PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KEGIATAN IJARAH (OPERATING LEASE) DAN IJARAH MUNTAHIYA BIT TAMLIK (FINANCE LEASE) PADA PERBANKAN SYARIAH (STUDI KASUS BANK SYARIAH MANDIRI) Aprilya Mirnawati, Tafsir Nurchamid Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan menganalisis dasar pertimbangan pemerintah menyamakan perlakuan Pajak Penghasilan atas kegiatan Ijarah dan Ijarah IMBT pada Perbankan Syariah dengan Sewa Guna Usaha pada Industri Leasing, serta menganalisis kesesuaian penyamaan perlakuan pajak penghasilan atas kegiatan Ijarah yang dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri dengan Sewa Guna Usaha pada Industri Leasing. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dasar pertimbangan pemerintah menyamakan perlakuan pajak penghasilan kedua industri tersebut berdasarkan pada tax neutrality, sehingga pajak tidak bersifat distortif terhadap industri yang bergerak pada suatu industri yang sepadan atau sejenis. Penyamaan Perlakuan pajak penghasilan atas kegiatan Ijarah dengan Sewa Guna Usaha sudah tepat, dilihat dari skema atau alur kedua kegiatan yang dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri dengan Leasing tersebut memiliki kesamaan, sehingga aspek pajak penghasilan atas keduanya diperlakukan sama. Kata Kunci : Pajak Penghasilan; Ijarah; Ijarah IMBT; Perbankan Syariah; Operating Lease; Finance Lease.
Abstract This research aims to analyze the government's discretion equalize treatment Income Tax on Ijarah and Ijarah IMBT activities in Islamic Banking with the Leases Leasing Industry, as well as analyzing the suitability of the treatment equation Ijarah income tax on activities undertaken by the Bank Syariah Mandiri with the Industrial Leases leasing. These results indicate that the government's discretion equalize the income tax treatment of the two industries are based on tax neutrality, so that taxes are not distorting the industry is moving at an equivalent or similar industry. Match treatment Ijarah income tax on activities with Lease is right, seen from the scheme or the second groove activities undertaken by the Bank Syariah Mandiri has in common with the lease, so the income tax aspects of both are treated equally. Keywords: Income Tax; Ijarah; Ijarah IMBT; Islamic Banking; Operating Lease; Finance Lease.
1.
Pendahuluan Perbankan syariah sebagai lembaga keuangan, di Indonesia dalam
menjalankan fungsi intermediasi yang salah satu kegiatan utamanya adalah
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
2
menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan. Selama lebih dari enam tahun terakhir pertumbuhan penyaluran pembiayaan secara keseluruhan terus mengalami peningkatan. Dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut yang menunjukkan perkembangan dan pertumbuhan jumlah pembiayaan pada perbankan syariah berdasarkan produk selama periode tahun 2006 sampai dengan semester ke-I tahun 2012. Gambar 1.1 Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah periode tahun 2006 s.d
Jumlah Pembiayaan (Dalam Milyaran Rupiah)
Juni 2012 80,000
Mudharabah
60,000
Musyarakah
40,000
Murabahah
20,000 -‐
Is:shna des des des des des des jun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ijarah
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia.
Gambar 1.1 tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan produk pembiayaan dan semua jenis yang disalurkan mengalami perkembangan yang berbeda selama 6 tahun terakhir. Pembiayaan murabahah dan musyarakah merupakan jenis pembiayaan yang mengalami peningkatan setiap tahun, sebaliknya pembiayaan istishna dapat dikatakan lebih stabil bahkan dalam 3 tahun terakhir terus mengalami penurunan meskipun hanya turun sedikit. Sedangkan untuk jenis pembiayaan
mudharabah,
qardh,
dan
Ijarah
mengalami
peningkatan
pertumbuhan pembiayaan namun agak lambat dari tahun ke tahunnya. Pemerintah menetapkan peraturan pajak mengenai kegiatan usaha perbankan syariah pada tanggal 19 Agustus 2011, yaitu dikeluarkan peraturan 136/PMK.03/2011 dan 137/PMK.03/2011 tentang pengenaan pajak penghasilan untuk kegiatan usaha pembiayaan syariah dan kegiatan usaha perbankan syariah. Salah satu produk dari pembiayaan perbankan syariah yang diatur dalam
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
3
