Arah Kebijakan Pembangunan Industri Nasional dan Daerah Palangkaraya, 28 September 2016
OUTLINE I. PP NO 14 TAHUN 2015 TENTANG RIPIN 2015 - 2035
II. FOKUS RPJMN 2015 – 2019
III. KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2015 - 2019
IV. PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI DI DAERAH
RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL 2015-2035 (PP NO 14 TAHUN 2014) 3
KETERKAITAN UU NO 17 TAHUN 2007 TENTANG RPJPN DAN UU NO 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN
UU 17 TAHUN 2007
UU 3 TAHUN 2014 tentang PERINDUSTRIAN
PP
RIPIN
RPJPN
20 Thn
Arah Pembangunan Industri: a. Industri yang berdaya saing b. Keterkaitan dengan pengembangan IKM c. Struktur Industri yang sehat dan berkeadilan e. Mendorong perkembangan ekonomi di luar Pulau Jawa PERPRES
Tujuan Pembangunan Industri: a. sebagai pilar & penggerak perekonomian nasional; a. kedalaman dan kekuatan struktur Industri; b. Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta berwawasan lingkungan; c. kepastian berusaha, persaingan yang sehat, mencegah pemusatan atau penguasaan Industri oleh satu kelompok; d. kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja; e. pemerataan dan penyebaran pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia , f. kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.
Rencana Pembangunan Industri Provinsi
PERPRES
KIN
RPJMN
5 Thn PERMEN PERPRES
RKP
RENJA PEMBANGUNAN INDUSTRI 1 Thn
Rencana Pembangunan Industri Kab./Kota
PERDA
20 Thn
4
Kerangka UU No.3 tentang Perindustrian
5
A. VISI PEMBANGUNAN INDUSTRI Struktur industri nasional yang kuat, dalam, sehat dan berkeadilan
Industri yang berdaya saing tinggi di tingkat global
Industri yang berbasis inovasi dan teknologi
B. MISI PEMBANGUNAN INDUSTRI 1
3
2 Meningkatkan peran industri nasional
Memperkuat dan memperdalam struktur industri nasional
5
6 Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja
4 Meningkatkan industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta industri hijau
Meningkatkan persebaran pembangunan industri ke seluruh wilayah indonesia
7
Menjamin kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat
Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan
6
C. STRATEGI PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL
1
3
2 Mengembangkan Industri Hulu dan Industri Antara Berbasis Sumber Daya Alam
5
Pengendalian Ekspor Bahan Mentah dan Sumber Energi
Mengembangkan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI), Kawasan Peruntukan Industri (KPI), Kawasan Industri (KI), dan Sentra Industri Kecil dan Menengah
8
6
Meningkatkan Penguasaan Teknologi dan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Industri
Menyediakan Langkahlangkah Afirmatif berupa Perumusan Kebijakan, Penguatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemberian Fasilitas Kepada Industri Kecil dan Menengah
Pembangunan Industri Strategis
Menetapkan Wilayah Pengembangan Industri (WPI)
7 Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri
10
9 Pembangunan Industri Hijau
4
11 Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri
Kerjasama Internasional Bidang Industri
7
D. SASARAN KUANTITATIF PEMBANGUNAN INDUSTRI 2015 NO
Indikator Pembangunan Industri
Satuan
Target
Realisasi
2020
2025
2035
1
Pertumbuhan sektor industri nonmigas
%
6,8
5,04
8,5
9,1
10,5
2
Kontribusi industri nonmigas terhadap PDB
%
21,2
18,18
24,9
27,4
30,0
3
Kontribusi ekspor produk industri terhadap total ekspor
%
67,3
70,98
69,8
73,5
78,4
4
Jumlah tenaga kerja di sektor industri
Juta orang
15,5
15,3
18,5
21,7
29,2
5
Persentase tenaga kerja di sektor industri terhadap total pekerja
%
14,1
13,3
15,7
17,6
22,0
Rasio impor bahan baku sektor 6 industri terhadap PDB sektor industri nonmigas
%
43,1
na
26,9
23,0
20,0
Rp Trilyun
270
236,04
618
1.000
4.150
%
27,7
27,73
29,9
33,9
40,0
7 Nilai Investasi sektor industri Persentase nilai tambah sektor 8 industri yang diciptakan di luar Pulau Jawa
8
E. PENAHAPAN CAPAIAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pada industri hulu berbasis agro, mineral dan migas, yang diikuti dengan pembangunan industri pendukung dan andalan secara selektif melalui penyiapan SDM yang ahli dan kompeten di bidang industri, serta meningkatkan penguasaan teknologi.
Melalui penguatan struktur industri dan penguasaan teknologi, serta didukung oleh SDM yang berkualitas.
Bercirikan struktur industri nasional yang kuat dan dalam, berdaya saing tinggi di tingkat global, serta berbasis inovasi dan teknologi.
9
F. KARAKTER INDUSTRI TAHUN 2035
Industri manufaktur kelas dunia (world class manufacturing), yang memiliki basis industri yang kuat, dengan kondisi:
Struktur industri yang kuat sebagai motor penggerak utama (prime mover) perekonomian, dengan ciri sebagai berikut:
• tumbuh dan berkembangnya industri manufaktur dengan berbasis sumber daya nasional; • terbangunnya modal dasar dan prasyaratpembangunan industri; dan • terbentuknya daya saing yang kuat di pasar internasional.
