat dua faktor yang akan dibahas dalam pertumbuhan, yang pertama adalah akumulasi modal (penanaman modal asing) dan kemajuan teknologi yang ditandai oleh ekspor. Hal ini dikarenakan, terdapat sumbangan tidak langsung dari teori export base dan resource yakni perkembangan sektor ekspor dalam pembangunan akan memudahkan masuknya inovasi dalam teknologi, pasaran dan keahlian usahawan. Industri-industri akan terdorong untuk mengimpor teknologi baru dari luar negeri dalam menghadapi persaingan luar negeri (Sukirno, 1976:133). Alasan kedua adalah menurut Tiebout dalam Tarigan (2005:38) pendapatan basis (pendapatan wilayah) terdiri atas penjumlahan dari pendapatan kegiatan ekspor dan kegiatan investasi tetapi dari bagian yang menjadi pendapatan lokal. Menurut Richardison dalam Tarigan (2005:56), hanya sektor ekspor saja yang dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah karena sektor-sektor lain terikat peningkatannya oleh peningkatan pendapatan daerah. Sektor lain hanya meningkat apabila pendapatan
6
daerah secara menyeluruh meningkat. Jadi, satu-satunya yang bisa meningkat secara bebas adalah ekspor. Menurut Pratiwi (2013), ekspor merupakan salah satu sumber devisa yang sangat dibutuhkan oleh negara atau daerah yang perekonomiannya bersifat terbuka seperti di Indonesia, karena ekspor secara luas ke berbagai negara memungkinkan peningkatan jumlah produksi yang mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga diharapkan dapat memberikan andil yang besar terhadap pertumbuhan dan stabilitas perekonomian. Data mengenai Ekspor Barang dan Jasa Atas Dasar Harga Konstan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2013 diuraikan pada Tabel 1.3. Tabel 1.3
Ekspor Barang dan Jasa Atas Dasar Harga Konstan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2013 (Juta Rupiah)
KABUPATEN/KOTA
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Jembrana
1.093.395
1.274.436
1.329.317
1.405.537
1.454.777
1.471.079
1.475.523
Tabanan
1.680.119
2.136.874
1.872.335
2.030.390
2.226.649
2.297.303
2.344.361
Badung
6.781.053
8.204.318
8.822.993
9.672.025
10.705.271
11.058.135
11.999.965
Gianyar
2.318.243
2.738.062
2.828.392
3.080.225
3.384.357
3.424.114
3.527.322
Klungkung
829.182
985.221
1.028.348
1.087.167
1.158.323
1.160.557
1.244.448
Bangli
705.741
781.586
889.245
957.173
1.038.009
1.053.599
1.108.460
Karangasem
516.767
608.697
730.887
783.487
842.814
853.202
920.664
Buleleng
1.400.504
1.485.186
1.531.883
1.664.151
1.769.982
1.795.119
1.839.200
Denpasar
3.794.720
4.114.857
4.265.863
4.641.076
5.166.142
5.646.424
5.900.272
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 Dilihat dari Tabel 1.3 ekspor barang dan jasa dari tahun 2007-2013 diseluruh kabupaten/kota meningkat. Akan tetapi pada tahun 2009 peningkatan ekspor di hampir semua kabupaten/kota hanya mengalami peningkatan ekspor yang kecil
7
dibandingkan dengan tahun-tahun lainnya, bahkan di Kabupaten Tabanan mengalami penurunan ekspor, ini dikarenakan dampak krisis global yang menimpa Amerika dan berdampak diseluruh dunia. Ekspor barang dan jasa terbesar masih ditempati oleh Kabupaten Badung. Sedangkan untuk ekspor terendah ditempati oleh Kabupaten Karangasem. Kabupaten Badung dan Kota Denpasar merupakan daerah terbesar dalam hal ekspor. Berdasarkan teori export base dan resource (Sukirno, 1976:133) terdapat sumbangan tidak langsung yakni salah satunya adalah ekspor akan mendorong dan meningkatkan perkembangan penanaman modal dari dalam maupun luar negeri, hal ini dikarenakan banyak industri mengalami perluasan pasar sebagai akibat dari perkembangan sektor ekspor. Penanaman modal asing (PMA) sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing membantu dalam industrialisasi, membangun modal overhead ekonomi, dan menciptakan kesempatan kerja. Modal asing tidak hanya membawa uang dan mesin tetapi juga keterampilan teknik. Penanaman modal asing (PMA) membuka daerah-daerah terpencil dan menggarap sumber-sumber yang belum dimanfaatkan (Jhingan, 2004:483). Oleh karena itu penanaman modal asing (PMA) mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan pendapatan wilayah. Data mengenai Realisasi Penanaman Modal Asing di Bali Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2009 – 2013 diuraikan pada Tabel 1.4.
8
Tabel 1.4
Realisasi Penanaman Modal Asing di Bali Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2009 – 2013 (Juta Rupiah)
Kabupaten/Kota Regency/City
2009
2010
2011
2012
2013
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1.
Jembrana
22.092
-
10.829
1.860
1.395
2.
Tabanan
3.640
238.895
25.643
54.349
331.912
3.
Badung
1.968.457
2.626.328
1 430.453
4 081.991
3.021.220
4.
Gianyar
28.392
2.360
79.848
180.015
95.897
5.
Klungkung
1.365
-
1.001
1.853
4.937
6.
Bangli
2.275
1.556
2.093
140
140
7.
Karangasem
6.734
1.239.098
590.017
50.035
23.547
8.
Buleleng
6.370
17.019
2.058.869
70.829
60.483
9.
Denpasar
58.837
84.905
188.218
37.693
95.443
2.098.162
4.210.161
4.386.970
4.478.765
3.634.974
Jumlah Bali / Total Bali :
Sumber : Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2014) pada Tabel 1.4 menggambarkan bahwa kondisi penanaman modal asing (PMA)di Bali pada tahun 2012 berjumlah 4.478.765 (Juta Rupiah) penanaman modal asing (PMA) tertinggi berpusat di Kabupaten Badung yaitu sebesar 4.081.991 (Juta Rupiah) dengan persentase 91 persen dari seluruh jumlah penanaman modal asing (PMA)di Provinsi Bali, sedangkan penanaman modal asing (PMA) terendah berada di Kabupaten Bangli dengan persentase 0,0025 persen dari seluruh jumlah penanaman modal asing (PMA) di Provinsi Bali senilai 140 (Juta Rupiah). Penjelasan diatas mengindikasikan ketimpangan yang terjadi di kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali sangat besar. Hal ini dikarenakan Kabupaten Badung memiliki potensi pariwisata yang sangat besar
9
dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya sedangkan belum meratanya pembangunan yang dilakukan pemerintah Provinsi Bali dikabupaten/kota lain menyebabkan para investor hanya tertarik untuk melakukan penanaman modal asing (PMA) di Kabupaten Badung. Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan di Provinsi Bali hanya terkonsentrasi pada daerah-daerah yang relatif berkembang seperti Kabupaten Badung, sedangkan bagi daerah-daerah yang kurang berkembang belum menjadi fokus pembangunan. Berdasarkan data yang telah diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2014), sebagian ekspor, penanaman modal asing (PMA), dan laju pertumbuhan kabupaten/kota di Provinsi Bali mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun ketimpangan distribusi pendapatan yang ditunjukkan dengan indeks Gini Rasio kabupaten/kota di Provinsi Bali juga mengalami peningkatan.Hal iniyang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian terhadap masalah ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Berdasarkan penjelasan diatas, secara singkat dapat disimpulkan bahwa variabel ekspor dan penanaman modal asing (PMA) memiliki pengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengaruh tidak langsung terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi tersebut. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan suatu penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Ekspor Dan Penanaman Modal Asing Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Provinsi Bali.
10
1.2 Rumusan Masalah 1) Bagaimana pengaruh ekspor dan penanaman modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali? 2) Bagaimana pengaruh ekspor, penanaman modal asing dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali? 3) Bagaimana pengaruh ekspor dan penanaman modal asing terhadap ketimpangan
distribusi
pendapatan
secara
tidak
langsung
melalui
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali?
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk melihat pengaruh ekspor dan penanaman modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. 2) Untuk melihat pengaruh ekspor, penanaman modal asing, dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. 3) Untuk melihat pengaruh ekspor dan penanaman modal asing terhadap ketimpangan
distribusi
pendapatan
secara
tidak
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali.
11
langsung
melalui
1.4 Kegunaan Penelitian 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi, informasi dan wawasan untuk mendukung penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh langsung maupun tidak langsung ekspor dan penanaman modal asing terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali kepada masyarakat dan pihak-pihak lain, atau sebagai bahan kepustakaan serta sumber pengetahuan. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai pengaplikasian teori yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi terutama mengenai ketimpangan pembangunan wilayah kabupaten/kota di Provinsi Bali serta pengaruh langsung maupun tidak langsung
ekspor
dan
penanaman
modal
asing
terhadap
ketimpangan
pembangunan wilayah melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali, serta mudah-mudahan menjadi pertimbangan bagi pemerintah Provinsi Bali dalam pengambilan kebijakan agar ketimpangan distribusi pendapatan dapat diperkecil atau bahkan tidak terjadi lagi di kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali.
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu sebagai berikut:
12
BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Bab ini menguraikan teori yang mendukung pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengenai beberapa konsep yang meliputi ekspor, penanaman modal asing, ketimpangan distribusi pendapatan, dan pertumbuhan ekonomi serta pembahasan penelitianpenelitian
sebelumnya
yang
digunakan
sebagai
acuan
dalam
merumuskan hipotesis atau dugaan sementara. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan mengenai desain penelitian, lokasi dan ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data,dan metode pengumpulan data serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan gambaran umum daerah penelitian, deskripsi data hasil penelitian, dan pembahasan mengenai permasalahan yang ada dalam penelitian. BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
13
Bab ini menguraikan mengenai simpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian dan saran yang dapat diberikan sehubungan dengan simpulan yang diperoleh agar nantinya dapat berguna bagi penelitian selanjutnya.
14
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mengakibatkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang yang diikuti oleh perbaikan sistem kelembagaan. Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses yang saling berkaitan dan berpengaruh antara faktor-faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi yang dapat dilihat dan dianalisis, baik secara nasional maupun secara regional (Arsyad, 2010:11). Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat secara terus menerus dalam jangka panjang. Pembangunan ekonomi tidak hanya membahas mengenai perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, seperti mulai adanya masalah mengenai pergeseran sektor pertanian menuju kepada sektor industri, masalah percepatan pertumbuhan ekonomi dan masalah pemerataan pendapatan (Musfidar, 2012). 2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sukirno (2011:9) pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah. Namun, perkembangan kegiatan ekonomi tidak akan terjadi apabila suatu negara menutup diri dari perdagangan luar negeri (Tabassum, 2008).
15
Menurut Sukirno (2011:429) ada beberapa faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi, yaitu: 1) Tanah dan kekayaan alam lainnya Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hasil hutan dan hasil laut yang dapat diperoleh, serta jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang tersedia. Kekayaan alam akan dapat mempermudah dalam mengembangkan perekonomian terutama pada masa permulaan pertumbuhan ekonomi. Pada awal pertumbuhan ekonomi akan terdapat banyak hambatan untuk mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi. Apabila suatu negara mempunyai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan dengan baik maka hambatan pertumbuhan ekonomi akan dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi akan tumbuh pesat. 2)
Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong
bahkan penghambat suatu pertumbuhan ekonomi. Dorongan yang timbul dari perkembangan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi bersumber dari akibat pertambahan terhadap pasar. Perkembangan penduduk menyebabkan besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan perusahaan menjadi besar pula. Karena peranannya ini, maka perkembangan penduduk akan menimbulkan dorongan kepada pertambahan dalam produksi nasional dan tingkat kegiatan ekonomi. Akibat buruk dari pesatnya pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi terutama dihadapi oleh masyarakat yang kemajuan ekonominya belum tinggi tetapi telah menghadapi masalah kelebihan penduduk. Suatu Negara
16
dipandang menghadapi masalah kelebihan penduduk apabila jumlah penduduk adalah tidak seimbang dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia, yaitu jumlah penduduk yang jauh melebihi faktor produksi. 3) Barang-barang modal dan tingkat teknologi Barang-barang modal penting artinya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Barang-barang modal yang bertambah jumlahnya dan teknologi yang telah bertambah modern memegang peranan penting di dalam mewujudkan kemajuan ekonomi. Kemajuan teknologi menimbulkan beberapa efek positif dalam pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan ekonomi. 4) Sistem sosial dan sikap masyarakat Sistem sosial dan sikap masyarakat penting peranannya dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Sistem sosial yang dimiliki oleh masyarakat yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah masyarakat masih menggunakan cara tradisional dalam melakukan proses produksi. Sikap masyarakat yang dapat memberikan dorongan yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah sikap berhemat dan bertujuan untuk investasi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Dalam hal ini, terdapat dua sisi yang perlu diperhatikan, yaitu dari sisi output totalnya (PDB) dan sisi jumlah penduduknya. Proses kenaikan output per kapita harus dianalisis dengan melihat apa yang terjadi dengan output total dan jumlah penduduk. Aspek lain dari definisi “pertumbuhan ekonomi” adalah perspektif waktu, suatu perekonomian tumbuh apabila dalam jangka waktu yang cukup lama mengalami kenaikan output per kapita. Pada suatu saat memang bisa terjadi
17
penurunan output, tetapi apabila selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output per kapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat, maka dapat dikatakan bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi membutuhkan penyediaan dan pengalokasian faktorfaktor produksi secara efisien. Modal sebagai salah faktor produksi untuk pembiayaan pembangunan nasional pada dasarnya berasal dari dua sumber yaitu sumber modal dalam negeri dan sumber modal luar negeri. Sumber modal dalam negeri berupa tabungan yang diciptakan dan dihimpun dengan cara menghemat konsumsi sekarang atau meningkatkan penerimaan baik dari sektor pemerintah maupun sektor swasta. Sedangkan sumber modal dari luar negeri berupa hibah (grant), utang luar negeri dan penanaman modal asing (PMA). 2.1.3 Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi 1) Adam Smith Dalam Lincolin Arsyad (2010:75), Smith menerangkan ada dua aspek utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu: a)
Pertumbuhan output total, dan
b) Pertumbuhan penduduk Menurut Smith, sumber daya alam yang telah ada di dunia merupakan suatu hal yang mendasar dari kegiatan produksi masyarakat. Jumlah sumberdaya alam yang telah tersedia merupakan “batas maksimum” bagi pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Maksudnya, jika sumber daya yang telah tersedia belum mampu digunakan sepenuhnya maka jumlah penduduk dan stok modal yang mempunyai peranan untuk menggunakannya dalam pertumbuhan output. Tetapi, pertumbuhan
18
output tersebut akan berhenti jika semua sumberdaya alam tersebut telah digunakan sepenuhnya. Sumber daya manusia (jumlah penduduk) mempunyai peranan yang pasif dalam proses pertumbuhan output. Maksudnya, jumlah penduduk dengan sendirinya akan menyesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja dari suatu masyarakat. Meskipun telah disadari bahwa pertumbuhan ekonomi bergantung kepada banyak faktor, ahli-ahli ekonomi klasik lebih mefokuskankan perhatiannya kepada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pada mulanya, ketika jumlah penduduk sedikit dankekayaan alam relatif banyak, maka tingkat pengembalian modal dari investasi yang dibuat justru akan meningkat. Ketika pertumbuhan penduduk semakin tinggi, pertambahan tersebut akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktifitas setiap penduduk akan berkurang dan pada saat keadaan tersebut terjadi, maka kemakmuran masyarakat menurun kembali. Berdasarkan kepada teori pertumbuhan klasik, dikenal suatu teori yang bernama teori penduduk optimum. Teori tersebut menjelaskan hubungan antara pendapatan perkapita dan jumlah penduduk. Apabiladalam suatu daerah kekurangan penduduk, produksi marjinal akan lebih tinggi daripada pendapatan perkapita. Maka pertambahan penduduk akan menaikkan pendapatan perkapita. Akan tetapi apabila penduduk semakin banyak, maka produksi marjinal akan semakin menurun. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan perkapita tidak akan berkembang pesat. Jika penduduk terus bertambah, maka pada kondisi tersebut menyebabkan produksi marjinal
19
telah sama dengan pendapatan perkapita. Pada keadaan ini pendapatan perkapita telah sampai pada titik maksimum dengan nilai yang maksimum pula dan jumlah penduduk pada kondisi tersebut dinamakan penduduk optimum. Secara grafik, teori penduduk optimum dapat ditunjukkan oleh Gambar 2.1. Kurva 𝑌𝑝𝑘 menunjukkan tingkat pendapatan perkapita pada berbagai jumlah penduduk dan Madalah puncak kurva tersebut. Maka penduduk optimal adalah jumlah penduduk sebanyak 𝑁𝑜 , dan pendapatan perkapita yang paling maksimum adalah 𝑌𝑜 . Gambar 2.1 Teori Pertumbuhan Klasik: Penduduk Optimum
Sumber: Sukirno, 2011 Efek dari pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh perkembangan ekonomi dapat menggeser kurva 𝑌𝑃𝐾 bergerak keatas menjadi 𝑌′𝑃𝐾 . Perubahan tersebut dapat menyebabkan dua hal yakni: (i) penduduk optimum akan bergeser dari 𝑁0 ke kanan menjadi 𝑁1 dan pada penduduk optimum
