BAB 11 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian yang Relevan 1) Sitti Rachmi Masie dan Siti Maryam Abdul Wahab tahun 2011 Universitas Negeri Gorontalo yang berjudul “Karakterisasi showing dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El-Sirazy” (Proposal Penelitian Kolaboratif Dosen dan Mahasiswa) dengan permasalahan ”Bagaimana struktur cerita dan bagaimana karakterisasi showing dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El-Sirazy”. Yang menjadi pusat kajian yakni melihat karakter tokoh, jati diri, percakapan, tindakan, dan proses perubahan tokoh dan penokohan dalam penceritaan. Perbedaan dalam penelitian ini adalah novel yang dikaji berbeda, sedangkan persamaanya adalah karakterisasi tokoh dapat ditelusuri melalui showing. 2) Hasna H. Rauf. Tahun 2007 Analisis sudut pandang pengarang novel “Merpati Biru” karya Ahmad Munif. Permasalahan yang diangkat yaitu : a) bagaimana gambaran biografi pengarang, b) bagaimana struktur penceritaan novel “Merpati Biru” karya Ahmad Munif, c) bagaimana deskripsi sudut pandang pengarang dalam novel “Merpati Biru” karya Ahmad Munif, d) bagaimana jenis sudut pandang yang digunakan dalam novel “Merpati Biru” karya Ahmad Munif. Hasil penelitian yang menyangkut: a) Achmad Munif sebagai salah seorang yang memiliki kemampuan menulis novel, cerpen, dan artikel. Realita kehidupan yang diangkat ke permukaan sesuai dengan pandanganya sendiri, dengan tidak menganggap dirinya adalah yang paling benar. b) Struktur penceritaan, pada bagian pertama, cerita dimulai dengan, perkenalan tokoh dan terbongkar rahasia “Merpati Biru”. Bagian dua, masih sebagai pelacur tapi mulai bimbang. Bagian tiga, memutuskan untuk meninggalkan status sebagai pelacur. Bagian empat, pertemuan dengan ketua sema. Bagian lima, dihadapkan pada
semua masalah. Bagian enam, terancam karena status lama, dan pertemuan jodoh “Ken dan Satrio”. Sudut pandang yang digunakan dalam novel “Merpati Biru”karya Ahmad Munif adalah “Dia” terbatas melalui tokoh Ken terdapat pada halaman 185 dan 180. “Dia”terbatas melalui pendengaran tokoh Ken terdapat pada halaman 121, 232, dan 246. “Dia” terbatas melalui pengalaman tokoh Ken terdapat pada halaman 82, 176, 218, dan 225. Jenis sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel “Merpati Biru” adalah “Dia” terbatas pada tokoh utama. Jenis pendekatan yang digunakan adalah struktural. Perbedaan dalam penelitian ini adalah objek kajian Hasna H. Rauf fokus pada sudut pandang, sedangkan persamaanya adalah mengkaji penelitian secara struktural. 2.2 Pengertian Novel Novel merupakan sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh dan perilakunya merupakan cerminan kehidupan nyata, dan yang digambarkan dalam suatu plot yang cukup kompleks Rees (dalam Hasim, 2010:1). Foster (dalam Tuloli, 2000:17) berpendapat bahwa, novel adalah cerita fiksi (rekaan) dalam bentuk prosa yang agak panjang. Ukuran panjangnya adalah lebih dari 50.000 perkataan. Novel merupakan suatu karya fiksi, yaitu karya dalam bentuk kisah atau cerita yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan (Aziez dan Hasim, 2010: 2). 2.3 Unsur-unsur intrinsik novel 1) Tema Tema merupakan makna cerita. Tema pada dasarnya merupakan jenis komentar terhadap subjek atau objek masalah, baik secara eksplisit maupun implisit. Dalam tema terkandung sikap pengarang terhadap subjek atau pokok cerita. Tema memiliki fungsi untuk menyatukan unsur-unsur lainya (Wiyatmi, 2009:42-43). 1) Penokohan
Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi. Tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang, meskipun dapat juga memberikan gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata (Wiyatmi, 2009:30). Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang sesorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. 1)Tokoh berdasarkan fungsinya Berdasarkan fungsinya, tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama (tokoh sentral) dan tokoh bawahan. (1) Tokoh Utama (Sentral) Tokoh utama adalah tokoh yang mempunyai peran penting dalam cerita. Kriteria tokoh utama adalah (1) ditampilkan terus-menerus dalam cerita, sehingga merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, (2) waktu yang digunakan untuk menceritakan tokoh itu lebih lama, (3) tokoh yang menjadi tumpuan berlakunya peristiwa-peristiwa walaupun ia tidak hadir dalam peristiwa itu, (4) paling banyak berhubungan dengan tokoh lain (Tuloli, 2000:32).
