BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Jaminan Kesehatan Nasional
2.1.1. Definisi Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan, dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya telah dibayar oleh pemerintah.(Kemenkes RI-JKN) JKN sendiri merupakan salah satu kebijakan kesehatan (Health Policy) yakni segala sesuatu untuk memengaruhi faktor-faktor penentu di sektor kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, dan bagi seorang dokter kebijakan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan layanan kesehatan. Kebijakan kesehatan memiliki peran strategis dalam pengembangan pelaksanaan program kesehatan, sebagai panduan bagi semua unsur masyarakat dalam bertindak dan berkontribusi terhadap pembangunan kesehatan. Melalui
9
perancangan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan yang benar, diharapkan mampu mengendalikan dan memperkuat peran stakeholders guna menjamin kontribusi secara maksimal, menggali sumber daya potensial, serta menghilangkan penghalang pelaksanaan pembangunan kesehatan. 2.1.2. Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan Nasional mengacu kepada prinsip-prinsip SJSN berikut 1. Prinsip Kegotongroyongan 2. Prinsip Nirlaba 3. Prinsip Keterbukaan, Kehati-hatian, Akuntabilitas, Efisiensi, dan Efektifitas 4. Prinsip Portabilitas 5. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib 6. Prinsip Dana Amanat 7. Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial 2.1.3
Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional Peserta dalam sistem ini adalah penerima bantuan iuran (PBI) JKN dan bukan
PBI JKN dengan rincian sebagai berikut : a. Peserta PBI jaminan kesehatan adalah peserta jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari pemerintah sebagai program jaminan kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah.
b. Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu terdiri atas : 1) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: pegawai negeri sipil,anggota TNI, anggota POLRI, pejabat negara, pegawai pemerintah non pegawai negeri,pegawai swasta, dan pekerja lain yang menerima upah. 2) Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri, Pekerja yang lain yang bukan penerima upah, termasuk warga Negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 bulan. 3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas : Investor, Pemberi kerja, Penerima pensiun, Veteran, Perintis kemerdekaan, Bukan pekerja yang tidak yang mampu membayar iuran. 4) Penerima pensiun terdiri atas : Pegawai negeri sipil yang berhenti dengan hak pensiun, Anggota TNI dan anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun, Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun, Janda, duda atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun. 5) WNI di Luar Negeri a. Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.
2.1.4. Pembiayaan a. Iuran dalam jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan (Pasal 16, Perpres No. 12/2013) tentang jaminan kesehatan. b. Pembayar Iuran a)
Bagi peserta PBI, iuran dibayar oleh pemerintah
b)
Bagi peserta penerima upah, iuran dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja
c)
Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan
d)
Besarnya iuran ditetapkan melalui peraturan presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.
c. Pembayaran Iuran d. Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI). e. Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja wajib membayar iuran pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS kesehatan. (Kemenkes –JKN)
2.1.5
Pelayanan Maternal dalam Jaminan Kesehatan Nasional Adapun cakupan pelayanan Kebidanan/Maternal dalam Jaminan Kesehatan
Nasional terdiri dari pelayanan Antenatal Care (ANC), Persalinan, Pemeriksaan Bayi baru lahir, Pemeriksaan pasca persalinan (PNC) dan pelayanan KB. (Perpres 12 tahun 2013, Peraturan BPJS Kesehatan no 1 Tahun 2014) 2.1.5.1 Pemeriksaan Kehamilan (ANC) Antenatal care adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan. 1. Tujuan pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care) a. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan memberikan pendidikan gizi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi. b. Mendeteksi dan penatalaksanaan komplikasi medis, bedah ataupun obstetri selama kehamilan. c. Mengembangkan persiapan persalinan serta rencana kesiagaan menghadapi komplikasi. d. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan puerperium normal, dan merawat anak secara fisik, psikologi dan sosial e.
Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI Ekslusif
f. Peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.
