BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Kualitas 2.1.1. Pengertian Kualitas Dalam buku yang berjudul Manajemen Operasi, Heizer & Render (2009:301) mendefinisikan pengertian kualitas sebagaimana dijelaskan oleh American Society for Quality, yaitu: “Quality is the totality of features and characteristic of a product or service that bears on it’s ability to satisfy stated or implied need.” Kualitas diperlukan oleh setiap perusahaan yang mengolah bahan baku menjadi sebuah produk yang nantinya dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Untuk itu, perusahaan perlu mengutamakan kualitas produk yang dibuatnya agar dapat diterima oleh konsumen akhir. Kualitas juga merupakan salah satu faktor keputusan konsumen terpenting dalam pemilihan produk atau service yang diinginkanya. Dengan pemilihan produk atau jasa yang berkualitas, akan membuat loyalitas pelanggan menjadi meningkat. (Montgomery, 2009:4) Jadi, kualitas ini dapat juga diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat memuaskan konsumen atau sesuai dengan persyaratan atau kebutuhan konsumen tersebut.
2.1.2. Dimensi Kualitas Dimensi kualitas merupakan faktor pengukuran yang dipakai untuk menilai kualitas. Di dalam buku Statistical Quality Control: A Modern Introduction (Montgomery, 2009:4), menyatakan bahwa ada delapan dimensi kualitas. Delapan dimensi tersebut adalah: 1. Performance (Kinerja) Adalah karakterisrik dasar dari sebuah produk. 2. Durability (Daya tahan) Daya tahan adalah lamanya sebuah produk bertahan sebelum produk tersebut harus diganti. Semakin besar frekuensi pemakaian konsumen terhadap produk, maka semakin besar pula daya tahan produk.
11
12 3. Conformance (Kesesuaian) Kesesuaian kinerja dan mutu produk dengan standar, minimalisasi kecacatan produk. 4. Perceived quality (Mutu atau kualitas yang diterima) Mutu atau kualitas yang diterima dan dirasakan oleh konsumen. 5. Features (Fitur) Karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan fungsi produk atau menambah ketertarikan konsumen terhadap produk. 6. Aesthetics (Estetika) Penampilan produk yang bisa dilihat dari tampak, rasa, bau, dan bentuk dari produk. 7. Reliability (Reliabilitas) Probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinnan terjadinya kerusakan, maka produk tersebut dapat diandalkan. 8. Serviceability (Kemudahan perbaikan) Kemudahan service atau perbaikan produk ketika dibutuhkan.
2.1.3. Pengaruh Kualitas Ada tiga alasan pentingnya kualitas bagi sebuah perusahaan untuk terus dapat bertahan di dalam sebuah pasar, yaitu: 1. Reputasi Perusahaan Kualitas dari sebuah produk sangat mempengaruhi reputasi perusahaan. Kualitas produk yang baik akan membuat reputasi perusahaan meningkat dan sebaliknya kualitas yang kurang baik akan membuat reputasi perusahaan menjadi buruk. 2. Keandalan Produk Kualitas produk yang baik dan andal akan digemari dan disukai oleh para konsumennya. Konsumen yang menyukai produk yang dibuat oleh perusahaan biasanya akan kembali membeli produk tersebut. Keandalan produk merupakan salah satu faktor penting bagi perusahaan untuk meningkatkan loyalitas konsumen.
13 3. Keterlibatan Global Di masa teknologi seperti sekarang ini, kualitas adalah suatu perhatian Internasional. Bagi perusahaan dan negara yang ingin bersaing secara efektif pada ekonomi global, maka produk mereka harus memenuhi harapan kualitas, desain, dan harga global (Heizer & Render, 2008:302). Jadi, dengan adanya kualitas pada sebuah produk yang dibuat, akan sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan di dalam dunia bisnis yang dijalaninya. Dengan demikian, perusahaan harus dapat menjaga kualitas produk atau jasa yang dibuatnya agar dapat diterima oleh masyarakat luas.
2.2.
