Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1. Pengertian Mutu (Kualitas) Hingga sekarang kita masih sering mendengar retorika tentang mutu atau kualitas, tetapi bagi kalangan umum pengertian operasional istilah tersebut masih kurang jelas. Secara umum hanya dikatakan bahwa mutu adalah karakteristik produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai atau customer, dan diperoleh melalui
pengukuran
proses serta melalui perbaikan yang berkelanjutan. Mutu tidak dapat didefinisikan apabila tidak dikaitkan dengan suatu konteks tertentu. Mutu adalah suatu karakteristik atau atribut dari sesuatu. Ini berarti bahwa untuk mendefinisikan mutu, terlebih dahulu harus kita tentukan “sesuatu” itu. Misalnya reliability adalah karakteristik mutu sebuah mobil. Selanjutnya karakteristik suatu surat adalah kejelasan isi atau panjangnya. Mutu adalah penilaian subyektif customer. Penilaian ini ditentukan oleh persepsi customer terhadap produk atau jasa. Persepsi tersebut dapat berubah karena pengaruh misalnya, iklan yang efektif, reputasi suatu produk atau jasa tertentu, pengalaman, teman dan sebagainya. Jadi yang penting bagi kita adalah :
9
10
Bagaimana produk atau jasa kita dipersepsi oleh customer, kapan persepsi customer berubah. Mutu produk dan jasa dapat didefinisikan sebagai berikut : Keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembikinan dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-harapan pelanggan. Mutu dapat dipandang sebagai suatu kesatuan sistem. Sistem mutu ini terdiri dari elemen kerja dimana masing-masing mempunyai tanggung jawab sendiri, atau menurut
definisi adalah sebagai
berikut : Suatu sistem mutu adalah sesuatu yang disetujui bersama, struktur kerja operasi keseluruhan perusahaan dan pabrik, terdokumentasi dalam prosedur-prosedur manajerial dan teknik terpadu yang efektif, untuk membimbing tindakantindakan terkoordinasi dari orang, mesin, dan informasi di perusahaan dan pabrik tersebut melalui cara yang paling praktis untuk menjamin kepuasan pelanggan akan mutu dan biaya mutu yang ekonomis. Menurut Everete E. Adam Jr. Definisi kualitas harus mengandung beberapa kunci pengetesan. Test ini didasarkan pada klasifikasi dasar dari kualitas, yaitu :
11
1.
Klasifikasi pertama didasarkan pada pembagian menjadi dua bagian (dictionary). Karakteristik dinyatakan dalam baik dan buruk, diterima atau ditolak, ada cacat atau tidak.
2.
Klasifikasi kedua adalah kualitas didasarkan atas suatu unit yang khisus dijadikan referensi. Jadi definisi mengacu pada satu unit produk atau jasa yang menunjukkan tingkat kegagalan atau cacat yang masih diterima untuk variasi kesalahan yang ditentukan.
3.
Klasifikasi ketiga adalah didasarkan atas atribut estetika dan fungsional.
Sebab
atribut
fungsional
secara
langsung
menunjukkan tingkat kemampuan pemakaian barang atau jasa. Sedangkan atribut estetika menunjukkan beberapa karakteristik. Bila cacat akan membuat produk atau jasa kurang diterima di pasaran,
namun
tidak
menghalangi
fungsinya
secara
keseluruhan. Misalnya, klep yang jelek akan mempengaruhi fungsi suatu mesin mobil, namun pengecatan yang kurang baik tidak
berpengaruh.,
sehingga
definisi
kualitas
harus
mempertimbangkan dua faktor, yaitu fungsi dan estetika.
4.
Karakteristik kualitas keempat adalah terukur dan penilaian rasa, terukur adalah atribut seperti voltage, suhu, panjang torsi. Dengan demikian ukuran dapat dibuat standar dan dengan mudah dapat dikomunikasikan serta dipertanggungjawabkan. Sedangkan rasa (taste) adalah karakteristik subyektif yang mungkin hanya dapat diputuskan oleh seorang yang benar-benar ahli dan peka terhadap perubahan, sehingga dapat disimpulkan
12
definisi kualitas adalah standar dan derajat (degree) yang memenuhi.
5.
Karakteristik
yang
kelima,
yang
terakhir
adalah
dipertimbangkan dengan atribut ketepatan waktu. Atribut ini dapat diaplikasikan baik dalam produk maupun jasa. Misalnya, pembangunan konstruksi bangunan akan terhenti bila ada kelambatan material, berarti waktu memegang peranan tingkat penerimaan. 2.2. Gugus Kendali Mutu Dalam sub bab 2.2 (Gugus Kendali Mutu), dijelaskan secara singkat tentang
pengertian
gugus
kendali
mutu,
langkah-langkah
pembentukan gugus kendali mutu, maksud dan tujuan dibentuknya gugus kendali mutu, sistem mutu yang efektif, dan persyaratan yang membatasi ruang lingkup gugus kendali mutu. 2.2.1.
Pengertian Gugus Kendali Mutu
Gugus Kendali Mutu adalah kelompok kecil dari lingkungan kerja yang dengan sukarela melakukan kegiatan pengendalian dan perbaikan secara berkesinambungan dengan menggunakan teknikteknik kendali mutu. Kelompok kecil ini merupakan bagian dari Pengendalian Mutu Terpadu (PMT) yang memerlukan partisipasi semua anggota, yang berguna untuk pengembangan diri dan pengembangan
bersama.
Tiap
anggota
kelompok
kecil
ini
13
berpartisipasi secara terus-menerus (berkesinambungan) sebagai bagian dari kegiatan kendali mutu menyeluruh perusahaan, pengendalian dan perbaikan di dalam tempat kerja dengan menggunakan teknik-teknik kendali mutu. 2.2.2.
Langkah-langkah Pembentukan Gugus Kendali Mutu
Untuk memulai pembentukan Gugus Pengendalian Mutu (GKM), diperlukan beberapa langkah yang harus dipenuhi, yaitu :
1.
Manajer, kepala divisi dan kepala bagian, serta mereka yang akan menangani kendali mutu haruslah yang pertama mulai mempelajari kendali mutu dan kegiatannya.
2.
Mereka harus menghadiri konverensi-konverensi gugus kendali mutu dan mengunjungi perusahaan-perusahaan serta industri-industri yang telah melaksanakan gugus kendali mutu. Buatlah ketentuan agar mandor-mandor dan ketua gugus di masa depan mendapat peluang yang sama.
3.
Pilihlah seseorang yang akan memberi tugas untuk mempromosikan gugus kendali mutu di dalam perusahaan. Orang
tersebut
harus
mempelajari
kendali
mutu
dan
mempersiapkan bahan pelajaran yang disederhanakan untuk melatih para ketua dan anggota gugus kendali mutu.
4.
Perusahaan kemudian mulai mengangkat ketua-ketua gugus dan melatih mereka dalam kendali mutu dan kegiatan-kegiatan gugus kendali mutu. Jangan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang terlalu sulit. Kurikulum dibatasi pada dasar-dasar kegiatan gugus
kendali
bagaimana
mutu.
memandang
Bagaimana
memperhatikan
pengendalian,
serta
mutu,
bagaimana
14
memperbaikinya (PDCA : Plan, Do, Check, Action) dan bagaimana menggunakan metoda statistik. Sedangkan mengenai ketujuh alat kendali mutu, cukuplah diagram sebab-akibat, diagram pareto, histogram, lembar pemeriksaan, dan prinsip stratifikasi. Hal lain di luar masalah di atas dapat diajarkan jika kegiatan gugus kendali mutu telah berjalan.
5.
Ketua-ketua yang telah dilatih seperti itu kembali ke tempat kerjanya, serta mengorganisasikan gugus kendali mutu. Jumlah orang dalam gugus kendali mutu dibatasi sampai sepuluh orang atau kurang. Jumlah anggota gugus kendali mutu yang ideal sering kali terdiri dari 3 orang sampai enam orang. Jika jumlahnya terlalu banyak maka unsur partisipasif dalam gugus tersebut akan terganggu.
6.
