perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Liberalisasi dan globalisasi ekonomi sudah melanda seluruh dunia, termasuk di dalam bidang investasi atau penanaman modal. Dengan adanya liberalisasi dibidang penanaman modal, menarik para pemodal asing atau investor asing untuk menanamkan modalnya ke suatu negara yang dianggap sebagai negara yang paling menguntungkan. Dengan adanya globalisasi ekonomi di dunia telah meniadakan sekat-sekat batas hubungan ekonomi internasional negara menjadi tanpa batas (borderless) (Rosyidah Rakhmawati,1998:1). Pada era globalisasi ini investasi sangat dibutuhkan bagi tiap-tiap negara, khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia. Dampak yang sangat terasa dengan terjadinya globalisasi yakni arus informasi yang begitu cepat sampai di tangan masyarakat.
Sehingga berbagai pihak khususnya kalangan pebisnis
berlomba-lomba memburu informasi, sebab siapa yang mampu menguasai informasi dengan cepat maka dialah yang terdepan (Elyani, 2010 :318) Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanamkan modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun oleh penanam modal asing yang melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. Di suatu negara penanam modal memliki tujuan untuk mengolah potensi ekonomi menjadi suatu kekuatan ekonomi yang nyata. Apabila modal dalam negeri dianggap tidak cukup, maka suatu negara akan berusaha menarik pemodal asing untuk menanamkan modalnya di negara tersebut. Pembangunan ekonomi menjadi salah satu jalan dalam mensejahterakan masyarakat. Dengan adanya iklim investasi yang baik, maka perekonomian nasional dapat tumbuh dan berkembang sehingga mampu melanjutkan pembangunan di bidang-bidang lainnya, termasuk mengatasi permasalahan bangsa yang sangat mendasar, yaitu kebodohan, kemiskinan, dan pengangguran. Iklim investasi dapat commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
terwujud dengan baik apabila birokrasi mampu memberikan pelayanan investasi secara professional, efektif, dan efisien dapat terwujud jika sistem hukum yang baik, terutama landasan hukum yang mengatur dan dijalankan birokrasi (Taufiq Effendi, 2013:2). Dalam penulisan ini penulis akan secara bergantian menggunakan istilah investasi maupun penanaman modal, karena tidak terdapat perbedaan prinsipil antara kedua istilah tersebut. Penggunaan kedua istilah tersebut akan disesuaikan dengan konteks istilah apa yang dianggap paling tepat oleh penulis. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh World Bank bekerjasama dengan International Finance Corporation mengenai tingkat kemudahan berbisnis di dunia, yang ditunjukkan dalam laporan tahunannya yang berjudul Doing Businnes 2013 Indonesia menempati peringkat ke 116 dari 189 negara. Kemudian dalam laporan tahunannya yang berjudul Doing Business 2014 Indonesia mengalami penurunan menjadi peringkat 120 dari 189 negara. Tabel 1. Peringkat Ease of Doing Business Tahun 2014 No.
Negara
Peringkat
No.
Negara
Peringkat
1
Australia
11
11
Thailand
18
2
Brunei Darussalam
59
12
Amerika Serikat
4
3
Kanada
19
13
Cina
96
4
Indonesia
120
14
Hongkong
2
5
Jepang
27
15
Meksiko
53
6
Korea Selatan
7
16
Papua Guinea
7
Malaysia
6
17
Chili
commit to user
New
113 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
8
Selandia Baru
9
Filipina
10
Singapura
3
18
Peru
42
108
19
Russia
92
2
20
Vietnam
99
Sumber data : World Bank dan International Finance Coorporation, Doing Business 2014 Laporan di atas menunjukkan bahwa tingkat kemudahan berbisnis di Indonesia masih berada di bawah negara lain yang tergabung di dalam APEC (Asia-Pasific Economic
Cooperation)
atau
kerjasama
ekonomi
Asia
Pasifik
(http://www.doingbusiness.org/reports). Tabel 2. Masalah-masalah Utama Dalam Melakukan Bisnis Di Indonesia
Sumber data : The World Economic Forum, The Global Competitiveness Report 2012-2013 Data diatas merupakan hasil survey yang dilakukan oleh The World Economic Forum (WEF) tahun 2012-2013 yang hasilnya ditunjukkan di dalam laporan tahunannya, The Global Competitiveness Report. Terdapat tiga faktor terpenting penghambat penanaman modal di Indonesia, yaitu birokrasi pemerintahan yang tidak efisien, korupsi dan infrastruktur yang tidak memadahi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Menyadari berbagai kendala tersebut, pemerintah kemudian menerbitkan Undang Undang Penanaman Modal (UUPM) yang baru yaitu Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menggantikan undang-undang yang lama yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Diundangkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal merupakan perwujudan untuk lebih mengakomodir berbagai kepentingan baik kepentingan dalam negeri maupun kepentingan asing, khususnya yang menyangkut kepastian dan perlindungan hukum bagi para penanam modal (investor), baik investor asing maupun investor dalam negeri dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional (Sigit Irianto,2013:1). Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman modal mengatur mengenai Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang bertujuan untuk membangun penanaman modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan, dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan perizinan dan nonperizinan. Tetapi sistem PTSP tidak dapat berjalan dengan optimal dan kurang dapat bersaing dengan negara-negara lain. Di Indonesia investor membutuhkan waktu hingga 45 hari untuk mendapatkan perizinan memulai usaha dari pemerintah. Apabila penulis membandingkan dengan negara-negara APEC (AsiaPasific Economic Cooperation) atau kerjasama ekonomi Asia Pasifik, Indonesia masih tertinggal jauh dalam hal efisiensi waktu untuk memulai usaha di Indonesia (http://www.weforum.org/issues/global-competitiveness).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Tabel 3. Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Memulai Bisnis Di Suatu Negara No.
