BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Industri otomotif merupakan salah satu industri yang tengah berkembang di kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Di kawasan Asia Tenggara terdapat beberapa negara sebagai perakit otomotif khususnya kendaraan roda empat dari perusahaan-perusahaan otomotif multinasional, seperti Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Pada tahun 2012 negaranegara tersebut mendapatkan penguasaan pasar tertinggi di kawasan Asia Tenggara dengan rincian, Thailand menguasai pasar sebesar 58%, Indonesia 25,1%, Malaysia 13,4 % serta Vietnam 1,7%.1 Dengan rincian tersebut dapat digambarkan bahwa Indonesia merupakan salah satu pasar yang cukup besar di kawasan Asia Tenggara. Besarnya peluang yang dimiliki oleh Indonesia membuat banyak perusahaan otomotif multinasional mengembangkan industrinya di Indonesia. Salah satunya adalah Jepang yang memiliki sektor industri otomotif yang maju. Kerjasama bilateral antara Indonesia dan Jepang telah terjalin sejak tahun 1950 yang mana salah satu kerjasama bilateral tersebut didalamnya terdapat bidang industri otomotif. Bagi Jepang, pengembangan industri otomotif merupakan suatu peluang dikarenakan Indonesia merupakan pasar yang strategis bagi industri tersebut. Dalam industri ini Jepang harus menghadapi tantangan dari dua sisi. Sisi eksternal dalam mengembangkan otomotifnya di Indonesia Jepang mempunyai beberapa negara pesaing yaitu, Korea Selatan, China, India, Malaysia, Amerika Serikat, serta beberapa negara di kawasan Eropa. Sedangkan sisi domestik Jepang harus menghadapi kebijakan pemerintah Indonesia yang mengupayakan pengembangan industri otomotif domestik. Dari segi persaingan secara eksternal, industri otomotif Korea Selatan merupakan salah satu kompetitor bagi Jepang. Dalam industri ini Korea Selatan diberikan kesempatan oleh pemerintah Indonesia untuk melakukan investasi besar-besaran di Indonesia. Selain itu, impor produk industri asal kedua negara semakin meningkat. Hal tersebut didukung dengan pernyataan 1
Mukhtyar, Kavan. 2012. Changing Face of the ASEAN Automotive Industry Through 2015 and Beyond. Automotive Summit 2012. Bangkok, 21 Juni 2012. [PDF] Dalam : https://webapp.reedtradex.co.th/enews/me12epostshow/image/mr.kavan.pdf. Diakses 1 Juni 2014.
8
Menteri Perindustrian MS Hidayat di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan bahwa Korea Selatan mendapatkan bea masuk nol persen atas sektor yang mereka inginkan. Walaupun demikian, Indonesia belum mempunyai akses pasar untuk sektor yang mereka inginkan. Namun, pemerintah Indonesia menghendaki Korea Selatan melakukan investasi ke Indonesia.2 Adanya ketersediaan pasar domestik yang besar di Indonesia membuat beberapa perusahaan otomotif multinasional terus menerus melakukan persaingan. Adapun beberapa hal yang menyebabkan persaingan pada industri tersebut, diantaranya adalah harga dan pasar. Dalam industri otomotif harga merupakan bagian yang vital. Hal ini mempunyai dampak langsung bagi pemenuhan kebutuhan primer konsumen. Apabila melihat harga pasar industri otomotif di Indonesia. Harga mobil produksi perusahaan otomotif asal Jepang memang cenderung lebih mahal apabila dibandingkan dengan harga mobil produksi otomotif asal Korea, China, dan Malaysia. Disisi lain, biaya hidup yang melonjak yang diiringi dengan penurunan daya beli secara umum membuat konsumen lebih sadar terhadap harga dalam membeli barang. Selain itu adanya peningkatan kebutuhan konsumen untuk memiliki kendaraan bermotor juga mempunyai pengaruh yang besar dalam persaingan tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Hatta Rajasa bahwa sejalan dengan kenaikan pendapatan perkapita berdampak dengan meningkatnya kebutuhan kendaran bermotor yang berakibat bertambahnya kegiatan komersial, industri, serta arus orang dan barang. 3 Mengenai adanya persaingan harga dalam industri otomotif di Indonesia, pada tahun 2013 PT Astra Internasional Tbk dan anak perusahaannya mengalami penurunan kinerja. Menurut Presiden Direktur PT Astra Internasional Tbk Prijono Sugiarto memaparkan bahwa penurunan tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain kenaikan biaya tenaga kerja, melemahnya harga komoditas, serta
2
Apriliananda, Donny. 2014. RI Desak Korsel Lebih Banyak Investasi Otomotif. [online] dalam : http://otomotif.kompas.com/read/2014/02/27/2005294/RI.Desak.Korsel.Lebih.Banyak.Investasi.Otomotif. Diakses 15 Juni 2014. 3 Hidayat, Ferry dan Emma Ratna Fury. 2013. Pasar bebas jadi pertimbangan keluarnya LCGC. [online] dalam : http://industri.kontan.co.id/news/pasar-bebas-jadi-pertimbangan-keluarnya-lcgc. Diakses 26 Agustus 2014.