Pengendalian Kualitas Saat ini banyak perusahaan yang semakin berkembang. Untuk itu, kualitas produk menjadi lebih penting dari sebelumnya. Persaingan yang sangat ketat menjadikan pengusaha semakin menyadari pentingnya kualitas produk agar dapat bersaing dan mendapat pangsa pasar yang lebih besar. Perusahaan membutuhkan suatu cara yang dapat mewujudkan terciptanya kualitas yang baik pada produk yang dihasilkannya serta menjaga konsistensinya agar tetap sesuai dengan tuntutan pasar yaitu dengan menerapkan sistem pengendalian kualitas (quality control) atas aktivitas proses yang dijalani. Dalam menjalankan aktivitas, pengendalian kualitas merupakan salah satu teknik yang perlu dilakukan mulai dari sebelum proses produksi berjalan, pada saat proses produksi, hingga proses produksi berakhir dengan menghasilkan produk akhir. Pengendalian kualitas dilakukan agar dapat menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang sesuai dengan standar yang diinginkan dan direncanakan, serta memperbaiki kualitas produk yang belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan sedapat mungkin mempertahankan kualitas yang telah sesuai. Dalam bukunya, Vincent Gaspersz mengatakan bahwa pengendalian kualitas adalah: “Quality control is the operational techniques and activities used to fulfil requirements for quality.” Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengendalian kualitas adalah suatu teknik dan aktivitas atau tindakan yang
14 terencana
yang
dilakukan
untuk
mencapai,
mempertahankan
dan
meningkatkan kualitas suatu produk dan jasa agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat memenuhi kepuasan konsumen.
2.2.1. Keuntungan Pengendalian Kualitas Dengan melaksanakan manajemen kualitas sebaik-baiknya, maka banyak keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan, antara lain: 1. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. 2. Mengurangi kehilangan-kehilangan (losses) dalam proses kerja yang dilakukan,
seperti
mengurangi
waste product
atau
menghilangkan waktu-waktu yang tidak produktif. 3. Menekan biaya dan save money. 4. Menjaga agar penjualan (sales) akan tetap meningkat, sehingga profit tetap diperoleh (meningkatkan potensi daya saing). 5. Meningkatkan realibilitas produk yang dihasilkan. 6. Memperbaiki moral pekerja agar tetap tinggi (Wignjosoebroto, 2006: 256).
2.3. Statistical Processing Control (SPC) 2.3.1. Pengertian Statistical Processing Control (SPC) Pengendalian proses secara statistik (Statistical Processing Control) adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspetasi para pelanggan (Gaspersz, 1998: l). Dalam bukunya yang berjudul Statistical Processing Control (2009: 286), Heizer & Render menyatakan pengertian Statistical Processing Control yaitu sebuah teknik statistik yang digunakan secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi standar.
2.3.2. Definisi Variasi dalam Konteks SPC Pengukuran yang dilakukan terhadap performansi kualitas saja tidak cukup, tetapi perlu juga menganalisis bagaimana keadaan dalam suatu proses berdasarkan hasil-hasil dari pengukuran kualitas tersebut. Dalam konteks
15 pengendalian proses statistikal, penting juga untuk mengetahui bagaimana suatu proses itu bervariasi dalam menghasilkan output sehingga dapat diambil tindakan-tindakan perbaikan terhadap proses itu secara tepat. Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output (barang atau jasa) yang dihasilkan. Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, yang diklasifikasikan sebagai berikut: 1.
Variasi Penyebab-Khusus (Special-Causes Variation) adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktorfaktor: manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dan lain-lain. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola nonacak (non random paterns) sehingga dapat diidentifikasi atau ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statistikal menggunakan peta kendali atau peta kontrol (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits).
2.
Variasi Penyebab-Umum (Common-Causes Variation) adalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasilhasilnya. Penyebab umum sering disebut juga sebagai penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk menghilangkan kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem
itu
dan
memperbaikinya,
hanya karena
pihak pihak
manajemen
yang
manajemenlah
dapat yang
mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dengan menggunakan peta-peta kendali atau kontrol (control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits).
