BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Deskripsi Data Penelitian Pada bab ini akan mendeskripsikan data penelitian. Data-data penelitian
yang dideskripsikan berdasarkan temuan penelitian yang telah dilakukan yaitu melalui kata-kata dan tindakan, sumber tertulis, dan foto. Data penelitian yang akan dideskripsikan adalah aspek-aspek etnomatematika yang terkandung dalam tata uapacara adat perkawinan masyarakat Jambi serta kaitannya dengan teori konstruktivisme dan kognitivisme Vygotsky. Data berupa kata-kata diperoleh melalui hasil wawancara peneliti dengan narasumber yaitu seorang ahli adat Jambi. Data berupa tindakan diperoleh melalui hasil pengamatan peneliti ketikaahli adat terjun langsung dalam tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi. Data berupa sumber tertulis diperoleh melalui buku, jurnal, dan prosiding mengenai tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi. Data berupa foto dan video diperoleh peneliti secara langsung dari hasil penelitian.
4.2
Hasil Penelitian
4.2.1
Hasil Instrumen Pengumpulan Data Hasil instrumen pengumpulan data pada penelitian ini yaitu berupa
pedoman wawancara. Pedoman wawancara tersebut dibuat untuk mengkaji aspekaspek etnomatematika yang terkandung dalam tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi.Pedoman wawancara dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 2.Instrumen pedoman wawancara dan kisi-kisi instrumen pedoman 98
99
wawancara telah dikonsultasikan dengan dua orang validatoryaitu Ibu Ranisa Junita, S.Pd., M.Pd sebagai validator pertama dan Bapak Khairul Anwar, S.Pd.,M.Pd sebagai validator kedua. Konsultasi dilakukan dalam beberapa kali pertemuan dengan tujuan untuk memvalidasi instrumen penelitian. Konsultasi pertama dilakukan pada tanggal 17 desember 2015 dengan validator pertama. Hasil konsultasi ini berupa peneliti harus mengubah tujuan penelitian dari kata mengetahui menjadi mengkaji prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi, peneliti harus mengelompokkan deskriptor sesuai dengan aspek-aspek matematika dalam etnomatematika yang ingin diamati, peneliti harus mengecek kata-kata dalam deskriptor sesuai contoh pertanyaan yang diberikan seperti mengganti kata mengetahui menjadi menjelaskan apabila pertanyaannya mengapa. Setelah melakukan revisi sesuai dengan hasil konsultasi pertama, pada tanggal 18 desember 2015 peneliti melakukan konsultasi kedua dengan validator pertama. Hasil konsultasi ini berupa peneliti harus mengecek satu persatu deskriptor sehingga benar-benar cocok dengan aspek matematika yang ingin diamati, peneliti tidak boleh merangkap pertanyaan yang berarti tidak ada satu pertanyaan mengandung dua penjelasan tujuannya agar tujuan penelitian dapat tercapai dengan tepat. Setelah melakukan revisi sesuai hasil konsultasi kedua, pada tanggal 21 desember 2015 instrumen pedoman wawancara disetujui oleh validator pertama. Kemudian di hari yang sama peneliti melakukan konsultasi pertama dengan validator kedua. Hasil konsultasi berupa peneliti harus benar-benar mengecek deskriptor sehingga sesuai dengan aspek matematika yang ingin diamati, peneliti
100
harus mencari acuan sumber yang menyatakan bahwa point dalam deskriptor itu masuk dalam aspek tertentu. Setelah melakukan revisi sesuai dengan konsultasi pertama dengan validator kedua, pada tanggal 22 desember 2015 peneliti melakukan konsultasi kedua dengan validator kedua. Hasil konsultasi hanya berupa saran dari validator. Validator menyarankan untuk mengamati fungsi waktu dalam penelitian mendatang karena kemungkinan fungsi waktu akan mengandung salah satu aspek matematika yang ingin diamati. Setelah konsultasi validator kedua menyetujui instrumen pedoman wawancara yang telah dirancang peneliti. Setelah melakukan beberapa kali revisi dari hasil konsultasi dengan validator dan berdasarkan penilaian validator baik dari segi konstruksi pedoman wawancara, bahasa wawancara, dan materi wawancara, instrumen pedoman wawancara yang dirancang sudah layak untuk digunakan. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 1 dan lampiran 2. Instrumen pedoman wawancara ini digunakan sebagai petunjuk dan pedoman agar pada saat wawancara peneliti tetap fokus pada masalah yang akan diteliti
4.2.2
Hasil Pengumpulan Data penelitian
4.2.2.1 Hasil Observasi dan WawancaraMengenai Tata Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Jambi Untuk menganalisis aspek-aspek etnomatematika dalam tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi serta keterkaitannya dengan teori belajar konstruktivisme dan kognitivisme Vygotsky maka peneliti melakukan wawancara kepada ahli adat Jambi. Sebelum melakukan wawancara, terlebih dahulu peneliti menentukan narasumber yang akan diwawancarai sesuai dengan ciri-ciri
101
narasumber yang telah ditentukan dalam metodologi penelitian sebelumnya. Penentuan ini dilakukan melalui teknik observasi yang dilakukan pada tanggal 28 desember 2015. Ini merupakan observasi pertama yang dilakukan peneliti pada penelitian ini. Observasi pertama ini dilakukan di gedung balairung sari. Alasan pemilihan balairung sari sebagai tempat observasi karena balairung sari merupakan lembaga adat melayu provinsi Jambi dimana para ahli adat Jambi dapat ditemui. Disini peneliti mencari ahli adat Jambi terkhusus mengenai tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi sebagai narasumber. Setelah melakukan observasi dan dialog dengan petugas balairung sari maka peneliti dapat menentukan narasumber sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Narasumber bernama Drs. H. Azra’I AlBasyari yang bergelar Datuk Depati Setio Junjung Peseko. Ia merupakan ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Jambi. Sesuai dengan gelarnya, narasumber merupakan seseorang yang sangat setia dengan adat istiadat Jambi. Ia telah mempelajari dan memahami adat Jambi ini sejak muda. Ia memiliki suatu kelompok belajar khusus tentang prosesi adat istiadat perkawinan masyarakat Jambi yang bernama kelompok belajar “Depati Setio”. Kemudian setelah melakukan observasi dan menentukan narasumber yang akan diwawancarai, peneliti menghubungi narasumber untuk menginformasikan maksud dan tujuan peneliti. Kemudian peneliti melakukan wawancara terhadap narasumber. Wawancara pertama dilakukan oleh peneliti pada tanggal29 Desember 2015 di kediaman narasumber. Wawancara ini dilakukan sekitar pukul 19.00 WIB hingga 00.30 WIB. Jenis wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara mendalam (in-depth interview). Wawancara mendalam adalah suatu wawancara tanpa alternatif pilihan jawaban dan dilakukan untuk mendalami informasi dari
102
seorang informan (Ahmadi, 2014:121). Alasan menggunakan wawancara mendalam karena pewawancara perlu mendalami informasi dari narasumber. Format wawancara yang digunakan bisa bermacam-macam yang disebut sebagai pedoman wawancara. Pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan yang telah disusun sebelumnya dan berdasarkan masalah dalam rancangan penelitian.Dalam wawancara ini peneliti menanyakan hal-hal yang berkaitan tentang tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi, sesuai dengan kisi-kisi yang telah divalidasi oleh tim ahli. Selain melakukan wawancara, pada kesempatan ini peneliti juga ikut serta dalam kelompok belajar “Depati Setio” dimana yang mengajarnya adalah bapak Drs. H. Azra’I Al-Basyari sendiri. Dalam kelompok belajar ini peneliti melihat secara langsung sebagian besar tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi. Adapun tahapan-tahapan yang peneliti lihat ini, yaitu tahap mengisi adat menuang lembago dan serah terimo pengantin. Dalam tahap mengisi adat menuang lembago ini, adat yang diisi berupa tombak sebatang, bedil selaras, timbangan mas, mas 3,5 tail, anak elang tujuh ekor, dan pakaian serba duo sedangkan lembago yang dituang berupa kerbau seekor, beras 100 gantang, kelapo setali, selemak semanis seasam segaram. Hal ini sebelumnya telah dijelaskan narasumber pada saat wawancara. Observasi kedua peneliti lakukan pada tanggal 03 Januari 2016. Observasi ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi pada acara pernikahan Rts. Miladiya, S.Pd.I Binti Rd. Ismail dan Fidyan Barnanda bin Herman yang berada di desa Kasang Pudak. Dalam acara ini Bapak. Drs. H. Azra’I Al-Basyari dan rekan kelompok belajar “Depati Setio” terjun langsung sebagai pemuka adat yang melakukan prosesi