(2) Tokoh Bawahan Tokoh bawahan adalah tokoh yang bersifat menunjang tokoh utama. Tokoh bawahan bukan tokoh sentral. Mereka juga sering menjadi tokoh andalan untuk memberi gambaran lebih terperinci terhadap tokoh utama, walaupun kehadiranya tidak dominan (Tuloli, 2000 : 32). Contoh: Rudi adalah tokoh utama, namun ada tokoh bawahan seperti kedua orang tua Rudi, kak Komsah, kak Rohimah, Nasir, Ambo Dalle, Andi Kahar, Rosihan, Munawwir, Ambo Lolo, dan Rauf. 2) Tokoh Berdasarkan Peran Tokoh
Berdasarkan peran tokoh, tokoh dapat dibedakan menjadi dua bagian, yakni tokoh protagonist dan tokoh antagonis. Kedua tokoh tersebut saling bertentangan. (1) Tokoh Protagonis Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapanharapan kita, pembaca. Maka, kita sering mengenalinya sebagai memiliki kesamaan dengan kita, permasalahan yang dihadapinya seolah-olah juga sebagai permasalahan kita, demikian pula halnya dengan menyikapinya. Pendek kata , segala apa yang dirasa, dipikir, dan dilakukan tokoh itu sekaligus mewakili kita (Nurgiyantoro, 2010: 179). (2) Tokoh Antagonis Tokoh antagonis kebalikan dari tokoh protagonis karena menampilkan perilaku yang tak bermoral. Tokoh antagonis sering memicu persoalan sehingga menimbulkan adanya konflik.
3) Tokoh Berdasarkan Cara Penampilan Tokoh berdasarkan cara penampilan debedakan atas tokoh pipih (sederhana) dan tokoh bundar (bulat, kompleks). (1) Tokoh Pipih (Sederhana) Kriteria tokoh pipih (sederhana) sedikit sekali berubah atau sama sekali tidak berubah mudah dikenal, sebab itu disebut dengan tokoh yang sederhana. (2) Tokoh bulat atau kompleks Kriteria tokoh bulat atau kompleks (1) selalu mengalami perubahan, dan ditampilkan berangsur-angsur dan berganti-ganti, (2) sukar digambarkan karena memiliki tabiat dan motivasi dan kompleks, dan banyak menimbulkan kejutan, (3)
mempunyai sifat yang
berbeda – beda (bervariasi), beberapa sifat ini bertentangan atau kontradiksi Chatman (dalam Tuloli, 2000: 33).