2. Dalam penerapan Pelayanan , dikenal standar minimal "14T" terdiri dari : 1) Timbang badan dan tinggi badan dengan alat ukur yang terstandar. Penimbangan dilakukan setiap kali ibu hamil memeriksakan diri, karena hubungannnya erat dengan pertambahan berat badan lahir bayi. Berat badan ibu hamil yang sehat akan bertambah antara 10-12 Kg sejak sebelum hamil. Tinggi badan hanya diukur pada kunjungan pertama. Ibu dengan tinggi <145cm
perlu
diperhatikan
kemungkinan
panggul
sempit
sehingga
menyulitkan pada saat persalinan. 2) Mengukur tekanan darah dengan prosedur yang benar. Pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara rutin dengan tujuan untuk melakukan deteksi dini terhadap terjadinya tiga gejala preeklamsi. 3) Mengukur Tinggi fundus uteri dengan prosedur yang benar. Pengukuran tinggi fundus uteri dilakukan secara rutin untuk mendeteksi secara dini terhadap berat badan janin. Indikator pertumbuhan janin intrauterin, tinggi fundus uteri juga dapat digunakan untuk mendeteksi terhadap terjadinya molahidatidosa, janin ganda atau hidramnion. 4) Pemberian Tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan. Pemberian tablet tambah darah dimulai setelah rasa mual hilang satu tablet setiap hari, minimal 90 tablet. 5) Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) lengkap (sesuai jadwal).Pemberian imunisasi TT untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus. 6) Pemeriksaan HB (Haemoglobin)
7) Pemeriksaan VDRL 8) Perawatan payudara 9) Senam hamil 10) Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan 11) Pemeriksaan protein urine atas indikasi 12) Pemeriksaan reduksi urine atas indikasi 13) Pemberian terapi kapsul Yodium untuk daerah endemis gondok 14) Pemberian terapi anti malaria untuk daerah endemis malaria 3. Tata laksana pelayanan a. Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4x selama kehamilan, dengan ketentuan waktu minimal 1x pada trimester I, minimal 1x pada trimester II dan minimal 2x pada trimester III (Depkes, 2006). b. Pemeriksaan kehamilan (ANC) yang dibiayai oleh program ini mengacu pada buku Pedoman KIA, dimana selama hamil, ibu hamil diperiksa sebanyak 4 kali disertai konseling KB dengan frekuensi 1 kali pada triwulan pertama, 1 kali pada triwulan kedua dan 2 kali pada triwulan ketiga. Pemeriksaan kehamilan yang jumlahnya melebihi frekuensi diatas pada tiap-tiap triwulan tidak dibayarkan lagi
oleh JKN. Melainkan masuk ke kapitasi bersama
penyediaan obat-obatan, reagensia dan bahan habis pakai yang diperuntukkan bagi pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas, dan KB pasca salin serta komplikasi yang mencakup seluruh sasaran ibu hamil,bersalin, nifas dan bayi baru lahir.
2.1.5.2 Penatalaksanaan Persalinan (Intra Natal Care) Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika: 1. Usia kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) 2. Persalinan terjadi spontan 3. Presentasi belakang kepala 4. Berlangsung tidak lebih dari 18 jam 5. Tidak ada komplikasi ibu dan janin 1. Pelayanan yang dibrikan Pada persalinan normal , terdapat 4 bagian dengan pelayanan yang berbeda di tiap fase yang disebut dengan kala yang lebih dikenal dengan “58 langkah dalam APN” a. Kala 1 : Memberi dukungan dan mendengar keluhan ibu, mengatur posisi yang nyaman bagi ibu dan menjaga privasi ibu mengisi partograf dan persiapan rujukan b. Kala 2, 3 dan 4 : mengenali tanda bahaya kala 2, menyiapkan pertolongan persalinan, memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik, menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran, mempersiapkan pertolongan kelahiran bayi, membantu lahinya kepala, bahu,badan dan tungkai, penanganan bayi baru lahir, manajemen aktif kala 3, menilai perdarahan, melakukan asuhan paska salin(kala 4)
2. Tatalaksana Pelayanan a.
Persalinan per vaginam yang meliputi persalinan per vaginam normal, persalinan per vaginam melalui induksi, persalinan per vaginam dengan tindakan, persalinan per vaginam dengan komplikasi dan persalinan per vaginam dengan kondisi bayi kembar. Persalinan pervaginam dengan induksi, dengan tindakan, dengan komplikasi serta pada bayi kembar dilakukan di Puskesmas PONED dan/atau RS.
b.