103
sakralnya. Tujuan observasi ini adalah untuk memvalidasi hasil wawancara sebelumnya dan melihat kesesuaian teori yang disampaikan oleh narasumber dengan prakteknya di lapangan. Observasi ini dilakukan sekitar pukul 09.00 WIB hingga 12.30 WIB. Hasil observasi menunjukkan bahwa informasi yang diberikan oleh narasumber valid. Hasil observasi ini didokumentasikan dalam bentuk foto dan video hasil penelitian. Kesesuaian informasi yang diberikan narasumber terhadap hasil observasi yaitu pada tahap serah terimo pengantin, urutan acara yang dilakukan berupa suruh serayo, penjemputan pengantin lelaki, arak dan iringan pencak silat, penyambutan pengantin lelaki di halaman rumah pengantin perempuan, acara serah terimo pengantin di balairung sari, acara buka lanse, acara siram santan bamanis, acara di putra ratno, acara tunjuk ajar, acara penyuapan nasi sapat, Iwa, dan doa. Pada acara buka lanse pengantin perempuan diberikan sebentuk cincin belah rotan sebagai hadiah dari pengantin lelaki karena telah membuka tabir. Selain itu dari hasil observasi yang dilakukan didapatkan informasi bahwa adat yang diisi berupa tombak sebatang, bedil selaras, timbangan mas, mas 3, 5 tail, anak elang tujuh ekor, dan pakaian serbo duo sedangkan lembago yang dituang berupa kerbau seekor, beras 100 gantang, kelapo 100 tali, dan selemak semanis seasam segaram. Setelah melakukan wawancara tahap I, peneliti langsung mengolah data hasil penelitian dalam bentuk transkrip wawancara. Untuk menguji kredibilitas data hasil penelitian peneliti melakukan wawancara tahap II seminggu setelah wawancara tahap I. Wawancara tahap II dilakukan pada tanggal 06 Januari 2016. Wawancara ini dilakukan sekitar pukul 16.00 WIB hingga 18.30 WIB. Wawancara dilakukan dengan mengulangi pertanyaan yang sama dengan wawancara tahap I. Tujuannya adalah untuk melihat kekonsistenan informasi yang telah diberikan oleh
104
narasumber pada wawancara sebelumnya dan menggali informasi yang belum sempat ditanyakan pada wawancara tahap I. Wawancara tahap II ini memvalidasi informasi mengenai tahapan-tahapan yang dilakukan dalam tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi yang diberikan oleh narasumber pada wawancara tahap I. Selain itu, peneliti juga menanyakan kembali beberapa informasi yang diberikan sebelumnya namun tidak dijumpai pada observasi yang kedua. Hasil wawancara menunjukkan bahwa dalam observasi kudia ada beberapa tahapan yang tidak dilakukan pada prosesi tata upacara adat perkawinan Jambi yaitu acara di tempat timbangan, acara di tempat ayunan, acara menginjak kepala kerbau, dan acara di rumah gonjong. Alasan acara ini tidak dilakukan karena keterbatasan dana yang tersedia. Prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi dilakukan secara lengkap oleh anak pejabat atau anak raja. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, peneliti melihat secara langsung rumah gonjong yang digunakan dalam tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi, hanya penjelasan dan gambaran singkat yang diberikan oleh narasumber. Akibatnya peneliti disarankan narasumber untuk melakukan observasi rumah gonjong di balai adat Kota Jambi yang ada di Kota Baru. Peneliti melakukan observasi ketiga pada tanggal 07 Januari 2016. Observasidilakukan di balai adat kota Jambi dengan tujuan untuk mengamati dan mengidentifikasi bentuk dari rumah gonjong dan putro retno sesuai dengan adat Jambi. Observasi ini dilakukan sekitar pukul 10.00 WIB hingga 13.00 WIB. Hasil observasi didokumentasikan dalam bentuk foto. Informasi yang didapatkan dari observasi ini sesuai dengan informasi yang diberikan oleh narasumber. Setelah wawancara tahap II dilakukan, peneliti langsung mengelolah data hasil penelitian. Peneliti mereduksi, mengindentifikasi, dan mengkoding hasil
105
penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan analisis data penelitian dengan mengungkapkan aspek-aspek etnomatematika yang terdapat dalam tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi. Hasil analisis ini kemudian akan peneliti interpretasikan bersama dengan narasumber. Karena keterbatasan waktu dan kesibukan aktivitas dari narasumber, akhirnya peneliti dapat mewawancarai kembali narasumber padatanggal 13 Januari 2016. Ini merupakan wawancara tahap III dari penelitian ini. Penelitian ini dilakukan di kediaman narasumber pada pukul 15.00 WIB hingga 16.30 WIB. Wawancara ini dilakukan untuk melengkapi data yang masih kurangvalid dan untuk menginterpretasikan hasil analisis data penelitian bersama narasumber. Wawancara masih dilakukan dengan mengulangi pertanyaan yang sama untuk informasi yang dianggap masih kurang valid.
4.2.2.2 HasilIdentifikasi Data Penelitian Sesuai dengan teknik pengumpulan data pada penelitian ini, data penelitian diperoleh dari hasil observasi dan wawancara. Data yang diperoleh direduksi dan diidentifikasi terlebih dahulu, kemudian diberikan koding pada setiap satuannya. Selanjutnya bagian-bagian data dikumpulkan kemudian di kategorikan sesuai dengan aspek-aspek matematika dalam etnomatematika. Lalu data tersebut dianalisis, dan dideskripsikan sesuai prinsip mutual interrogation. Data hasil analisis akan dikaji keterkaitannya dengan teori pembelajaran matematika sehingga output dari penelitian ini dapat menjadi sumber yang memungkinkan dibuatnya pemodelan matematika berdasarkan aktivitas budaya yang diteliti.
106
Adapun hasil identifikasi data hasil penelitian adalah sebagai berikut Tabel 4.1 Hasil identifikasi data hasil penelitian No. Urut
Data Teks Hasil Wawancara
Koding
1
2 Berusik sirih bergurau pinang. Lelaki berkunjung ke rumah perempuan membawa gula, kopi, teh, dan makanan ringan seperti roti. Salah satu media perkenalan muda mudi yaitu permainan koset.Permainan ini dimainkan secara berpasangan saat ada acara perkawinan. Cara bermain yaitu korek api diisi delapan atau sepuluh batang, kemudian diguncang. Lalu salah satu pemain menebak jumlah (ganjil/genap) korek api yang akan terjatuh dari kotak koset, apabila tebakan benar maka pemain yang menebak mendapat hadiah namun apabila tebakan salah maka ia akan memberikan hadiah kepada pemain lain. Permainan ini dilakukan secara bergantian. Duduk batuik tegak batanyo Ikat buik janji semayo Sebentuk cincin belah rotan Melamar meletak tando berupa cincin sebentuk belah rotan, baru pakaian sepelulusan So balik duo hukum adatnya kalau sebuah cincin diganti dua buah cincin, kalau pakaian sepelulusan diganti pakaian duo pelulusan Nenek mamak pihak perempuan seekor kambing, beras 20 gantang, selemak semanis seasam segaram apabila membatalkan penyemendoan Segantang sama dengan 2,5 kg, 10 canting susu indomilk selemak semanis seasam segaram seperti bumbu dapur, cabe, bawang, kecap, tomat, gulo, kopi,teh, bawang putih, bawang merah, dan lain sebagainya Berusik sirih bergurau pinang Duduk batuik tegak batanyo Ikat buik janji semayo Nikah atau labuh lek Serah terimo penganten Besanjo Mengisi adat menuang lembago sebelum walimatul ursy berupa seekor kerbau, beras 100 gantang, kelapo seratus tali(200 buah) Satu tali kelapa duah buah Adat berupa tombak sebatang, bedil selaras, timbangan mas, mas 3,5 tail(73 gram) atau tujuh suku, anak elang tujuh (biasanya diganti ayam jantan), dan pakaian serba dua.