4)Tokoh Berdasarkan Perkembangan Tokoh Ahmad (dalam Tuloli,
2000:34)
menjelaskan Kriteria tokoh berdasarkan
Perkembangan Tokoh terdiri dari tokoh yang berkembang dan tokoh yang statis. Untuk mengetahui berkembang dan statisnya Tokoh, dapat diketaui dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tokoh itu. Juga pada sikap tokoh, yaitu pikiran, pandangan hidupnya, dan harapanya. Seorang tokoh dikatakan berkembang kalau terjadi perubahan dan perkembangan dalam dirinya yang meliputi tingkah laku, pikiran, niat, serta sikapnya. Perubahan itu terjadi sebagai interaksi tokoh dengan lingkunganya, baik lingkungan sosial maupun alam sekitarnya. Contoh, orang jahat akhirnya menjadi sadar dan peduli terhadap sesamanya. Tokoh statis, adalah tokoh yang tidak terpengaruh oleh perubahan-perubahan dalam lingkunganya. Dikatakan seorang tokoh statis apabila dari awalnya berperan sebagai tokoh jahat atau baik dan tidak berubah sampai akhir cerita, dapat dikategorikan sebagai tokoh statis. 5)Tokoh Berdasarkan Pencerminan (Perwakilan) Tokoh Berdasarkan Pencerminan (Perwakilan) mempunyai campuran-campuran sifatsifat individu dan sifat-sifat tipikal. Tokoh ini biasanya unik mempunyai sifat berbeda dengan manusia lain. (2000:29). 2) Karakterisasi Penokohan dan karakterisasi-karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2010: 165). Karakterisasi adalah perwatakan yang bersifat khas (Kamus Bahasa Indonesia 11, 1983:938).Karakterisasi atau dalam bahasa Inggris Characterization, berarti pemeranan, pelukisan watak (Minderop, 2011:2). 3) Amanat
Amanat pada dasarnya merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca (Wiyatmi, 2006:49). 4) Plot Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2010:113). Plot didasarkan pada tinjauan dari kriteria urutan waktu, jumlah, dan kepadatan. a) Plot berdasarkan kriteria urutan waktu Urutan waktu yang dimaksud adalah waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi yang bersangkutan. Plot Lurus, Progresif. Plot sebuah novel dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang kemudian. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal, tengah, dan akhir. Plot Sorot-balik, flash back. Urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap akhir cerita dikisahkan. b) Plot berdasarkan kriteria urutan jumlah Plot tunggal. Plot yang mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama protagonis yang sebagai hero. Plot Sub-Subplot. Subplot sesuai dengan penamaanya, hanya merupakan bagian dari plot utama. Ia berisi cerita “kedua” yang ditambahkan yang bersifat memperjelas dan memperluas pandangan kita terhadap plot utama dan mendukung efek keseluruhan cerita (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2010:157-158).
c) Plot berdasarkan criteria kepadatan Plot padat. Novel yang berplot padat, sebagai konsekuensi ceritanya yang padat dan cepat, akan kurang menampilkan adegan-adegan penyituasian yang berkepanjangan. d) Plot berdasarkan criteria isi Plot peruntungan. Berhubungan dengan cerita yang mengungkapkan nasib, peruntungan, yang menimpa tokoh utama cerita yang bersangkutan. Plot tokohan. Menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh, tokoh yang menjadi fokus perhatian. Plot Pemikiran. Mengungkapkan sesuatu yang menjadi bahan pemikiran, keinginan, perasaan, berbagai macam obsesi, dan lain-lain yang menjadi masalah hidup dan kehidupan manusia. 5) Sudut Pandang Sudut pandang persona ketiga “Dia”. a) “Dia” Mahatahu b) “Dia”Terbatas, “Dia sebagai pengamat Sudut pandang persona pertama “Aku” a) “Aku”Tokoh utama b) “Aku” Tokoh tambahan Sudut pandang campuran a) “Aku” dan “Dia” b) Teknik “kau” 2.4 Karakter tokoh dalam novel Dalam mengkaji karakter tokoh, pengarang menggunakan dua cara atau metode. Pertama, metode langsung (telling), kedua, metode tidak langsung (showing).
(Minderop, 2011: 4) mengatakan bahwa, Metode telling mencakup karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh, karakterisasi melalui tuturan pengarang. Metode showing (tidak langsung) mencakup karakterisasi melalui dialog dan tingkah laku.
