45
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data Korpus data pada penelitian ini berupa teks dialog Kabar Bang One, dalam teks dialog tersebut terdapat strategi menyindir. Percakapan serta makna semiotik yang ada dalam tayangan tersebut dijadikan sasaran oleh penulis untuk diteliti. Strategi menyindir dalam penelitian ini menggunakan teori gaya bahasa ironi, sinisme, sarkasme, hiperbola, alusio, dan simbolik serta maksim cara yang merupakan salah satu teori prinsip kerja sama. Dalam teks dialog tesebut juga terdapat bentuk pematuhan dan pelanggaran yang merupakan implikasi dari prinsip kerja sama. Wujud korpus data itu terdiri dari 11 tayangan Kabar Bang One dan persentase keterpahaman pemirsa terhadap tayangan tersebut. 4.2 Analisis Data Strategi Menyindir Dan Implikatur Percakapan Kabar Bang One Analisis data dilakukan dengan menganalisis data dari setiap judul tayangan Kabar Bang One yang kemudian di akhir analisis akan dibahas secara menyeluruh. Berikut ini akan dianalisis data Strategi Menyindir dan Implikatur Percakapan Pada Kabar Bang One dari setiap judul tayangan. 4.2.1 Data Ke-1 Pejuang Setelah selesai berdoa di makam pahlawan, Bang One (dalam hal ini berperan sebagai Veteran). (1a) Bang One : “AKU PEJUANG 45.” (1b) : “BAGAIMANA NEGARA INI SETELAH 63 TAHUN MERDEKA.”
46
Bang One berjalan dan melihat kondisi Indonesia setelah 65 tahun merdeka. Ia menjumpai dua orang pengemis yang sedang meminta-minta dengan posisi duduk di pinggir jalan. Bang One menyerukan merdeka sambil mengangkat tangan pada orang-orang yang ditemuinya. (1c) : “MERDEKA!” (2) Pengemis: “MERDEKA APAAN..?? SEJAK KECIL KAMI MISKIN..” (menjulurkan lidah dengan reaksi marah). Bang One kemudian melanjutkan perjalanan dengan hati gundah dan bertemu dengan seorang ibu yang membawa catatan hutang. (1d) : “MERDEKA!” (3) Seorang Ibu : “KALAU SELALU DILILIT HUTANG, APA ITU MERDEKA.” (ekpresi marah, memperlihatkan catatan hutagnya kemudian meninggalkan Bang One begitu sewot dengan melemparkan pena). Bang One pusing dan terus berjalan, hatinya sangat gembira ketika bertemu dengan seorang ibu rumah tangga membawa barang belanjaan di tempat perbelanjaan. (1e) : “MERDEKA!” (4) Ibu rumah tangga: “SEMUA BARANG NAIK. ATAU HILANG. ATAU ANTREE. APA ITU MERDEKA!!” (ekspresi sewot, kemudian berlalu begitu saja di hadapan Bang One). Bang One semakin pusing dan terus melanjutkan perjalanannya kemudian bertemu dengan seorang pejabat koruptor. (1f) : “MERDEKA!” (5) Koruptor : “MERDEKA..! KITA BEBAS BERKORUPSI RIA.” (ekspresi tertawa begitu riang dan bersemangat dengan senyum sombong). Bang One melanjutkan perjalanan, meninggalkan pak koruptor. Diperjalanan ia bertemu dengan antrean panjang di depan rumah dengan pintu bertulis “LOWONGAN UNTUK 2 ORANG” lantas dengan lesu Bang One kembali mengangkat kepalan tangan sambil berkata. (1g)
: ”MERDEKA!”
(6) Para Antrean : “TAPI JUTAAN DARI KAMI MENGANGGUR..!!” (1h) : ”LALU APA ARTI PARA PAHLAWAN BANGSA..!!” (mengerutu sambil berlalu meninggalkan antrean).
47
Bang One tiba kembali di “TAMAN MAKAM PAHLAWAN” melihat dua orang anak sedang membersihkan makam. Bang One menumpahkan segala kekesalan di hadapan kedua anak tersebut. (1i) : ”AKU MARAH..!! MARAH..!! SEDIH..!!” (meronta-ronta). (7) Anak : “HIII... SEREM ADA MAYAT HIDUP.” (lari tunggag-langgang). (1j) : ”ADUH GENERASI BARU..!!” (melihat pada pemirsa)
Analisis a. Strategi Menyindir Gaya bahasa yang digunakan pada pertuturan di atas adalah gaya bahasa ironi. Ironi adalah majas yang menyatakan makna bertentangan dengan makna sesungguhnya. Ironi dapat berupa sindiran dengan mengatakan sebaliknya dari kata yang dimaksud. Hal ini dapat dilihat dari cara penulis gagasan dalam percakapan di atas. Tayangan di atas mengemukakan makna berlawanan antara makna yang sebenar-benarnya terjadi. Ketidaksesuaian antara wacana yang diketengahkan, dan kenyataan yang mendasarinya menimbulkan efek lucu sekaligus kritik terhadap pemerintah. Hal ini terlihat pada (2), (3), (4), (5), dan (6), yakni: Indonesia yang tidak pernah terlepas dari ‘gurita’ kemiskinan, yang tidak pernah terbebas dari lilitan hutang, yang kebanyakan masyarakatnya
selalu
dirundung
masalah
perekonomian;
para
pejabatnya banyak tersandung korupsi, begitu juga dengan masalah pengangguran yang semakin bertambah jumlahnya. Kondisi ini diperparah oleh pendidikan anak terabaikan akibat ekonomi orang tua
48
yang tidak mencukupi. Pada percakapan (7), sang anak seharusnya berada di sekolah, mengenyam pendidikan, bukan menjadi petugas kebersihan
pekuburan
dan
tidak
mengetahui
jasa
pahlawan
kemerdekaan. Sang anak menganggap (1) sebagai mayat hidup, bukan sebagai
veteran
yang
pada
masa
mudanya
memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Kata “merdeka” bila diserukan pada zaman perjuangan Republik Indonesia berarti ‘bebas dari penghambaan’,’penjajahan’. Akan tetapi kata “merdeka” pasca kemerdekaan memiliki arti lain. Kata “merdeka” dapat berarti ‘tidak terikat’,’tidak bergantung pada orang atau pihak tertentu’, ‘leluasa’, hal ini sesuai dengan makna yang diucapkan (1c s.d. 1g). Kata “merdeka” memiliki arti konotasi yang sama untuk suatu hal yang ironi bagi bangsa kita, yaitu kesenjangan antara kemiskinan dan konglomerat yang keduanya semakin tumbuh subur. Hal itu akan dimengerti ketika melihat konteks yang ada, yaitu bangsa Indonesia yang tidak juga keluar dari ‘gurita’ kemiskianan dan para pejabat negaranya marak berkorupsi. Pada percakapan di atas dapat diketahui penyebab dari masalah bangsa Indonesia, yaitu korupsi yang semakin menjadi.
49
b. Semiotik Semiotik Tanda Batu nisan Simbol/lambang Topi baret, bendera Merah Putih, kaca mata hitam, pakaian bertambal, membuang pena, map, dan menjulurkan lidah Sinyal Gesture Ekspresi bangga, senang, marah, kecewa, takut, sinis, menundukkan kepaLa, dan membusungkan dada Indeks “TAMAN MAKAN PAHLAWAN”, “PEJUANG KEMERDEKAAN”, “KORUPTOR”, “LOWONGAN UNTUK 2 ORANG” Ikon Veteran, koruptor, rumah, gedung, mangkok, pena, buku, keranjang, map kode Gejala Keterangan. Pada data ke-1 Bang One berperan sebagai veteran. Hal ini ditandai dengan atribut yang dikenakannya, yaitu berupa topi baret dengan pin bendera merah putih dan seragam tentara ’45 lengkap dengan sabuk dan sepatu vantopel. Atribut yang dikenakan semaikin jelas menandakan ia seorang vetaran dengan pengakuannnya sebagai pejuang ’45 dan ditambah dengan bebarapa penanda lain, seperti plang yang bertulis “MAKAN PAHLAWAN” dan batu nisan bertulis “PEJUANG KEMERDEKAAN”. Peran pengemis ditandai dengan atribut pakaian yang beberapa bagiannya ditambal, mangkok sebagai alat untuk meminta-minta, kaca mata hitam sebagai tanda bahwa ia buta, dan sedikit gerakan menggaruk lengan yang menandakan ia tidak sehat. Peran sebagai ibu rumah tangga ditandai dengan barang belanjaan yang ia bawa dan pakaian sederhana. Peran seorang koruptor ditandai dengan
50
kopiah yang dikenakan berlabel “KORUPTOR”, berjas dengan saku yang dipadati lembaran uang, berdasi, dan sepatu vantofel hitam. Sedangkan untuk menunjukkan angka penganguran ditandai dengan plang bertulis “LOWONGAN UNTUK 2 ORANG” sementara peminat kerja sambil membawa map mengantre sangat panjang. c. Maksim Pelaksanaan Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur tidak taksa, dan tidak berlebihlebihan, serta runtut. Percakapan di atas melanggar prinsip kerja sama, yaitu maksim pelaksanaan. d. Implikatur Konteks: usia kemerdekaan Republik Indonesia telah mencapai 65 tahun, akan tetapi kondisi sosial dan ekonomi tidak sesuai dengan citacita kemerdekaan, sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. (1c) Bang One : “MERDEKA!” (2) Pengemis :“MERDEKA APAAN..?? KAMI MISKIN..”
SEJAK
KECIL
(1f) Bang One : “MERDEKA!” (5) Koruptor :“MERDEKA..! KITA BEBAS BERKORUPSI
Tuturan
(1c) dan (2) dan (1f) dan (5) melanggar maksim
pelaksanaan. Maksim pelaksanaan mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Tuturan “merdeka” pada percakapan (1c) dan (2), dan (1f) dan (5) memiliki kadar kejelasan
51
yang rendah atau kadar kekaburannya tinggi sehingga makna dari tuturan tersebut dapat dimungkinkan untuk ditafsirkan bermacammacam. Pada percakapan (1c) dan (2), penutur tidak memberikan kejelasan tentang apa yang sebenarnya ia maksudkan. Kata “merdeka” yang dituturkan (1c) mengandung kadar ketaksaan dan kekaburan sangat tinggi. Oleh karenanya, maknanya pun menjadi sangat kabur. petutur mengartikan “merdeka” yaitu kemerdekaan atas kemiskinan, lantas petutur menjawab “MERDEKA APAAN..?? SEJAK KECIL KAMI MISKIN..”. Demikian juga pada percakapan (1f) dan (5), petutur mengartikan “merdeka” yaitu kemerdekaan atas korupsi, lantas petutur menjawab “MERDEKA..! KITA BEBAS BERKORUPSI”. Implikasi pada tuturan tersebut, kata “merdeka” diartikan ‘tidak terikat’,’tidak bergantung pada orang atau pihak tertentu’, dan ‘leluasa’. 4.2.2 Data Ke-2 Antre Tayangan dimulai dengan antrean panjang masyarakat (tua-muda, lelakiperempuan bahkan ibu hamil, dan jompo) di pangkalan minyak. Mereka membawa jeriken dengan ukuran beragam. Antrean panjang itu membuat masyarakat kesal, bahkan di antara mereka ada yang membawa payung untuk menghindari sengatan matahari. Salah satu dari pengantre mengerutu. (1a)
: “ANTREE MINYAK… LAMA…”
Tayangan beralih pada antre di “KANTOR POS”. Antrean terdiri dari beberapa orang jompo, ibu hamil, perempuan dan laki-laki paruh baya. Salah satu dari lelaki dari penganre berkata. (1b) :“ANTREE BLT PANJANG..!!” (kesal, kemudian menyeka keringat di dahi akibat terik mentari). Tayangan beralih pada antrean masyarakat yang membawa tabung gas. Beberapa di antara mereka bercucuran keringat karena terik mentari. Salah satu di antara mereka ada yang mengenakan payung untuk
52
menghindari sengatan matahari (ekspresi kesal). Ibu hamil pun turut serta dalam antrean ini. Salah seorang dari mereka berkata. (1c)
: “ANTREE ELPIJI” (raut wajah kesal),
Tayangan beralih pada antrean masyarakata di “STASIUN”. Mereka membawa tas ransel, koper (seperti akan mudik/bepergian). Ada keluarga yang membawa anak-anak mereka. (1d) : “ANTREE TIKET MUDIK..!!” (ujar salah satu dari mereka dengan ekspresi kesal, meletakkan tas kemudian berkacakpinggang). Tayangan beralih pada dua orang dari pengantre (lelaki dan perempuan). Leleki dengan ekspresi kesal sambil mengibas-ngibaskan beberapa lembar uang berujuar. (1e)
: “ANTREE SEMBAKO MURAH..!!”
Tayangan beralih pada satu orang lelaki (dari awal tayang lelaki ini selalu berkomentar dan yang selalu disorot kamera) yang marah (melotot pada pemirsa sambil menunjuk-nunjuk). (1f) : “NGAPAIN SAYA DISOROT TERUS..!!”, ujar lelaki itu kemudian mengepalkan tangan seolah mengancam akibat kesal. Zoom out, lelaki itu berada di antrean “WC UMUM” dan berujar kembali. (1g) : “INI BUKAN HAL YANG ANEH” (seolah berteriak) “TAHU..!!” (menunjuk pemirsa/kamera seolah mengancam, setelah itu ia terlihat mengeluh). Tayangan beralih pada Bang One yang berujar dengan begitu kesalnya. (2) : “ANTREE, “SUDAH BUDAYA RAKYAT KECIL..!!” (Bang One semakin emosi) “SEDIH” (menangis, bercucuran air mata).
Analisis a. Strategi Menyindir (1f) : “NGAPAIN SAYA DISOROT TERUS..!!”, (1g) : “INI BUKAN HAL YANG ANEH” (seolah berteriak) “TAHU..!!” (2) : “ANTREE, SUDAH BUDAYA RAKYAT KECIL..!!”
