ASUHAN KEBIDANAN PADA NY ”M” MASA HAMIL, BERSALIN, NIFAS, NEONATUS DAN KELUARGA BERENCANA DI UPT PUSKESMAS MANDURO, NGORO MOJOKERTO AYU PUSPITA SARI NIM : 1311010049 SUBJECT: Asuhan Kebidanan, ibu hamil, bersalin, nifas, neonatus, KB DESCRIPTION Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih merupakan masalah besar. Secara umum kehamilan berlangsung dengan normal dan aman, namun sebagian besar terdapat ibu yang menderita komplikasi yang dapat mengancam jiwa ibu dan mempengaruhi kesehatan bayi yang dilahirkan Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian ibu sewaktu hamil atau masih dalam waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan. Asuhan kehamilan pada Ny”M” G3P2002 UK 42-43 minggu. Studi kasus ini dilakukan di BPM Santi Fridayanti SST, desa wates negoro Manduro. Dilakukan sebanyak 1 kali pada tanggal 2 0 Februari 2016. Pada tanggal 23 Februari 2016 ibu melahirkan anak ke tiganyanya secara normal di Rumah Sakit Dharma Husada Ngoro. Bayi lahir spontan, jenis kelamin laki-laki, berat badan 3600 gram. kala III berjalan secara normal, kala IV keadaan ibu baik. Kunjungan ke 3 penulis memberikan konseling tentang KB, kunjungan ke 4 pasien memutuskan untuk menggunakan KB pil sebagai alat kontrasepsinya. Pada kunjungan ke 2 Bayi mengalami ikterus fisiologis, kunjungan ke 3 keadaan bayi baik dan dalam batas normal. Asuhan kebidanan kehamilan pada Ny”M” terdapat kesenjagan pada usia kehamilan melebihi 42 minggu, dan ibu menggunakan KB pil diatas usia 30 tahun sehingga dapat menyebabkan resiko tinggi. Asuhan persalinan berlangsung secara fisiologis tidak disertai penyulit, asuhan neonatus menunjukan hasil pemeriksaan terjadi ikterus fisiologis, Berdasarkan hasil pemeriksaan ibu harus lebih kooperatif dalam memeriksakan kehamilannya agar tidak terjadi komplikasi pada kehamilan. Asuhan continuity of care bertujuan untuk menerapkan asuhan kebidanan secara komprehensif mulai dari kehamilan trimester III, persalinan, nifas, neonatus, dan keluarga berencana dengan standar asuhan kebidanan dan menggunakan pendokumentasian SOAP dengan pendekatan manajeman kebidanan..
SUMMARY Maternal and Infant mortality rate in Indonesia is still a big problem. Pregnancy generally lasts normally, and safely, but most mother suffer from life threatening complication that can affect the health of babies born. Maternal mortality is the death of the mother during pregnancy or are still in a period of 42 days after the end of pregnancy. Antenatal care for Mrs. “M” G3P2002 gestational age of 42-43 weeks. This case study conducted in BPM Santi Fridayanti SST, Watesnegoro Manduro. Conducted once on 20 February 2016. On February 23, 2016 mother normaly gave birth to her third child in RS Dharma Husada Ngoro. Baby was born spontaneously, male gender, weight of 3600 grams. Third stage was running normally, when the fourth stage the condition was good. Third visit researcher provided conseling about family planning, on fourth visit mother decided to use contraceptive pill as her contraception. On second visit neonatal was having physiological jaundice, on thirdvisit baby’s condition was good and within normal limits. Mrs.”M” midwifery care pregnancy there is a gap in gestational age that beyond 42 weeks, and the mother using birth control pills over the age of 30 years so that it can lead to a high risk. Intranatal care took place physiologically not accompanied by complications, neonatal care showed the result of physiological jaundice. Based on result of the examination should be more cooperative in the maternal checkups in order to avoid complications in pregnancy. Continuity of care aimed to implement comprehensive midwifery care from third trimester of pregnancy, parturition, postpartum, neonatal, and family planning with the standart of midwifery care and used SOAP documentation with midwifery management approach. Keyword : midwifery care during, pregnancy, parturition, postpartum, neonatal and family planning. Contributor