3 T1 Am
0034 0079-0080 0185-0207
0243 0245 0251 0259-0260 0300-0302
0302-0305
0327-0328 0333-0335
0404 0404 0405 0405 0406 0406 0413-0417 0418 0419-0428
Ap
T2 T3 Am Am Ac
Am/Ac
Am Am
T1 T2 T3 T4 T5 T6 Am/Ac Ac Am
107
0456-0462
0463 0496-0499 0552-0555 0586 0587 0588 0588 0588 0589 0595-0596
0617-0628
0637-0638
0640-0642
0649-0652 0661-0671
0674-0679
0681-0682
0685-0688
0691
Adat lembago menengahberupa seekor kambing, beras 20 gantang, kelapo 20 tali, selemak semanis seasam segaram. Adat lembago paling rendah seekor ayam, beras segantang, kelapo setali, selemak semanis seasam segaram Adat lembago paling rendah untuk undangan 6 orang Besanjo berkunjung ke rumah keluarga dari kedua belah pihak Adat lembago penuh untuk undangan 1000 orang, adat lembago menengah untuk sekitar 100-200 orang undangan Tahap berusik sirih bergurau pinang Tahapduduk batuik tegak batanyo Tahap ikat buik janji semayo Tahap labuh lek Tahap searah terima pengantin Tahap besanjo Lelaki berkunjung ke rumah perempuan ditemani oleh keluarga atau saudara yang lebih tua dan umumnya membawa gulo, kopi, teh, dan roti Salah satu media perkenalan muda mudi yaitu permainan koset.Permainan ini dimainkan secara berpasangan saat ada acara perkawinan. Cara bermain yaitu korek api diisi delapan atau sepuluh batang, kemudian diguncang. Lalu salah satu pemain menebak jumlah (ganjil/genap) korek api yang akan terjatuh dari kotak koset, apabila tebakan benar maka pemain yang menebak mendapat hadiah namun apabila tebakan salah maka pemain yang menebak harus memberikan hadiah kepada pemain lain. Permainan ini dilakukan secara bergantian. melamar meletak tando berupa cincin sebentuk belah rotan, bisa pakaian sepelulusan, jikalau mampu penuhi semuanya namun jika tidak boleh salah satu saja dipenuhi Setiap pertemuan mulai dari melamar meletak tando hingga serah terimo pengantin selalu menggunakan tepak sirih kepalo baso Saat melamar meletak tando ditentukan lamanya penyemendoan sesuai kesepakatan seperti 2 bulan/3bulan Hukum so balik duo. Jika wanita menolak maka harus mengembalikan dua kali lipat barang yang diberikan sebelumnya oleh pihak lelaki. Jika sebentuk cincin makadikembalikan duo cincin kembalikan, jika sepelulusan pakaian dikembalikan duo pelulusan pakaian. Adat berupa tombak sebatang, bedil selaras, timbangan emas, mas 3,5 tail, anak elang tujuh ekor, pakaian serba duo. Lembago penuh berupaseekor kerbau, beras 100 gantang, kelapo 100 tali, selemak semanis seasam segaram dengan isi kamar. Lembago menengah seekor kambing, beras 20 gantang, kelapo 20 tali, selemak semanis seasam segaram Lembago terakhir berupa seekor ayam, beras segantang, kelapo setali, selemak semanis seasam segaram. Kelapo setali sama dengan duah buah kelapa Nuai padi dilakukan menjelang bulan puasa, biasanya pada bulan rajab, hanya setahun sekali. Setelah itu biasanya masyarakat bertanama jagung, kacang, terong. Acara labuh lek dan serah terimo pengantin biasanya diadakan
Am/Ac
Ae Al Ae T1 T2 T3 T4 T5 T6 Am
Ap
Am
Am
Am Am
Am/Ac
Ac
Am
Am
108
0740-0741 0789-0790 0800-0801 0811-0813 0818-0819 0830 0869-0870 0874-0877 0878-0879 0891-0892 0909-0911 0914-0915 0921-0923 0929-0931
sesudah idul fitri sampai bulan syafar Putro retno untuk para raja memiliki lima tingkatan. Jika orang bisa hanya tiga tingkatan. Saat buka lanse hadiah sebentuk cincin belah rotan Setelah ditimbang pengantin diayun sebanyak 5 kali atau 3 kali sesuai dengan adat yang diisi dan lembago yang dituang Ukuran putro retno sekitar 6 x 8 m, namun tetap disesuaikan dengan lokasi. Provinsi Jambi bewarna kuning merah Sisi rumah bagonjong berukuran sekitar kurang lebih 2 meter dan tinggi sekitaran 3 meter serta atap berupa ijuk Tahap kelima serah terimo pengantin Pengayunan sebanyak 5 kali untuk anak raja, anak pejabat, anak orang yang mampu. Rumah gonjong berbentuk segilimo dengan tinggi sekitar3 meter Panjang sisi rumah gonjong kurang lebih duo meter Ukiran rumah gonjong berukuran sekitar 0,5 x 1 meter atau disesuaikan dengan besar rumah yang dibuat. Bentuk atap rumah gonjong yaitu limas segilimo. Putro retno idealnya berukuran 6 m x 8 m namun disesuaikan dengan lokasi Bentuk atap putro retno limas segilimo sama seperti rumah gonjong. Tampuk hanya boleh dipasang sebanyak 3 buah, ukuran panjang disesuaikan dengan ukuran putro retno
Ae Am Ac Ad/Ae Ad/Ae T5 Ac Ad/Ae Ad/Ae Ad/Ae Ad/Ae Ad/Ae Ad/Ae Ad/Ae
4.2.2.3 Kategori Data Hasil Identifikasi Kategorisasi adalah upaya memilah-milah setiap satuan ke dalam bagianbagian yang memiliki kesamaan (Moleong,2005:188). Pada tahap ini peneliti harus membuat format kategori data. Dengan format yang demikian, peneliti mudah mengetahui teks-teks tertentu yang diperlukan untuk kepentingan analisis (Ahmadi,2014:227). Adapun format kode yang digunakan dalam kategorisasi data ini yaitu Wawancara/Tahapan/Aspek Matematika/Nomor Urut. Berikut kategori data dari hasil penelitian dari identifikasi data sebelumya.
Kategori 1 Aspek Accounting
Tabel 4.2Hasil kategori data Data dan Kode 2 So balik duo hukum adatnya kalau sebuah cincin diganti dua buah cincin, kalau pakaian sepelulusan diganti pakaian duo pelulusan (W/T3/Ac/0300-0302).
