ARTIKEL
JUDUL:
TRADISI MENGARAK OGOH-OGOH TELOR PADA MASYARAKAT ISLAM DI DESA TEMBOK, TEJAKULA, BULELENG, BALI SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH KEBUDAYAAN DI SMA NEGERI 1 TEJAKULA
OLEH : DESAK PUTU WIRASTINI 0914021056
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2014
Tradisi Mengarak Ogoh-Ogoh Telor Pada Masyarakat Islam di Desa Tembok, Tejakula, Buleleng, Bali Sebagai Sumber Belajar Sejarah Kebudayaan di SMA Negeri 1 Tejakula
Oleh: Desak Putu Wirastini, (NIM 0914021056), (e-mail:
[email protected]) Wayan Mudana*) Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pakraman Tembok, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) latar belakang masyarakat Islam di Desa Tembok melaksanakan Tradisi Mengarak Ogoh-Ogoh Telor, (2) bentuk ogoh-ogoh telor yang dibuat masyarakat Islam Desa Tembok,dan (3) aspekaspekTradisi mengarak ogoh-ogoh telor sebagai sumber belajar sejarah kebudayaan di SMA Negeri 1 Tejakula. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan langkah-langkah, (1) Metode penentuan informan, (2) Metode pengumpulan data (tehnik observasi, teknik wawancara, teknik studi dokumen), (3) Metode validitas data, (4) Metode analisis data, (5) Penulisan hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Latar belakang masyarakat Islam di Desa Tembok melaksanakan tradisi ini, karena adanya faktor historis, faktor kepercayaan, faktor budaya serta meningkatkan solidaritas sosial, (2) Bentuk ogoh-ogoh telor adalah bentuk perahu dan ikan karena tidak terlepas dari mata pencaharian masyarakat Islam yang sebagian besar adalah nelayan serta sebagai salah satu cara untuk menguatkan identitas keislaman di Desa Tembok, (3) Aspek-aspek tradisi Mengarak Ogoh-Ogoh Telorsebagai sumber belajar sejarah kebudayaan di SMA Negeri 1 Tejakula dapat di lihat dari aspek sistem komunikasi dan interaksi budaya sesuai dengan kompetensi dasar menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Budha dan Islam di Indonesia. Selanjutnya dapat dilihat dari aspek pendidikan yaitu sebagai ajang pengenalan budaya terhadap siswa, agar nantinya budaya tersebut bisa memperkaya materi pembelajaran sejarah kebudayaan.
ABSTRACT This research was conducted in Pakraman Wall , District Tejakula , Buleleng , Bali . This study aimed to determine ( 1 ) Background of Islamic societies in the village of Wall implement Ogoh - Ogoh paraded Tradition egg , ( 2 ) Form of Ogoh - Ogoh made egg Islamic community village wall , ( 3 ) aspects of the tradition paraded ogoh - ogoh telor learning resources in the cultural history of SMA Negeri 1 Tejakula . The method used in this research is descriptive qualitative method steps , namely , ( 1 ) the determination technique informant , ( 2 ) the data collection techniques ( observation, interview techniques , study techniques document ) , ( 3 ) Technical data validity , ( 4 ) Data analysis techniques , ( 5 ) Technical writing research results . The results showed that ( 1 ) Background of Islamic societies in the village of Wall implement this tradition , due to historical factors , factors of trust , cultural factors and increasing social solidarity , ( 2 ) The form used in the making of ogoh-ogoh is the egg shape and fishing boats because it is inseparable from the Islamic community livelihoods , mostly fishermen as well as a way to strengthen the Islamic identity in the village of Wall , ( 3 ) aspects of Ogoh - Ogoh paraded tradition of egg as a source of learning history in high school culture can be seen from the aspect cultural communication and interaction system in accordance with the Basic Competence Analyze the process of interaction between the local tradition , the Hindu - Buddhist and Islam in Indonesia . Furthermore, it can be seen from the aspect of education that is as a venue for cultural recognition to the students , so that the culture can enrich the students in learning the history of material culture . Kata Kunci: Mengarak, Ogoh-Ogoh Telor, Sumber Belajar Sejarah *) Dosen Pembimbing Artikel
Kedudukan Islam sebagai agama mayoritas,
telah
memberikansuatu
keuntungan bagi Islam itu sendiri
menafsirkan maksud sebenarnya dari ajaran Jihad itu sendiri.Pada kenyataannya dalam
untuk
mengimplementasikan ajaran Jihad pelaku
memiliki ruang gerak struktural, artinya
selalu memakai modus bom bunuh diri yang
Islam bisa mengubah diri menjadi 2 bentuk.