Pada awalnya, para mandor lah yang paling cocok untuk menjadi ketua dalam gugus kendali mutu. Namun setelah gugus berjalan, yang paling baik untuk duduk di posisi ketua gugus sebaiknya dipilih tanpa memperhatikan kedudukan dalam perusahaan. Jika suatu gugus dimulai dengan jumlah anggota yang besar, bagilah ke dalam beberapa kelompok, untuk ketuanya pastikan agar mendapatkan giliran yang memadai.
7.
Para ketua kemudian akan mengajarkan kepada anggotanya apa
yang
telah
mereka
pelajari.
Mereka
tidak
boleh
melakukannya dengan tergesa-gesa, dan untuk menerangkannya harus menggunakan data serta masalah yang ada di tempat kerjanya. Jika diperlukan, orang yang mempromosikan kendali mutu di perusahaan dapat membantu dalam proses pendidikan
15
ini, tetapi pendekatan yang paling baik tetaplah salah seorang yang menjadi ketua kelompok mengajar anggota kelompoknya sendiri. Mengajar adalah belajar, karena dengan mengajar maka ketua juga akan memperoleh pengalaman dari hasil mengajar kepada anggotanya.
8.
Sesudah mempelajari dan mendapatkan pengertian dasar tentang kendali mutu, maka anggota gugus memilih masalah bersama yang terdapat di tempat kerjanya sebagai tema penyelidikan. Inilah permulaan kegiatan gugus kendali mutu. Tema itu harus dipilih bersama ketua dan anggotanya dengan konsultasi yang akrab satu sama lain, tanpa campur tangan dari anggota lain. Mula-mula mungkin mereka sulit mengetahui apa yang mereka lakukan, kadang-kadang supervisor atau promotor kendali mutu dapat dimintai pendapatnya tentang tema yang harus
diselidiki,
akan
tetapi
kesukarelaan
dan
ketidakbergantungan harus dijadikan pedoman. Satu hal harus diperhatikan; Atasan harus diberitahu tentang tema yang dipilih dengan cara itu. Para pekerja harus dapat mengenali masalahmasalah yang terdapat di tempat kerjanya tanpa diberitahu oleh orang lain. Itulah alasan bagi penekanan terhadap kesukarelaan dan ketidakbergantungan. Bila kegiatan gugus kendali mutu telah berjalan, maka menjadi semakin mudah untuk mengenali masalah-masalah yang ada di tempat kerjanya.
2.2.3.
Maksud dan Tujuan Dibentuknya Gugus Kendali Mutu
16
Dalam praktek pelaksanaannya, Gugus Kendali Mutu mempunyai maksud sebagai berikut : •
Menyumbang perbaikan dan pengembangan perusahaan demi kesejahteraan karyawan dan masyarakat pada umumnya.
•
Menghargai harkat umat manusia dalam membantu kenyamanan tempat kerja yang cerah dan penuh arti selama bekerja.
•
Menunjukan
kemampuan
pribadi
sebagai
manusia
seutuhnya, sehingga dapat terlihat adanya kemungkinankemungkinan kreasi karya yang tidak terbatas.
•
Menciptakan susana kerja yang bergairah dan terarah serta luwes dalam kondisi seimbang antara situasi formal dan informal selama melaksanakan pekerjaan, sehingga diharapkan tercapai suatu kesuksesan bersama yang berkesinambungan dengan menggunakan teknik kendali mutu.
Tujuan dari dibentuknya Gugus Kendali Mutu adalah : •
Terciptanya suasana kerja yang saling berpartisipasi aktif antara anggota gugus khususnya maupun seluruh karyawan pada umumnya, sehingga tercapai persatuan dan kesatuan kerja yang lebih mantap.
•
Tercapainya
peningkatan
pengembangan
diri
serta
pengembangan kelompok kerja, sehingga diharapkan terjadi peningkatan efektivitas kerja yang lebih mantap, seperti memperbaiki kemampuan berfikir analisa kritis, kemampuan
17
memimpin dan keterampilan manajerial dari para mandor serta operator sekalipun.
•
Terselenggaranya hubungan kerja yang lebih harmonis serta adanya rasa harga-menghargai sesama umat manusia sehingga diharapkan adanya peningkatan kenyamanan kerja yang sebenarnya, yang pada akhirnya dapat mempertinggi tingkat semangat kerja, sekaligus terciptanya suatu lingkungan kerja yang lebih sadar tentang mutu dan masalah, serta sadar akan perlunya perbaikan hasil kerja.
•
Terbinanya kemampuan kerja yang lebih positif dan konkret sehingga diharapkan dapat tercapai peningkatan potensi individu, termasuk moral karyawan yang mampu berpartisipasi aktif dalam kerjanya untuk meningkatkan potensi perusahaan yang sekaligus potensi bangsa dan negara. Ini berarti mempunyai fungsi inti dalam pengendalian dan peningkatan mutu di seluruh perusahaan.
2.2.4.
Sistem Mutu yang Efektif
Sistem mutu yang kokoh dapat diidentifikasikan berdasarkan keberhasilannya dalam 12 bidang mendasar. Karakteristik khusus sistem tersebut adalah : 1.
Sistem mutu yang mengendalikan mutu pada suatu dasar yang terpadu, pada seluruh perusahaan.
2.
Sistem mutu yang memungkinkan pengambilan keputusan, tentang mutu yang terkait dengan manajemen atasan.
18
3.
Sistem mutu yang membangun kendali mutu yang menyatu dengan pelanggan pada suatu dasar umpan – maju yang positif.
4.
Sistem mutu dengan jelas membuat struktur dan laporan biaya mutu.
5.
Sistem mutu yang membentuk motivasi mutu suatu proses kontinu.
6.
Sistem mutu yang membangun kontribusi teknologi yang unik.
7.
Sistem
mutu
yang
memungkinkan
pengukuran
dan
pemantauan secara kontinu atas kepuasan pembeli akan mutu yang aktual. 8.
Sistem mutu yang memungkinkan pelayanan produk yang baik secara cepat dan ekonomis.
9.
Sistem mutu yang memadukan keamanan produk dan pertimbangan kendali – liabilitas produk.
10.
Sistem mutu menambah ruang lingkup kerja utama di seluruh perusahaan ke dalam fungsi mutu.
2.2.5.
Persyaratan yang Membatasi Ruang Lingkup Gugus Kendali Mutu
•
Gugus Kendali Mutu digunakan dalam suatu kelompok yang homogen, baik dalam arti tingkat jabatan (terutama di level operator), pengetahuan maupun jenis perkerjaan.
•
Gugus Kendali Mutu akan sangat efektif
apabila
dilaksanakan pada level operator. Hal ini disebabkan karena dalam level organisasi, makin tinggi suatu jabatan, maka
19
besarnya akan semakin tidak terukur (bersifat kualitatif), sehingga efektivitas dari pelaksanaan Gugus Kendali Mutu akan semakin tinggi pada level terendah dalam organisasi.
•
Gugus Kendali Mutu akan berjalan dengan baik jika seluruh anggota ikut berpartisipasi, dimana tidak adanya dominasi pendapat dari seseorang. Apabila terjadi dominasi atau partisipasi tidak merata, maka sinergi dalam manajemen tidak akan tercapai.
•
Gugus Kendali Mutu mempunyai prinsip Zero investment (tidak adanya investasi) dari perusahaan sebagai jawaban terhadap masalah yang dibahas. Dengan kata lain, investasi bukan jawaban terhadap masalah, tetapi lebih ditekankan pada perbaikan teknis di dalam pekerjaan.
•
Gugus Kendali Mutu mencari jawab atas masalah yang diidentifikasi sendiri, demikian juga jawabannya dicari sendiri, serta paling penting adalah bahwa pemecahan yang dihasilkan tidak dilemparkan kepada orang lain (atasan atau elemen lain). Hal ini penting, mengingat bahwa sering kita mencari kesalahan tidak pada pihak sendiri tetapi mencari pada pihak lain.
2.3. PDCA Cycle (Metoda Perbaikan Secara Kontinu) Di samping The System of Profound Knowledge, unsur pengetahuan baru yang disarankan oleh Deming, untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas adalah yang dipopulerkan sebagai Shewhart Cycle.
