Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Unluk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
TEKNOLOGI RESTRUKTURISASI UNTUK MENINGKATKAN MUTU DAGING KUALITAS RENDAH MISKIYAH
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kanpus Penelitian Pertanian - Cimanggu, JL Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16144
ABSTRAK Daging merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang kaya akan protein, zat besi, dan beberapa vitamin penting terutama vitamin B . Namun dalam pemenuhannya nampaknya bahwa bangsa Indonesia masih jauh tertinggal dari anjuran yang telah ditetapkan oleh WHO . Kebijakan pemerintah dengan mencanangkan swasembada daging pada tahun 2010, membuka peluang untuk memanfaatkan daging kualitas rendah . Disisi lain trend konsumsi daging pada masyarakat sekarang mengarah kepada makanan-makanan 'fast food' cukup banyak menawarkan produk-produk restrukturisasi daging, ikan, dan unggas . Namun produk tersebut masih terbatas pada pangsa pasar tertentu dan relatif mahal, sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat kalangan menengah ke bawah . Teknologi restrukturisasi merupakan salah satu alternatif untuk menghasilkan produk daging yang mempunyai nilai tambah berasal dari pengolahan potongan karkas berkualitas rendah . Melalui teknologi tersebut konsumen dapat menikmati produk hasil restrukturisasi daging dengan harga terjangkau . Pelaku usaha bidang daging memperoleh nilai tambah melalui pengembangan pengolahan karkas berkualitas rendah yang efisien dan ekonomis sehingga harga produk restrukturisasi dapat ditekan menjadi lebih murah . Kata kunci : Restrukturisasi, mutu, daging PENDAHULUAN Daging merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang kaya akan protein, zat besi, dan beberapa vitamin penting terutama vitamin B . Selain nilai gizinya, masyarakat juga menilai daging berdasarkan keempukan, rasa, aroma, warna, dan lain-lain (ANoNIMUS, 1993) . Konsumsi daging pada tahun 2002 per kapita per tahun sebesar 5,75 kg (sekitar 16 g/kapita/hari) atau setara dengan jumlah protein sebanyak 4,6 g/kapita/ hari . WHO menganjurkan pemenuhan kebutuhan protein hewani pria dewasa sebanyak 56 g per hari, sedang untuk wanita sebesar 44 g, dengan rerata kebutuhan protein per hari sebesar 50 g (ANONIMUS, 2005a) . Tampak bahwa bangsa Indonesia masih jauh tertinggal dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani . Kesenjangan yang terjadi antara penyediaan dengan permintaan/kebutuhan daging menye-babkan harga daging semakin naik, 24-37% per tahun (ANONIMUs, 2005 6) . Pemerintah telah mencanangkan swa sembada daging pada tahun 2010, sehingga potensi untuk memanfaatkan daging rendah kualitas masih
terbuka peluangnya . Selama ini konsumen mengenal kualitas daging berdasarkan kelasnya . Berdasarkan Standar Perdagangan (SP) 144-1982 Departemen Perdagangan Indonesia, penggolongan daging sapi/kerbau menurut kelasnya adalah sebagai berikut : (a) golongan I (kelas I) yang meliputi has dalam (fillet), tanjung (rump), has luar (sirloin), lemusir (cube roll) ; (b) golongan II (kelas II) yang meliputi paha depan (sengkel/shank dan daging paha depanlchuck), iga/rib, punuk/blade ; dan (c) golongan (kelas III) yang merupakan daging yang tidak termasuk dalam kedua golongan tersebut, diantaranya samcan/flank, sandung lamur/ brisket, dan daging bagian lainnya . Ditinjau dari nilai ekonominya daging kelas III mempunyai harga jual yang lebih rendah . Untuk meningkatkan nilai jualnya pihak industri sering mengolahnya menjadi kornet atau daging giling, sedangkan pada tingkat rumah tangga sering digunakan sebagai campuran untuk masakan rawon dan sop (ANONIMUS, 1993) . Sedangkan menurut BOLES, (2007) hanya 25% hasil karkas merupakan bagian daging yang biasa dikonsumsi sebagai steak dan kebab, dimana sebagian besar karkas diproses menjadi sosis dan
131
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
hamburger. Sehingga diperlukan suatu teknologi untuk meningkatkan penggunaan dan nilai tambah bagian daging lainnya. Salah satu kelemahan daging segar adalah daya simpannya yang rendah pada suhu kamar, sehingga harus disimpan pada suhu dingin atau suhu beku . Kelemahan Iainnya adalah tidak praktis dalam penggunaannya, terutama bagi mereka yang sibuk dengan kegiatan di luar rumah . Untuk itu diperlukan produk olahan daging yang bisa diolah menjadi berbagai hidangan hanya dalam waktu singkat . Saw ini tren konsumsi daging pada masyarakat mengarah kepada makanan 'fast food' yang banyak menawarkan produk-produk restrukturisasi daging, ikan, dan unggas (ANOrnMUS, 2002a) . Namun produk tersebut masih terbatas pada pangsa pasar