• mempunyai kaitan (linkage) yang kuat dan sinergis antarsubsektor industri dan dengan berbagai sektor ekonomi lainnya; • memiliki kandungan lokal yang tinggi; • menguasai pasar domestik; • memiliki produk unggulan industri masa depan; • dapat tumbuh secara berkelanjutan; dan • mempunyai daya tahan (resilience) yang tinggi terhadap gejolak perekonomian dunia.
Sinergitas yang kuat antaraindustri kecil, menengah, dan besar yang menjalankan perannya sebagai sebuah rantai pasok (supply chain). Sinergitas tersebut harus dibangun melalui hubungan yang saling menguntungkan dan saling membutuhkan antarskala usaha sektor industri secara nasional.
Peran dan kontribusi industri manufaktur yang semakin penting dalam ekonomi nasional sebagai tumpuan bagi penciptaan lapangan kerja, penciptaan nilai tambah, penguasaan pasar domestik, pendukung pembangunan berkelanjutan, dan menghasilkan devisa.
10
G. BANGUN INDUSTRI NASIONAL
VISI & MISI PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL Industri Andalan
Industri Pangan
Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan
Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka
Industri Alat Transportasi
Industri Elektronika & Telematika / ICT
Industri Pembangkit Energi
Industri Pendukung Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri Industri Hulu Industri Hulu Agro
Industri Logam Dasar dan Bahan Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara Galian Bukan Logam Modal Dasar
Sumber Daya Alam
Sumber Daya Manusia
Teknologi, Inovasi & Kreativitas
Prasyarat Infrastruktur
Kebijakan & Regulasi
Pembiayaan 11
KERANGKA PIKIR BANGUN INDUSTRI NASIONAL Industri Andalan
Industri Pendukung
Industri prioritas yang berperan besar sebagai penggerak utama (prime mover) perekonomian di masa yang akan datang.
Industri proritas yang berperan sebagai faktor pemungkin (enabler) bagi pengembangan industri andalan secara efektif, efisien, integratif dan komprehensif.
Industri Hulu
Industri prioritas yang bersifat sebagai basis industri manufaktur yang menghasilkan bahan baku yang dapat disertai perbaikan spesifikasi tertentu yang dipergunakan untuk industri hilirnya.
Modal Dasar
Faktor sumber daya yang digunakan dalam kegiatan industri untuk menghasilkan barang dan jasa serta penciptaan nilai tambah atau manfaat tinggi.
Prasyarat
Kondisi ideal dibutuhkan agar tujuan pembangunan industri dapat tercapai.
12
H. INDUSTRI STRATEGIS
Industri Pangan
Industri Pembangkit Energi
Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan
Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri
Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka
Industri Hulu Agro
Industri Alat Transportasi
Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam
Industri Elektronika dan Telematika / ICT
Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara 13
I. ASPEK PEMBANGUNAN INDUSTRI A. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI 1. Pembangunan Sumber Daya Manusia; 2. Pemanfaatan Sumber Daya Alam; 3. Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri; 4. Pengembangan dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi; 5. Penyediaan Sumber Pembiayaan.
B. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI 1. Pengembangan Standardisasi Industri 2. Pembangunan Infrastruktur Industri 3. Pembangunan Sistem Informasi Industri Nasional
C. PEMBERDAYAAN INDUSTRI 1. Pengembangan Industri Hijau 2. Pengembangan Industri Strategis, 3. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dan 4. Kerjasama Internasional di bidang industri.
D. PERWILAYAHAN INDUSTRI
E. PENGEMBANGAN IKM 1. Pemberian insentif; 2. Meningkatkan akses IKM terhadap pembiayaan; 3. Standardisasi, procure- ment dan pemasaran bersama; 4. Perlindungan dan fasili- tasi terhadap inovasi baru 5. Diseminasi informasi dan fasilitasi promosi dan pemasaran di pasar domestik dan ekspor 6. Peningkatan kemampuan kelembagaan; 7. Kerjasama kelembagaan
1. Penetapan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI); 2. Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri; 3. Pembangunan Kawasan Industri; 4. Pengembangan Sentra IKM
14
FOKUS RPJMN 2015 – 2019
15
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL SESUAI RPJMN 2015 - 2019
1
2
3
• Pengembangan Perwilayahan Industri di luar pulau Jawa
• Penumbuhan Populasi Industri
• Peningkatan Daya Saing dan Produktivitas
16
Strategi Pembangunan Industri 1. PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI DI LUAR PULAU JAWA a. Fasilitasi pembangunan 14 Kawasan Industri (KI), b. Membangun 22 Sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKIM) yang terdiri dari 11 di Kawasan Timur Indonesia dan 11 di Kawasan Barat Indonesia, dan
c.
Berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan dalam membangun infrastruktur utama (jalan, listrik, air bersih, telekomunikasi, pengolah limbah, dan logistik), infrastruktur pendukung tumbuhnya industri, dan sarana pendukung kualitas kehidupan (Quality Working Life) bagi pekerja.