𝑁1 pendapatan
perkapita lebih tinggi dari 𝑌𝑜 menjadi 𝑌1 . Stok modal menurut Smith memegang peranan paling penting dalam pembangunan ekonomi. Cepat lambatnya pembangunan ekonomi tergantung pada ketersediaan stok kapital. Selain itu, unsur produksi yang secaraaktif menentukan tingkat output. Peranan sangat sentral dalam proses pertumbuhan output. Jumlah
20
dan tingkat pertumbuhan output tergantungpada laju pertumbuhan stok modal (sampai batas maksimum dari sumberdaya alam). Smith juga mengemukakan pengaruh stok modal terhadap tingkat output total bisa secara langsung dan tak langsung. Pengaruh langsung tersebut maksudnya adalah karena pertambahan modal (sebagai input) akan langsung meningkatkan output. Sedangkan pengaruh tidak langsung maksudnya adalah peningkatan produktivitas tenaga kerja yang dimungkinkan karena adanya spesialisasi. 2) Harrod-Domar Dalam Arsyad (2010:83), teori Harrod-Domar ini menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang. Menurut Harrod-Domar, pembentukan modal merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tidak hanya dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kemampuan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang dan jasa, tetapi juga akan meningkatkan permintaan efektif masyarakat. Harrod-Domar menekankan pentingnya peranan investasi (I). Mereka berpendapat bahwa investasi (I) mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat (Z) melalui proses multiplier, dan mempunyai pengaruh terhadap penawaran agregat (S) melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Investasi (I) dapat diartikan sebagai tambahan stok kapital (D K). Jadi I = DK. Hubungan antara stok kapital (K) dan output total potensial (QP) dapat dirumuskan sebagai: QP = hK ………………………………………………………………… (1) Dimana h menunjukkan berapa unit output yang dapat dihasilkan dari setiap unit
21
kapital. Koefisien ini disebut output-capital ratio, dan kebalikannya 1/h adalah capital-output ratio. Hubungan antara K dan QP tersebut bersifat proporsional. Oleh karenanya, K/QP = DK/DQP = 1/h. DK/DQP disebut incremental capitaloutput ratio (ICOR). Hubungan ini, selanjutnya dapat dikatakan bahwa penambahan kapasitas tersebut akan meningkatkan output potensial sebesar, DQP = h DK = h I ……………………………………………………… (2) Besar nilai h tergantung pada keadaan masing-masing negara, tetapi secara umum berkisar antara 0,25-0,50. Peningkatan investasi (I) juga berpengaruh terhadap permintaan agregat (Z) melalui proses multiplir. Berdasarkan teori multiplier, investasi (I) akan menimbulkan permintaan agregat (Z) sebesar:
3) Teori Tahap-tahap Pertumbuhan Ekonomi Teori ini dimunculkan oleh Prof. W.W. Rostow ysng memberikan lima tahap dalam pertumbuhan ekonomi. Analisis ini didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercapai sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental dalam corak kegiatan ekonomi, juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat dan negara. Adapun kelima tahapan tersebut adalah : 1) Tahap Masyarakat Tradisional ( The Traditional Society ) Rostow mengartikan bahwa masyrakat tradisional sebagai suatu masyarakat yang:
22
a) Cara-cara memproduksi yang relatif primitif dan sikap masyarakat serta cara hidupnya yang sangat dipengaruhi oleh nila-nilai yang dicetuskan oleh cara pemikiran yang bukan rasional, tetapi oleh kebiasaan yang telah berlaku secara turun-menurun. Tingkat produksi yang dapat dicapai masih sangat terbatas, karena ilmu pengetahuan dan teknologi modern belum digunakan secara sistematis dan teratur. b) Tingkat produksi perkapita dan tingkat produktivitas per pekerja masih sangat terbatas. Oleh sebab itu sebagian besar dari sumber-sumber daya masyarakat digunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian. Dalam sektor ini struktur sosialnya sangat bersifat hirerarkis sehingga mobilitas secara vertikal dalam masyarakat sedikit sekali. c) Kegiatan politik dan pemerintah terdapat di daerah-daerah dipegang oleh tuan-tuan tanah yang berkuasa, dan kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat selalu dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan tanah diberbagai daerah tersebut. 2) Tahap Persyaratan Lepas Landas Tahap ini adalah tahap sebagai suatu masa tansisi pada saat masyarakat mempersiapkan dirinya atau dipersiapkan dari luar untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self-sustaigrowth). Pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan berlaku secara otomatis. Tahap prasyarat lepas landas ini dibedekan menjadi dua, yaitu :
23
a) Tahap prasyarat untuk lepas landas yang dicapai oleh negara-negara eropa , asia, timur tengah, dan afrika yang dilakukan dengan merubah struktur masyarakat tradisional yang sudah ada. b) Yang dinamakan Rostow bom free, yaitu prasyarat lepas landas yang dicapai Amerika serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru, dengan tanpa harus merombak sistem masyarakat yang tradisional, karena masyarakat negara-negara itu terdiri dari emigren yang telah mempunyai sifat-sifat yang diperlukan oleh masyarakat untuk mencapai tahap prasyarat lepas landas. 3) Tahap Lepas Landas (Take Off) Adalah suatu tahap interval dimana tahap masyarakat tradisional dan tahap prasyarat untuk lepas landas telah dilewati. Pada periode ini, beberapa penghalang pertumbuhan dihilangkan dan kekuatan 0 kekuatan yang menimbulkan kemajuan ekonomi diperluas dan dikembangkan, serta mendominasi masyarakat sehingga menyebabkan efektivitas investasi dan meningkatnya tabungan masyarakat. Ciriciri tahap lepas landas yaitu : a) Adanya kenaikan dalam penanam modal investasi (yang produktif, dari 5% atau kurang, menjadi 10% dari Produk Nasional Neto). NNP=GNP-D (penyusutan). b) Adanya perkembangan bebrapa sektor industri dengan laju perkembangan yang tinggi. c) Adanya atau terciptanya suatu kerangka dasar politik, sosial dan institusional yang akan menciptakan: 1) Kenyataan yang membuat
24
perluasan di sektor modern. 2) Potensi ekonomi ekstern sehingga penyebabkan pertumbuhan terus-menerus berlangsung. 4) Tahap Gerakan ke Arah Kedewasaan (The Drive of Maturity) Gerakan ke arah kedewasaan diartikan sebagai suatu periode ketika masyarakat secara efektif menerapkan teknologi modern dalam mengolah sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alamnya. Ciri-ciri gerakan ke arah kedewasaan adalah: a) Kematangan teknologi, dimana struktur keahlian tenaga kerja mengalami perubahan. b) Sifat kepemimpian dalam perusahaan mengalami perubahan. c) Masyarakat secara keseluruhan merasa bosan dengan keajaiban yang diciptakan oleh industrialisasi, karena berlakunya hukum kegunaan batas semakin berkurang. 5) Tahap Masa Konsumsi Tinggi. Pada masa ini perhatian masyarakat mengarah kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat yang bukan lagi kepada masalah produksi. Leading sectors bergerak ke arah barang-barang konsumsi yang tahan lama serta jasa-jasa. Pada periode ini terdapat tiga macam tujuan masyarakat untuk mendapatkan sumber-sumber daya yang tersedia dan dukungan politis, yaitu: a) Memperbesar kekuasaan dan pengaruh negara tersebut ke luar negeri dan kecenderungan ini dapat berakhir pada penaklukan atas negara-negara lain.
25
b) Menciptakan suatu welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata kepada pendukungnya dengan cara mengusahakan terciptanya pembagian pendapatan yang lebih merata melalui sistem perpajakan yang progresif, dalam sistem perpajakan seperti ini makin besar pendapatan maka makin besar pajaknya. Mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat di atas konsumsi dasar yang sederhana atas makanan, pakaian, rumah tangga secara terpisah dan juga barang-barang konsumsi tahan lama serta barangbarang mewah. 2.1.4 Distribusi Pendapatan Secara umum menurut Adelman dan Morris dalam Arsyad (2010:283), ada delapan penyebab timbulnya ketidakmerataan distribusi pendapatan, yaitu: 1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan memicu penurunan pendapatan per kapita. 2) Inflasi dimana pendapatan atas uang bertambah namun tidak diikuti secara proporsional oleh pertambahan produksi barang-barang. 3) Ketidakmerataan pembangunan antar daerah. 4) Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive). 5) Rendahnya mobilitas sosial. 6) Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri. 7) Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara yang masih berkembang dalam perdagangan dengan negara yang maju.
26
8) Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga dan lain-lain. Distribusi pendapatan sebagai suatu ukuran dibedakan menjadi tiga ukuran pokok, baik untuk tujuan analisis maupun untuk tujuan kuantitatif yaitu: 1) Distribusi pendapatan pribadi atau distribusi pendapatan berdasarkan ukuran atau besarnya pendapatan. Distribusi pendapatan pribadi atau distribusi pendapatan berdasarkan besarnya pendapatan paling banyak digunakan ahli ekonomi. Distribusi ini hanya menyangkut orang per orang atau rumah tangga dan total pendapatan yang mereka terima, dari mana pendapatan yang mereka peroleh tidak dipersoalkan. Tidak dipersoalkan pula berapa banyak yang diperoleh masing-masing individu, apakah merupakan hasil dari pekerjaan mereka atau berasal dari sumber-sumber lain. Selain itu juga diabaikan sumber-sumber pendapatan yang menyangkut lokasi (apakah di wilayah desa atau kota) dan jenis pekerjaan. 2) Distribusi pendapatan “fungsional” atau distribusi pendapatan menurut bagian. Indikator ini berusaha untuk menjelaskan pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, modal, tenaga kerja dan kewirausahaan). Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya memfokuskan perhatiannya pada persentase penghasilan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha (faktor produksi) yang terpisah, dan kemudian membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang berwujud
27
sewa, bunga dan laba (masing-masing merupakan hasil perolehan atas faktor produksi tanah, modal dan kewirausahaan). 3)
Distribusi Regional Aspek keadilan dan pemerataan, selain dapat ditinjau berdasarkan distribusi
perorangan dan fungsional, dapat pula ditinjau berdasarkan distribusi regional (antardaerah). Misalnya, untuk kasus Indonesia, distribusi pendapatan antar kabupaten, antar provinsi, antar jawa – luar jawa, antar desa-kota. Untuk Indonesia, berdasarkan data yang tampak adanya perbedaan tingkat kesejahteraan antar wilayah/daerah di Indonesia. Beberapa faktor penting diduga sebagai penyebab terjadinya perbedaan pendapat antar wilayah ini adalah kepemilikan sumberdaya alam, ketersediaan infrastruktur, dan kualitas sumberdaya manusia. 2.1.5 Ketimpangan Distribusi Pendapatan Ketimpangan
pada
kenyataannya
tidak
dapat
dihilangkan
dalam
pembangunan suatu daerah. Adanya ketimpangan, akan memberikan dorongan kepada daerah yang terbelakang untuk dapat berusaha meningkatkan kualitas hidupnya agar tidak jauh tertinggal dengan daerah sekitarnya. Selain itu daerahdaerah tersebut akan bersaing guna meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga ketimpangan dalam hal ini memberikan dampak positif. Akan tetapi ada pula dampak negatif yang ditimbulkan dengan semakin tingginya ketimpangan antar wilayah. Dampak negatif tersebut berupa inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil (Todaro, 2004:235).
28
Menurut Kuznets (dalam Arsyad, 2010:293) seorang ekonom klasik menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara miskin pada awalnya cenderung menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan. Namun bila negara-negara miskin tersebut sudah semakin maju, maka persoalan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan akan menurun (an inverse U shaped patern). Beberapa ekonom pembangunan tetap berpendapat bahwa tahapan peningkatan dan kemudian penurunan ketimpangan pendapatan yang dikemukakan Kuznets tidak dapat dihindari. Kuznets menjelaskan disparitas dalam pembagian pendapatan cenderung bertambah besar selama tahap-tahap awal pembangunan, baru kemudian selama tahap-tahap lebih lanjut dari pembangunan berbalik menjadi lebih kecil, atau dengan kata lain bahwa proses pembangunan ekonomi pada tahap awal mengalami kemerosotan yang cukup besar dalam pembagian pendapatan, yang baru berbalik menuju suatu pemerataan yang lebih besar dalam pembagian pendapatan pada tahap pembangunan lebih lanjut. Seperti yang digambarkan dalam kurva Kuznets, dalam jangka pendek ada korelasi positif antara pertumbuhan pendapatan perkapita dengan disparitas pendapatan. Namun dalam jangka panjang hubungan keduanya menjadi korelasi yang negatif. Untuk mengukur suatu ketidakmerataan distribusi pendapatan ada tiga cara yang bisa dilakukan yaitu: 1) Kurva Lorenz Cara lain untuk menganalisis distribusi pendapatan perorangan adalah membuat kurva yang disebut kurva Lorenz yang diambil dari nama Conrad
29
Lorenz, seorang ahli statistika dari Amerika Serikat. Pada tahun 1905, ia menggambarkan hubungan antara kelompok-kelompok penduduk dan pangsa (share) pendapatan mereka. Gambar 2.2 menunjukan bagaimana cara menggambarkan kurva Lorenz tersebut. Jumlah penerimaan pendapatan digambarkan pada sumbu horizontal, tidak dalam angka mutlak namun dalam presentase kumulatif. Misalnya, titik 20 menunjukan 20 persen penduduk termiskin (paling rendah pendapatannya), dan pada titik 60 menunjukan 60 persen penduduk terbawah pendapatannya, dan pada ujung sumbu horizontal menunjukan jumlah 100 persen penduduk yang dihitung pendapatannya. Sumbu vertikal menunjukan pangsa pendapatan yang diterima oleh masing-masing presentase jumlah penduduk. Jumlah ini juga kumulatif sampai 100 persen, dengan demikian kedua sumbu itu sama panjangnya dan akhirnya membentuk bujur sangkar. Gambar 2.2 Kurva Lorenz 100 Garis Kemerataan
Pendapatan Kurva Lorenz
0
% Penduduk
100
Sumber: Arsyad, 2010 Sebuah garis diagonal kemudian digambarkan melalui titik origin menuju sudut kanan atas dari bujur sangkar tersebut. Setiap titik pada garis diagonal
30
tersebut menunjukan bahwa presentase pendapatan yang diterima sama persis dengan persentase penerima pendapatan tersebut. Sebagai contoh, titik tengah dari diagonal tersebut benar-benar menunjukan bahwa 50 persen pendapatan diterima oleh 50 persen jumlah penduduk. Demikian juga titik 75 atau 25, atau dengan kata lain, garis diagonal tersebut menunjukan distribusi pendapatan dalam keadaan kemerataan sempurna (perfect equality). Oleh karena itu, garis tersebut dapat juga disebut sebagai garis kemerataan-sempurna. Semakin jauh kurva Lorenz tersebut dari garis diagonal (kemerataan sempurna), maka semakin tinggi pula derajat ketidakmerataan yang ditunjukan. Keadaan yang paling ekstrim dari ketidakmerataan sempurna, misalnya keadaan di mana seluruh pendapatan hanya diterima oleh satu orang, akan ditunjukan oleh berimpitnya kurva Lorenz tesebut dengan sumbu horizontal bagian bawah dan sumbuh vetikal sebelah kanan. Oleh karena tidak ada suatu negarapun yang mengalami pemerataan sempurna ataupun ketidakmerataan sempurna dalam distribusi pendapatannya, maka kurva-kurva Lorenz untuk setiap negara akan terletak di sebelah kanan kurva diagonal tersebut, seperti yang nampak pada gambar 2.2 tersebut. Semakin tinggi derajat ketidakmerataannya, maka kurva Lorenz tersebut juga akan semakin melengkung (cembung) dan semakin mendekati sumbu horizontal sebelah bawah. Suatu ukuran yang singkat mengenai derajat ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung luas daerah antara garis diagonal (kemerataan sempurna) dengan kurva Lorenz dibandingkan denga luas total dari sepuluh bujur sangkar dimana kurva Lorenz tersebut berada.
31
Pada gambar 2.3 koefisien Gini ditunjukan oleh perbandingan antara daerah A (luas daerah yang dilingkupi garis kemerataan sempurna dan kurva Lorenz) dengan luas segitiga BCD. Koefisien Gini diambil dari nama ahli statistik Itali yang bernama C. Gini yang pertama kali menemukan rumus tersebut pada tahun 1912. Gambar 2.3 Perkiraan Koefisien Gini D
Garis Kemerataan
% Pendapatan
Kurva Lorenz
B
% Penduduk
C
Sumber: Arsyad, 2010 Koefisien Gini ini merupakan ukuran ketidakmerataan agregat dan nilainya terletak antara 0 (kemerataan sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan sempurna). Koefisien Gini dari negara-negara yang mengalami ketidakmertaan tinggi berkisar antara 0,50-0,70; ketidakmerataan sedang berkisar antara 0,36-0,49; dan yang mengalami ketidakmerataan rendah berkisar antara 0,20-0,35. 2) Hipotesis Kuznets Fenomena hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketidakmertaan pendapatan pertama kali diperkenalkan oleh Simon Kuznets sekitar 50 tahun lalu. Hipotesis Kuznets melahirkan sebuah wacana baru bahwa pembangunan disuatu negara pada batas-batas tertentu ternyata dapat memicu timbulnya kesenjangan
32
ekonomi diantara warganya. Analisis Kuznets ini menggunakan pendekatan test cross-section country, dimana analisis ini dilakukan di banyak negara pada satu titik waktu tertentu, bukan membahas satu negara dalam kurun waktu yang panjang. Dalam analisisnya, Kuznets menemukan relasi antara tingkat kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapata per kapita yang berbentuk U terbalik, yang menyatakan bahwa pada awal tahap pertumbuhan, distribusi pendapatan atau kesejahteraan cenderung memburuk. Namun pada tahap berikutnya, distribusi pendapatan tersebut akan membaik seiring dengan meningkatnya pendapatan perkapita. Dewasa ini, terdapat banyak ulasan yang mencoba untuk menjelaskan mengapa pada awal tahap pembangunan, distribusi pendapatan cenderung memburuk, lalu kemudian pada tahap berkutnya mulai membaik. Sebagian besar dari ulasan tersebut mengaitkannya dengan kondisi struktural perekonomian tersebut. Dengan menggunakan acuan kerangka model dua sektornya Lewis, kita dapat menjelaskan bahwa tentang mengapa pada awal tahap pembangunan, kesenjangan pendapatannya begitu tinggi. Pada tahap awal pembangunan, pertumbuhan ekonomi biasanya terpusat di sektor modern. Pada tahap ini, lapangan kerjanya terbatas, namun tingkat upah dan produktivitasya terhitung tinggi. Ada kesenjangan pendapatan antara sektor modern dan sektor tradisional yang pada awalnya akan semakin melebar dalam waku yang singkat, namun pada akhirnya menyempit kembali. Ketimpangan di sektor modern relatif lebih tinggi daripada yang terjadi di sektor tradisional (sektor tradisional relatif stagnan).