Penatalaksanaan Komplikasi Persalinan yaitu Perdarahan, Eklamsi, Retensio plasenta, penyulit pada persalinan, infeksi, penyakit lain yang mengancam keselamatan ibu bersalin
c.
Lama hari inap minimal di fasilitas kesehatan yaitu persalinan normal dirawat inap minimal 1 (satu) hari, persalinan per vaginam dengan tindakan dirawat inap minimal 2(dua) hari. Pencatatan pelayanan pada ibu dan bayi baru lahir tercatat pada registrasi ibu hamil dan pencatatan di Buku KIA, Kartu Ibu, dan Kohort
ibu
(Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
2562/MENKES/PER/XII/2011). 2.1.5.3 Pelayanan Nifas (Post Natal Care) Masa nifas adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat kandungan kembali seperti sebelum hamil berlangsung kira-kira 6 minggu. a. Pelayanan yang diberikan bidan antara lain a. Melakukan kunjungan nifas setidaknya 4 kali yakni 1.
6 jam – hari ke 2 setelah persalinan
2.
Hari ke 3-hari ke 7 setelah persalinan
3.
Hari ke 8 – hari ke 28 setelah persalinan
4.
Hari ke 29-42 hari setelah persalinan
b. Memeriksa tekanan darah, perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri, fungsi pencernaan, penyembuhan luka dan lainlain c.
Persiapan rujukan bila diperlukan
d. Memberikan informasi mengenai kebersihan diri, istirahat, latihan, gizi dan perawatan payudara serta KB b. Tatalaksana pelayanan Pelayanan nifas (PNC) sesuai standar yang dibiayai oleh program ini ditujukan pada ibu dan bayi baru lahir yang meliputi pelayanan ibu nifas, pelayanan bayi baru lahir, dan pelayanan KB pasca salin. Pelayanan nifas diintegrasikan antara pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir dan pelayanan KB pasca salin. Tatalaksana asuhan PNC merupakan pelayanan Ibu dan Bayi baru lahir sesuai dengan Buku Pedoman KIA. Pelayanan bayi baru lahir dilakukan pada saat lahir dan kunjungan neonatal. Pelayanan KB pasca persalinan dilakukan hingga 42 hari pascapersalinan. 2.1.5.4 Pelayanan Keluarga Berencana (KB) 1) Pelayanan yang diberikan Ibu dalam KB adalah a) Menjalin komunikasi yang baik dengan ibu b) Menilai kebutuhan dan kondisi ibu
c) Memberikan informasi mengenai pilihan metode kontrasepsi yang dapat digunakan ibu d) Membantu ibu menentukan pilihan e) Menjelaskan secara lengkap mengenai metode yang dipilih ibu f) Malakuka rujukan bila diperlukan 2)Tatalaksana Pelayanan KB Tatalaksana pelayanan KB mengacu kepada Pedoman Pelayanan KB dan KIAyang diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)atau Kontrasepsi Mantap (Kontap) sedangkan ketersediaan alatdan obat kontrasepsi (alokon) KB ditempuh dengan prosedur sebagai berikut : a) Pelayanan KB di fasilitas kesehatan dasar dengan ketentuan bahwa alokon disediakan oleh BKKBN terdiri dari IUD, Implant,dan suntik. Puskesmas membuat rencana kebutuhan alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan untuk pelayanan KB di Puskesmas maupun dokter/bidan praktik mandiri. Selanjutnya daftar kebutuhan tersebut dikirimkan ke SKPD yang mengelola program keluarga berencana di Kabupaten/Kota setempat. Dokter dan bidan praktik mandiri membuat rencana kebutuhan alokon untuk pelayanan keluarga berencana dan kemudian diajukan permintaan ke Puskesmas yang ada diwilayahnya.