2. PENUMBUHAN POPULASI Menambah paling tidak sekitar 9 ribu usaha industri berskala besar dan sedang dimana 50% tumbuh di luar Jawa, serta tumbuhnya Industri Kecil sekitar 20 ribu unit usaha. a. Mendorong investasi untuk industri pengolah sumber daya alam, baik hasil pertanian maupun hasil pertambangan (hilirisasi), b. Mendorong investasi untuk industri penghasil barang konsumsi kebutuhan dalam negeri yang utamanya industri padat tenaga kerja, c. Mendorong investasi untuk industri penghasil bahan baku, bahan setengah jadi, komponen, dan sub-assembly (pendalaman struktur), d. Memanfaatkan kesempatan dalam jaringan produksi global, dan e. Pembinaan industri kecil dan menengah (IKM) agar dapat terintegrasi dengan rantai nilai industri pemegang merek (Original Equipment Manufacturer, OEM) di dalam negeri dan dapat menjadi basis penumbuhan populasi industri besar dan sedang.
3.PENINGKATAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS a. Peningkatan efisiensi teknis, melalui pembaharuan/revitalisasi; permesinan industri; peningkatan dan pembaharuan keterampilan tenaga kerja; optimalisasi keekonomian lingkup industri (economic of scope) b. Peningkatan penguasaan IPTEK/ inovasi, c. Peningkatan penguasaan dan pelaksanaan pengembangan produk baru (new product development) oleh industri domestik, Pembangunan faktor input (peningkatan kualitas SDM industri dan akses ke sumber pembiayaan yang terjangkau), dan d. Fasilitasi dan insentif dalam rangka peningkatan daya saing dan produktivitas diutamakan industri: (1) strategis; (2) maritim; dan (3) padat tenaga kerja. 17
KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2015-2035
18
TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2015 - 2019 Kebijakan Industri Nasional 2015 – 2019 disusun untuk melaksanakan amanat UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian Pasal 12 dan PP No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015 – 2035 Pasal 3. KIN merupakan arah dan tindakan untuk melaksanakan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional.
1
Arah kebijakan pemerintah dan tindakan untuk melaksanakan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) untuk periode 2015 – 2019
2
Pedoman bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyusunan rencana pembangunan industri
3
Acuan bagi pelaku usaha / industri dalam membangun dan mengembangkan industri
4
Pedoman bagi pemangku kepentingan lain dan masyarakat luas dalam rangka menunjang pelaksanaan pengembangan industri sesuai dengan tugas dan peran masing – masing
5
Tolok ukur kemajuan dan keberhasilan pembangunan industri dalam 5 (lima) tahun
19
SASARAN PEMBANGUNAN INDUSTRI 2015 - 2019
1. Laju Pertumbuhan Industri tanpa migas
Meningkat hingga 8.4% pada tahun 2019
2. Peran Industri Pengolahan tanpa Migas
Mencapai 19.4% pada tahun 2019
3. Mengurangi Ketergantungan terhadap Impor
4. Meningkatkan Ekspor Produk Industri
5. Meningkatkan Persebaran dan Pemerataan Kegiatan Industri
6. Meningkatkan peran Industri Kecil dan Menengah
7. Meningkatkan Inovasi dan Pemanfaatan Teknologi
8. Meningkatkan Penyerapan Tenaga Kerja
9. Memperkuat Struktur Industri
10. Meningkatkan Nilai Tambah Sumber Daya Alam
11. Memperkokoh Konektivitas Ekonomi Nasional
20
SASARAN KUANTITATIF PEMBANGUNAN INDUSTRI TAHUN 2015 - 2019
NO
Indikator Pembangunan Industri
Satuan
2016
2017
2018
2019
1
Pertumbuhan sektor industri nonmigas
%
5,7
6,5
7,4
8,4
2
Kontribusi industri nonmigas terhadap PDB
%
18,5
18,7
19,1
19,4
3
Kontribusi ekspor produk industri terhadap total ekspor
%
67,8
68,3
68,8
69,3
4
Jumlah tenaga kerja di sektor industri
Juta orang
16,0
16,6
17,2
17,8
5
Persentase tenaga kerja di sektor industri terhadap total pekerja
%
14,4
14,7
15,0
15,4
6
Rasio impor bahan baku sektor industri terhadap PDB sektor industri nonmigas
%
39,4
36,1
32,8
29,8
7
Nilai Investasi sektor industri
Rp Trilyun
305
346
393
448
8
Persentase nilai tambah sektor industri yang diciptakan di luar Pulau Jawa
%
28,1
28,4
28,8
29,4
21
FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI TAHUN 2015-2019
Kebijakan pengembangan industri nasional merupakan bagian kebijakan perindustrian yang diamanatkan dalam RIPIN 2015 – 2035 dan RPJMN 2015 - 2019. Prinsip kebijakan pengembangan industri harus mendorong pertumbuhan industri serta peningkatan daya saing industri nasional. Kebijakan pengembangan industri nasional difokuskan pada: 1 Peningkatan nilai tambah sumber daya alam pada industri hulu berbasis agro, mineral, serta migas dan batubara dalam rangka penguatan struktur industri melalui pembangunan industri hulu yang diintegrasikan dengan industri antara dan industri hilirnya
2
3
Peningkatan kapabilitas industri melalui peningkatan kompetensi SDM dan penguasaan teknologi
Pembangunan industri di seluruh wilayah indonesia melalui pembangunan wilayah pusat pertumbuhan industri (WPPI), kawasan peruntukan industri (KPI), kawasan industri,dan sentra industri kecil dan industri menengah (Sentra IKM)
22
PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI
1. 2.