9
persaingan di industri otomotif semakin ketat yang mana diikuti dengan bertambahnya kapasitas produksi.4 Mengenai adanya persaingan harga dalam industri otomotif di Indonesia, beberapa perusahaan otomotif multinasional melakukan persaingan terhadap harga dalam pengembangan industri otomotifnya di Indonesia. Berlakunya liberalisasi pasar, agen tunggal pemegang merek, serta produsen otomotif non Jepang seperti Amerika Serikat dan Korea yang mulai merakit produknya di Indonesia semakin membuat pasar otomotif semakin bersaing. Adanya persaingan yang
ketat
juga
memberikan
pilihan
kepada
konsumen
serta
mendorong
untuk
mengimplementasikan strategi yang paling tepat. Adanya persaingan harga dan pasar dari perusahaan otomotif multinasional yang ada di Indonesia membuat Jepang harus melakukan pendekatan secara ekonomi dan politik kepada Indonesia. Selain itu, China juga merupakan pesaing bagi Jepang dalam melakukan investasi di negara-negara tetangganya, termasuk Indonesia. Dengan kata lain, Jepang harus melakukan diplomasi ekonomi untuk menjaga penguasan pasar industri otomotifnya di Indonesia. 2. Rumusan Masalah Fokus dari penelitian ini adalah menganalisa diplomasi yang dilakukan oleh Jepang dalam menghadapi persaingan industri otomotif di Indonesia. Seperti yang telah dipaparkan Indonesia merupakan negara yang memiliki pasar otomotif yang strategis. Jepang sebagai pemain dalam industri otomotif di Indonesia harus melakukan diplomasi sebagai bentuk mempertahankan pasar otomotifnya di Indonesia. Dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana diplomasi ekonomi Jepang dalam menghadapi persaingan industri otomotif di Indonesia? 3. Tujuan Penelitian 1. Memberikan pemahaman tentang diplomasi ekonomi Jepang di Indonesia. 2. Mengidentifikasikan diplomasi ekonomi Jepang di Indonesia. 4
Arif Istanto ( Chief of Corporate Communication). 2013. Laba Bersih Astra Kuartal Pertama 2013 Sebesar Rp 4,3 Triliun. [online] dalam Siaran Pers Astra International : http://www.astra.co.id/index.php/media_room/press_release/122 Diakses 26 Agustus 2014.
10
3. Memberikan paparan tentang diplomasi ekonomi yang dilakukan oleh Jepang dalam menghadapi persaingan industri otomotif di Indonesia. 4. Manfaat Penelitian Penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan pemaparan serta pemahaman bagi Indonesia dalam menyediakan pasar bagi industri otomotif Jepang. Selain itu penelitian ini sebagai gambaran mengenai langkah-langkah konkret sebagai bentuk dari adanya diplomasi ekonomi Jepang dalam menghadapi persaingan industri otomotif di Indonesia. Langkah-langkah tersebut juga dapat menjadi referensi bagi Indonesia dalam mengembangkan industri otomotif domestiknya lebih lanjut agar dapat bersaing di pasar nasional. 5. Kajian Pustaka Banyak negara-negara berkembang seperti Brazil, Meksiko, China, dan Korea Selatan telah berusaha membuat industri otomotifnya maju. Disisi lain, industri otomotif telah berkembang hingga ke kawasan Asia Tenggara, terdapat beberapa negara di kawasan tersebut seperti Thailand, Indonesia, dan Malaysia sedang mengembangkan industri otomotifnya. Dalam kajian pustaka ini terdapat negara-negara lain yang menjadi negara yang bekerjasama dengan Jepang dalam bidang otomotif di kawasan Asia Tenggara. Di kawasan Asia Tenggara banyak sekali perusahaan otomotif asing yang mengembangkan industri otomotifnya. Sejak 1970an perakitan kendaraan bermotor telah memasuki era yang baru yang mana produsen otomotif Jepang, Toyota merevolusi cara dimana mobil dirancang dan diproduksi. Richard F. Doner dalam Driving A Bargain : Automobile Industrialization and Japanese Firms in Southeast Asia terutama Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Pilipina memaparkan bahwa terkait dengan industri otomotif negara-negara tersebut mempunyai operasi perakitan. Akan tetapi, operasi produksi dan perakitan mereka pada umunya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan otomotif asal Jepang dan beberapa mempunyai industri otomotif lokal yang lebih kuat. Semua negara tersebut berusahan meningkatkan industri mereka dengan mempromosikan komponen lokal, rasionalisasi industri, kegiatan ekspor, serta peran modal dalam negeri. Dalam industri otomotif dan perusahaan multinasional Jepang di Indonesia, Doner memaparkannya pada periode orde lama dan orde baru dimana situasi ekonomi dan politik Indonesia masih belum stabil. Dan pada periode tersebut juga dipaparkan peranaan China dalam sektor bisnis Indonesia yang menyebabkan Jepang cukup
11