109
Aspek Measuring
1
Aspek Measuring
Aspek Locating Aspek Design
Nenek mamak pihak perempuan seekor kambing, beras 20 gantang, selemak semanis seasam segaram apabila membatalkan penyemendoan (W/T3/Ac/0302-0305) Satu tali kelapa duah buah (W/T4/Ac/0418) Adat berupa tombak sebatang, bedil selaras, timbangan emas, mas 3,5 tail, anak elang tujuh ekor, pakaian serba duo. Lembago penuh berupaseekor kerbau, beras 100 gantang, kelapo 100 tali, selemak semanis seasam segaram dengan isi kamar. Lembago menengah seekor kambing, beras 20 gantang, kelapo 20 tali, selemak semanis seasam segaram (W/T4/Ac/0674-0679) Lembago terakhir berupa seekor ayam, beras segantang, kelapo setali, selemak semanis seasam segaram. Kelapo setali sama dengan duah buah kelapa (W/T4/Ac/0681-0682) Setelah ditimbang pengantin diayun sebanyak 5 kali atau 3 kali sesuai dengan adat yang diisi dan lembago yang dituang (W/T5/Ac/0800-0801) Lelaki berkunjung ke rumah perempuan membawa gula, kopi, teh, dan makanan ringan seperti roti.(W/T1/Am/0079-0080) Sebentuk cincin belah rotan (W/T3/Am/0251) Melamar meletak tando berupa cincin sebentuk belah rotan, baru pakaian sepelulusan(W/T3/Am/0259-0260) Nenek mamak pihak perempuan seekor kambing, beras 20 gantang, selemak semanis seasam segaram apabila membatalkan penyemendoan(W/T3/Am/0302-0305). Segantang sama dengan 2,5 kg, 10 canting susu indomilk(W/T3/Am/0327-0328) selemak semanis seasam segaram seperti bumbu dapur, cabe, bawang, kecap, tomat, gulo, kopi,teh, bawang putih, bawang merah, dan lain sebagainya(W/T1/Am/0333-0335) 2 Mengisi adat menuang lembago sebelum walimatul ursy berupa seekor kerbau, beras 100 gantang, kelapo seratus tali(200 buah) (W/T4/Am/0413-0417) Adat berupa tombak sebatang, bedil selaras, timbangan mas, mas 3,5 tail(73 gram) atau tujuh suku, anak elang tujuh (biasanya diganti ayam jantan), dan pakaian serba dua.gram (W/T4/Am/0419-0428) Adat lembago menengahberupa seekor kambing, beras 20 gantang, kelapo 20 tali, selemak semanis seasam segaram. Adat lembago paling rendah seekor ayam, beras segantang, kelapo setali, selemak semanis seasam segaram (W/T4/Am/0456-0462) Setiap pertemuan mulai dari melamar meletak tando hingga serah terimo pengantin selalu menggunakan tepak sirih kepalo baso (W/T3/Am/0637-0642) Saat melamar meletak tando ditentukan lamanya penyemendoan sesuai kesepakatan seperti 2 bulan/3bulan (W/T3/Am/06490652) Acara labuh lek dan serah terimo pengantin biasanya diadakan sesudah idul fitri sampai bulan syafar (W/T3/Am/0691) Besanjo berkunjung ke rumah keluarga dari kedua belah pihak(W/T6/Al/0496-0499) Ukuran putro retno sekitar 6 x 8 m, namun tetap disesuaikan
110
Aspek Design
Aspek Playing
Aspek Explaining
dengan lokasi. Provinsi Jambi bewarna kuning merah(W/T5/Ad/0811-0813) Sisi rumah bagonjong berukuran sekitar kurang lebih 2 meter dan tinggi sekitaran 3 meter serta atap berupa ijuk (W/T5/Ad/0818-0819) Rumah gonjong berbentuk segilimo dengan tinggi sekitar3 meter(W/T5/Ad/0874-0877) Panjang sisi rumah gonjong kurang lebih duo meter(W/T5/Ad/0878-0879) Ukiran rumah gonjong berukuran sekitar 0,5 x 1 meter atau disesuaikan dengan besar rumah yang dibuat(W/T5/Ad/08910892) Bentuk atap rumah gonjong yaitu limas segilimo(W/T5/Ad/0909-0911) Putro retno idealnya berukuran 6 m x 8 m namun disesuaikan dengan lokasi(W/T5/Ad/0914-0915) Bentuk atap putro retno limas segilimo sama seperti rumah gonjong(W/T5/Ad/0921-0923) Tampuk hanya boleh dipasang sebanyak 3 buah, ukuran panjang disesuaikan dengan ukuran putro retno (W/T5/Ad/0929-0931) Salah satu media perkenalan muda mudi yaitu permainan koset.Permainan ini dimainkan secara berpasangan saat ada acara perkawinan. Cara bermain yaitu korek api diisi delapan atau sepuluh batang, kemudian diguncang. Lalu salah satu pemain menebak jumlah (ganjil/genap) korek api yang akan terjatuh dari kotak koset, apabila tebakan benar maka pemain yang menebak mendapat hadiah namun apabila tebakan salah maka ia akan memberikan hadiah kepada pemain lain. Permainan ini dilakukan secara bergantian (W/T1/Ap/01850207) Adat lembago paling rendah untuk undangan 6 orang (W/T4/Ae/0463) Adat lembago penuh untuk undangan 1000 orang, adat lembago menengah untuk sekitar 100-200 orang undangan (W/T4/Ae/0552-0555) Putro retno untuk para raja memiliki lima tingkatan. Jika orang bisa hanya tiga tingkatan (W/T5/Ae/0740-0741) Ukuran putro retno sekitar 6 x 8 m, namun tetap disesuaikan dengan lokasi. Provinsi Jambi bewarna kuning merah (W/T5/Ae/0811-0813) Sisi rumah bagonjong berukuran sekitar kurang lebih 2 meter dan tinggi sekitaran 3 meter serta atap berupa ijuk (W/T5/Ae/0818-0819) Panjang sisi rumah gonjong kurang lebih duo meter (W/T5/Ae/0878-0879) Ukiran rumah gonjong berukuran sekitar 0,5 x 1 meter atau disesuaikan dengan besar rumah yang dibuat(W/T5/Ae/08910892) Bentuk atap rumah gonjong yaitu limas segilimo (W/T5/Ae/0909-0911) Putro retno idealnya berukuran 6 m x 8 m namun disesuaikan dengan lokasi (W/T5/Ae/0914-0915)
111
Bentuk atap putro retno limas segilimo sama seperti rumah gonjong (W/T5/Ae/0921-0923) Tampuk hanya boleh dipasang sebanyak 3 buah, ukuran panjang disesuaikan dengan ukuran putro retno (W/T5/Ae/0929-0931)
4.3
Pembahasan Pada bagian ini akan dibahas hasil kategorisasi data dari identifikasi data
penelitian sesuai dengan aspek-aspek matematika. Selanjutnya akan dilakukan critical dialogues melalui prinsip mutual interrogation. Bagian yang menjadi inti dari pembahasan ini bertujuan untuk menunjukkan aspek-aspek dan ide-ide alternatif yang tersemat/tertanam pada prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi. Penunjukkan dan pengungkapan aspek-aspek serta ide tersebut menggunakan critical dialogues sebagai upaya penggunaan prinsip mutual interrogation dalam penelitian ethnomathematics. Sebagaimana dijelaskan oleh Alangui (2010:162) bahwa penggunaan critical dialogues adalah dimaksudkan agar peneliti mampu menghubungkan setiap temuan pada praktik budaya sehingga muncul bentuk-bentuk matematika. Berdasarkan disertasi Alangui (2010) penelitian ini menggunakan konteks stone walls (dinding yang disusun dari bebatuan tanpa semen), dimana matematika dijadikan sebagai frame of reference (kerangka acuan) sehingga proses interogasi yang dimulai dengan menggali elemen-elemen pada budaya yang dipandang parallel (sejajar) dengan aspek-aspek tertentu pada matematika akademik hingga melalui penggalian elemen-elemen budaya tersebut akan berujung pada kemungkinan pemodelan matematika yang dapat dibuat dari aktivitas budaya yang diteliti.