3. 4. 5. 6.
Pengembangan Sumber Daya Industri Pengembangan Sarana & Prasarana Industri Pemberdayaan Industri Perwilayahan Industri Kebijakan Affirmatif IKM Penyediaan fasilitas Fiskal & Non-Fiskal bagi pelaku industri
PENGEMBANGAN INDUSTRI PRIORITAS
KEBIJAKAN LINTAS SEKTORAL
Program pembangunan industri dilakukan melalui 2 (dua) langkah: a. Kebijakan yang bersifat lintas sektoral a. Program pembangunan industri prioritas
10 Sektor Industri Prioritas: • Industri Pangan • Industri Farmasi, Kosmetik & Alat Kesehatan • Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka • Industri Alat Transportasi • Industri Elektronika dan Telematika (ICT) • Industri Pembangkit Energi • Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri • Industri Hulu Agro • Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam • Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara 23
KEBIJAKAN LINTAS SEKTORAL 1. Pembangunan Sumber Daya Industri, dilakukan melalui: Pembangunan SDM industri
Pemanfaatan, Penyediaan dan Penyaluran SDA Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri
1. 2. 3.
Pembangunan infrastruktur ketenagakerjaan berbasis kompetensi Peningkatan kompetensi SDM industri Peningkatan produktivitas SDM industri khususnya pada industri pengolahan sumber daya alam
1. 2.
Pemetaan potensi dan kebutuhan SDA Penyusunan aturan perundangan yang menjamin kepastian pasokan bahan baku untuk industri dalam negeri secara berkelanjutan Pembangunan industri berbasis SDA
3. 1.
2. 3.
Pengembangan dan pemanfaatan teknologi industri dilakukan melalui penguatan infrastruktur penelitian dan pengembangan Peningkatan adopsi dan alih teknologi Pemanfaatan teknologi industri dalam negeri
Pengembangan dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi
1. 2.
3.
Penyediaan ruang, wilayah dan infrastruktur bagi pengembangan kreativitas dan inovasi Pengembangan sentra industri kreatif, pelatihan teknologi dan desain, fasilitasi perlindungan hak kekayaan intelektual Promosi atau pemasaran produk industri kreatif
Penyediaan Sumber Pembiayaan Industri
1.
Pembentukan Lembaga Pembiayaan Industri
24
2. Pembangunan Sarana & Prasarana Industri, dilakukan melalui:
Standarisasi Industri
1. 2. 3.
Infrastruktur Industri
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sistem Informasi Industri Nasional
Penyusunan dan penetapan standar industri Pengembangan infrastruktur standardisasi Pengakuan bersama (mutual recognition) atas hasil pengujian laboratorium dan sertifikasi produk
Penyusunan rencana penyediaan energi Pembangunan pembangkit listrik serta jaringan transmisi dan distribusinya Pengembangan sumber energi yang terbarukan Diversifikasi dan konservasi energi Pengembangan industri pendukung pembangkit energi Pembentukan kelembagaan dan regulasi bank tanah (land bank) Penetapan kawasan peruntukan industri dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota, dan pembangunan kawasan industri 8. Penjaminan sumber daya air bagi WPPI 9. Pengembangan, pemanfaatan dan pengelolaan jaringan air untuk kebutuhan kawasan industri 10. Pengolahan air limbah 1. 2. 3. 4.
Penyusunan rencana induk Pengembangan sistem informasi Pengolahan data dan penyebaran informasi Kerjasama interkoneksi
25
3. Pemberdayaan Industri, dilakukan melalui:
Industri Hijau
1. 2. 3. 4.
penetapan standar industri hijau, pembangunan dan pengembangan lembaga sertifikasi industri hijau, peningkatan kompetensi auditor industri hijau, dan pemberian fasilitas untuk industri hijau
1. 2. 3.
penetapan industri strategis, pengaturan kepemilikan, penyertaan modal pemerintah, produksi, distribusi, harga dan pengawasan serta pemberian fasilitas kepada industri strategis
1. 2. 3. 4. 5.
peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) produk dalam negeri, penyusunan daftar inventarisasi barang/jasa produksi dalam negeri, pemberian insentif, pelaksanaan audit kepatuhan kewajiban peningkatan penggunaan produk dalam negeri, dan pemberian penghargaan Cinta Karya Bangsa
1. 2.
1. 2.
perlindungan terhadap industri nasional, peningkatan akses industri nasional terhadap pasar dan sumber daya industri di luar negeri, pengembangan jaringan rantai suplai global, dan peningkatan kerjasama investasi di sektor industri.