16 2.3.3. Strategi Pengendalian Proses Statistikal Pada dasarnya, langkah-langkah pengendalian proses statistikal dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Merencanakan penggunaan alat-alat statistikal (statistical tools). 2. Memulai menggunakan alat-alat statistikal tersebut. 3. Mempertahankan menghilangkan
atau
menstabilkan
variasi
proses
penyebab-khusus
dengan
yang
cara
dianggap
merugikan. 4. Merencanakan perbaikan proses terus menerus (continuous process improvement = Kaizen) melalui mengurangi variasi penyebab-umum. 5. Mengevaluasi dan meninjau ulang (review) terhadap penggunaan alat-alat statistikal tersebut. Setelah mengetahui langkah-langkah pengendalian proses statistikal, terlebih dahulu kita mengenal data dalam konteks Statistical Processing Control. Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, kita dapat mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal 2 jenis data, yaitu: 1. Data Atribut (Attributes Data), yaitu data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah: ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dan lain-lain. Data atribut biasanya diperoleh
dalam
bentuk
unit-unit
nonkonformans
atau
ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan. 2. Data Variabel (Variables Data), merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah: diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, banyaknya kertas setiap rim, konsentrasi elektrolit dalam persen, dan lain-lain. Ukuran-
17 ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya merupakan data variabel (Gaspersz, 1998: 43).
2.3.4. Alat Ukur dalam Statistical Processing Control Pengendalian kualitas secara statistik dengan menggunakan SPC (Statistical Processing Control) memiliki 7 alat bantu yang sangat berguna dalam mengukur dan mengendalikan kualitas sebagaimana disebutkan oleh Heizer & Render dalam bukunya Manajemen Operasi (2009: 316), antara lain: 1. Lembar Periksa (Check Sheet) 2. Diagram Pareto (Pareto Chart) 3. Diagram Sebab-Akibat (Cause-and-Effect Diagram) 4. Diagram Batang (Histogram) 5. Diagram Tebar (Scatter Diagram) 6. Diagram Alir (Flow Chart) 7. Peta Kontrol atau Bagan Kendali (Control Chart)
2.3.5. Metode dan Teknik Pengendalian Kualitas 2.3.5.1. Lembar Periksa (Check Sheet) Lembar periksa adalah suatu formulir yang dirancang untuk mencatat data (Heizer & Render, 2009:316). Check Sheet adalah suatu formulir dimana item-item yang akan diperiksa telah dicetak dalam formulir dengan maksud agar data dapat dikumpulkan secara mudah dan ringkas (Montgomery, 2009:199). Tujuan pembuatan Check Sheet adalah menjamin bahwa data dikumpulkan secara teliti dan akurat untuk dilakukan pengendalian proses dan penyelesaian masalah. Data dalam lembar pengecekan tersebut nantinya akan digunakan dan dianalisa secara cepat dan mudah. Ada beberapa jenis lembar periksa yang digunakan untuk keperluan pengumpulan data (Wignjosoebroto, 2006:264), yaitu: 1. Production Process Distribution Check Sheet Lembar periksa ini digunakan untuk mengumpulkan data yang berasal dari proses produksi atau proses kerja lainnya. 2. Defective Check Sheet
18 Lembar periksa ini digunakan untuk mengurangi jumlah kesalahan atau cacat yang ada dalam suatu proses kerja, maka terlebih dulu kita harus mampu mengidentifikasikan kesalahankesalahannya. 3. Defect Location Check Sheet Lembar periksa ini adalah sejenis lembar pengecekan dimana gambar sketsa dari benda kerja akan disertakan sehingga lokasi cacat yang terjadi bisa segera diidentifikasikan. 4. Defective Cause Check Sheet Lembar periksa ini digunakan untuk menganalisa sebab-sebab terjadinya kesalahan dari suatu output kerja. 5. Check Up Conformation Check Sheet Lembar periksa ini lebih menitikberatkan pada karakteristik kualitas atau cacat-cacat yang terjadi. Lembar periksa ini digunakan untuk melaksanakan semacam general check up pada akhir proses kerja yang pada intinya untuk lebih meyakinkan apakah output kerja sudah selesai dikerjakan dengan baik lengkap atau belum. 6. Work Sampling Check Sheet Lembar periksa ini adalah suatu metode untuk menganalisa waktu kerja. Dengan demikian, maka penggunaan lembar periksa bertujuan untuk: 1. Memudahkan
proses
pengumpulan
data
terutama
untuk
mengetahui bagaimana sesuatu masalah sering terjadi. 2. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi. 3. Menyusun data secara otomatis, sehingga data itu dapat dipergunakan dengan mudah. 4. Memisahkan antara opini dan fakta. Kita sering berpikir bahwa kita mengetahui suatu masalah atau mengganggap bahwa suatu penyebab itu merupakan hal yang paling penting. Dalam kaitan ini, lembar periksa akan membantu membuktikan opini kita itu, apakah benar atau salah.