Gaya bahasa yang digunakan pada pertuturan di atas menggunakan gaya bahasa alusio. Alusio adalah gaya bahasa mengias dengan menggunakan
ungkapan-ungkapan
yang
sudah
lazim
atau
53
menggunakan sampiran pantun yang isinya sudah umum dimaklumi. Hal ini terlihat pada tuturan (2) “ANTREE, SUDAH BUDAYA RAKYAT KECIL..!!”. “antre” memang sudah menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia. Hal ini sering dijumpai pada antrean di kasir bank, kasir swalayan, tempat pembelian tiket, dan tempat-tempat lainnya. Arti “budaya” adalah ‘pikiran’, ‘akal budi’ atau dalam hal yang laian berarti ‘sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah’. Bila masyarakat mengantre di bank untuk menabung atau mengambil sejumlah tabungan adalah hal yang positif. Begitu pula bila mengantre ketika menghitung jumlah harga belanjaan di kasir swalayan adalah hal yang humanis. Akan tetapi bila antrean itu terjadi di pangkalan minyak, di kantor pos, di stasiun, antre sembako murah, bahkan di MCK,
yang hanya dilakukan oleh orang-orang berekonomi rendah,
merupakan suatu masalah sosial bangsa. Hal ini mengindikasikan negara telah gagal menuntaskan kemiskinan, bahkan kebijakan-kebijakan yang dibuat menambah susah rakyat kecil. Seperti pada tuturan
(1a), yakni “ANTREE
MINYAK… LAMA…”. Melihat kondisi ini pemerintah mengambil kebijakan konversi ke gas elpiji. Namun yang terjadi setelah konversi ke gas, masyarakat tetap saja mengantre. Orang-orang jompo dan ibu hamil terpaksa antre demi mendapatkan Bantuan Tunai Langsung walau berpanas-panasan. Tranportasi yang layak mahal sehingga memaksa masyarakat kecil mengantre tiket kereta yang harganya relatif terjangkau. Dalam hal ini rakyat kecil yang selalu menjadi korban. Rakyat kecil marah, sebagaimana diwakili oleh (1f), yakni “NGAPAIN SAYA DISOROT TERUS..!! INI BUKAN HAL YANG ANEH, TAHU..!!” (seolah berteriak). Bagi
yang berekonomi tinggi tidak perlu
mengantre sementara yang berekonomi rendah harus bersusah payah. Disaat
54
ingin membuang hajat, mandi, dan mencuci mereka harus mengantre. Ini lah yang dimaksud budaya oleh tuturan (2) yang bila dilihat oleh negara tetangga menjadi suatu aib bagi bangsa atau setidaknya pemerintah malu, lantas memperbaiki kebijakan demi memajukan kesejahteraan rakyat kecil. b. Semiotik
Semiotik Tanda keringat Simbol/lambang Ibu hamil, orang jompo, caping, samping, pakaian lusuh, kopiah, topi, dan sabuk jawara. Sinyal Gesture Ekspresi senang, kesal, marah, lelah, Indeks “PANGKALAN MINYAK BOS RIDWAN”, “KANTOR POS”, “STASIUN”, “WC UMUM”, Ikon Tabung gas, jeriken, caping, matahari, payung, ransel, koper, kopian, topi, samping kode Gejala Penjelasan. Masyarakat berekonomi rendah dilambangkan
dengan pakaian
sederhana. Hal ini dapat dilihat dari atribut yang dikenakannya. Atribut yang dikenakan pada data ke-2 yaitu kopiah sebagai tutup kepala dan seragam koko yang diberi sabuk cukup lebar, caping yang menandakan seorang petani, pengenaan sarung, kehamilan, dan orang jompo. Orang-orang yang mengenakan atribut tersebut pada data ke-2 diidentikkan dengan masyarakan berekonomi rendah. Keringat yang mengucur, merupakan tanda alamiah bahwa seseorang lelah atau cape. Dalam tayangan data ke-2, dapat diketahui bahwa masyarakat lelah dengan kebiasaan yang mereka lakukan sebagai dampak dari kebijakan pemerintah yang tidak juga memberikan kenyamanan bagi bangsanya.
55
c. Maksim Pelaksanaan
Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa. dan tidak berlebihlebihan, serta runtut. Percakapan di atas melanggar prinsip kerja sama, yaitu
maksim
pelaksanaan.
Pertuturan
pada
data
ke-2
dapat
dimungkinkan untuk ditafsirkan bermacam-macam persepsi. d. Implikatur Konteks: pemerintah dinilai gagal menuntaskan kemiskinan dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan hanya menambah penderitaan rakyat kecil. Hal ini dibuktikan dengan masyarakat yang selalu mengantre ketika akan mendapatkan hak-haknya. (1f) : “NGAPAIN SAYA DISOROT TERUS..!!”, (1g) : “INI BUKAN HAL YANG ANEH” (seolah berteriak) “TAHU..!!” (2) : “ANTREE, SUDAH BUDAYA RAKYAT KECIL..!!”
Pertuturan KECIL..!!”
(2) yakni, “ANTREE, SUDAH BUDAYA RAKYAT
memiliki relevansi dengan apa yang dituturkan (1) yakni,
“NGAPAIN SAYA DISOROT TERUS..!!” dan “INI BUKAN HAL YANG ANEH”. Kata “ANEH” dimaknai sebagai ‘tidak seperti yang biasa dilihat’, ‘ajaib’, ‘ganjil’ kemudian (2) menanggapi tuturan itu dengan “ANTREE, SUDAH BUDAYA RAKYAT KECIL..!!”. Bila dibaca sekilas tuturan di atas terasa tidak relevan, akan tetapi bila melihat konteks yang ada, tuturan tersebut menjadi sangat relevan. Maksim relevansi dalam prinsip kerja sama tidak harus dipenuhi dan dipatuhi dalam pertuturan sesungguhnya. Hal ini dapat dilakukan apabila tuturan tersebut dimaksudkan untuk mengungkapkan maksud-maksud
56
tertentu dengan memperhatikan konteks yang ada. Implikasi yang terjadi pada tuturan di atas yaitu berupa informasi bahwa masyarakat kecil selalu menjadi korban dari kebijakan pemerintah. Kemiskinan sebagai dampak dari gagalnya pemerintah meningkatkan ekonomi rakyat memaksa mereka untuk mengantre demi mendapatkan setitik penyambung hidup. 4.2.3 Data Ke-3 Kostum Baru Koruptor Tayangan diawali dengan seorang koruptor berjalan menuju ruang ganti dengan kondisi kedua pergelangan kaki terikat, kedua tangan terikat di belakang punggung dan membawa plang bertulis “KORUPTOR”. Sebelum benar-benar masuk ke dalam ruang ganti, dengan wajah murung, ia berucap sambil menghadap pemirsa. (1a) koruptor : “PEGEL..!!” (raut wajah penyesalan), “TERANIAYA..!!” (berlalu memasuki ruang ganti). Tak lama berselang dari ruangan ia keluar dengan penampilan baru. Dengan raut wajah menyesal sambil menunjuk-nunjuk tulisan pada bajunya yang bertulis “KORUPTOR” sambil berucap. (1b)
: “RIBET..!! BAJU DEPAN DITULISIN.”
Kemudian ia membalikkan badan dengan maksud memperlihatkan banyaknya tulisan “KORUPTOR” pada baju belakangnya sambil berucap. (1c) : “SELURUH PAKAIAN PENUH DENGAN KORUPTOR..!!, WADU..!!” (meronta ingin melepaskan ikatan pada tangannya). Tayangan beralih pada seorang koruptor yang meronta-ronta ingin melepaskan pasungan pada kedua tangannya. Pasungan yang menyerupai plang itu bertulis “KURUPTOR”. Setelah berbagai upaya untuk melepaskan dari dari pasungan tidak bisa, ia mengeluh dengan ekspresi menyesal. (1d) : “TANGAN DIPASUNG PADA PAPAN KORUPTOR..!!, SAKIT..!!” (meronta). Tayangan beralih pada seorang koruptor yang menangis dengan kedua telapak tangan menutupi wajahnya, tak lama kemudian ia membuka tangannya. Sambil menunjuk tulisan “KORUPTOR” di jidatnya, ia berujar. (1e)
: “JIDAT DITATO..!!, AMPUN DEH..!!” (berteriak).
57
Tayangan beralih pada seorang KPK yang berbicara pada seorang koruptor berkostum layaknya seorang badut, sambil tertawa dan menunjuk badut berkata. (2) KPK : “KOSTUM YANG PALING MEMALUKAN..!!, YANG AKAN DIPILIH..!!” (badut hanya kikuk gigit jari). Tayangan beralih pada pasangan suami istri yang terbangun dalam tidurnya dengan panik (rupanya kejadian-kejadian di atas merupakan mimpi buruk bagi seorang koruptor) lalu Suami berbicara pada Istrinya. (1d) : “MARI, MULAI BESOK..!!, KITA HIDUP, SEDERHANA SAJA YA..!!” (istri mendadak muram, suami mendadak menggigil ketakutan). Tayangan beralih pada Bang One dengan ekspresi tertawa terbahakbahak, kemudian berkomentar. (3) Bang One : “KOSTUM BARU KORUPTOR KEREN NGGAK, YA..??”.
Analisis a. Strategi menyindir Gaya bahasa yang digunakan pada tuturan di atas adalah gaya bahasa hiperbola. Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruh. Gaya bahasa ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat. Hal ini terlihat pada pernyataan (1a) pada data ke-3, yakni “PEGEL..!! TERANIAYA..!!”. Bagi seorang koruptor sudah sepantasnya diperlakukan seperti itu, yaitu kedua pergelangan kaki diikat, kedua tangan diikat di belakang punggung dan membawa plang bertulis “KORUPTOR”, kemudian diarak masuk penjara.
Tuturan (1c) menyatakan bahwa seorang
koruptor pantas memakai baju yang penuh dengan tulisan koruptor.
58
Tuturan (1d) menyatakan bahwa seorang koruptor pantas terpasung kedua tangannya di papan koruptor. Kemudian yang lebih sadih yaitu pada tuturan (1e), yakni seorang koruptor harus ditato “KORUPTOR” pada jidatnya. Tuturan (1a s.d. 1e) merupakan bentuk gaya bahasa hiperbola, yaitu dengan maksud memberi penekanan bagi para koruptor agar jera dan kembali pada jalan kebenaran. b. Semiotik Semiotik Tanda Simbol/lambang Sinyal Gesture Indeks Ikon
Mimpi Papan pasungan, jas, dasi, badut, sepatu vantofel Mimpi Ekspresi sedih, kesal, marah, girang, takut, dan malu “KORUPTOR”, “RUANG GANTI”, “KPK” Papan pasungan, badut, jas, dasi, sepatu vantofel, ranjang
kode Gejala Keterangan Mimpi seseorang dalam data ke-3, tentang hukungan bagi seorang koruptor dan menjadi takut kerena mimpi itu, menandakan ia seorang koruptor sekaligus sinyal untuk berhenti melakukan korupsi. Seorang koruptor dapat diketahui dengan melihat pakaian yang dikenakan, yaitu berupa jas dengan dalaman kemeja, mengenakan dasi, dan sepantu vantofel hitam. Atribut yang dikenakan oleh seorang koruptor diperjelas dengan menambahkan label “KORUPTOR” pada papan pasung, jas yang dipakai, dan pada jidat. Pakaian yang dikenakan merupakan simbol koruptor sekaligus ikon bahwa seorang pejabat selalu berdekatan dengan
59
sifat menyelewengkan uang. Papan pasungan merupakan simbol untuk sesuatu yang susah diatur sekaligus ikon yang biasanya digunakan untuk orang gila atau tahanan yang dianggap berbahaya. Badut merupakan simbol sekaligus ikon lucu dan akan merendahkah martabat bila dikenakan oleh seorang pejabat. c. Maksim Pelaksanaan Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebihlebihan, serta runtut. Percakapan di atas melanggar prinsip kerja sama, yaitu maksim pelaksanaan. Hal ini diperkuat dengan Pertuturan (2), (1d), dan (3) yang tidak jelas. d. Implikatur Konteks: kasus korupsi tidak pernah ada habisnya. Para pejabat negara seolah tidak takut dengan hukuman yang telah ditimpakan pada koruptor-koruptor yang telah tertangkap KPK. (2) KPK :“KOSTUM YANG PALING MEMALUKAN..!!, YANG AKAN DIPILIH..!!” (badut hanya kikuk gigit jari). Tayangan beralih pada pasangan suami istri yang terbangun dalam tidurnya dengan panik (rupanya kejadian-kejadian di atas merupakan mimpi buruk bagi seorang koruptor) lalu Suami berbicara pada Istrinya. (1d) : “MARI, MULAI BESOK..!!, KITA HIDUP, SEDERHANA SAJA YA..!!” (istri mendadak muram, suami mendadak menggigil ketakutan). Tayangan beralih pada Bang One dengan ekspresi tertawa terbahakbahak, kemudian berkomentar. (3) Bang One : “KOSTUM BARU KORUPTOR KEREN NGGAK, YA..??”.
Tuturan (1d), yakni “MARI, MULAI BESOK..!!, KITA HIDUP, SEDERHANA SAJA YA..!!” relatif kabur maknanya. Maksud
60
yang sebenarnya dari tuturan (1d) bukan terutama ingin mengajak istri untuk hidup sederhana, malainkan lebih dari itu, yakni (1d) memohon kepada istrinya untuk tidak banyak menuntut materi padanya sehingga mendorong
(1d) memanfaatkan kesempatan yang ia miliki untuk
menyelewengkan uang. (1d) sebenarnya takut dengan hukumanhukuman yang ada dalam mimpinya karena ia merasa dirinya adalah seorang koruptor. Begitu juga pada tuturan (3) yang jelas-jelas melanggar maksim pelaksanaan pada prinsip kerja sama Grice. Tuturan “KOSTUM
BARU
KORUPTOR
KEREN
NGGAK,
YA..??”
sebenarnya “kostum” yang dimaksudkan tuturan (3) adalah ‘hukuman’ bagi kuruptor agar mereka takut untuk menyelewengkan uang negara. 4.2.4 Data ke-4 Musibah Zakat Long shot, pada layar tv bertulis “SEMARANG 2001”. Satu rumah berplang “PEMBAGIAN ZAKAT”, di depan rumah tersebut terparkir sebuah mobil ambulan. Dua orang petugas kesehatan menandu pasien keluar dari rumah pembagian zakat ke mobil ambulan diikuti lagi dengan pasien kedua yang sama ditandu menuju mobil ambulan. Setelah selesai mengevakuasi korban, seorang petugas berkata. (1)
Petugas: “DUA ORANG LUKA..!!”
Petugas memasuki mobil kemudian mobil pun melaju, sementara dua pasiennya tertinggal (menangis di atas meja, bercucuran air mata karena tertinggal ambulan). Long shot, pada layar tv bertulis “BANJARMASIN 2002”. Seorang nenek tua bersusah payah menyelamatkan diri dari kerumunan massa yang sedang mengantre dan berteriak. (2)
Nenek : “TOLONG..! AKU TERJEPIT..!!”
Long shot, pada layar tv bertulis “JAKARTA 2003”. Empat orang mayat disusun terbujur di atas meja (hanya diperlihatkan sebatas betis sampai kaki, selebihnya tertutup kain), lalu datang petugas berserangam suster mendata mayat-mayat tersebut. Setelah melihat empat mayat itu, petugas menghadap pemersi dan berkata.
61
(3)
Petugas: “EMPAT ORANG TEWAS..!!”
Long shot, pada layar tv bertulis “GERSIK 2007”. Latar tempat berplang “PEMBAGIAN ZAKAT”. Beberapa orang (hanya ditampakkan sebatas lutut ke bawah) tampak berlarian memburu sesuatu, sementara seorang wanita berpakaian lusuh tampak girang di bawah hilir mudik kaki-kaki besar yang berlalu lalang. Wanita itu tampak begitu berharap melihat penomena ini dan bermaksud menuju ke arah yang dimaksud, akan tetapi baru saja akan beranjak, wanita ini jatuh dan terinjak-injak oleh kaki-kaki besar yang bertujuan sama dengan wanita itu. Wanita itu babak belur dan dalam kondisi terbaring lemah, sebelum benar-benar meninggal ia berkata pada pemirsa. (4) Wanita : “AKU TEWAS..!!” (sambil mengacungkan dua jari viss) kemudian terkulai sama rata dengan tubuhnya di tanah. Long shot, pada layar tv bertulis “BANTUL 2007”. Sebuah rumah bertulis “IGD” kemudian datang Bang One dengan pakaian khas reporter membawa kamera. Bang One memokuskan kameranya ke dalam ruangan hingga begitu dekat, kemudian menghadap pemirsa dan berkata. (5) Bang One: “TIGA ORANG TERINJAK LUKA SERIUS..!!” Long shot, pada layar tv bertulis “BANTUL 2007”. Bang One berjalan sambil bersiul-siul santai sambil memejamkan mata, tanpa ia sadari ia telah sampai diujung antrean yang semuanya wanita. Sesampainya di antrean, tiba-tiba antrean itu rebah kearah Bang One. Bang One berteriak. (5b) : “TOLONG TIGA BELAS ORANG PINGSAN.” (sambil menahan deretan orang pingsan) Long shot, pan right, beberapa kuburan yang masih tampak baru bersusun rapi. Pada layar tv bertulis “PASURUAN 2008”. Bang One menyaksikan kuburan-kuburan itu dengan terharu dan kikuk sambil menggaruk-garuk kepala dan berkata. (5c)
: “21 KORBAN MENYEDIHKAN SEKALI..!!”