: 1. Dyah Siwi Hety, M.Kes. 2. Farida Yuliani, M.Kes. Date : 9 Agustus 2016 Type Material : Laporan Penelitian Identifier :Right : Open Document Summary :
LATAR BELAKANG Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan suatu negara. WHO (2012) memperkirakan di seluruh dunia setiap harinya sekitar 800 perempuan meninggal akibat komplikasi selama kehamilan, setelah kehamilan dan setelah persalinan. Komplikasi utama sebesar 80 % di sebabkan oleh perdarahan, infeksi, pre eklamsi / eklamsi dan aborsi yang tidak aman. Seluruh kematian ibu tersebut 99% terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia (Elok Faiqoh & Lucia Y hendrati, 2014) Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 35 per 1000 kelahiran hidup. Jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan tahun 2013 adalah sebanyak 5019 orang. Jumlah bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estimasi SDKI 2012 menncapai 160.681. (Kemenkes, 2014). Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian Ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T; terlalu muda melahirkan (dibawah usia 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak kelahiran, dan terlalu tua melahirkan (diatas usia 35 tahun. (Kemenkes, 2013). Menurut data Riskesdas 2013, proporsi penggunaan KB saat ini di Indonesia secara umum adalah 59,7% yang terdiri dari 59,3% pengguna KB modern dan 0,4% pengguna KB tradisional. Penggunaan KB menurut kelompok umur terbanyak pada umur 35-39 tahun (66,1%), sedangkan pada kelompok umur beresiko yaitu 45- 49 tahun (40,4%), dan kelompok umur 15-19 tahun (46%) masih rendah. (Riskesdas, 2013) Di Jawa Timur, capaian Angka Kematian Ibu (AKI) di tahun 2012 mencapai 97,43 per 100.000 kelahiran hidup. Target MDG’s (Millenium Development Goals) tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Keadaan ini memacu untuk terus menyelidiki penyebab kematian ibu agar target MDG’s (Millenium Development Goals) dapat tercapai. Pencapaian AKB di tahun 2011 sebesar 29,24 per 1000 kelahiran hidup, dan di tahun 2012 mencapai 28,31 diharapakan mencapai target MDG’s (Millenium Development Goals) yaitu 23 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015.(Dinkes, 2013). Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Mojokerto pada tahun 2013 tercatat sebanyak 22 kasus yang terdiri dari 6 kasus pada Kematian Ibu Hamil, 2 kasus pada Kematian Ibu Bersalin dan 14 kasus pada Kematian ibu Nifas. Beberapa penyebab terjadinya kematian pada ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, keracunan kehamilan (Pre eklamsi), infeksi dan penyebab yang lainnya adalah kematian ibu di sarana pelayanan kesehatan, pada umumnya disebabkan karena 3 T (terlambat mengambil keputusan, terlambat mendapatkan transportasi dan terlambat penanganan di sarana pelayanan kesehatan) dan 4 Terlalu (terlalu tua, terlalu banyak, terlalu muda, terlalu dekat jarak kehamilannya). (Dinkes Kab. Mojokerto, 2013)
Angka kematian bayi (AKB) atau Infan Mortality Rate (IMR) di Kabupaten Mojokerto diakibatkan oleh BBLR (berat badan lahir rendah), asfiksia, kongenital, infeksi, dan lain-lain. Selama tahun 2013 dilaporkan terjadi 16.491 kelahiran. Seluruh kelahiran, tercatat 67 kasus lahir mati dan kasus kematian bayi sebesar 129, diantaranya laki-laki sebanyak 77 bayi dan sebanyak 52 bayi perempuan 7 Jumlah kematian tertinggi ada pada Kecamatan Puri yaitu 15 bayi dan tidak adanya kematian bayi atau nol (0) ada pada Kecamatan Bangsal dan Ngoro dibandingkan dengan tahun 2012 kasus kematian bayi sebesar 178 bayi, maka telah terjadinya penurunan angka kematian bayi. (Dinkes Kab. Mojokerto, 2013). Cakupan K1 di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012 mencapai 92,14% dari target pencapaian 99%. Cakupan K4 di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012 mencapai 84,38% dari target pencapaian 92%. Cakupan K1 di Kabupaten Mojokerto mencapai 89,23%. Cakupan K4 di Kabupaten Mojokerto mencapai 78,89%. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Linakes) di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012 mencapai 89,14% dari target pencapaian 94%. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Linakes) di Kabupaten Mojokerto mencapai 86,56%. Cakupan pelayanan nifas di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012 mencapai 87,49% dari target diatas 95%. Cakupan pelayanan nifas di Kabupaten Mojokerto mencapai 84,18%. Cakupan KN lengkap di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012 mencapai 94,66% dari target di atas 95%. Cakupan KN lengkap di Kabupaten Mojokerto mencapai 91,09%. Cakupan Keluarga Berencana (KB) aktif di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012 mencapai 71,02% dari target pencapaian sebanyak 69%. Cakupan Keluarga Berencana (KB) di Kabupaten Mojokerto mencapai 73,79% berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tahun 2012 estimasi AKB telah mencapai 28,31 per 1.000 kh dalam kurun waktu 2 (dua) tahun ke depan, diharapkan mencapai target MDGs yaitu 23 per 1.000 kh pada tahun 2015 (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2013). Upaya terobosan penurunan AKI dan AKB di Indonesia salah satunya melalui program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi ( P4K ) yang menitik beratkan fokus totalitas monitoring yang menjadi salah satu upaya deteksi dini, menghindari resiko kesehatan pada ibu hamil serta menyediakan akses dan pelayanan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal dasar ditingkat puskesmas (PONED) dan pelayanan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal komprehensif dirumah sakit (PONEK). Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2010-2014, ditargetkan pada akhir tahun 2014 disetiap kabupaten/kota terdapat minimal 4 (empat) Puskesmas rawat inap mampu (PONED) dan 1 (satu) Rumah Sakit Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan PONEK. Melalui pengelolaan pelayanan PONED dan PONEK, Puskesmas dan Rumah Sakit diharapkan bisa menjadi Institusi terdepan dimana kasus komplikasi dan rujukan dapat diatasi dengan cepat dan tepat. (Kemenkes, 2013). Deteksi dini dapat dilakakukan dengan melakukan skrining dengan melakukan antenatal care (ANC) secara teratur, keuntungan skrining ANC
yaitu memungkinkan untuk mengidentifikasi masalah potensial selama kehamilan mengurangi ketakutan terhadap masalah dan prosedur yang mungkin dibutuhkan , dan evaluasi kebutuhan konseling untuk kehamilan, agar angka kematian ibu yang terjadi menurun. (Ai yeyeh Rukiyah & Lia Yulianti, 2010). METODOLOGI Metode penelitian menggunakan SOAP. 1. S (Subjektive) : menggambarkan hasil pendokumentasian anamnesis 2. O (Objektive) : menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium, dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data focus untuk mendukung asuhan sebagai langkah 1 varney. 3. A (Assesment) : menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dari interpretasi data objektif dalam identifikasi yang meliputi a. Diagnosa atau masalah. b. Antisipasi diagnosa atau masalah potensial. c.Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi, kolaborasi atau rujukan sebagai langkah II, III, IV varney. 