mengakibatkan banyak korban diluar dari
Pertama, Islam tampil sebagai bentuk
Agama Islam. Tidaklah salah jika Islam di
lembaga pemerintahan (jargon) yang bisa
nilai
menjaga keutuhan umat beragama.Kedua,
(Susetyo,2007:15).
sebagai
agama
yang
radikal
Islam tampil sebagai agama yang profetis
Hal senada juga diungkapkan oleh
(kritis) terhadap apa yang diyakini.Jika
Bernard Lewis (2000) salah satu tokoh
dilihat dari tampilan bentuk pertama yang
agama dalam bukunya yang berjudul“ The
dijadikan sebagai jargon toleransi beragama
Political Language of Islam“menilai Islam
sepertinya tidak sesuai dengan kenyataan
sebagai
yang terjadi di Indonesia dan Bali pada
mementingkan golongan serta memberikan
khususnya.
rasa
agama
identitas
fanatik
tersendiri
yang
hanya
bisa
Seringkali Agama Islam dipandang
membedakan dengan agama lain. Lewis
sebagai agama radikal yang mengedepankan
menilai Islam fanatik dari konsep Islam
sisi kekerasan.Hal ini dibuktikan dengan
yang
ajaran Jihad yang mengatasnamakan agama.
“Negara Islam”. Ini berarti Islam ingin
Jihad
yang
dianggap sebagai agama yang berada pada
memperbolehkan untuk mengorbankan diri
urutan paling atas dan memandang agama
demi suatu kebenaran.Akan tetapi pelaku
lain sebagai agama yang terpinggirkan
dari ajaran Jihad ini sering kali salah
(Rahardjo, 1999).
merupakan
suatu
ajaran
mengehendaki
adanya
suatu
Pandangan diatas dapat disimpulkan
didominasi oleh masyarakat Muslim ketika
bahwa Agama Islam memang memiliki
ada hari raya keagamaan. Misalnya, sistem
suatu emosi keagamaan tinggi cendrung
ngejotin pada saat pelaksanaan hari raya
bersifat fanatisme, radikal dan profetis yang
agama.
menutup
kerja
dan
Hal menarik yang bisa menguatkan
kompromi dengan agama lain.Pada akhirnya
rasa toleransi agama ketika pelaksanaan hari
bisa mengarah pada disintegrasi sosial yang
raya Maulud Nabi yaitu masyarakat Islam
menimbulkan konflik, serta kekerasan yang
merayakannya dengan mengadakan suatu
mengatasnamakan agama dan tentunya bisa
tradisi yang memakai telor sebagai sarana
merusak keutuhan persatuan dan kesatuan
utama
bangsa .
menyebutnya
Namun
sama,
toleransi
pandangan
dan
masyarakat mengarak
setempat ogoh-ogoh
tersebut
telor.Bentuk dari ogoh-ogoh telor ini yang
semuanya tidaklah benar karena masih ada
membedakan masyarakat Islam Tembok
masyarakat Islam yang tidak menutup diri
dengan masyarakat Islam lainnya.Ditempat
dari agama lain. Bukti konkret terlihat di
lain misalnya, Yogyakarta memakai bentuk
Desa Tembok, Tejakula, Buleleng.Desa
tumpengan atau gunungan dalam perayaan
Tembok merupakan desa.yang menerapkan
Gerebeg
pluralitas dan memiliki toleransi agama
Tembok
yang kuat. Hal ini bisa dibuktikan dari
diakulturasikan dengan bentuk menyerupai
adanya hubungan yang harmonis, saling
ogoh-ogoh sesuai dengan mata pencaharian
menghargai
warga setempat, misalnya bentuk ogoh-ogoh
antara masyarakat asli Desa
Tembok yang didominasi oleh masyarakat Hindu
dengan
masyarakat
pendatang
Maulud
sedangkan
ogoh-ogoh
kapal, dan perahu.