20
Shewhart cycle atau PDCA cycle pertama-tama dikembangkan oleh Walter Shewhart, seorang ahli fisika Amerika yang bekerja pada Bell Telephone Laboratories. Deming mempopulerkan PDCA Cycle sebagai penerapan metode ilmiah untuk proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Karena Deming yang mempopulerkan metoda tersebut, maka metoda ini di Jepang disebut Deming Cycle. PDCA
Cycle
merupakan
cara
sistematis
untuk
menambah
pengetahuan kita mengenai proses-proses dalam organisasi dan menambah pengetahuan kita untuk mengimplentasikan perubahan serta pengukurannya apakah terjadi perbaikan atau tidak. Jadi pada hakikatnya PDCA Cycle ini adalah suatu metoda untuk melakukan perbaikan secara kontinu. Oleh Deming, PDCA Cycle itu divisualisasikan seperti dalam gambar sebagai berikut :
Gambar 2.1 Visualisasi PDCA Cycle
21
2.3.1.
Rincian Tahap-tahap dala PDCA Cycle
1.
Tahap Plan
a. Pertama-tama kita harus dapat menentukan proses mana yang perlu diperbaiki. Proses yang perlu diperbaiki adalah proses yang mengkait erat pada misi organisasi dan tuntutan kebutuhan customer. Kegiatan ini harus
dilakukan oleh
pimpinan puncak organisasi. Dalam menentukan proses yang
perlu
diperbaiki
tersebut,
pimpinan
perlu
mengidentifikasi kegiatan lintas-fungsional proses itu.
b. Langkah kedua tahap plan ini adalah menentukan perbaikan apa yang akan dilakukan terhadap proses yang dipilih. Langkah ini adalah analog dengan penyusunan hipotesis (praduga) dalam metoda ilmiah. Hipotesis adalah asumsiasumsi sementara (tentatif) mengenai hubunagn antara kejadian-kejadian.
c. Selanjutnya langkah ketiga adalah kewajiban pimpinan organisasi untuk menentukan data dan informasi yang diperlukan untuk dapat memilih hipotesis mana yang paling relevan untuk melakukan perbaikan proses. 2.
Tahap Do
a. Langkah pertama pada tahap Do ini adalah mengumpulkan baseline information untuk menentukan keadaan yang nyata sekarang mengenai jalannya proses. Base line information ini dapat diperoleh dari data historis atau teknik-teknik pengumpulan data yang lebih canggih.
22
b. Sesudah base line information dikumpulkan, maka perubahan yang dikehendaki dapat diimplentasikan. Dalam tahap ini, hipotesis yang telah dibuat kemudian diuji dengan menggunakan base line informasi tersebut. Pengujian hipotesis tersebut terlebih dahulu kita lakukan pada skala kecil organisasi untuk menghindari kerugian-kegugian yang tidak dikehendaki. c.
Akhirnya, dalam tahap Do ini kita mengumpulkan data lagi untuk mengetahui apakah perubahan yang dilakukan dengan hipotesis itu membawa perbaikan atau tidak.
3.
Tahap Check Dalam tahap check ini pimpinan harus dapat menafsirkan informasi yang baru dikumpulkan untuk mengetahui apakah perubahan yang dilakukan telah membawa perbaikan atau tidak. Untuk dapat menafsirkan, biasanya data yang dikumpulkan disusun dalam grafik yang lazim dipakai dalam TQM. Dalam langkah ini, harus dapat diketahui apakah yang dipecahkan itu persoalan yang benar atau bukan. Langkah ini penting untuk menjaga agar kita jangan sampai memperoleh solusi yang benar, tetapi dari persoalan yang salah. Jadi dalam tahap check ini pimpinan harus dapat mengadakan analisis (memisahkan dan membahas data), mengadakan sintesis
23
(merangkum data) dan menafsirkan data serta informasi sebagai kesimpulan pendapat. Dalam kesimpulan pendapat tersebut, harus dapat dijawab. Apakah perbaikan yang diperoleh dapat digeneralisasikan pada skala yang lebih besar dalam tahap check ini pimpinan memperoleh pengetahuan baru mengenai proses yang berada dalam tanggung jawabnya. 4.
Tahap Act
a. Putuskan perubahan mana yang akan diimplementasikan. Pada langkah ini pimpinan dihadapkan pada dua pilihan, yaitu : (1) mengimplentasikan perubahan yang sudah di uji, pada skala yang lebih luas, atau (2) menyempurnakan hipotesis untuk di uji kembali. Yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah efek dari perubahan yang dilakukan
terhadap
tenaga
kerja
dan
biaya
untuk
diperbandingkan dengan keuntungan.
b. Apabila perubahan yang dilakukan itu berhasil bagi perbaikan proses, maka perlu disusun prosedur yang baku. c.
Agar perubahan untuk perbaikan tersebut berjalan baik, maka perlu dilakukan pelatihan ulang dan tambahan bagi karyawan terkait.
d. Dalam langkah ini pimpinan juga perlu mengkaji apakah perubahan yang dilakukan itu tidak mempunyai efek negatif terhadap bagian lain organisasi.
24
e. Pelaksanaan perubahan tersebut perlu di pantau terus untuk menjaga agar seluruh karyawan melaksanakan apa yang diterapkan dalam prosedur yang telah digariskan. Dengan diperolehnya pengetahuan atau informasi baru dari satu siklus PDCA, maka kita mengulangi lagi siklus alam tahap berikutnya secara berkelanjutan, sehingga terjadilah perbaikan secara kontinu. 2.3.2.
Bagaimana PDCA Cycle Diterapkan
Secara tradisional kita berusaha melakukan perbaikan apabila hasil sistem (organisasi) kita salah atau tidak di terima oleh customer. Perspektif TQM adalah melakukan perbaikan secara kontinu. Ini berarti bahwa walaupun produk atau jasa kita dapat di terima oleh customer, namun kita perlu secara kontinu menilai hasil kita dan memperbaikinya,
sehingga
hasil
tersebut
selalu
memenuhi
perkembangan tuntutan kebutuhan customer. Dengan melakukan PDCA Cycle kita dapat memenuhi tuntutan kebutuhan laten customer, corporate culture dan tuntutan kebutuhan lingkungan dimana customer berada. Karena organisasi harus dapat memenuhi tuntutan kebutuhan laten customer, corporate culture dan tuntutan kebutuhan lingkungan, maka organisasi harus mampu melakukan inovasi dalam proses dari produk atau jasa sebagai hasilnya. Inovasi tersebut dimungkinkan apabila pimpinan organisasi mempunyai imajinasi, pengetahuan dan
25
keberanian untuk mengambil resiko yang diperhitungkan mengenai sistem, proses dan output yang menjadi tanggung jawabnya. Inovasi pada hakekatnya adalah pembaharuan kerja.
2.3.3.
Dimana PDCA Cycle Dapat Dipterapkan
Perhatikan visualisasi TQM dalam gambar 2.2. berikut : Input Material dan jasa yang masuk
Proses
Output
Proses Internal
Outcome Material dan jasa yang masuk
Gambar 2.2. Visualisasi TQM
Gambar 2.2. di atas menunjukan tiga komponen esensial TQM, yaitu : 1.
Hubungan antara organisasi dengan suppliernya (material dan jasa yang masuk).
2.
Identifikasi dan perbaikan proses internal berdasarkan tuntutan kebutuhan customer (proses internal).
26
3.
Hubungan antara organisasi dengan customernya (kualitas yang dipersepsi oleh customer).
Selanjutnya dari gambar di atas, juga tampak bahwa organisasi mempunyai empat titik pengukuran dimana perbaikan kontinu dapat dilakukan, yaitu input, proses, output dan outcome. Dengan demikian, PDCA Cycle dapat dilakukan pada keempat titik pengukuran tersebut untuk memperbaiki kualitas dan material serta jasa yang masuk, memperbaiki pengetahuan kita mengenai komponen-komponen tersebut di atas. Itulah sebabnya mengapa PDCA Cycle dianggap sebagai metoda untuk melakukan perbaikan secara kontinu.