4. P (Planning) : menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, dan evaluasi berdasarkan asuhan yang diberikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan kehamilan hanya dilakukan 1 kali dikarenakan pada pemeriksaan yang pertama usia kehamilan pasien sudah menginjak 42-43 minggu. Pemeriksaan kehamilan yang kita peroleh terlebih dahulu dari identitas pasien yang meliputi nama Ny ”M” , usia 34 tahun, alamat desa Manduro Manggung Gajah RT 03, RW 01 kec. Ngoro Kab. Mojokerto selain identitas pasien diperlukan HPHT : 27 April 2015, dan tafsiran persalinan 04 Februari 2016. Pasien datang ke rumah bidan pada tanggal 20 Februari 2016 dengan alasan ingin memeriksakan kehamilannya yang sudah lewat waktu dan kakinya bengkak sejak tanggal 19 Februari 2016 setelah dilakukan Pemeriksaan didapatkan hasil usia kehamilan ibu ditunjang dari HPHT 27 April 2015 dengan tafsiran persalinan tanggal 04 Februari 2016. Gejala pada ibu postterm berat badan ibu turun dan lingkaran perut mengecil, cairan ketuban berkurang, warna ketuban keruh (Nugroho, 2012). Tanda atau gejala kehamilan postterm pada bayi baru lahir terbagi dari 3 stadium. Stadium 1 kulit menunjukan verniks caseosa dan kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas. Stadium 2 berupa gejala disertai pewarnaan meconium (kehijauan) pada kulit. Stadium 3 terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan talipusat.(Setyaningrum, 2013). Kehamilan postterm lamanya janin berada didalam kandungan melebihi usia 42 minggu dikarenakan kehamilan lewat waktu terbanyak kesalahan dalam mengingat HPHT. Postterm mempunyai resiko tinggi terhadap kematian perinatal jika tidak segera dilahirkan. Hasil pemeriksaan pada tanggal 23 Februari 2016 pasien dirujuk kerumah sakit Dharma Husada dengan indikasi postdate dengan hasil pemeriksaan kepala sudah masuk PAP, tidak ada lendir, tidak ada darah hasil VT tidak ada pembukaan. Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 23 Februari 2016 diantar oleh keluarga hasil pemeriksaan USG (+), letak
kepala tidak ada lendir, tidak ada darah ketuban masih utuh. Pasien dianjurkan oleh Dr. SpoG untuk kembali 2 minggu lagi tetapi pasien menolak karena usia kehamilan sudah lewat waktu. Pada jam 12.30 pasien dibawa keruang bersalin dan pasien diberi induksi OD (oksitosin drip) dengan dosis 5 IU , dalam infus D5 (Dextrose) 20 tpm. Teori oksitosin menurut prawirohardjo, (2009) pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam meningkatkan kontraksi uterus, dosis yang diberikan pada kehamilan postterm induksi persalinan dilakukan dengan oksitosin 5 IU dalam infus dextrose 5% (Setyaningrum, 2013). oksitosin digunakan secara hati-hati karena gawat janin dapat terjadi hiperstimulasi, walaupun jarang terjadi rupture uteri terutama pada multipara dosis efektivitas oksitosin bervariasi, infus oksitosin dalam Dekstrose atau NaCl 0,9% dengan tetesan dinaikan secara gradual sampai his adekuat, pemberian oksitosin 2,5 – 5 IU oksitosin dalam 500 ml cairan dekstrose mulai dengan 8 tetes permenit setiap 30 menit hingga dosis maksimum 20 tetes permenit (Kemenkes, 2013). Pemberian Induksi oksitosin drip pada kehamilan lewat bulan dianjurkan selama ibu dan janin tidak memiliki komplikasi tujuan pemberian oksitosin drip untuk membantu merangsang kontraksi uterus yang lebih adekuat sehingga tidak terjadi persalinan lama. Kala 1 jam 13.00 hasil observasi His 2x dalam 10 menit lama 20 detik, pemeriksaan VT 1 cm. Pada jam 18.00 wib pasien diperiksa kembali dengan hasil VT 2 cm. Menurut manuaba (2009) fase laten pada ibu primigravida lamanya 8 sampai 10 jam, untuk ibu multigravida 6 sampai 8 jam dari pemeriksaan ini tidak terjadi kesenjagan antara fakta dengan teori karena pada ibu multigravida pembukaan masih dalam batas normal. Kala 1 fase laten pada ibu hamil multipara terjadi lama diakibatkan karena his yang kurang adekuat sehingga kontraksi uterus lemah dalam mendorong janin untuk mendesak jalan lahir. Kala 1 pada pada ibu hamil primigravida normalnya 1 jam 1 cm, pada multigravida 1 jam 2 cm. persalinan dikatakan fisiologis jika ibu dan bayi tidak memiliki komplikasi dan dilahirkan secara pervaginam tanpa suatu indikasi. Pada jam 21.00 wib pasien diperiksa kembali dengan hasil VT 8 cm dari fase laten ke