33
Selain itu, pada tahap ini, langkah-langkah transfer pendapatan dan berbagai kebijakan lainnya yang diarahkan untuk mengurangi ketimpangan akan menemui jalan buntu, karena terbatasya dana pemerintah sehubungan dengan masih relatif rendahnya pendapatan nasional yang dimiliki. 3) Indeks Williamson Salah satu indikator yang biasa dan dianggap cukup representatif untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan antardaerah (regional) adalah indeks ketimpangan daerah yang dikemukakan oleh Jeffrey G. Williamson (1965). Williamson mengemukakan model Vw (indeks tertimpang atau weighted index terhadap jumlah penduduk) dan Vuw (tidak tertimpang atau un-weighted index) untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan perkapita suatu negara pada waktu tertetu. Karena jumlah penduduk masing-masing daerah biasanya sangat variatif, maka model ketimpangan tertimbang menjadi lebih relevan. Dengan demikian, penjelasan tentang kecenderungan meningkat atau menurunnya ketimpangan tersebut dapat dijelaskan dengan memperhatikan pada besarnya penyebut atau pembagi dari penduduk daerah tersebut. Dari perhitungan yang dilakukan di beberapa negara terlihat bahwa ketimpangan antardaerah itu cenderung berubah mengikuti suatu tren yang berbentuk U (U-Shape), dimana pada tahap awal pembangunan derajat ketimpangan pendapatan antardaerah cenderung meningkat, kemudian mengalami masa stabil, seterusnya menjadi berkurang. Namun, untuk negara-negara tertentu, bentu U tersebut tidak sepenuhnya berlaku. Ada variasi-variasi tertentu yang bersifat khusus.
34
Ada tiga kriteria dalam perhitungan Indeks Wiliamson ini, yaitu jika Indeks Wiliamson menunjukan: a)
Angka 0,0 sampai 0,2, maka ketidakmerataannya rendah
b) Angka 0,21 sampai 0,35, maka ketidakmerataannya sedang c)
Angka > 0,35, maka ketidakmerataannya tinggi.
2.1.6 Ekspor Perdagangan internasional merupakan suatu cerminan dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Pada zaman globalisasi ini hampir tidak ada negara yang menganut sistem ekonomi tertutup. Hal ini terjadi karena tentu saja setiap negara tidak bisa memenuhi keseluruhan kebutuhan masyarakatnya hanya dengan hasil produksi negeri sendiri. Masyarakat di suatu negara perlu mengkonsumsi barang-barang lainnya yang tidak bisa di produksi negeri sendiri sehingga perlu adanya pertukaran atau perdagangan antar negara (Dachliani, 2006). Beberapa
teori
yang
menerangkan
tentang
timbulnya
perdagangan
internasional pada dasarnya adalah sebagai berikut: 1) Teori Klasik a) Kemanfaatan absolut (absolut advantage) oleh Adam Smith Teori ini lebih mendasarkan pada besaran variabel riil bukan moneter sehingga dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang
35
digunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (labor theory of value). Cina
Inggris
Padi
8
10
Pakaian
4
2
Cina lebih efisien dalam memproduksi padi karena tenaga kerja yang dibutuhkan lebih rendah dibanding Inggris (Cina memiliki absolute advantage dalam memproduksi Padi). Inggris lebih efisien dalam memproduksi pakaian karena tenaga kerja yang dibutuhkan lebih rendah dibanding Cina (Inggris memiliki absolute advantage dalam memproduksi pakaian). Menurut Adam Smith kedua negara akan memperoleh keuntungan dengan melakukan spesialisasi dan kemudian berdagang. Cina cenderung berspesialisasi pada produksi padi dan Inggris pada produksi pakaian. Dasar spesialisasi ini adalah absolute advantage dalam produksi barang-barang tersebut (Salvatore, 1997:25). 2) Teori Heckscher-Ohlin (H-O) Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:
36
1) Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara. 2) Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity. Teori modern Heckescher-Ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu. Analisis hipotesis H-O dikatakan berikut: 1) Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara. 2) Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masingmasing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya. 3) Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya. 4) Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya. Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara
37
relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi. 3) Teori Perluasan Pasar (Vent For Surplus) Menurut analisa Adam Smith yang dikenal dengan doktrin vent for surplus, perdagangan luar negeri suatu negara dapat menaikkan produki barang dan jasa yang sudah tidak dapat dijual di dalam negeri akan tetapi masih dapat dijual di luar negeri. Dengan penjualan barang di luar negeri tersebut negara itu dapat mengimpor barang-barang luar negeri sehingga mampu memperbesar tingkat produksinya, dan juga menambah jumlah barang yang dikonsumsi oleh penduduk di negerinya. Perluasan pasar ini akan mendorong sektor produktif untuk menggunakan teknik produksi yang produktivitasnya lebih tinggi dikarenakan dengan adanya teknologi baru yang lebih baik daripada yang ada di dalam negeri. 4) Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) Teori ini dikemukakan oleh David Ricardo dalam bukunya yang berjudul “Principles of Political Economy and Taxation“ tahun 1817. Teori keunggulan komparatif adalah keunggulan yang diperoleh suatu negara (dari menjalankan spesialisasi) karena dapat menghasilkan produk dengan biaya relatif yang lebih rendah daripada negara lain. Menurut teori ini setiap negara akan cenderung untuk melakukan spesialisasi dan mengekspor barang-barang produksinya yang memiliki keunggulan komparatif. Menurut teori ini perdagangan masih tetap bisa dilakukan meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan mutlak sekalipun terhadap negara lain dan tetap memperoleh keuntungan (Salvatore, 1997:27).
38
Teori Ricardo ini berdasarkan pada beberapa asumsi, yaitu (1) perdagangan internasional hanya terjadi antara dua negara, (2) barang-barang yang diperdagangkan hanya dua jenis, (3) perdagangan dilakukan secara bebas, (4) tenaga kerja bebas bergerak dalam negeri, (5) biaya produksi dianggap tetap, (6) biaya transportasi tidak ada, (7) tidak ada perubahan teknologi. Menurut Afin dan Nur (2008) manfaat utama perdagangan internasional adalah meningkatkan kemakmuran, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada setiap negara untuk berspesialisasi dalam memproduksi barang dan jasa yang relatif efisien. Efisiensi relatif suatu negara dalam memproduksi produk tertentu dapat dijelaskan dari jumlah produk alternatif lain yang dapat diproduksi dengan input yang sama. Bila ditinjau dari pengertian ini, efisiensi relatif digambarkan sebagai keuntungan komparatif. Semua negara secara bersama-sama dapat memperoleh hasil dari eksploitasi keuntungan komparatifnya, juga dari skala produksi yang lebih besar dan pilihan produk yang lebih beragam yang semuanya dimungkinkan oleh adanya perdagangan internasional. Karena itu, keuntungan dari mengeksploitasi keuntungan komparatif hanyalah sebagian dari seluruh keuntungan perdagangan bebas. Perdagangan internasional secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang mencakup ekspor dan impor, baik berupa barang dan jasa yang dilakukan antar negara atas pertimbangan tertentu (keuntungan) dan dilakukan tanpa adanya tekanan dari pihak manapun juga. Ekspor merupakan variabel injeksi yang menambah besaran aliran pendapatan seperti halnya investasi, hal ini dikarenakan ekspor berasal dari produksi dalam negeri yang diperdagangkan di
39
luar negeri. Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Menurut Irham dan Yogi (2003) ekspor adalah menjual barang-barang ke luar negeri untuk memperoleh devisa yang akan digunakan bagi penyelenggaraan ekspor yang terjadi haruslah dengan diversifikasi ekspor sehingga bila terjadi kerugian dalam satu macam barang akan dapat diimbangi oleh keunggulan dari komoditi lainnya. Menurut Priadi (2000) kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri ke luar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun. Ekspor merupakan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri yang dijual secara luas ke luar. Ditinjau dari sudut pengeluaran, ekspor merupakan salah satu faktor terpenting dari Gross National Product (GNP), sehingga dengan berubahnya nilai ekspor maka pendapatan masyarakat secara langsung juga akan mengalami perubahan. Di lain pihak, tingginya ekspor suatu negara akan menyebabkan perekonomian tersebut akan sangat sensitif terhadap keguncangan-keguncangan atau fluktuasi yang terjadi di pasaran internasional maupun di perekonomian dunia. Suatu negara dapat mengekspor barang produksinya ke negara lain apabila barang tersebut diperlukan negara lain dan mereka tidak dapat memproduksi barang tersebut atau produksinya tidak dapat memenuhi keperluan dalam negeri. Faktor yang lebih penting lagi adalah kemampuan dari negara tersebut untuk
40
mengeluarkan barang-barang yang dapat bersaing dalam pasaran luar negeri. Maksudnya, mutu dan harga barang yang dapat diekspor tersebut haruslah paling sedikit sama baiknya dengan yang diperjual belikan dalam pasaran luar negeri. Secara umum boleh dikatakan bahwa semakin banyak jenis barang yang mempunyai keistimewaan yang sedemikian dihasilkan oleh suatu negara, semakin banyak ekspor yang dapat dilakukan (Sukirno, 2006:56). Menurut Salvatore (1997) dalam Komalasari (2009), terdapat beberapa alasan sehingga dilakukannya ekspor oleh suatu negara, antara lain: pertama, keinginan untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dari produksi atau hasil dalam negeri, termasuk kebutuhan yang dapat diproduksi namun diperlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan jika diproduksi di luar negeri. Kedua, keinginan suatu negara untuk memperluas pemasaran komoditas domestik untuk meningkatkan sumber devisa bagi kegiatan pembangunan. Menurut Lipsey (1995) dalam komalasari (2009) pertumbuhan ekspor suatu komoditas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1) Adanya daya saing dengan negara-negara lain di dunia. Oleh karena itu, suatu negara hendaknya melakukan spesialisasi sehingga negara tersebut dapat mengekspor komoditi yang telah diproduksi untuk dipertukarkan dengan apa yang dihasilkan negara lain dengan biaya yang lebih rendah dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut. 2) Adanya penetapan harga pasar dalam negeri dan harga pasar internasional. Jika harga pasar internasional lebih tinggi daripada harga pasar domestik, maka produsen akan lebih memilih untuk memasarkan komoditi yang dia
41
produksi ke pasar internasional sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut. 3) Adanya permintaan dari luar negeri, semakin tinggi permintaan dari luar negeri akan komoditi yang dihasilkan oleh suatu negara, maka semakin tinggi pula pertumbuhan ekspor di negara tersebut. 4) Nilai tukar mata uang. Apabila suatu negara mengalami depresiasi nilai tukar, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut. Hal itu terjadi karena depresiasi nilai tukar menyebabkan harga-harga komoditi domestik terlihat lebih murah di mata internasional sehingga permintaan luar negeri untuk komoditi tersebut akan meningkat. 2.1.7 Penanaman Modal Asing Menurut Mankiw (2008:53) meningkatkan investasi di suatu negara dapat membuat pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Investasi asing dilakukan dalam berbagai macam bentuk. Investasi modal yang dimiliki dan dikelola oleh pihak asing disebut dengan investasi asing langsung sedangkan investasi yang dibiayai oleh pihak asing tetapi dioperasikan oleh pihak domestik disebut investasi asing portofolio. Investasi asing salah satu cara sebuah negara untuk dapat berkembang. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian keuntungan dari investasi mengalir ke luar negeri, investasi asing dapat meningkatkan persediaan modal ekonomi, menuju produktivitas yang lebih tinggi, dan upah yang lebih besar. Investasi merupakan salah satu cara mudah bagi negara miskin untuk mempelajari seni penggunaaan teknologi yang dikembangkan dan digunakan negara kaya. Untuk alasan ini, banyak ekonom yang menyarankan kepada pemerintah di negara
42
yang perekonomiannya belum berkembang untuk menggunakan kebijakan investasi dari luar negeri.
Investasi dibagi menjadi dua yaitu investasi yang
dilakukan oleh pihak swasta dan investasi yang dilakukan oleh pemerintah. Investasi swasta dibagi menjadi dua yaiu penananaman modal asing (PMA) dan penananaman modal dalam negeri (PMDN). Penanaman modal asing (PMA) menurut UU No.25 tahun 2007 adalah kegiatan menanam aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh asing baik dalam perorangan maupun badan usaha. Penamanan modal asing diperlukan bagi negara berkembang untuk membantu mempercepat pertumbuhan ekonominya. Hal ini dikarenakan peran modal asing membantu dalam industrialisasi dan pembaharuan teknologi yang digunakan dalam negara berkembang tersebut. Selain itu modal asing diperlukan untuk menciptakan kesempatan lapangan kerja baru dan menambah keterampilan keahlian dari tenaga kerja. Didalam UU No.25 tahun 2007 menjelaskan bahwa penanaman modal mempunyai tujuan yaitu: 1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional 2) Menciptakan lapangan kerja 3) Menigkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan 4) Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional 5) Meningkatkan kapasitas dan kemapuan teknologi nasional 6) Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan
43
7) Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun luar negeri 8) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Menurut Jhingan (2004:483) Penanaman Modal Asing (PMA) sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing membantu dalam industrialisasi, dalam membangun modal overhead ekonomi dan dalam menciptakan kesempatan kerja. Modal asing tidak hanya membawa uang dan mesin tetapi juga keterampilan teknik. Ia membuka daerah-daerah terpencil dan menggarap sumber-sumber yang belum dimanfaatkan. Arus sumber keuangan internasional dapat terwujud dalam dua bentuk, yang pertama adalah penanaman modal asing “langsung” atau PMA, yang biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan raksasa multinasional atau biasa juga disebut perusahaan transnasional, yaitu suatu perusahaan besar yang berkantor pusat berada di negara-negara maju asalnya, sedangkan cabang operasi atau anakanak perusahaannya tersebar di berbagai penjuru dunia. Dana investasi ini langsung diwujudkan dengan berupa pendirian pabrik, pengadaan fasilitas produksi, pembelian mesin-mesin dan sebagainya. Investasi asing swasta ini juga berupa investasi portofolio (portofolio investment) yang dana investasinya tidak diwujudkan langsung sebagai alat-alat produksi, melainkan ditanam pada aneka instrumen keuangan seperti saham, obligasi, sertifikat deposito, surat promes investasi, dan sebagainya. Pertumbuhan penanaman modal asing secara langsung yakni dana-dana investasinya langsung digunakan untuk menjalankan kegiatan bisnis atau
44
pengadaan alat-alat atau fasilitas produksi seperti membeli lahan, membuka pabrik-pabrik, mendatangkan mesin-mesin, membeli bahan baku dan sebagainya, (untuk membedakan dengan investasi portofolio) berlangsung dengan cepat khususnya masa sebelum krisis ekonomi. Pada kenyataannya, dana investasi asing akan selalu tertuju ke negara-negara atau kawasan yang menjanjikan tingkat hasil finansial dan kadar kepastian yang tinggi. Pada dasarnya, investasi (penanaman modal) secara langsung ini jauh lebih kompleks dari sekedar transfer modal ataupun pendirian bangunan pabrik dari suatu perusahaan asing di wilayah suatu negara berkembang. Perusahaanperusahaan raksasa tersebut juga membawa teknik atau teknologi produksi yang lebih canggih, selera dan gaya hidup, jasa-jasa manajerial, berbagai praktek bisnis termasuk pemberlakuan dan pengaturan perjanjian kerjasama. Investasi asing langsung juga dapat berarti bahwa perusahaan dari negara penanam modal secara de facto dan de jure melakukan pengawasan terhadap aset (aktiva) yang ditanam di negara lain. Dengan cara demikian, investasi asing langsung dapat mengambil beberapa bentuk di antaranya pembentukan suatu perusahaan dimana perusahaan investor memiliki mayoritas saham, pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor yang hanya dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara investor untuk secara khusus di negara lain, atau dapat juga menaruh aset tetap di negara lain oleh perusahaan di negara investor. Investor dalam melakukan ekspansi investasinya mempunyai motivasi agar mendapatkan return dikemudian hari. Menurut UNCTAD (2006) bahwa terdapat 3 motivasi atau alasan untuk melakukan investasi langsung ke luar negeri.