4.3.1 Uji Kredibilitas Data Penelitian
112
Teknik pengumpulan data penelitian dilakukan melalui teknik observasi dan wawancara. Untuk menguji kredibilitas data dilakukan triangulasi waktu dan sumber.
Triangulasi waktu dilakukan dengan melakukan wawancara untuk
menanyakan masalah yang setara namun dalam waktu yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk melihat kekonsistenan informasi yang diberikan oleh narasumber. Selain itu, untuk memperkuat informasi yang diberikan oleh narasumber, peneliti juga melakukan observasi terhadap prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi secara langsung untuk memvalidasi informasi yang telah diperoleh sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan bahwa informasi yang diberikan narasumber itu konsisten dan sesuai dengan praktek yang dilakukan di lapangan. Setelah informasi yang didapatkan dari narasumber di uji berdasarkan triangulasi waktu melalui teknik observasi dan wawancara, informasi tersebut kemudian diuji dengan sumber yang ada. Ada beberapa sumber yang bisa dijadikan acuan dalam penelitian ini, namun dari sumber yang ditemukan oleh peneliti, materi yang diberikan dalam buku sumber tersebut sama persis. Oleh karena itu, peneliti memilih sumber acuan yang valid berdasarkan latar belakang penulis. Sumber yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah buku yang dicetak oleh lembaga adat melayu jambi pada tahun 2001. Alasan pemilihan buku ini menjadi acuan karena buku ini ditulis oleh orang yang ahli dalam adat melayu Jambi sehingga informasi yang diberikan dapat dikatakan valid.
Setelah dilakukan
analisis terhadap informasi yang diberikan narasumber, ternyata informasi yang diberikan narasumber sesuai dengan acuan buku yang dipilih. Namun ada beberapa istilah adat yang disebutkan oleh narasumber yang tidak tercantum pada sumber. Hal ini dapat dijadikan bahan tambahan penelitian. Berdasarkan uji kredibilitas data penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa data penelitian yang diberikan oleh narasumber valid.
4.3.2 Aspek-Aspek Matematika yang terkandung dalam Tata Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Jambi Berdasarkan hasil identifikasi, pengkodingan, dan kategorisasi data yang telah dilakukan, berikut akan dijelaskan secara rinci hasil analisis mengenai aspek-
113
aspek matematika yang terkandung dalam tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi. Aspek-aspek matematika yang dapat diungkap antara lain sebagai berikut. 1.
Counting (Membilang) Dalam prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi aspek
counting (perhitungan) ini dapat ditemukan pada tahap ikat buik janji semayo, labuh lek (mengisi adat menuang lembago), dan serah terima pengantin. Kata-kata membilang yang digunakan dalam tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi yang dapat dinyatakan sebagai bilangan asli, ganjil, genap yang merupakan konsep bilangan yang didasarkan pada pengalaman dan kebutuhan hidupnya. Pada tahap ikat buik janji semayo, terdapat hukum hakam adat “so balik duo” dimana hukum ini berlaku apabila pihak wanita melanggar janji (menolak laki-laki setelah menyetujui penyemendoannya). Disini terdapat konsep perkalian dua yang secara tidak sadar telah dilakukan, dimana apabila pihak lelaki memberikan sebuah cincin sebentuk belah rotan dan pakaian sepelulusan maka sesuai hukum ini harus diganti dengan dua buah cincin sebentuk belah rotan dan pakaian dua pelulusan. Pada tahap mengisi adat menuang lembago terdapat proses pembilangan berdasarkan tingkatan adat lembago. Adat yang perlu diisi berupa: bedil selaras, tombak sebatang, sebuah timbangan mas, mas 3,5 tail, tujuh ekor anak elang, pakaian serba duo. Sedangkan lembago yang dituang ada beberapa tingkatan, yaitu lembago tingkat I (penuh) berupa kerbau seekor, beras 100 gantang, kelapa 20 tali, selemak semanis seasam segaram; lembago tingkat II berupa kambing seekor, beras 20 gantang, kelapa 20 tali, selemak semanis seasam segaram; lembago tingkat III berupa ayam seekor, beras segantang, kelapo setali, dan selemak semanis seasam segaram. Istilah yang ada dalam adat dan lembago seperti selaras,
114
sebatang, seekor, sebuah, segantang, dan setali itu merupakan suatu istilah pembilangan yang menunjukkan bilangan satu yang disesuaikan dengan obeknya. Adapun pembilangan tujuh ekor (7), pakaian serba duo (2), beras 100 gantang (100), beras 20 gantang (20), kelapa 100 tali (100), dan kelapa 20 tali (20) merupakan bentuk pembilangan biasa dalam satuan yang berbeda. Perhitungan emas 3,5 tail sama dengan 7 suku emas atau 73 gram emas. Perhitungan satu tali kelapa sama dengan 2 buah kelapa. Jadi secara tidak sadar disini telah digunakan konsep perkalian 2 dalam matematika, Misalkan seseorang mengisi lembago berupa kelapa 100 tali berarti ia harus menyediakan 200 buah kelapa, begitupun jika lembago yang diisi berupa kelapa 20 tali berarti ia harus menyediakan 40 buah kelapa. Pada tahap serah terimo pengantin terdapat juga proses pembilangan, seperti pada langkah suruh serayo dititipkan payung nan sekaki dan pakaian sepelulusan. Satuan sekaki dan sepelulusan melambangkan bilangan 1 namun sesuai jenis objeknya. Selain itu, di tempat ayunan dilakukan pengayunan sebanyak 5 kali. 5 ini merupakan bentuk pembilangan yang ada pada langkah ini. Proses pengayunan ini juga dapat dijadikan objek dalam materi barisan dan deret. Inilah aspek counting (pembilangan) yang ada dalam prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi.Aspek ini dilakukan dengan menjawab pertanyaan “Berapa Banyak”, berkaitan dengan alat hitungan dan membilang (Bishop, 1997:1). 2.