fase aktif ibu multi membutuhkan waktu 3 jam. Menurut Manuaba (2009) fase aktif pada ibu primigravida 1 cm per jam, sedangkan untuk ibu multigravida 2 cm per jam. Menurut Nurasiah (2014), bahwa kala I fase aktif pada primigravida dan multigravida memiliki jangka waktu yang berbeda yaitu pada primigravida berlangsung ± 12 jam, sedangkan multigravida ± 8 jam. Pada jam 22.00 wib pasien merasakan ada dorongan ingin meneran hasil VT 10 dari pembukaan 8 ke 10 berlangsung selama 1 jam. Kala II Pada jam 22.10 bayi lahir dengan jenis kelamin laki-laki, berat badan 3600 gram, panjang badan 52 cm, gerak aktif menangis kuat, anus (+). dengan demikian proses persalinan berlangsung normal selama 10 menit. Menurut Kemenkes RI (2013) persalinan dikatakan normal jika usia kehamilan 37-42 minggu, persalinan terjadi spontan, presentasi belakang
kepala, berlangsung tidak lebih dari 18 jam tidak ada komplikasi pada ibu maupun janin. Pembukaan lengkap sampai bayi lahir pada primigravida berlangsung 2 jam, sedangkan pada multigravida berlangsung 1 jam. Kala III Pada jam 22.15 wib. Plasenta lahir berlangsung selama 5 menit, terdapat laserasi derajat 1 pada bagian kulit perineum. Menurut Depkes (2008) setelah bayi lahir maka ibu langsung disuntik oksitosin, penegangan tali pusat terkedali dan masase fundus uteri, cek laserasi. Menurut Setyaningrum (2014). Rupture perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindari atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Klasifikasi derajat robekan pada tingkat 1 ini perlukaan perineum hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit perineum. Tingkat 2 perlukaan yang lebih dalam dan luas kevagina dan perineum dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenital. Tingkat 3 pelukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang menyebabkan muskulus spingter ani ekternum terputus didepan. Tingkat 4 perlukaan yang luas pada dinding depan rectum. Perlukaan vulva sering dijumpai pada saat persalinan. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidak menimbulkan perdarahan banyak, tidak perlu dilakukan tindakan penjahitan. Penjahitan rupture perineum derajat 1 dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut yang dijahit secara jelujur untuk menutup luka. Kala IV dilakukan setiap 15 menit dalam 1 j am pertama dan setiap 30 menit pada 1 jam berikutnya. Pemantauan 2 jam postpartum dilakukan untuk mendeteksi dini terjadinya komplikasi perdarahan pasca persalinan (HPP).(Depkes, 2008). Menurut Prawirohardjo (2010) HPP adalah perdarahan yang melebihi 500 ml. Asuhan Pada masa nifas Ny”M” dilakukan sebanyak 4 kali, kunjungan pertama (I) 8 jam postpartum pada tanggal 24 Februari 2016 hasil pemeriksaan ibu merasa mules dan nyeri pada luka jahitan, pengeluaran ASI lancar, tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat, terdapat lochea rubra, keadaan luka jahitan masih basah. Menurut Nugroho (2014:155). Rasa mules pada masa nifas sering dialami hal ini disebabkan kontraksi dalam relaksasi yang terus menerus pada uterus dan banyak terjadi pada multipara. Tekanan darah pada ibu hamil tidak boleh mencapai 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik. (Hani, 2010). Kunjungan ke II, 7 hari pasca persalinan dilakukan pada tanggal 01 Maret 2016, pengeluaran ASI lancar, tinggi fundus pertengahan pusat dengan sympisis, terdapat lochea sanguinolenta (kecoklatan), keadaan luka jahitan sudah lepas sebagian. Kunjungan III, 2 minggu pasca persalinan dilakukan pada tanggal 15 Maret 2016, hasil pemeriksaan pengeluaran ASI lancar, tinggi fundus uteri 3 jari diatas sympisis, terdapat lochea alba, jahitan sudah lepas. Kunjungan IV, 6 minggu pasca persalinan dilakukan pada tanggal 12 April 2016, hasil pemeriksaan pengeluaran ASI lancar tinggi fundus uteri tidak teraba, tidak terdapat lochea, luka jahitan sudah tidak teraba.