45
Pertama market-seeking, dimana investor bertujuan untuk menembus dari pasar domestik dan pada umumnya dihubungkan antara ukuran pasar dengan pendapatan perkapita, pertumbuhan ekonomi, akses perdagangan antar negara sekitar, dan selera dari masyarakat negara yang akan di pilih. Kedua resourceasset, di mana investor berdasarkan jumlah bahan baku mulai sumber daya alam, biaya tenaga kerja, angkatan kerja, tenaga kerja terampil, infrastruktur fisik (jalan, pelabuhan, dan telekomunikasi), dan teknologi. Terakhir yaitu efficiency-seeking, investor mempunyai motivasi untuk menciptakan daya saing baru bagi perusahaan karena biaya produksi yang lebih rendah dalam melakukan produktivitasnya. 2.1.8 Hubungan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Ekspor merupakan proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Menurut Sukirno
(1976:133)
mengenai
hubungan
ekspor
terhadap
pertumbuhan
menggunakan teori export base dan resource. Teori export base dan resource yaitu sektor ekspor yang dapat menjadi penggerak dalam pembangunan ekonomi. Sumbangan yang diberikan oleh sektor ekspor dalam pembangunan dibedakan menjadi sumbangan langsung dan sumbangan tidak langsung. Sumbangan langsung dari sektor ekspor dalam pembangunan yakni (i) kenaikan dalam jumlah ekspor memungkinkan sesuatu negara untuk menaikkan jumlah impor, termasuk impor barang modal yang penting peranannnya dalam pembangunan ekonomi, (ii) dengan mengembangkan sektor ekspor maka dana pembangunan yang tersedia akan dialirkan ke dalam sektor yang paling efisien, yaitu sektor penghasil barang ekspor, yang sanggup bersaing dengan industri-industri lain di luar negeri, (iii)
46
kegiatan ekspor akan memperluas pasar untuk produksi dalam negeri dan memungkinkan perluasan skala produksi industri-industri dan selanjutnya menciptakan economies of scale, dan (iv) karena perusahaan-perusahaan harus tetap mempertahankan kedudukan yang kompetitif dalam pasaran dunia maka mereka harus berusaha untuk menekan ongkos produksi dan mempertinggi efisiensi kegiatannya. Sumbangan tidak langsung dari sektor ekspor dalam pembangunan dapat dibedakan menjadi tiga golongan. Pertama, ekspor akan mendorong dan meningkatkan perkembangan penanaman modal dari dalam maupun luar negeri, hal ini dikarenakan banyak industri mengalami perluasan pasar sebagai akibat dari perkembangan sektor ekspor. Kedua, perkembangan sektor ekspor dalam pembangunan akan memudahkan masuknya inovasi dalam teknologi, pasaran dan keahlian usahawan. Industri-industri akan terdorong untuk mengimpor teknologi baru dari luar negeri dalam menghadapi persaingan luar negeri. Ketiga, dengan adanya barang-barang yang dapat di impor dari luar negeri variasi barang yang terdapat menjadi semakin banyak dan akan mendorong pertambahan dalam konsumsi. Ekspor berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi peningkatan ekspor berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Artinya ekspor memegang peranan utama dan signifikan terhadap proses pertumbuhan ekonomi dan pembangunan suatu bangsa (Sutawijaya, 2009).
47
2.1.9 Hubungan Penanaman Modal Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi PMA atau investasi asing merupakan invetasi yang dilakukan oleh para pemilik modal asing di dalam negeri untuk mendapatkan suatu keuntungan dari usaha yang dilakukan. Menurut Jhingan (2004:483) pemasukan modal asing sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing membantu dalam industrialisasi, dalam membangun modal overhead ekonomi dan dalam mencipatakan kesempatan kerja yang lebih luas. Menurut analisa neo-klasik tradisional, penanaman modal asing secara langsung merupakan hal yang positif, karena hal tersebut dapat mengisi kekurangan tabungan yang dihimpun dari dalam negeri dan juga dapat menambah devisa serta membantu pembentukan modal domestik bruto. Dunia usaha mengadakan investasi didorong oleh pertimbangan ekspektasi keuntungan jangka panjang yang dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, pertumbuhan penduduk serta faktor-faktor lain. Investasi bervariasi secara langsung dengan pendapatan, hal ini karena investasi berhubungan dengan keuntungan, dan sebagian besar investasi dibiayai secara internal dari keuntungan perusahaan. Bila pendapatan naik, keuntungan juga naik dan demikian pula tingkat investasi. Bila tingkat pendapatan atau output rendah, ini berarti dunia usaha mempunyai cukup banyak kelebihan kapasitas produksi hingga tak ada dorongan membeli barang-barang kapital baru. Pengaruh
investasi
asing
langsung
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
merupakan arti penting bagi negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Sampai saat ini konsep pembangunan dengan menggunakan modal asing masih
48
sering menimbulkan berbagai pendapat. Foreign direct investment (FDI) dipandang sebagai cara yang lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu negara. Dengan melalui FDI, modal asing dapat memberikan kontribusi yang lebih baik ke dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, beberapa negara berkembang di Asia Timur, termasuk Indonesia, berusaha memberikan insentif kepada masuknya modal asing dalam bentuk FDI ini. Di sisi lain, negara pengekspor kapital juga memberikan insentif kepada sektor swasta berupa insentif pajak, jaminan dan asuransi atas investasi untuk mendorong FDI ke negara berkembang. Kegiatan
investasi
memungkinkan
suatu
masyarakat
terus-menerus
meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Pengaruh dari peran ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi dalam perekonomian. Pertama, investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat. Maka kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional. Peningkatan seperti ini akan selalu diikuti oleh pertambahan dalam kesempatan kerja. Kedua, pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambahkan kepastian memproduksi di masa depan dan perkembangan ini akan menstimulir pertambahan produksi nasional dan kesempatan kerja. Ketiga, investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. Perkembangan akan memberikan sumbangan penting ke atas kenaikan produktivitas dan pendapatan per kapita masyarakat. Jadi sudah jelas bahwa penanaman modal asing mempunyai peranan yang sangat penting karena sangat
49
memungkinkan dapat mendorong perekonomian ke arah yang lebih baik dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 2.1.10 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Menurut Kuznets dalam Arsyad (2010:293) seorang ekonom klasik menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara miskin pada awalnya cenderung menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan. Namun bila negara-negara miskin tersebut sudah semakin maju, maka persoalan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan akan menurun (an inverse U shaped patern). Beberapa ekonom pembangunan tetap berpendapat bahwa tahapan peningkatan dan kemudian penurunan ketimpangan pendapatan yang dikemukakan Kuznets tidak dapat dihindari. Pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masalah ketimpangan regional. Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antara berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pendapatan perkapita antar daerah (Kuncoro dalam Hidayat, 2014). Para ekonom neoklasik mengemukakan pertumbuhan ekonomi cenderung akan mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan walaupun masih dalam tahap awal pertumbuhan. Bukti empiris dari pandangan ini berdasarkan pengamatan dibeberapa negara seperti, Taiwan, Hongkong, Singapura dan RRC. Kelompok neoklasik sangat optimis bahwa pertumbuhan ekonomi pada
50
prakteknya cenderung mengurangi ketimpangan pendapatan dan kemiskinan (Tarmidzi, 2012). 2.1.11 Hubungan Ekspor Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Menurut Sukirno (1976:133) dalam teori export base dan resource ada sumbangan tidak langsung dari sektor ekspor dalam pembangunan yakni pertama, ekspor akan mendorong dan meningkatkan perkembangan penanaman modal dari dalam maupun luar negeri, hal ini dikarenakan banyak industri mengalami perluasan pasar sebagai akibat dari perkembangan sektor ekspor. Kedua, perkembangan sektor ekspor dalam pembangunan akan memudahkan masuknya inovasi dalam teknologi, pasaran dan keahlian usahawan. Industri-industri akan terdorong untuk mengimpor teknologi baru dari luar negeri dalam menghadapi persaingan luar negeri. Ketiga, dengan adanya barang-barang yang dapat di impor dari luar negeri variasi barang yang terdapat menjadi semakin banyak dan akan mendorong pertambahan dalam konsumsi. Ekspor berpengaruh negatif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Artinya pada saat suatu negara melakukan ekspor maka akan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan itu karena ketika suatu negara melakukan ekspor maka secara otomatis pendapatan dari suatu negara ataupun masyarakat akan semakin meningkat. Dengan melakukan ekspor maka masyarakat akan meningkatkan kemampuannya dalam berproduksi karena persaingan global yang sudah dirasakan serta tingkat pendidikan akan semakin meningkat dan itu akan mengurangi ketimpangan ditribusi pendapatan (Halmos, 2011).
51
Oleh karena itu, ekspor akan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan, disebabkan oleh ekspor akan memungkinkan pelaku usaha mengimpor teknologi dan itu akan meningkatkan keterampilan tenaga kerja serta meningkatkan pendapatan. 2.1.12 Hubungan Penanaman Distribusi Pendapatan
Modal
Asing
Terhadap
Ketimpangan
Menurut Jhingan (2004:483) pemasukan modal asing sangat diperlukan untuk mempercepat
pembangunan
ekonomi.
Modal
asing
membantu
dalam
industrialisasi, dalam membangun modal overhead ekonomi dan dalam mencipatakan kesempatan kerja yang lebih luas. Penanaman modal asing memberikan peranan dalam pembangunan ekonomi di negara-negara sedang berkembang hal ini terjadi dalam berbagai bentuk. Modal asing mampu mengurangi kekurangan tabungan dan melalui pemasukan peralatan modal dan bahan mentah, dengan demikian menaikkan laju pemasukan modal. Selain itu tabungan dan investasi yang rendah mencerminkan kurangnya modal di negara keterbelakangan teknologi. Bersamaan dengan modal uang dan modal fisik, modal asing yang membawa serta keterampilan teknik, tenaga ahli, pengalaman
organisasi,
informasi
pasar,
teknik-teknik
produksi
maju,
pembaharuan produk dan lain-lain. Selain itu juga melatih tenaga kerja setempat pada keahlian baru. Semua ini pada akhirnya akan mempercepat pembangunan ekonomi negara terbelakang (Maulidi 2013). Penanaman modal asing (PMA) berpengaruh positif dalam jangka waktu pendek dan berpengaruh negatif dalam jangka waktu panjang terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Artinya pada saat penanaman modal asing
52
meningkat (jangka pendek) maka ketimpangan pendapatan distribusi akan meningkat, itu dikarenakan dalam jangka pendek (pengalaman Eropa) mengarah pada kesimpulan bahwa penanaman modal asing umumnya memperdalam kesenjangan antara segmen kaya dan miskin, dan dalam jangka panjang penanaman modal asing akan relatif sedikit mengakibatkan resiko konflik sosial dan itu akan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Akan tetapi, ketika penanaman modal asing meningkat hanya dibeberapa kabupaten/kota maka ketimpangan distribusi pendapatan akan semakin meningkat. (Nunnenkam,2011). 2.2 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan teori-teori serta hasil penelitian terdahulu yang telah dikemukakan, selanjutnya diajukan hipotesis sebagai berikut: 1) Ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. 2) Penanaman modal asing berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. 3) Ekspor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. 4) Penanaman modal asing berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. 5) Pertumbuhan ekonomi
berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap
ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. 6) Ekspor secara tidak langsung berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali.
53
7) Penanaman modal asing secara tidak langsung berpengaruh terhadap ketimpangan
distribusi
pendapatan
kabupaten/kota di Provinsi Bali.
54
melalui
pertumbuhan
ekonomi
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan salah satu jenis penelitian kuantitatif karena didasarkan pada data kuantitatif atau temuan-temuan yang dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (Rahyuda dkk, 2004:7). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma asosiatif. Peneliti bertujuan untuk mengetahui hubungan beberapa variabel yaitu ekspor dan penanaman modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi, pengaruh langsung ekspor dan penanaman modal asing terhadap ketimpangan distribusi pendapatan serta pengaruh tidak langsung ekspor dan penanaman modal asing terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. 3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Bali. Pemilihan lokasi ini karena di Provinsi Bali masih mengalami ketimpangan distribusi pendapatan (yang dilihat dari Indeks Rasio Gini) di kabupaten/kota di Provinsi Bali selama periode 20072013. G.3 Subjek dan Obyek Penelitian Subjek dari penelitian ini adalah ekspor, penanaman modal asing, dan pertumbuhan ekonomi. Objek dalam penelitian ini ketimpangan distribusi
55
pendapatan (yang dilihat dari Indeks Rasio Gini) kabupaten/kota di Provinsi Bali selama periode 2007-2013. 3.4 Identifikasi Variabel Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekspor dan penanaman modal asing terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali selama periode 2007-2013. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan satu variabel dependen/variabel terikat dan tiga variabel independen/variabel bebas. Berdasarkan hal tersebut beberapa variabel yang digunakan dapat di identifikasikan sebagai berikut: 1) Variabel endogen adalah variabel yang hanya berfungsi sebagai variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah ketimpangan distribusi pendapatan. 2) Variabel eksogen adalah variabel yang hanya berfungsi sebagai variabel bebas atau variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Variabel eksogen dalam penelitian ini adalah ekspor dan penanaman modal asing. 3) Variabel intervening adalah variabel yang memediasi hubungan suatu variabel eksogen terhadap variabel endogen (Suyana Utama, 2012). Variabel intervening dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi. 3.5 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel diperlukan untuk memperjelas arti dan pemahaman tentang variabel-variabel yang dijelaskan dalam identifikasi variabel,
56
maka diperlukan suatu definisi yang lengkap agar terspesifikasi dengan baik adalah sebagai berikut: 1) Ekspor (X1) Ekspor barang dan jasa atas dasar harga konstan menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2007-2013 dalam satuan juta rupiah. 2) Penanaman modal asing (X2) Penanaman modal asing menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2007-2013 dalam satuan juta rupiah. 3) Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) Ketimpangan distribusi pendapatan menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali dalam periode tahun 2007-2013antar golongan masyarakat yang diukur menggunakan Gini Rasio dalam satuan persen. 4) Pertumbuhan Ekonomi (X3) Pertumbuhan ekonomi menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 20072013 dalam satuan persen. 3.6 Jenis dan Sumber Data 3.6.1 Jenis data menurut sifatnya Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif. 1) Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka-angka, atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2007:13). Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data tentang ekspor keseluruhan menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali, realisasi penanaman modal asing menurut kabupaten/kota di Provinsi
57
Bali tahun 2007-2013, laju pertumbuhan ekonomi menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali, serta Gini Rasio menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali. 2) Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan gambar (Sugiyono, 2007:13). Data kualitatif dalam penelitian ini adalah data yang tidak berbentuk angka-angka dan tidak dapat diukur dengan satuan hitung yaitu penjelasan keterangan-keterangan yang berbentuk kata, kalimat, skema, dan gambar mengenai variabel yang diteliti. 3.6.2 Jenis data menurut sumbernya Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang berupa data time series tahunan variabel ekspor, penanaman modal asing, pertumbuhan ekonomi, dan ketimpangan distribusi pendapatan (yang dilihat dari Indeks Rasio Gini) kabupaten/kota di Provinsi Bali selama periode 2007-2013. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil publikasi data yang sudah dikumpulkan oleh instansi-instansi terkait antara lain Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali (www.bps.go.id), dan Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali. Data lainnya diperoleh melalui jurnal, buku tentang ekonomi pembangunan dan melalui media internet.
3.7 Metode Pengumpulan Data Data-data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode pengumpulan data observasi non partisipan. Observasi non partisipan adalah teknik pengumpulan data dengan observasi/pengamatan dimana peneliti tidak terlibat langsung dan hanya sebagai pengamat independen
58
(Sugiyono, 2007:139). Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati, mencatat, serta mempelajari uraian dai buku-buku, artikel, karya ilmiah berupa skripsi, jurnal, dan dokumen-dokumen yang terdapat dari instansi terkait sepert BPS, browsing, dan buku-buku literatur tentang ekspor, penanaman modal asing, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. 3.8 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kuantitatif yaitu analisis jalur dengan penerapan model regresi linear berganda dengan menggunakan bantuan program SPSS. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis jalur (path analysis). Analisis jalur (path analysis) merupakan pengembangan dari analisis regresi, sehingga analisis regresi dapat dikatakan sebagai bentuk khusus dari analisis jalur (regression is special case of path analysis). Analisis jalur digunakan untuk melukiskan dan menguji model hubungan antar variabel yang berbentuk sebab akibat (Sugiyono, 2013:297). Analisis ini juga digunakan untuk mengetahui hubungan langsung variabel independen terhadap variabel dependen dan hubungan yang tidak langsung melalui variabel intervening. Penelitian Pengaruh Ekspor dan Penanaman Modal Asing terhadap Ketimpangan
Distribusi
Pendapatan
Melalui
Pertumbuhan
Ekonomi
kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2007-2013 dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 3.1, dapat dijelaskan bahwa Ekspor dan Penanaman Modal Asing
59
memiliki pengaruh tidak langsung terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan tetapi melalui Pertumbuhan Ekonomi. Gambar 3.1 Model Analisis Jalur Pengaruh Ekspor dan Penanaman Modal AsingTerhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan EkonomiKabupaten/Kota di Provinsi Bali Ekspor (X1) b3 b1 Pertumbuhan Ekonomi (X3)
e1
b5
b2 Penanaman modal asing (X2)
Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y)
b4
e2
Keterangan: X1 = Ekspor X2 = Penanaman Modal Asing X3 = Pertumbuhan Ekonomi Y = Ketimpangan Distribusi Pendapatan e1 , e2 = variabel pengganggu b1 , b2 , b3 , b4 , b5 = koefisien dari masing − masing variabel Anak panah e1 variabel pertumbuhan ekonomi (X3) menunjukkan jumlah variansi variabel pertumbuhan ekonomi (X3) yang tidak dijelaskan oleh ekspor (X1) dan penanaman modal asing (X2). Anak panah e2 variabel ketimpangan distribusi pendapatan (Y) menunjukkan jumlah variasi variabel ketimpangan distribusi pendapatan (Y) yang tidak dijelaskan oleh ekspor (X1), penanaman modal asing (X2) dan pertumbuhan ekonomi (X3). Nilai kekeliruan taksiran standar (standard error of estimate), yaitu: ei = √(1 − 𝑟2)........................................................................................(1)
60
Koefisien jalur adalah standardized koefisien regresi. Koefisien jalur di hitung dengan membuat dua persamaan regresi yang menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan. Dalam hal ini dua persamaan tersebut adalah: 𝑋3 = 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2 + 𝑒1 … … … … … … … . … … … … . … … . . … … … … … … . . (2) 𝑌 = 𝑏3 𝑋1 + 𝑏4 𝑋2 + 𝑏5 𝑋3 + 𝑒2 … … … … … … … . . … … … … … . . … … … …. (3) Keterangan: X1 = Ekspor X2 = Penanaman Modal Asing X3 = Pertumbuhan Ekonomi Y = Ketimpangan Distribusi Pendapatan e1 , e2 = variabel pengganggu Standardize koefisien pada persamaan (2) akan memberikan nilai b1 dan b2, standardize koefisien pada persamaan (3) akan memberikan nilai b3, b4 dan b5. Total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model diukur dengan: 2 2 2 2 𝑅𝑚 = 1 - 𝑃𝑒1 𝑃𝑒2 …..𝑃𝑒𝑝 ..............................................................................(4) 2 Dalam hal ini interpretasi terhadap 𝑅𝑚 sama dengan interpretasi koefisien
determinasi (R2) pada analisis regresi. Pei yang merupakan standard error of estimate dari model regresi dihitung dengan rumus: 𝑃𝑒𝑖 = √(1 − 𝑟2)..........................................................................................(5) Uji validitas koefisien jalur pada setiap jalur untuk pengaruh langsung adalah sama dengan analisis regresi, menggunakan nilai p Value dari uji t, yaitu pengujian koefisien regresi variabel yang dibakukan secara parsial. Berdasarkan teori triming, maka jalur-jalur yang nonsignifikan dibuang sehingga diperoleh model yang didukung oleh data empiris.