Puskesmas
setelah
mendapatkan
alokon
dari
SKPD
Kabupaten/Kota yang mengelola program KB selanjutnya mendistribusikan alokon ke dokter dan bidan praktik mandiri yang menjadi jejaring. Besaran jasa
pelayanan KB diklaimkan pada BPJS. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2562/MENKES/PER/XII/2011). 2.1.6
Pembiayaan Pelayanan Kebidanan dalam JKN
1. Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan (ANC) dan Pemeriksaan Pasca Melahirkan (PNC) A. Pelayanan ANC dan PNC di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas, RS Kelas D Pratama, klinik pratama, atau fasilitas kesehatan yang setara): 1) Pelayanan ANC dan PNC oleh bidan di dalam gedung atau menggunakan sarana Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas, RS Kelas D Pratama, klinik pratama, atau fasilitas kesehatan yang setara) maka pembayarannya sudah termasuk dalam kapitasi. 2) Pelayanan ANC dan PNC oleh bidan jejaring di luar gedung atau tidak menggunakan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas, RS Kelas D Pratama, klinik pratama, atau fasilitas kesehatan yang setara) maka pembayarannya ditagihkan per tindakan (fee for service) dan penagihannya melalui Fasilitas kesehatan tingkat pertamanya. 3) Maksimal kunjungan ANC dan PNC yang bisa ditagihkan secara fee for service adalah masing-masing sebanyak 4 (empat) kali. Kunjungan lebih dari 4 (empat) kali tidak bisa ditagihkan kepada BPJS Kesehatan secara fee for service, tetapi termasuk dalam biaya kapitasi.
B. Pelayanan ANC dan PNC di dokter praktek tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. 1) Pelayanan ANC dan PNC oleh dokter praktek tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maka pembayarannya sudah termasuk dalam kapitasi 2) Pelayanan ANC dan PNC oleh bidan jejaring dokter praktek tingkat pertama 3) yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maka pembayarannya adalah fee for service dan penagihannya melalui Fasilitas kesehatan tingkat pertamanya. A. Pelayanan Persalinan dan Kebidanan Lainnya di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan 1) Besaran tarif persalinan merupakan tariff paket termasuk akomodasi ibu/bayi dan perawatan bayi, Pasien tidak boleh ditarik iur biaya. 2) Besaran tarif paket termasuk akomodasi ibu/ bayi dan/atau perawatan bayi sebagaimana point 1 adalah: a) Persalinan per vaginam normal b) Persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar.
Tabel 2.1 Besaran Tarif non Kapitasi Pelayanan Maternal/Kebidanan (Panduan Praktis Pelayanan Kebidanan dan Neonatal ,2014) No 1 2 3 4 5 6 7
8
Jenis Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan (ANC) Persalinan Pervaginam Normal Penanganan Perdarahan Paska Keguguran, Persalinan Pervaginam Dengan Tindakan Emergensi Dasar Pemeriksaan Paska Persalinan(PNC) Pelayanan Tindakan Paska Persalinan(Mis:Placenta Manual) Pelayanan Prarujukan Pada Komplikasi Kebidanan Dan Neonatal Pelayanan /Pemasangan KB a. IUD/Implant b. Suntik Penanganan Komplikasi KB Paska persalinan
Tarif (Rp) 25.000 600.000 750.000 25.000 175.000
125.000 100.000 15.000 125.000
3) Pengajuan klaim persalinan di Fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat dilakukan oleh Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang memberikan pelayanan
(Puskesmas/Puskesmas
PONED/
Klinik/Dokter
praktek
perorangan dengan jejaring). 4) Jejaring Fasilitas kesehatan tingkat pertama berupa Polindes/Poskesdes dan bidan desa/praktik mandiri mengajukan tagihan melalui Fasilitas kesehatan induknya. 5) Kecuali pada daerah tidak ada Fasilitas kesehatan tingkat pertama (ditetapkan melalui SK Kepala Dinas Kesehatan setempat), maka bidan desa/bidan praktik mandiri dapat menjadi Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama langsung dengan BPJS Kesehatan dan mengajukan klaim langsung ke BPJS Kesehatan.