Menurut Walyani, (2015) pengeluaran lochea rubra hari 1 sampai 2, sanguinolenta 3 sampai 7 hari, alba hari ke 14 sampai dengan selesai nifas, involusi uterus Vivian, (2014). Tinggi fundus uteri ketika bayi dan plasenta lahir normalnya 2 jari dibawah pusat, 1 minggu setelah bayi lahir tinggi fundus pertengahan pusat dan sympisis, 2 minggu postpartum teraba diatas sympisis, 6 minggu fundus bertambah kecil dan tidak teraba. Proses involusi uterus dari pengukuran TFU dan pengeluaran lochea berjalan normal, hal ini dikarenakan pola nutrisi yang baik, mobilisasi dini dan menyusui dari hasil data diatas bahwa kunjungan pertama sampai kunjungan ke empat tidak ditemukan kesenjagan antara teori dan fakta. Ibu dalam kondisi sehat sehingga tidak ditemukan keluhan diluar batas normal. Asuhan pada bayi baru lahir dilakukan sebanyak 3 kali, Pemeriksaan pada bayi Ny “M” kunjungan pertama (1) dilakukan pada tanggal 24 Februari 2016 hasil pemeriksaan Berat badan 3600 gram, panjang badan 52 cm, minum ASI (+). Menurut Kemenkes (2012) berat badan lahir normalnya 2500 gram- 4000 gram, panjang badan 48-52 cm. Kunjungan ke dua (II) dilakukan pada tanggal 01 Maret 2016 hasil pemeriksaan Berat badan 3800 gram, panjang badan 53 bagian kepala sampai tubuh tampak kekuningan icterus derajat 2. Icterus fisiologis adalah warna kekuningan yang timbul pada hari ke 2 sampai ke 3 yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke 10. Icterus fisiologis disebabkan kurangnya protein atau enzim glukoronyl transferose yang belum cukup jumlahnya, sehingga kemampuan hati untuk berkonjugasi dan ekresi bilirubin berkurang, kadar bilirubin pada icterus fisiologis <13 mg/dl.(susilanigrum, 2013). Menurut Robin (2011) derajat icterus pada neonatus menurut kremer Kepala dan leher, leher sampai pusat, pusat sampai paha, lengan sampai tungkai, tangan dan kaki. Icterus fisiologis timbul pada hari ke 2- 14 dengan kadar bilirubin <10 mg/dl, sedangkan icterus patologis terjadi lebih dari 10 hari dengan kadar bilirubin >10 mg/dl. Icterus fisiologis terjadi disebabkan pemberian ASI yang kurang adekuat atau jumlah masukan cairan yang kurang adekuat sehingga menurunkan kemampuan hati untuk memroses bilirubin. Kunjungan ketiga (III) dilakukan pada tanggal 12 April 2016 hasil pemeriksaan. Berat badan 4200 gram, Kunjugan ke III pastikan bayi diberi ASI, mengetahui perkembangan bayi (Dewi, 2013) Kunjugan ketiga pada bayi baru lahir dikatakan normal jika bayi tidak memiliki suatu komplikasi atau keluhan. Peningkatan berat badan bayi masih dalam batas normal, warna kuning pada kulit bayi sudah hilang. Jelaskan pada ibu bahwa warna kuning yang terjadi selama 2-14 hari merupakan hal yang fisiologis. Kunjungan KB dilakukan pada tanggal 12 April 2016 pasien sudah menentukan ingin menggunakan KB pil untuk ibu menyusui sebagai alat kontrasepsinya konseling yang diberikan pada Ny”M” P3003 usia 34 tahun. hasil pemeriksaan tekanan darah 120/70 mmHg, suhu 36,8°C, nadi 80x/menit, RR 21x/menit, berat badan 68 kg.