61
3.8.1 Pengujian Hipotesis Antarvariabel Penelitian 3.8.1.1 Pengujian Pengaruh Langsung Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial. Secara umum menurut Nata Wirawan (2014:152) tahapan pengujian pengaruh langsung adalah sebagai berikut: 1) Menentukan rumusan (formulasi) hipotesisnya dan menentukan alternatif pengujiannya (dua sisi atau satu sisi) 2) Menentukan taraf nyata/tingkat signifikansi (α) 3) Memilih statistik uji yang sesuai dan menentukan wilayah/daerah kritisnya 4) Menghitung statistik uji berdasarkan data sampel 5) Simpulan/putusan pengujian Adapun tahapan pengujian yang digunakan dalam pengujian pengaruh langsung ini adalah sebagai berikut: 1) Pengaruh langsung Ekspor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali i)
Rumusan Hipotesis H0: β1x1 = 0 : artinya Ekspor (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi (X3) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. H1: βi > 0 : artinya Ekspor (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi (X3) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
62
ii) Menentukan Taraf Nyata α= 5% = 0,05 iii) Statistik Uji dan Daerah Kritis Statistik Uji tj =
bj− βj0 𝑆𝑏𝑗
……………………………………………………………(4)
Keterangan:
bj = Koefisien Regresi parsial ke-j dari regresi sampel. βj0 = Koefisien regresi pada Ho (Koefisien regresi yang dihipotesiskan). Sbj = Kesalahan standar (standar error) koefisien regresi sampel. Daerah Kritris: Titik Kritis t(α,df).df = v = [n-(k + 1)] Daerah Kritis adalah t(α,df). Gambar 3.2 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho untuk Variabel Ekspor terhadap Variabel Pertumbuhan Ekonomi f(t) Daerah Penolakan H0 Daerah Penerimaan H0
t-tabel
t
Sumber: Nata Wirawan (2014:282)
iv) Menghitung Statistik Uji Statistik uji akan dihitung dengan bantuan SPSS. v) Mengambil Simpulan Terima H0 bila statistik uji berada pada daerah penerimaan H0. Tolak H0 bila statistik uji jatuh pada daerah penolakan H0.
63
2) Pengaruh langsung Penanaman Modal Asing terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali i)
Rumusan Hipotesis H0: β2x2 = 0 : artinya Penanaman Modal Asing (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. H1: βi > 0
: artinya Penanaman Modal Asing (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi (X3) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
ii) Menentukan Taraf Nyata α= 5% = 0,05 iii) Statistik Uji dan Daerah Kritis Statistik Uji tj =
bj− βj0 𝑆𝑏𝑗
……………………………………………………………(4)
Keterangan:
bj = Koefisien Regresi parsial ke-j dari regresi sampel.
βj0 = Koefisien regresi pada Ho (Koefisien regresi yang dihipotesiskan). Sbj = Kesalahan standar (standar error) koefisien regresi sampel. Daerah Kritris: Titik Kritis t(α,df).df = v = [n-(k + 1)] Daerah Kritis adalah t(α,df).
64
Gambar 3.3 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho untuk Variabel Penanaman Modal Asing terhadap Variabel Pertumbuhan Ekonomi f(t)
Daerah Penolakan H0 Daerah Penerimaan H0
t-tabel
t
Sumber: Nata Wirawan (2014:282)
iv) Menghitung Statistik Uji Statistik uji akan dihitung dengan bantuan SPSS. v) Mengambil Simpulan Terima H0 bila statistik uji berada pada daerah penerimaan H0. Tolak H0 bila statistik uji jatuh pada daerah penolakan H0. 3) Pengaruh langsung Ekspor terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali i)
Rumusan Hipotesis H0: β3x1 = 0 : artinya Ekspor (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. H1: βi < 0
: artinya Ekspor (X1) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
Ketimpangan
Distribusi
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
65
Pendapatan
(Y)
ii) Menentukan Taraf Nyata α= 5% = 0,05 iii) Statistik Uji dan Daerah Kritis Statistik Uji tj =
bj− βj0 𝑆𝑏𝑗
………………………………………………………..........(4)
Keterangan:
bj = Koefisien Regresi parsial ke-j dari regresi sampel.
βj0 = Koefisien regresi pada Ho (Koefisien regresi yang dihipotesiskan). Sbj = Kesalahan standar (standar error) koefisien regresi sampel. Daerah Kritris: Titik Kritis t(α,df).df = v = [n-(k + 1)] Daerah Kritis adalah t(α,df). Gambar 3.4 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho untuk Variabel Ekspor terhadap Variabel Ketimpangan Distribusi Pendapatan f(t)
Daerah Penolakan Ho Daerah Penerimaan H0 t -t-tabel
Sumber: Nata Wirawan (2014:282)
iv) Menghitung Statistik Uji Statistik uji akan dihitung dengan bantuan SPSS. v) Mengambil Simpulan Terima H0 bila statistik uji berada pada daerah penerimaan H0. Tolak H0 bila statistik uji jatuh pada daerah penolakan H0.
66
4) Pengaruh langsung Penanaman Modal Asing terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kotadi Provinsi Bali i)
Rumusan Hipotesis H0: β4x2 = 0 : artinya Penanaman Modal Asing (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. H1: βi > 0
: artinya Penanaman Modal Asing (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
ii) Menghitung Taraf nyata α = 5% = 0,05 iii) Statistik Uji dan Daerah Kritis Statistik Uji tj =
bj− βj0 𝑆𝑏𝑗
……………………………………………………………(4)
Keterangan:
bj = Koefisien Regresi parsial ke-j dari regresi sampel.
βj0 = Koefisien regresi pada Ho (Koefisien regresi yang dihipotesiskan). Sbj = Kesalahan standar (standar error) koefisien regresi sampel. Daerah Kritris: Titik Kritis t(α,df).df = v = [n-(k + 1)] Daerah Kritis adalah t(α,df).
67
Gambar 3.5
Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho untuk Variabel Penanaman Modal Asing terhadap Variabel Ketimpangan Distibusi Pendapatan f(t) Daerah Penolakan H0 Daerah Penerimaan H0
t-tabel
t
Sumber: Nata Wirawan (2014:282)
iv) Menghitung Statistik Uji Statistik uji akan dihitung dengan bantuan SPSS. v) Mengambil Simpulan Terima H0 bila statistik uji berada pada daerah penerimaan H0. Tolak H0 bila statistik uji jatuh pada daerah penolakan H0. 5) Pengaruh langsung Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kotadi Provinsi Bali i)
Rumusan Hipotesis H0: β5x3 = 0 : artinya Pertumbuhan Ekonomi (X3) tidak berpengaruh signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. H1: βi > 0
: artinya Pertumbuhan Ekonomi (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
68
ii) Menghitung Taraf nyata α = 5% = 0,05 iii) Statistik Uji dan Daerah Kritis Statistik Uji tj =
bj− βj0 𝑆𝑏𝑗
……………………………………………………………(4)
Keterangan:
bj = Koefisien Regresi parsial ke-j dari regresi sampel. βj0 = Koefisien regresi pada Ho (Koefisien regresi yang dihipotesiskan). Sbj = Kesalahan standar (standar error) koefisien regresi sampel. Daerah Kritris: Titik Kritis t(α,df).df = v = [n-(k + 1)] Daerah Kritis adalah t(α,df). Gambar 3.6 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho untuk Variabel Pertumbuhan Ekonomi terhadap Variabel Ketimpangan Distibusi Pendapatan f(t) Daerah Penolakan H0 Daerah Penerimaan H0
t-tabel
Sumber: Nata Wirawan (2014:282)
iv) Menghitung Statistik Uji Statistik uji akan dihitung dengan bantuan SPSS. v)
Mengambil Simpulan
69
t
Terima H0 bila statistik uji berada pada daerah penerimaan H0. Tolak H0 bila statistik uji jatuh pada daerah penolakan H0. 3.8.1.2 Pengujian Pengaruh Tidak Langsung Ghozali (2013:255) mengatakan, untuk menguji pengaruh signifikansi variabel mediasi, digunakan uji sobel (Sobel test). Uji Sobel dilakukan dengan cara menguji kekuatan pengaruh tidak langsung variabel Ekspor (X1) dan variabel Penanaman Modal Asing (X2) terhadap variabel Ketimpangan Distrubusi Pendapatan (Y) melalui variabel Pertumbuhan Ekonomi (X3). Untuk mengetahui pengambilan keputusan, maka model hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Pengaruh
tidak
langsung
Ekspor
terhadap
Ketimpangan
Distribusi
Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali i)
Rumusan Hipotesis H0: Ekspor (X1) secara tidak langsung tidak berpengaruh terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) melalui Pertumbuhan Ekonomi (X3) kabupaten/kota di Provinsi Bali. H1: Ekspor
(X1)
secara
tidak
langsung
berpengaruh
terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) melalui Pertumbuhan Ekonomi (X3) kabupaten/kota di Provinsi Bali. ii) Menghitung Taraf nyata α = 5% = 0,05 iii) Statistik Uji dan Daerah Kritis Statistik Uji
70
Pengaruh tidak langsung variabel Ekspor (X1) terhadap variabel Ketimpangan Distrubusi Pendapatan (Y) melalui variabel Pertumbuhan Ekonomi (X3) dapat dihitung dengan cara mengalikan koefisien jalur X1 terhadap X3 yaitu b1 dengan koefisien jalur X3 yaitu b5. Standar error koefisien b1 dan b5 ditulis dengan Sb1 dan Sb5, besarnya standar error tidak langsung Sb1b5 dihitung dengan rumus berikut ini: 2 2 2 2 𝑆𝑏1𝑏5 = √𝑏52 𝑆𝑏1 + 𝑏12 𝑆𝑏5 + 𝑆𝑏1 𝑆𝑏5 .................................................(6)
Untuk
menguji
pengaruh
tidak
langsung
Ekspor
terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan melalui Pertumbuhan Ekonomi dapat menggunakan uji t (uji t-hitung), dengan rumus berikut ini: 𝑡=
𝑏1 𝑏5 𝑆𝑏1 𝑏5
................................................................................................(7)
Daerah Kritris: α = 5% = 0,05 (Uji dua sisi). Titik/nilai kritisnya adalah t(α/2 ; n-k)
=t
(0,025 ; 59) =
2,000, maka titik kritisnya adalah ± t
(0,025 ; 59) =
kritisnya/penolakan H0 adalah daerah sebelah kiri dari -t
(0,025 ; 59) =
± 2,000. Daerah -2,000 atau t < -
2,000 dan daerah sebelah kanan dari t(0,025 ; 59) = 2,000 atau t > 2,000.
71
Gambar 3.7 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho untuk Variabel Ekspor terhadap Variabel Ketimpangan Distibusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi f(t) Daerah Penolakan H0
Daerah Penolakan Ho
Daerah Penerimaan H0
+tα/2
-tα/2
t
Sumber: Nata Wirawan (2014:282)
iv) Menghitung Statistik Uji v) Mengambil Simpulan Terima H0 bila statistik uji berada pada daerah penerimaan H0. Tolak H0 bila statistik uji jatuh pada daerah penolakan H0 2) Pengaruh tidak langsung Penanaman Modal Asing terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali i)
Rumusan Hipotesis H0: Penanaman modal asing (X2) secara tidak langsung tidak berpengaruh terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) melalui Pertumbuhan Ekonomi (X3) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. H1: Penanaman modal asing (X2) secara tidak langsung berpengaruh terhadap
Ketimpangan
Distribusi
Pendapatan
(Y)
Pertumbuhan Ekonomi (X3) Kabupaten/Kotadi Provinsi Bali.
72
melalui
ii)
Menghitung Taraf nyata α = 5% = 0,05
iii) Statistik Uji dan Daerah Kritis Statistik Uji Pengaruh tidak langsung variabel Penanaman Modal Asing (X2) terhadap variabel Ketimpangan Distrubusi Pendapatan (Y) melalui variabel Pertumbuhan Ekonomi (X3) dapat dihitung dengan cara mengalikan koefisien jalur X2 terhadap X3 yaitu b2 dengan koefisien jalur X3 yaitu b5. Standar error koefisien b2 dan b5 ditulis dengan Sb2 dan Sb5, besarnya standar error tidak langsung Sb2b5 dihitung dengan rumus berikut ini: 2 2 2 2 𝑆𝑏2𝑏5 = √𝑏52 𝑆𝑏2 + 𝑏12 𝑆𝑏5 + 𝑆𝑏2 𝑆𝑏5 ..................................................(8)
Untuk menguji pengaruh tidak Langsung Penanaman Modal Asing terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan melalui Pertumbuhan Ekonomi dapat menggunakan uji t (uji t-hitung), dengan rumus berikut ini: 𝑡=
𝑏1 𝑏5 𝑆𝑏1 𝑏5
................................................................................................(9)
Daerah Kritris: α = 5% = 0,05 (Uji dua sisi). Titik/nilai kritisnya adalah t(α/2 ; n-4) = t
(0,025 ; 59) =
2,000, maka titik kritisnya adalah ± t (0,025 ; 59) =
± 2,000. Daerah kritisnya/penolakan H0 adalah daerah sebelah kiri dari -t (0,025 ; 59) =
-2,000 atau t < -2,000 dan daerah sebelah kanan dari t(0,025 ; 59) =
2,000 atau t > 2,000.
73
Gambar 3.8 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho untuk Variabel Penanaman Modal Asing terhadap Variabel Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi f(t) Daerah Penolakan H0
Daerah Penolakan Ho
Daerah Penerimaan H0 t
-tα/2
Sumber: Nata Wirawan (2014:282)
+tα/2
iv) Menghitung Statistik Uji v) Mengambil Simpulan Terima H0 bila statistik uji berada pada daerah penerimaan H0. Tolak H0 bila statistik uji jatuh pada daerah penolakan H0.
74
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Daerah atau Wilayah Penelitian Provinsi Bali dikenal sebagai pulau dewata, yang merupakan salah satu dari 33 provinsi di Indonesia. Ibu kota Provinsi Bali adalah Denpasar, yang terletak di bagian selatan pulau ini. Provinsi Bali terdiri dari beberapa pulau, yakni Pulau Bali sebagai pulau terbesar, Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan, Pulau Menjangan yang terletak di bagian barat Pulau Bali dan Pulau Serangan yang terletak di sekitar kaki Pulau Bali. Secara astronomis, Provinsi Bali berada diantara Pulau Jawa dan Pulau Lombok yang terletak diantara koordinat 08o03’40” - 08o50’48” LS dan 114o25’53” - 115o42’40” BT. Hal tersebut yang menyebabkan Provinsi Bali beriklim tropis sama seperti provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Batas-batas Provinsi Bali adalah di sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat berbatasan dengan Selat Bali, dan sebelah timur berbatasan dengan Selat Lombok. Secara administratif, Provinsi Bali terbagi atas 8 kabupaten, 1 kota madya, 55 kecamatan, 701 desa/kelurahan, 1.418 desa adat dan 3.945 banjar/adat dengan jumlah penduduk sebanyak 3.890.757 jiwa (Hasil SP 2010). Luas wilayah Provinsi
Bali
mencapai
5.636,66
kilometer
persegi.
Masing-masing
kabupaten/kota memiliki luas wilayah dan kepadatan penduduk yang berbeda.
75
4.2 Gambaran Umum Perekonomian Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 4.2.1 Tren Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan nilai PDRB terutama atas dasar harga konstan yang sangat penting bagi suatu negara karena dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan di bidang ekonomi. Para ahli ekonomi klasik juga mengatakan bahwa indikator ini merupakan indikator yang sangat diperlukan untuk menilai tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu daerah (BPS Provinsi Bali, 2009). Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila PDRB yang dicapai saat ini lebih tinggi dari PDRB tahun sebelumnya (Caska dan Riadi, 2008). Pertumbuhan ekonomi juga digunakan untuk menggambarkan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi yang cepat juga akan menyebabkan meningkatnya angka ketimpangan
pendapatan,
dimana
pendapatan
yang
tercipta
cenderung
mengumpul pada wilayah yang mempunyai faktor-faktor produksi lebih banyak (BPS Provinsi Bali, 2009). Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali dari tahun 2007-2013 menunjukkan tren yang fluktuatif. Data mengenai Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007-2013 diuraikan pada Tabel 4.1.
76
Tabel 4.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007-2013 (dalam persen) KABUPATEN/KOTA
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Jembrana
5.11
5.05
4.82
4.57
5.61
5.90
5.38
Tabanan
5.76
5.22
5.44
5.68
5.82
5.91
6.03
Badung
6.85
6.91
6.39
6.48
6.69
7.30
6.41
Gianyar
5.89
5.90
5.93
6.04
6.76
6.79
6.43
Klungkung
5.54
5.07
4.92
5.43
5.81
6.03
5.71
Bangli
4.48
4.02
5.71
4.97
5.84
5.99
5.61
Karangasem
5.20
5.07
5.01
5.09
5.19
5.73
5.81
Buleleng
5.82
5.84
6.10
5.85
6.11
6.52
6.71
Denpasar
6.60
6.83
6.53
6.57
6.77
7.18
6.54
Bali
5.92
5.97
5.33
5.83
6.49
6.65
6.05
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 Pada Tabel 4.1 ditemukan bahwa dalam kurun waktu tujuh tahun (20072013), perekonomian kabupaten/kota di Provinsi Bali terus mengalami pertumbuhan. Begitu pula halnya dengan perekonomian Bali yang mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun, pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali telah mencapai angka di atas 5 persen bahkan ada beberapa kabupaten/kota yang telah berada di atas pertumbuhan ekonomi Bali. Kondisi ini tentunya sangat menggembirakan di tengah suasana krisis yang masih berlangsung pada saat itu. Krisis yang berlangsung telah mengakibatkan tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 di beberapa daerah mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di samping itu, penurunan laju pertumbuhan ekonomi juga disebabkan oleh tingkat inflasi yang tinggi yakni mencapai 7,35 persen. Hal tersebut menyebabkan kenaikan harga-harga yang cukup tinggi dan mengganggu pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali (BPS Provinsi Bali, 2014).