Setelah berujar seperti itu, Bang One berkata pada pemirsa dengan gayanya yang khas. (5d) : “JANGAN DEH TERULANG LAGI..!!” (ekspresi geram).
Analisis a. Strategi Menyindir
62
Gaya bahasa yang digunakan pada pertuturan di atas adalah gaya bahasa ironi. Ironi adalah majas yang menyatakan makna bertentangan dengan makna sesungguhnya, ironi dapat berupa sindiran dengan mengatakan sebaliknya dari kata yang dimaksud dan dapat pula berupa pernyataan
yang
sebenarnya
terjadi
di
‘lapangan’
dengan
mempertimbangkan konteks. Hal ini dapat dilihat pada tuturan (4), yakni “AKU TEWAS..!!”. Secara logika seseorang yang akan meninggal dunia mustahil berujar seperti yang dituturkan (4). Oleh karena itu, tuturan (4) menjadi sangat ironi terjadi dalam kenyataan. Hal lain yang mengindikasikan bahwa pertuturan pada data ke-4 menggunakan gaya bahasa ironi adalah respon peserta tutur. Kematian merupakan suatu hal yang menyedihkan, akan tetapi peserta tutur merespon kematian merupakan suatau hal yang biasa dan tidak semestinya ditangisi atau menjadi sedih karenanya. Pada pertuturan diatas mengisyaratkan bahwa pemerintah dinilai gagal mengatasi pembagian zakat dan masalah yang ditimbulkannya. Pemerintah dinilai menganggap kematian manusia sebagai hitungan angka belaka. Selaian itu, semakin banyaknya jumlah pengantre dan tingginya animo masyarakat terhadap zakat menandakan pemerintah tidak dapat menekan angka kemiskinan. Hal ini terbukti ketika zakat dianggap sebagai sumber penghasilan bagi masyarakat miskin. b. Semiotik Semiotik
63
Tanda Ambulan, antre, keringat, kuburan, dan mayat Simbol/lambang Palang merah, dan kamera Sinyal Gesture Tergesa-gesa, menangis, meronta, mengendapendap, kesakitan, dan geram Indeks “PEMBAGIAN ZAKAT”, “SEMARANG 2001”, “BANJARMASIN 2002”, “JAKARTA 2003”, “PEMBAGIAN ZAKAT”, “GERSIK 2007”, “IGD”, “BANTUL 2007”, “LAMONGAN 2007”, “PASURUAN 2008”, Ikon Rumah, perawat, tubuh tinggi-besar, mayat, dan kamera kode Gejala Keterangan. Makna semiotik dalam data ke-4 berupa penunjukan tempat dan permasalahan yang mengakibatkan kematian. Permasalahan itu berupa pembagian zakat yang tidak terkoordinir dengan baik. Untuk menunjukkan tragedi pembagian zakat pada suatu tempat yaitu dengan mengunakan indek berupa label. Tragedi pembagian zakat di Semarang ditunjukkan dengan memberi label pada rumah dengan tulisan “PEMBAGIAN ZAKAT” dan tulisan pada layar tv “SEMARANG 2001”. Tragedi
pembagian zakat di Jakarta pada tahun 2003 yang
menewaskan empat orang ditunjukkan dengan tulisan pada layar tv “JAKARTA 2003” dan empat mayat yang terjajar. Kemudian kejadian pingsannya 13 wanita pengantre zakat di Lamongan ditunjukkan dengan tulisan pada layar tv “LAMONGAN 2007”. Tragedi pembagian zakat di Pasuruan yang menewaskan 21 orang ditunjukkan dengan sejumlah kuburan yang masih baru dan tulisan pada layar tv “PASURUAN 2008”. Penandaan yaitu berupa: ambulan sebagai tanda
64
adanya korban, antre sebagai tanda adanya pelayanan, keringat sebagai tanda kelelahan, mayat sebagai tanda adanya tragedi, kuburan yang masih basah menandakan adanya seseorang yang baru meninggal. Simbol/lambang yaitu berupa kamera yang menyimbolkan seorang wartawan, palang merah sebagai simbol dari kepedulian sesama. c. Maksim Pelaksanaan Maksim pelaksanaan mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Pada data ke-4 mematuhi maksim pelaksanaan. Hal ini terlihat dari penggunaan kata yang umum dan lumrah digunakan dalam percakapan sehari-hari, sehingga maknanya tidak menimbulkan kekaburan atau taksa. d. Implikatur Konteks: pemerintah dinilai tidak becus menangani masalah pembagian zakat yang setiap tahunnya selalu ‘menelan’ korban jiwa. (5c)
: “21 KORBAN MENYEDIHKAN SEKALI..!!”
Setelah berujar seperti itu, Bang One berkata pada pemirsa dengan gayanya yang khas. (5d) : “JANGAN DEH TERULANG LAGI..!!” (ekspresi geram).
Tuturan (5c) dan (5d) mematuhi maksim kuantitas. Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Tuturan (5c), yakni “21 KORBAN MENYEDIHKAN SEKALI..!!”
65
bermaksud menginformasikan jumlah korban akibat pembagian zakat yang tidak terkoordinir dengan baik. 21 korban jiwa manusia bukanlah hal yang sedikit dan sepele. Zakat yang seharusnya memberikan solusi dari masalah ekonomi bagi masyarakat miskin malah membawa kematian bagi penerimanya. Pemerintah seharusnya mengetahui cara mengatasi pembagian zakat yang setiap tahun jumlah penerimanya semakin bertambah dan selalu menimbulkan permasalahan di dalamnya.
Tuturan
“JANGAN
DEH
TERULANG
LAGI..!!”
mengimplikasikan tuturan (1) dan (5a s.d. 5c), yakni mengenai pembagian zakat yang selalu mengakibatkan korban jiwa dan pemerintah yang seolah abai terhadap masalah tersebut.
4.2.5 Data ke-5 Antre Terus Tayangan dimulai dari medium shot, sebuah rumah pangkalan minyak yang pintunya digembok dan pada pintu itu terdapat plang bertulis “PANGKALAN MINYAK U-DONG”. Di halaman rumah itu berderet jeriken minyak. Di samping kiri rumah itu ada beberapa drum minyak dan diberi plang bertulis “MINYAK KOSONG”. Zoom out, long shot, pangkalan minyak u-dong, di ujung deretan jeriken tiga orang wanita tampak sedang mengantre sementara di pangkal deretan jeriken (di samping rumah) seorang lelaki berpakaian jas di balik plang bertulis “PERTAMINA” menyeru pada ketiga wanita itu. (1) lelaki : “DARIPADA ANTRE MINYAK TANAH,” mengangkat tangan seolah sedang berorasi. Medium shot, lelaki “PINDAH SAJA KE GAS,” menunjuk pemirsa dan tersenyum lebar. Lelaki itu kemudian mengambil tabung di sebelang kirinya dan memperlihatkan tabung gas sambil berkata “DAPAT TABUNG GRATIS,” lelaki itu kemudian mengambil sesuatu disebelah kanannya dan memperlihatkan kompor gas sambil berkata “DAPAT KOMPOR GRATIS.” (lagi-lagi lelaki ini tersenyum simpati pada pemirsa) Dissolve Medium shot, tiga wanita yang sedang mengantre tersenyum gembira setelah mendengar promosi dari lelaki itu. Wanita berujar.
66
(2a) wanita
: “PAKAI GAS AJA.”
(3a) wanita
: “SETUJU KONVERSI.”
(4a) waita : “GAS LEBIH OKE.” Tayangan beralih. Medium shot, seorang agen gas duduk di tempat pengisian ulang gas (meja kasir) dengan wajah muram sambil memainkan jari-jarinya di meja. Dibagian muka meja bertulis “AGEN GAS”, di sebelah kanan meja berjajar tumpukan tabung gas berukuran besar. Seorang wanita datang membawa tabung gas berwarna hijau dengan maksud mengisi ulang. Dissolve Close up, wanita menyodorkan tabung gas pada lelaki yang muram sambil berkata (3b) wanita
: “ISI GAS ADA,” raut wajah riang.
(5a) lelaki : “GAS KOSONG, BELUM ADA KIRIMAN,” memainkan jarinya kembali pada meja sambil bertopang dagu. (3c) wanita tabung.
: “TABUNGNYA ADA,” menunjuk deretan
(5b) lelaki : “KOSONG,” mengangkat kedua belah tangan “KALO ADA HARGANYA MAHAL,” seolah berbisik sambil memajukan wajahnya pada pemirsa, dan tersenyum. Tayangan beralih medium shot, tiga wanita sedang bercakapa-cakap, di belakang mereka antrean tabung gas berbagai ukuran sangat panjang. (2b) wanita cemberut.
: “TABUNG MAHAL,” ujarnya dengan wajah
(4b) waita kepala.
:“GAS LANGKA,” sambil menggaruk-garuk
(3d) wanita : “ANTRE LAGI,” kesal. Zoom out, long shot, pangkalan isi ulang gas dengan pintu digembok, antrean tabung gas panjang, di sebelah rumah itu bertumpuk tabung gas dengan berbagai ukuran, ada plang bertulis “GAS KOSONG”. Bang One berkomentar di belakang tiga wanita itu. (6) Bang One: “SAMASAJA ANTRE,” close up, Bang One berujar “APA KATA DUNIA,” seolah berkata pada pemirsa, kemudian tertawa.
67
Analisis a. Strategi Menyindir (2b) wanita : “TABUNG MAHAL,” ujarnya dengan wajah cemberut. (4b) waita :“GAS LANGKA,” sambil menggaruk-garuk kepala. (3d) wanita : “ANTRE LAGI,” kesal. Zoom out, long shot, pangkalan isi ulang gas dengan pintu digembok, antrean tabung gas panjang, di sebelah rumah itu bertumpuk tabung gas dengan berbagai ukuran, ada plang bertulis “GAS KOSONG”. Bang One berkomentar di belakang tiga wanita itu. (6)Bang One : “SAMASAJA ANTRE,” close up Bang One berujar “APA KATA DUNIA,” seolah berkata pada pemirsa, kemudian tertawa.
Gaya bahasa yang digunakan pada pertuturan di atas yaitu menggunakan gaya bahasa alusio. Alusio adalah gaya bahasa mengias dengan mempergunakan peribahasa atau ungkapan-ungkapan yang sudah lazim ataupun menggunakan sampiran pantun yang isinya sudah umum dimaklumi. Tuturan (6), yakni “SAMASAJA ANTRE, APA KATA DUNIA” merupakan sindiran Bang One terhadap kebijakan pemerintah. Pemerintah dinilai gagal mengambil langkah-langkah dalam mengatasi konsumsi minyak tanah yang terlalu banyak, yaitu dengan mengkonversi minyak tanah ke gas elpiji. Kebijakan ini diambil sebagai langkah untuk menghemat minyak tanah yang semakin berkurang jumlahnya. Akan tetapi kebijakan ini tidak diimbangi dengan kesiapan pemerintah dalam pengayaan elpiji yang memadai sehingga masalah tidak juga teratasi. Masyarakat tetap saja antre ketika ingin mendapatkan gas elpiji, sama halnya ketika pemerintah belum mengkonversi minyak tanah ke gas, masyarakat kecil selalu mengantre
68
karena pasokan bahan bakar tidak mencukupi kebutuhan. Tuturan “APA KATA DUNIA” merupakan alusio, yakni ungkapan yang sudah biasa terdengar di telinga masyarakat. Kata “dunia” dimaknai sebagai “negara-nagara yang ada di dunia” atau “negara-negara tetangga”. Bila negara Indonesia tidak becus mengatasi masalah “antre” bahan bakar saja, bagaimana bisa mengurus masalah yang lebih besar lagi. Pemerintah Indonesia seharusnya malu terhadap pemerintahan negaranegara lain yang apik dalam mengeluarkan kebijakan. Sama halnya dengan slogan “hari gini tidak bayar pajak! Apa kata dunia?”, dunia (masyarakat negara di dunia) memahami bahwa pajak merupakan hal penting untuk membangun kemajuan negara, bila tidak membayar pajak, dianggap bodoh karena tidak mengetahui hal penting tersebut. b. Semiotik Semiotik Tanda Berbisik, antrean tabung gas, dan jeriken, Simbol/lambang Gembok, meja, dan kursi Sinyal Gesture Ekspresi senang, anggukan, gelisah, memainkan jari, bertopang dagu, marah, dan kesal Indeks “PANGKALAN MINYAK U-DONG”, “MINYAK KOSONG”, “PERTAMINA”, “AGEN GAS”, dan “GAS KOSONG” Ikon Rumah, drum, jeriken, tabung gas, dan kompor gas kode Gejala
Dalam data ke-5, makna semiotik berupa penunjukan kelangkaan bahan bakar. Kelangkaan tersebut ditunjukkan dengan tanda berupa antrean jeriken dan tabung gas serta beberapa drum dan tabung gas
69
kosong. Adapun tempat pengisian bahan bakar berupa rumah atau kios, hal ini identik dengan pedagang grosiran yang notabene pembelinya masyarakat berekonomi pas-pasan (menengaha ke bawah) dan akan lain maknanya bila yang ditampilkan berupa Sarana Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) modern. Selaian itu, makna semiotik ditunjukkan dengan indeks berupa label pada pintu rumah, yakni “PANGKALAN MINYAK U-DONG”, plang pada tumpukan drum, yakni “MINYAK KOSONG”, plang pada tumpukan tabung gas, yakni “GAS KOSONG”, dan label meja kasir, yakni “AGEN GAS”. Makna semiotik lainnya berupa bisikan yang menandakan kerahasian tentang informasi yang dibisikkan. Pintu yang digembok menunjukkan informasi bahwa rumah sedang kosong, begitu juga meja dan kursi merupakan lambang dari tempat kasir. c. Maksim Pelaksanaan Pada pertuturan data ke-5 menggunakan maksim relevansi. Setiap peserta tutur pada data ke-5 memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Di dalam maksim relevansi, dinyatakan agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing peserta pertuturan hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Dengan dimikian pertuturan pada data ke-5 telah melanggar maksim pelaksanaan pada prinsip kerja sama Grice.
70
d. Implikatur Konteks: kelangkaan bahan bakar minyak tanah mengakibatkan masyarakat
mengantre
untuk
mendapatkannya
yang
kemudian
diberlakukan kebijakan pemerintah berupa konversi dari minyak tanah ke gas elpiji, akan tetapi kebijakan tersebut tidak menyelesaikan masalah. (2b) wanita : “TABUNG MAHAL,” ujarnya dengan wajah cemberut. (4b) waita :“GAS LANGKA,” sambil menggaruk-garuk kepala. (3d) wanita : “ANTRE LAGI,” kesal. Zoom out, long shot, pangkalan isi ulang gas dengan pintu digembok, antrean tabung gas panjang, di sebelah rumah itu bertumpuk tabung gas dengan berbagai ukuran, ada plang bertulis “GAS KOSONG”. Lantas Bang One berkomentar di belakang tiga wanita itu. (6) Bang One: “SAMASAJA ANTRE,” close up Bang One berujar “APA KATA DUNIA,” seolah berkata pada pemirsa, kemudian tertawa.