tertentu dan relatif mahal, sehingga masyarakat kalangan menengah ke bawah masih sulit menjangkau-nya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat BOLES, (2007) yang menyebutkan bahwa konsumen cenderung menyukai produk daging siap santap dengan porsi yang lebih kecil, rendah lemak dan garam, mudah dan cepat dimasak . Seiring dengan perkembangan tren dalam mengkonsumsi produk olahan daging, masyarakat menginginkan produk yang berbeda dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat di luar negeri, misalnya steak, nugget, sosis dan lain-lain . Hal ini ditunjukkan oleh besarnya animo masyarakat untuk membeli produk olahan seperti nugget dan sosis yang siap dikonsumsi . Teknologi restrukturisasi memungkinkan untuk menghasilkan produk daging yang mempunyai nilai tambah melalui pengolahan potongan karkas yang berkualitas rendah (Ruiz et al., 1993). Melalui teknologi tersebut konsumen dapat menikmati produk hasil restrukturisasi daging dengan harga yang terjangkau, dan pelaku usaha bidang daging memperoleh nilai tambah melalui pengembangan pengolahan karkas berkualitas rendah yang efisien dan ekonomis sehingga harga jual produk restrukturisasi dapat ditekan menjadi lebih murah . Selain itu dari produk restrukturisasi memungkinkan diciptakannya bermacam-macam produk baru sesuai dengan permintaan pasar. Namun terdapat beberapa kelemahan pada produk restrukturisasi, diantaranya adalah oksidasi yang bisa menimbulkan ketengikan, warna produk tidak seragam, tingkat penerimaan konsumen di tingkat
1 32
pengecer, dan lain-lain . Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penambahan nitrat, fosfat, asam askorbat, antioksidan, dan pengasapan . Disisi lain daging hasil restrukturisasi memiliki struktur dan tekstur yang baik dan mempunyai nilai tambah tinggi merupakan keunggulan komparatif dan kompetitif bagi pelaku usaha di bidang peternakan karena dapat meningkatkan nilai jual dibanding bentuk segarnya. Dengan demikian memicu berkembangnya industri pengolahan daging yang memanfaatkan daging berkualitas rendah baik dalam skala industri besar maupun rumah tangga . Peningkatan konsumsi daging beserta produk olahannya, serta keinginan pemerintah untuk meningkatkan konsumsi protein hewani asal ternak perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak melalui diversifikasi produk olahan daging terutama dalam memanfaatkan daging berkualitas rendah . Selama ini produk olahan daging seperti bakso umumnya menggunakan bahan campuran yang cukup banyak sehingga kandungan gizi yang terdapat didalamnya relatif rendah . Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang peningkatan nilai tambah dari pemanfaatan karkas daging berkualitas rendah melalui teknologi restrukturisasi menjadi produk baru yang bernilai jual lebih tinggi . Pengertian restrukturisasi Pada umumnya produk olahan yang berasal dari daging berkualitas rendah mengalami proses pengolahan terlebih dahulu seperti di cincang (misalnya daging giling, kornet, dan lain-lain) atau digunakan sebagai campuran pada masakan tertentu . Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah daging yang berkualitas rendah adalah melalui proses restrukturisasi, yaitu proses pembentukan kembali bagian sekunder karkas menjadi bentuk yang mempunyai nilai tambah, dengan nilai jual yang masih terjangkau dan mempunyai karakteristik menyerupai steak dan daging pada umumnya (RAHARJO et al., 1994 dan 1995 ; ANONiMUS, 2002 1, YUN-CHU, 2002, dan BOLES, 2007) . Sebagian besar produk daging hasil restrukturisasi dibuat melalui ekstraksi protein daging dengan menggunakan garam, fosfat, dan manipulasi mekanis . Dimana dengan pemasakan
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkalkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat dan forming), dan kombinasi dari metoda-metoda tersebut (YuN-Cau, 2002) . Sedagkan menurut RAHAiUO et al ., 1995 perlakuan mekanis untuk proses retrukturisasi antara lain dapat dilakukan dengan cara dicincang, diiris, disuwir, dicincang dan iris, ditumbuk, atau diiris dan ditumbuk . Menurut BOLES, (2007) ikatan dalam produk daging restrukturisasi diperoleh melalui pembentukan gel panas dan dingin (heat and coldset). Produk daging restrukturisasi konvensional tergantung pada ikatan karena panas (hot set) dari protein daging yang diekstraksi dengan kombinasi antara garam, phosphat, dan pengolahan mekanis . Sedangkan untuk produk (cold set) memungkinkan produk dipasarkan dalam bentuk mentah . Faktor produksi yang mempengaruhi proses pengikatan pada proses restrukturisasi adalah garam dan fosfat, suhu, transglutaminase, gum (YuN-Cuu, 2002), dan manipulasi mekanis (Ruiz et al ., 1993) .