Negara
Waktu
No.
Negara
Waktu
2
11
Thailand
29
101
12
Amerika Serikat
6
1
Australia
2
Brunei Darussalam
3
Kanada
5
13
Cina
38
4
Indonesia
45
14
Hongkong
3
5
Jepang
23
15
Meksiko
9
6
Korea Selatan
7
16
Papua Guinea
7
Malaysia
6
17
Chili
7
8
Selandia Baru
1
18
Peru
26
9
Filipina
35
19
Russia
30
10
Singapura
3
20
Vietnam
44
New
40
Sumber data : The World Economic Forum, The Global Competitiveness Report 2012-2013
Data di atas merupakan hasil survey yang dilakukan oleh The World Economic Forum (WEF) tahun 2012-2013 yang hasilnya ditunjukkan di dalam laporan tahunannya,
The
Global
Competitiveness
(http://www.weforum.org/issues/global-competitiveness).
commit to user
Report
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Tabel 4. Prosedur Yang Dibutuhkan Dan Biaya Yang Dibutuhkan Untuk Mendirikan Usaha di Negara APEC (Asia-Pasific Economic Cooperation) No.
Negara
Prosedur Biaya* No.
1
Australia
3
0,7
2
Brunei Darussalam
15
9,9
3
Kanada
1
4
Indonesia
5
Jepang
6
Korea Selatan
5
14,6
7
Malaysia
3
7,6
8
Selandia Baru
1
0,3
9
Filipina
15
10
Singapura
3
Negara
Prosedur Biaya*
11
Thailand
4
6,7
12
Amerika Serikat
6
1,5
0,4
13
Cina
3
2,3
10
20,5
14
Hongkong
3
0,8
8
7,5
15
Meksiko
6
19,7
16
Papua New Guinea
6
13,0
17
Chili
7
0,7
18
Peru
5
10,1
18,7
19
Russia
7
1,3
0,6
20
Vietnam
10
7,7
* biaya dalam hitungan persen dari pendapatan perkapita suatu negara Sumber : World Bank and International Finance Corporation Doing Business 2014 Berdasarkan survey yang dilakukan oleh World Bank bekerjasama dengan International Finance Corporation diperoleh data bahwa untuk mendirikan usaha di Indonesia membutuhkan 10 prosedur dan biaya sebesar 20,5 persen dari pendapatan perkapita. Apabila penulis membandingkan dengan negara-negara APEC (Asia-Pasific Economic Cooperation) atau kerjasama ekonomi Asia Pasifik, Indonesia masih tertinggal jauh dalam hal jumlah prosedur yang diperlukan dan biaya yang diperlukan oleh seorang investor untuk melakukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
perizinan
penanaman
modal
di
suatu
negara
(http://www.doingbusiness.org/reports). Padahal perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam pelayanan publik. Proses perizinan, khususnya dibidang perizinan usaha dapat secara langsung berpengaruh terhadap keinginan dan keputusan calon pengusaha maupun investor untuk menanamkan modalnya. Demikian pula sebaliknya, apabila proses perizinan tidak efisien, berbelit-belit, dan tidak transparan baik dalam hal waktu, biaya maupun prosedur akan berdampak terhadap menurunnya keinginan orang untuk mengurus perizinan usaha, dan mereka akan mencari tempat investasi lain yang prosesnya lebih jelas dan transparan. Proses perizinan yang tidak efisien, berbelit-belit, dan tidak transparan baik dalam hal waktu, biaya maupun prosedur menurut penulis merupakan akibat dari pelayanan publik yang tidak optimal. Pada awal abad 20an banyak konsep dan teori dalam optimalisasi pelayanan publik, salah satunya adalah gagasan Reinventing Government yang dicetuskan oleh David Osborne dan Ted Gaebler dimana mereka mengkritisi dan memperbaiki konsep optimalisasi pelayanan publik sesuai dengan perkembangan lingkungan birokrasi. Gagasan David Osborne dan Ted Gaebler tentang Reinventing Government mencakup 10 prinsip untuk mewirausahakan birokrasi. Dalam rangka melakukan optimalisasi pelayanan publik, 10 prinsip tersebut seharusnya dijalankan oleh pemerintah sekaligus dalam suatu sistem pemerintahan. Sehingga pelayanan publik yang dilakukan bisa berjalan dengan lebih optimal dan maksimal. 