77
4.2.2 Tren Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Ketimpangan distribusi pendapatan sering digunakan sebagai indikator perbedaan pendapatan per kapita, antar kelompok tingkat pendapatan, antar kelompok lapangan kerja, dan atau antar wilayah (Yeniwati, 2013). Di Provinsi Bali, kabupaten/kota yang memiliki pertumbuhan yang tinggi daripada kabupaten/kota yang lain berpotensi menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Ketimpangan dalam hal ini dapat diukur oleh Indeks Gini Rasio yang diuraikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Gini Rasio Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota Tahun 20072013 (Dalam Persen) Kabupaten/Kota
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Jembrana
0.2376
0.2583
0.2370
0.2575
0.4020
0.3706
0.3654
Tabanan
0.2481
0.2437
0.2525
0.2596
0.3648
0.3473
0.3792
Badung
0.1740
0.2673
0.2273
0.2864
0.3385
0.3258
0.3290
Gianyar
0.2408
0.2788
0.2487
0.2717
0.3279
0.3362
0.3196
Klungkung
0.2259
0.2876
0.2871
0.2857
0.3777
0.3473
0.3554
Bangli
0.1809
0.2365
0.2263
0.2217
0.2678
0.3053
0.3031
Karangasem
0.2288
0.2082
0.2147
0.2325
0.2916
0.2877
0.3229
Buleleng
0.2111
0.2485
0.2612
0.2557
0.3434
0.3330
0.3703
Denpasar
0.2685
0.2661
0.2652
0.2950
0.3399
0.4248
0.3386
Bali
0.2788
0.3104
0.2910
0.3700
0.4100
0.4300
0.4030
Sumber: Bali Dalam Angka, 2014 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa angka indeks gini rasio di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Gini rasio masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali dalam kurun waktu tujuh tahun (2007-2013) masih lebih rendah jika dibandingkan dengan gini rasio Bali. Ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali masih tergolong merata, namun tidak menutup kemungkinan akan terus
78
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Apabila angka indeks gini rasio meningkat setiap tahunnya dan diikuti pula dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali akan semakin melebar. 4.2.3 Tren Ekspor Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Perdagangan internasional secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang mencakup ekspor dan impor, baik berupa barang dan jasa yang dilakukan antar negara atas pertimbangan tertentu (keuntungan) dan dilakukan tanpa adanya tekanan dari pihak manapun juga. Ekspor merupakan variabel injeksi yang menambah besaran aliran pendapatan seperti halnya investasi, hal ini dikarenakan ekspor berasal dari produksi dalam negeri yang diperdagangkan di luar negeri. Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Menurut Irham dan Yogi (2003), mendefinisikan ekspor adalah menjual barang-barang ke luar negeri untuk memperoleh devisa yang akan digunakan bagi penyelenggaraan ekspor yang terjadi haruslah dengan diversifikasi ekspor sehingga bila terjadi kerugian dalam satu macam barang akan dapat diimbangi oleh keunggulan dari komoditi lainnya. Ekspor berpengaruh positif dan sangat signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
peningkatan
ekspor
berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Artinya hal ini sesuai dengan teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa ekspor memegang peranan utama dan signifikan terhadap proses pertumbuhan ekonomi dan
79
pembangunan suatu bangsa (Sutawijaya, 2009). Data mengenai Ekspor Barang dan Jasa Atas Dasar Harga Konstan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2013 diuaraikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3
Ekspor Barang dan Jasa Atas Dasar Harga Konstan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2013 (Juta Rupiah)
KABUPATEN/KOTA
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Jembrana
1.093.395
1.274.436
1.329.317
1.405.537
1.454.777
1.471.079
1.475.523
Tabanan
1.680.119
2.136.874
1.872.335
2.030.390
2.226.649
2.297.303
2.344.361
Badung
6.781.053
8.204.318
8.822.993
9.672.025
10.705.271
11.058.135
11.999.965
Gianyar
2.318.243
2.738.062
2.828.392
3.080.225
3.384.357
3.424.114
3.527.322
Klungkung
829.182
985.221
1.028.348
1.087.167
1.158.323
1.160.557
1.244.448
Bangli
705.741
781.586
889.245
957.173
1.038.009
1.053.599
1.108.460
Karangasem
516.767
608.697
730.887
783.487
842.814
853.202
920.664
Buleleng
1.400.504
1.485.186
1.531.883
1.664.151
1.769.982
1.795.119
1.839.200
Denpasar
3.794.720
4.114.857
4.265.863
4.641.076
5.166.142
5.646.424
5.900.272
Sumber: PDRB Provinsi Bali 2014. Berdasarkan Tabel 4.3, bisa kita lihat hampir setiap tahun di semua kabupaten/kota di Provinsi Bali mengalami kenaikan ekspor barang dan jasanya, hanya Kabupaten Tabanan yang mengalami penurunan di tahun 2009 yakni 1.872.335 (juta rupiah) di bandingkan tahun sebelumnya yakni sebesar 2.136.874 (juta rupiah) hal ini disebabkan oleh krisis di tahun 2008 yang di alami oleh dunia dan ikut dirasakan oleh Indonesia. Akan tetapi secara keseluruhan ekspor kabupaten/kota di Provinsi Bali memilik tren positif, itu dikarenakan Provinsi Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata dunia maka tidak heran ekspor di kabupaten/kota di Provinsi Bali setiap tahun meningkat dan ekspor itu pun menjadi salah satu opsi bagi kabupaten/kota di Provinsi Bali dalam meningkatkan
80
penerimaan asli daerah mereka serta ekspor berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, masih kita lihat perbedaan yang cukup signifikan antara Kabupaten Badung (tertinggi) dan Kabupaten Karangasem (terendah), itu dikarenakan Kabupaten Badung yang memiliki sektor pariwisata yang potensial sedangkan Kabupaten Karangasem belum menjadi destinasi utama pariwisata di Provinsi Bali dan itu menjadi alasan kenapa ekspor Kabupaten Badung menempati peringkat pertama di Provinsi Bali dan Kabupaten Karangasem menempati peringkat terendah di Provinsi Bali. 4.2.4 Tren Penanaman Modal Asing Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Penanaman modal asing menurut UU No.25 tahun 2007 adalah kegiatan menanam aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh asing baik dalam perorangan maupun badan usaha. Penamanan modal asing diperlukan bagi negera berkembang untuk membantu mempercepat pertumbuhan ekonominya. Hal ini dikarenakan peran modal asing membantu dalam industrialisasi dan pembaharuan teknologi yang digunakan dalam negara berkembang tersebut. Selain itu modal asing diperlukan untuk menciptakan kesempatan lapangan kerja baru dan menambah keterampilan kehalian dari tenaga kerja. Penanaman Modal Asing (PMA) dapat diartikan sebagai penanaman modal yang dilakukan oleh pihak swasta di negara asal pemilik modal, atau penanaman modal suatu negara ke negara lain atas nama pemerintah negara pemilik modal (Jhinggan, 2004:483). Data mengenai Realisasi Penanaman Modal Asing di Bali
81
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007 – 2013 diuraikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4
1 . 2 . 3 . 4 . 5 . 6 . 7 . 8 . 9 .
Realisasi Penanaman Modal Asing di Bali Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007 – 2013 (Juta Rupiah)
Kabupaten/Kota Regency/City
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Jembrana
9.505
1.820
22.092
-
10.829
1.860
1.395
Tabanan
5.733
3.640
238.895
25.643
54.349
331.912
Badung
232.956
624.822
1.968.457
2.626.328
1.430.453
4.081.991
3.021.220
Gianyar
19.701
18.483
28.392
2.360
79.848
180 015
95.897
Klungkung
195.105
1.365
-
1.001
1 853
4.937
-
2.275
1.556
2.093
140
140
Bangli
-
-
-
Karangasem
4.550
1.011
6.734
1.239.098
590.017
50.035
23.547
Buleleng
2.047
-
6.370
17.019
2.058.869
70.829
60.483
Denpasar
198.790
87.111
58.837
84.905
188.218
37.693
95.443
Sumber : Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali Berdasarkan Tabel 4.4, terlihat bahwa masing-masing kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Bali mengalami tren yang fluktuatif dan tidak ada kabupaten/kota di Provinsi Bali yang memiliki tren meningkat kecuali Kabupaten Badung, itu dikarenakan Kabupaten Badung memiliki potensi pariwisata yang sangat luar biasa dan itu menjadi daya tarik bagi para investor asing untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Badung. Akan tetapi di tahun 2013 Kabuapaten Badung pun mengalami penurunan itu disebabkan oleh krisis yang dialami oleh dunia pada saat itu. Kabupaten Bangli salah satu kabupaten yang menempati peringkat terendah di Provinsi Bali itu dikarenakan Kabupaten Bangli satu-satunya di Provinsi Bali yang tidak memiliki pantai serta infrastruktur yang
82
belum mendukung menjadi salah satu faktor kenapa investor asing tidak tertarik untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Bangli. 4.3 Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui hubungan-hubungan antar variabel penelitian, yang merupakan koefisien jalur dalam penelitian ini. Koefisien jalur dapat dibuat dalam bentuk diagram jalur (Suyana Utama, 2012). Model tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural sebagai berikut: Persamaan Struktural 1 X3 = 0,912X1 - 0,318X2 + e1 Persamaan Struktural 2 Y = -0,385X1 + 0,164X2 + 0,634X3 + e2 4.3.1 Evaluasi Terhadap Validitas Model Tabel 4.5 Ringkasan Koefisien Jalur Regresi X1 → X3
Koef. Regresi Standar 0,912
X2 → X3
Standar t hitung Eror
P. Value
Keterangan
0,000
6,728
0,000
Signifikan
-0,318
0,000
-2,345
0,022
Tidak signifikan
X1 → Y
-0,385
0,000
-1,704
0,094
Signifikan
X2 → Y
0,164
0,000
0,922
0,360
Tidak signifikan
X3 → Y
0,634
0,013
3,909
0,000
Signifikan
Keterangan: X1 = Ekspor X2 = Penanaman Modal Asing X3 = Pertumbuhan Ekonomi
83
Y
= Ketimpangan Distribusi Pendapatan Tabel 4.5 menjelaskan bahwa variabel ekspor (X1) berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi (X3) dan penanaman modal asing (X2) tidak berpengaruh
signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
(X3).
Variabel
pertumbuhan ekonomi (X3) dan variabel ekspor (X1) berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan (Y). Sementara itu, penanaman modal asing (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan (Y). Berdasarkan ringkasan koefisien jalur di atas maka dapat dibuat diagram jalur seperti di bawah ini. Gambar 4.1 Diagram Analisis Jalur Penelitian
Ekspor (X1)
b3 (-0,385)
b1 (0,912)
b1 0,912
e1
Penanaman Modal Asing
Pertumbuhan Ekonomi (X3)
b5 (0,634)
Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y)
b2 (-0,318)
0,879 b4 (0,164)
(X2)
e2
Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dihitung pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh total antar variabel seperti berikut:
84
Tabel 4.6 Ringkasan Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung dan Total Pengaruh Antar Variabel Penelitian X1
Variabel
X2
PL
PTL
TP
PL
PTL
TP
X3
0,912
-
0,912
-0,318
-
-0,318
Y
-0,385
0,634
0,193
0,164
-0,201
-0,037
Keterangan: PL PTL TP X1 X2 X3 Y
= Pengaruh Langsung = Pengaruh Tidak Langsung = Total Pengaruh = Ekspor = Penanaman Modal Asing = Pertumbuhan Ekonomi = Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Tabel 4.6 pengaruh langsung variabel X1 terhadap variabel X3 adalah 0,912. Pengaruh tidak langsungnya tidak ada dan pengaruh totalnya menjadi 0,912. Pengaruh langsung variabel X1 terhadap Y adalah -0,385. Pengaruh tidak langsung X1 terhadap Y melalui X3 diperoleh dari b1 x b5 atau 0,912 x 0,634 = 0,578. Oleh karena itu, pengaruh total X1 terhadap Y melalui X3 adalah sebesar 0,385 + 0,578 = 0,193. Pengaruh langsung variabel X2 terhadap variabel X3 adalah -0,318. Pengaruh tidak langsungnya tidak ada dan pengaruh totalnya menjadi -0,318. Pengaruh langsung variabel X2 terhadap Y adalah 0,164. Pengaruh tidak langsung X2 terhadap Y melalui X3 diperoleh dari b2 x b5 atau -0,318 x 0,634= -0,201. Oleh karena itu, pengaruh total X2 terhadap Y melalui X3 adalah sebesar 0,164 -0,201 = -0,037.
85
4.3.2
Nilai Kekeliruan Taksiran Standar
Untuk mengetahui nilai e1 yang menunjukkan jumlah variansi variabel pertumbuhan ekonomi (X3) yang tidak dijelaskan oleh ekspor (X1), dan penanaman modal asing (X2), dihitung dengan rumus:e1 = √1 − 𝑟 2 e1 = √1 − 0,503 = 0,705. Sementara itu, untuk mengetahui nilai e2yang menunjukkan jumlah variansi variabel ketimpangan distribusi pendapatan (Y) yang tidak dijelaskan oleh ekspor (X1), penanaman modal asing (X2) dan pertumbuhan ekonomi (X3), dihitung dengan rumus:e2 = √1 − 𝑟 2 e2 = √1 − 0,228 = 0,879. 4.3.3 Nilai Koefisien Determinasi Total Untuk memeriksa validitas model, terdapat indikator untuk melakukan pemeriksaan, yaitu koefisien determinasi total yang hasilnya sebagai berikut: R2m = 1 - (e1)2 (e2)2 R2m = 1 - (0,705)2 (0,879)2 R2m = 0,616 Keterangan: R2m: Koefisien determinasi total e1, e2: Nilai kekeliruan taksiran standar Koefisien determinasi total sebesar 0,616 mempunyai arti bahwa sebesar 61,6 persen variasi ketimpangan distribusi pendapatan dipengaruhi model yang dibentuk oleh ekspor, penanaman modal asing dan pertumbuhan ekonomi,
86
sedangkan sisanya yaitu 38,4 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar model yang dibentuk. 4.3.4 Pengujian Hipotesis Penelitian 4.3.4.1 Pengaruh Langsung 1) Pengaruh langsung Ekspor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali i)
Rumusan Hipotesis H0: β1x1 = 0 : artinya Ekspor (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi (X3) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. H1: βi > 0 : artinya Ekspor (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi (X3) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
ii) Menentukan Taraf Nyata α= 5% = 0,05 iii) Statistik Uji dan Daerah Kritis Statistik Uji tj =
bj− βj0 𝑆𝑏𝑗
……………………………………………………………(4)
Keterangan:
bj = Koefisien Regresi parsial ke-j dari regresi sampel. βj0 = Koefisien regresi pada Ho (Koefisien regresi yang dihipotesiskan). Sbj = Kesalahan standar (standar error) koefisien regresi sampel.
87
Daerah Kritris: α = 5% = 0,05. Nilai t[α ; n – k+1)] = t[0,05 ; 63 – (4+1)]
=
1,671, maka
daerah kritisnya adalah t > t[0,05 ; 58] = 1,671. Gambar 4.2
Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho untuk Variabel Ekspor terhadap Variabel Pertumbuhan Ekonomi f(t) H0 Daerah Penerimaan H0 t 1,617 t-hit =6,728
Sumber: Nata Wirawan (2014:282)
iv) Menghitung Statistik Uji t tabel = 6,728 dan nilai probabilitas sebesar 0,000 (hasil SPSS Lampiran 2) v) Mengambil Simpulan Oleh karena statistik uji jatuh pada daerah tolak H0 6,728 > 1,671 dan nilai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian Ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat dijelaskan bahwa selama tahun 20072013, Ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Hal ini sejalan dengan penelitian Kholis (2012), dimana impor memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi ini
88
menunjukkan adanya hubungan searah antara Ekspor dengan Pertumbuhan Ekonomi, sehingga kenaikan Ekspor akan meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi. Ekspor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ekspor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, serta menyajikan akses ke sumber-sumber daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai produk ekspor yang mana tanpa produk-produk tersebut, maka negara-negara miskin tidak akan mampu mengembangkan kegiatan dan kehidupan perekonomian nasionalnya. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam menjalankan usaha-usaha pembangunan mereka melalui promosi serta penguatan sektor-sektor ekonomi yang mengandung keunggulan komparatif, baik itu berupa ketersediaan faktor-faktor produksi tertentu dalam jumlah yang melimpah, atau keunggulan efisiensi alias produktifitas tenaga kerja. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam menganbil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki. 2) Pengaruh langsung Penanaman Modal Asing terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali i)
Rumusan Hipotesis H0: β2x2 = 0 : artinya Penanaman Modal Asing (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. H1: βi > 0
: artinya Penanaman Modal Asing (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi (X3) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
89
ii) Menentukan Taraf Nyata α= 5% = 0,05 iii) Statistik Uji dan Daerah Kritis Statistik Uji tj =
bj− βj0 𝑆𝑏𝑗
……………………………………………………………(4)
Keterangan:
bj = Koefisien Regresi parsial ke-j dari regresi sampel. βj0 = Koefisien regresi pada Ho (Koefisien regresi yang dihipotesiskan). Sbj = Kesalahan standar (standar error) koefisien regresi sampel. Daerah Kritris: α = 5% = 0,05. Nilai t[α ; n – (k+1)] = t[0,05 ; 63 – (4+1)]
=
1,671, maka
daerah kritisnya adalah t > t[0,05 ; 58] = 1,671. Gambar 4.3 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho untuk Variabel Penanaman Modal Asing terhadap Variabel Pertumbuhan Ekonomi f(t) Daerah Penolakan H0 Daerah Penerimaan H0
1,671
t-hit=-2,345
t
Sumber: Nata Wirawan (2014:282)
iv) Menghitung Statistik Uji t tabel= -2,345 dan nilai probabilitas sebesar 0,022 (hasil SPSS Lampiran 2)
90
v) Mengambil Simpulan Oleh karena statistik uji jatuh pada daerah penerimaan H0 -2,345 < 1,671 dan nilai probabilitas sebesar 0,022 < 0,05. Hal ini berarti H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian Penanaman Modal Asing tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat dilihat bahwa hubungan variabel Penanaman Modal Asing terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali selama tahun 2007-2013 adalah tidak berpengaruh signifikan. Ini berarti dengan meningkatnya Penanaman Modal Asing di masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Bali maka Pertumbuhan Ekonomi akan menurun. Menurut Andreas (2006), Ndikumana dan Verick (2008) dan Lumbila C (2005) Penanaman Modal Asing signifikan
terhadap
pertumbuhan
memiliki dampak positif dan berpengaruh ekonomi.