secukupnyamakaakanterbentukmatriks gelatinisasi yang terbentuk akibat pemanasan (SCHMIDTs dan TROUT, 1982 dalam Ruiz et al., 1993) . Restrukturisasi sebenarnya sudah umum digunakan untuk pengolahan daging di negaranegara Amerika . Pada tahun 1977 telah dilakukan prosesing terhadap ± 37% kalkun ; 20% unggas dan 19% daging sapi (ANONIMUs, 2007) . Proses ini pada dasarnya adalah menggabungkan keseluruhan bagian sekunder karkas (bagian leher, paha depan dan bagian tetelan lainnya) yang kemudian diikat dengan membentuk satu kesatuan, dengan bahan pengikatnya berupa aditif (non meat aditij), pengemulsi daging, dan ekstraksi protein miofibrillar. Terdapat empat metoda untuk proses restrukturisasi daging, antara lain dibuat flakel menyerupai keripik dan dibentuk (flaking dan forming), dicincang dan dibentuk (chunking dan forming), diiris tipis dan dibentuk (sectioning
Bagian sekunder karkas (bagian leher, paha depan, tetelan iga, d11) 1 Giling kasar Tambahkan 13-15% lemak Larutkan 0,5% garam dan 0,5% TSP dalam air Campur vakum I Ekstrusi Gulung dalam kertas film 1 Bekukan Kondisioning I Bentuk/cetak I Iris Kemas vakum Gambar 1 . Dagram alir proses pembuatan restruktisasi daging model I Sumber : ANONIMUS, (2007)
133
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
Bagian daging
Lemak (32-34%)
(iga, leher, paha depan) V/ W Giling kasar
Cincang halus
Campur 0,5% lemak Tambahkan 0,5% garam 0,25% TSP dan C02
Campur vakum
Gulung dalam kertas film
Bekukan
Kondisioning W Bentuk/cetak
Kemas vakum
Gam bar 2 . Dagram alir proses pembuatan restruktisasi daging model II Sumber : ANONIMUS, (2007) Hasil
penelitian menyebutkan
bahwa
Kandungan lemak dan jaringan ikat merupakan
penambahan garam mempengaruhi daya mengikat
faktor
air (water holding capacity), daya regang (shear
Kandungan lemak dan jaringan konektif yang
penting
dalam produk
restrukturisasi .
force), tekstur, dan juiciness (YUN-CHu, 2002) .
tinggi akan menjadikan produk kurang menarik,
Suhu dibutuhkan untuk mempertahankan kelarutan
sehingga sangat penting untuk mengurangi lemak
protein . Sedangkan penambahan trangluta-minase,
dan jaringan ikat, khususnya jika menggunakan
akan mening-katkan sifat gel dari protein otot .
daging dari paha depan dan leher (BOLES, 2007) .
Penambahan gum (misalnya alginat dan karagenan) yang
dikombinasi dengan
ion
kalsium
akan
meningkatkan daya ikat dan memudahkan untuk membentuk pada produk restrukturisasi .