19 2.3.5.2. Diagram Pareto (Pareto Diagram) Diagram pareto adalah grafik
yang
menunjukkan
masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan. Diagram pareto ini merupakan suatu gambaran yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat membantu menemukan permasalah yang paling penting untuk segera diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan masalah yang tidak harus segera diselesaikan (ranking terendah) diagram pareto juga dapat mengidentifikasikan masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha perbaikan kualitas (Besterfield, 2009:78). Diagram pareto adalah kombinasi dua macam bentuk grafik yaitu grafik kolom dan grafik garis, berguna untuk: 1. Menunjukkan pokok masalah. 2. Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap keseluruhan. 3. Menunjukkan perbandingan masalah sebelum dan sesudah perbaikan. Untuk membuat diagram pareto, langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut (Besterfield, 2009:80): 1. Pengklasifikasian data menurut pelaksanaan pekerjaan. 2. Tentukan periode waktu yang diperlukan untuk mempelajari dan buat lembar isian (Check Sheet) yang mencakup periode waktu dari semua klasifikasi data yang mungkin, kemudian kumpulkan datanya. 3. Untuk tiap kelompok hitunglah data untuk seluruh periode waktu dan catatlah jumlah totalnya. 4. Gambarlah sumbu horizontal dan vertikal pada kertas grafik. Bagilah sumbu horizontal ke dalam bagian yang sama, satu bagian untuk tiap kelompok. Skala sumbu vertikal dibuat sedemikian rupa sehingga titik puncak sumbu vertikal tersebut
20 menggambarkan suatu jumlah yang sama dengan jumlah total dari semua kelompok. 5. Gambar data ke dalam bentuk kolom. Mulailah dari sisi sebelah kiri dari grafik tersebut dengan kelompok yang semakin kecil. Bilamana ada kelompok yang disebut “lain-lain” gamabarkanlah kelompok itu pada bagian yang paling akhir setelah kelompok yang paling kecil. 6. Gambarlah garis kumulatif. Mulailah dengan menggambar garis diagonal memotong kolom yang pertama, dengan dimulai dari dasar pada sudut kiri (titik nol). Dari bagian atas sudut kanan pada kolom pertama, lanjutkan garis ini ke arah yang baru dengan menggerakkannya ke arah kanan yang jaraknya sama tinggi kolom kedua, dari titik tersebut tariklah garis lurus untuk ruas berikutnya, teruskan ke arah kanan dengan jarak yang sama dengan lebar kolom dan menuju ke atas denga jarak yang sama dengan tingginya kolom ketiga. Ulangi terus samapai ujung sudut kanan paling atas dari grafik tercapai. Tingginya garis komulatif pada titik ini menggambarkan jumlah data yang telah di kumpulkan. 7. Buat sumbu vertikal yang lain di sebelah kanan grafik dan buat skala dari 0 sampai 100%. Akhir dari garis kumulatif adalah pada titik yang bertuliskan 100%. 8. Tambahkan keterangan pada diagram pareto tersebut. Jelaskan siapa yang telah mengumpulkan data tersebut, kapan dan di mana, serta tambahan informasi apa saja yang penting untuk mengindentifikasi data.
2.3.5.3. Diagram Sebab-Akibat (Cause-and-Effect Diagram) Diagram sebab-akibat adalah suatu diagram yang menggambarkan garis dan simbol-simbol yang menunjukan hubungan antara penyebab dan akibat suatu masalah, untuk selanjutnya diambil tindakan perbaikan atas masalah tersebut (Besterfield, 2009:81). Diagram sebab-akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses
21 statistikal, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktorfaktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab-akibat ini sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram), karena bentuknya seperti kerangka ikan atau diagram Ishikawa (Ishikawa’s diagram). Pada dasarnya, ada beberapa kegunaan dari diagram sebab-akibat, antara lain: 1. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah. 2. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah. 3. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut (Gaspersz, 1998: 61). Langkah-langkah
dalam
membuat
diagram
sebab-akibat
(Montgomery, 2009:203): 1. Definisakan masalah yang terjadi pada perusahaan. 2. Gambarlah sebuah garis horizontal dengan suatu tanda panah pada ujung sebelah kanan dan kotak di depannya. Akibat atau masalah yang ingin dianalisis ditempatkan dalam kotak. 3. Tulislah penyebab utama (manusia, bahan baku, mesin, lingkungan kerja dan metode) dalam kotak yang ditempatkan sejajar dan agak jauh dari garis panah utama. Hubungan kotak tersebut dengan garis panah yang miring ke arah garis panah utama. Kadang mungkin diperlukan untuk menambahkan lebih dari empat macam penyebab utama. 4. Tulislah penyebab kecil pada diagram tersebut di sekitar penyebab utama, yang penyebab kecil tersebut mempunyai pengaruh terhadap penyebab utama. Hubungan penyebab kecil tersebut dengan sebuah garis panah dari penyebab utama yang bersangkutan.
