ASUHAN KEBIDANAN PADA NY ”F” MASA HAMIL, BERSALIN, NIFAS, NEONATUS DAN KELUARGA BERENCANA DI UPT PUSKESMAS SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO DWI ASTI WULANDARI 1311010012 SUBJECT: Asuhan Kebidanan, masa hamil, bersalin, nifas, neonatus, Keluarga Berencana DESCRIPTION: Isu yang tidak kalah penting dalam MDGs 2015 adalah berkaitan dengan penurunan angka kematian anak dan peningkatan kesehatan ibu di dunia. Isu tersebut menargetkan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) hingga tiga perempatnya sampai tahun 2015. Tingginya angka kematian ibu di Indonesia terkait dengan banyak faktor, diantaranya kualitas perilaku ibu hamil yang tidak memanfaatkan Antenatal Care (ANC) pada pelayanan kesehatan. Tujuan studi kasus ini adalah menerapkan asuhan kebidanan secara komprehensif pada ibu mulai dari kehamilan, persalinan, nifas, KB dan bayi baru lahir sesuai dengan standar asuhan dengan pendekatan managemen kebidanan menggunakan pendokumentasian SOAP. Asuhan kebidanan diberikan pada Ny “F” usia 18 tahun di Puskesmas Sooko Kabupaten Mojokerto. Proses manajemen kebidanan diselesaikan melalui 5 asuhan kebidanan, yaitu pengkajian, merumuskan diagnosa, menyusun rencana asuhan secara menyeluruh, implementasi dan mengevaluasi. Hasil pengkajian pada Ny “F” ditemukan kesenjangan yaitu pada usia ibu yakni 18 tahun, jadwal imunisasi TT dan TFU. Asuhan persalinan berlangsung berlangsung cepat, kala I berlangsung selama 6 jam. Asuhan pada masa nifas menunjukkan hasil pemeriksaan yaitu pada kunjungan nifas keempat masih keluar cairan dari vagina, terasa gatal, berbau dan berwarna merah kecoklatan. Asuhan neonatus menunjukkan hasil pemeriksaan pada kunjungan kedua (usia 6 hari) bayi mengalami ikterus fisiologis. Pada kunjungan keluarga berencana ibu menggunakan KB suntik 3 bulan. Berdasarkan hasil asuhan kebidanan yang dilakukan, ibu hamil seharusnya dapat rutin memeriksakan kehamilannya pada tenaga kesehatan agar apabila terdapat komplikasi pada kehamilan dapat segera diatasi dan melakukan konsultasi tentang kehamilan, persalinan, neonatus, nifas dan KB. ABSTRACT: The issue that is no less important in the 2015 MDGS is related to child mortality and improving maternal health in the world. The issue has targets to decrease the maternal mortality fate (MMR) and infant mortality Rate (IMR) by three- quarters by 2015. The high rate of maternal mortality in Indonesia is related to many factors, including the quality of the behavior of pregnant mothers who do not take advantage of Antenatal Care (ANC) to health service. The purpose of this case study was to comprehensively implement midwifery care to the mother from pregnancy, parturition , postpartum, contraception and neonatal in accordance with the standard of care in midwifery management approach using SOAP decomentation. Midwifery care given to Mrs. “F” at the age of 18 in puskesmas sooko ,mojokerto. Midwifery management process completed through 5 of midwifwery care, namely
1
assessment, formulate a diagnosis, plan comprehensive care, implementation and evaluation. The assessment results in Mrs. “F” found gaps that maternal age that was still 18 years old, TT immunization schedule and UFH . parturition took place quickly, the first stage lasted for 6 hours. Midwifery care in post partum indicated the results that in the fourth post partum visits there was still discharge from the vagina, itchy, smelly and maroon. The neonatal care found the results on the second visit ( age 6 days) baby had jaundice. On family planning visit mothers using 3 monthly injectable contraception . Based on the results of midwifery care that is done, pregnant mother should do routine chekups at health personnel so that if there any complication in pregnancy it can be immediately overcome and do concultation about pregnancy, parturition , neonatus, postpartum and contraception. Keywords
:
Midwifery Care,pregnant partum,neonatal,contraception.