1. 2.
perlindungan dengan mekanisme tarif dan non tarif dan program restrukturisasi industri, serta pemberian stimulus fiskal dan kredit program
Industri Strategis
Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri
Kerjasama Internasional
Pengamanan dan Penyelamatan Industri
26
4. Perwilayahan Industri, dilakukan melalui: 1. 2. 3.
Pengembangan WPPI
Pengembangan KPI Pembangunan Kawasan Industri Baru yang diprioritaskan di P. Jawa dan peningkatan daya saing KI yang sudah ada
Pengembangan Se ntra Industri Kecil & Menengah
4. 5. 6. 7.
Penetapan WPPI sebagai kawasan strategis nasional, Penyusunan master plan, Pengintegrasian pengembangan WPPI kedalam rencana pembangunan industri provinsi & kabupaten/kot a, Pembangunan berbagai infrastruktur pendukung, Pembangunan sumber daya industri, Peningkatan kerjasama antar daerah, Promosi investasi dan pemberian insentif
1. 2.
Penetapan KPI dalam RTRW Kabupaten/Kota Pembangunan infrastruktur, penyediaan energi, sarana dan prasarana dalam mendukung pe ngembangan KPI
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Penyusunan rencana pembangunan kawasan industri Penyediaan lahan melalui pemanfaatan bank tanah Pembangunan infrastruktur industri untuk mendukung kawasan industri Pembangunan infrastruktur penunjang seperti perumahan, pendidikan & pelatihan, dll. Peningkatan daya saing dan revitalisasi kawasan industri yang sudah beroperasi Pembentukan Badan Layanan Umum untuk pengelolaan kawasan industri yang diinisiasi pe merintah
1. 2. 3. 4.
Pemetaan Lokasi Pembentukan kelembagaan Pengadaan tanah Pembangunan infrastruktur
5. Kebijakan Afirmatif Industri Kecil & Menengah, dilakukan melalui: 1. 2. 3.
Penguatan Kelembagaan Penumbuhan wirausaha baru Pemberian fasilitas 27
6. Penyediaan fasilitas Fiskal & Non-Fiskal bagi pelaku industri:
Insentif Fiskal Untuk Sektor Industri • Tax Holiday (PMK 159/2015) • Tax Allowance (PP 18/2015) • Pembebasan Bea Masuk untuk Penanaman Modal (PMK 76/2012 jo PMK 188/2015)
• Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) • Stimulus Fiskal; Pengurangan Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Penundaan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 Tahun 2013 Bagi Wajib Pajak Perusahaan Industri (PMK 124/2013 dan Permenperin 43/2013) • Program Restrukturisasi Permesinan untuk Industri Tekstil dan Produk Tekstil • Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebesar 50% Untuk IKM (Pasal 31A UU 36/2008) .
6. Penyediaan fasilitas Fiskal & Non-Fiskal bagi pelaku industri:
Insentif Non Fiskal Untuk Sektor Industri
INDUSTRI PRIORITAS NO.
INDUSTRI PRIORITAS
JENIS INDUSTRI
1.
Industri Pangan
Industri Pengolahan Ikan, Pengolahan Susu, Bahan Penyegar, Pengolahan Minyak Nabati, Pengolahan Buah-Buahan dan Sayuran, Tepung dan Gula Berbasis Tebu
2.
Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan
Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan
3.
Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka
Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki, Furnitur dan Barang Lainnya dari Kayu, Plastik, Pengolahan Karet, dan barang dari karet
4.
Industri Alat Transportasi
Industri Kendaraan Bermotor, Kereta Api, Perkapalan dan Kedirgantaraan
5.
Industri Elektronika dan Telematika/ICT
Industri Elektronika, Komputer dan Peralatan Komunikasi
6.
Industri Pembangkit Energi
Industri Alat Kelistrikan
30
INDUSTRI PRIORITAS NO.
INDUSTRI PRIORITAS
JENIS INDUSTRI
7.
Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri
Industri Mesin dan Perlengkapan, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri
8.
Industri Hulu Agro
Industri Oleofood, Oleokimia, Kemurgi, Pakan, Barang dari Kayu, Pulp dan Kertas
9.
Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam
Industri pengolahan dan pemurnian besi dan baja dasar, pengolahan dan pemurnian Logam dasar bukan besi, logam mulia, tanah jarang (rare earth), dan bahan bakar nuklir, bahan galian non logam
10.
Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara
Industri Petrokimia Hulu, Kimia Organik, Pupuk, Resin Sintetik dan Bahan Plastik, Karet Alam dan Sintetik dan Barang Kimia Lainnya
31
PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI DI DAERAH
Amanat Perencanaan Pembangunan Industri UU No. 3 Tahun 2014 dan UU No.23 Tahun 2014 mengamanatkan perencanaan pembangunan industri sebagai salah satu urusan konkuren pilihan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU No.3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
Pasal 10 ayat 1 : Setiap Gubernur menyusun Rencana Pembangunan Industri Provinsi Pasal 11 ayat 1 : Setiap Bupati/Walikota menyusun Rencana Pembangunan Industri Kabupaten/Kota
•
•
Pasal 12 ayat 3: Perindustrian sebagai salah satu urusan pemerintahan konkuren pilihan Lampiran UU No.23/2014 : Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Bidang Perindustrian kepada pemerintah daerah meliputi: 1. Perencanaan Pembangunan Industri (Penetapan RPIP, RPIK) 2. Perizinan 3. Sistem Informasi Industri Nasional
Urusan Pemerintahan Konkuren merupakan bagian kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.