Tuturan di atas mematuhi dan menepati maksim relevansi. Dikatakan demikian, karena apabila dicermati secara lebih mendalam, tuturan yang dituturkan (2b), (4b), dan (3d) merupakan tanggapan terhadapa konversi minyak tanah ke gas elpiji. Tuturan (3d), yakni “ANTRE LAGI” merupakan tanggapan dari tututuran (4b), yakni yakni “GAS LANGKA“ yang menyebabkan antre untuk mendapatkannya. Tuturan (4b) juga merupakan tanggapan atas pernyataan (2b), yakni “TABUNG MAHAL” ditanggapi dengan tuturan (4b), yakni “GAS LANGKA”. Sehingga dapat dipahami bahwa tabung gas mahal karena gas langka di pasaran, bila pun ada, maka masyarakat akan mengantre untuk mendapatkannya. Implikasi dari pertuturan (2b), (4b), dan (3d)
71
adalah pernyataan (6), yakni “SAMASAJA ANTRE, APA KATA DUNIA”. Hal ini mengimlplikasikan bahwa tidak ada perubahan setelah kebijakan konversi minyak tanah ke gas, yaitu masyarakat sama-sama sulit untuk mendapatkan bahan bakar tersebut. 4.2.6 Data Ke-6 Razia Film dimulai dari suatu drama razia Pedagang Kaki Lima (PKL) pada kawasan “BEBAS KAKI LIMA” oleh aparat pemerintah. Suasana tampak ricuh. Salah satu pedagang “DVD/VCD ORIGINAL” berusaha mempertahankan etalase dagangan, akan tetapi aparat tetap menyita dengan paksa. Seorang pedagang buah-buahan berhasil melarikan barang dagangan. Sementara itu seorang aparat terus-menerut menasehati seorang pedagang yang tengah membereskan barang dagangan untuk segera dibawa pergi. Setelah berhasil menyeterikan tempat, wajah aparat begitu geram (menyaksikan para PKL yang menyelamatkan diri), sementara seorang pedagang VCD kikuk karena barangnya disita. Tayangan beralih pada aksi “RAZIA GEPENG” oleh aparat pemerintah. Seorang aparat mengejar dua orang gelandangan dan pengemis tetapi tidak juga berhasil mendapatkannya. Lantas seorang anak yang asik mendendangkan lagu (pengamen) turut terkena marah aparat lantas lari tunggang-langgang. Tayangan beralih pada aksi “RAZIA PSK” oleh aparat pemerintah. Seorang aparat berjaga dipintu masuk mobil dan beberapa Pekerja Seks Komersial (PSK) memasuki mobil itu. Seorang aparat berusaha memaksa seorang PSK masuk dengan perlakuan tidak sewajarnya (berlaku cabul) dan kasar. Tayangan beralih pada aksi “RAZIA MIRAS”oleh salah satu Organisasi Massa (ormas) tertentu yang benci akan keberadaan minuman keras (miras). Beberapa orang dari ormas merazia warung miras dan menghancurkan miras bersama botolnya di depan warung. Pemilik warung meronta-ronta dalam penjagaan dua orang dari ormas. Tayangan beralih pada aksi “RAZIA WARUNG/RESTORAN”. Dua orang dari ormas bersenjatakan pedang dan pentungan mendatangi sebuh warung lantas menasehati pemiliknya. (1) Ormas : “TUTUP KALAU SIANG..!!”, ujar salah satu orang dari Ormas sanbil menunjuk-nunjuk hidung pemilik warung. Tayangan beralih pada aksi “RAZIA PASMUM” oleh aparat kepolisian. Seorang polisi mendapati pasangan mesum (pasmun) di hotel Melati. Pasangan tersebut menutupi wajahnya (laki-laki menutup wajah dengan jas, berpakaian rapi seperti orang kantoran dan wanita menutup wajah
72
dengan bantal, berpenampilan seksi) sementara polisi tersenyum-senyum menghadap pemirsa sambil melentik-lentikkan kumis dengan santai. Tayangan beralih pada seseorang yang sedang menyaksikan siaran tv One dalam keadaan berbaring tanpa baju (bagian bawah badan tertutup selimut) di tempat tidurnya yaitu mengenai razia koruptor. Ia begitu tercengang melihat berita tersebut. Akan tetapi kepanikan tersebut reda ketika seorang wanita berbicara dari arah kemalaun lelaki. (2a) PSK : “TENANG PAPIH..!!” lalu wanita itu muncul tanpa baju dari selimut lelaki dan berucap kembali. (2b) : “KORUPTOR KELAS KAKAP DAN PSK HIGH CLASS NGGAK BAKAL KENA RAZIA NO WAY..!!” (mengelus-elus wajah lelaki setelah itu tersenyum). Tayangan bergati pada Bang One dengan pakaian ustad dan berucap. (3) Bang One: “ASTAGFIRULLAH HALADZIM” (mengusapkan kedua tangan ke wajah).
Analisis a. Strategi menyindir Gaya bahasa yang digunakan pada pertuturan di atas menggunakan gaya bahasa perbandingan, yakni alusio. Alusio adalah gaya bahasa mengias dengan mempergunakan peribahasa atau ungkapan-ungkapan yang sudah lazim ataupun menggunakan sampiran pantun yang isinya sudah umum dimaklumi. Tuturan “ASTAGFIRULLAH HALADZIM” bukan merupakan hal asing bagi masyarakat Indonesia. Tuturan tersebut sering diucapkan ketika seseorang lupa/khilaf tentang sesuatu hal dan merasa menyesal karena kekhilafan itu. Tuturan itu lazin diucapkan untuk mengungkapan rasa sedih atau iba terhadap sesuatu hal yang menimpa seseorang. Seperti ketika melihat seorang yang tertimpa musibah, begitu pula ketika melihat penomena yang dilakukan para elit politik melakukan kemaksiatan, akan tetapi pemerintah tidak
73
menindak atau melakukan pencegahan terhadap perilaku tersebut, maka sudah selayaknya bangsa ini mengucapkan “ASTAGFIRULLAH HALADIM”. Startegi menyindir pada tayangan di atas berupa perbandingan kelas sosial, yakni perlakuan pengamanan antara kelas sosial bawah dan kelas sosial atas. Hal ini dapat diketahui dari beberapa adegan dalam tayangan, yakni; razia pedagang kaki lima selalu mendapat perlakuan seenaknya dari petugas; razia gelandangan dan pengemis selalu mendapat perlakuan kebencian; razia pekerja seks komersial selalu diperlakukan tidak senonoh. Akan tetapi menjadi lain halnya ketika razia pasangan mesum di hotel-hotel berbintang, bahkan bagi pasangan mesum kelas atas tidak terendus sama sekali keberadaannya. Dengan ungkapan “ASTAGFIRULLAH HALADZIM” setidaknya pemerintah malu dan kemudian tidak lagi pandang ‘bulu’ dalam menegakkan keadilan. b. Semiotik Semiotik Tanda Simbol/lambang Gerobak, tilam, lipstik, lampu penerang jalan, pedang, kayu pemukul, Sinyal Gesture Marah, ketakutan, sedih, berjoget, memecahkan botol minuman keras, Indeks “RAZIA PKL”, “VCD/DVD ORIGINAL”, “BEBAS KAKI LIMA”, “RAZIA GEPENG”, “RAZIA PSK”, “WARUNG”, “RAZIA MIRAS”, “RAZIA WARUNG/RESTORAN”, “WARUNG NASI BAPAK UNANG”, “RAZIA PASMUM (PASANGAN MESUM)”, “HOTEL MELATI” Ikon Gerobak, tilam, SATPOLPP, kayu pemukul, pemengemis, pengamen, PSK, lampu menerang jalan, FPI, minuman keras, polisi, tv,
74
Keterangan. Makna semiotik yang digunakan dalam data ke-6 yaitu berupa penunjukan terhadap pedagang kaki lima, gelandangan dan pengemis, SATPOLPP, PSK, ormas agama, dan pejabat hidung belang. Penunjukan tersebut diperjelas dengan adanya indeks berupa pelabelan tempat, peristiwa atau kejadian dengan menggunakan indeks. Simbol kemiskinan yaitu berupa pedagang kaki lima yang ditunjukkan dengan lambang gerobak atau dan
tilam untuk menggelar barang-barang;
gelandangan ditunjukkan dengan pakaian compang-camping serta alat musik untuk mengamen. Ikon dalam tayangan ini berupa SATPOLPP yang ditunjukkan dengan seragam coklat dan membawa tongkat pemukul; PSK ditunjukkan dengan pakaian seksi (mengenakan rok mini dan tanktop) dan berlipstik merah tebal; FPI ditunjukkan dengan pengenaan baju koko, kopiah, sorban, dan pedang; pejabat hidung belang ditunjukkan dengan pengenaan jas dan sepatu vantofel. c. Maksim Pelaksanaan Maksim paleksanaan mengharuskan peserta pertuturan beruturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Orang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama Grice. Pertuturan (2) dan (3) dianggap telah melanggar prinsip tersebut karena tidak mempertimbangkan hal-hal sebagaimana yang telah dibatasi Grice dalam maksim pelaksanaan.
75
d. Implikatur Konteks: razia tidak dijalankan secara merata dan sering merugikan kalangan ekonomi rendah. Pemerintah hanya menegakkan hukum pada kalangan bawah saja, sedangkan para koruptor dan PSK kelas atas leluasa melakukan kemaksiatan. (2a) PSK: “TENANG PAPIH..!!” lalu wanita itu muncul tanpa baju dari selimut lelaki dan berucap kembali. (2b) : “KORUPTOR KELAS KAKAP DAN PSK HIGH CLASS NGGAK BAKAL KENA RAZIA NO WAY..!!” (mengelus-elus wajah lelaki setelah itu tersenyum). Tayangan bergati pada Bang One dengan pakaian ustad dan berucap. (3) Bang One: “ASTAGFIRULLAH HALADZIM” (mengusapkan kedua tangan ke wajah).
Tuturan peserta percakapan (3) memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan, yaitu mengenai kemaksiatan para koruptor yang semakin menjadi dan sulit dujangkau oleh petugas penertiban. Karena hal tersebut, (3) bertutur “ASTAGFIRULLAH HALADZIM” sebagai tanggapan dari penomena yang terjadi pada pemerintahan saat itu. Tuturan di atas mematuhi dan menepati maksim relevansi. Dikatakan demikian, karena apabila dicermati secara lebih mendalam, tuturan yang dituturkan (3) memiliki relevansi dengan tuturan (2), yakni “TENANG PAPIH..!! KORUPTOR KELAS KAKAP DAN PSK HIGH CLASS NGGAK BAKAL KENA RAZIA NO WAY..!!”.
76
4.2.7 Data Ke-7 Gak Kesiram Tayangan dimulai dari enam orang anggota Bantuan Likuiditas Bang Indonesia (BLBI) yang terikat tali dan berteriak meminta tolong. (1) 6 Orang BLBI : “BANTU DONG SUPAYA BISA BEBAS.” Tayangan beralih pada tiga orang yang kegirangan karena telah dikucuri air sambil berkata. (2)
Tiga orang
: “NYAMAN, SEGER..!!”
Tayangan beralih pada beberapa orang yang sedang asyik bermain di air kolam, dengan mengenakan seragam elit, di antara mereka ada yang santai merokok. Pada sisi kolam terdapat plang bertulis “DPR”, lalu selang yang mengairi kolam tersebut bertulis “YPPI 31,5M” Tayangan beralih pada seseorang yang membawa selang bertuli “YPPI” ke “KEJAGUNG” lantas menggelontorkan air pada selang yang berlabel “13,5M” tahun 2003, tiga orang Kejaksaan Agung begitu asyik mendapatkan siraman tersebut. Tayangan beralih pada Bang One yang berlari tergesa-gesa menunjuk sekumpulan petinggi negara (Polisi, Jaksa, anggota dewan, dan petinggi lainnya). Sesampainya pada kumpulan yang memang telah kuyup ia berkata. (3a) Bang One
: “KPK CEPAT URUS INI..!!”
(3b) (3c)
: “NANTI KEBURU KERING” : “LEBIH SUSAH KAN” (geram)
Analisis a. Strategi Menyindir Gaya bahasa yang digunakan pada data ke-7 adalah gaya bahasa simbolisme. Simbolisme merupakan majas yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang, benda, binatang atau tumbuhan untuk menyatakan maksud tertentu. Strategi menyindir yang digunakan
yaitu
dengan
melukiskan
aliran
dana
Yayasan
Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) dengan sifat-sifat “air”,
77
yakni ‘sifatnya mudah beralih dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah dengan cara mengucur atau mengalir dan kering karena merembes atau menguap’. YPPI merupakan yayasan yang didirikan dan dibina oleh Bank Indonesia (BI). Dalam tayangan data ke-7, YPPI telah menggelontorkan dana senilai 31,5 milyar kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kemudian tahun 2003 senilai 13, 5 milyar kepada Kejaksaan Angung. Tuturan (3), yakni “KPK CEPAT URUS INI..!! NANTI KEBURU KERING, LEBIH SUSAH KAN” dimaksudkan untuk menyindir bahwa ‘dana yang telah digelontorkan pada lembagalembaga tertentu harus lah segera diperiksa, karena jika tidak, dana itu akan menguap atau mengering seperti air dan akan menjadi susah ketika KPK memeriksanya’. Sama halnya dengan kasus Bantuan Likuiditas Bang Indonesia (BLBI). BLBI telah menyalurkan uang senilai 147,7 triluin kepada 48 bank yang mengalami masalah likuiditas pada krisis 1998,
akan
penerimanya.
tetapi
dana tersebut
Proses
banyak
penyalurannya
pun
diselewengkan banyak
oleh
melalui
penyimpangan-penyimpangan sehingga beberapa mantan direktur BI menjadi terpidana kasus penyelewengan dan mengalami pemeriksaan yang alot karena KPK lamban menangani kasus tersebut.
78
b. Semiotik Semiotik Tanda Tali pengikat, kuyup Simbol/lambang Kaca mata, air, keran, Sinyal Gesture Meronta-ronta meminta tolong, menari kegirangan, bermain dan bersantai di kolam renang, dan berpangku tangan menunggu pemeriksaan Indeks “BLBI”, “DPR”, “KEJAGUNG”, “YPPI 31,5M”, “YPPI 13, 5”, “2003” Ikon Polisi, anggota legislatif, anggota kejaksaan agung, SBY, kode Gejala
Keterangan. Makna semiotik yang digunakan dalam data ke-7 berupa penunjukan terhadap lembaga atau tokoh-tokoh petinggi negara seperti anggota legislatif, polri, kejaksaan, dan direktur BI. Indeks yaitu berupa: penunjukan sekelompok anggota legislatif yaitu dengan indeks “DPR”; penunjukan mantan direktur BI yang terkait penyelewengan dana ditunjukkan dengan indeks “BLBI”; penunjukan sekelompok anggota kejaksaan yaitu berupa indek “KEJAGUNG”; penunjukan kucuran dana yaitu dengan indeks “YPPI 31,5M”. Tali yang mengikat anggota BLBI menandakan seseorang yang berada dalam ikatan tersebut bersalah, sedangkan “kuyup” menandakan adanya pengucuran dana terhadapa pihak-pihak yang basah kuyup tersebut.
79
c. Maksim Pelaksanaan Pertuturan pada data ke-7 melanggar maksim pelaksanaan. Maksim paleksanaan mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. d. Implikatur Konteks: praktik korupsi marak dilakukan oleh pejabat negara sementara KPK dinilai lamban dalam menangani kasus tersebut. (3a) Bang One
: “KPK CEPAT URUS INI..!!”