Measuring (Mengukur) Aspek pengukuran ini terdapat hampir di setiap tahap prosesi tata upacara
adat perkawinan masyarakat Jambi.Dalam tahap berusik sirih bergurau pinang terdapat proses pengukuran jumlah makanan. Saat bertandang ke rumah wanita,
115
lelaki harus membawa gula, kopi, teh, dan makanan ringan (roti) jumlahnya tidak ditentukan namun diukur sebagaimana wajarnya untuk diberikan ke pihak wanita. Disini secara tak sadar mereka telah menggunakan konsep program linear untuk menentukan dana yang diperlukan dalam menyiapkan belanjaan saat bertandang ke rumah wanita terseut dan dalam meminimumkan biaya yang diperlukan. Dalam melakukan setiap pertemuan, kedua belah pihak selalu memberi dan menerima tepak sirih (kepalo baso). Tepak sirih ini berisi sirih, kapur sirih, gambir, tembakau, dan beberapa batang rokok dengan ukuran tertentu disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam tahap ikat buik janji semayo dilakukan penentuan lamanya penyemendoan. Penyemendoan dilakukan berdasarkan selang nuai padi (6 bulan) atau selang nuai jagung (3 bulan). Perhitungan ini dilakukan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Umumnya acara labuh lek dilakukan pada bulan syawal-dzulhijjah. Jadi perhitungan penyemendoan dapat dilakukan berdasarkan hari/ bulan. Disini masyarakat telah paham dalam menggunakan konsep perhitungan waktu dan bulan. Pengukuran jumlah/banyak (makanan) juga terdapat dalam prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi seperti dalam penentuan volume beras. Volume beras ini dinyatakan dalam satuan gantang. Segantang beras itu setara dengan 10 canting susu indomilk atau 2,5 kg beras. Dalam hukum hakam adat pihak yang membatalkan penyemendoan akan membayar denda sebanyak 20 gantang beras. Artinya ia harus membayar sebanyak 200 canting atau 50 kg beras. Disini masyarakat telah menggunakan konsep pengukuran satuan volume dan berat benda. Dalam mengisi adat menuang lembago, untuk lembago tingkat I (penuh) diperlukan beras 100 gantang (artinya diperlukan 1000 canting atau 250 kg beras), untuk lembago tingkat II diperlukan beras 20 gantang (200 canting atau 50 kg
116
beras), untuk lembago tingkat III diperlukan beras segantang (10 canting atau 2,5 kg beras). Selain itu, selemak semanis seasam segaram itu diberikan sesuai dengan tingkat lembago yang dituang. Selemak semanis seasam segaram lembago penuh akan lebih banyak jumlahnya daripada lembago tingkat lainnya. Selemak semanis seasam segaram ini merupakan kebutuhan masak yang diperlukan seperti cabe, bawang, tomat, garam dan bumbu dapur lainnya. Umumnya perhitungannya menggunakan satuan kg. Berdasarkan aspek measuring (pengukuran), terdapat pengukuran mengenai adat yang diisi dan lembago yang dituang. Dalam hal ini konsep program linear secara tak langsung telah digunakan, seperti dalam menentukan adat yang diisi dan lembago yang dituang sesuai dengan dana yang disiapkan oleh pihak lelaki, dalam menentukan jumlah selemak semanis seasam segaram sesuai dengan kebutuhan, dalam menentukan jumlah undangan yang akan disebar sesuai dengan dana yang disiapkan, dalam menentukan dana yang dibutuhkan dalam membayar denda apabila membatalkan penyemendoan. Pengukuran panjang, lebar, dan tinggi dilakukan saat mendesain rumah gonjong dan putro retno. Rumah gonjong berbentuk segilima dengan keliling setiap sisi alasnya 2 m, tinggi 3 m, dan ukiran disetiap sisinya berukuran 1 m x 0,5 m.Ukuran panjang dan lebar atapnya disesuaikan dengan ukuran alas dan tinggi atap sekitar 1 m. Putro retno memiliki bentuk persegi panjang dengan beberapa tingkatan. Ukuran ideal 6 m x 8 m dengan tinggi sekitar 3 m. Atap berbentuk prisma segitiga yang disesuaikan dengan ukuran alasnya dengan tinggi sekitar 1 m. Hiasan di atas menggunakan tampuk sebanyak 3 buah dengan ukuran disesuaikan dengan luas putro retno. Untuk ukuran ideal tampuk memiliki panjang 4 m. Disini secara tak sadar masyarakat telah paham dalam mengukur panjang, lebar, keliling
117
dan luas bangun datar. Masyarakat juga telah mengetahui mengenai bentuk bangun ruang sehingga pemahaman ini dapat kita arahkan untuk memahami mengenai luas permukaan dan volume bangun ruang. Selain itu, disini juga akan diterapkan konsep program linear dalam menentukan dana yang diperlukan dalam merancang rumah gonjong dan putro retno (jika diperlukan), meminimumkan dana dan bahan yang dibutuhkan. Inilah aspek measuring (pengukuran) yang ada dalam prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi. Aspek measuring (mengukur) ini berkaitan dengan pertanyaan “berapa” (panjang, lebar, fungsi, waktu/lama, jumlah/banyak). Pengukuran jumlah/banyak berkaitan dengan jumlah dari kain, makanan, tanah, atau uang. Mengukur merupakan kegiatan yang biasa dilakukan dalam proses jualbeli/barter, rancang bangun, menentukan tinggi-panjang-keliling-luas-kedalaman, kecepatan, dan sebagainya (Bishop,1997:1). 3.
Locating (Penentuan Lokasi) Aspek pengukuran ini terdapat dalam beberapa tahap prosesi tata upacara
adat perkawinan masyarakat Jambi.Dalam serah terimo pengantin, kegiatankegiatan telah ditentukan lokasinya. Dari suruh serayo di balairung sari, penjemputan ke rumah pengantin laki-laki, serah terimo pengantin di balairung sari, buka lanse di kamar pengantin, timbangan dan ayunan di halaman rumah gonjong, naik ke rumah gonjong dan ke putro retno. Langkah-langkah kegiatannya dan lokasinya ditentukan sesuai dengan prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi. Ini dapat dijadikan bahan pembelajaran ataupun konteks untuk mempelajari jarak dan posisi sesuai dengan urutan yang diberikan, posisi lokasi yang diatur maka jarak dapat ditentukan.
118
Selain itu, locating ini terdapat dalam tahap besanjo. Besanjo merupakan kegiatan mengunjungi kerabat setelah dilakukannya ijab kabul dan resepsi pernikahan. Dari satu rumah kerabat ke rumah kerabat yang lain jaraknya dapat ditentukan, lama perjalanan dapat ditentukan sesuai dengan kecepatan dan percepatan yang dilakukan. Besanjo diawali dengan menentukan lokasi yang digunakan untuk rute perjalanan, menentukan arah tujuan, dan jalan pulang dengan tepat dan cepat. Ini dapat dijadikan bahan pembelajaran dan konteks dalam mempelajari konsep posisi, jarak, kecepatan, dan percepatan. Inilah aspek locating (penentuan lokasi) yang ada dalam prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi.Aspek itu berkaitan dengan pertanyaan “dimana”. Aspek ini menyangkut penemuan jalan di sekitar, navigasi, orientasi diri sendiri, dan menjelaskan dimana hal-hal yang berkaitan satu sama lain. Secara matematis, penentuan suatu lokasi atau letak menggunakan sistem koordinat kartesius maupun koordinat polar atau aturan-aturan pengulangan (Bishop, 1997:1). 4.
Designing (Merancang Bangun) Aspek merancang bangun ini berkaitan dengan perencanaan dan
pelaksanaan dalam mendesain sebuah bangunan. Aspek designing ini terdapat saat mendesain rumah gonjong dan putro retno. Rumah gonjong adalah rumah segilima dengan lima tiang dengan tinggi sekitar 3m. Beratapkan ijuk berbentuk limas segilima. Keliling setiap sisi alasnya sekitar 2 m dengan diameter 3 m. Disetiap sisinya dipasang ukiran sebanyak 2 buah dengan ukuran 1 m x 0,5 m. Umumnya dana yang diperlukan untuk membuat bangun ini sekitar 25 juta. Putro retno adalah suatu bangunan berbentuk persegi panjang dengan 4 tiang. Idealnya berukuran 6 m x 8 m. Memiliki 3/5 tingkatan sesuai dengan adat
119
yang diisi dan lembago yang dituang. Atapnya berbentuk prisma segitiga. Bagian atasnya dihias dengan menggunakan 3 tampuk yang memiliki panjang ideal4 m. Tampuk yang digunakan menggunakan motif teratai yang merupakan ciri khas Jambi. Dalam mendesain rumah gonjong dan putro retnosecara tidak langsung konsep geometri telah digunakan. Mulai dari mengukur panjang, lebar, luas, dan keliling bangun datar dan dapat dikembangkan hingga menentukan luas permukaan dan volume bangun ruang. Konsep pencerminan juga dapat digunakan dalam proses mendesain ini seperti berikut ini.
Gambar 4.1 Rumah Gonjong
Gambar 4.2 Putro Retno
Selain itu, konsep program linear juga dapat diterapkan pada proses mendesain ini. Cara menentukan dana yang dibutuhkan, meminimumkan dana, meminimumkan bahan yang dibutuhkan, dan banyak bahan yang akan digunakan. Bangunan ini dapat dijadikan sebagai proyek bagi siswa degan merancang bangun ini siswa lebih memahmi penerapan konsep matematika yang mereka pelajari serta siswa akan lebih mengenal budaya daerahnya.