2.4. Tujuh Alat Teknik Kendali Mutu dalam Gugus Kendali Mutu Dalam melaksanakan Gugus Kendali Mutu, diperlukan teknik-teknik kendali mutu yang digunakan dalam proses kendali mutu, teknik tersebut antara lain ada tujuh alat (tools), yaitu :
1.
Lembar pemeriksaan (check sheet)
2.
Pengelompokan/stratifikasi (stratification)
3.
Diagram pereto (pareto diagram)
4.
Histogram
5.
Diagram pencahar (scatter diagram)
6.
Diagram tulang ikan (fishbone diagram)
27
7.
Bagan kendali (control chart)
Selain dari ketujuh alat kendali mutu tersebut di atas, masih banyak lagi teknik kendali mutu yang dapat digunakan untuk pengendalian mutu, antara lain :
1.
Test estimasi (test and astimation)
2.
Pemeriksaan sampel (sampling infection)
3.
Analisis variansi ganda (multi variance analysis)
4.
Bagan arus (flow chart)
5.
Probabilitas binomial (binomial probability)
6.
Korelasi dan analisis regresi (corelation and regression analysis)
7.
Statistik tahan uji (reability statistics)
8.
Kemampuan proses (process capability)
9.
Bagan sistem jaminan mutu (quality assurance system chart)
10.
Daftar proses kontrol (control process list)
Secara rinci akan penulis uraikan satu persatu dari ke tujuh alat kendali mutu (Seven Tools) tersebut.
2.4.1.
Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)
28
Check sheet adalah suatu piranti yang paling mudah untuk menghitung seberapa sering sesuatu terjadi. Dengan demikian, check sheet adalah piranti yang sederhana tetapi teratur untuk kebutuhan pengumpulan dan pencatatan data. Dalam menyusun check sheet perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1.
Bentuk lajur-lajur untuk mencatat data harus jelas.
2.
Data yang dikumpulkan dan dicatat harus jelas tujuannya.
3.
Kapan data dikumpulkan harus dicantumkan.
4.
Data harus dikumpulkan secara jujur.
a.
Fungsi Check Sheet Check sheet mempunyai fungsi , antara lain sebagai berikut: 1.
Menyajikan data yang berhubungan dengan distribusi proses produksi.
2. Menyajikan data yang berhubungan dengan distribusi proses defective item.
3. Menyajikan data yang berhubungan dengan distribusi proses defective location.
4. Menyajikan data yang berhubungan dengan distribusi proses defective cause. 5.
Menyajikan data yang berhubungan dengan check – up confirmation.
29
b.
Check Sheet untuk Distribusi Proses Produksi Ukuran berat dan diameter merupakan data-data kontinu (bukan diskrit) yang dihasilkan dari suatu proses. Data dari hasil proses ini akan membentuk distribusi kontinu tertentu. Biasanya hasil pengukuran dari suatu proses merupakan suatu distribusi normal, akan tetapi banyak pula dijumpai dalam beberapa kasus hasil pengukuran mengikuti distribusi lain, misalnya distribusi uniform, distribusi log formal, distribusi gamma, beta, atau yang lainnya. Untuk mengetahui secara tepat distribusi suatu proses produksi, perlu dilakukan penelitian terhadap populasi hasil proses. Akan tetapi cara ini membutuhkan waktu dan biaya yang besar, sehingga sering dilakukan pengembilan random sampel yang selanjutnya diteliti untuk diperkirakan distribusi dari proses produksi. Dalam hal ini pembuatan histogram akan sangat membantu, sehingga pengumpulan data-data terutama ditujukan untuk memperoleh data bagi pembuatan histogram dengan menggunakan check sheet seperti pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Check sheet untuk distribusi proses produksi
Check Sheet Nama
: ................
Tanggal
: ................
30
Produk Spesifikasi
0
2
4
6
8
Nama Pabrik Nama Seksi Pengumpulan Data 1 0
12
14
c.
16
1 8
: ................ : ................ : ................ 2 0
2 2
Spesikikasi
Spesikikasi
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
: ................
Check Sheet untuk Defective Item Check sheet ini digunakan untuk memcatat data tentang jumlah defect atau presentase defect. Sebagai contoh dapat di paparkan sebuah check sheet seperti tabel 2.2. Check sheet ini bila diperlukan dapat digunakan untuk setriap macam cause defective.
Tabel 2.2. Check sheet untuk defective item
Check Product
Sheet
: ....................................................
31
Manufacturing stage Tyoe of defect Type
: .................................................... : .................................................... Check
Sub Total
Grand Total Total reject
d.
Check Sheet untuk Defective Location Check sheet ini digunakan untuk mencatat lokasi dari efect yang terjadi. Pencatatan lokasi defect ini biasanya dilakukan dengan membuat gambar dari produk yang dihasilkan dan tanda-tanda tertentu diberikan pada lokasi defect.
e.
Check Sheet untuk Defective Cause Check sheet ini digunakan untuk meneliti faktor-faktor penyebab defect untuk masalah-masalah yang sederhana. Sedangkan untuk masalah-masalah yang lebih kompleks, lebih baik digunakan analisis yang lebih mendalam tentang sebabsebab dan akibat-akibat dengan menggunakan stratifikasi atau diagram pencar. Sebagai contoh dapat dikemukakan disini sebuah check sheet untuk defektive cause seperti pada tabel 2.3. berikut.
32
Tabel 2.3. Check sheet untuk defektive cause Equipment
Worker
Senin
Selasa
Hari Rabu kamis
Jumat
Sabtu
Data yang telah dikumpulkan dan dicatat dalam check sheet dapat dianalisis dengan memasukan data tersebut ke dalam grafik, seperti pareto chart. Selanjutnya, karena check sheet juga mencantumkan faktor waktu, maka data yang dicatat, apabila dilakukan secara rutin dapat merupakan data historis dari suatu kejadian. Check sheet paling sering digunakan dalam tahap Do dan Check pada PDCA Cycle, walaupun dapat pula digunakan pada tahap-tahap yang lain. 2.4.2.
Pengelompokan (Stratifikation)
Stratifikasi merupakan usaha pengelompokan kumpulan data (data kerusakan, fenomena, sebab-sebab, dan sebagainya) ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai karakteristik sama. Dasar pengelompokan tergantung kepada tujuan pengelompokan tersebut, sehingga dasar pengelompokan dapat berbeda-beda sesuai dengan permasalahannya.
33
Dalam pengendalian kualitas, stratifikasi terutama ditujukan untuk : 1.
Mencari faktor-faktor penyebab utama kualitas secara mudah.
2.
Membantu pembuatan scatter diagram.
3.
Mempermudah
pengambilan
kesimpulan
didalam
penggunakan peta kontrol. 4.
Mempelajari secara menyeluruh masalah-masalah yang dihadapi.
Stratifikasi didalam pengendalian kualitas secara umum dapat dilakukan berdasarkan 2 (dua) aspek pokok, yaitu : 1.
Berdasarkan sumber.
2.
Berdasarkan hasil.
Pemilihan dasar stratifikasi ini dilakukan dengan melihat tujuan pemecahan masalah serta ketelitian yang diinginkan. Stratifikasi berdasarkan sumber digunakan apabila diduga faktor penyebab utama dari perbedaan kualitas adalah sumber. Sedangkan stratifikasi berdasarkan hasil dilakukan bila ingin dilihat perbedaanperbedaan karakteristik dari hasil. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini diuraikan beberapa cara stratifikasi serta kegunaan dari masing-masing cara, dikaitkan dengan tujuan melakukan stratifikasi :
34
a.