berhati-hati dalam melakukan ekspansi dalam industri otomotifnya. Persaingan industri otomotif pada masa itu di kawasan Asia Tenggara adalah Amerika Serikat dan Jepang. Selain itu, seperti yang telah dipaparkan oleh Thee Kian Wie dalam Japanese Direct Investment in Indonesian Manufacturing bahwa investasi Jepang di Indonesia terletak pada beberapa sektor industri manufaktur. Banyaknya investasi Jepang pada sektor manufaktur dikhawatirkan Jepang akan menginvansi perekonomian Indonesia. Investasi terbesar Jepang dalam industri manufaktur bukanlah dalam sektor energi. Tiga model investasi Jepang yang dipaparkan oleh Profesor Universitas Kyoto, Kunio Yoshihara yaitu pertama, orientasi pada sumber daya alam. Kedua, subtitusi impor yang mana biasanya suatu tindakan produksi yang dilakukan di negara tuan rumah yang sebelumnya produk tersebut diimpor dari Jepang. Tindakan tersebut dilakukan ketika suatu negara melakukan hambatan pada impor barang jadi. Dan hal tersebut dilakukan oleh Indonesia dalam industri manufaktur khususnya dalam industri otomotif sejak tahun 1970an. Ketiga, investasi langsung untuk orientasi ekspor yang mana kegiatannya biasanya berupa pendirian industri manufaktur yang memang ditujukan untuk meningkatkan nilai ekspor.5 Akan tetapi Kunio Yoshihara melihat bahwa Indonesia sangat berpotensi sebagai negara yang membuka investasi langsung untuk orientasi ekspor. Dalam industri otomotif, suku cadang kendaraan yang mana semuanya merupakan orientasi pasar Jepang di Indonesia. Investasi industri yang berorientasi pasar memiliki dua aspek yaitu, mempromosikan produk jadi dari Jepang kepasar lainnya dan mempromosikan ekspor dari Jepang berupa bahan baku, suku cadang, mesin dan alat-alatnya serta hak kekayaan intelektual sebagai masukan dalam industri manufaktur di Indonesia.6 Investasi Jepang ke Indonesia dalam sektor manufaktur memang menyebabkan peningkatan arus perdagangan dalam bentuk bahan baku industri otomotif, komponen dan suku cadang, dan mesin dan peralatan industri dari Jepang untuk anak perusahaan Jepang di Indonesia. Disisi lain Jepang juga semakin aktif meningkatkan hubungan perdagangannya di berbagai forum. Seperti yang dipaparkan oleh Saadia M. Pekkanen dalam Bilateralism, Multilateralism, or Regionalism? Japan's Trade Forum Choices, Kementerian Luar Negeri Jepang pada tahun 2004 membentuk bagian-bagian tambahan dalam kebijakan perdagangan 5
Thee Kian Wie. 1984. Direct Investment in Indonesian Manufacturing. Dalam : Bulletin of Indonesian Economic Studies. [PDF] Dalam : http:// dx.doi.org/10.1080/00074918412331334622. Hlm 97. 6 Op.Cit. Hlm 99.
12
bebasnya. Pada awal tahun 2000an Jepang memang menjalankan diplomasi ekonominya dengan cara membentuk perdagangan bebas dengan negara-negara di sekitarnya. Yang mana pada kerjasama perdagangan bebas generasi pertama Jepang melakukannya dengan negara-negara di kawasan Asia seperti Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Meksiko. Sedangkan pada generasi kedua, Australia, Selandia Baru, Indonesia, India, Chili, dan Argentina. 7 Beberapa kerjasama perdagangan bebas yang dilakukan oleh Jepang seperti menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan diplomasi baru ekonomi Jepang. Pekkanen juga memaparkan bahwa terjadi perubahan diplomasi yang dilakukan oleh Jepang dari multilateral forum beralih pada regional atau bilateral forum. Alasannya adalah kepanikan Jepang pada forum multilateral yang mana terus menerus didominasi oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa sehingga dapat merupakan kepentingan ekonomi Jepang. Untuk METI saat ini mempunyai tugas untuk mengawasi kepentingan dan persaingan industri yang dikombinasikan dengan kepentingan ekonomi dan politik Jepang. Jepang fokus kepada beberapa pesaingnya mengenai industri otomotif dan baja. Dalam perdagangan bebasnya Jepang memperhatikan jalur bisnisnya melalui industri otomotif, baja, dan elektronik. Industri-industri tersebut sangat penting untuk Jepang serta forum perdagangan yang diikutinya dalam lingkup ekonomi global.8 Untuk saat ini dilingkup Asia, India dan China merupakan aktor baru dalam investasi langsung yang berpengaruh pada ekonomi dan bisnis global.9 Sedangkan dalam jurnal The State, MNCs, and The Car Industry in ASEAN, Hidetaka Yoshimastu memaparkan bahwa pergerakan sektor industri di kawasan ASEAN telah berkembang sejak pertengahan 1980an. Dalam hal investasi manufaktur, Jepang merupakan negara yang aktif di sektor automotif dan elektronik. Akan tetapi beberapa negara di ASEAN mempunyai kebijakan domestiknya untuk mengembangkan industri otomotifnya. Dan pada saat yang sama industri otomotif membutuhkan investasi dan teknologi yang tinggi. Perusahaan multinasional Jepang mempunyai strategi untuk mengintegrasikan basis produksi dan pembagian wilayah tenaga kerja. Dalam hal ini seperti yang telah dipaparkan oleh Doner bahwa perusahaan otomotif Jepang akan mempertahankan pasarnya melalui liberalisasi pasar serta mereka
7
Pekkanen, Saadia M. 2005. Bilateralism, Multilateralism, or Regionalism? Japan's Trade Forum Choices : Journal of East Asian Studies, Vol. 5, No. 1 (JANUARY–APRIL 2005). Lynne Rienner Publisher. Dalam : http://www.jstor.org/stable/23417888. Hlm 93. 8 Op.Cit. Hlm 97. 9 Op.Cit. Hlm 98.