2.4.1 Metode tidak langsung (Showing): dialog dan tingkah laku 1) Karakterisasi melalui dialog Karakterisasi melalui dialog terbagi atas: apa yang dikatakan penutur, jatidiri penutur, lokasi dan situasi percakapan, jati diri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, nada suara, tekanan, dialek dan kosa kata para tokoh.
a. Apa yang dikatakan penutur Bila si penutur selalu berbicara tentang dirinya sendiri dan agak membosankan. Jika si penutur selalu membicarakan tokoh lain ia terkesan tokoh yang senang bergosip dan suka mencampuri orang lain.
b. Jatidiri penutur Jatidiri penutur di sini adalah ucapan yang disampaikan oleh seorang protagonist (tokoh sentral) yang seyogyanya dianggap lebih penting daripada apa yang diucapkan oleh tokoh bawahan (tokoh minor), walaupun percakapan bawahan kerap kali memberikan informasi krusiel yang tersembunyi mengenai watak tokoh yang lainnya. 1) Jati diri penutur tokoh protagonis Jati diri penutur tokoh protagonis adalah penuturan tokoh protagonis yang menggambarkan tokoh bawahan. 2) Jati diri penutur tokoh bawahan Jati diri tokoh bawahan adalah penuturan yang dituturkan oleh tokoh bawahan, yang secara implisit menggambarkan jati diri tokoh protagonis. 2) Lokasi dan situasi Percakapan a. Lokasi Percakapan
Percakapan antar para pembantu pada keluarga Mannon yang terjadi di bagian luar rumah memiliki dua pintu masuk dari arah jalan. Pengarang menggambarkan adanya warna- warna kontradiktif yang menghiasi bangunan depan rumah- hitam, putih, abu- abu dan hijau. Terdapat sebuah bangku taman yang terlindung sehingga tidak terlihat dari depan rumah. Bagian atas bangunan (portico) yang ditopang pilar seperti topeng putih yang tidak selaras menempel di rumah tersebut seakan- akan menyembunyikan keburukan dan nuansa kusam, demikianlah watak para tokoh penghuni rumah ini. Pelukisan lokasi dapat memberikan inspirasi kepada pembaca betapa penghuni yang meninggali rumah tersebut menyimpan suatu misteri dan keburukan yang disembunyikan.
b. Situasi Percakapan Situasi percakapan riang- gembira diiringi dngan alunan musik dan penyanyi serta diselingi dengan acara minum- minum. Situasi sangat mendukung dan memperjelas watak para tokoh yang dibicarakan.
3) Jati diri Tokoh yang Dituju oleh Penutur Penutur di sini berarti tuturan yang disampaikan tokoh dalam cerita, maksudnya tuturan yang diucapkan tokoh tertentu tentang tokoh lainnya.
4) Kualitas Mental Para Tokoh Kualitas mental para tokoh dapat dikenali melalui alunan dan aliran tuturan ketika para tokoh bercakap- cakap. Misalnya, para tokoh yang terlibat dalam suatu diskusi yang hidup menandakan bahwa mereka memilki sikap mental yang open- minded. Ada pula tokoh yang gemar memberikan opini, atau bersikap bertutup (close- minded) atau tokoh yang penuh rahasia dan menyembunyikan sesuatu (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2011: 33).
5) Nada suara, Tekanan, Dialek, dan Kosa Kata Nada suara, tekanan, dialek dan kosa kata dapat membantu dan memperjelas karakter para tokoh apabila pembaca mampu mengamati dan mencermati secara tekun dan sungguh- sungguh.
a. Nada Suara Nada suara, walaupun diekspresikan secara eksplisit atau implicit dapat memberikan gambaran kepada pembaca watak si tokoh- apakah ia seseorang yang percaya diri, sadar akan dirinya atau
pemalu- demikian pula sikap ketika si tokoh bercakap- cakap dengan tokoh lain (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2005: 34).
b. Tekanan Penekana suara memberikan gambaran penting tentang tokoh karena memperlihatkan keaslian watak tokoh bahkan dapat merefleksikan pendidikan, profesi dan dari kelas mana si tokoh berasal (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2005: 36).
c. Dialek dan Kosa Kata Dialek dan kosa kata dapat memberikan fakta penting tentang seorang tokoh karena keduanya memperlihatkan keaslian watak tokoh bahkan dapat mengungkapkan pendidikan, profesi dan status sosial si tokoh (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2005: 37).