Stratifikasi Berdasarkan Sumber untuk Mencari Faktor Penyebab Perbedaan Kualitas Misalnya dimiliki sekumpulan data hasil pemeriksaan sebanyak 400 data dalam bentuk tabel-tabel sebagai berikut : Tabel 2.4. Data pemeriksaan Nomor Produk 101 102 103 : : : 1000
Operator
Supplier
Pemeriksaan
Aman Adil Makmur
Budi Ivan Amir
Baik Cacat Baik
Adil
Ahmad
Baik
Tabel 2.5. Stratifikasi berdasarkan supplier (sumber)
Budi Ivan
Jumlah unit Produksi 120 80
Jumlah Defektive 24 16
Prosentase Defektive 20 % 20 %
Total
200
40
20 %
Supplier
Bila kita lihat stratifikasi di atas, ternyata sumber atau supplier tidak menimbulkan perbedaan kualitas yang signifikan. Akan tetapi jika dilakukan stratifikasi dengan cara lain, misalnya stratifikasi berdasarkan operator, maka didapat hasil seperti pada tabel 2.6. Berdasarkan stratifikasi pada tabel 2.6. tersebut, dapat ditarik
35
kesimpulan sementara, bahwa faktor penyebab utama perbedaan kualitas adalah operator. Tabel 2.6. Stratifikasi berdasarkan operator (sumber) Jumlah unit Produksi 75 62 63 200
Operator Aman Adil Makmur Total
b.
Jumlah Defektive 20 12 8 40
Prosentase Defektive 26,7 % 19,4 % 12,7 % 20 %
Stratifikasi Berdasarkan Hasil Stratifikasi berdasarkan hasil ini, pada pemakainannya dibagi dalam 2 (dua) karakteristik, yaitu : 1.
Karakteristik Berdasarkan Kualitas Kualitas dari suatu produk dapat dinyatakan dalam berbagai karakteristik, misalnya dimensi, kecepatan, kekerasan, berat,
daya
serap
dan
sebagainya.
Hal
ini
akan
mengakibatkan pemeriksaan produk berdasarkan pada karakteristik di atas yang menghasilkan sejumlah data yang cukup banyak. Sebagai contoh, dipaparkan stratifikasi hasil berdasarkan kualitas, seperti tabel 2.7. berikut : Tabel 2.7. Stratifikasi hasil berdasarkan karakteristik kualitas Produ k
Panjang
Lebar
Hasil Pemeriksaan Tinggi Volume Berat
Keterangan
36
101 102 103 : : :
Jumlah data yang cukup banyak ini akan mengakibatkan adanya kesulitan-kesulitan di dalam pengolahan dan pengambilan kesimpulan, sehingga diperlukan usaha-usaha untuk melakukan stratifikasi data dengan berdasarkan pada karakteristik kualitas. Dalam hal ini karakteristik kualitas dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok, yaitu : 1.
Karakteristik Kritis Yaitu karakteristik kualitas yang dapat menyebabkan tidak berfungsinya produk yang dihasilkan, apabila produk berada di luar batas-batas dari karakteristik kualitas tersebut.
2.
Karakteristik Mayor Yaitu karakteristik kualitas yang dapat menyebabkan kemungkinan besar kegagalan dalam berfungsinya produk apabila produk berada di luar batas-batas karakteristik kualitas tersebut.
3.
Karakteristik Minor
37
Yaitu karakteristik kualitas yang dapat menyebabkan kurang sempurnanya fungsi dari produk apabila produk berada di luar batas-batas dari karakteristik kualitas tersebut. 4.
Karakteristik Insidental Yaitu karakteristik kualitas yang tidak menyebabkan gangguan terhadap fungsi produk, apabila produk berada di luar batas-batas karakteristik kualitas tersebut.
Stratifikasi berdasarkan karakteristik kualitas di atas, dapat memberikan
petunjuk-petunjuk
dalam
pengendalian
kualitas, misalnya dalam perencanaan sampling, dan ketelitian
pengendalian.
Misalnya,
jika
stratifikasi
menunjukan bahwa banyak produk-produk yang gagal memenuhi
batas-batas
karakteristik
kualitas,
maka
diperlukan 100% pemeriksaan.
2. Karakteristik Berdasarkan Jenis Cacat Selain stratifikasi berdasarkan hasil, dilakukan menurut karakteristik kualitas yang dikaitkan dengan fungsi, stratifikasi dapat juga dilakukan berdasarkan pada jenis cacat yang dikaitkan dengan ongkos (biaya). Dalam hal ini
38
jenis cacat (defect) dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) kelas, yaitu: a.
Cacat Kritis Yaitu cacat yang membutuhkan ongkos sangat besar untuk perbaikan.
b.
Cacat Mayor Yaitu cacat yang membutuhkan ongkos besar untuk perbaikan.
c.
Cacat Minor Yaitu cacat yang membutuhkan ongkos kecil untuk perbaikan.
Besar kecilnya ongkos ini kemudian digunakan sebagai dasar pembobotan, sehingga di dalam pengambilan keputusan dari peta kontrol akan lebih tepat. 2.4.3
Diagram Pareto (pareto diagram)
Terdapat banyak aspek dalam produksi suatu perusahaan yang harus diperbaiki ; cacat, alokasi waktu, penghematan biaya dan seterusnya. Dalam faktanya, setiap permasalahan terdiri dari terlalu banyak masalah kecil-kecil sehingga menjadi sulit hanya untuk mengetahui bagaimana melangkah ke pemecahannya, dan dasar yang tegas diperlukan untuk setiap tindakan. Diagram pareto adalah diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilfredo Paretopada abad ke-19.
39
Diagram pareto digunakan untuk membandingkan pelbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannnya. Dari kejadian yang paling besar di sebelah kiri sampai kejadian yang paling kecil ke sebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji. Dengan bantuan diagram pareto tersebut, kegiatan kita akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian, daripada meninjau pelbagai sebab pada suatu ketika. Pelbagai diagram pareto dapat digambarkan dengan menggunakan data yang sama, tetapi digambarkan secara berlainan. Dengan cara menunjukan data menurut frekuensi terjadinya, menurut biaya, menurut waktu kejadiannya, dapat diungkapkan pelbagai prioritas penanganannya, bergantung pada kebutuhan spesifik kita. Dengan demikian, kita tidak dapat begitu saja menentukan bar yang terbesar dalam diagram pareto sebagai persoalan yang terbesar. Dalam hal ini kita harus mengumpulkan terlebih dahulu informasi secukupnya. Dalam mengadakan analisis pareto, kita harus mengatasi sebab kejadiannya bukan gejalanya. Pada umumnya, bila tindakan perbaikan dilakukan dan terbukti efektif, maka urutan balok akan berubah. Tetapi bila pengendalian harian (pengendalian pemeliharaan) dilakukan selengkapnya, urutan balok tidak akan berubah dan tinggi balok terpanjang secara bertahap menurun.
40
Bila sederet diagram pareto dibuat pada interval waktu tertentu, akan menunjukan perubahan urutan yang dapat ditandai. Walaupun tidak terdapat percobaan perbaikan, hal ini dapat mengidentifikasikan bahwa pengendalian pekerjaan harian dalam proses adalah tidak cukup. Contoh diagram pareto pada gambar 2.3. berikut ini menunjukan jumlah kecelakaan yang terjadi pada pelbagai instalasi dalam suatu organisasi. Dari gambar tampak bahwa bengkel listrik dalam tiga bulan paling sering mengalami kecelakaan.
6 5 4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
Gambar 2.3. Contoh diagram pareto
Kegunaan dari diagram pareto sebagai berikut : a.
Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu ditangani.
41
Diagram pareto dapat membantu kita untuk memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan. b.
Menunjukan hasil upaya perbaikan. Sesudah dilakukan tindakan yang korektif berdasarkan prioritas, kita dapat mengadakan pengukuran ulang dan membuat diagram pareto baru. Apabila terdapat perubahan dalam diagram pareto yang baru itu, maka tindakan korektif ada efeknya.
c.
Menyusun data menjadi informasi yang berguna. Dengan diagram pereto, sejumlah data yang besar dapat disaring menjadi informasi yang signifikan.
Diagram pareto dapat disusun dengan menggunakan cause and effect diagram. Sesudah sebab-sebab potensial diketahui dari diagram tersebut, diagram pareto dapat disusun untuk dapat merasionalisasi data yang diperoleh dari cause and effect diagram. Selanjutnya diagram pareto dapat digunakan pada semua tahap PDCA Cycle. Untuk
menggambarkan diagram pareto dapat kita ketahuai
berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah 1 :
42
Tentukan, persoalan apa yang hendak diselidiki dan tentukan data macam apa, dan data yang bagaimana yang hendak dikumpulkan. a.