Selanjutnya,
penelitian
lain
menunjukkan bahwa efek dari penanaman modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi tergantung pada apakah daerah tersebut memiliki tingkat daya serap (dalam hal tenaga kerja terdidik, infrastruktur kelembagaan dan pasar ) yang memungkinkan untuk mengeksploitasi efek dari Penanaman Modal Asing (Borenztein et al, 1998). Manfaat penanaman modal asing sangat bervariasi di berbagai sektor, Penanaman Modal Asing di sektor primer cenderung memiliki efek negatif pada pertumbuhan ekonomi, hubungan positif untuk sektor manufaktur dan ambigu di sektor jasa. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja, infrastruktur dan pasar mempunyai peran penting agar penanaman
91
modal asing bisa memiliki nilai positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sehingga jelas, tenaga kerja terdidik, infrastruktur, dan pasar yang belum merata di setiap kabupaten/kota di Provinsi Bali menjadi penyebab pengaruh negatif Penanaman Modal Asing terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta jika dilihat dari data Realisasi Penanaman Modal Asing di Bali menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali pada tahun 2007, 2008, dan 2010 beberapa Kabupaten/Kota tidak mendapat penanaman modal asing dan data penanaman modal asing yang sangat fluktuatif serta tidak meratanya penyebaran Penanaman Modal Asing
di setiap Kabupaten/Kota
menjadi salah satu indikator kenapa Penanaman Modal Asing berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali. 3) Pengaruh langsung Ekspor terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali i)
Rumusan Hipotesis H0: β3x1 = 0 : artinya Ekspor (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. H1: βi < 0
: artinya Ekspor (X1) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
Ketimpangan
Distribusi
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. ii) Menentukan Taraf Nyata α= 5% = 0,05 iii) Statistik Uji dan Daerah Kritis Statistik Uji
92
Pendapatan
(Y)
tj =
bj− βj0 𝑆𝑏𝑗
………………………………………………………..........(4)
Keterangan:
bj = Koefisien Regresi parsial ke-j dari regresi sampel.
βj0 = Koefisien regresi pada Ho (Koefisien regresi yang dihipotesiskan). Sbj = Kesalahan standar (standar error) koefisien regresi sampel Daerah Kritris: α = 5% = 0,05. Nilai t[α ; n – (k+1)] = t[0,05 ; 63 – (4+1)]
=
1,671, maka
daerah kritisnya adalah t < t[0,05 ; 58] = -1,671. Gambar 4.4 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho untuk Variabel Ekspor terhadap Variabel Ketimpangan Distribusi Pendapatan f(t) Daerah Penolakan Ho
Daerah Penerimaan H0
t
t-hit=-1,704 -1,671
Sumber: Nata Wirawan (2014:282) iv) Menghitung Statistik Uji t tabel = -1,704 dan nilai probabilitas sebesar 0,094 (hasil SPSS Lampiran 3) v) Mengambil Simpulan Oleh karena statistik uji jatuh pada daerah penolakan H0 -1,704 < 1,671 dan nilai probabilitas sebesar 0,094 > 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian Ekspor berpengaruh negatif dan
93
signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Berdasarkan hasil analisis di atas, variabel Ekspor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan. Hal ini berarti meningkatnya Ekspor, maka Ketimpangan Distribusi Pendapatan akan menurun. Hal ini sejalan dengan penelitian Calderon dan Chong (2001) yang mempelajari sektor dan pendapatan ketimpangan eksternal dalam perekonomian saling tergantung dengan
menggunakan
pendekatan
data
panel
dinamis,
dan
menunjukkan bahwa Ekspor mengurangi ketimpangan pendapatan tetapi ketika dummies interaktif yang digunakan untuk menguji apakah Ekspor telah menentang
efek
terhadap
ketimpangan
pendapatan
tergantung
pada
pengembangan, mereka menemukan bahwa Ekspor adalah positif dan hampir tidak signifikan bagi negara-negara industri dan adalah negatif dan signifikan secara statistik untuk negara-negara berkembang. Oleh karena itu, Kabupaten/Kota di Provinsi Bali yang merupakan bagian dari negara berkembang, pada saat Ekspor meningkat maka ketimpangan distribusi pendapatanpun akan menurun itu dikarenakan untuk negara berkembang yang melakukan kegiatan Ekspor, akan memungkinkan para pelaku usahanya mengimpor teknologi yang akan meningkatkan keterampilan tenaga kerja dalam menghadapi persaingan serta akan meningkatkan pendapatan mereka, beda halnya untuk negara-negara yang sudah berkembang. 4) Pengaruh langsung Penanaman Modal Asing terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
94
i)
Rumusan Hipotesis H0: β4x2 = 0 : artinya Penanaman Modal Asing (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. H1: βi > 0
: artinya Penanaman Modal Asing (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
ii) Menghitung Taraf nyata α = 5% = 0,05 iii) Statistik Uji dan Daerah Kritis Statistik Uji tj =
bj− βj0 𝑆𝑏𝑗
……………………………………………………………(4)
Keterangan:
bj = Koefisien Regresi parsial ke-j dari regresi sampel.
βj0 = Koefisien regresi pada Ho (Koefisien regresi yang dihipotesiskan). Sbj = Kesalahan standar (standar error) koefisien regresi sampel. Daerah Kritris: α = 5% = 0,05. Nilai t[α ; n – (k+1)] = t[0,05 ; 63 –(4+1)] daerah kritisnya adalah t > t[0,05 ; 58] = 1,671.
95
=
1,671, maka
Gambar 4.5 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho untuk Variabel Ekspor terhadap Variabel Ketimpangan Distribusi Pendapatan f(t)
Daerah Penerimaan H0
Daerah Penolakan H0Daerah Penolakan
t 1,671
t-hit = 0,922
Sumber: Nata Wirawan (2014:282) iv) Menghitung Statistik Uji t tabel = 0,922 dan nilai probabilitas sebesar 0,360 (hasil SPSS Lampiran 3) v)
Mengambil Simpulan Oleh karena statistik uji jatuh pada daerah penerimaan H0 0,922 < 1,671 dan nilai probabilitas sebesar 0,360 > 0,05. Hal ini berarti H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian Penanaman Modal Asing tidak berpengaruh signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
Berdasarkan hasil analisis di atas, variabel Penanaman Modal Asing tidak berpengaruh
signifikan
terhadap
Ketimpangan
Distribusi
Pendapatan
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Hal ini menunjukkan jika Penanaman Modal Asing bertambah maka Ketimpangan Distribusi Pendapatan juga ikut meningkat karena biasanya para investor asing menanamkan modalnya hanya terpusat pada daerah-daerah yang dianggap memiliki kualitas sumber daya yang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Figini dan Gorg (2006), dimana di negara berkembang
96
Penanaman Modal
Asing berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan, itu dikarenakan tingkat perkembangan dan tingkat pendidikan para tenaga kerja yang berbeda-beda. 5) Pengaruh langsung pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali i)
Rumusan Hipotesis H0: β5x3 = 0 : artinya Pertumbuhan Ekonomi (X3) tidak berpengaruh signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. H1: βi > 0
: artinya Pertumbuhan Ekonomi (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
ii) Menghitung Taraf nyata α = 5% = 0,05 iii) Statistik Uji dan Daerah Kritis Statistik Uji tj =
bj− βj0 𝑆𝑏𝑗
……………………………………………………………(4)
Keterangan:
bj = Koefisien Regresi parsial ke-j dari regresi sampel. βj0 = Koefisien regresi pada Ho (Koefisien regresi yang dihipotesiskan). Sbj = Kesalahan standar (standar error) koefisien regresi sampel. Daerah Kritris: α = 5% = 0,05. Nilai t[α ; n – (k+1)] = t[0,05 ; 63 – (4+1)] daerah kritisnya adalah t > t[0,05 ; 58] = 1,671.
97
=
1,671, maka
Gambar 4.6 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho untuk Variabel Pertumbuhan Ekonomi terhadap Variabel Ketimpangan Distribusi Pendapatan f(t) Daerah Penolakan H0 Daerah Penerimaan H0 t 1,671 t-hit=3,909
Sumber: Nata Wirawan (2014:282) iv) Menghitung Statistik Uji t tabel = 3,909 dan nilai probabilitas sebesar 0,000 (hasil SPSS Lampiran 3). v) Menarik Simpulan Oleh karena statistik uji jatuh pada daerah penolakan H0 3,909 > 1,671 dan nilai probabilitas sebesar 0,000 > 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Berdasarkan hasil analisis statistik di atas, diketahui bahwa hubungan pertumbuhan
ekonomi
terhadap
ketimpangan
distribusi
pendapatan
kabupaten/kota di Provinsi Bali adalah berpengaruh positif dan signifikan. Hal ini berarti semakin tinggi pertumbuhan ekonomi semakin tinggi ketimpangan distribusi pendapatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penyataan Kuznets dalam (Arsyad, 2010:293) bahwa pertumbuhan ekonomi di negara berkembang pada
98
awalnya
cenderung
menyebabkan
tingginya
tingkat
kemiskinan
dan
ketidakmerataan distribusi pendapatan. Bila negara-negara berkembang tersebut sudah semakin maju, maka persoalan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan akan menurun (an inverse U shaped pattern) atau dengan kata lain dalam jangka pendek ada korelasi positif antara pertumbuhan pendapatan perkapita dengan disparitas pendapatan. Di Provinsi Bali, kesenjangan antar kabupaten/kota seringkali menjadi permasalahan yang serius. Beberapa daerah dapat mencapai pertumbuhan yang signifikan, sementara beberapa daerah lainnya mengalami pertumbuhan yang lambat. Daerah yang mengalami kemajuan sedang biasanya disebabkan karena kurangnya sumber-sumber yang dimiliki, adanya kecenderungan pemilik modal (investor) memilih daerah perkotaan atau daerah yang memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi juga tenaga terampil. Fenomena tersebut mengakibatkan semakin tingginya pertumbuhan ekonomi, maka akan diikuti pula oleh kenaikan angka ketimpangan distribusi pendapatan. 4.3.4.2 Pengaruh Tidak Langsung Melalui Pengujian Variabel Mediasi 1) Pengaruh
tidak
langsung
Ekspor
terhadap
Ketimpangan
Distribusi
Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali i)
Rumusan Hipotesis H0:
Ekspor (X1) secara tidak langsung tidak berpengaruh terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) melalui Pertumbuhan Ekonomi (X3) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
99
H1:
Ekspor (X1) secara
tidak langsung berpengaruh terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) melalui Pertumbuhan Ekonomi (X3) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. ii) Menghitung Taraf nyata α = 5% = 0,05 iii) Statistik Uji dan Daerah Kritis Statistik Uji Pengaruh tidak langsung variabel Ekspor (X1) terhadap variabel Ketimpangan Distrubusi Pendapatan (Y) melalui variabel Pertumbuhan Ekonomi (X3) dapat dihitung dengan cara mengalikan koefisien jalur X1 terhadap X3 yaitu b1 dengan koefisien jalur X3 yaitu b5. Standar error koefisien b1 dan b5 ditulis dengan Sb1 dan Sb5, besarnya standar error tidak langsung Sb1b5 dihitung dengan rumus berikut ini: 2 2 2 2 𝑆𝑏1𝑏5 = √𝑏52 𝑆𝑏1 + 𝑏12 𝑆𝑏5 + 𝑆𝑏1 𝑆𝑏5 ..................................................(6)
Untuk
menguji
pengaruh
tidak
langsung
Ekspor
terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan melalui Pertumbuhan Ekonomi dapat menggunakan uji t (uji t-hitung), dengan rumus berikut ini:
𝑡=
𝑏1 𝑏5 𝑆𝑏1 𝑏5
...............................................................................................(7)
Daerah Kritris: α = 5% = 0,05 (Uji dua sisi). Titik/nilai kritisnya adalah t(α/2 ; n-4) = t
(0,025 ; 59) =
2,000, maka titik kritisnya adalah ± t (0,025 ; 59) =
± 2,000. Daerah kritisnya/penolakan H0 adalah daerah sebelah kiri dari -t
100
(0,025 ; 59) =
-2,000 atau t < -2,000 dan daerah sebelah kanan dari t(0,025 ; 59) =
2,000 atau t > 2,000. Gambar 4.7 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho untuk Variabel Ekspor terhadap Variabel Ketimpangan Distibusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi f(t) Daerah Penolakan H0
Daerah Penolakan Ho
Daerah Penerimaan H0
2,000 t-hit=48,148
-2,000
t
Sumber: Nata Wirawan (2014:282) iv) Menghitung statistik ujiPerhitungan 2 2 2 2 𝑆𝑏1𝑏5 = √𝑏52 𝑆𝑏1 + 𝑏12 𝑆𝑏5 + 𝑆𝑏1 𝑆𝑏5
𝑆𝑏1𝑏5 = √(0,634)2 (0,000)2 + (0,912)2 (0,013)2 + (0,000)2 (0,013)2
𝑆𝑏1𝑏5 = √(0) + (0,0001405647) 𝑆𝑏1𝑏5 = √(0,00014) 𝑆𝑏1𝑏5 = 0,012 Berdasarkan perhitungan diatas, untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung maka harus menghitung nilai t (uji t-hitung) dari koefisien Sb1b5 dengan rumus sebagai berikut: 𝑡=
𝑏1 𝑏5 𝑆𝑏1 𝑏5
𝑡=
(0,912)(0,634) 0,012
𝑡=
0,578208 0,012
𝑡 = 48,184
101
v)
Mengambil Simpulan
Oleh karena t hitung sebesar 48,184 > 2,000, hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, ekspor secara tidak langsung berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali atau dapat dikatakan pula bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan variabel mediasi dalam pengaruh ekspor terhadap ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Pertumbuhan ekonomi sebagai variabel mediasi mampu memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap hubungan Ekspor dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan. Kabupaten/kota di Provinsi Bali. Besarnya
pengaruh
tidak
Ekspor
terhadap
Ketimpangan
Distribusi
Pendapatan secara tidak langsung melalui Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali adalah: X1 X3 Y b1 x b5 = (0,912 x 0,634) = 0,578 Nilai sebesar 0,578 mempunyai arti bahwa pengaruh tidak langsung eksporterhadap ketimpangan distribusi pendapatan secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali adalah sebesar 57,8 persen. 2) Pengaruh tidak langsung Penanaman Modal Asing terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali i)
Rumusan Hipotesis
102
H0:
Penanaman Modal Asing (X2) secara tidak langsung tidak berpengaruh terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y) melalui Pertumbuhan Ekonomi (X3) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
H1:
Penanaman Modal Asing (X2) secara tidak langsung berpengaruh terhadap
Ketimpangan
Distribusi
Pendapatan
(Y)
melalui
Pertumbuhan Ekonomi (X3) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. ii)
Menghitung Taraf nyata α = 5% = 0,05
iii) Statistik Uji dan Daerah Kritis Statistik Uji Pengaruh tidak langsung variabel Penanaman Modal Asing (X2) terhadap variabel Ketimpangan Distrubusi Pendapatan (Y) melalui variabel Pertumbuhan Ekonomi (X3) dapat dihitung dengan cara mengalikan koefisien jalur X2 terhadap X3 yaitu b2 dengan koefisien jalur X3 yaitu b5. Standar error koefisien b2 dan b5 ditulis dengan Sb2 dan Sb5, besarnya standar error tidak langsung Sb2b5 dihitung dengan rumus berikut ini: 2 2 2 2 𝑆𝑏2𝑏5 = √𝑏52 𝑆𝑏2 + 𝑏22 𝑆𝑏5 + 𝑆𝑏2 𝑆𝑏5 ..................................................(8)
Untuk menguji pengaruh tidak Langsung Penanaman Modal Asing terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan melalui Pertumbuhan Ekonomi dapat menggunakan uji t (uji t-hitung), dengan rumus berikut ini:
103
𝑡=
𝑏2 𝑏5 𝑆𝑏2 𝑏5
...............................................................................................(9)
Daerah Kritris: α = 5% = 0,05 (Uji dua sisi). Titik/nilai kritisnya adalah t(α/2 ; n-4) = t
(0,025 ; 59) =
2,000, maka titik kritisnya adalah ± t (0,025 ; 59) =
± 2,000. Daerah kritisnya/penolakan H0 adalah daerah sebelah kiri dari -t (0,025 ; 59) =
-2,000 atau t < -2,000 dan daerah sebelah kanan dari t(0,025 ; 59) =
2,000 atau t > 2,000. Gambar 4.8 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho untuk Variabel Penanaman Modal Asing terhadap Variabel Ketimpangan Distibusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi f(t) Daerah Penolakan H0
Daerah Penolakan Ho
Daerah Penerimaan H0
t-hit= -15,508 -2,000
2,000
t
Sumber: Nata Wirawan (2014:282)
iv) Menghitung Statistik Uji 2 2 2 2 𝑆𝑏2𝑏5 = √𝑏52 𝑆𝑏2 + 𝑏22 𝑆𝑏5 + 𝑆𝑏2 𝑆𝑏5
𝑆𝑏2𝑏5 = √(0,634)2 (0,00)2 + (−0,318 )2 (0,013)2 + (0,00 )2 (0,013)2 𝑆𝑏2𝑏5 = √(0,401956)(0) + (0,101124)(0,000169) + (0)(0,000169) 𝑆𝑏2𝑏5 = √(0) + (0,00017) + (0) 𝑆𝑏2𝑏5 = 0,013
104
Berdasarkan perhitungan diatas, untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung maka harus menghitung nilai t (uji t-hitung) dari koefisien Sb2b5 dengan rumus sebagai berikut:
𝑏2 𝑏5 𝑆𝑏2 𝑏5
𝑡= 𝑡=
(−0,318)(0,634) 0,013
𝑡=
−0,201612 0,013
𝑡 = −15,508 v) Mengambil Simpulan Oleh karena t hitung sebesar -15,508 < -2,000, hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, penanaman modal asing secara tidak langsung berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali atau dapat dikatakan pula bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan variabel mediasi dalam pengaruh penanaman modal asing terhadap ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Besarnya pengaruh tidak langsung penanaman modal asing terhadap ketimpangan distribusi pendapatan secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali adalah X2 X3 Y b2 x b5 = (-0,318x 0,634) = -0,201 Nilai sebesar -0,201 mempunyai arti bahwa pengaruh tidak langsung penanaman modal asing terhadap ketimpangan distribusi pendapatan secara tidak
105
langsung melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali adalah sebesar negatif 20,1 persen.