telor
Islam
di
sudah
Mengenai istilah arak telur
ini
penyatuan.Gambaran telor dari kemakmuran
berasal dari bahasa Jawa “Ngarak” yang
dan
berarti
pengikut”.Karena
menyambut kelahiran Sang Nabi teladan
setiap tradisi ini dijalankan memang selalu
umat Islam yang membawa kemakmuran
diikuti banyak orang, sehingga disebut
bagi umatnya serta diungkapkan dengan rasa
Ngarak (Heryanto, 2010: 59). Pengertian
gembira, rasa sumringah melalui simbol-
lain
simbol aneka warna kertas dan hiasan
“diiringi
para
mengatakan
bahwa
“Ngarak”juga
berarti “dibawa mengelilingi desa dengan penuh sukacita serta diperebutkan warga masyarakat”
(dikutip
dari
situs
kebahagiaan
adalah
rasa
syukur
telurnya. Sedangkan gambaran telor sebagai simbolpenyatuan
adalah
meski
telor
http://“tradisi-budaya” 13/03/2010: 13:10).
memiliki warna kuning didalam dan putih
Menurut Hasan (40 tahun : 10 Juli
diluar tapi bisa menyatu dengan sempurna.
2013) selaku Ustad di Desa Tembok
Sangatlah cocok mengambarkan keadaan
mengatakan
Telor
masyarakat Islam dan non Islam desa
dilaksanakan pada hari kedua belas bulan
Tembok karena meski dari segi kepercayaan
Maulud (Rabiul Awal) untuk memperingati
terdapat perbedaan tapi tidak membuat satu
hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pada
sama lain saling bermusuhan melainkan
setiap tradisi ini, masyarakat Islam memilih
perbedaan dijadikan modal utama untuk
telor sebagai sarana utama karena telur
bersama-sama memajukan Desa Tembok
dianggap memiliki 2 makna yang begitu
termasuk
mendalam.Pertama, telor memiliki simbol
pembuatan
kemakmuran dan kebahagiaan dan yang
memperingati hari raya Maulud Nabi.
kedua
Tradisi
telor
Ogoh-ogoh
memiliki
simbol
juga
kebersamaan
ogoh-ogoh
telor
dalam dalam
Tradisi mengarak ogoh-ogoh telorini diawali
dari
halaman
Masjid
Al-
tempat
berkumpulnya
lisan yang berkembang ketika manusia belum
mengenal
penyampainnya Ikhsansebagai
masyarakat.Setelah
melaksanakan sholat,
masyarakat Islam mulai mengarak telor dari
tulisan masih
dan
dalam
menggunakan
tutur/suarasedangkan yang kedua tradisi tulisan yang berkembang ketika manusia sudah mengenal tulisan. Kajian teori selanjutnya yaitu aspek
Masjid Al-Ikhsan menuju jalan raya hingga sampai di perbatasan Desa Tembok dengan Desa Sambirenteng. Di setiap sisi jalan,
sumber belajar pendidikan sejarah, yaitu bagaimana
memperkenalkan
kepada
generasi musa akan budaya yang dimiliki serta bisa dijadikan materi pembelajaran
masyarakat non Islam menunggu arakan telor
datang
dan
bersama-sama
ikut
sejarah kebudayaan METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan
merayakan Maulid Nabi dengan sukacita. dalam Penelitian mengetahui
ini
bertujuan
untuk
faktor-faktor
melatarbelakangi
pembuatan
yang tradisi
mengarak ogoh-ogoh telor, bentuk ogohogoh yang dipakai dalam tradisi , serta aspek-aspek dalam tradisi yang bisa dipakai sebagai
sumber
belajar
sejarah
kebudayaan.Kajian teori yang digunakan dalam
penelitian
ini
menyangkutlatar
belakang lahirnya tradisi disebabkan adanya
dilakukan sebuah tradisi ataupun kebiasaan yang bisa menolak malapetaka tersebut. Kajian teori berikutnya yaitu Bentuk tradisi yang berkembang ada2 yakni tradisi
ini
penelitian kualitatif
adalah
metode