10 prinsip tersebut bertujuan untuk menciptakan organisasi pelayanan publik yang smaller (kecil,efisien), faster (kinerjanya cepat, efektif), cheaper (operasionalnya murah) dan kompetitif (Mahmun Syarif Nasution, 2010: 3-4). Pada saat ini terdapat cukup banyak undang-undang yang berkaitan dengan perizinan penanaman modal. Sedangkan undang-undang yang ada pada saat ini seolah-olah telah menjadi milik institusi yang bersangkutan untuk dilaksanakan, diawasi, dan ditegakkan secara mandiri oleh institusi itu sendiri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Sebagai akibatnya, undang-undang tersebut seolah-olah menjadi milik institusi yang bersangkutan sehingga aparat di luar instansi yang bersangkutan tidak dapat berpartisipasi secara maksimal. Hal tersebut menimbulkan adanya disharmoni antara suatu peraturan perundang-undangan satu dengan yang lainnya, baik secara vertikal maupun horizontal. Ketidakharmonisan ini tercermin dalam pasal-pasal undang-undang sehingga tidak menjamin kepastian hukum dan proses perizinan menjadi tidak efisen sehingga mengakibatkan perizinan memerlukan biaya tinggi. Misalnya dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal denganUndang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terdapat disharmoni mengenai kewenangan pemberian perizinan penanaman modal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain itu begitu banyaknya prosedur yang harus dilalui oleh investor untuk mendapatkan perizinan penanaman modal di Indonesia. Hal tersebut secara tidak langsung dapat mengakibatkan menurunnya keinginan orang untuk berinvestasi di Indonesia. Sehingga menurut hemat penulis, Indonesia perlu melakukan reformasi birokrasi yang berdasarkan pada prinsip birokrasi kewirausahaan dan melakukan harmonisasi antara Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah untuk menciptakan kepastian hukum dan efisiensi birokrasi yang sejalan dengan prinsip pemerintahan kewirausahaan agar dapat mendorong investor untuk menanamkan modal di Indonesia. Hal tersebut kemudian melatarbelakangi penulis untuk menyusun penulisan hukum yang berjudul “ANALISIS HARMONISASI PENGATURAN WEWENANG PENANAMAN MODAL DITINJAU DARI PRINSIP BIROKRASI KEWIRAUSAHAAN”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah pengaturan penanaman modal di Indonesia telah mencerminkan prinsip birokrasi kewirausahaan ditinjau dari segi harmonisasi hukum terhadap Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ? 2. Bagaimanakah solusi permasalahan pengaturan penanaman modal dari segi harmonisasi hukum terhadap Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah untuk memenuhi birokrasi kewirausahaan ?
3. Tujuan Penelitian Dalam suatu penelitian hukum pasti terdapat tujuan tertentu. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian yang hendak dicapai penulis adalah sebagai berikut: a. Tujuan Objektif 1) Untuk mengetahui pengaturan penanaman modal di Indonesia terkait dengan pencerminan prinsip birokrasi kewirausahaan ditinjau dari segi harmonisasi hukum terhadap Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 2) Untuk memberikan solusi permasalahan pengaturan penanaman modal dari segi harmonisasi hukum terhadap Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang
Pemerintahan
Daerah
untuk
memenuhi
birokrasi
kewirausahaan. b. Tujuan Subjektif 1) Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis di bidang ilmu hukum khususnya di bidang hukum tata negara mengenai pengaturan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
penanaman modal di Indonesia dan apakah pengaturan tersebut sudah mencerminkan prinsip birokrasi kewirausahaan. 2) Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada umumnya.
4. Manfaat Penelitian Sebuah penulisan hukum diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri maupun dapat diterapkan dalam praktiknya. Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan hukum ini adalah : a. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum pada umumnya, khususnya hukum tata negara. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan mengenai pengaturan penanaman modal di Indonesia.