mother,partusition
,post-
Contributor
: 1. Sulis Diana, M.Kes. 2. Wiwit Sulistyawati, M.Kes. Date : 20 Mei 2016 Type Material : Laporan Penelitian Identifier :Right : Open Document Summary : LATAR BELAKANG Isu yang tidak kalah penting dalam MDGs 2015 adalah berkaitan dengan penurunan angka kematian anak dan peningkatan kesehatan ibu di dunia. Di Indonesia kematian ibu melahirkan masih merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan. Sampai saat ini. Tingginya angka kematian ibu di Indonesia terkait dengan banyak faktor, diantaranya kualitas perilaku ibu hamil yang tidak memanfaatkan Antenatal Care (ANC) pada pelayanan kesehatan, sehingga kehamilannya berisiko tinggi. Rendahnya kunjungan pada ANC dapat meningkatkan komplikasi maternal dan neonatal serta kematian ibu dan anak karena adanya kehamilan berisiko tinggi yang tidak segera ditangai (Erlina, dkk, 2013). Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas) menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka kematian bayi 19 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2014). Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa Timur tahun 2012 mencapai 97,43 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Jatim, 2013). Cakupan K1 sebesar 94,99% sedangkan cakupan K4 sebesar 86,70%. Kabupaten Mojokerto cakupan K1 sebesar 83,01% dan K4 sebesar 78,89%. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka Kematian Neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2013: 87). Target MDGs yaitu 23 per 1.000 kh pada tahun 2015 (Dinkes Jatim, 2013: 11). Jumlah kematian bayi di Kabupaten Mojokerto tahun 2013 dilaporkan sebanyak 129 bayi dari 16.491 kelahiran (Dinkes Kabupaten Mojokerto, 2014). Upaya bidan dalam menurunkan AKI dan AKB adalah dengan pendekatan safe motherhood dengan menganggap bahwa setiap kehamilan mengandung risiko, walaupun kondisi kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan dalam keadaan baik. Bidan seharusnya dapat memberikan pelayanan kesehatan pada ibu hamil.
2
Berdasarkan masalah tersebut penulis tertarik untuk mengambil studi kasus dengan judul “Asuhan kebidanan yang berkelanjutan (continuity of care) perlu dilakukan pada ibu hamil, melahirkan, neonatus, masa nifas, dan KB”. METODOLOGI Proses manajemen kebidanan diselesaikan dengan 5 langkah dan SOAP notes. Responden studi kasus adalah Ny “F” usia 18 tahun dengan pengumpulan data dengan menggunakan observasi dan wawancara. Penelitian di lakukan di BPM Nanik Sujatmiati S.ST di perum Japan Asri Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto pasa tanggal 09 februari – 29 April. Asuhan kebidanan pada ibu hamil dilakukan sebanyak 1 kali, asuhan kebidanan pada ibu bersalin dilakukan mulai kala 1- kala IV. Asuhan kebidanan pada ibu nifas dilakukan 4 kali, asuhan kebidanan pada neonates dilakukan sebanyak 3 kali dan asuhan kebidanan pada keluarga berencana dilakukan sebanyak 2 kali. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada kunjungan antenatal didapatkan umur Ny “F” adalah 18 tahun. Ibu hamil pada usia 18 tahun merupakan usia yang belum memasuki usia reproduksi sehat sehingga ibu belum siap secara fisik dan mental. Menurut Romauli (2014: 162) bahwa usia reproduksi sehat dikenal dengan usia aman untuk kehamilan dan persalinan yakni 20-35 tahun. Wanita yang hamil pada usia kurang dari 20 tahun, dapat berisiko mengalami abortus/keguguran, anemia, KPD, bayi belum cukup umur, perdarahan terjadi sebelum lahir dan perdarahan setelah bayi lahir. Ny “F” yang berusia 18 tahun dinilai kurang tepat bagi reproduksi wanita. Pada usia ini kondisi fisik wanita belum optimal dan psikologi masih labil. Ny “F” dapat dikatakan belum siap secara mental, sehingga nantinya akan berdampak pada perilaku ibu dalam menjaga kehamilannya. Namun data riwayat psikologi menjelaskan bahwa ibu mengatakan senang dengan kehamilannya karena ibu mendapatkan dukungan/support dari orangtua dan keluarga, sehingga ibu dapat menerapkan saran dari orang tuanya berdasarkan pengalaman kehamilan dari orang tuanya. Hasil pengkajian imunisasi TT Ny “F” sudah melakukan imunisasi TT sebanyak 3 kali. Imunisai TT yang dilakukan Ny “F” masih kurang lengkap karena wanita seharusnya mendapatkan imunisasi TT sebanyak 5 kali. Menurut Hani (2014: 11) imunisasi TT perlu diberikan pada ibu hamil guna memberikan kekebalan pada janin terhadap infeksi tetanus (Tetanus Neonatorum) pada saat persalinan, maupun postnatal. Bila wanita selama hidupnya mendapatkan imunisasi sebanyak 5 kali berarti akan mendapat kekebalan seumur hidup dengan periode waktu tertentu terhadap penyakit tetanus. Ny “F” hanya melakukan imunisasi TT sebanyak 3 kali, dikarenakan ibu yang masih berusia muda/remaja sehingga belum terlalu mengerti tentang pentingnya imuniasi TT, jadwal dan skrining imunisasi TT. Menurut Hani (2014: L-4) Perkiraan TFU pada umur kehamilan 36 minggu adalah setinggi procesus xipoideus (33 cm). Mandriwati (2008: 84) Tinggi fundus uteri yang normal harus sama dengan umur kehamilan dalam minggu yang ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir. Apabila hasil pengukuran berbeda 1-2 cm masih dapat ditoleransi, tetapi jika deviasi lebih kecil 2 cm dari umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin, sedangkan bila deviasi lebih besar dari 2 cm, kemungkinan terjadi bayi kembar, polihidramnion atau janin besar. Hasil pemeriksaan tersebut tidak sesuai dengan teori yang ada, seharusnya pada usia 36 minggu TFU sebesar 30 cm. Hasil pemeriksaan tersebut tidak sesuai dengan teori yang ada, seharusnya pada usia 35 minggu TFU sebesar 30 cm atau lebih. Ukuran TFU yang
3
tidak sesuai dikarenakan, kepala masuk ke pintu atas panggul, sehingga mempengaruhi hasil pengukuran TFU. Pada Kala I pada Ny “F” mempunyai keluhan kenceng-kenceng mulai tanggal 23 Februari 2016 pukul 05.00 WIB dan mengeluarkan lendir pada kemaluannya. Pada pemeriksaan dalam ditemukan pembukaan Ø 6 cm, efficement 50%, presentasi letak kepala, dominator UUK, Hodge III air ketuban pecah dan jernih. Persalinan kala I Ny “F” berlangsung ± 6 jam, His adekuat. Menurut Sulistyawati (2013: 7) Kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada multigravida sekitar 8 jam. Persalinan fase laten, pembukaan serviks yang berlangsung lambat sampai pembukaan 3 cm, lamanya 7-8 jam. Fase aktif, berlangsung selama 6 jam (Mochtar, 2012: 71). Kala I pada persalinan Ny “F” berlangsung selama 6 jam, sehingga dapat dikatakan kala I berjalan cepat, hal ini dikarenakan his yang adekuat. Persalinan cepat dapat meningkatkan risiko terjadinya perdarahan postpartum. Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu pemberian infus RL untuk mengantisipasi terjadinya perdarahan postpartum Kala II saat pembukaan lengkap Ny “F” ingin meneran dengan ditandai adanya dorongan ingin meneran, teknana pada anus, perineum menonjol, frekuensi his semakin sering (>3x/menit), intensitas his semakin kuat dan durasi his >40 detik. Kala II berlangsung selama ± 30 menit, bayi lahir spontan, jenis kelamin perempuan, langsung menangis, tonus otot baik, warna kulit merah muda, tidak ada kelainan kongenital dan anus ada. Mochtar (2012: 71) Kala II berlangsung selama ½ - 2 jam. Sulistyawati, (2013: 232) data yang mendukung bahwa pasien dalam persalinan kala II adalah pasien mengatakan ingin meneran. Perineum menonjol, vulva dan anus membuka, frekuensi his semakin sering (>3x/menit), intensitas semakin kuat, durasi his >40 detik. Proses persalinan kala II berjalan lancar berlangsung selama ± 30 menit sehingga ini merupakan proses fisiologis dan tidak ada kesenjangan antara fakta dan teori. Kala III Ny “F” hanya berlangsung 10 menit. Manajemen aktif kala III dilakukan dengan pemberian oktitosin, penegangan tali pusat dan masase fundus uteri dilakukan untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik, hasil pemeriksaan menunjukkan hasil kontraksi uterus baik/keras. Sulistyawati (2013: 7) bahwa penatalaksanaan persalinan Kala III dalam asuhan persalinan normal berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Jika lamanya kala III berlangsung lebih dari 30 menit merupakan indikasi terjadinya retensio plasenta. Kala III Ny “F” berlangsung normal, tidak terjadi retensio plasenta, hal ini karena plasenta lahir 10 menit setelah bayi lahir dengan demikian selama kala III tidak ada penyulit dan tidak ada kesenjangan antara fakta dan teori. Kala IV Ny “F” berlangsung ±2 jam. Observasi 2 jam pertama post partum didapatkan hasil pengukuran TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik. Perdarahan ± 300cc. kontraksi uterus lembek, kandung kemih penuh, perdarahan 400 cc. Sulistyawati (2013: 7) menjelaskan bawah normalnya Kala IV berlangsung 1-2 jam. Kala IV adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi lahir dan uri lahir. Jumlah perdarahan rata-rata dianggap normal adalah 100-300 cc, apabila perdarahan lebih dari 500cc, hal tersebut sudah dianggap abnormal dan harus dicari penyebabnya (Mochtar, 2012: 71). Kala IV berlangsung tidak normal, hal ini dikarenakan kontraksi uterus lembek dan kandung kemih penuh. Pengeluaran darah pada Ny. “F” masih dalam batas normal dan tidak ada kesenjangan dengan teori. Penatalaksanaan yang diberikan yaitu pemberian drip 2 ampl dan menganjurkan ibu untuk buang air kecil/kencing untuk mengosongkan
4
kandung kemih. Setelah dilakukan pemotongan tali pusat bayi bayi Ny. “F” tidak dilakukan IMD. Hasil pengkajian kunjungan nifas pertama (6 jam post partum), keluhan pada Ny “F” adalah perutnya masih terasa mulas. Menurut Saleha (2009: 105) masalah yang sering terjadi pada masa nifas normal adalah kram perut, nyeri pada luka perineum, payudara bengkak, ASI tidak keluar. Hasil pengkajian didapatkan bahwa keluhan yang dialami Ny “F” masih dalam batas normal (fisiologis), sehingga tidak ada kesenjangan antara fakta dan teori. Perut yang mulas pada masa nifas disebabkan karena setelah melahirkan rahim berkontraksi untuk merapatkan dinding rahim sehingga tidak terjadi perdarahan, kontraksi inilah yang menimbulkan rasa mulas pada perut ibu. Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu nifas dengan keluhan perut mulas adalah menganjuran ibu untuk melakukan pijatan lembut (massase) pada area perut searah jarum jam. Hasil pemeriksaan pada Ny “F” involusi uterus berjalan normal, yakni 6 jam post partum TFU 2 jari bawah pusat dan pengeluaran lochea rubra, pada kunjungan 6 hari post partum TFU pertengahan pusat-simfisis dan pengeluaran lochea sanguilenta, pada kunjungan 2 minggu post partum TFU tak teraba dan pengeluaran lochea serosa. Kunjungan 6 minggu post partum TFU tak teraba dan pengeluaran locha alba. Dewi (2014: 57) Involusi uteri pada saat uri lahir TFU 2 jari dibawah pusat, 1 minggu post partum TFU pertengahan pusat simfisis, 2 minggu tidak teraba diatas simfisis dan 6 minggu bertambah kecil. Pada masa nifas Ny “F” involusi uteri berjalan normal, adanya kesenjangan pada keluhan utama yaitu nyeri pada labia mayora saat kunjungan kedua dan ketiga, hal ini masih bersifat fisiologis yang terjadi pada ibu post partum. Proses involusi uteri dari pengukuran TFU dan pengeluaran lochea berjalan normal, hal ini dikarenakan pola nutrisi yang baik, mobilisasi dini dan menyusui. Pola laktasi pada Ny “F” tidak ada keluhan, pengeluaran ASI lancar dan bayi menyusu ketika lapar/menangis. Kunjungan keempat (6 minggu post partum) keluhan ibu adalah keluar cairan dari vagina, terasa gatal,berbau dan berwarna merah kecoklatan, hal ini dikarenakan ibu yang kurang menjaga kebersihan vagina. Lochea adalah cairan yang keluar dari vagina pada masa nifas yang tidak lain adalah sekret dari rahim terutama luka plasenta. Pada 2 hari pertama, lokia berupa darah disebut lochea rubra. Setelah 3-7 hari merupakan darah encer disebut lochea serosa, dan pada hari ke-10 menjadi cairan putih atau kekuning-kuningan yang disebut lochea alba. Lokia yang berbau amis dan lochea yang berbau busuk menandakan adanya infeksi. Jika lokia berwarna merah setelah 2 minggu, ada kemungkinan tertinggalnya sisi plasenta atau karena involusi yang kurang sempurna yang sering disebabkan retrolexio uteri (Dewi dan Sunarsih, 2014: 74). Hasil penelitian Timbawa, Kundre dan Bataha (2015) menunjukkan bahwa ada hubungan vulva hygiene dengan infeksi luka perineum pada ibu post partum di rumah sakit Pancaran Kasih GMIM Manado. Penelitian Afandi, Suhartatik, dan Ferial (2014) juga menunjukkan bahwa ada hubungan Personal Hygiene dengan Percepatan Kesembuhan Luka Perineum di Klinik Bersalin Khairunnisa. Kunjungan keempat keluhan yang dialami ibu adalah keluar cairan dari vagina, terasa gatal dan berbau, hal ini dikarenakan ibu yang kurang menjaga kebersihan vagina dan ibu yang masih menjalani tarak makan karena menganut tradisi orang tua. Penatalaksanaan yang diberikan pada Ny “F” adalah menganjurkan ibu untuk meningkatkan kebersihan genetalia dan menganjurkan ibu untuk tidak tarak makan. Kunjungan pertama neonatus (umur 5 jam) hasil pemeriksaan pada bayi Ny “F” yang dilakukan masih dalam keadaan normal, yakni suhu 36,7oC, denyut jantung 145 x/menit dan pernafasan 45 x/menit, tidak ditemukan hipotermi ataupun hipertermi.