di antaranya terdapat
(1) Teknik Penentuan informan; Informan yang
dituju
untuk
memperoleh
data
yakniDewa Putu Kantun, Madshah, Hanam, Jero Luh Padmawati, Dewa Gd Mangku Teges, Nengah Maska, Ramlan;(2) Metode Pengumpulan Data (observasi, wawancara, dan studi dokumentasi); (3) Metode validitas data; dan (4) Metode analisis data. HASIL
rasa ketakutan terhadap segala malapetaka ataupun mitos yang dipercaya bahwa perlu
penelitian
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa
1)
faktor-faktor
yang
melatarbelakangi lahirnya tradisi mengarak ogoh-ogoh telor yakni faktor Historis, faktor sosial, dan faktor budaya. 2) Bentuk tradisi ogoh-ogoh telor yang dipakai adalah bentuk
ikan dan perahu sesuai dengan mata
Aspek-aspek
pencaharian masyarakat desa Tembok. 3)
Ogoh-ogoh yang bisa dijadikan sebagai
Aspek yang bisa dipakai dari tradisi
sumber belajar sejarah kebudayaan
mengarak ogoh-ogoh telor adalah aspek sistem komunikasi dan interaksi, aspek
dari
Tradisi
Aspek-aspek
Mengarak
tradisi
Mengarak
Ogoh-Ogoh Telor sebagai sumber belajar
pendidikan. sejarah PEMBAHASAN Faktor-faktor
kebudayaan
dapat
dipaparkan
sebagai berikut:Aspek Sistem Komunikasi yang
Melatarbelakangi
Lahirnya Tradisi Mengarak Ogoh-ogoh Telor di Desa Tembok
dan interaksi yaitu Tradisi Mengarak OgohOgoh Telor ini bisa dijadikan wadah sebagai sistem komunikasi saling berinteraksi antar
Adapun latar belakang lahirnya tradisi mengarak ogoh-ogoh telor pada masyarakat
umat beragama khsususnya bagi masyarakat
Islam di Desa Tembok karena beberapa
Islam dan Non Islam. Dengan adanya
faktor yang amat kuat dalam pendiriannya
interaksi tersebut maka hubungan terjalin
yakni faktor historis, faktor solidaritas sosial, dan faktor budayaserta kepercayaan
dengan baik dan terhindar dari adanya konflik antar beragama. Pada dasarnya
Bentuk Tradisi Mengarak Ogoh-ogoh setiap perbedaan itu hendaknya dipandang
Telor
sebagai suatu keindahan, bukan dipandang Ada 2 bentuk yang dipakai dalam tradisi mengarak ogoh-ogoh telor yaitu
sebagai suatu jarak penghalang dengan
bentuk ikan dan perahu. Dalam pemilihan
agama lain. Selanjutnya sebagai aspek
bentuk ogoh-ogoh ini tidak terlepas dari ciri dan
mata
pencaharian
yang
pendidikan yaitu Islam merupakan agama
dimiliki
masyarakat Islam di Desa Tembok yang
yang memiliki banyak kebudayaan. Sama
mengandalkan
halnya
kehidupan utama.
laut
sebagai
sumber
dengan
pelaksanaan
Tradisi
Mengarak Ogoh-Ogoh Telor, banyak sekali aspek
pendidikan
yang
bisa dijadikan
sumber
belajar
sejarah
kebudayaan,
Bentuk
yang
dipakai
dalam
tradisi
misalnya pengenalan budaya yang dimilki
Mengarak ogoh Telor adalah bentuk ikan
kepada para generasi penerus agar tidak
dan perahu sebagai simbol mata pencaharian
melupakan dan menghilangkan budaya yang
masyarakat Islam di Desa Tembok.selain
telah ada dengan tetap melestarikan budaya
itu,tata cara pelaksanaan Tradisi Mengarak
yang telah ada. Begitu pula dengan tradisi
ogoh-ogoh telor yaitu: (1) Lokasi upacara,
Mengarak Ogoh-Ogoh Telor supaya bisa
dimana lokasi pelaksanaan tradisi ini adalah
dikenali oleh generasi muda sekaligus
di Masjid Al-ikhsan yang merupakan satu-
menumbuhkan
satunya Masjid yang berada di Desa
rasa
kecintaan
terhadap
budaya yang dimiliki.