22
Gambar 2. 1. Struktur Diagram Sebab-Akibat Sumber: Besterfield (2009)
2.3.5.4. Diagram Batang (Histogram) Histogram merupakan salah satu alat yang membantu untuk menemukan variasi. Histogram merupakan suatu gambaran dari proses yang menunjukkan distribusl dari pengukuran dan frekuensi dari setiap pengukuran itu. Dengan demikian, histogram dapat dipergunakan sebagai suatu alat untuk mengkomunikasikan informasi tentang variasi dalam proses dan membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan yang berfokus pada usaha perbaikan terus menerus (continuous improvement efforts) (Gaspersz, 1998: 69). Histogram menunjukkan cakupan nilai sebuah perhitungan dan frekuensi dari setiap nilai yang muncul. Histogram dapat dipergunakan sebagai suatu alat untuk mengkomunikasikan informasi tentang variasi dalam proses dan membantu manajemen dalam membuat keputusankeputusan yang berfokus pada usaha perbaikan yang dilakukan secara kontinu atau terus-menerus (Heizer dan Render, 2009:322). Untuk memudahkan analisis, kelompokan terlebih dahulu data yang sekelas, biasanya dilihat secara kelompok dan kelompok-kelompok dari data tersebut akan bertebaran mulai dari kelas rendah sampai yang tinggi, namun apabila data yang ada bersifat kualitatif, pengelompokannya dapat dilakukan secara bebas seperti terlihat pada contoh histogram sederhana di bawah ini (Besterfield, 2009:89):
23
Gambar 2. 2. Histogram Sumber: Besterfield (2009) 2.3.5.5. Diagram Tebar (Scatter Diagram) Scatter Diagram merupakan
cara
paling
sederhana
untuk
menentukan hubungan antara sebab dan akibat dari dua variabel. Langkahlangkah yang diambilpun sederhana. Data dikumpulkan dalam bentuk pasangan titik (x,y). Dari titik tersebut dapat diketahui antara variabel x dan variabel y, apakah terjadi hubungan positif atau negatif (Besterfield, 2009:88). Pada dasarnya diagram tebar (Scatter Diagram) merupakan suatu alat interpretasi data yang digunakan untuk: 1. Menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel. 2. Menentukan jenis penjualan dari dua variabel itu, apakah positif, negatif, atau tidak ada hubungan. Dari pengertian di atas, dua variabel yang ditunjukkan dalam diagram tebar dapat berupa: 1. Karakteristik kualitas dan faktor yang mempengaruhinya. 2. Dua karakteristik kualitas yang saling berhubungan. 3. Dua faktor yang saling berhubungan yang mempengaruhi karakteristik kualitas (Gaspersz, 1998: 85). Langkah-langkah dalam pembuatan diagram tebar antara lain, yaitu (Wignjosoebroto, 2006:276): 1. Kumpulkan
20
sampai
100
pasang sampel
data
hubungannya akan kita teliti dan masukkan dalam tabel.
yang
24 2. Gambarkan dua buah sumbu secara vertikal (sumbu y) dan horizontal (sumbu x) beserta skala dan keterangan. Sumbu y dan sumbu x sebaiknya sama panjangnya agar diagram mudah dibaca. 3. Gambarkan titik koordinat data tersebut. Dari penyebaran titik-titik (scatter) dapat dianalisis apakah ada hubungan dari kedua variabel. Cara membaca atau menganalisa diagram tebar akan cenderung mengikuti 5 model dibawah ini: 1. Korelasi positif Nilai y akan naik apabila nilai x juga naik. Apabila nilai x terkendali maka nilai y juga akan terkendali. 2. Adanya gejala korelasi positif Bila x naik maka y cenderung naik, tetapi dapat pula disebabkan oleh faktor selain x. 3. Tidak terlihat adanya korelasi 4. Ada gejala korelasi negatif Naiknya x akan menyebabkan kecenderungan turunnya y. 5. Korelasi negatif Naiknya x akan menyebabkan menurunnya y, sehingga apabila x dapat dikontrol, maka y juga akan terkontrol.