13
mempunyai cara untuk berintegrasi dengan pemerintah suatu negara agar tujuan dan kepentingan mereka tercapai.10 Jurnal tersebut juga memaparkan kehadiran perusahaan otomotif Jepang di kawasan Asia Tenggara. Yang mana perusahaan otomotif Jepang mendapatkan keuntungan sebesar 90% disetiap pasarnya di ASEAN. Besarnya investasi yang diberikan oleh Jepang serta terbukanya pasar ASEAN terhadap industri otomotif asal Jepang memberikan ketergantungan. Oleh karenanya beberapa negara di kawasan Asia Tenggara mengambil tindakan yaitu membuat kebijakan untuk mengurangi pasar otomotif Jepang di kawasan tersebut. Dengan cara membuka kesempatan bagi industri otomotif non-Jepang untuk hadir di pasar ASEAN secara bertahap.11 Efeknya adalah pada dekade 1990an beberapa produsen otomotif Amerika Serikat banyak yang memutuskan untuk membangun basis produksinya di Thailand yaitu Ford dan General Motors. Beberapa produsen otomotif asal Jepang kemudian membuat tiga strategi untuk menghadapi persaingan dari produsen otomotif non-Jepang. Pertama, mereka membuat Asian Car yang tujuannya adalah mengurangi biaya produksi sehingga dapat bersaing dengan mobil produsen Korea. Selain itu, Jepang mulai menggunakan komponen lokal dan mengurangi ketergantungan impor komponen otomotif. Kedua, perluasan aliansi perusahaan otomotif asal Jepang. Misalnya pada Februari 1995 Toyota, Nissan, dan Isuzu membentuk sistem komponen bersama. Ketiga, mendukung industri di kawasan ASEAN yang mana industri otomotif merupakan industri yang lemah di kawasan tersebut. Disisi yang lain, Ian Chalmers dalam Konglomerasi : Negara dan Modal dalam Industri Otomotif Indonesia tahun 1996 memaparkan bahwa ketika suatu perusahaan mobil asing menanamkan modalnya dalam fasilitas produksi maka terdapat konsekuensi yang harus dihadapi bahwa penarikan diri atas perusahaan otomotif multinasional akan sulit untuk dilakukan. Buku ini menggambarkan kondisi industrialisasi otomotif tidak hanya menggambarkan perluasan perdagangan hasil produksi otomotif serta investasi luar negeri saja. Adapun beberapa tahapan industrialisasi sektor otomotif bersumber dari persaingan antara berbagai perusahaan otomotif multinasional yang mengekspor ke pasar yang sama.12 Selain itu buku ini dapat menjadi gambaran persaingan industri otomotif di Indonesia pada masa orde baru. 10
Yoshimatsu, Hidetaka. 2007. The State, MNCs, and The Car Industry in ASEAN. [PDF] dalam : http://www.tandfonline.com/loi/rjoc20. Diakses 1 Februari 2015. Hlm 496. 11 Op.Cit. Hlm 499. 12 Chalmers, Ian. 1996. Konglomerasi : Negara dan Modal dalam Industri Otomotif Indonesia. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Hlm 64.
14
Negara berkembang seperti Indonesia mempunyai keinginan untuk mengembangkan industri otomotif. Rencana untuk memproduksi kendaraan buatan Indonesia merupakan salah satu tujuan industri otomotif di Indonesia. Pada dekade 1960 industri otomotif Indonesia banyak dipengaruhi oleh hal-hal politik. Terdapat beberapa pertimbangan bahwa ketika Indonesia memproduksi kendaraan sendiri akan melambangkan kemandirian ekonomi. Namun, terbatasnya sumber negara pada tahun tersebut serta tingginya dominasi pihak swasta atas industri otomotif dampaknya realisasi tersebut bergantung kepada keterlibatan importir serta pengusaha perakitan nasional.13 Pada fenomena ini Robinson memaparkan bahwa pada masa orde baru di Indonesia negara dan modal bergerak diantara dua sisi yaitu kebijakan dan patronase pribadi.14 Kepentingan negara dalam membangun industri melalui investasi asing telah membentuk kelas kapitalis nasional yang mana dalam struktur politik telah menentukan kelas dalam masa orde baru.