(3b) (3c)
: “NANTI KEBURU KERING” : “LEBIH SUSAH KAN” (geram)
Tuturan di atas mematuhi dan menepati maksim relevansi pada prinsip kerja sama Grice. Dikatakan demikian, karena apabila dicermati secara lebih mendalam, tuturan yang dituturkan (3) memiliki relevansi dengan topik yang dibicarakan yaitu mengenai kasus korupsi yang selalu terjadi pada abdi negara. Topik dari data ke-7 berimplikasi dengan tuturan (3), yakni “KPK CEPAT URUS INI..!! NANTI KEBURU KERING, LEBIH SUSAH KAN”. Anggapan (3) dalam data ke-7, yakni KPK seharusnya tidak menunda-nunda dalam menangani kasus korupsi, KPK harus waspada terhadap dana yang telah digelontorkan pada lembaga-lembaga tertentu dengan sesegera mungkin memeriksa arah aliran dana yang dimaksud agar tidak terulang lagi kasus mega korupsi seperti pada kasus BLBI.
80
4.2.8 Data Ke-8 Tebang Pilih Tayangan dimulai dari seorang yang berpakaian kantoran lari tunggang-langgang ketika seorang bergaya koboy dengan menggunakan kuda mengejarnya, pada topi koboy tersebut bertulis “KPK”. Pengejaran berhenti ketika seorang yang akan ditangkap berlindung di balik seseorang yang berpakaian jas biru dan berdasi layaknya petinggi negara. Lantas koboy hanya bisa menggaruk kepala dan tidak jadi menangkap. Sang koboy berbalik arah dan mengejar dua orang sasarannya yang juga berpakaian kantoran. Lagi-lagi pengejarannya terhenti ketika dua orang incarannya berlindung pada seseorang yang berjas biru dan berdasi layaknya petinggi negara (SBY) dan berkata. (1) SBY : “SEBELUM JADI TERDAKWATETAP MENTRIKU..!!” Sang koboy berbalik arah dan mengejar kembali dua orang incarannya dengan pakaian yang sama, tetapi pengejarannya terhenti ketika incarannya bersembunyi di balik tembok bertulis “PARTAI POLITIK”. Sang koboy hanya menggaruk-garuk kepalanya dan bingung sementara incarannya menjulur-julurkan lidah (mengejek) padanya. Lantas datang Bang One berserangan suku indian dengan menunggang kuda. (2a) Bang One
: “AYO PAK..!!”
(2b) :“TUTUP MATA TANGKAP KORUPTOR..!!” (sambil menutup mata dengan kain). (2c) : “TANPA PANDANG BULU” (menganbil bulu yang menjadi bahan topi indian di kepalanya). (3) Koboy : “TUTUP MATA DAN TANPA PANDANG BULU NIH..!!” (menggelengkan kepala dan mengacungkan jempol pada pemirsa sambil tersenyum).
Analisis a. Strategi Menyindir Tuturan (2c) pada data ke-8, yakni “TANPA PANDANG BULU” merupakan suatu ungkapan yang sudah lazim diketahui. Tuturan tersebut dimaksudkan kepada penegak hukum, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tidak berpihak kepada siapa pun
81
atau tidak memilih-milih orang dalam penegakan hukum. Kenyataan di lapangan bahwa penegakan hukum kerap kali dimasuki kepentingankepentingan tertertu oleh kalangan atas elit politik. Intervensi selalu terjadi pada para penegak hukum baik secara langsung atau pun tidak langsung. KPK dinilai enggan ketika akan memeriksa kasus yang terjadi pada anggota parlemen dan anggota partai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu SBY secara tidak langsung mengintervensi KPK dalam menangani kasus. Hal ini terlihat pada tuturan (1), yakni “SEBELUM JADI TERDAKWATETAP MENTRIKU..!!”. KPK menjadi tidak berani menjalankan tugasnya ketika kepala negara berkata demikian mengingat bahwa SBY adalah atasannya. Penomena ini menimbulkan kecemburuan sosial, bahkan menjadi masalah bagi bangsa. Tuturan (2), yakni “AYO PAK..!! TUTUP MATA TANGKAP KORUPTOR..!! TANPA PANDANG BULU” merupakan suatu sindiran kepada KPK dengan gaya bahsa alusio. Tuturan “TANPA PANDANG BULU” merupakan
gaya bahasa mengias dengan
mempergunakan peribahasa atau ungkapan-ungkapan yang sudah lazim ataupun menggunakan sampiran pantun yang isinya sudah umum dimaklumi.
82
b. Semiotik Semiotik Tanda Simbol/lambang Koboy berkuda, tambang penangkap, menjulurkan lidah Sinyal Gesture Berpangku tangan, menjulurkan lidah, marah, Indeks “KPK”, “PARTAI POLITIK”, Ikon Koboy berkuda, SBY, tambang penangkap Kode Gejala Keterangan. Makna semiotik pada data ke-8 yaitu berupa penunjukan terhadap tokoh dan lembaga tertentu. Ikon yaitu: SBY, dan KPK (diwakili oleh kartun yang mirip dengan Antasari Azhar). Indeks, yaitu berupa: “PARTAI POLITIK” menunjukkan anggota parti politik, dan “KPK” yang diwakili oleh Antasari Azhar. “Koboy berkuda” merupakan simbol untuk seseorang yang gemar berburu, dalam hal ini berburu koruptor yang dilengkapi dengan tambang penangkap. Konvensi masyarakat mengenai menjulurkan lidah adalah simbol untuk mengejek. c. Maksim Pelaksanaan Maksim paleksanaan mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Orang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama Grice. Tuturan “TUTUP MATA TANGKAP KORUPTOR..!!” merupakan hal yang kabur atau tidak jelas. Secara logika, bila menutup mata tidak mungkin dapat melihat apa lagi menangkap koruptor.
83
Pertuturan (2) dan (3) dianggap telah melanggar maksim pelaksanaan karena tidak mempertimbangkan hal-hal sebagaimana yang telah dibatasi Grice. d. Implikatur Konteks: KPK tidak berlaku tegas dan adil dalam menegakkan hukum karena diintervensi oleh pihak-pihak tertentu. (2a) Bang One
: “AYO PAK..!!”
(2b) :“TUTUP MATA TANGKAP KORUPTOR..!!” (sambil menutup mata dengan kain). (2c) : “TANPA PANDANG BULU” (menganbil bulu yang menjadi bahan topi indian di kepalanya). (3) Koboy : “TUTUP MATA DAN TANPA PANDANG BULU NIH..!!” (menggelengkan kepala dan mengacungkan jempol pada pemirsa sambil tersenyum).
Tuturan di atas mematuhi dan menepati maksim relevansi. Tuturan yang dituturkan (3), yakni “TUTUP MATA DAN TANPA PANDANG BULU NIH..!!” merupakan inplikasi dari tuturan (2), yakni “AYO PAK..!! TUTUP MATA TANGKAP KORUPTOR..!! TANPA PANDANG BULU”. Tuturan (3) berimplikasi pada pengalaman KPK yang dalam penanganan kasus korupsi selalu diintervensi oleh pihakpihak tertentu, KPK enggan dalam menangani
kasus korupsi yang
dilakukan oleh anggota kabinet SBY. Begitu pula dengan penanganan kasus korupsi yang dilakukan oleh anggota partai politik tertentu, KPK seolah-olah takut berhadapan dengan politikus partai. Tuturan (2) seolah mengingatkan KPK untuk berlaku tegas, kemudian (3)
84
menanggapi
tuturan
itu
dengan
mengulang
penegasan
yang
disampaikan (2), yakni dengan tuturan “TUTUP MATA DAN TANPA PANDANG BULU NIH..!!”. 4.2.9 Data Ke-9 Mister X Tayangan dimulai dengan adegan seorang polisi yang sedang menginterogasi tersangka pembunuhan. Seorang polisi berdiri sementara tiga orang tersangka menyandar pada dinding dengan posisi duduk. Polisi berkata sambil menunjuk mereka. (1a) Polisi : “KALIAN YANG BUNUH ASRORI,” sontak ketiga tersangka itu terkejut. (2) Tersangka : “TIDAK..!!” (wajah polisi geram karena mereka tidak mengaku lantas membawa ketiga tersangka itu ke dalam “RUANG PEMERIKSAAN”. Pemirsa hanya dapat menyaksikan ruangan tertutup itu bergerakgerak, seolah terjadi perkelahian di dalannya. Tidak lama kemudian polisi keluar dengan ekspresi lega (senyum, kedua telapak tangan dalam saku celananya) diikuti tiga orang tersangka dalam kondisi seluruh badan lebam dan memar, hanya mengenakan celana dalam saja. Kemudian polisi melihat ke arah pemirsa dan berkata. (1b) : “MEREKA SUDAH NGAKU.” (tersenyum bangga) diikuti oleh pengakuan ketiga tersangka secara berurutan. (2a)
: “IYA..!!”
(2b)
: “HHEH..!!
(2c) IYAA..!” (ekspresi terpaksa). Tayangan beralih pada adegan keputusan hakim di meja hijau. Hakim dengan tegas memutuskan perkara (mengetuk palu sidang sambil berkata). (3a) Hakim : “TERDAKWA TERBUKTI MEMBUNUH..!!” Kemudian tayangan beralih pada seseorang yang berbisik pada polisi. (4) lelaki : “MISTER X DI RUMAH SAYA ITU ASRORI.” (pembisik tampak santai, sementara polisi geram kembali).
85
Tayangan beralih pada seorang polisi yang sedang membaca hasil “TES DNA”, ia terperanjat dan berkata. (1c)
: “BETUL ITU ASRORI.”
Kemudian tayangan beralih pada perbincangan Bang One dengan polisi (seolah sedang wawancara). (5a) Bang One : “3 KALI LO PAK POLISI SALAH TANGKAP” (kata bang one dengan melentikkan tiga jarinya). (5b) : “INI YANG KE 4” (membuka kedua tangannya, seolah tak percaya) sementara pak polisi tersipu malu. (5c) : “HARUS DIUSUT TUNTAS” lanjut Bang One (menghadap pemirsa dan seolah menunjuk polisi). (5d) : “JANGAN BILANG POLISI JUGA MANUSIA..!!” (tertawa).
Analisis a.
Strategi Menyindir Gaya bahasa yang digunakan dalan tayangan data ke-9 adalah gaya bahasa ironi. Tuturan (5) pada percakapan di atas menggunakan sopan santun yang tidak tulus sebagai pengganti sikap tidak sopan, dan dengan perilaku tersebut bertujuan mempermalukan polisi. Polisi dinilai tidak profesional dalam menangani kasus. Demi mempercepat penyelesaian kasus, polisi sering melakukan kekerasan terhadap tersangka. Kekerasan tersebut dimaksudkan agar pelaku segera mengakui perbuatan yang dituduhkan terhadapnya. Seperti pada kasus pembunuhan terhadap Asrori pada tahun 2007, polisi menangkap dua orang yang diduga sebagai pelaku pembunuhan, yakni Imam Khambali (25) dan David Eko Priyanto (17) yang keduanya dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, sementara tiga tersangka lainnya masih dalam setatus
86
terdakwa. Namun dalam pemeriksaan kasus pembunuhan berantai yang dilakukan Very Idam Heryansyah (Ryan) tersebut di Polda Metro Jaya, Ryan mengaku bahwa dialah sebagai pembunuh Asrori dan dibuktikan dengan hasil tes DNA. Buruknya kinerja polisi dalam menangani kasus ini membuka aib bagi kepolisian. Tuturan (5), yakni “3 KALI LO PAK POLISI SALAH TANGKAP, INI YANG KE 4, HARUS DIUSUT TUNTAS,
JANGAN
BILANG POLISI JUGA MANUSIA..!!”
merupakan suatau hal yang ironi bagi kepolisian. Menjadi sangat ironi apabila ada tiga orang yang mengaku telah membunuh seseorang sementara pembunuhan itu dilakukan oleh satu orang pelaku saja. Hal ini mengindikasikan bahwa polisi telah memaksa (dengan kekerasan) tersangka untuk mengakui sesuatu yang tidak dilakukannya. b.
Semiotik
Tanda Simbol/lambang Sinyal Gesture Indeks Ikon kode Gejala
Semiotik Wajah babak belur Palu sidang, meja hijau, dan bisikan Ekspresi marah, takut, berbisik, terkejut, malu, “KANTOR POLISI”, “RUANG PEMERIKSAAN”, “TES DNA”, Polisi, tersangka, hakim, wartawan
Keterangan. Makna Semiotik pada data ke-9, yaitu berupa penunjukan terhadap tersangka, penegak hukum, dan kekerasan. Penunjukan terhadap tersangka kasus ditunjukkan dengan posisi mereka
sebagai objek
87
interogasi yang dilakukan polisi. Penegak hukum ditunjukkan berupa pengenaan seragam polisi dan hakim. Wajah tersangka yang babak belur menandakan adanya kekerasan yang dilakukan polisi. Palu sidang dan meja hijau merupakan simbol/lambang dari pengadilan, dan bisikan merupakan simbol kerahasiaan. c. Maksim Pelaksanaan Tuturan pada data ke-9 mematuhi maksim pelaksanaan. Tuturan (1a) dan (2), (1b) dan (2a-c) bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur.
Grice
berpendapat
bahwa
orang
bertutur
dengan
mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan telah mematuhi prinsip kerja sama. d. Implikatur Konteks: kenerja kepolisian buruk. Polisi tidak profesional dalam menangani kasus pembunuhan Asrori (salah tangkap), dan kerap kali melakukan kekerasan dalam menginterogasi tersangka. (4) lelaki : “MISTER X DI RUMAH SAYA ITU ASRORI.” (pembisik tampak santai, sementara polisi geram kembali). Tayangan beralih pada seorang polisi yang sedang membaca hasil “TES DNA”, ia terperanjat dan berkata. (1c)
: “BETUL ITU ASRORI.”
Kemudian tayangan beralih pada perbincangan Bang One dengan polisi (seolah sedang wawancara). (5a) Bang One : “3 KALI LO PAK POLISI SALAH TANGKAP” (kata bang one dengan melentikkan tiga jarinya).
88
(5b) : “INI YANG KE 4” (membuka kedua tangannya, seolah tak percaya) sementara pak polisi tersipu malu. (5c) : “HARUS DIUSUT TUNTAS” lanjut Bang One (menghadap pemirsa dan seolah menunjuk polisi). (5d) : “JANGAN BILANG POLISI JUGA MANUSIA..!!” (tertawa).
Pertuturan di atas memenuhi maksim kualitas. Dikatakan demikian karena peserta tutur dalam pertuturan menyampaikan sesuatu hal nyata dan sesuai fakta. Tuturan (4), yakni “MISTER X DI RUMAH SAYA ITU ASRORI” merupakan fakta yang memungkinkan (1c) merespon pernyataan itu dengan terkejut karena pelaku pembunuhan Asrori telah dijatuhi hukuman, sementara (4) mengaku bahwa ia pelaku sebenarnya yang telah membunuh Asrori dan dibuktikan dengan hasil tes DNA. Implikasi tuturan (5) dengan tuturan sebelumnya yaitu berupa keterpahaman peserta tutur, yakni polisi telah melakukan beberapa kali kesalahan dalam menangkap pelaku pembunuhan Asrori yang akibatnya merugikan pihak-pihak tertentu. Kesalahan itu bukan sematamata suatu kekhilapan polisi sebagai seorang manusia melainkan kecerobohan yang seolah disengaja agar kasus tersebut segera terselesaikan. 4.2.10 Data Ke-10 Mana Dalangnya Tayangan dimulai dari wawancara antara Bang One dan lelaki berpakaian dalang. Mide shot. (1a) Dalang: “SAYA DALANG,” menjawab pertanyaan Bang One dengan bangga. (1b) : “DALANG WAYANG,” tersipu sambil menunjuk Bang One.