Menurut Saifudin (2011) minipil atau pil progestin cocok untuk ibu menyusui tersedia dalam kemasan 35 pil levonogestrel dan kemasan 28 pil desogestrel, tidak menurunkan produksi ASI tidak mengandung estrogen, menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks diovarium, endometrium mengalami transformasi sehingga implantasi lebih sulit. Menurut Pinem (2009), Usia diatas 30 tahun, terutama diatas 35 tahun sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah memiliki 2 orang anak. KB pil kurang dianjurkan untuk ibu berusia diatas 30 tahun karena efektivitas sangat tinggi, kegagalan menyebabkan terjadinya kehamilan resiko tinggi bagi ibu dan bayi. Dari data diatas terdapat kesenjagan antara teori dengan fakta karena pada ibu yang berusia diatas 30 tahun tidak dianjurkan menggunakan KB pil sebaiknya pada usia diatas 30 tahun pasien menggunakan KB MKJP (metode konrasepsi jangka panjang). Sehingga tidak meningkatkan resiko tinggi pada ibu dan bayi serta kelainan dan komplikasi. SIMPULAN 1. Asuhan kehamilan pada Ny”M” G3P2002 dilakukan secara berkelanjutan dimulai dari asuhan kehamilan pada Ny”M” usia kehamilan 42-43 minggu dengan keluhan kaki bengkak dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan kesenjagan. 2. Asuhan persalinan pada Ny”M” G3P2002 Lama kala 1 berlangsung selama 10 jam karena ibu datang kerumah sakit masih belum ada pembukaan. Setelah diberikan Induksi satu jam pertama ibu mengalami pembukaan 1 cm. kala II dan kala III berlangsung normal, kala IV berlangsung selama 2 jam postpartum dengan jumlah perdarahan 175 cc, kontraksi uterus keras, 2 jari dibawah pusat. Terjadi laserasi derajat 1 dibagian mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit perineum. Laserasi pada derajat 1 masih dapat dijahit untuk menutup luka dibawah pengaruh analgesia lokal dan dapat sembuh tanpa komplikasi, dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan kesenjagan. 3. Asuhan pada masa nifas pada Ny”M” P30003 Kunjugan 1 (8 jam postpartum) teradapat lochea rubra dengan TFU 2 jari dibawah pusat, Kunjungan II dilakukan hari ke 7 postpartum teradapat lochea sanguinolenta dengan TFU pertengahan pusat dengan sympisis. Kunjungan III (2 minggu postpartum) terdapat lochea Alba dengan TFU 3 jari diatas sympisis. Kunjungan ke IV tidak terdapat lochea dengan TFU sudah tidak teraba. Kondisi ibu baik dan dalam batas normal tidak terdapat kesenjagan. 4. Asuhan pada bayi baru lahir Kunjugan 1 (usia 2 jam) pemeriksaan bayi dalam kondisi baik, Kunjugan ke II (usia 7 hari) terdapat masalah pada bayi yaitu ikterus fisiologis. 5. Asuhan pada keluarga berencana (KB) ibu telah menggunakan alat kontrasepsi KB pil untuk ibu menyusui.