1 34
Proses pengolahan Prinsip
utama
pengolahan
restrukturisasi
daging adalah terbentuknya matriks interaktif pada
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gui Masyarakat
permukaan protein daging agar setiap bagian daging terikat bersama (ANoNimus, 2007), dimana protein miofibrillar alami yang biasa digunakan adalah garam . Selanjutnya yang dapat digunakan sebagai bahan tambahan bukan daging (non meat ingredient) antara lain putih telur, susu bubuk, sodium caseinat, isolatkedelai,konsentratkedelai, atau sumberprotein lainnya . Sedang untuk memudahkan pecetakan/ pembentukan sesuai dengan yang diinginkan, sebelumnya daging dicincang, dihancurkan, atau ditumbuk untuk memecah struktur protein . Sedang sebelum dilakukan pencampuran terlebih dahulu ditambahkan garam, nitrit, dan phosphat . Diagram alir proses pengolahan daging restrukturisasi seperti terlihat pada Gambar 1 dan 2 . Demikian juga pendapat BOLES, (2007) tahapan pembuatan produk restrukturisasi adalah sebagai berikut : Pengecilan ukuran Pengecilan ukuran digunakan untuk memecah struktur daging guna meningkatkan keempukan atau menghasilkan produk lebih konsisten keempukannya . Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mereduksi ukuran partikel daging dalam proses restrukturisasi antara lain : grinder, flaker, cuber, dan slicer . Penambahan ingredien sebagai pengikat Jika menggunakan pengikat dingin (coldset binder), memerlukan pencampuran dengan kecepatan rendah untuk menghasilkan dispersi yang bagus pada produk . Namun penanganan-nya harus cepat, sebab jika matriks terbentuk sebelum penanganan selesai, maka hasil ikatan pada produk mentah akan menurun. Pencampuran ingredien Alginatdan kalsium ditambahkan pada campuran daging secara merata, dan suhu disesuaikan menjadi 27°C supaya enzim teraktifasi .
Pembentukan/pencetakan Pembentukan dapat dilakukan dalam selongsong atau cetakan, dimana untuk sistem dingin dapat menggunakan cetakan patties . Diamkan untuk pembentukan ikatan Produk hendaknya ditempatkan pada lemari pendingin pada 4 ° C minimal selama 2-8 jam, tergantung pada pengikat yang digunakan . Sedangkan produk tradisional sebaiknya dimasak lebih lanjut atau dibekukan dan didiamkan beberapa waktu untuk diiris dan dicetak . Keunggulan produk restrukturisasi Tingginya persentase daging yang berkualitas rendah (daging kelas II dan kelas III) mencapai ± 70% (MISKIYAH dan UsmiATi, 2006), dimana hampir sepertiga dari bagian karkas (± 27%), yang merupakan bagian paha depan (chuck) mempunyai peluang untuk direstrukturisasi (Ruiz et al., 1993) . Hal ini memberikan peluang bagi ketersediaan daging yang berkualitas rendah untuk diproses lebih lanjut menjadi produk restrukturisasi . Sehingga terdapat istilah "garbage in, garbage out" untuk produk daging restrukturisasi (BOLES, 2007) . Proses restrukturisasi daging memberikan beberapa keuntungan diantaranya adalah meningkatnya nilai jual, prosesnya mudah dan mudah dibentuk sesuai dengan keinginan, lebih ekonomis . Alasan utama proses restrukturisasi adalah untuk mengubah bentuk dari bagian karkas daging yang bernilai jual rendah menjadi produk yang mempunyai nilai jual tinggi . Dimana disisi konsumen, dapat memperoleh daging hasil olahan baru yang bernilai tinggi namun tetap dengan harga yang terjangkau (Ruiz et al., 1993 ; YUN-CHU, 2002 ; dan BOLES, 2007) . Disamping itu proses restrukturisasi memungkinkan untuk membuat bermacam-macam produk baru untuk berbagai pasar yang berbeda, misalnya daging hasil restrukturisasi dapat dibentuk menjadi nugget, ham, dan lain-lain dengan berbagai macam bentuk dan ukuran . Karakteristik terpenting dari produk daging hasil restrukturisasi adalah produk tersebut masih tetap mempertahankan tekstur dari keseluruhan produk daging (ANONIMUS, 2007) .
1 35
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani DalaM Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
Permasalahan produk hasil restrukturisasi
sehingga harga produk restrukturisasi dapat ditekan menjadi lebih murah .
Produk hasil restrukturisasi masih mempunyai beberapa masalah yang menjadi faktor pembatas diantaranya adalah ketengikan yang diakibatkan oleh proses oksidasi, dan warna yang tidak seragam (Ruiz et al., 1993), terutama oleh jaringan ikat yang mengakibat-kan perbedaan warna dan
DAFTAR PUSTAKA ANONCMUS. 1993 . Karkas dan bagian-bagiannya . Lembar Informasi Pertanian . Balai Informasi Pertanian DKI Jakarta . Vol .1 .