89
(1c) :“BUKAN DALANG PEMBUNUH MUNIR,” dalang menjelaskan lebih lanjut kemudian tertawa seolah mengejek. Tayangan beralih pada seorang pilot yang sedang mengemudikan pesawatnya (berseragam pilot). Close up. (2a) Pilot : “SAYA PILOT..!!”, ujar pilot pada pemirsa, kemudian sang pilot berlalu bersama pesawatnya yang berlambang Garuda. Dissolve Mide shot, kedua tangan terborgol di depan, berseragam napi, Pilot itu berjalan mendekati plang bertulis “POLLYCARPUS” kemudian setelah dekat berkata. (2b) : “BUKAN DALANG PEMBUNUH MUNIR.” (ekspresi wajah mengeluh). Tayangan beralih. Mide shot, seseorang berseragam safari, berdiri dekat palang bertulis “MUCHDI”. Ia tampak ketakutan akan tetapi dengan lantang ia berkata (3a) Mantan Deputi : “SAYA MANTAN DEPUTI V BIN” (sambil menepuk-nepuk dada). Setelah berkata ia menyodorkan kedua belah tangannya, tidak lama kemudian datang seorang polisi tersenyum lebar memborgol mantan deputi itu. Sebelum benar-benar diborgol, mantan deputi itu berkata. (3b) : “SAYA MENYERAHKAN DIRI” (raut wajah menyesal). Tayangan beralih. Mide shot, seorang wanita berpangkutangan dan menggerak-gerakan kaki seolah risau menanti, Bang One datang menghampirinya. (4a) Bang One : “SUDAH KETEMU DALANGNYA BU,” tanya Bang One setelah keduanya berdekatan. Wanita itu menjawab dengan gelengan kepala. (5) wanita : “DALANGNYA ITU.. TUH..!!” menunjuk seseorang. Bang One menoleh ke arah telunjuk wanita itu dengan ekspresi terkejut. (4b)
: “MASIH JAUH, YA..??”. Close up.
(4c) : “BERARTI MASIH ADA DALANG LAGI DONG..?? (menggaruk-garuk kepala, bingung, dan keringat bercucuran).
90
Analisis a. Strategi Menyindir Gaya bahasa yang digunakan pada data ke-10 menggunakan gaya bahasa simbolisme. Simbolisme merupakan gaya bahasa perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang, benda, binatang atau tumbuhan untuk menyatakan maksud tertentu. Tokoh
dalang
yang
ditampilkan
dalam
tayangan
tersebut
menyimbolkan bahwa ‘ada yang mendalangi kasus pembunuhan Munir’. Dalang itu sendiri dimaknai sebagai ‘orang yang ahli memainkan wayang’ atau ‘orang yang mengatur (merencanakan, memimpin) suatu gerakan secara sembunyi-sembunyi’. Dalam budaya masyarakat jawa, Dalang merupakan kata yang familiar didengar. Dalang
wayang dan dalang kasus Munir memiliki kesamaan sifat,
yakni sama-sama sebagai orang yang mengatur atau yang memiliki ide. Kasus pembunuhan Munir di dalam pesawat Garuda ditengarai merupakan pembunuhan yang direncanakan secara apik sehingga polisi sulit membongkar siapa sebenarnya dalang dari pembunuhan tesebut. Strategi menyindir dari pertuturan di atas yaitu dengan menyandingkan antara “dalang” wayang dan “dalang” pembunuhan Munir. sehingga dengan demikian pemirsa dapat dengan mudah memaknai maksud yang disampaikan dalam tayangan tersebut.
91
b. Semiotik Semiotik Tanda keringat Simbol/lambang Blangkon, pakaian adat jawa, seragam pilot, gambar garuda, baju tahanan, pakaian polisi Sinyal Gesture Tertawa geli, sedih, marah Indeks “POLLYCARPUS”, “MUCHDI”, Ikon Dalang, pilot, baju tahanan, Muchdi, polisi, Suciwati, kode Gejala Keterangan. Makna semiotik yang digunakan dalam data ke-10 berupa penunjukan bapak Dalang, pilot pesawat garuda, napi, polisi, dan seorang wanita. Seorang dalang ditunjukkan dengan pengenaan pakaian adat Jawa dan blangkon. Seseorang yang sedang mengendalikan pesawat garuda dan berseragam angkatan udara menunjkkan bahwa ia seorang pilot. Seseorang yang mengenakan baju napi dan terikat borgol menunjukkan bahwa ia tersangka atau pelaku kejahatan. Seorang polisi ditunjukkan dengan pengenaan seragam kepolisian. Seorang wania dalam tayangan data ke-10 menunjukkan bahwa ia adalah Suciwati (istri Munir). Keringat merupakan tanda bahwa kasus ini begitu sulit dan melelahkan kepolisian. c. Maksim Pelaksanaan Tuturan pada data ke-10 mematuhi maksim pelaksanaan. Peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Hal tersebut
92
memungkinkan lawan tutur, yakni (5) dapat menangkap maksud penutur dan menanggapi hal yang dimaksudkan (4). d. Implikatur Konteks: kasus pembunuhan terhadap Munir sulit ditangani. Polisi kebingungan dalam mengetahui siapa sebenarnya dalang dari kasus tersebut. (2) Pilot : “SAYA PILOT..!! PEMBUNUH MUNIR.”
BUKAN
DALANG
(3) Mantan Deputi : “SAYA MANTAN DEPUTI V BIN, SAYA MENYERAHKAN DIRI.” Tayangan beralih. Mide shot. Seorang wanita berpangkutangan dan menggerak-gerakan kaki seolah risau menanti, Bang One datang menghampirinya. (4a) Bang One : “SUDAH KETEMU DALANGNYA BU”, tanya Bang One setelah keduanya berdekatan. Wanita itu menjawab dengan gelengan kepala. (5) wanita : “DALANGNYA ITU.. TUH..!!” menunjuk seseorang. Bang One menoleh ke arah telunjuk wanita itu dengan ekspresi terkejut. (4b)
: “MASIH JAUH, YA..??”. Close up.
(4c) : “BERARTI MASIH ADA DALANG LAGI DONG..?? (menggaruk-garuk kepala, bingung, dan keringat bercucuran).
Implikatur yang terjadi dalam pertuturan di atas berupa keterpahaman peserta tutur tentang hal yang dibicarakan, yakni “siapa pelaku pembunuh Munir sebenarnya”. Kesamaan latar belakang pengetahuan
tentang sesuatu yang dipertuturkan dalam data ke-10
menyebabkan terjadinya semacam kontrak percakapan tidak tertulis, bahwa apa yang sedang dipercakapkan itu saling dimengerti. Tuturan (2),
yakni “SAYA PILOT..!! BUKAN DALANG PEMBUNUH
93
MUNIR” mengimplikasikan bahwa polisi telah salah tangkap. Begitu juga tuturan (3), yakni “SAYA MANTAN DEPUTI V BIN, SAYA MENYERAHKAN DIRI” mengimplikasikan bahwa ia mengakui telah membunuh Munir. Pengakuan (3) dimaksudkan agar kasus ini tidak merambat ke mana-mana (cukup berhenti padanya dan cukup dia yang menjadi korban). Upaya (3) tidak berjalan lancar karena pernyataan (5) yang tidak puas dengan putusan hakim. (5) masih menyimpan kecurigaan bahwa ada pihak lain yang terkait dengan pembunuhan Munir selain Pollycarpus dan mantan deputi V BIN. Hal ini diperkuat dengan pernyataan (4b s.d. 4c) bahwa penuntasan kasus pembunuhan Munir masih panjang. Kasus ini masih jauh dari yang diharapkan karena di balik pembunuhan Munir masih banyak melibatkan pihakpihak lain sebagai dalang. Pertuturan di atas memenuhi maksim kuantitas. Peserta pertuturan pada percakapan di atas dapat memberikan informasi yang cukup, dan relatif memadai. 4.2.11 Data Ke-11 Efek Gayus Tayangan dimulai dari seorang lelaki paruh baya (pegawai pajak) berpakaian kantor sangat sederhana. Lelaki itu tengah bersandar santai dirumah panggung berdinding bilik, dan memiliki pagar halaman yang terbuat dari bilahan-bilahan kayu. Sementara di dekat rumahnya terlihat tugu monas menjulang dan beberapa gedung bertingkat. Lalu tiba-tiba datang seorang anak dan mengatakan sesuatu pada lelaki tersebut. (1a) Anak
: “BAPAK PEGAWAI PAJAK..??”
(2a) Pegawai Pajak : (pegawai pajak itu diam, menandakan bahwa ia mengakui seorang pegawai pajak). (1b) Anak BEGINI..??”
: “MASA RUMAH REYOT
94
(2b) Pegawai Pajak : (pegawai pajak itu menilik kembali rumahnya dan menyentuh bilik rumah dengan jari). (1c) Anak MOTOR..??”
: “KE KANTOR NAIK
(2c) Pegawai Pajak : (pegawai pajak mulai geram). (1d) Anak APARTEMEN..??”
: “GAK PUNYA MOBIL,
(2d) Pegawai Pajak: (pegawai pajak geram). (1e) Anak TIDAK..??”
: “PERHIASAN JUGA
(2e) Pegawai Pajak : (pegawai pajak bertambah geram). (1f) Anak PULUHAN JUTA..??”
: “TABUNGAN CUMA
(2f) Pegawai Pajak : (pegawai pajak sangat jengkel). (1g) Anak : “KESIMPULANKU CUMA DUA..!!” (sombong sambil memangku tangan). (2g) Pegawai Pajak: (marah). (1h) Anak : “KAMU PEMBOHONG ATAU KAMU GILA“ (menunjuk si bapak dan kemudian lari, si bapak melotot marah dan mengejar anak yang telah menghinanya itu).
(2) Bang One
: “EFEK GAYUS...”
(melihat pada pemirsa).
Analisis a. Strategi Menyindir Gaya bahasa yang digunakan pada data ke-11 yaitu majas sinisme. Sinisme merupakan gaya bahasa sindiran. Realisasinya yaitu berupa pernyataan sikap mengejek, memandang rendah atau meragukan sifat baik seseorang. Tuturan (1a s.d. 1h) merupakan pernyataan mengejek terhadap pegawai pajak. Ejekan tersebut merupakan efek dari Gayus Halomoan Tambunan (pegawai pajak) yang terekenal kaya raya dari
95
hasil suap dan penyelewengan uang. Terkuaknya kasus Gayus, membuka pandangan masyarakat bahwa seorang pegawai pajak sangat mudah untuk menjadi kaya dengan menyelewengkan uang pajak masyarakat. Dengan uang tersebut, seorang pegawai pajak dapat membeli rumah mewah, mobil mewah, perhiasan, dan memiliki jumlah tabungan milyaran rupiah. Strategi menyindir yang digunakan yaitu dengan menyandingkan tokoh Gayus dengan seorang pegawai pajak lainnya yang memiliki rumah panggung berdinding bilik, pergi ke kantor dengan mengendarai sepeda motor dan memiliki kekayaan sekedarnya saja. Bila ada pegawai pajak yang tidak kaya, itu merupakan suatu kebohongan (pegawai pajak menyembunyikan kekayaannya) dan masyarakat memandang gila terhadapnya bila ia tidak mau memanfaatkan kesempatan sebagai pegawai pajak. Gila dianggap tingkatan kebodohan yang paling tinggi. Semua yang dituduhkan oleh masyarakat terhadap pegawai pajak merupakan efek Gayus sebagai pegawai pajak yang memiliki kekayaan berlimpah. b. Semiotik Semiotik Tanda Simbol/lambang Gedung bertingkat, tugu monas, rumah panggung, bilik bambu, dan pagar kayu Sinyal Gesture Sombong, marah, tertawa Indeks Ikon Gedung bertingkat, tugu monas, rumah panggung, bilik, pagar kayu, pegawai pajak, anak kecil, dan bang one kode Gejala
96
Keterangan. Untuk menunjukkan bahwa kejadian itu terjadi di Jakarta, yaitu dengan menampilkan latar berupa tugu Monas dan gedung-gedung bertingkat yang merupakan simbol kota metropolitan (Jakarta). Tayangan pada data ke-11 berusaha menyandingkan kemewahan dan kesederhanaan. Kesederhanaan dilambangkan berupa rumah panggung yang berdinding bilik dan memiliki pagar kayu di halaman, sedagkan kemewahan dilambangkan berupa gedung bertingkat dan monas. c. Maksin Pelaksanaan Pertuturan di atas melanggar maksim pelaksanaan. Pelanggaran itu terjadi karena peserta pertuturan tidak berbicara secara jelas. Selaian itu salah satu dari peserta pertuturan tidak diberi kesempatan untuk menanggapi hal yang dituturkan. d. Implikatur Konteks: pegawai pajak selalu identik dengan kepemilikan kekayaan yang melimpah. (1a) Anak
: “BAPAK PEGAWAI PAJAK..??”
(2a) Pegawai Pajak : (pegawai pajak itu diam, menandakan bahwa ia mengakui seorang pegawai pajak). (1b) Anak BEGINI..??”
: “MASA RUMAH REYOT
(2b) Pegawai Pajak : (pegawai pajak itu menilik kembali rumahnya dan menyentuh bilik rumah dengan jari). (1c) Anak
: “KE KANTOR NAIK MOTOR..??”
97
(2c) Pegawai Pajak : (pegawai pajak mulai geram). (1d) Anak : “GAK PUNYA MOBIL, APARTEMEN..??” (2d) Pegawai Pajak: (pegawai pajak geram). (1e) Anak
: “PERHIASAN JUGA TIDAK..??”
(2e) Pegawai Pajak : (pegawai pajak bertambah geram). (1f) Anak JUTA..??”
: “TABUNGAN CUMA PULUHAN
(2f) Pegawai Pajak : (pegawai pajak sangat jengkel). (1g) Anak : “KESIMPULANKU CUMA DUA..!!” (sombong sambil memangku tangan). (2g) Pegawai Pajak: (marah). (1h) Anak : “KAMU PEMBOHONG ATAU KAMU GILA“ (menunjuk si bapak dan kemudian lari, si bapak melotot marah dan mengejar anak yang telah menghinanya itu). (3) Bang One pemirsa).
: “EFEK GAYUS...” (melihat pada
Pertuturan di atas memenuhi maksim kuantitas. Tuturan (1) memberikan informasi yang cukup, memadai, dan informatif. Tuturan (1a), yakni menginformasikan lelaki yang ada di hadapannya merupakan
pegawai
pajak,
begitu
pula
tuturan
(1b),
yakni
menginformasikan seorang pegawai pajak memiliki rumah reyot. Implikasi pada tuturan (1b), yaitu seorang pegawai pajak seharusnya memiliki rumah mewah seperti yang dimiliki pegawai pajak lainnya (Gayus). Pernyataan tersebut diperkuat tuturan (1c-f)
yang
berimplikasi pada Gayus, bahwa seorang pegawai pajak seharusnya memiliki mobil, apartemen, perhiasan dan milyaran rupiah dalam tabungannya.