5
Muslihatun (2010: 253) suhu tubuh bayi baru lahir normal adalah suhu pada aksila 36,5°C sampai 37,5°C. Apabila suhu tubuh kurang dari 36°C dapat dikategorkan hipotermi dan jika suhu tubuh kurang dari 37,8°C dapat dikategorkan hipertermi. Pada pemeriksaan umum bayi Ny “F” tidak ditemukan kesenjangan antara fakta dan teori. Pada pemeriksaan umum bayi Ny “F” suhu bayi baru lahir normal karena menerapkan pencegahan hipotermi diantaranya menjaga suhu tubuh tepat hangat yaitu dengan dibedong. Pada kunjungan neonatus 1 penatalaksanaan yang dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh tetap hangat, melindungi bayi dari aliran udara dan membatasi stress akibat perpindahan lingkungan dari uterus yang hangat ke lingkungan yang lebih dingin dengan cara membungkus bayi dengan kain tebal dan hangat. Memberikan salep mata. Memberikan vitamin K1 pada saat bayi baru lahir sampai usia 2 minggu karena risiko terjadinya perdarahan bertambah terutama pada usia 1-2 minggu dan menurun menjelang usia 6 bulan setelah bayi mulai dapat memproduksi vitamin K sendiri. Bayi Ny “F” mempunyai berat badan lahir 3200 gram dan panjang badan 52 cm. Berat badan dan panjang badan bayi Ny “F” berada pada batas normal. Menurut Sondakh (2013: 164), berat badan bayi cukup bulan normalnya adalah 2500-4000 gram. Panjang badan yang diukur dari puncak kepala sampai tumir pada bayi cukup bulan normalnya adalah 48-52 cm. Pada bayi usia 0 hingga 3 bulan, berat badan akan bertambah sebanyak 30 gram per hari, dalam sebulan bayi akan mengalami kenaikan berat badan sekitar 900 gram. Bayi Ny “F” lahir dengan berat badan dan panjang badan sesuai dengan keadaan normal, sehingga dapat dikatakan bayi baru lahir fisiologis sesuai dengan fakta dan teori. Kunjungan neonatus kedua (usia 6 hari) keluhan pada bayi adalah bayi berwarna kuning. Bayi kuning atau ikterus adalah salah satu keadaan menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia (Dewi, 2013: 74). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hasvivin, Wahyuni dan Kadir (2013) menjelaskan bahwa terdapat hubungan frekuensi pemberian ASI dengan angka Kejadian Ikterus Neonatorum diruang Nicu RSKD Ibu Dan Anak Siti Fatimah Makassar (p = 0,006), bayi yang di beri minum lebih awal atau di beri minum lebih sering dan bayi dengan pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Bayi yang mendapat ASI kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih sering,bayi yang terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologis. Bayi kuning yang terjadi pada Ny “F” disebabkan karena kurang ASI sehingga akan menurunkan kemampuan hati untuk memproses bilirubin. Penatalaksanaan yang diberikan adalah menganjurkan ibu untuk menjemur bayi di bawah sinar matahari dengan kondisi telanjang selama 30 menit, 15 menit dalam posisi terlentang, dan 15 menit sisanya dalam posisi tengkurap serta menganjurkan ibu untuk selalu memberikan ASI setiap 2 jam atau sesuai keinginan bayi (on demand) Pada kunjungan ketiga (usia 15 hari), pemantauan keadaan bayi dalam batas normal tidak ditemukan masalah atau komplikasi keadaan bayi baik, tidak ada terjadi ikterus, mengingatkan ibu untuk tetap memberikan ASI eksklusif pada bayinya, telah dilakukan imunisasi HB0 dan polio, tidak ditemukan tanda-tanda bahaya pada bayinya dan tidak ada. Asuhan kebidanan pada Ny “F” adalah 18 tahun dengan akseptor KB suntik 3 bulan pada tanggal 24 April 2016 pukul 18.00 WIB, ibu mengatakan ingin menunda kehamilan dengan mengikuti program KB, sebelumnya ibu belum pernah menggunakan KB.