B. Pelayanan Persalinan dan Kebidanan Lainnya di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan 1) Persalinan normal diutamakan dilakukan di Fasilitas kesehatan tingkat pertama 2) Penjaminan persalinan normal di Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan hanya dapat dilakukan dalam kondisi gawat darurat 3) Yang dimaksud kondisi gawat darurat di atas adalah perdarahan, kejang pada kehamilan, ketuban pecah dini, gawat janin dan kondisi lain yang mengancam jiwa ibu dan bayinya 4) Biaya pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kebidanan dan persalinan sesuai dengan tarif INA CBGs yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 5) Pada kasus persalinan normal pervaginam dengan berat badan lahir bayi normal/sehat (tidak ada masalah medis), maka: a) Untuk pelayanan perawatan bayinya sudah termasuk ke dalam paket persalinan ibu sehingga tidak perlu dibuatkan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) tersendiri. b) Bagi peserta Pekerja Penerima Upah pada persalinan anak 1 sampai dengan 3, setelah kelahiran anaknya, orang tua harus segera melapor ke Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten BPJS Kesehatan untuk mengurus kartu peserta BPJS Kesehatan dengan membawa Surat Keterangan Lahir atau Surat Akte Kelahiran.
c) Proses pendaftaran bayi menjadi peserta BPJS Kesehatan mengikuti ketentuan penambahan anggota keluarga yang berlaku. 6) Pada kasus persalinan pervaginam normal atau dengan penyulit, ataupun persalinan operasi pembedahan caesaria, bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan/ atau bayi tidak sehat (mempunyai masalah medis), maka untuk perawatan bayinya dibuatkan SEP tersendiri. a) Bayi peserta BPJS Kesehatan Pekerja Penerima Upah anak ke-1 sampai dengan ke-3 1) Perawatan bayinya dapat langsung dijamin oleh BPJS Kesehatan dan diterbitkan SEP tersendiri. 2) Segera setelah bayi lahir, orang tua melapor ke Kantor Cabang atau Kantor Operasional Kabupaten BPJS Kesehatan untuk dapat diberikan identitas nomor kartu peserta (kartu peserta tidak dicetak) dengan melampirkan Surat Keterangan Kelahiran. Nama yang digunakan untuk entry dalam masterfile kepesertaan adalah Bayi Ny...... (nama ibunya). 3) Identitas nomor kartu peserta ini berlaku maksimal 3 (tiga) bulan. 4) Orang tua bayi harus kembali ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan untuk mengurus kartu kepesertaan
bayinya dengan melampirkan
salinan Akte Kelahiran atau Surat Keterangan Lahir atau Kartu Keluarga dalam waktu maksimal 3 bulan (sesuai dengan ketentuan penambahan anggota keluarga yang berlaku).
5) Apabila setelah 3 bulan kartu BPJS Kesehatan bayi belum diurus maka penjaminan untuk bayinya akan dihentikan sementara sampai dilakukan pengurusan kartu. b) Bayi peserta BPJS Kesehatan Pekerja Penerima Upah anak ke-4 dan seterusnya, Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja (diluar Penerima Pensiun PNS, Perintis Kemerdekaan dan Veteran), untuk semua persalinan dengan kondisi bayi mempunyai masalah medis, maka: 1) Orang tua bayi diminta segera mendaftarkan bayi tersebut sebagai peserta BPJS Kesehatan termasuk pembayaran iuran dan selanjutnya melapor ke petugas BPJS Center untuk diterbitkan SEP. Proses tersebut harus dilakukan dalam waktu maksimal 7 (tujuh) hari kalender sejak kelahirannya atau sebelum pulang apabila bayi dirawat kurang dari 7 hari. 2) Apabila pengurusan kepesertaan dan penerbitan SEP dilakukan pada hari ke-8 dan seterusnya atau setelah pulang, maka biaya pelayanan kesehatan bayi tidak dijamin BPJS Kesehatan. 2.1.7
Prosedur Pengklaiman Dana Untuk prosedur Pelayanan Kebidanan/Maternal Non Kapitasi Di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama harus melalui : a.