Implementasi kebijakan akan semakin dipengaruhi oleh investasi dari perusahaan-
perusahaan otomotif yang berinvestasi. Kondisi industri otomotif yang ditujukan pada akumulasi modal serta berbagai macam batasan otonomi negara yang ditandai dengan hambatan struktural.15 Seiring berkembanganya industri otomotif di Indonesia banyak perusahaan otomotif multinasional memasarkan mobilnya di Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan pada tahun 1974 mengenai pelarangan impor mobil secara utuh. Selain itu pengenaan bea masuk yang tinggi bagi kendaraan yang tidak menggunakan komponen lokal. Banyaknya perusahaan otomotif multinasional di pasar domestik, membuat Indonesia mencoba mengembangkan industri otomotifnya dengan cara memproduksi kendaraan roda empat yang diharapkan dapat menjadi mobil nasional. Pada tahun 1996 PT Timor Putra Nasional berhasil menjadi mobil nasional di era pemerintahan presiden Soeharto. Serta diijinkannya mobil Timor untuk mengimpor mobil secara utuh dari Korea Selatan yang mana perusahaan tersebut bermitra dengan KIA Motors. Fenomena tersebut memunculkan reaksi Jepang dan mengadukannya ke WTO. Adanya kebijakan pemerintah Indonesia yang mendukung adanya mobil nasional pada era tersebut membuat beberapa perusahaan domestik mencoba memproduksi kendaraan roda empat, diantaranya 13
Op.Cit. Hlm 126. Op.Cit. Hlm 226. 15 Op.Cit. Hlm 314. 14
15
Bimantara Cakra Nusa, Indomobil, dan Bakrie Motor. Namun, perusahaan-perusahaan tersebut tidak dapat berkembang dikarenakan terkena dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Dengan adanya peristiwa tersebut pemerintah Indonesia tetap masih mencoba mewujudkan kemandirian industri otomotif domestik dengan cara memproduksi mobil nasional. Tahun 2012 industri otomotif domestik mencoba membuat kendaraan roda empat yang bernama Esemka. Akan tetapi, mobil tersebut masih kalah bersaing dalam pasar Indonesia yang telah didominasi oleh banyaknya perusahaan otomotif multinasional. Adanya penelitian-penelitian terdahulu sebagai batasan penulis dalam mengambil topik penelitian. Kemudian, peneliti mengambil celah dari penelitian-penelitian terdahulu dengan mengambil topik mengenai “Diplomasi Ekonomi Jepang Dalam Menghadapi Persaingan Industri Otomotif Di Indonesia Tahun 2005-2013” yang mana dapat diketahui tindakan-tindakan nyata Jepang melalui diplomasinya dalam mempertahankan pasar otomotifnya di Indonesia sebelum dan setelah disepakatinya kerjasama ekonomi kemitraan antara Jepang dengan Indonesia (IJEPA). Berikut adalah tabel penjelasan intisari dari kajian pustaka yang dirujuk.
Penulis
Tabel 1.1 Ringkasan Tinjauan Pustaka Judul Intisari
Richard F. Doner
Driving A Bargain : Automobile Industrialization and Japanese Firms in Southeast Asia.
Thee Kian Wie
Japanese Direct Investment in Indonesian Manufacturing.
Saadia M. Pekkanen
Bilateralism, Multilateralism, or Regionalism? Japan's Trade Forum Choices.
16
1. Produsen otomotif Jepang merevolusi tempat mobil dirancang dan diproduksi. 2. Amerika Serikat menjadi pesaing Jepang di industri otomotif kawasan Asia Tenggara. 1. Jepang menginvansi investasi industri manufaktur di Indonesia. 2. Tiga strategi investasi Jepang. 1. Jepang memilih regional dan bilateral sebagai pilihan forum perdagangannya.
Hidetaka Yoshimastu
The State, MNCs, and The Car Industry in ASEAN.
Ian Chalmers
Konglomerasi : Negara dan Modal Dalam Industri Otomotif Indonesia.
1. Jepang sebagai produsen otomotif asing pertama di ASEAN. 2. Munculnya perusahaan otomotif non Jepang tahun 1990an sebagai bentuk mengurangi ketergangtungan akan otomotif Jepang. 1. Perkembangan industri otomotif di Indonesia.
6. Kerangka Konseptual a. Diplomasi Ekonomi Diplomasi ekonomi merupakan seluruh kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk memajukan suatu negara untuk kepentingan ekonomi. Diplomasi ekonomi dan politik sebenarnya berkaitan satu dengan yang lainnya. Ketika negara menetapkan kebijakan yang mengatur kegiatan perdagangan secara bilateral, regional, hingga multilateral maka negara berhasil membentuk perdagangan barang dan jasa. Sehingga dapat mengimplemantasikan investasi serta melaksanakan kerjasama di bidang teknologi.16 Diplomasi ekonomi dilakakukan dengan tujuan untuk mengamankan kepentingan nasional dalam lingkup internasional serta merespon dalam isu-isu perdagangan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk memperkuat daya saing serta mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil dimana ekonomi politik internasional bersifat dinamis. Dengan kata lain, diplomasi ekonomi menekankan isu kebijakan ekonomi sebagai fokus utamanya. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa diplomasi ekonomi merupakan alat dalam hubungan internasional dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan luar negeri. Diplomasi ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan baik apabila pemerintah dapat menyeimbangkan antara kepentingan nasional dengan strategi kebijakan luar negerinya. Serta perlu dilakukan pengelolaan dan penyelidikan yang saling berkaitan dalam diplomasi ekomi
16
Rana, Kishan S. N.d. Introduction: The Role of Embassies dalam Economic Diplomacy: India’s Experience. Hlm 5. [PDF] Dalam : http://clingendael.info/publications/2003/20030100_cli_paper_dip_issue84.pdf. Diakses 14 April 2014.