Macam persoalan, misalnya : kerusakan, kecelakaan.
b.
Macam data yang diperlukan, misalnya : Jenis kerusakan, tempat,
proses.
Hal-hal
yang
tidak
sering
terjadi
digolongkan ke dalam lain-lain. c.
Tentukan pengumpulan data. Langkah 2 :
Susun data tally sheet. Misalnya kita menyelidiki kerusakan bagian-bagian suatu pabrik dalam 3 tahun. Tabel 2.8. Data tally sheet
Kerusakan Mesin Pokok Mesin bantu Bag. Mekanik Aliran Listrik Generatot Elektronika Lain-lain
Tally IIII
IIII
IIII
IIII
.....
IIII
II
IIII
.....
IIII
IIII
IIII IIII
I
IIII IIII
IIII
IIII
IIII
IIII
IIII
IIII
Jumlah Kerusakan
Langkah 3 :
Jumlah 10 42 6 104 4 20 14 200
43
Susun data sheet untuk pareto diagram. Tabel 2.9. Data sheet untuk diagram pareto Kerusakan
Jumlah Kerusakan
Mesin Pokok Mesin bantu Bag. Mekanik Aliran Listrik Generatot Elektronika Lain-lain Jumlah
104 42 20 10 6 4 14 200
Jumlah Kerusakan kumulatif
104 146 166 176 182 186 200
Prosentase kerusakan
52 % 21% 10 % 5% 3% 2% 7% 100 %
Prosentase Kerusakan Kumulatif
52 % 73 % 83 % 88 % 91 % 93 % 100 %
Langkah 4 : Gambar diagram parerto dengan data pada langkah ke tiga, maka akan terbentuk seperti pada gambar 2.4. Dimana kerusakan bagian-bagian pabrik dalam 3 tahun, yaitu : A : Aliran Listrik B : Mesin Bantu C : Elektronika D : Mesin Pokok E : Bagian Mekanik F : Generator G : Lain-lain
44
200
Jumlah Kerusakan
150
100
50
0 Jenis Kerusakan
Dimana : = Menunjukan Jumlah Kerusakan •
= Menunjukan Jumlah Kerusakan Kumulatif
Gambar 2.4. Gambar diagram pareto kerusakan bagian-bagian pabrik
2.4.4.
Histogram
Histogram adalah piranti untuk menunjukan variasi data pengukuran, seperti berat badan sekelompok orang, tebal plat besi dan sebagainya. Sama halnya dengan diagram pareto, histogram berbentuk bar graph. Pada histogram tidak digambarkan menurun dari kiri ke kanan. Histogram menyusun bar graph-nya sepanjang jangkauan data pengukurannya. Selanjutnya, diagram pareto juga hanya menunjukan karakteristik produk atau jasa, seperti jenis cacat,
45
kecelakaan, kerusakan, dan sebagainya. Histogram menunjukan data pengukuran, seperti berat, temperatur, tinggi dan sebagainya. Dengan
cara
demikian,
histogram
dapat
digunakan
untuk
menunjukan variasi setiap proses. Prosedur atau langkah-langkah pembuatan histogram adalah senagai berikut : a.
Membuat tabel frekuensi. •
Langkah 1 : Pilih nilai maksimum (L t) dan nilai minimum (St) dari observasi yang telah dilakukan. Caranya yaitu dengan memilih L dan S pada setiap kolom data, misalkan dari 150 data (n), diperoleh data untuk L dan S seperti pada tabel.... berikut.
Tabel 2.10. Pemilihan L dan S pada setiap kolom
X1 40 22
L S
X2 43 20
X3 43 20
X4 42 20
X5 35 20
X6 35 24
X7 45 21
Dari tabel 2.10. di atas, dapat diketahui bahwa : Lt = 43 dan St = 20 •
Langkah 2 : Hitung range atau sebaran (Rt) Rt = Lt - St = 43 - 20
X8 40 21
X9 39 22
X10 40 22
46
= 23 •
Langkah 3 : Hitung jumlah kelas ( K ); sebagai pedoman tentatif guna menentukan jumlah kelas yang sebaiknya digunakan untuk pengelompokan data. Sturges mengemukakan suatu rumus : K = 1 + 3,322 . log n dimana : K = jumlah kelas n = jumlah keseluruhan observasi yang terdapat dalam data sampel maka
: K = 1 + 3,322 . log 150 = 8,228975162 ≈ 8
•
Langkah 4 : Hitung iterval kelas ( I ) Interval kelas = I =
=
•
Langkah 5 :
Rt K 23 8
=
2,875
≈
3
47
Hitung nilai tengah (mid value/xi) dari masing-masing kelas. Untuk nilai tengah dari kelas yang pertama adalah :
( 22 − 20) + 20 = 21 2
Begitu seterusnya sampai nilai tengah untuk kelas interval yang terakhir. •
Langkah 6 : Periksa data-data hasil observasi satu per satu dan buat tabel frekuensinya.
•
Langkah 7 : Catat jumlah frekuensi untuk setiap nomor kelas. Misal : tabel frekuensi yang terbentuk seperti pada tabel...... berikut.
Tabel 2.11. Distribusi frekuensi No 1 2 3 4 5 6 7 8
Batas Kelas 20 – 22 23 – 25 26 – 28 29 – 31 32 – 34 35 – 37 38 – 40 41 – 43 Jumlah
b.
Xi 21 24 27 30 33 36 36 42
Frekuensi fi 1 29 43 36 19 10 7 5 30
Ui
Ui2
Ui . fi
Ui2 . fi
-2 -1 0 1 2 3 4 5 9
4 1 0 1 4 9 16 25 31
-2 -29 0 36 38 30 28 25 12
4 29 0 36 76 90 112 125 52
Menghitung nilai rata-rata, variansi dan standar deviasi.
48
•
Langkah 8 : Tentukan nilai ui dengan cara mengganti mid value (x i) dari kelas yang mempunyai frekuensi terbesar sama dengan 0 (nol) dan ke bawahnya 1, 2, dan seterusnya (berharga positif), serta ke atasnya -1. -2. dan seterusnya (berharga negatif ).
•
Langkah 9 : Hitung perkalian ui . fi
•
Langkah 10 : Hitung perkalian ui 2 . fi
•
Langkah 11 : Hitung jumlah fi ; ui . fi ; ui 2 . fi Dimana : I = besaran interval kelas ui = skala xi yang telah diubah ke dalam skala ui n = besaran sampel (jumlah observasi) fi = frekuensi kelas dari observasi sampel. Secara singkat, deviasi dapat
nilai
rata-rata,
variansi, dan standar
dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut : −
Nilai rata-rata :
49
n
x = Xi +
∑u . f i =1
i
i
. I
n
dimana :
x = Nilai rata-rata dari seluruh observasi. xi = Nilai tengan dari kelas yang mempunyai jumlah frekuensi terbesar. Maka :
126 x = 27 + .3 150 = 29.52 ≈ 30 −
Nilai variasi :
2 ∑ ui . f i 1 2 s2 = . I 2 ∑ u i . f i − ( n − 1) n −1 n −1
s2 =
2 1 126 2 .( 3) 472 − (149 ) 149 149
= 22.0741 ≈ 22.07 −
Nilai Standar Deviasi
50
2 ∑ ui . f i 1 2 2 . I ∑ u i . f i − ( n − 1) n −1 n −1
s=
Maka :
s = 22.07 = 4.6983 ≈ 4.7 c.
Histogram •
Langkah 12 : Plot setiap nomor kelas/batas kelas pada sumbu X dan frekuensi ( f ) pada sumbu Y.
•
Langkah 13 : Gambar Histogram dari tabel frekuensi yang terbentuk.
50 40 30 20 10 0 1
2
Gambar 2.5. Histogram
3
4
5
6
7
8
51
Histogram sering digunakan dalam PDCA Cycle pada tahap Do dan Check.
2.4.5.