Biaya pelayanan persalinan/maternal dan neonatal non kapitasi adalah tarif tanpa pengenaan iur biaya kepada peserta
b.
Tarif pelayanan kebidanan yang dilakukan oleh dokter dan bidan hanya berlaku di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS
c.
Tarif persalinan adalah paket persalinan termasuk akomodosi. Pasien tidak boleh ditarik iur biaya
d.
Pengajuan klaim persalinan dan pelayanan maternal non kapitasi di FKTP dapat dilakukan
di
FKTP
yang
member
pelayanan
(puskesmas/puskesmas
PONED/klinik/dokter praktek perorangan dengan jejaring) e.
Jejaring fasilitas kesehatan tingkat petama berupa polindes/poskesdes dan bidan desa/praktik mandiri mengajukan tagihan melalui fasilitas kesehatan induknya.
f.
Klaim diajukan secara kolektif setiap bulan kepada kantor cabang/kantor operasional kabupaten/kota BPJS kesehatan dengan kelengkapan administrasi umum sebagai berikut: 1.
Rekapitulasi pelayanan
2.
Nama penderita
3.
Nomot identitas
4.
Alamat dan telepon pasien
5.
Tanggal pelayanan
6.
GPA (Gravida, Partus, Abortus)
7.
Jenis persalinan(tanpa penyulit/komplikasi)
8.
Besaran tarif paket
9.
Jumlah seluruh tagihan
g.
Berkas pendukung masing masing pasien terdiri dari: 1.
Salinan identitas peserta BPJS
2.
Salinan lembar pelayanan pada buku KIA sesuai pelayanan yang diberikan untuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas,termauk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca salin
2.2
3.
Partograf
4.
Surat keterangan kelahiran
Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional JKN sebagai suatu kebijakan dipengaruhi oleh berbagai faktor, menurut salah
satu para ahli kebijakan yakni David C Korten. Korten membuat model kesesuaian implementasi kebijakan atau program dengan memakai proses pembelajaran. Model ini berintikan kesesuaian antara tiga elemen yang ada dalam pelaksanaan program yaitu program itu sendiri, pelaksanaan program dan sasaran program. Korten menyatakan bahwa suatu program akan berhasil dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari tiga elemen tadi. Dalam hal ini JKN melalui BPJS menjadi komponen pertama, Fasilitas Kesehatan tingkat pertama sebagai komponen kedua dan peserta
BPJS sebagai
komponen ketiga. BPJS kesehatan, FKTP dan peserta BPJS masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
2.2.1
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
2.2.1.1 Pengertian BPJS Kesehatan BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan BPJS Kesehatan adalah badan publik yang menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan adalah badan publik yang menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.(UU no 40 tahun 2004 tentang SJSN) 2.2.1.2 Fungsi tugas dan Wewenang BPJS Kesehatan Undang-undang BPJS menentukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan dengan prinsip ansuransi sosial dan prinsip ekuitas dengan tujuan menjamin peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. A. Fungsi BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan, yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Adapun tujuan dari fungsi ini adalah menjamin agar peserta BPJS Kesehatan memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. B. Tugas BPJS Kesehatan Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:
1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta 2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja 3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah 4. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta 5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial 6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial dan 7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat. C. Wewenang BPJS Kesehatan Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas BPJS berwenang: 1. Menagih pembayaran Iuran. 2. Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehatihatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai. 3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional. 4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah.