17
untuk melihat potensi negara.17 Adanya pendekatan ekonomi dalam diplomasi didasarkan pada kepentingan nasional sebagai faktor untuk menentukan arah kebijakan luar negeri. Dalam bagian ini diplomasi ekonomi terbagi menjadi tiga kategori yaitu pertama, kegiatan diplomasi ekonomi pada perdagangan internasional. Kedua, penelitian diplomasi ekonomi dari perspektif makroekonomi dan data mikroekonomi untuk interpretasi basis ekonomi yang berupa pertanyaan konseptual yang lebih besar. Ketiga, menangani diplomasi ekonomi dari perspektif studi bisnis. Lingkup ekonomi politik global dan diplomasi melibatkan tujuan kepentingan aktor lain yang menyangkut nilai komersial dan politik dalam suatu arena tertentu dimana diplomasi ekonomi dibentuk dan diimplementasikan.18 Apabila diposisikan pada persimpangan politik dan ekonomi, pemerintah, aktor internasional dan domestik, diplomasi ekonomi dapat dikatakan sebagai produk dari tekanan domestik.19 Terdapat tiga tahapan dalam diplomasi ekonomi. Pertama, pada tingkat multilateral isu yang berhubungan dengan kejadian masa lalu dapat mempengaruhi hubungan politik. Dalam tahap ini kedua belah pihak mempunyai potensi untuk merusak hubungan ekonomi terutama pada masa transisi. Kedua, pada tingkat bilateral, intervensi dari ingatan para aktor diplomasi ekonomi ketika sedang bernegosiasi dapat terjadi. Ketiga, perubahan lingkup domestik dalam bidang politik memiliki pengaruh karena dapat membentuk kelompok kecil yang berpengaruh serta terdapat lobi politik yang kuat. Disisi lain perubahan di tingkat global memiliki dampak yang nyata dalam jangka yang panjang pada diplomasi ekonomi, terdapat tiga faktor penting untuk memahami bahwa bagaimana para pembuat kebijakan menjalankan hubungan antara ekonomi dan keamanan. Pertama, distribusi internasional dan kapabilitas material. Kedua, lingkup internasional yang strategis. Ketiga, posisi dominasi kekuatan dunia dalam persaingan ekonomi internasional.20 Sir Nicholas Bayne memaparkan bahwa terdapat tiga faktor pendorong diplomasi ekonomi yaitu, keadaan politik dan ekonomi suatu negara, negara dan aktor negara, dan publik 17
Maiike Okano-Heijiman. 2013. Economic Diplomacy : Japan and The Balances of National Interest. Leiden : Nojhoff. Hlm 33. 18 Op.Cit. Hlm 40-41. 19 Maaike, Okano-Heijiman. 2007. Japan’s Economic Diplomacy Toward China : The Lure of Business and the Burden History. Netherland Institue of International Relation Clingendael [PDF] Dalam : http://www.clingendael.nl/sites/default/files/20071100_cdsp_paper_okano-heijmans.pdf. Diakses 16 April 2014. Hlm 49. 20 Maaike Okano-Heijman.2013. Op.Cit. Hlm 24.