REKOMENDASI 1. Bagi Institusi Pendidikan. Sebagai bahan kajian terhadap materi Asuhan Pelayanan Kebidanan serta referensi bagi mahasiswa dalam memahami pelaksanaan Asuhan Kebidanan secara komprehensif pada ibu hamil, bersalin, nifas, neonatus, dan KB. 2. Bagi Institusi kesehatan. Menambah dan meningkatkan kemampuan dalam memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif pada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir dan KB. 3. Bagi Lahan Praktik (Puskesmas) Petugas kesehatan lebih kooperatif, dapat bertindak cepat dalam menghadapi segala hal yang bersifat darurat dan melakukan asuhan kebidanan sesuai dengan prioritas ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir dan KB. 4. Bagi Pasien dan Keluarga Pasien mengetahui tentang permasalahan dan penanganan masalah kebidanan sesuai dengan prioritas ibu hamil, bersalin, nifas, neonatus, dan KB. 5. Bagi peneliti Hasil studi ini akan menambah pengetahuan dan dapat mengaplikasikan materi yang telah diberikan dalam proses perkuliahan serta mampu memberikan Asuhan kebidanan secara berkesinambungan yang bermutu dan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA Ari Sulistyawati. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika. Baety, A. N. (2012). Kehamilan dan Persalinan Panduan Praktis Pemeriksaan. Yogyakarta: Graha ilmu. dewi. (2013). Jakarta: TIM. Dewi, V. N., & Sunarsih, T. (2011). "Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas". Jakarta: Salemba Medika. Dinas Kesehatan Jatim. (2013). "Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2012". Elok Faiqoh & Lucia Y hendrati. (2014). hani. (2014). Yogyakarta: Fitramaya. Kemenkes. (2013). Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Jakarta: WHO. Kementerian Kesehatan Indonesia. (2013). Pusat Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2012. Kementerian Kesehatan RI. (2014). "Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI". Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kusmiyati. (2009). perawatan ibu hamil. jakarta: fitra maya. Mandriawati. (2011). Asuhan Kebidanan Antenatal : Penuntun Belajar (2 ed.). Jakarta: EGC. muslihatun. (2014).
Norma. (2013). Asuhan kebidanan patologi teori . Jakarta. Nurul Kamariyah. (2014). Buku Ajar Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika.. romauli. (n.d.). Saifuddin, A. B., Affandi, B., Baharuddin, M., & Soekir, S. (Eds.). (2006). Buku Panduan praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo. Sarwono, P. H. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta: 2008. Serri Hutahaean. (2013). Perawatan Antenatal. Jakarta: Salemba Medika. Sondakh, J. (2013). Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir. Jakarta: Airlangga. Carolina, & R. Astikawati, Eds.) Erlangga. Sukarni, I., & ZH, M. (2013). "Kehamilan, Persalinan dan Nifas". Yogyakarta: Nuha Medika. Sulistyawati. (2013). Sulistyawati, A. (2009). "Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan". Jakarta: Salemba Medika.. Sulistyawati, A., & Nugraheny, E. (2010). Asuhan Kebidanan Pasa Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba Medika. Sunarti. (2013). asuhan kehamilan. Jakarta. Wahyuni, S. (2011). "Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita". (M. Ester, & E. Wahyuningsih, Eds.) jakarta: EGC. Setyaningrum. (2013). Asuhan kegawat daruratan maternitas. Jakarta. Feryanto, (2009), Asuhan kebidanan patologis. Jakarta Robin, (2011). buku saku bayi dan neonatus. Jakarta. Nurasiah, (2014). Asuhan persalinan normal. Bandung Depkes, (2008). Asuhan persalinan normal. Jakarta Alamat Correspondensi : - Email :
[email protected] - No. HP : 085751682965 - Alamat : Jl. Citra pahlawan no. 28 keting, jombang, jember.