Diagram Pencar (scatter Diagram)
Diagram pencar adalah gambaran yang menunjukan kemungkinan hubungan (korelasi) antara pasangan dua macam variabel. Walaupun terdapat hubungan, namun tidak berarti bahwa suatu variabel menyebabkan timbulnya variabel yang lain. Diagram pencar biasanya menjelaskan adanya hubungan antara dua variabel dan menunjukan pula keeratan hubungan tersebut diwujudkan sebagai koefisien korelasi. Diagram pencar untuk mengetahui hubungan antara dua macam data. Hubungan tersebut berkaitan dengan masalah :
Suatu hubungan sebab akibat
Hubungan antara satu sebab dan yang lainnya
Atau suatu hubungan antara satu sebab dan dua sebab lainnya
Sebagai contoh, beberapa hubungan sebagai berikut : Hubungan antara kandungan cairan pada benang
dan kemuluran
Hubungn antara suatu bahan dengan kekerasan
Hubungan kesalahan inspeksi
antara
tingkat
illumunasi
dan
52
Hubungan antara reaction temperatur dan yield.
Apabila kita gunakan sumbu vertikal untuk elongation dan sumbu horizontal untuk meisture content, kemudian data diplot, maka akan diperoleh diagram seperti pada gambar 2.6. dan diagram ini biasa disebut diagram pencar.
Gambar 2.6. Diagram pancar (Scatter Diagram)
a.
Langkah-langkah pembuatan Diagram Pencar
Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan diagram pencar adalah sebagai berikut : •
Langkah 1 : Kumpulkan 50 sampai 100 pasang data sampel yang keterkaitannya ingin anda selidiki, lalu masukan ke dalam lembaran data.
53
•
Langkah 2 : Gambarlah sumbu horizontal dan vertikal. Tunjukan angka tertinggi pada bagian atas sumbu vertikal dan sebelah kanan sumbu horizontal. Bila anda membuat panjang kedua sumbu kira-kira sama, maka diagram akan mudah dibaca. Bila keterkaitan antara dua macam data merupakan penyebab dan akibat, nilai penyebab biasanya diletakkan pada sumbu horizontal dan nilai akibat pada sumbu vertikal.
•
Langkah 3 : Gambarkanlah data pada suatu grafik. Jika nilai data berulang dan jatuh pada titik yang sama, buatlah lingkaran konsentris, dua atau tiga, sesuai keperluan. Bila anda mempunyai sebuah plotdata atau bila data banyak mempunyai nilai yang sama, maka akan sangat rumit untuk menggambarkannya masingmasing. Untuk itu gunakan teknik penyusunan histogram, dan buat tabel frekuensi dengan indeks vertikal dan horizontal (disebut dengan tabel korelasi).
b.
Menghitung Koefisien Korelasi
Beberapa urutan dalam menghitung koefisien korelasi adalah sebagai berikut : •
Menghitung nilai rata-rata dari variabel X dan variabel Y dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
54
X =
1 n
n
∑X i =1
1 Y = n
dan
i
n
Y ∑ i= 1
i
Dimana :
x = nilai rata-rata dari variabel X Xi
= variabel X ke-i
Y = nilai rata-rata dari variabel Y Yi
= variabel Y ke-i
n
= jumlah sampel / data observasi
•
Untuk menghitung keeratan hubungan antara variabel X dan Y secara kuantitatif, perlu dihitung koefisien korelasi (r) menurut definisi berikut :
r=
S ( XY )
S ( XX ) . S ( XY )
S (XX) =
(X ∑
S (YY) =
(Y ∑
S (XY) =
(X ∑
n
i− 1 n
i− 1
i
i
i− 1
i
dimana :
)
2
−X
−Y
n
;
)
2
−X
) . (Y Y ) i
55
Keterangan : S (XX) = jumlah kuadrat dari variabel X ke-i dikurang nilai rata-rata variabel X S (YY) = jumlah kuadrat dari variabel Y ke-i dikurang nilai rata-rata variabel Y S (XY) = jumlah perkalian dari variabel X ke-i dikurang nilai rata-rata variabel X dengan variabel Y ke-i dikurang nilai rata-rata variabel Y n = jumlah data/observasi, S (XY) disebut “covariation”. Koefisien korelasi r mempunyai nilai : -1 ≤ r ≤ 1 Ini berarti bahwa korelasi positif yang kuat mempunyai nilai r mendekati +1. Demikian juga dengan korelasi negatif yang kuat mempunyai niali r mendekati
-1.
Apabila nilai [r] mendekati nol, berarti korelasi antara dua variabel adalah lemah. Selanjutnya apabila nilai [r] adalah adalah 1, berarti data akan terletak pada garis lurus. Beberapa arti hubungan dalam diagram pendar adalah sebagai berikut : 1.
Korelasi Positif Kenaikan Y mungkin bergantung pada kenaikan X. Apabila X dinaikan, kita mungkin dapat pula mengendalikan Y.
2.
Mungkin Korelasi Positif
56
Apabila X meningkat, mungkin Y juga sedikit meningkat. Y mungkin disebabkan oleh faktor lain disamping X. 3.
Tidak ada Korelasi Y mungkin disebabkan oleh variabel lain.
4.
Mungkin Korelasi Negatif Meningkatnya X mungkin menyebabkan kecenderungan Y menurun. Misal : Kualitas terhadap menurunnya keluhan customer.
5.
Korelasi Negatif Meningkatnya X mungkin menyebabkan menurunnya Y. Oleh karena itu sebagaimana kasus 1 (korelasi positif), X dapat dikendalikan guna mencegah menurunnya Y.
Diagram pencar dapat digunakan untuk memeriksa kebenaran fishbone diagram (diagram tulang ikan). Diagram pencar (scatter diagram) juga dapat digunakan pada tahap Do dan Check pada PDCA Cycle. Diagram ini dapat membantu untuk mengidentifikasi keeratan kemungkinan hubungan dua variabel yang diketemukan dalam tahap Do. Selanjutnya diagram pencar juga dapat menunjukan apakah perubahan dalam variabel proses akan berakibat perubahan dalam output.
2.4.6.
Cause and Effect Diagram (Diagram Sebab Akibat)
57
Cause and Effect Diagram digunakan untuk menganalisis persoalan dan faktor-faktor atau sebab-sebab yang yang menimbulkan persoalan tersebut. Dengan demikian, diagram tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan sebab-sebab suatu persoalan. Cause and Effect Diagram juga disebut Ishikawa Diagram, karena dikembangkan oleh Dr. Karou Ishikawa. Diagram tersebut juga disebut Fishbone Diagram karena terbentuk seperti kerangka ikan. Bagan pada halaman berikut ini menunjukan gambaran sederhana dari cause and effect diagram. Dalam prakteknya, diagram ini dapat mempunyai lebih banyak cabang dan anak cabang.
Couse
Material
Effect
Material
Operator
Mutu Produk
Lingkungan
Mesin
Gambar 2.7. Cause and effect diagram
Metode
58
Sebab-sebab atau faktor-faktor yang menimbulkan akibat atau effect sering diperoleh dari hasil brainstorming seperti terlihat pada gambar 2.7. di atas. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik kualitas itu antara lain dapat digolongkan sebagai berikut :
Manusia
Mesin (piranti atau perlengkapan)
Metoda atau prosedur
Kebijaksanaan
Meterial
Lingkungan
dll.
Cause and effect Diagram dapat dapat digunakan untuk hal-hal sebagai berikut :
a.
Untuk menyimpulkan sebab-sebab variasi dalam proses.
b.
Untuk
mengidentifikasi
kategori
dan
sub-
kategorisebab-sebab yang mempengaruhi suatu karakteristik kualitas tertentu.
c.
Untuk memberikan petunjuk mengenai macammacam data yang perlu dikumpulkan.
59
Langkah-langkah pembuatan Cause and Effect Diagram secara umum adalah : 1.
Tentukan karakteristik mutu, karakteristik inilah yang akan kita perbaiki dan kendalikan.
2.
Tuliskan karakteristik mutu pada bagian kanan dan tarik garis ke kiri.
3.