5. Metode Penelitian Penelitian hukum (legal research) adalah suatu proses untuk menemukan kebenaran koherensi, yaitu menemukan apakah aturan hukum yang ada sudah sesuai dengan norma hukum, apakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sudah sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki,2013:47). Penelitian hukum merupakan suatu penelitian dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki,2013:60). Berdasarkan uraian diatas maka untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum (legal research) adalah suatu proses untuk suatu menemukan kebenaran koherensi, yaitu menemukan apakan aturan hukum yang ada sudah sesuai dengan norma hukum, apakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum dan apakah tindakan seseorang sudah sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki,2013:47).Sisi normatif dalam penulisan hukum ini adalah untuk menganalisis apakah ketentuan perizinan penanaman modal di Indonesia telah mencerminkan prinsip birokrasi kewirausahaan dan antara Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sudah terdapat kesesuaian atau belum. b. Sifat Penelitian Sifat dari penelitian yang dilakukan adalah bersifat preskriptif.Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan.Ilmu yang bersifat preskriptif yaitu ilmu hukum yang mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai, keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 41).Penelitian hukum dilakukan untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya dilakukan, bukan membuktikan kebenaran hipotesis. Preskripsi itu harus timbul dari hasil telaah yang dilakukan, tetapi preskripsi yang diberikan harus koheren dengan gagasan dasar hukum yang berpangkal dari moral (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 69-70). Pada penulisan ini sifat preskripsi digunakan untuk mendapatkan suatu argumen mengenai adanya atau tidaknya prinsip birokrasi kewirausahaan di dalam pengaturan perizinan penanaman modal di Indonesiadan antara Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sudah terdapat kesesuaian atau belum. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Apabila belum maka diperlukan adanya harmonisasi untuk menciptakan kepastian hukum dan efisiensi birokrasi bagi penanam modal. c. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) yang dilakukan dengan menelaah (dengan cara interpretasi) materi muatan semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2013 : 133). Dalam penulisan hukum ini, penulis menelaah pengaturan perizinan penanaman modal di Indonesia apakah sudah mencerminkan prinsip birokrasi kewirausahaan dan apakah sudah terdapat kesesuaian antara Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. d. Sumber-sumber penelitian Dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif, yang artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan-bahan hukum sekunder berupa buku-buku teks, kamuskamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki,2013:181).Adapun bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder tersebut antara lain : 1) Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer dalam yang digunakan dalam penelitian hukum ini meliputi : a) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; b) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
c) Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Fungsi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Penanaman Modal di Badan Koordinasi Penanaman Modal; d) Peraturan Kepala BKPM Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal. 2) Bahan hukum sekunderyang digunakan penulis berupa publikasi, yang meliputi buku-buku, kamus-kamus hukum, jurnal, dan teks mengenai Hukum Tata Negara, khususnya yang terkait dengan perizinan penanaman modal di Indonesia. e. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu: 1) Studi Kepustakaan (Library Research) Studi kepustakaan sangat penting sebagai dasar teori maupun sebagai data pendukung.Dalam studi kepustakaan ini peneliti mengkaji dan mempelajari buku-buku, jurnal, arsip-arsip, dan dokumen maupun peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pengaturan penanaman modal asing di Indonesia. 2) Cyber media Pengumpulan data melalui internet dengan cara melakukan mengunduh berbagai artikel yang berkaitan dengan penanaman modal asing di Indonesia. Beberapa website utama yang digunakan penulis, antara lain www.doingbusiness.orgdanwww.weforum.org. f. Teknik Analisis Bahan Hukum Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deduksi. Metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor kemudian diajukan premis minor. Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa untuk penalaran hukum yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut kemudian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 89). Dalam penulisan hukum ini penulis menggunakan premis mayor yang berupa pengaturan mengenai wewenang penanaman modal di Indonesia dan premis minornya keefektifan pelaksanaan prinsip birokrasi kewirausahaan dalam penanaman modal di Indonesia, kemudian dianalisis sehingga diketahui apakah ketentuan perizinan penanaman modal di
Indonesia sudah
mencerminkan prinsip birokrasi kewirausahaan dan sudah terdapat kesesuaian atau belum antara Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Kemudian premis tersebut dianalisis sehingga dapat diketahui ketentuan dalam penanaman modal yang ada di Indonesia apakah sudah menciptakan kepastian hukum dan efisiensi birokrasi bagi para penanam modal.
6. Sistematika Penulisan Hukum Penulisan hukum ini terdiri dari empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup serta dilengkapi daftar pustaka. Ada pun sistematika penulisan hukum sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis mengemukakan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab yang kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Tinjauan mengenai birokrasi, tinjauan mengenai birokrasi kewirausahaan, tinjauan mengenai penanaman modal/investasi, tinjauan mengenai harmonisasi, tinjauan mengenai pemerintahan daerah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yaitu : untuk mengetahui apakah pengaturan penanaman modal di Indonesia telah mencerminkan prinsip birokrasi kewirausahaan ditinjau dari segi harmonisasi hukum terhadap
Undang-undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah. BAB IV : PENUTUP Merupakan penutup yang menguraikan secara singkat tentang kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian. DAFTAR PUSTAKA
commit to user