106
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Sedangkan Penanaman Modal Asing tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. 2) Ekspor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Penanaman Modal Asing tidak berpengaruh signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, sedangkan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. 3) Ekspor secara tidak langsung berpengaruh terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan melalui Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, atau dengan kata lain Pertumbuhan Ekonomi merupakan variabel mediasi dalam pengaruh Ekspor terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, dan Penanaman Modal Asing secara tidak langsung berpengaruh terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan melalui Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, atau dengan kata lain Pertumbuhan Ekonomi merupakan variabel mediasi dalam pengaruh
107
Penanaman Modal Asing terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 5.2 Saran Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan maka dapat diajukan saran sebagai berikut. 1) Pemerintah daerah diharapkan mampu merumuskan kebijakan pembangunan yang tepat untuk masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali agar tingkat ketimpangan distribusi pendapatan semakin rendah. 2) Pemerintah daerah diharapkan mampu mengarahkan pengembangan infrastruktur kepada kabupaten-kabupaten yang selama ini memiliki investasi rendah, agar alokasi penanaman modal asing tidak terpusat pada Kabupaten Badung dan Kota Denpasar saja. Pengalokasian investasi juga harus dilihat berdasarkan seberapa banyak potensi daerah yang belum diupayakan sehingga mampu memberikan nilai tambah terhadap pembentukan PDRB masing-masing kabupaten/kota
3) Pemerintah daerah diharapkan memperhatikan kualitas tenaga kerja terdidik di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali, seperti memberikan pelatihan-pelatihan
kepada
tenaga
kerja
mengenai
bagaimana
cara
meningkatkan nilai produksi, dan peningkatan kualitas pendidikan. Kualitas tenaga kerja yang baik akan memperlebar peluang kerja, dan menarik para investor untuk melakukan investasi sehingga tingkat ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota akan berkurang. 4) Pemerintah diharapkan mampu mempermudah proses birokrasi baik untuk kegiatan ekspor maupun kegiatan penanaman modal asing agar dapat
108
mempermudah para pelaku usaha (ekspor) dalam melakukan kegiatan usahanya serta dengan birokrasi yang baik maka akan mampu menarik para investor untuk menanamkan modalnya.
109
DAFTAR RUJUKAN Afin, Rifai & Nur Alfillail Oktarani. 2008. Perdagangan Internasional, Investasi Asing, dan Efisiensi Perekonomian Negara-negara ASEAN. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Andreas, J. 2006. The Effects of FDI Inflows on host Country Economic Growth. CESIS Electronic UK. Working Paper Series No. 58. Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Edisi Kelima. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2009. Bali Dalam Angka. Bali: BPS Provinsi Bali. -------. 2009. PDRB Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali2004-2008. Bali: BPS Provinsi Bali. -------. 2014. Bali Dalam Angka. Bali: BPS Provinsi Bali. -------. 2014. PDRB Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali2007-2013. Bali: BPS Provinsi Bali. Borensztein, E. J., De Gregorio, J. W., Lee, J. W. 1998. How Does FDI Affect Economic Growth? Journal Inter Econs. 45(1): 115–135. Calderon, C., & Chong, A. 2001. External sector and income inequality in interdependent economies using a dynamic panel data approach. Economic Letters, 71(2), 225-231. Caska dan Riadi. 2008. Pertumbuhan dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah di Provinsi Riau. Jurnal Industri dan Perkotaan. 12 (21), hal: 1629-1642. FKIP Universitas Riau. Dachliani, Diesy Meireni. 2006. Permintaan Impor Gula Indonesia Tahun 1980 – 2003. Tesis. Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Universitas Diponegoro Semarang. Figini dan Gorg. 2006. Does Foreign Direct Investment Affect Wage Inequality? An Empirical Investigation. Discussion Paper. IZA DP No. 2336. Gama, Ayu Savitri. 2009. Disparitas dan Konvergensi Produk Domestik Regionsl Bruto (PDRB) Per Kapita Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Jurnal Ekonomi dan Sosial INPUT. 2 (1), hal: 38-48. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
110
Geppert, Kurt, et al. 2005. Regional Disparities in The European Union: Convergence and Agglomeration. German Institute of Economic Research.DIW Berlin. Halmos, Kornél. 2011. The Effect of FDI, Exports and GDP on Income Inequality in 15 Eastern European Countries Acta Polytechnica HungaricaVol. 8, No. 1, 2011. Hidayat, Muhammad Haris. 2014. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, dan IPM Terhadap Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2012. Skripsi. Sarjana Jurusan IESP pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang. Irham dan Yogi. 2003. Ekspor di Indonesia. Cetakan Pertama. Pustaka Binaman. Jakarta : Pressindo. Jhingan, M L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kholis, M. 2012. Dampak foreign direct investment terhadap pertumbuhan Ekonomi indonesia; Studi makroekonomi dengan penerapan data panel. Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 8, Nomor 2, September 2012, 111-120. UPBJJ UT Surakarta Komalasari, Irma. 2009. Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Biji Kakao Indonesia. [http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12960]. Lindaman, Kara dan Kurt Thurmaier. 2002. Beyond Efficiensy and Economy: AnAxamination of Basic Need and Fiscal Decentralization. Journal of Economic Development and Cultural Change. 50 (4), pp: 915-934. The University of Chicago. Lumbila, K.N. 2005. What makes FDI Work? A Panel Analysis of the Growth Effect of FDI in Africa. Africa Region Working paper. Series No. 80. Mahesa, Ngakan Putu. 2013. Analisis Pertunbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Pendapatan Antar Kecamatan Di Kabupaten Gianyar.E-Jurnal EP Unud. 2 (3), hal: 119-128. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Mankiw, N Gregory et al. 2008. Pengantar Ekonomi Makro edisi Asia vol. 2. Jakarta: Salemba Empat. Maulidi, Muhammad Iqbal. 2013. Pengaruh utang luar negeri dan Penanaman modal asing (pma) terhadap Pertumbuhan ekonomi di Indonesia Periode
111
1990-2011. Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uin Syarif Hidayatullah. Jakarta. Musfidar, Ma’mun. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketimpangan Distribusi Pendapatan Di Sulawesi Selatan Tahun 2001-2010. Skripsi.Jurusan Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Makasar. Nata, Wirawan. 2014. Statistika Ekonomi dan Bisnis (Statistika Inferensia). Edisi Ketiga. Denpasar: Keraras Emas. Ndikumana, L., Verick, S. 2008. The Linkages between FDI and Domestic Investment: Unravelling the Developmental Impact of Foreign Direct Investment in Sub – Saharan Africa. IZA Working Paper No. 3296. Nunnenkam, Peter. 2011. FDI and Income Inequality: Evidence from Europe. JournalKiel Institute for the World Economy, Hindenburgufer 66, 24105 Kiel, Germany. Pratiwi, Dian Rizky Ayu. 2013. Pengaruh Penanaman Modal Asing dan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Pendidikan Ekonomi. Vol. 1. No.3. Universitas Negeri Surabaya. Priadi, Yuni Utomo. 2000. Ekspor Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Atau Pertumbuhan Mendorong ekspor. Yogyakarta: Jurnal management. Vol.1.No.1. UII Yogyakarta Rahyuda, Ketut., I Gusti Murjana Yasa dan Ni Nyoman Yuliarmi. 2004. Metodelogi Penelitian. Denpasar: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima, Jilid 1. Haris Munandar [Penerjemah]. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sugiyono. 2007. Metodelogi Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Cetakan Pertama. Bandung: Alfabeta. --------. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke-17. Bandung: Alfabeta. Sukirno, Sadono, 1976, Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan Daerah. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia --------. 2006. Makroekonomi: Teori pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
112
-------. 2011. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa. Sutawijaya, Adrian. 2009. Pengaruh Ekspor Dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1980-2006. Jurnal Organisasi dan Manajemen. Vol. 6. No.1. Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka Jakarta. Suyana Utama, Made. 2012. Aplikasi Analisis Kuantitatif. Edisi Ketiga. Denpasar: Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Tabassum, Amina dan Tariq Majeed. 2008. Economic Growth and Income Inequality Relationship: Role of Credit Market Imperfection. The Pakistan Development Review, 47 (4), pp: 727-743. Economics Department Quaidi-Azam University, Islamabad. Tambunan, Tulus T.H. 2001. Perekonomian Indonesia Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia. Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional. Edisi Revisi. Jakarta: Sinar Grafika Offset Todaro, Michael P. and Stephen C. Smith.2004. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga --------.2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Penerbit Erlangga. UNCAD, 2006, World Investment Report, New York: United Natons Conference on Trade and Investment. Wahyuni, Putri., Made Sukarna dan Nyoman Yuliarmi. 2014. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana,3 (8), hal. 458-477. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Yeniwati. 2013. Ketimpangan Ekonomi Antar Provinsi Di Sumatera. Jurnal Kajian Ekonomi, 2 (3), hal. 1-21. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.
113
Lampiran 1 Tabulasi Data
Pertumbuhan Ekonomi (X3)
Ketimpangan DistribusiPend apatan(Y)
9505,3950
5.11
0.2376
1274436,6500
1820,0000
5.05
0.2583
Jembrana
1329317,3000
22092,0000
4.82
0.2370
2010
Jembrana
1405537,4500
0,0000
4.57
0.2575
2011
Jembrana
1454777,3900
10829,0000
5.61
0.4020
2012
Jembrana
1471079,4000
1860,0000
5.90
0.3706
2013
Jembrana
1475523,5800
1395,0000
5.38
0.3654
2007
Tabanan
1680119,5000
5733,0000
5.76
0.2481
2008
Tabanan
2136874,8900
0,0000
5.22
0.2437
2009
Tabanan
1872335,9900
3640,0000
5.44
0.2525
2010
Tabanan
2030390,5900
238895,0000
5.68
0.2596
2011
Tabanan
2226649,4300
25643,0000
5.82
0.3648
2012
Tabanan
2297303,6800
54349,0000
5.91
0.3473
2013
Tabanan
2344361,6900
331912,0000
6.03
0.3792
2007
Badung
6781053,9500
232956,7604
6.85
0.1740
2008
Badung
8204318,1400
624822,0160
6.91
0.2673
2009
Badung
8822993,2400
1968457,0000
6.39
0.2273
2010
Badung
9672025,1600
2626328,0000
6.48
0.2864
2011
Badung
10705271,7500
1430453,0000
6.69
0.3385
2012
Badung
11058135,9300
4081991,0000
7.30
0.3258
2013
Badung
11999965,0200
3021220,0000
6.41
0.3290
2007
Gianyar
2318243,7600
19701,5000
5.89
0.2408
2008
Gianyar
2738062,3400
18483,6379
5.90
0.2788
2009
Gianyar
2828392,1400
28392,0000
5.93
0.2487
2010
Gianyar
3080225,7800
2360,0000
6.04
0.2717
2011
Gianyar
3384357,2900
79848,0000
6.76
0.3279
2012
Gianyar
3424114,6900
180015,0000
6.79
0.3362
2013
Gianyar
3527322,8800
95897,0000
6.43
0.3196
2007
Klungkung
829182,3100
195105,8200
5.54
0.2259
2008
Klungkung
985221,0800
0,0000
5.07
0.2876
2009
Klungkung
1028348,1600
1365,0000
4.92
0.2871
2010
Klungkung
1087167,4300
0,0000
5.43
0.2857
2011
Klungkung
1158323,6600
1001,0000
5.81
0.3777
2012
Klungkung
1160557,5500
1853,0000
6.03
0.3473
Ekspor (X1)
Tahun
Kabupaten
2007
Jembrana
1093395,8000
2008
Jembrana
2009
Penanaman Modal Asing (X2)
114
2013
Klungkung
1244448,7100
4937,0000
5.71
0.3554
2007
Bangli
705741,1000
0,0000
4.48
0.1809
2008
Bangli
781586,0100
0,0000
4.02
0.2365
2009
Bangli
889245,3300
2275,0000
5.71
0.2263
2010
Bangli
957173,3200
1556,0000
4.97
0.2217
2011
Bangli
1038009,6800
2093,0000
5.84
0.2678
2012
Bangli
1053599,4000
140,0000
5.99
0.3053
2013
Bangli
1108460,8000
140,0000
5.61
0.3031
2007
Karangasem
516767,6400
4550,0000
5.20
0.2288
2008
Karangasem
608697,9200
1011,1101
5.07
0.2082
2009
Karangasem
730887,7900
6734,0000
5.01
0.2147
2010
Karangasem
783487,1400
1239098,0000
5.09
0.2325
2011
Karangasem
842814,5300
590017,0000
5.19
0.2916
2012
Karangasem
853202,8700
50035,0000
5.73
0.2877
2013
Karangasem
920664,3800
23547,0000
5.81
0.3229
2007
Buleleng
1400504,4600
2047,5000
5.82
0.2111
2008
Buleleng
1485186,2700
0,0000
5.84
0.2485
2009
Buleleng
1531883,9700
6370,0000
6.10
0.2612
2010
Buleleng
1664151,0200
17019,0000
5.85
0.2557
2011
Buleleng
1769982,1400
2058869,0000
6.11
0.3434
2012
Buleleng
1795119,6400
70829,0000
6.52
0.3330
2013
Buleleng
1839200,3600
60483,0000
6.71
0.3703
2007
Denpasar
3794720,6500
198790,9378
6.60
0.2685
2008
Denpasar
4114857,0100
87111,9886
6.83
0.2661
2009
Denpasar
4265863,3500
58837,0000
6.53
0.2652
2010
Denpasar
4641076,9000
84905,0000
6.57
0.2950
2011
Denpasar
5166142,2800
188218,0000
6.77
0.3399
2012
Denpasar
5646424,8600
37693,0000
7.18
0.4248
2013
Denpasar
5900272,6800
95443,0000
6.54
0.3386
115
Lampiran 2 Hasil Uji Persamaan Struktural 1 Regression Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered Penanama n Modal Asing, a Ekspor
Variables Remov ed
Method
.
Enter
a. All requested v ariables entered. b. Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi Model Summary Model 1
R .709a
R Square .503
Adjusted R Square .486
St d. Error of the Estimate .5018543
a. Predictors: (Constant), Penanaman Modal Asing, Ekspor
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 15.293 15.111 30.404
df 2 60 62
Mean Square 7.646 .252
F 30.359
Sig. .000a
a. Predictors: (Const ant), Penanaman Modal Asing, Ekspor b. Dependent Variable: Pert umbuhan Ekonomi
Coeffi ci entsa
Model 1
(Constant) Ekspor Penanaman Modal Asing
Unstandardized Coef f icients B St d. Error 5.307 .096 2.29E-007 .000 -2.8E-007 .000
a. Dependent Variable: Pert umbuhan Ekonomi
116
St andardized Coef f icients Beta .912 -.318
t 55.339 6.728 -2.345
Sig. .000 .000 .022
Lampiran 3 Hasil Uji Persamaan Struktural 2 Regression Variabl es Entered/Removedb Model 1
Variables Entered Pert umbuh an Ekonomi, Penanama n Modal Asing, a Ekspor
Variables Remov ed
Method
.
Enter
a. All requested v ariables entered. b. Dependent Variable: Ket impangan Dist ribusi Pendapatan Model Summary Model 1
R .478a
R Square .228
Adjusted R Square .189
St d. Error of the Estimate .0507930
a. Predictors: (Constant), Pertumbuhan Ekonomi, Penanaman Modal Asing, Ekspor
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .045 .152 .197
df 3 59 62
Mean Square .015 .003
F 5.811
Sig. .002a
a. Predictors: (Const ant), Pertumbuhan Ekonomi, Penanaman Modal Asing, Ekspor b. Dependent Variable: Ketimpangan Distribusi Pendapatan Coeffi ci entsa
Model 1
(Constant) Ekspor Penanaman Modal Asing Pert umbuhan Ekonomi
Unstandardized Coef f icients B St d. Error .006 .070 -7.8E-009 .000 1.17E-008 .000 .051 .013
a. Dependent Variable: Ketimpangan Distribusi Pendapatan
117
St andardized Coef f icients Beta -.385 .164 .634
t .089 -1.704 .922 3.909
Sig. .929 .094 .360 .000
Lampiran 4 Tabel Luas Di Bawah Kurva Normal (z tabel)
118