33
Amanat UU No.3 Tahun 2014 kepada Pemerintah Daerah Provinsi Pasal 10: (1) Setiap Gubernur menyusun Rencana Pembangunan Industri Provinsi (2) Rencana Pembangunan Industri Provinsi mengacu kepada Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional dan Kebijakan Industri Nasional (3) Rencana Pembangunan Industri Provinsi disusun paling sedikit memperhatikan: potensi sumber daya daerah, RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota, dan keserasian dan keseimbangan dengan kebijakan pembangunan industri di kabupaten/kota serta kegiatan sosial ekonomi dan daya dukung lingkungan. (4) Rencana Pembangunan Industri Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi setelah dievaluasi oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
34
Amanat UU No.3 Tahun 2014 kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Pasal 11: (1) Setiap Bupati/Walikota menyusun Rencana Pembangunan Industri Kabupaten/Kota (2) Rencana Pembangunan Industri Kabupaten/Kota disusun dengan mengacu kepada Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional dan Kebijakan Industri Nasional (3) Rencana Pembangunan Industri Kabupaten/Kota disusun paling sedikit memperhatikan: potensi sumber daya industri daerah, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota, dan keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan sosial ekonomi dan serta dukung lingkungan. (4) Rencana Pembangunan Industri Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota setelah dievaluasi oleh Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
35
Dasar Pertimbangan Penyusunan RPIP Sesuai Pasal 4 Permenperin No. 110 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan RPIP dan RPIK, penyusunan RPIP/RPIK memperhatikan: RIPIN & KIN
Keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan sosial ekonomi dan daya dukung lingkungan
RPJPD & RPJMD
RTRW Provinsi & Kabupaten/Kota
Proyeksi Penyerapan Tenaga Kerja & Pemanfaatan lahan untuk industri
Potensi Sumber Daya Daerah
Keserasian dan keseimbangan dengan Kebijakan Pemb. Industri Kab/Kota
Kerangka Pikir Penyusunan RPIP
Visi & Misi Pembangunan daerah
Sasaran Kuantitatif & Kualitatif Pembangunan Industri Daerah
Sasaran Pembangunan Per Sektor Industri Prioritas Penahapan Capaian
Bottom-up
Top-down
Potensi Daerah
RIPIN/KIN
Industri Unggulan Daerah
Industri Prioritas Nasional
Industri Prioritas Daerah yang akan dikembangkan
RPI P
Strategi dan Program Pembangunan Industri yang menjadi Prioritas Daerah
mendukung
Kebijakan Lintas Sektoral Sumber Daya Industri
Sarana & Prasarana Industri
Perwilayahan Industri
Pemberdayaan Industri
Guideline Penyusunan Dokumen RPIP Permenperin No. 110 Tahun 2015
Action
Ps 3
Gubernur membentuk tim untuk menyusun RPIP Bupati/Walikota membentuk tim untuk menyusun RPIK
Ps 4, Ps 5
Cek dokumen RPJPD, RPJMD, RTRW, Kebijakan pembangunan industri, kebutuhan penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan lahan untuk industri
Cek dokumen RIPIN, KIN, Kebijakan pembangunan industri Ps 6
Cek dokumen peta panduan pengembangan industri unggulan daerah
Ps 7, Ps 8
Menyusun Rancangan Peraturan Daerah mengenai RPIP/RPIK, dievaluasi oleh Mendagri, Rekomendasi Menperin dan diajukan kepada DPRD
A
B
Ps 9
Jangka waktu RPIP/RPIK 20 tahun
Ps 14
Kesuksesan pelaksanaan RPIP/RPIK kurun 20 tahun ke depan: tingkat pertumbuhan industri, kontribusi sektor industri, penyerapan TK, Realisasi investasi, Ekspor produk industri
Bab II Kondisi daerah
Bab III Bab IV
Target Kemakmuran
Kerangka Waktu Penyusunan RPIP/RPIK
18 Desember 2015
24 Februari 2016
11 Maret 2016
23 Maret 2016
April – Desember 2017
Desember 2017