18
dan swasta.21 Selain itu salah satu faktor berjalannya diplomasi ekonomi adalah interaksi yang luas antara aktor diplomatik resmi dan aktor non negara. Dalam aktor non negara yang berperan dalam diplomasi ekonomi antara lain, perusahaan-perusahaan yang ikut dalam interaksi ekonomi, penelitian, pelaku bisnis, media, asosiasi lokal, dan lain sebagainya. Kesimpulan yang dapat diambil adalah diplomasi ekonomi dapat menghubungkan negara, pelaku bisnis, perdagangan, hingga investasi sehingga negara dapat berperan dalam lingkup internasional. Selain itu diplomasi ekonomi berjalan melaui kontak-kontak dagang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dan apabila diimplementasikan dapat meningkatkan serta mengembangan aktivitas ekonomi sehingga meningkatkan kesejahteraan pihak-pihak yang terlibat.22 Dalam diplomasi ekonomi yang dilakukan oleh Jepang terdapat economic partnership agreement didalamnya. Akan tetapi pada awalnya economic partnership agreement ini dilakukan oleh negara-negara di kawasan Eropa yang melakukan kerjasama dengan negara-negara di kawasan Afrika, Karibia, dan negara-negara Pasifik cara tersebut digunakan dalam proses integrasi ekonomi regional. seperti yang diketahui bahwa apabila terdapat kesepakatan kerjasama maka ada ketimpangan antara negara maju dengan negara berkembang sehingga membuat salah satu pihak mengalami kesulitan mencapai kepentingannya. Oleh sebab itu, economic partnership agreement (EPA) dijalankan untuk meminimalisir keadaan yang timpang dalam suatu kerjasama ekonomi oleh kedua belah pihak.23 Dalam hal ini EPA (economic partnership agreement) berbeda dengan FTA (free trade area). Konsep tersebut merupakan kelanjutan dari diplomasi ekonomi yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
21
Rana, Kishan S. N.d. Introduction: The Role of Embassies dalam Economic Diplomacy: India’s Experience. Hlm 5. [PDF] Dalam : http://clingendael.info/publications/2003/20030100_cli_paper_dip_issue84.pdf. Diakses 14 April 2014. 22 Djelanti, Sukawarsini. 2008. Diplomasi Antara Teori dan Praktek : Diplomasi Ekonomi dan Perdagangan. Yogyakarta : Graha Ilmu. 23 EPA (economic partnership agreement) untuk selanjutnya ditulis dengan EPA.
19
Tabel 1.1 Perbedaan FTA dan EPA NO. 1.
Free Trade Area (FTA) Penghapusan
Economic Partnership Agreement (EPA)
tarif Perjanjian
yang
memperkuat
hubungan
yang dibebankan oleh kerjasama antara kedua belah pihak di negara atau kawasan berbagai bidang. (liberalisasi perdagangan
pada
kawasan tersebut). 2.
Penghapusan
Kegiatannya meliputi, memfasilitasi geraknya
pembatasan
modal sumber daya manusia, pembentukan aturan
asing
dalam investasi, Hak kekayaan Intelektual, serta
perdagangan jasa.
aturan kebijaksanaan persaingan Sumber : JETRO
Bagi Jepang, EPA merupakan perjanjian kerjasama perdagangan dan investasi. Dalam kesepakatan tersebut juga diatur tentang penurunan tarif yang mana biasanya terdapat tarif MFN (most favoured nation) bagi negara-negara anggota WTO yang biasanya negara-negara yang melakukan kerjasama FTA berlaku tarif MFN. Akan tetapi dalam EPA, penghapusan tarif diberlakukan antara negara atau kawasan yang menyepakati perjanjian EPA. Dengan kata lain di dalam EPA terjadi suatu integrasi perdagangan antara negara maju dengan negara berkembang. Dimana negara maju diharapkan dapat memberikan bantuan kepada negara berkembang dalam pertumbuhan ekonominya dengan cara pengembangan kapasitas dan fasilitasi perdagangan. EPA dilakukan untuk meminimalisir ketimpangan-ketimpangan perdagangan antara kedua belah pihak. Dengan kata lain, EPA ingin memfasilitasi kedua negara yang hubungan ekonominya saling terkait sehinga kerjasama tersebut lebih efisien. Terdapat unsur-unsur dalam EPA antara lain, pembangunan dan pengembangan kapasitas serta fasilitasi perdagangan.
20
Dari adanya kerangka konseptual dari diplomasi ekonomi tersebut dapat di visualisasikan sebagai berikut : Diplomasi Ekonomi Jepang
Perdagangan Bilateral Jepang-Indonesia
Strategi Diplomasi Ekonomi Jepang
Persaingan Industri Otomotif Di Indonesia
Alat Diplomasi Jepang
Economic Partnership Agreement
Pada diagram tersebut dapat dijelaskan bahwa diplomasi ekonomi Jepang dalam hubungan perdagangan bilateral dengan Indonesia dalam industri otomotif menggunakan diplomasi ekonomi dengan instrumen economic partner agreement. Adapun yang dimaksud dalam industri otomotif dalam penelitian ini adalah industri otomotif kendaraan roda empat. 7. Argumen Utama Persaingan dalam industri otomotif di Indonesia dapat dilihat melalui pengembangan kebutuhan konsumen dan penguasaan pasar. Jepang biasa melakukan tindakan diplomasi ekonomi untuk mengamankan kepentingannya. Dalam hal ini Jepang menggunakan economic partneship agreementnya dengan Indonesia sebagai instrumen diplomasi ekonominya dalam menghadapi persaingan industri otomotif di Indonesia dengan bentuk IJEPA. Dalam kerjasama ekonomi kemitraan tersebut Jepang mengamankan beberapa sektor yang dianggap penting yaitu otomotif, elektronik, alat-alat berat, dan energi. Tujuan Jepang dalam melakukan diplomasi ekonomi tersebut untuk mengamankan pasar otomotifnya di Indonesia yang mana persaingan dalam industri otomotif yang semakin ketat. Dengan kata lain, adanya IJEPA yang dijalankan oleh Jepang merupakan bentuk perlindungan Jepang terhadap industri otomotifnya di Indonesia. 21