120
Inilah aspek designing (merancang bangun) yang ada dalam prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi.Bentuk sangat penting dalam geometri dan berasal dari merancang objek untuk menyajikan tujuan yang berbeda. Objeknya dapat kecil dan biasa, seperti sendok, atau bahkan simbolis penting seperti kuil. Secara matematis kita tertarik pada bentuk dan desain yang digunakan dengan sifat yang berbeda (Bishop, 1997:1). 5.
Playing (Permainan) Dalam prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi, aspek
playing ini terdapat pada tahap berusik sirih bergurau pinang. Tahap ini merupakan tahap perkenalan muda mudi dimana salah satu media perkenalannya melalui permainan. Permainan ini disebut dengan permainan “koset”. Nama permainan ini sesuai dengan alat yang digunakan dalam permainan yaitu korek api atau dalam bahasa Jambi disebut koset. Permainan ini biasanya dilakukan oleh muda mudi secara berpasangan saat acara pesta perkawinan. Cara bermainnya, yaitu kotakkoset diisi beberapa batang korek api, sekitr 9/10 batang. Kemudian salah satu pemain melemparkan kotak koset hingga beberapa batang korek api keluar. Pemain lainnya meebak batang korek api yang keluar tersebut berjumlah ganjil/genap. Jika pemain (penebak) berhasil menebak jumlah batang korek api maka iaakan mendapatkan hadiah dari pemain lain. Sebaliknya, jika pemain (penebak) salah menebak maka ia harus memberikan hadiah kepada pemain lain. Hadiah inilah yang menjadi penghuung/perkenalan diantara muda mudi tersebut. Hadiah yang diberikan dapat berua pena, buku, sapu tangan, jepit atau yang lainnya. Untuk hadiah yang diberikan tidak ada aturan tertentu.
121
Dalam permainan ini, secara tidak langsung masyarakat telah menggunakan konsep pengelompokkan bilangan genap/ganjil. Masyarakat telah memahami mengenai bilangan yang termasuk ganjil atau genap. Dengan begitu, dalam pembelajaran matematika di sekolah, akan mudah mengajari siswa mengenai konsep pengelompokkan bilangan. Pengajaran dapat diawali dengan konsep yang dipahami siswa terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan konsep bilangan lainnya. Dalam permainan ini masyarakat secara tidak langsung juga mengenal sistem untung dan rugi. Dalam permainan ini, salah satu permain diberi kesempatan menebak jumlah (genap/ganjil) korek api yang keluar dari kotak. Jika pemain yang menebak ini benar maka ia akan diberi hadiah oleh pemain lain, hal ini berarti pemain yang menebak mendapatkan untung. Sebaliknya, apabila pemain penebak salah dalam menebak jumlahnya, maka ia harus memberikan hadiah kepada pemain lainnya, berarti pemain yang menebak ini merugi. Ini merupakan salah satu apersepsi budaya yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika di sekolah formal. Inilah aspek playing (permainan) yang ada dalam prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi.Aspek playing (permainan) yang dimaksud disini adalah aspek yang dapat memberikan kontribusi untuk pengembangkan pemikiran matematika. Tidak semua permainan penting dari sudut pandang matematika, tetapi teka-teki, paradoks logis, aturan permainan, strategi untuk menang, menebak, kesemptan dan perjudian, semua menunjukkan bagaimana dengan bermain dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan pemikiran matematika (Bishop, 1997:1).
122
6.
Explaining (Menjelaskan) Dalam prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi, ada
beberapa tahapan yang termasuk dalam aspek explaining. Dalam prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi, ada aturan tersendiri mengenai jumlah undangan yang diundang sesuai dengan adat yang diisi dan lembago yang dituang. Apabila adat diisi dan lembago dituang penuh maka kemungkinan jumlah undangan sekitar 1000 orang. Apabila adat diisi dan lembago dituang menengah (setengah penuh) maka kemungkinan jumlah undangan sekitar 100-200 orang. Sedangkan apabila adat diisi dan lembago dituang seadanya maka kemungkinan jumlah undangan hanya sekitar 6-10 orang (hanya keluarga inti pengantin saja). Beberapa hal lainnya yang perlu dijelaskan yaitu berada pada tahap serah terimo pengantin. Pada langkah suruh serayo, nenek-mamak pengantin perempuan menitipkan bekal kepada nenek-mamak laki-laki untuk menjemput pengantin lakilaki. Kemudian pengantin laki-laki dijemput dan diarak ke rumah pengantin perempuan. Sesampainya di rumah pengantin perempuan, pengantin laki-laki disambut oleh nenek-mamak perempuan. Lalu, dilakukan penaburan beras kunyit sebagai sambutan. Kemudian, dilakukan serah terima pengantin di balairung sari. Kegiatan dilanjutkan dengan acara buka lanse oleh pengantin pria untuk menjemput pengantin perempuan duduk di putro retno, sebagai hadiah telah membuka tabirnya pengantin perempuan diberi hadiah sebuah cincin. Sebelum ke putro retno, pengantin dibawa ke tempat timbangan untuk menimbang berat mereka sebagi perlambangan kemakmuran atas kebutuhan pangan. Lalu dilanjutkan ke tempat ayunan. Kedua pengantin diayun sebanyak 5 kali sambil diberi nasihat. Hal ini merupakan perlambangan agar mereka
123
menjalankan 5 rukun islam. Acara dilanjutkan dengan menginjak kepala kerbau dan membasuh kaki dengan santan bemanis, Setelah itu pengantin di bawah ke rumah bagonjong, yaitu rumah segilima perlambang 5 rukun islam beratapkan ijuk sebagai perlambang adat tak luput dihujan dan tak lekang dipanas. Lalu acara dilanjutkan dengan tunjuk ajar dan membawa pengantin ke putro retno. Putro retno memiliki beberapa tingkatan. Jika adat diisi dan lembago dituang penuh maka putro ratno memiliki 5 tingkatan. Jika adat diisi dan lembago tidak dituang penuh maka putro retno memiliki 3 tingkatan. Putro retno merupakan bangun segiempat dengan ukuran ideal 6 m x 8 m memiliki 4 tiang, atap berbentuk prisma segitiga, serta menggunakan 3 tampuk serta motif dan hiasan yang digunakan berupa bunga teratai yang merupakan ciri khas Jambi. Aspek explaining ini dapat dijadikan konteks, apersepsi, atau review dalam pembelajaran untuk konsep program linear, geometri, jarak, dan posisi. Inilah aspek explaining (menjelaskan) yang ada dalam prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi.Aspek explaining berkaitan dengan memahami mengapa sesuatu terjadi seperti yang dilakukan. Dalam matematika explaining berkaitan tentang mengapa pola angka terjadi, mengapa bentuk geometris berpola sama, mengapa satu hasil mengarah ke hasil yang lain, mengapa beberapa dari alam tampaknya mengikuti hukum matematika (Bishop, 1997:1).
4.3.3 Keterkaitan Aspek-Aspek Matematika yang terkandung dalam Tata Upacara
Adat
Perkawinan
Masyarakat
Jambi
dengan
Teori
Pembelajaran Matematika Dari pengungkapan elemen-elemen budaya yang dipandang sejajar dengan aspek-aspek matematika, ada beberapa bagian aspek-aspek matematika tersebut
124
yang terkait dengan teori pembelajaran matematika. Teori pembelajaran matematika yang dikaitkan yaitu teori konstruktivisme dan teori kognitivisme Vygotsky. Keterkaitan ini dapat dianalisis dan dijadikan bahan dalam menyampaikan konsep matematika yang dipelajari dalam pembelajaran formal di sekolah. Dengan adanya keterkaitan ini diharapkan budaya ini dapat dijadikan bahan
rujukan
dalam
pembelajaran.
Tujuannya
sebagai
upaya
untuk
memperkenalkan budaya Jambi kepada siswa. Berdasarkan hasil analisis, keterkaitan antara aspek-aspek matematika dalam prosesi tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi dengan teori konstruktivisme dan kognitivisme vygotsky adalah sebagai berikut.