5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan. 6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya. 7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 8. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial. Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran, kewenangan
melakukan
pengawasan
dan
kewenangan
mengenakan
sanksi
administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik. 2.2.2 Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer (FKTP) Fasilitas kesehatan yang termasuk FKTP adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan dasar. Sarana ini merupakan ujung tombak dalam program JKN, karena semua pasien yang memerlukan pelayanan lanjutan harus melalui FKTP. Yang termasuk dalam FKTP antara lain : 1) Puskesmas 2) Praktik Dokter Umum 3) Praktik Dokter Gigi
4) Klinik Umum 5) RS Kelas D Pratama (PERMENKES nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN) Fungsi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dalam Jaminan Kesehatan Nasional adalah : a.
First Contact (Kontak pertama) Fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan tempat pertama yang dikunjungi
peserta setiap kali mendapat masalah kesehatan, untuk
berkonsultasi dan menyampaikan keluhannya b.
Continuity (Kontinuitas pelayanan) Hubungan Fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan peserta dapat berlangsung dengan kontinyu sehingga penanganan penyakit dapat berjalan optimal
c.
Comprehensiveness (Komprehensif) Fasilitas
kesehatan
tingkat
pertama
memberikan
pelayanan
yang
komprehensif terutama untuk pelayanan promotif dan preventif d.
Coordination (Koordinasi) / petugas kesehatan sebagai “Care Manager” Fasilitas kesehatan tingkat pertama berperan sebagai koordinator pelayanan bagi peserta untuk mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhannya.
2.2.3
Peserta Jaminan Kesehatan Nasional Untuk memperoleh pelayanan kesehatan dalam JKN, disamping membayar
iuran (peserta non PBI), peserta harus mengikuti perosedur yang ditetapkan oleh
BPJS. Yakni memenuhi persyaratan administrasi dan mengikuti alur pelayanan maternal dapat kita lihat pada gambar 2.1
IBU HAMIL Membawa Identitas Peserta BPJS Kesehatan
Fasilitas Kesehatan tk 1 tempat terdaftar
Mendapatkan Pelayanan Kesehatan
Gambar 2.1 Alur Pelayanan Maternal di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Sumber panduan praktis Pelayanan Kebidanan dan Neonatal (BPJS) 2.2.4
Kesesuaian Antara Faktor yang Memengaruhi Pelaksanaan JKN Dalam pelaksanaan JKN, kesesuaian antara tiap komponen sangat penting,
antara BPJS sebagai penyelenggara JKN, ibu hamil bersalin dan nifas sebagai pelaksana program, dan Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan pertama milik pemerintah. 2.2.4.1 Kesesuaian Antara Program JKN dengan peserta JKN Artinya harus ada kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan sasaran. Program JKN yang mulai beroperasi sejak 1 januari menawarkan ansuransi yang bersifat sosial, dengan adanya jaminan tersebut masyarakat memiliki payung yang melindungi mereka saat sakit. Tawaran itu sangat dibutuhkan masyarakat sehingga sejak dilunjurkannya JKN, masyarakat menyambut dengan antusias, terlihat dari jumlah peserta JKN pada akhir 2014 mencapai 131 juta
jiwa (10 juta jiwa diatas target BPJS) dan menjadikan Indonesia penyelenggara UHC dengan jumlah penduduk terbesar.(Tjiong R 2014) 2.2.4.2 Kesesuaian Antara Program JKN dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama(FKTP) Program JKN menjadi tantangan besar bagi FKTP, karena dengan meningkatnya demand terhadap layanan kesehatan, khususnya kebidanan karena akses untuk layanan tersebut semakin baik. Masyarakat yang tadinya enggan berobat ke fasilitas kesehatan karena keterbatasan biaya, dengan adanya JKN menjadi bisa mengakses layanan. Terbukti dengan penelitian yang dilakukan Amiarno terhadap 73 orang dokter yang bekerja di Rumah sakit di Jakarta, menunjukkan jumlah kunjungan rawat jalan meningkat dua kali lipat sejak adanya JKN. Sedangkan di Kabupaten Bantul mengalami kenaikan 70% setelah adanya JKN (Linangkung E, 2015) dengan meningkatnya jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan otomatis meningkatkan beban kerja petugas kesehatan, dan ini harus diiringi dengan kepuasan kerja hingga meningkatkan kinerja petugas tersebut. Beberapa hal yang berkontribusi menambah beban kerja adalah belum berjalannya sistem rujukan yang baik, belum siapnya fasilitas kesehatan, dan belum optimalnya sistem pengelolaan dana dan pengawasan sehingga tenaga kesehatan tidak mendapatkan jasa seperti yang seharusnya. 2.2.4.3 Kesesuaian Antara peserta BPJS dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Untuk mendapatkan pelayanan, masyarakat harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan JKN, khususnya dalam pelayanan maternal seorang ibu hamil jika ingin memeriksakan kehamilannya ke fasilitas pelayanan kesehatan harus
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Jika tidak mengikuti prosedur, pelaksana (Bidan) tidak dapat memberikan Pelayanan.