Tembok (2) Waktu pelaksanaan, dimana
SIMPULAN
upacara ini dilaksanakan pada hari kedua
Berdasarkan hasil pemaparan pembahasan dalam
penelitian
ini,
maka
disimpulkan bahwa Upacara
dapat
Mengarak
ogoh-ogoh telor merupakan salah satu upacara yang unik dan religius.Upacara ini dilaksanakan oleh masyarakat Islam di Desa Tembok, Tejakula, Buleleng, Provinsi Bali. Latar
belakang
masyarakat
Tejakula
melaksanakan tradisi ini yaitu (1)adanya Faktor
historis;
(2)adanya
faktor
kepercayaan terhadap agama yang diyakini; (3)adanya faktor budaya; (4) Meningkatkan solidaritas sosial.
belas bulan Maulud ( Rabiul Awal); (3) Perserta upacara, dimana yang memimpin upacara ini adalah Ustad tertua yang dimiliki oleh masyarakat Islam di desa Tembok serta umat yang menyelenggaran upacara ini adalah seluruh masyarakat desa Tembok baik yang bergama Islam atapun Hindu. Proses Mengarak
pelaksanaan
ogoh-ogoh
telor
Tradisi ini
dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu; tahap awal tujuh hari sebelum tradisi Mengarak ogoh-ogoh telor ini dilaksanakan, Masyarakat Desa
Tembokmelaksanakan proses pengambilan
sejarah kebudayaan; (2) aspek komunikasi
air
setelah
dan interaksi yaitu sebagai wadah proses
berlangsungnya Tradisi, maka masyarakat
komunikasi dan interaksi antar sesama umat
Desa Tembok melakukan silaturahmi dan
beragama, sehingga bisa terjalin hubungan
makan bersama di Masjid Al-ikhsan Desa
yang harmonis.
Tembok.
SARAN
laut;
Tahap
Tahap
kedua
penutup
yaitu
Saran yang disampaikan antara lain:
pengembalian air laut.
Ada beberapa saran yang dapat Tradisi Mengarak ogoh-ogoh telor penulis sampaikan dalam penelitian ini yang dilaksanakan oleh masyarakat Islam antara lain:Bagi generasi muda diharapkan Desa Tembok juga sebagai potensi sumber agar lebih mengetahui lagi budaya ataupun belajar
sejarah
kebudayaan
dalam tradisi yang dimiliki agar nantinya tradisi
pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 tersebut bisa tetap bertahan meski adanya Tejakula.Aspek-aspek
Tradisi
Mengarak suatu perubahan jaman.
ogoh-ogoh telor sebagai sumber belajar Ucapan terimakasih ditujukan kepada: sejarah kebudayaan dalam pembelajaran sejarah adalah (1) Aspek pendidikan yaitu upacara ini sangat menjunjung tinggi nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat Islam sekaligus
bisa
memperkuat
kecintaan
terhadap budaya yang dimiliki sehingga
Dr. Luh Putu Sendratari, M.Hum selaku pembimbing akademik sekaligus sebagai
Pembimbing
I
senantiasa
bersabar
memotivasi,
dan
penulis
yang
membimbing,
memberikan
saran
sehingga penulis bisa menyusun skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Dr.I Wayan Mudana, M.Si selaku
budaya yang telah ada bisa dipertahankan para generasi selanjutnya dan bias dipakai juga sebagai materi tambahan tentang
pembimbing II penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan saran sehingga penulis bisa menyusun skripsi ini dengan tepat waktu.
DAFTAR RUJUKAN Benny, Susetyo. 2007. Politik Agama dan kekuasaan Islam. Malang: Averroes Press. Dimyati,
Mudjiono.2006.
Belajar
dan
Pembelajaran.Jakarta:PT.Asdi Mahasatya. Heryanto, Fredy. 2010. Mengenal Tradisi Karaton. Yogyakarta:Warna Mediasindo.