6
Keluarga berencana digunakan untuk menunda kehamilan yaitu metode KB alami, KB hormonal (suntik, pil), KB non hormonal (IUD). Keuntungan dari KB suntik 3 bulan adalah sangat efektif mencegah kehamilan, pencegahan kehamilan jangka panjang, tidak berpengaruh pada hubungan suami istri dan tidak berpengaruh terhadap produksi ASI. Sedangkan kerugiannya adalah gangguan pola haid, perubahan berat badan (Manuaba, 2010: 269). Menurut Handayani (2011: 113) yang boleh menggunakan/ indikasi KB suntik 3 bulan antara lain: wanita dari semua usia subur yang menginginkan metoda yang efektif dan bisa dikembalikan lagi. Sedang dalam masa nifas dan tidak sedang menyusui. sedang menyusui (6 minggu atau lebih masa nifas). Ny “F”melakukan KB suntik untuk menunda kehamilannya, selain itu juga hasil pemeriksaan Ny “F” tidak ada kontra indikasi untuk dilakukan KB suntik seperti tidak mengalami perdarahan dan tidak mengalami kanker payudara. KB suntik 3 bulan diberikan karena penggunaan KB suntik 3 bulan cukup efektif mencegah kehamilan dan tidak mengganggu produksi ASI dan laktasi, selain itu penggunakan KB suntik 3 bulan dinilai lebih ekonomis dan memiliki efektivitas tinggi. Simpulan 1. Asuhan kebidanan pada Ny “F” dilakukan secara berkelanjutan dimulai dari asuhan kehamilan pada Ny “F” pada usia kehamilan 38 minggu, dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan kesenjangan, hanya umur ibu, imunisasi TT dan TFU yang mengalami kesenjangan. 2. Asuhan persalinan pada Ny “F” berlangsung cepat, kala I berlangsung selama 6 jam, Kala II berlangsung selama 30 menit, Kala III berlangsung selama 10 menit, plasenta lahir lengkap, Kala IV Ny “F” berlangsung ± 2 jam, observasi 2 jam pertama post partum didapatkan hasil pengukuran TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik. kontraksi uterus lembek, kandung kemih penuh, perdarahan 400 cc. 3. Asuhan pada masa nifas menunjukkan hasil pemeriksaan terdapat masalah/kesenjangan yaitu pada kunjungan nifas keempat masih keluar cairan dari vagina, terasa gatal,berbau dan berwarna merah kecoklatan. 4. Asuhan neonatus menunjukkan hasil pemeriksaan pada kondisi bayi baik dan normal, pada kunjungan kedua (usia 6 hari) bayi mengalami ikterus fisiologis. 5. Asuhan keluarga berencana ibu mengikuti program KB suntik 3 bulan. Rekomendasi 1. Bagi Lahan Praktek Diharapkan tenaga kesehatan (bidan) di Puskesmas dapat meningkatkan kualitas pelayanan KIA, khususnya dalam memberikan asuhan pada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir dan keluarga berencana dalam batasan Continuity of Care. 2. Bagi Institusi Pendidikan Asuhan kebidanan ini diharapkan menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan serta bahan penerapan asuhan kebidanan dalam batas Continuity of Care terhadap ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir dan pelayanan kontrasepsi, serta dapat digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan untuk laporan studi kasis selanjutnya. 3. Bagi Pasien dan Keluarga Diharapkan agar responden dapat rutin memeriksakan kehamilannya pada tenaga kesehatan agar apabila terdapat komplikasi pada kehamilan dapat segera di atasi dan melakukan konsultasi tentang kehamilan, persalinan, neonatus, nifas dan KB. 4. Bagi Penulis Selanjutnya
7
Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan konsep asuhan kebidanan secara continuity of care pada ibu hamil, bersalin, nifas, neonatus dan KB dengan kehamilan risiko tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Erlina, Rahma, Larasati & Kurniawan. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil Terhadap Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan Di Puskesmas Rawat Inap Panjang Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University Volume 2 No 4 Februari 2013 Dinkes Jatim. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Dinkes Kabupaten Mojokerto 2014. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto. Mojokerto: Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto Hani, Ummi, Kusbandiyah, Jiarti, Marjati & Yulifah, Rita. 2014. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Fisiologis. Jakarta: Salemba Medika Sulistyawati, Ari & Nugraheny, Esti. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba Medika Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri. Buku Kedokteran Jakarta : EGC. Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika. Dewi, Vivian Nanny Lia dan Suharsih, Tri. 2014. Asuhan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika Timbawa, Sriani, Rina, Kundre dan Bataha, Yolanda. 2015. Hubungan Vulva Hygiene Dengan Pencegahan Infeksi Luka Perineum Pada Ibu Post Partum Di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado. E-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 3 Nomor 2 Oktober 2015 Muslihatun, Wafi. Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya Sondakh, J.S. dan Jenny, M.Clin.Mid. 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Malang Gelora Aksara: Erlangga Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC Handayani, Sri. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Rihana Alamat Correspondensi : - Email :
[email protected] - No. HP : 085607588208 - Alamat : Jl. Dieng No.237 Dawuhan Lor, Sukodono, Lumajang
8