6) Karakterisasi melalui tindakan para tokoh a. Melalui Tingkah Laku Untuk membangun watak dengan landasan tingkah laku, penting bagi pembaca untuk mengamati secara rinci berbagai peristiwa dalam alur kerena peristiwa- peristiwa tersebut dapat mencerminkan watak para tokoh, kondisi emosi dan psikis- yang tanpa disadari- mengikutinya serta nilai- nilai yang ditampilkan (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2011: 38).
b. Ekspresi Wajah Bahasa tubuh (gestur) atau ekspresi wajah biasanya tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan tingkah laku; namun tidak selamanya demikian. kadang- kala tingkah laku samar- samara tau spontan dan tidak disadari sering kali dapat memberikan gambaran kepada pembaca tentang kondisi batin, gejolak jiwa atau perasaan si tokoh (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2011: 42).
c. Motivasi yang Melandasi Untuk memehami watak tokoh lepas dari tingkah laku baik yang disadari atau disadari, penting pula memahami motivasi tokoh berperilaku demikian, apa yang menyebabkan ia melakukan suatu tindakan. Apabila pembaca berhasil melakukan hal itu dengan pola tertentu dari motivasi (motivasi= that which causes somebodyto act) tersebut, dengan demikian dapat diasumsikan bahwa pembaca
mampu menetukan watak tokoh dimaksud dengan cara menelusuri sebab- musabab si tokoh melakukan sesuatu (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2011: 42).
Dari teori karakterisasi tokoh melalui dialog dan tindakan tokoh, maka penelitian dalam novel Putra Salju dikaji melalui dialog dan tindakan tokoh. Meski demikian demi kepentingan penelitian ini, peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Albertin Minderop untuk mengkaji karakter tokoh. 2.5 Pendekatan Struktural Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural. Pendekatan struktural adalah salah satu pendekatan kajian kesusastraan yang menitikberatkan pada hubungan antar unsur pembangun karya sastra (Tuloli, 2004:41). Secara definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu unsur itu sendiri, dengan mekanisme antarhubunganya, di satu pihak antarhubungan unsur yang satu dengan yang lainya, pihak yang lain hubungan antara unsur – unsur dengan totalitasnya. Hubungan tersebut tidak semata-mata bersifat positif, seperti keselarasan, kesesuaian, dan kesepahaman, tetapi juga negatif, seperti konflik dan pertentangan (Ratna, 2009 : 91). Menurut Nurgiyantoro (2007:37) analisis struktur karya sastra yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur
intrinsik fiksi yang bersangkutan.
Mula-mula diidentifikasi dan
dideskripsikan misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Teeuw (dalam Wiyatmi, 2006:89) pendekatan struktural memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, reallitas, maupun pembaca.
Selanjutnya, analisis dalam kajian strukturalisme hendaknya mampu mengungkap struktur
karya sastra dilihat secara utuh, yakni karakter tokoh yang menjadi pusat kajian
yang memiliki hubungan dengan unsur-unsur lain. Dari teori – teori yang ada, pada dasarnya memiliki kesamaan yakni kajian strukturalisme sastra adalah suatu kajian yang mengungkap struktur yang membangun unsur karya sastra yaitu unsur intrinsik. Meski demikian demi kepentingan penelitian ini, peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro permasalahan yang diangkat.
sebab dinilai relevan dengan