Gambar 2. 3. Diagram Tebar Sumber: Besterfield (2009)
25 2.3.5.6. Diagram Alir (Flow Chart) Diagram alir dilakukan untuk mengidentifikasi urutan aktivitas atau aliran berbagai bahan baku dan informasi didalam suatu proses. Diagram alir dapat membantu orang-orang yang terlibat dalam proses tersebut untuk memahaminya secara lebih baik dan lebih objektif dengan cara memberikan gambaran
mengenai
langkah-langkah
yang
dibutuhkan
untuk
mengindikasikan bahwa perusahaan dapat menunjukkan kinerja yang baik dari proses yang dilakukan (Evans & Lindsay, 2007:179). Diagram alir (flow chart) digunakan untuk membuat proses menjadi lebih mudah dilihat berdasarkan langkah-langkah atau urutan yang tersaji dari sebuah proses itu, sehingga bermanfaat bagi analisis dan perbaikan proses secara terus-menerus (Gaspersz, 1998: 189). Diagram alir digunakan apabila ada kaitannya dengan hal-hal dibawah ini: 1. Terdapat masalah dalam proses yang ditunjukkan melalui tingkat performansi proses yang rendah. 2. Memberikan pelatihan kepada karyawan baru. 3. Mengembangkan sistem pengukuran. 4. Menganalisis ketidaksinkronan, kesenjangan, dan lain-lain, yang berkaitan dengan proses. 5. Landasan untuk perbaikan proses secara terus menerus.
2.3.5.7. Peta Kontrol atau Bagan Kendali (Control Chart) Peta kendali merupakan sebuah alat grafik yang digunakan untuk melakukan pengawasan dari sebuah proses yang sedang berjalan. Nilai dari karakteristik kualitas diplot sepanjang garis vertikal, dan garis horizontal mewakili sampel atau subgrup (berdasarkan waktu) dimana karakteristik dari kualitas ditemukan (Besterfield, 2009:89). Dengan mengetahui penjelasan di atas, maka peta kontrol dipergunakan untuk: 1. Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistikal.
26 2. Memantau proses terus menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum. 3. Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses berada dalam pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan (Gaspersz, 1998: 107). Peta kendali digunakan untuk membantu mendeteksi adanya penyimpangan dengan cara menetapkan batas-batas kendali: 1. Upper Control Limit atau batas kendali atas (UCL) Merupakan garis batas atas untuk suatu penyimpangan yang masih diijinkan. 2. Central Line atau garis tengah (CL) Merupakan
garis
yang
melambangkan
tidak
adanya
penyimpangan dari karakteristik sampel. 3. Lower Control Limit atau batas kendali bawah (LCL) Merupakan garis batas bawah untuk suatu penyimpangan dari karakteristik sampel. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya CL, UCL dan LCL adalah sebagai berikut (Montgomery, 2009:228): 1. Proporsi cacat dihitung dengan rumus: = 2. Nilai CL dihitung dengan rumus: CL =
=
3. Nilai UCL dihitung dengan rumus: UCL =
+ 3 Sp
UCL =
+3
4. Nilai LCL dihitung dengan rumus: LCL =
– 3 Sp
27
LCL =
–3
Keuntungan yang didapat dengan menggunakan peta kendali sebagai berikut: 1. Sebuah peta kendali dapat mengindikasikan kapan sesuatu harus diperbaiki. 2. Pola dari peta kendali yang ditetapkan untuk menganalisa penyebab yang ada dan tindakan perbaikan yang diperlukan. 3. Peta kendali menunjukkan kapan variasi dikatakan normal dan tidak diperlukan tindakan perbaikan lagi. 4. Ketika suatu peta kendali berada dalam kendali statistik maka kita dapat memperkirakan kapabilitas dari proses. 5. Peta kendali merupakan dasar untuk mengukur peningkatan kualitas.