menyebabkan produk menjadi keras dan terlalu berserat (YUN-CHU, 2002) . Proses oksidasi yang mengakibatkan ketengikan dan flavor dapat dihambat dan dicegah dengan nitrit, phosphat, asam
off
askorbat dan antioksidan lainnya . Permasalahan lain yang timbul adalah pemasaran pada tingkat retail, karena produk hasil restrukturisasi pada umumnya dipasarkan dalam keadaan beku sehingga diperlukan fasilitas pendingin untukpemasarannya
ANONIMUS . 2002'. Slaughtering and processing of livestock . Food and Fertilizer Technology Center: An International Information Center for Farmers in Asia Pacific Region . Access date : 2-1-2007 . ANONIMus. 2002 6 . Improved techniques of slaughtering and meat processing . Food and Fertilizer Technology Center : An International Information Center for Farmers in Asia Pacific Region . Access date : 2-1-2007 .
untuk mempertahankan integritas strukturnya (Ruiz
et al., 1993),
sehingga untuk produk segarnya konsumen akan kesulitan memperolehnya. Produk restrukturisasi umumnya dipasarkan pada bentuk
ANONIMUS . 2005' . Strategi pengembangan usaha ternak kerbau sesuai potensi wilayah . Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia. Direktorat Jendral Peternakan Jakarta.
setengah matang atau beku untuk mempertahankan integritas strukturnya, namun dengan penambahan alginat/kalsium sebagai pengikat (SCHMIDT dan MEANS, 1986 ; USDA/FSIS, 1986) telah memungkinkan produk hasil restrukturisasi tersebut dijual dalam produk mentah . Produk-produk hasil restrukturisasi sebenarnya tidak mempunyai permasalahan yang berarti dengan bakteri patogen, namun
perlu menjadi
ANONIMUS . 20056 . Tantangan dan peluang pasar pengembangan ternak kerbau di Indonesia. PT. Kariyana Gita Utama-Sukabumi . Makalah Lokakarya Pengembangan dan Peningkatan Produktivitas Ternak Kerbau serta potensi, Peluang dan Tantangan Usaha Ternak Kerbau menunjang Pengembangan Agribisnis Peternakan . Bogor, 2830 Nopember 2006. 2007 . Sectioned and formed/ restructured meats. Chapter 7 and 17 in Processed Meat . Animal Sciences Auburn University . Access date 9-10-2007 .
ANONIMUS .
perhatiaan juga kemungkinan adanya kontatninasi
Salmonella, Campylobacter jejuni, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, dan E. Coli 0157.H7 dengan beberapa bakteri diantaranya
BOLES, J .A . 2007 . Restructured meat product . animal and range sciences . Montana State University . Access date : 09-10-2007 .
(YuN-CHu, 2002) .
KESIMPULAN Teknologi
restrukturisasi
merupakan
salah
satu alternatif untuk menghasilkan produk daging yang mempunyai nilai tambah yang berasal dari pengolahan bagian karkas yang berkualitas rendah . Melalui teknologi tersebut konsumen dapat menikmati produk hasil restrukturisasi daging dengan harga yang terjangkau, dan pelaku usaha bidang daging memperoleh nilai tambah melalui suatu pengembangan pengolahan bagian
karkas yang berkualitas rendah yang efisien dan ekonomis
1 36
MISKIYAH dan SRI UsMiATI . 2006. Potongan komersial karkas kerbau : Studi kasus di PT . Kariyana Gita Utama-Sukabumi . Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner . 336-342. Bogor. RAHARJO, S ; DEXTER, D .R ., WORFEL, R .C ., SOFOS, J .N ., SOLOMON, M .B ., SHUI :IS G .W . dan SCHIMDT, G .R . 1994 . Restructuring veal steaks with salt/Phosphate and Sodium alginate/ Calcium lactate . Journal of Food Science . 59 :3 :471-473 . RAHARJO, S ; DEXTER, D .R ., WORFEL, R.C ., SOFOS, J .N ., SOLOMON, M .B ., SHEETS G .W. dan SCHIMDT, G .R .
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
1995 . Quality characteristic of restructured beef steak manufactured by various techniques . Journal of Food Science . 60 :1 :68-71 . Rurz, C.F.,
HIGGINBOTHAM,
D .A .,
CARPENTER,
.1 .A.,
Yur-Ci-ruWu. 2002 . Development ofsectioned and formed meat product using deboned meats. Departement of Animal Science Tunghai University. Tunghai University, Taichung, Taiwan, ROC . Access date : 2-1-2007 . TV 9 (1) : 61-71 .
A .V.A. dan LANIER, T.C . 1993 . Use of chuck muscles and their acceptability in restructured beef/surimi steaks . J. Anim. Sci. 1993 . 71 :2654-2658. RESURRECCCION,
137