4.3.3.1 Keterkaitan Aspek-Aspek Matematika dalam Prosesi Tata Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Jambi dengan Teori Konstruktivisme Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh budaya. Dalam pembelajaran matematika, konstruktivisme membantu siswa membangun konsep/prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi dan proses transformasi (Endang, 2009:253). Fornot mengemukakan aspek-aspek konstruktivisme dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi (Haryanti, 2012:5) Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Apabila seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman baru dengan skemata maka akan terjadi akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau
125
memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan yang diberi (Haryanti, 2012:5-6). Aspek-Aspek matematika dalam tata upacara adat perkawinan masyarakat Jambi yang tekait dengan teori konstruktivisme vygotsky antara lain sebagai berikut. a)
Aspek Counting Dalam aspek ini, proses asimilasi terdapat dalam perhitungan banyaknya
kelapa yang dibutuhkan saat menuang lembago. Satu tali kelapa sama dengan dengan dua buah kelapa. Dengan memanfaatkan konsep ini kita bisa mengajarkan konsep perkalian dua. Selain itu, proses pembilangan pada proses pengayunan juga merupakan proses asimilasi, proses pembilangan dapat dijadikan acuan dalam mengajarkan jenis-jenis bilangan dan konsep barisan dan deret. b)
Aspek Measuring Dalam aspek ini, proses asimilasi terdapat dalam penentuan belanja pihak
lelaki saat bertandang ke rumah wanita, perhitungan adat yang diisi dan lembago yang dituang, serta pengukuran dalam merancang bangun rumah gonjong dan putro retno. Disini terlihat bahwa masyarakat terbiasa memperkirakan dana yang diperlukan untuk acara perkawinan, banyaknya alat dan bahan yang akan digunakan dalam membangun rumah
gonjong, serta cara meminimumkan
pengeluarannya. Semua ini terkonstruksi secara tidak langsung dalam kehidupan budaya. Kebiasaan ini dapat dijadikan sebagai apersepsi dalam pembelajaran untuk mengakomodasikan konsep program linear dalam pembelajaran. c)
Aspek Locating Dalam aspek ini, proses asimilasi terdapat pada tahap besanjo. Saat
berkunjung dari satu rumah kerabat ke rumah kerabat yang lain, umumnya jarak
126
dan waktu perjalanan sudah diperkirakan. Hal ini dapat dijadikan suatu bahan untuk mengajarkan konsep posisi, jarak, kecepatan, dan percepatan dalam pembelajaran.
d)
Aspek Designing Dalam aspek desain bangun ini, proses asimilasi terdapat saat proses
pembuatan bangunan rumah gonjong dan putro retno. Disini masyarakat telah terbiasa mengukur panjang, lebar, luas, dan keliling bangun datar. Masyarakat telah mengetahui
bentuk-bentuk
dari
bangun
datar
tersebut
seperti
rumah
gonjongberbentuk segilima dan putro retno berbentuk persegi panjang. Pengetahuan ini dapat dijadikan dasar dalam mengajarkan konsep geometri dan dimensi tiga dalam pembelajaran matematika. e)
Aspek Playing Dalam aspek ini, proses asimilasi terdapat saat muda mudi melakukan
permainan koset. Secara tidak langsung masyarakat telah memahami perbedaan angka ganjil dan genap. Kebiasaan ini dapat menjadi dasar untuk mengajarkan konsep bilangan dalam pembelajaran matematika. f)
Aspek Explaining Dalam aspek ini, proses asimilasi terdapat dalam menentukan jumlah
undangan yang harus disebar sesuai dengan adat yang diisi dan lembago yang dituang. Hal ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk dalam mempelajari konsep program linear
127
4.3.3.2 Keterkaitan Aspek-Aspek Matematika dalam Prosesi Tata Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Jambi dengan Teori Kognitivisme Vygotsky Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila siswa bekerja atau belajar menangani tugas-tugas atau masalah kompleks yang masih berada pada jangkauan kognitif siswa atau tugas-tugas tersebut berada pada Daerah perkembangan Terdekat (Zone of Proximal Development). ZPD adalah jarak antara taraf perkembangan aktual, seperti yang tampak dalam pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial, seperti yang ditunjukkan dalam pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau bekerja sama dengan teman sebaya yang lebih mampu (Taylor, 1992:9-10). Pengaturan dan panduan yang diberikan oleh orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu disebut scaffolding. Scaffolding berarti memberikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri (Haryanti, 2012:6). Aspek-aspek matematika yang terkait dengam teori kognitivisme Vygotsky ini antara lain sebagai berikut. a)
Aspek Counting Dalam aspek ini, scaffolding diberikan saat dibutuhkan. Misalkan mereka
tidak tahu secara adat perhitungan kelapa satu tali setara dengan dua buah kelapa, maka bantuan ini diberikan. Setelah mengetahuinya, maka mereka dibiarkan
128
sendiri menghitung jumlah kelapa yang dibutuhkan sesuai dengan adat yang diisi dan lembago yang dituang (ZPD). b)
Aspek Measuring Dalam aspek ini,
ZPD terlihat saat lelaki diarahkan untuk membawa
belanjaan ketika berkunjung ke rumah wanita dan harus ditemani oleh keluarga yang umurnya lebih tua. Selain itu, ZPD juga terlihat saat mengisi adat menuang lembago dan pengukuran dalam merancang bangun rumah gonjong dan putro retno. Disini pengantin dibimbing oleh keluarga dalam melaksanakannya, seperti adat yang diisi lembago yang dituang, hal-hal lain yang perlu disiapkan, kegiatan yang perlu dilaksanakan, banyaknya alat dan bahan yang diperlukan membuat rumah gonjong. Scaffolding diberikan dari keluarga ke calon penganten agar tata cara upacara adat perkawinan tersebut dan dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dijadikan pengetahuan dan untuk ke depannya mereka dapat memberikan pengetahuan ini kepada yang lain. c)
Aspek Locating Dalam aspek iniscaffolding yang diberikan oleh orang tua mengenai
kerabat-kerabat penting yang perlu dikunjungi dan alamatnya, pengantin akan berkunjung sendiri tanpa ditemani orang tuanya (ZPD). Secara tak langsung dalam kegiatan mengunjungi ini pengantin harus mengetahui posisi dan jarak alamat terhadap rumahnya agar dana yang dibutuhkan dapat dihitung dan persiapan dapat dilakukan sebagaimana mestinya. Disini terlihat bahwa konsep dari posisi, jarak, dan program linear digunakan secara tidak langsung. d)
Aspek Designing ZPD terdapat dalam aspek ini karena dibutuhkan bimbingan orang dewasa
atau teman sebaya yang lebih mampu dalam merancang bangun rumah gonjong
129
dan putro retno. Scaffolding yang diberikan berupa cara mengukur panjang, lebar, tinggi, luas bangun yang dirancang hingga cara pembuatannya. Jika telah paham dalam mendesain dan mengukur, maka bantuan itu dihentikan dan dibiarkan secara mandiri bangunan tersebut diselesaikan.
e)
Aspek Explaining Dalam aspek ini, ZPD terdapat dalam penentuan jumlah undanagn yang
akan disebar. Orang tua akan memberikan arahan (scaffolding) mengenai jumlah undangan yang akan disebar disesuaikan dengan adat yang diisi dan lembago yang dituang serta menyarankan orang-orang yang perlu diundang. Kemudian calon pengantin akan menentukan sendiri siapa saja yang akan diundang. Selain itu, pada awal perkawinan pengantin akan tinggal menumpang di rumah pihak wanita. Kehidupan masih dibantu oleh orang tua. Setelah cukup lama dan mendapatkan pekerjaan mereka akan pindah dan hidup mandiri di rumah sendiri.