Penetapan Permenperin No.110 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan RPIP/RPIK
Sosialisasi Permenperin No. 110/2015 pada forum Rapat Koordinasi Perwilayahan Industri (Rakor Ditjen PPI) untuk Dinas Perindustrian/Bappeda di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara
Sosialisasi Permenperin No. 110/2015 pada forum Rapat Koordinasi Perwilayahan Industri (Rakor Ditjen PPI) untuk Dinas Perindustrian/Bappeda di wilayah Sumatera & Kalimantan
Sosialisasi Permenperin No. 110/2015 pada forum Rapat Koordinasi Perwilayahan Industri (Rakor Ditjen PPI) untuk Dinas Perindustrian/Bappeda di wilayah Sulawesi, Maluku & Papua
Asistensi /Pendampingan Penyusunan RPIP/RPIK bagi seluruh provinsi & kabupaten/kota (Dinas & Bappeda)
Selesai Penetapan PERDA RPIP/RPIK oleh seluruh provinsi & kab/kota
PELAKSANAAN ASISTENSI RPIP/RPIK No
Tanggal Pelaksanaan
Peserta (Bappeda & Dinas Perindustrian Provinsi & Kabupaten/Kota)
Tempat Pelaksanaan
Jumlah Provinsi
Provinsi
Kabupaten/Kota
1
7 April 2016
Surabaya
1
Jawa Timur
38
2
21 April 2016
Semarang
2
Jawa Tengah, DIY
40
3
25 April 2016
Palembang
4
Sumatera Selatan, Bangka-Belitung, Bengkulu, Lampung
49
4
9 Mei 2016
DKI Jakarta
3
DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat
41
5
19 Mei 2016
Padang
3
Sumatera Barat, Riau, Jambi
42
6
26 Mei 2016
Medan
3
Sumatera Utara, Aceh, Kep. Riau
63
7
2 Juni 2016
Balikpapan
5
Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara
56
8
9 Juni 2016
Makassar
3
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat
47
9
16 Juni 2016
Manado
3
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo
34
10
23 Juni 2016
Kuta
5
Bali, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara
63
11
28 Juli 2016
Jayapura
2
Papua, Papua Barat
42
TOTAL
34
515
Progres Penyusunan Dokumen RPIP/RPIK Tahun 2016*)
*) Daerah yang belum menyusun tahun 2016 akan memulai penyusunan pada Tahun Anggaran 2017
No
Nama Provinsi/Kabupaten/Kota
Jenis Dokumen yang Telah Disusun Naskah Akademik
Rancangan PERDA
1
Provinsi Riau
√
2
Provinsi Kepulauan Riau
√
3
Provinsi Sumatera Selatan
√
4
Provinsi Sumatera Utara
√
4
Provinsi Lampung
√
5
Provinsi Jawa Barat
√
6
Provinsi Jawa Tengah
√
7
Provinsi DIY
√
8
Provinsi Kalimantan Barat
√
√
9
Provinsi Kalimantan Selatan
√
√
10
Provinsi Kalimantan Timur
√
11
Provinsi Sulawesi Selatan
√
12
Kota Serang
√
13
Kota Semarang
√
14
Kabupaten Sidoarjo
√
15
Kota Mojokerto
√
16
Kabupaten Kapuas Hulu
√
17
Kabupaten Sanggau
√
18
Kabupaten Bantaeng
√
√
√
TERIMA KASIH Biro Perencanaan Kementerian Perindustrian Gedung Kementerian Perindustrian Lt. 7 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta Selatan Telp/Fax : (021) 5255509 ext 4020, 5253278 Website : http://rocana.kemenperin.go.id Email :
[email protected]
16 Sub Urusan Pemerintahan Bidang Industri berdasarkan UU N0. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian 1. Industri sebagai urusan bersama atau sesuai kewenangan masing-masing
5. Pembangunan
3. Perizinan 4. Percepatan
2.
Perencanaan Pembangunan Industri
7. Penjaminan
ketersediaan dan penyaluran SDA untuk industri
SDM Industri
8. Pengembangan, peningkatan penguasaan dan pengoptimalan pemanfaatan
teknologi industri
dalam negeri
13. Pembangunan
Penyebaran dan Pemerataan Pembangunan Industri
9. Pengembangan
kreativitas dan inovasi masyarakat
12. Sistem
Informasi Industri Nasional
WPPI
10. Penyediaan
Pembiayaan
yang kompetitif untuk pembangunan industri 11. Penjaminan Ketersediaan
dalam pembangunan industri
15. Pemberian
14. Peningkatan
mempercepat pembangunan industri
dan Pemberdayaan
IKM
6. Pembangunan
Pusat Diklat di
Penanaman modal bidang industri
infrastruktur industri
Fasilitas untuk
16.