2.3 Landasan Teori Secara garis besar pelaksanaan atau implementasi merupakan setiap kegiatan yang dilakukan menurut rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Upaya untuk memahami adanya perbedaan antara yang diharapkan dan fakta yang terjadi dan menimbulkan kesadaran pentingnya pelaksanaan. Model implementasi kebijakan David C. Korten yang lebih menekankan sebagai cara untuk mendeliverykan layanan-layanan pemerintah kepada masyrakat. Dalam model ini proses implementasi dipandang sebagai proses belajar sosial yang bersifat kolaboratif antara birokrasi di tingkat lokal/daerah dengan kelompok sasarna atau komunitas, dengan tujuan agar sasaran mampu mendorong dirinya sendiri. Model ini menempatkan masyarakat sebagai fokus utama, bukan sekedar pemanfaat. Secara pokok ada 3 komponen utama yang saling berinteraksi dalam proses implementasi yakni masyarakat, program dan organisasi pelaksana program yang harus saling berinteraksi secara kolaboratif untuk mencapai kesesuaian satu sama lain yang digambarkan pada gambar 2.2
PROGRAM
Out put
PEMANFAAT
Tugas
Kebutuhan
Kompetensi
Tuntutan
Putusan
ORGANISASI
Gambar 2.2 Model Implementasi Kebijakan menurut David C. Korten Sumber : Haedar Akib dan Antonius Tarigan (2000) Korten menggambarkan model ini berintikan tiga elemen yang ada dalam pelaksanaan program yaitu program itu sendiri, pelaksana program dan kelompok sasaran program, dimana suatu program akan berhasil dilaksanakan jika terdapat kesesuaian antara unsur – unsur tersebut.
2.4 Kerangka Pikir Berdasarkan pola yang di kembangkan Korten, program JKN tidak akan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan jika tidak terjadi kesesuaian antara 3 unsur implementasi. Yaitu unsur program (JKN), Pemanfaat (Masyarakat/Ibu), dan organisasi (BPJS dan FKTP). Hal ini disebabkan apabila output (pelayanan Kebidanan) tidak sesuai dengan Kebutuhan maka output tidak dapat dimanfaatkan. Jika organisasi pelaksana tidak memiliki kemampuan melaksanakan tugas dalam hal
ini FKTP dan BPJS yang didalamnya termasuk Dokter dan Bidan, pengelola JKN, dan staff BPJS maka organisasi tidak dapat menyampaikan output. Atau jika syarat yang ditetapkan oleh organisasi pelaksana program tidak dapat dipenuhi sasaran, maka kelompok sasaran tidak dapat memperoleh output. Secara singkat digambarkan dalam gambar 2.3
JKN melalui BPJS Kesehatan
Peserta JKN (BPJS kesehatan) • Pandangan terhadap JKN • Kepesertaan • Tugas dan Tanggung jawab terhadap JKN • Fasilitas
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas) • Pandangan terhadap JKN • Kepesertaan • Tugas dan Tanggung jawab terhadap peserta
Gambar 2.3. Kerangka Pikir Penelitian