98
4.3 Pembahasan Data Strategi Menyindir dan Implikatur Percakapan Pada Kabar Bang One Dari hasil analisis data Strategi Menyindir Dan Implikatur Percakapan Kabar Bang One ke-1 sampai dengan ke-11, diperoleh data sebagai berikut. Tabel 4.1 Strategi Menyindir Satategi Menyindir Data Ke-
Gaya Gahasa Sindiran Ironi
Data Ke-1
Sinisme
Sarkasme
Gaya Bahasa Perbandingan Hiperbola
√ √
Data Ke-3 √
Data Ke-5
√
Data Ke-6
√ √
Data Ke-7 √
Data Ke-8 Data Ke-9
√ √
Data Ke-10 √
Data Ke-11 Jumlah (∑) (%)
Simbolisme
√
Data Ke-2 Data Ke-4
Alusio
3
1
27,27
9,09
0
1
4
2
9,09
36,36
18,18
Secara berurutan persentasi gaya bahasa yang dominan digunakan adalah: 36,36% gaya bahasa alusio, 27,27% gaya bahasa ironi, 18,18% gaya bahasa simbolisme, dan gaya bahasa sinisme dan hiperbola masing-masing sebesar 9,09%. Kabar Bang One cendrung menggunakan gaya bahasa alusio. Alusio merupakan gaya bahasa
mengias dengan mempergunakan peribahasa atau
ungkapan-ungkapan yang sudah lazim ataupun menggunakan sampiran pantun yang isinya sudah umum dimaklumi. Hal ini dimaksudkan agar penyampaian
99
kritik terhadap pemerintah atau kalangan elit politik berbalik menjadi sebuah humor bagi masyarakat. Humor tersebut terjadi karena makna dari tuturan yang disampaikan sudah tidak asing bagi mereka. Selain itu, penggunaan gaya bahasa alusio yang lebih besar ketimbang gaya bahasa sarkasme menandakan bahwa masyarakat Indonesia telah memasuki era kecerdasan tinggi. Hal ini dibuktikan dengan kesopanan dalam menyampaikan kritik ketimbang bahasa yang kasar yang kurang sopan. Senada dengan itu Anderson (Wijana: 1996: 5) berpendapat bahwa penciptaan kartun dimaksudkan untuk menekankan fakta-fakta historis bahwa masyarakat telah memasuki bentuk komunikasi politik yang medern, dan tidak lagi menggunakan kekuatan atau kekuasaan. Begitu pula dengan penggunaan gaya bahasa ironi sebagai salah satu ukuran bahwa negara Indoenesia menganut sistem pers bebas dan bertanggungjawab. Artinya, bahwa pers (mewakili masyarakat) memberikan
kesempatan
kepada
kaum
mayoritasnya
untuk
mengkritik
pemerintah. Sebagai
negara
demokrasi,
Indonesia
menganut
sistem
pers
bertanggungjawab. Kusumaningrat (2007: 17) berpendapat bahwa falsafah pers disusun berdasarkan sistem politik yang dianut oleh masyarakat di mana pers bersangkutan hidup... dapat disimpulkan_meski telah ditempeli bermacam-macam label_sistem politik di Indonesia pada masa lalu belum menganut adanya pers yang bebas dan bertanggungjawab yang ditandai oleh tiadanya pembredelan dan tidak perlunya surat izin, apakah itu Surat Izin Cetak (SIT), atau Surat Izin Penerbitan Pers (SIUPP). Kalaupun semasa pemerintahan Presiden Soeharto didengung-dengungkan adannya ‘pers yang bertanggungjawab’, namun yang
100
sesungguhnya dipraktikkan tetap sistem pers yang otoriter karena masih adanya lembaga SIUPP dan pembredelan. Pers yang bertangungjawab memungkinkan dimilikinya tanggungjawab oleh pers. Dengan teori ini juga pers memberikan banyak informasi dan menghimpun segala gagasan atau wacana dari segala tingkat kecerdasan. Pers ini bukan saja mewakili mayoritas rakyatnya tetapi juga memberikan jaminan hakhak golongan minoritas atau golongan oposisi untuk turut bersuara lewat medianya. Melalui Kabar Bang One dengan permainan gaya bahasa yang khas, masyarakat setidaknya menjadi terhibur akan kesengsaraan yang kerap menimpa akibat ulah para pemimpin yang zalim. Efek yang ditimbulkan dari penggunaan gaya bahasa di atas yaitu berupa kelakar atau kelucuan. Hal ini penting bagi masyarakat Indonesia di tengah-tengah situasi masyarakat yang selalu didera dengan bermacam masalah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Danandjaja (1989: 498) bahwa Di dalam situasi masyarakat yang telah memburuk, humor juga menampakkan perannya yang besar. Humor dapat membebaskan diri manusia dari beban kecemasan, kebingungan, kekejaman, dan kesengsaraan. Dengan demikian, manusia dapat mengambil tindakan penting untuk memperoleh kejernihan pandangan sehingga dapat membedakan apa yang benar-benar baik dan benarbenar buruk. Dengan humor manusia dapat menghadapi ketimpangan masyarakat dengan canda dan tawa. Dengan demikian humor dapat dijadikan psikoterapi,
101
terutama bagi masyarakat yang sedang berada dalam proses perubahan kebudayaan secara cepat, seperti Indonesia. Penggunaan gaya bahasa perbandingan yang lebih dominan ketimbang penggunaan gaya bahasa sindiran seolah menjadi ciri khas pada tayangan Kabar Bang One. Pola penyajian tayangan yang sering dilakukan, yakni dengan mengutarakan permasalahan atau wacana kepada pemirsa dengan menggunakan tokoh-tokoh tertentu yang kemudian di akhir tayangan tokoh Bang One sebagai aktor utama muncul diketengahkan.
untuk mengomentari masalah atau wacana yang
Pengutaraan
wacana
mempertentangkan wacana atau masalah
atau
masalah,
yaitu
dengan
yang sebenarnya terjadi dalam
masyarakat dengan isu-isu tertentu, kebijakan-kebijakan pemerintah, perkiraanperkiraan pendapat umum masyarakat, dan hal-hal yang kemungkinan terjadi dari efek wacana atau masalah dalam masyarakat. Pertentangan Isu-isu yang dikedepankan antara lain terlihat pada beberapa tayangan, yakni data ke-10 “Mana Dalangnya” yang mengisukan banyak dalang dari pembunuhan Munir. Tayangan dimulai dari munculnya seorang dalang yang mengaku sebagai dalang wayang dan bukan dalang pembunuh Munir. Tayangan berlanjut dengan munculnya seseorang yang mengaku sebagai pilot garuda “Pollycarpus” dan bukan dalang pembunuh Munir. Kemudian tayangan belajut dengan kemunculan Muchdi yang mengaku mantan deputi V BIN dan bukan dalang pembunuhan Munir. Kemudaian pertentangan-pertentangan kenyataan itu diperkuan dengan pernyataan Bang One yang secara mentah mentah ditolak oleh tokoh istri Munir bahwa dalangnya belum juga ditemukan. Kemudian di akhir
102
tayangan Bang One berpendapat bahwa dalang pembunuhan munir belum ditemukan; data ke-8 “Tebang Pilih” mengisukan KPK tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Tayangan dimulai dari seorang KPK yang mengejar tersangka korupsi dan tehenti ketika seseorang menghalangi upaya penangkapan tersebut karena alasan tertentu. Penangkapan tersangka kuruptor selalu mendapat halangan dari seseorang atau pihak-pihak tertentu dengan alasan tertentu pula, dan kemudian di akhir tayangan Bang One muncul dan berkomentar bahwa penegakan hukum jangan pandang bulu; data ke-7 “Gak Kesiram” mengisukan bahwa setiap lembaga pemerintah yang menerima kucuran dana harus segera diperiksa karena dinilai setiap lembaga terindikasi praktek korupsi. Tayang dimulai dengan adegan anggota BLBI yang meronta meminta tolong karena terlilit kasusu kurupsi. Kemudian tayangan beralih pada adegan pengucuran dana ke lembaga tertentu dan ekpresi gembira dari pihak yang menerima kucuran dana tersebut, mereka selalu berpesta. Kemudian adegan muram karena kucuran dana tersebut telah habis terpakai. Kemudian di akhir tayangan Bang One berpendapat bahwa lembaga-lembaga yang telah dikucuri dana harus segera diperiksa karena kalau tidak dana tersebut akan sulit ditelisik seperti halnya pada kasus BLBI; data ke-6 “Razia” mengisukan bahwa koruptor kelas kakap dan PSK high class tidak terkena razia. Tayangan dimulai dari adegan penggusuran pedagang kaki lima, razia gelandangan, pengemis, miras, hotel bintang lima, dan PSK. Kemudian tayangan beralih pada koruptor dan PSK kelas kakap yang tidak terkena razia, lantas diakhir tayangan Bang One berujar Astagfirulla haladim yang merupakan
103
sindiran terhadap penegak hukum; dan isu-isu lain yang dalam tayangan dikedepankan untuk kemudian ditanggapi oleh pemirsa. Pertentangan antara tayangan dengan kebijakan pemerintah, yakni; pada data ke-2 “Antre Terus”, yaitu berupa kebijakan konversi minyak ke gas yang tidak juga menyelesaikan masalah. Masyarakat tetap harus mengantre untuk mendapatkan bahan bakar sementara persediaan gas belum mencukupi kebutuhan masyarakat. Tayangan dimulai dari adegan kelangkaan minyak tanah dan seseorang oknum mempromosikan konvesi ke gas dengan iming-iming tertertu agar masyarakat menjadi tertarik. Setelah konversi ke gas, di saat masyarakat akan mengisi ulang gas, pasokan gas kosong dan bila pun ada masyarakat harus mengeluarkan uang cukup banyak untuk mendapatkannya. Kemudian di akhir tayangan Bang One berpendapat “sama saja antre, apa kata dunia” sebagai sindiran terhadap kebijakan pemerintah; data ke-6 “Razia” merupakan langkah pemerintah menjadikan kota bebas dari gelandangan, pengemis, dan kemaksiatan. Akan tetapi langkah yang ditempuh mengabaikan hak-hak warga negara untuk mendapatkan perlakuan hukum yang sama bila dibandingkan dengan para elit politik yang melakukan kezaliman terselubung. Tayangan dimulai dari adegan razia yang dilakukan aparat terhadap gelandangan, pengemis, dan kemaksiatan yang dilakukan masyarakat menengah ke bawah. Kemudaian tayangan beralih pada koruptor dan PSK kelas kakap yang sedang bercinta di hotel yang mewah dengan nyaman. Lantas di akhir tayangan Bang One berkomentar Astagfirullah haladim sebagai sindiran terhadap penegakan hukum yang berat sebelah.
104
Selanjutnya adalah pertentangn antara tayangan yang berisi perkiraanperkiraan pendapat umum masyarakat dengan kenyataan yang ditayangkan, yakni pada data ke-11 “Efek Gayus”. Pada tayangan ini Kabar Bang One menampilkan percakapan yang diwakili oleh anak kecil dengan seorang pegawai pajak. Wacana atau permasalahan yang dikedepankan merupakan keumuman asumsi masyarakat terhadap pegawai pajak. keumuman asumsi tersebut bahkan diketahui oleh seorang anak kecil yang logikanya belum mengetahui urusan politik. Keumuman asumsi tersebut di antaranya adalah: pegawai pajak kebanyakan memiliki rumah mewah, mobil mewah, apartemen, perhiasan
melimpah, dan tabungan
bermilyaran rupiah. Akan tetapi pada kenyataan dalam masyarakat yang ditampilkan melalui tayangan Kabar Bang One, tidak semua pegawai pajak memiliki harta berlimpah. Pada tayangan, pegawai pajak ditampilkan oleh sosok sederhana yang tidak memiliki harta seperti yang diasumsikan masyarakat. Lantas di akhir tayangan, Bang One muncul dan berujar bahwa asumsi masyarakat itu terbentuk dari perilaku Gayus sebagai pegawai pajak yang memiliki harta melimpah dari hasil korupsi dan nepotisme. Pertentangan ini diciptakan sebagai gaya strategi menyindir dan sekaligus alasan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah mengenai pengelolaan uang negara bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Terelepas dari pola-pola khas yang dilakukan Kabar Bang One dalam menyindir, satategi lain yang digunakan dalam menciptakan efek humor yaitu berupa pelanggaran dan pematuhan terhadap maksim pelaksanan pada prinsipprinsip kerja sama Grice. Hal ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
105
Tabel 4.2 Pematuhan dan Pelanggaran Maksim Pelaksanaan
Data Ke-
Maksim Pelaksanaan Mematuhi
Melanggar
Data Ke-1
√
Data Ke-2
√
Data Ke-3
√
Data Ke-4
√
Data Ke-5
√
Data Ke-6
√
Data Ke-7
√
Data Ke-8
√
Data Ke-9
√
Data Ke-10
√ √
Data Ke-11 Jumlah (∑) (%)
3
8
27,27
72,72
Maksim pelaksanaan mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Pada maksim ini seorang penutur juga diharuskan menafsirkan kata-kata yang digunakan oleh lawan bicaranya secara taksa berdasarkan konteks-konteks pemakaiannya. Dalam kenyataan percakapan yang terjadi sehari-hari, peserta pertuturan kerap kali melanggar prinsip-prinsip pada maksim pelaksanaan Grice. Seperti strategi percakapan yang dilakukan Kabar Bang One yang selalu melanggar prinsip-prinsip tersebut.