2.4. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) 2.4.1. Definisi dan Kegunaan FMEA FMEA adalah sistematika dari aktivitas yang mengidentifikasi dan mengevaluasi mode kegagalan (failure) potensial yang ada pada sistem, produk, atau proses terutama pada bagian akar-akar fungsi produk atau proses pada faktor-faktor yang mempengaruhi produk atau proses (Hidayat, 2007:244). Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan atau kegagalan dalam desain kondisi di luar spesifikasi yang telah ditetapkan atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Melalui menghilangkan mode kegagalan maka FMEA akan meningkatkan keandalan dari produk atau pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan yang menggunakan produk atau pelayanan itu. FMEA dapat diterapkan dalam semua bidang baik manufacturing maupun jasa juga pada semua jenis produk. Namun penggunaan FMEA akan efektif bila diterapkan pada produk atau proses-proses baru atau produk baru dan proses sekarang yang akan mengalami perubahan-perubahan besar dalam desain, sehingga dapat mempengaruhi keandalan dari produk atau proses itu.
28 2.4.2. Langkah-Langkah Pembuatan FMEA Menurut Peter S. Pande (2002), langkah-langkah dalam pembuatan FMEA adalah sebagai berikut: 1. Melakukan peninjauan terhadap proses atau produk yang akan diteliti. 2. Melakukan brainstorming terhadap kegagalan yang mungkin tejadi. 3. Tulis akibat yang akan terjadi dari setiap kegagalan yang mungkin terjadi. 4. Hitung nilai Severity dan Occurance dari kegagalan yang terjadi. Severity (keparahan) merupakan tingkat atau rating yang mengindikasikan keseriusan efek dari jenis kegagalan potensial sedangkan Occurrence yaitu rating yang berhubungan dengan probabilitas terjadinya kegagalan. 5. Tulis bentuk control yang yang sudah dilakukan terhadap jenis kegagalan serta hitung nilai detectabilitynya. Control merupakan tindakan
yang
diambil
untuk
mengontrol
terjadinya
kegagalan. Detectability adalah rating yang berhubungan dengan kemungkinan bahwa control proses yang ada akan mendeteksi suatu jenis kegagalan pelayanan sebelum sampai kepada pelanggan. 6. Hitung nilai RPN untuk setiap akibat kegagalan dengan cara mengalikan nilai Severity dan Occurance serta Detectability. 7. Gunakan nilai RPN untuk menentukan kegagalan mana yang harus diprioritaskan untuk ditangani terlebih dahulu. 8. Buat rencana untuk mengurangi atau menghilangkan akibat yang muncul jika kegagalan tersebut terjadi.
Dari langkah-langkah di atas, dapat diketahui bagaimana metode FMEA digunakan oleh perusahaan. Dengan memberikan penilaian pada setiap kegagalan yang terjadi, perusahaan dapat mengetahui kegagalan mana yang harus diutamakan untuk penanganannya. Tabel di bawah ini menunjukkan Detectability.
penilaian
atau
rating
dari
Severity,
Occurance
dan
29 Tabel 2. 1. Penilaian untuk Severity
Rating 1 2-3 4-6 7-8 9-10 Sumber: Pande (2002)
Penilaian untuk Severity Keterangan Efeknya sangat kecil Efeknya kecil atau cukup rendah Efeknya cukup atau sedang Efeknya tinggi Efeknya sangat tinggi
Tabel 2. 2. Penilaian untuk Occurence Penilaian untuk Occurrence Rating Keterangan 1 Sangat jarang terjadi 2-3 Kemungkinan terjadinya rendah atau hanya terjadi beberapa kali saja 4-6 Biasa terjadi 7-8 Sering terjadi berulang-ulang 9-10 Sangat sering terjadi atau kegagalan yang hampir tidak dapat dihindarkan Sumber: Pande (2002)
Tabel 2. 3. Penilaian untuk Detectability Penilaian untuk Detectability Rating Keterangan 1 Kemungkinan cacat itu terdeteksi lebih awal sangat tinggi 2-3 Kemungkinan cacat itu terdeteksi lebih awal tinggi 4-6 Kemungkinan cacat itu terdeteksi lebih awal rendah 7-8 Kemungkinan cacat itu terdeteksi lebih awal sangat rendah 9-10 Cacat itu tidak dapat terdeteksi lebih awal Sumber: Pande (2002)