Dalam IJEPA terdapat low cost green car sebagai implementasi dan strategi Jepang dalam memenangkan persaingan industri otomotif di Indonesia. 8. Jangkauan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat jangkauan penelitian, yaitu dalam periode 2005 hingga 2013 pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal tersebut disebabkan karena di tahun 2005 industri otomotif di Indonesia mulai mengalami perkembangan. Pada tahun 2006 terjadi kesepakatan antara pemerintah Jepang dan Indonesia mengenai strategic Partnership for Peaceful and Prosperous Future. Pada tahun 2007 kedua belah pihak menyepakati
kerjasama IJEPA (Indonesia Japan Economy Partnership Agreement) yang
diimplementasikan pada tahun 2008. Banyaknya produksi otomotif mengalami penurunan produksi pada tahun 2009 yang dikarenakan adanya dampak krisis finansial global. Sedangkan pada tahun 2013 industri otomotif mengalami kemunculan kebijakan yang baru yaitu kebijakan mobil murah ramah lingkungan yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia sehingga membuat pelaku industri otomotif melakukan persaingan yang lebih ketat. Dengan adanya jangkauan penelitian yang dipaparkan oleh peneliti maka dapat dimaksudkan bahwa peneliti ingin melihat perkembangan diplomasi ekonomi Jepang sebelum kesepakatan IJEPA dan setelah kesepakatan. 9. Metodologi Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang memaparkan tentang diplomasi ekonomi yang dilakukan oleh Jepang dalam menghadapi persaingan industri otomotifnya di Indonesia. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan secara jelas tindakan konkret dari sebuah diplomasi ekonomi yang dijalankan oleh Jepang dalam menghadapi persaingan industri otomotif di Indonesia. Dalam penulisan penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data-data yang digunakan untuk membuktikan hipotesis didapatkan melalui studi kepustakaan sebagai data sekunder. Studi kepustakaan merupakan pencarian data penelitian yang didapatkan dari jurnal ilmiah, buku, majalah, artikel, surat kabar, internet, buletin, serta dokumen terbitan resmi dari pemerintah mengenai diplomasi ekonomi Jepang dalam menghadapi persaingan industri otomotif di Indonesia.24 Data tersebut khususnya berasal dari Kementerian Perindustrian
24
Ulber, Silalahi. 2006. Metode Penelitian Sosial. Bandung : Unpar Press. Hlm 265-266.
22
Indonesia yang menyediakan data mengenai industri otomotif Jepang di Indonesia. Adapun data primer yaitu menggunakan studi independen sebagai data penunjang untuk penelitian ini. Kegiatan studi independen penulis melakukannya di Kementerian Perindustrian Indonesia, khususnya Direktorat Jendral Kerjasama Industri Internasional untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Penulis juga mewawancarai Bapak Ari Indarto Sutjiatmo sebagai Wakil Direktur Akses Industri Direktorat Jendral Kerjasama Industri Internasional Wilayah I dan Multilateral. Setelah mencari dan mengumpulkan data, adapun teknik analisis data kualitatif yang digunakan oleh penulis. Teknik analisis tersebut mempunyai alur diawali dengan proses mengumpulkan dan memilah data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan penelitian. Dalam analisa data kualitatif penulis menggunakan metode wawancara dan studi kepustakaan yang mana penulis menyusun dan menata data lalu melakukan pemilihan data yang paling relevan untuk penulis gunakan untuk menjawab rumusan masalah. 10. Sistematika Penelitian BAB I : Berisikan latar belakang masalah dan pertanyaan penelitian yang digunakan oleh penulis. Adapun tujuan dan manfaat penelitian yang dapat diperoleh setelah membaca hasil dari penelitian ini. Dalam bab tersebut juga dipaparkan kerangka konseptual yang digunakan penulis untuk mengemukakan argumen utama atas rumusan masalah yang diajukan. Serta metodologi penelitian sebagai acuan penulisan penelitian. Diakhir BAB I terdapat sistematika penulisan yang digunakan untuk menulis bab-bab selanjutnya. BAB II : Persaingan industri otomotif di Indonesia. dalam bab ini dapat perkembangan industri otomotif Jepang di Indonesia. Terdapat data-data sebagai gambaran persaingan industri otomotif di Indonesia yang mana aktornya bukan hanya Jepang saja. selain itu, dalam bab ini juga dapat diketahui upaya Jepang dalam menghadapi kompetotir-kompetitornya. BAB III : IJEPA (Economic Partnership Agreement) sebagai bentuk diplomasi ekonomi Jepang dalam menghadapi persaingan industri otomotif di Indonesia. Dalam bab tersebut, dipaparkan IJEPA sebagai kerjasama ekonomi kemitraan yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Yang mana Jepang menjalankan strateginya untuk memenangkan dan melindungi pasar otomotifnya di Indonesia.
23
BAB IV : LCGC (low cost green car) sebagai respon antara kedua belah adanya perjanjian tersebut. BAB V : Kesimpulan mengenai diplomasi ekonomi yang dijalankan oleh Jepang. Dalam bab ini, di paparkan terbukti atau tidak terbukti argumen yang telah dipaparkan oleh peneliti.
24