Tuliskan faktor utama yang mungkin menyebabkan
terjadinya
karakteristik
mutu
tersebut,
mengarahkan panah cabang ke panah utama. Disarankan untuk mengelompokan
faktor
penyebab
yang
mempunyai
kemungkinan besar terhadap dispersi ke dalam item-item seperti bahan mentah (bahan), peralatan (mesin atau alat), metoda kerja (pekerja) dan metoda pengukuran (pemeriksaan). Setiap group individu akan membentuk sebuah cabang.
4.
Pada setiap item cabang, tulislah ke dalamnya faktor rinci yang dapat dianggap sebagai penyebab, yang akan menyerupai ranting. Pada setiap ranting, tulis faktor lebih rinci (membuat cabang/ranting yang lebih kecil). Bila anda hanya mengingat-ingat saja dan tidak menuliskan semua faktor penyebab, maka anda tidak dapat membantu menemukan penyebab permasalahan tersebut.
5.
Lakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa semua item yang mungkin menjadi penyebab dispersi telah masuk ke dalam diagram. Bila semua item tersebut telah tercantum, dan hubungan sebab-akibat telah digambarkan dengan tepat, maka diagram tersebut telah lengkap.
60
Cause and Effect diagram terutama berguna dalam tahap plan dari PDCA Cycle, karena diagram tersebut dapat membantu untuk mengidentifikasi sebab-sebab proses yang mempunyai peranan bagi timbulnya
efek
yang
dikehendaki
oleh
customer.
Dengan
diidentifikasinya sebab-sebab tersebut, maka tindakan korektif dapat dilakukan. Selanjutnya, cause and effect diagram juga dapat membantu untuk mengidentifikasi bermacam-macam data yang perlu dikumpulkan dalam tahap Do pada PDCA Cycle. 2.5. Delapan langkah Pemecahan Masalah dalam Gugus Kendali Mutu (GKM). Dalam proses pengambilan keputusan, kita selalu berfikir untuk menentukan kegiatan apa yang pertama-tama harus dilakukan, dan selanjutnya kegiatan kedua yang kemudian perlu dilakukan sehingga masalah yang kita hadapi akan dapat dipecahkan. Kita sering melakukan langkah-langkah spontan, yang dalam persoalan sederhana, hal ini tidak menjadi masalah. Tetapi dalam persoalan yang kompleks, langkah-langkah yang akan kita lakukan perlu kita susun secara sistematis. Karena akibat yang akan muncul bila
kemudian
salah
dalam
mengambil
keputusan
akan
mengakibatkan cukup luas, cukup besar dan cukup besar lagi permasalahannya.
61
Dalam kehidupan sehari-hari pun kita selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan, dan kita tidak akan lari untuk menghadapi persoalan tersebut, melainkan menyambutnya untuk menyelesaikan atau memecahkan persoalan tersebut. Masalah yang kita hadapi itu harus dipecahkan supaya tidak timbul masalah lain yang lebih besar dan lebih luas lagi untuk masa yang akan datang. Pada intinya terdapat empat langkah dalam mengambil keputusan, yaitu : 1.
Identifikasi masalah; meneliti apa dan bagaimana masalah yang timbul.
2.
Pengembangan
alternatif-alternatif
perbaikan
atau
pemecahan masalah, yang mungkin dapat dilakukan untuk memecahkan masalah. 3.
Pemilihan
alternatif
yang
terbaik,
yang
dilakukan
berdasarkan kriteria yang dipergunakan.
4.
Evaluasi dari keputusan yang diambil, yaitu sejauh mana hasil perbaikan dapat memecahkan masalah yang dihadapi, setelah implementasi dilakukan.
Langkah-langkah pokok dalam pengambilan keputusan tersebut diatas, diuraikan lagi menjadi delapan langkah yang secara sistematis dicakup dalam Total Quality Control, khususnya dalm Quality Circle. Kedelapan langkah tersebut, bila dihubungkan dengan fungsi organisasi dan tahap-tahap pengambilan keputusan, dapat diuraikan seperti terlihat dalam tabel 2.12. di bawah ini.
62
Untuk melengkapi langkah-langkah pemecahan masalah, teknik dasar yang diperlukan bermacam-macam, sesuai dengan skripsi dari setiap langkah. Dalam tabel 2.13., diuraikan langkah-langkah secara teknik dasar quality control, sebagai instrumen dari pelaksanaan setiap langkah.
Tabel 2.12.
Delapan langkah pemecahan masalah dihubungkan dengan fungsi organisasi dan tahapan pengambilan keputusan
Fungsi Organisasi
Proses Pengambilan Keputusan 1. Identifikasi Masalah
PLAN 2. Pengembangan Alternatif
3. Pemilihan Alternatif DO
CHECK ACTION
4. Implementasi 5. Evaluasi
Delapan Langkah Pemecahan Masalah 1. Menentukan prioritas masalah 2. Mencari sebab-sebab yang mengakibatkan masalah 3. meneliti sebab-sebab yang berpengaruh 4. Menyusun langkah-langkah perbaikan 5. Melaksanakan langkahlangkah perbaikan 6. Memeriksa hasil perbaikan 7. Mencegah terulangnya masalah
63
8. Menyelesaikan masalah selanjutnya
Tabel 2.13. Delapan langkah pemecahan masalah dam teknik dasar quality control No
Langkah-langkah
Teknik Dasar QC
64
1.
Menentukan Prioritas Masalah Bila terdapat banyak masalah, perlu diteliti masalah mana yang paling penting.
Diagram Pareto
Siapkan diagram pareto, histogram dan bagan kendali. Histogram BKA
X BKB
Bagan Kendali
2.
Mencari Sebab-Sebab yang Menyebabkan Masalah
Sebab
Akibat
Siapkan diagram sebab dan akibar dengan menyertakan orangorang yang terlibat dalam masalah tersebut. Cari sebab-sebab masalah dengan seksama dan simpulkan sifat-sifat sebenarnya dari sebabsebab tersebut. Tabel 2.13. Delapan langkah pemecahan masalah dam teknik dasae quality control
65
3.
Meneliti Sebab-sebab yang Paling Berpengaruh Dari Langkah-langkah di atas, dapat diduga sebabsebab yang utama. Diagram Pareto
Kumpulkan data-data dari setiap penyebab utama dan gambarkan dalam diagram pareto.
4.
Lengkapi dengan diagram pencar agar lebih tampak Diagram Pancar distribusi sebab-sebabnya. Menyusun Langkah1. Why langkah Perbaikan Mengapa penanggulangan ini perlu ? Apabila sebab-sebab masalah sudah diketahui, 2. What pilihlah langkah-langkah Apa tujuannya ? perbaikan. 3. Where Cara yang terbaik adalah Dimana akan dilaksanakannya ? dengan menggunakan pertanyaan 5 W + 1 H 4. When Kapan akan dilaksanakan ? 5.
Who Siapa yang melaksanakan ?
6.
How Bagaimana pelaksanaannya ?
Tabel 2.13. Delapan langkah pemecahan masalah dam teknik dasae quality control
66
5.
6.
Melaksanakan Langkahlangkah Perbaikan Data-data tindakan perbaikan dikumpulkan untuk dilaksanakan.. Periksa Hasil Perbaikan
Periksa, apakah langkah-langkah perbaikan telah dilaksanakan sesuai dengan hasil penelitian.
Apabila hasilnya belum baik, ulangi lagi langkahlangkah pemecahan masalah mulai dari permulaan sampai tercapai hasil yang memuaskan.
Diagram Pareto
Tiap kali, dibuat diagram pareto, histogram dan diagram sebab-akibat untuk mengetahui hasil perbaikan yang telah dicapai.
Histogram BKA
X BKB
Bagan Kendali
7.
Mencegah Terulangnya Masalah yang Sama
1. 2. 3.
8.
Menyelesaikan Masalah Selanjutnya yang Belum Terpecahkan
Tetapkan peraturan-peraturan dan tata cara kerja. Tetapkan standar operasi, inspeksi dan sebagainya. Bila perlu, peraturan yang sudah ada ditinjau kembali.
Masalah selanjutnya diselesaikan sesuai dengan delapan langkah pemecahan masalah dan dimulai dari langkah pertama.