Pengawasan dan
Pengendalian
HILIRISASI INDUSTRI BERBASIS SUMBER DAYA ALAM
45
PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS SDA (HILIRISASI) PENTINGNYA HILIRISASI INDUSTRI
Pendalaman dan Penguatan
Percepatan
Pertumbuhan Ekonomi
struktur industri
Perluasan
Kesempatan Kerja Penghematan devisa melalui substitusi
impor Peningkatan nilai
tambah di dalam negeri
HILIRISASI INDUSTRI
Percepatan
penyebaran industri ke seluruh NKRI
Peningkatan penerimaan
devisa melalui ekspor
Hilirisasi Industri adalah pembangunan industri dalam rangka pendalaman dan penguatan struktur industri di sektor Agro, Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan logam, dan Industri Kimia Dasar berbasis Migas dan Batubara
46
MANFAAT HILIRISASI INDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL Dengan hilirisasi industri pertumbuhan industri akan tumbuh jauh lebih tinggi, yang dampaknya akan memperluas penyerapan tenaga kerja, mengurangi tingkat kemiskinan, meningkatkan cadangan devisa negara melalui peningkatan penerimaan devisa ekspor dan juga penghematan devisa impor. Dalam jangka menengah dan panjang akan mengurangi defisit perdagangan sektor industri serta mengurangi defisit neraca transaksi berjalan, yang selanjutnya akan meningkatkan stabilitas ekonomi makro dan menjaga nilai Rupiah agar tidak terlalu berfluktuasi. Hilirisasi industri akan mendorong kegiatan ekonomi di sektor lainnya dan mempunyai multiplier effect yang besar. Hilirisasi industri juga akan mendorong Indonesia menaiki tangga 'global supply chain' dengan menjadi produsen bahan setengah jadi atau bahan material yang sudah diproses. Indikator Perkembangan Industri
2015*
2020**
2025**
2035**
I. Pertumbuhan Ekonomi Nasional Hilirisasi berhasil (%) Tanpa hilirisasi (%)
4,79
6,6 5,5
7,2 6,4
7,8 6,8
2. Pertumbuhan Sektor Industri Non Migas Hilirisasi berhasil (%) Tanpa hilirisasi (%)
5,04
8,5 5,7
9,1 6,5
10,5 7,5
3. Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Hilirisasi berhasil (Juta orang) Tanpa hilirisasi (Juta Orang)
15,3
18,5 15,5
21,7 17,2
29,2 24
4. Nilai Investasi Sektor Industri Hilirisasi berhasil (Rp triliun) Tanpa hilirisasi (Rp triliun)
236,1
618 455
1.000 675
4.150 3.175
*) Realisasi **) Proyeksi
Sumber : Pokja penyusunan UU No. 3, RIPIN, KIN dan Hilirisasi
47
PETA LOKASI
48
PETA LOKASI
49
PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI DI LUAR PULAU JAWA
Selain 14 KI, akan dibangun juga 22 Sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKIM) yang terdiri dari 11 di Kawasan Timur Indonesia dan 11 di Kawasan Barat Indonesia 50
PENGEMBANGAN INDUSTRI DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS
Industri Pengolahan Kelapa Sawit Industri Pengolahan Karet Pupuk dan Aneka Industri Logistik Pariwisata
Industri Kelapa Sawit Logistik
Pariwisata Industri Pengolahan Perikanan Bisnis dan Logistik
Industri Pengolahan Perikanan Industri Berbasis Kelapa dan Tanaman Obat Aneka Industri Logistik
Industri Pengolahan Karet Industri Pengolahan Sawit Industri Petrokimia
Industri Manufaktur Industri Agro Berbasis Kakao, Karet, Rumput Laut, Rotan Industri Pengolahan Nikel, Biji Besi, Emas Logistik
51
TEMA PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI Berdasarkan keunggulan dan potensi strategis masing-masing wilayah KE Sulawesi
KE Sumatera "Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional"
KE Kalimantan "Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional"
''Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan serta Pertambangan Nikel Nasional''
KE Jawa "Pendorong Industri dan Jasa Nasional"
“Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi dan Pertambangan Nasional”
KE Papua – Kep. Maluku KE Bali - Nusa Tenggara Sumber: MP3EI
''Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional''
BALAI LITBANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM PENGEMBANGAN INOVASI DAN TEKNOLOGI TERMASUK SDM Kementerian Perindustrian memiliki 11 (sebelas) Balai Besar dan 11 (sebelas) Baristand Industri di bawah BPPI. Serta beberapa sekolah, politeknik, dan balai diklat industri (BDI) di bawah Setjen.
KOMPETENSI BALAI 22 balai litbang dan 1 balai sertifikasi memiliki kompetensi inti serta fokus yang berbeda, antara lain: Balai Besar
Kompetensi Inti
Tekstil (BBT), Bandung
Desain Struktur dan Permukaan Tekstil
Bahan dan Barang Teknik (B4T), Bandung
Quality Assurance untuk teknologi pengelasan bawah air, instrumentasi virtual & material teknik/maju berbasis polimer
Logam dan Mesin (BBLM), Bandung
Desain Proses dan Produk engineering (fokus: peralatan energi dan tooling)
Keramik (BBK), Bandung
Material Engineering for Electric & Structural Ceramic
Pulp dan Kertas (BBPK), Bandung Industri Agro (BBIA), Bogor Kimia dan Kemasan (BBKK), Jakarta
Bioengineering untuk pulp dan kertas
Baristand
Fokus
Aceh
Rempah dan minyak atsiri
Medan
Mesin dan peralatan pabrik
Padang
Makanan tradisional
Palembang
Karet komponen teknis
Lampung
Tepung industri agro
Surabaya
Mesin listrik
Fine Chemical & Degradable Packaging Design
Banjarbaru
Teknologi pengolahan kayu, rotan, dan bambu
Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI), Semarang Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP), Yogyakarta
Teknologi terapan buangan industri
Samarinda
Hasil perikanan perkebunan
Desain bahan dan konstruksi sepatu
Pontianak
Bahan baku kosmetik alami dan pangan semi basah
Kerajinan dan Batik (BBKB), Yogyakarta
Desain dan bahan baku baru untuk produkproduk kerajinan dan batik
Manado
Teknologi pengolahan palma
Industri Hasil Perkebunan (BBIHP), Makassar
Proses produksi dan teknologi terapan untuk pengolahan kakao
Ambon
Teknologi pengolahan hasil laut
Komponen aktif bahan alami komoditas agro
untuk
pengendalian
Balai Balai Sertifikasi Industri (BSI)
Layanan Sertifikasi Produk SNI
listrik
&
peralatan
dan