Pada tabel 4.2
dapat diketahui seberapa besar pematuhan dan pelanggaran tersebut. Pelanggaran dan pematuhan maksim pelaksanaan sebagai bentuk realisasi menyindir dalam tayangan Kabar Bang One menimbulkan efek humor. Kabar Bang One dapat dikatakn sebagai wacana humor karena dalam realisasi pengkritikannya selalu
106
mengundang tawa bagi yang melihatnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijana (1996: 7) bahwa di dalam wacana humor, termasuk di dalamnya kartun, terjadi hal-hal yang sebaliknya. Prinsip-prinsip kerja sama yang di dalam tuturan wajar dipatuhi secara ketat oleh para kartunis secara sengaja dilanggar untuk memperoleh efek lucu. Gagasan yang dikemukakan Wijana sangat kental terjadi pada tayangan Kabar Bang One. Kekentalan pelanggaran prinsip-prinsip tersebut diperkuat dengan konteks-konteks tuturan saat percakapan berlangsung sehingga menambah efek lucu pada setiap tayangannya. Konteks tersebut ditunjukkan dengan beberapa makna semiotik seperti terlihat pada tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3 Makna Semiotik
Semiotik
Data KeTanda
Simbol
Data Ke-1
1
Data Ke-2
Gesture
Ikon
Indek
7
8
9
5
1
9
4
10
4
Data Ke-3
1
5
6
7
3
Data Ke-4
5
2
6
6
10
Data Ke-5
3
3
7
5
5
6
5
12
11
3
4
4
6
3
3
3
2
Data Ke-6 Data Ke-7
2
Data Ke-8
Sinyal
1
Data Ke-9
1
3
5
4
3
Data Ke-10
1
6
3
6
2
5
3
8
Data Ke-11 Jumlah (∑) (%)
15
52
1
54
74
51
6,07
21,05
0,4
21,9
30
20,64
Kode
Gejala
0
0
107
Tayangan Kabar Bang One kaya akan makna-makna semiotik sebagai pendukung dan penegasan dalam penyampaian kritik. Semiotik itu sendiri merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda dan lambang dalam kehidupan manusia. Tanda dan lambang tersebut disajikan dalam beberapa kategori seperti pada tabel di atas. Secara berurutan, makna semiotik yang banyak digunakan yaitu ikon, gesture, simbol, indeks, tanda, dan sinyal. Kartun pada tayangan Kabar Bang one berbeda dengan kartun-kartun politik lainnya
seperti
kartun
Dwi
Koendoro
dengan
Panji
Koming-nya
yang
mengungkapkan masalah dalam tahap-tahap, ada tahap awal dan tahap akhirnya. Dwi Koendoro bisa memulai dari mana saja dengan uraian dan dialog yang panjang, ada pengantar dan arahan ke mana pikiran pembaca perlu digerakkan; GM Sudarta dengan Oom Pasikom-nya menampilkan teks dan dialog bermacam-macam; Bambang Sugeng dengan Mat Karyo-nya menampilkan dialog mengenai hal-hal yang hidup di masyarakat. Tayangan Kabar Bang One, gagasan tim kreatif dari gabungan karikaturis yang dipimpin oleh Boyke Nathanael Sandroto, Rahmat Riyadi, dan Syarif Hidayat, memiliki ciri khas tersendiri. Kabar Bang One pertama kali diciptakan sebagai bagian dari tajuk pemberitaan yang disampaikan pada setiap akhir penayangan berita, merupakan kartun bisu yang dialognya ditampilkan dalam balon kata. Isi tayangan ini biasanya merujuk pada peristiwa yang sedang hangat dibicarakan saat itu. Bang One selaku tokoh utama dalam tayangan tersebut, biasanya di akhir tayangan memberikan tanggapan dan sindiran dari peristiwa yang ditayangkan. Bang One sendiri adalah gambaran wartawan ideal yang tidak gentar memberitakan kebenaran kepada masyarakat. Bang One
108
merupakan perwujudan dari aspirasi rakyat yang mengritisi berbagai
macam
kebijakan pemerintah dari sudut pandang yang objektif. Penggunaan makna semiotik yang dikategorikan di atas merupakan salah satu ciri khas Kabar Bang One dalam menyindir. Sebagai tayangan kartun bisu yang bergerak, Kabar Bang One menggunakan ikon-kon tertentu sebagai penegasan konteks percakapan. Sebagai contoh misalnya latar perkotaan ditandai dengan gedung bertingkat, tugu monas, pekerja-pekerja berdasi, pusat-pusat perbelanjaan, dan lain-lain. Ikon adalah tanda yang paling mudah dipahami karena kemiripannya dengan sesuatu yang diwakili. Karena itu ikon sering juga disebut gambar dari wujud yang diwakilinya. Gambar-gambar wujud pada Kabar Bang One tersebut biasanya adalah orang-orang yang mirip dengan tokoh politisi dan negarawan, tokoh-tokoh kemiskinan, tokoh agama, dan laian-lain. Kemudian gesture yang bereperan penting dalam menunjukkan ekspresi-ekspresi tertentu pada kejadiankejadian dalam tayangan. Misalnya adalah ekspresi gembira, sedih, marah, penyesalan, ketakutan, gerture kesangsian dengan mengangkat kedua telapak tangan dan sedikit menaikkan bahu. Ekspresi tersebut bukan tanpa makna, yaitu untuk menyatakan setuju atau tidak terhadap penomena yang terjadi di tengah masyarakat. Kemunculan kartun tidak selalu seperti yang diharapkan. Tingakah laku atau penyampaian pesannya sering kali diwujudkan berupa simbol yang juga diperlukan pemikiran mendalam. Simbol atau aneka contoh pada titik tertentu dimaksudkan untuk menghindari sarkasme. Dalam tayangan Kabar Bang One hal tersebut sering dilakukan. Misalnya untuk mengkritisi kebijakan konversi minyak
109
tanah ke gas yaitu dengan mengilustrasikan adegan antre pada penganbilan kedua bahan bakar tersebut. Dengan demikian dapat dinilai bahwa kebijakan pemerintah tersebut kurang tepat. Kebijakan tersebut bahkan menimbulkan masalah baru sperti terjadinya kebakaran akibat ledakan tabung gas dan lain-lainnya. Penayangan rumah panggung berbilik bambu ditengah-tengah himpitan gudunggedung tinggi juga merupakan penghalusan kesenjangan ekonomi akibat kapitalisme. Penghalusan tersebut tidak sebatas pada penyimbolan-penyimbolan pada titik tertentu, yaitu dengan menggunakan indeks. Beberapa orang dengan berpenampilan mengenakan jas terikat tali yang terpancang pada tiang berindeks BLBI seolah menunjukkan sekelompok orang tersebut terjerat kasus BLBI. Indeks tampil dengan apa adanya, bentuknya berupa pelabelan nama-nama tertentu sehingga sulit untuk dilakukan penghalusan. Misalnya Indeks “DPR” pada sekelompok orang yang sedang bersuka ria dengan tindakan-tindakan borosnya menunjukkan kebobrokan anggota dewan pada saat itu. Akan tetapi dengan memutarbalikkan karakter yang ada pada setiap tingkah kartun tersebut menimbulkan senyum karena lucu. Sebagai wacana humor, Kabar Bang One tampil dengan berbagai tingkah dalam mengkritik masalah yang berkembang pada saat itu. Kritikan tersebut selain dengan pemanfaatan gaya bahasa tertentu, simbol, dan pelanggaran terhadap maksim pelaksanaan, digunakan pula implikatur pada setiap pecakapan tokohtokoh dalam tayangan. Iplikatur tersebut dilakukan dengan cara pematuhan dan pelanggaran maksim-maksim dalam Prinsip Kerja Sama Grice. Persentase pelanggaran dan pematuhan maksim tersebut terlihat pada tabel 4.4 berikut.
110
Tabel 4.4 Implikatur Implikatur Data Ke-
Pematuhan
Pelanggaran
Kuantitas Kualitas Relevansi Pelaksanaan Kuantitas
Kualitas Relevansi Pelaksanaan √
Data Ke-1 √
Data Ke-2
√
Data Ke-3 √
Data Ke-4 Data Ke-5
√
Data Ke-6
√
Data Ke-7
√
Data Ke-8
√ √
Data Ke-9 Data Ke-10
√
Data Ke-11
√
Jumlah (∑) (%)
3
1
5
27,27
9,09
45,45
2 0
0
0
0
18,18
Implikatur berarti sesuatu yang diimplikasikan dalam suatu percakapan. Implikasi yang diciptakan dari setiap tuturan dalam tayangan tersebut dimaksudkan untuk memberi jembatan kepada pemirsa dalam memandang sebuah penomena yang terjadi dalam masyarakat. Menginterpretasikan suatu tuturan sebenarnya merupakan usaha-usaha untuk menduga, yang dalam bahasa lain yang lebih terhormat merupakan suatu pembentukan hipotesa. Strategi Kabar Bang One dalam menyampaikan maksud kepada pemirsa, yaitu dengan memanfaatkan setting dari tiap adegan. Setting yang dimaksud adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan. Keadaan atau situasi yang menyertai setiap ujaran membantu mitra tutur (dalam hal ini pemirsa) untuk dapat berhipotesa terhadap apa yang dilihat dalam
111
tayangan. Peran setting terasa sangat membantu dalam pembentukan implikasi bagi mitra tutur. Pada data ke-1 “Pejuang” misalnya, mengombinasikan ujaran “merdeka” dengan beberapa setting berbeda yaitu setting jalan dan dua orang beratribut pengemis, setting pusat perbelanjaan yang terindikasi inflasi, setting permakaman dan anak-anak putus sekolah, setting antrean pelamar pekerjaan, dan setting pejabat kurup. Kombinasi seperti itu dengan sendirimya menginplikasikan hal lain dari tuturan yang sebenarnya (“merdeka”). Dengan demikian asumsi masyarakat terhadapa kinerja pemerintah selama itu akan terbentuk secara otomatis. Selain itu peran penting dalam pembentukkan implikatur dalam tayangan Kabar Bang One adalah permainan bahasa (ujaran-ujaran) dari setiap peserta pertuturan dalam tayangan. Sebuah komunikasi akan terwujud dengan baik apabila
peserta
percakapan
dapat
mengetahui
arah
pembicaraan
yang
dimaksudkan baik secara implisit maupun eksplisit. Penutur dapat menyampaikan maksud dengan jelas dan tidak ambigu sementara petutur dapat menerimanya dengan benar seperti yang diharapkan penutur. Implikatur percakapan yang terjadi pada wacana di atas disajikan dengan pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam pragmatik. Hal itu bertujuan untuk mendapatkan efek tajam berupa kritik pada pemerintah dan memberi ganbaran jelas (tidak taksa) pada penonton. Walau demikian, percakapan tetap berjalan dengan benar (maksud tersampaikan) karena adanya keterpahaman antara peserta percakapan. Data ke-8 misalnya, tuturan “AYO PA..!! TUTUP MATA TANGKAP KORUPTOR..!! TANPA PANDANG BULU” yang kemudian dijawab “TUTUP MATA DAN TANPA
112
PANDANG BULU, NIH..! OK” menunjukkan semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan. Kesamaan latar belakang tersebut, yaitu peserta pertuturan sama-sama mengetahui bahwa selama ini penyelesaian kasus korupsi tidak berjalan dengan semestinya karena anggota KPK selalu diintervensi oleh pihak-pihak lain. Selain pematuhan maksim relevansi di atas, strategi menyindir dilakukan dengan pelanggaran terhadap maksim pelaksanaan. Tuturan “JIDAT DITATO..!!, AMPUN DEH..!!” yang mendapat jawaban
“KOSTUM YANG PALING MEMALUKAN..!!, YANG AKAN
DIPILIH..!!” melanggar maksim pelaksanaan, akan tetapi pertuturan tersebut mengimplikasikan bahwa “jidat ditato” belum lah apa-apa karena masih ada hukuman lain yang lebih memalukan selain tato “koruptor” pada zidat bagi para koruptor. Pertuturan tersebut dilarbelakangi oleh pengetahuan peserta pertuturan bahwa selama ini para koruptor tidak juga takut dan tidak malu-malu menyelewengkan uang rakyat untuk kepentingan pribadi. Hal ini menyebabkan kemarahan rakyat sehingga rakyat mengibaratkan seorang koruptor dengan badut yang tingkahnya tidak tahu malu.
4.4 Pembahasan Data Respons Pemirsa Terhadap Tayangan Kabar Bang One Berdasarkan hasil angket yang diisi oleh 20 responden, didapatkan data seperti terlihat pada tabel 4.5 berikut ini.
113
Tabel 4. 5 Respons Pemirsa (persepsi terhadap profil Bang One) No Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 ∑ %
Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10 Ke-11 Ke-12 Ke-13 Ke-14 Ke-15 Ke-16 Ke-17 Ke-18 Ke-19 Ke-20 20
Kelamin L P √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 10
Usia 22 21 19 22 22 20 22 21 22 23 40 40 37 35 30 34 34 35 40 35
Pekerjaan Mahasiswa PNS √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 10
Respons (+) (-) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 10 50 50
114
Tabel 4. 6 Respons Pemirsa (respons terhadap tayangan Kabar Bang One) No Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 ∑ %
Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10 Ke-11 Ke-12 Ke-13 Ke-14 Ke-15 Ke-16 Ke-17 Ke-18 Ke-19 Ke-20 20
Kelamin L P √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 10
Usia 22 21 19 22 22 20 22 21 22 23 40 40 37 35 30 34 34 35 40 35
Pekerjaan Mahasiswa PNS √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 10
Respons (+) (-) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 19 1 95 5
115
Tabel 4. 7 Respons Pemirsa (respons terhadap tokoh-tokoh yang ada dalam tayangan Kabar Bang One) No Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 ∑ %
Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10 Ke-11 Ke-12 Ke-13 Ke-14 Ke-15 Ke-16 Ke-17 Ke-18 Ke-19 Ke-20 20
Kelamin L P √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 10
Usia 22 21 19 22 22 20 22 21 22 23 40 40 37 35 30 34 34 35 40 35
Pekerjaan Mahasiswa PNS √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 10
Respons (+) (-) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 14 6 70 30
Berdasarkan angket respons pemirsa terhadap tayangan Kabar Bang One diperoleh data berupa gambaran 1) respons pemirsa terhadap profil Bang One; 2) respons pemirsa terhadap tayangan Kabar Bang One; 3) respons pemirsa terhadap tokoh-tokoh yang ada dalam tayangan Kabar Bang One. Gambaran tersebut dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini.
116
Tabel 4.7 Respon Pemirsa Terhadap Tayangan Kabar Bang One No
Hal yang ingin diketahui
1
Respons pemirsa terhadap profil Bang One Respons pemirsa terhadap tayangan Kabar Bang One Respons pemirsa terhadap tokohtokoh yang ada dalam tayangan Kabar Bang One
2 3
% (+) 50
(-) 50
95
5
70
30
Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa respon pemirsa terhadap tayangan Kabar Bang One lebih cendrung positif. Berimbangnya repons pemirsa terhadap profil Bang One semata-mata karena pemirsa jarang melihat tayangan Kabar Bang One, terlebih dalam tahun 2010-2011 tayangan ini tidak sesering penayangan seperti di tahun 2008 dan 2009. Selain itu, pemirsa kurang memperdulikan siapa sebenarnya Bang One, yang direspon pemirsa adalah Bang One merupakan sosok wartawan yang peduli terhadap keadilan dan selalu memperjuangkan nasib rakyat melalui kritik yang disampaikannya. Respons pemirsa terhadap tayangan Kabar Bang One sangat baik. Hal ini dilahat dari respon pemirsa setelah menyaksikan tayangan tersebut. Kebanyakan dari mereka mengetahui maksud-maksud yang tertuang dalam tayangan tersebut. Kritik dalam tayangan tersebut disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan animasi kartun yang atraktif. Selain itu kartun (gambar) lebih cepat ditangkap pikiran orang dibandingkan dengan artikel yang terlebih dahulu harus dibaca dan dipikirkan secara aktif agar memahami makna isinya. Respons positif tersebut diperkuat bahwa gambar sifatnya langsung menjelaskan, berbeda dengan sebuah
117
tulisan yang harus mengalami proses dalam pikiran manusia. Selain itu kartun sebagai gambar, juga sebagai bahasa memiliki nilai rangsang yang lebih kuat karena itu kartun lebih efisien dan efektif dalam merasuki pikiran manusia sehingga ide atau pasan yang disampaikan lebih cepat merasuk. Tokoh-tokoh dalam tayangan Kabar Bang One sepenuhnya dapat dipahami oleh pemirsa akan tetapi dalam hal menafsirkan mengapa tokoh-tokoh tersebut berprilaku dan berpenampilan sedemikian rupa, beberapa pemirsa tidak mengetahuinya. Pada tayangan data ke-6 “Razai” misalnya, PSK terkadang dalam penertibannya diperlakukan cabul oleh petugas. Dalam tayangan ditampilkan beberapa PSK digelandang masuk dengan cara yang aneh, yaitu dengan memegang bokong atau bagain-bagian vital wanita kemudian mengangkat dan melemparkannya ke dalam mobil. Adegan seperti itu tidak dapat ditangkap dengan melihatnya secara sekilas sehingga pemirsa kurang begitu mengetahuinya dan menganggap itu sebagai sebuah humor belaka. Humor dalam kartun memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia karena kehadirannya tidak semata-mata sebagai hiburan untuk melepaskan beban psikologis penikmatnya, tetapi juga sebagai wahana kritik sosial yang sangat efektif bagi ketimpangan yang terjadi di tengah masyarakat. Hal ini senada dengan pendapat Wijana (1996: 15) bahwa Ambivalensi sifat humor, yang di satu pihak bersifat agresif, dan di pihak lain bersifat konservatif, akan mengakibatkan sarana kritik ini lebih efektif dibanding sarana-sarana kritik yang lain, karena kritik yang tajam akan dirasa tidak begitu melecehkan.
118
Rangsangan humor dalam tayangan Kabar Bang One terbentuk karena terlanggarnya kaidah pertuturan yang di dalam kerangka pragmatis terjabar dalam berbagai maksim. Pelanggaran pertuturan tersebut dilaksanakan dengan menciptakan tokoh-tokoh berkarakter irasional yang tidak bersifat koofratif sehingga proses komunikasi yang wajar tidak berjalan sepenuhnya. Karakter polisi misalnya, berkarakter irasional berupa tingkah laku yang terkesan kurang serius dan kurang cerdas dalam menangani suatu kasus. Contoh lainnya adalah tokoh anggota pemberantasan korupsi yang menunggangi kuda dan berpakaian koboy ketika akan menangkap tersangka koruptor.