peraturan tersebut yaitu mengenai pembiayaan Ijarah. Dalam peraturan menegaskan bahwa perlakuan pajak atas kegiatan sewa guna usaha yang dilakukan berdasarkan Ijarah diperlakukan sama dengan kegiatan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease). Sedangkan sewa guna usaha Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik diperlakukan sama dengan sewa guna usaha dengan hak opsi. Salah satu produk pembiayaan yang ditawarkan oleh Bank Syariah Mandiri adalah Ijarah, terdapat dua jenis Ijarah yaitu Ijarah dan Ijarah Muttahiya Bit Tamlik. Pembiayaan Ijarah mempunyai konsep yang berbeda dengan konsep kredit pada bank konvensional, pembiayaan Ijarah sebagai pendorong bagi sektor usaha karena pembiayaan ijarah mempunyai keistimewaan dibandingkan dengan jenis pembiayaan syariah lainnya. Keistimewaan tersebut adalah untuk memulai kegiatan usahanya, pengusaha tidak perlu memiliki barang modal terlebih dahulu, melainkan dapat melakukan penyewaan kepada bank syariah sehingga pengusaha tidak dibebankan kewajiban menyerahkan jaminan, maka dapat dikatakan bahwa pembiayaan ijarah lebih menarik dibanding jenis pembiayaan lainnya seperti mudharabah dan musyarakah. Bentuk pembiayaan Ijarah merupakan salah satu teknik pembiayaan ketika kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli aset terpenuhi dan investor hanya membayar sewa pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal cukup besar untuk membeli aset tersebut. Secara umum timbulnya Ijarah disebabkan oleh adanya kebutuhan akan barang atau manfaat barang oleh nasabah yang tidak memiliki kemampuan keuangan. Peraturan Pemerintah keuangan menerbitkan peraturan pajak mengenai Pajak Penghasilan pembiayaan perbankan syariah dan usaha perbankan syariah yaitu peraturan Nomor: 136/PMK.03/2011 mengenai Pajak Penghasilan Usaha Berbasis Syariah dan Nomor: 137/PMK.03/2011 mengenai Pajak Penghasilan Pembiayaan Perbankan Syariah. Peraturan tersebut memberikan perlakuan pajak penghasilan pada produk-produk yang ditawarkan pada usaha perbankan yang sama antara bank syariah dengan konvensional.
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
4
Salah satunya adalah perlakuan Pajak Penghasilan pada kegiatan pembiayaan Ijarah dan Ijarah IMBT yang dipersamakan dengan leasing yaitu sewa guna usaha tanpa hak opsi dan sewa guna usaha dengan hak opsi. Secara skema memang produk Ijarah dan Ijarah IMBT yang ditawarkan oleh industri perbankan syariah sama dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan leasing yaitu sewa guna usaha tanpa hak opsi dan sewa guna usaha dengan hak opsi. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 136/PMK.03/2011 ditegaskan bahwa perlakuan pajak penghasilan produk Ijarah dan Ijarah IMBT pada perbankan syariah dipersamakan dengan sewa guna usaha, namun pada kenyataannya bahwa produk Ijarah dan Ijarah IMBT yang ditawarkan oleh industri perbankan syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan industri leasing. Perlakuan Pajak Penghasilan yang sama atas kegiatan Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik pada Bank Syariah Mandiri dengan Sewa Guna Usaha pada Industri Leasing, memberikan dampak bagi Bank Syariah Mandiri terhadap kedua jenis kegiatan tersebut, terutama pada Ijarah Muntahiya Bit Tamlik atas biaya penyusutan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal. Bank syariah mengharapkan adanya pemberian fasilitas dibidang perpajakan atas kedua kegiatan dalam hal tidak dipersamakan dengan industri leasing. sehingga atas biaya penyusutan tersebut dapat dibebankan secara fiskal. Hal inilah yang mendorong penulis untuk menganalisis faktor yang mendorong pemerintah menyamakan perlakuan pajak penghasilan atas kegiatan Ijarah dan Ijarah IMBT. Berdasarkan pada hal tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dasar pertimbangan pemerintah menyamakan kegiatan Ijarah pada Perbankan Syariah dengan Sewa Guna Usaha (Leasing)? 2. Apakah penyamaan perlakuan Pajak Penghasilan atas kegiatan Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik pada Bank Syariah Mandiri dengan Operating Lease dan Finance Lease sudah tepat?
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
5
2.
Tinjauan Teoritis
2.1 Definisi Pajak Penghasilan Salah satu konsep penghasilan adalah yang dikemukakan oleh Schanz, Haig and Simon (SHS-Concept). Menurut Schanz sebagaimana yang dikutip oleh Mansury, pengertian penghasilan adalah untuk keperluan pemajakan seharusnya tidak membedakan sumbernya dan tidak menghiraukan pemakaiannya, melainkan lebih menekankan kepada kemampuan ekonomis yang dapat dipakai untuk menguasai barang dan jasa (Rosdiana dan Tarigan, 2005, hal, 144) 2.2 Substance Overfrom Principle Pajak harus menganut asas Substance Overfrom Principle berarti bahwa hakekat ekonomis adalah lebih penting daripada bentuk formal yang dipakai (Pajak Penghasilan Lanjutan, R. Mansury, Ph.D, Jakarta : Ind-Hill Co, 1996). Artinya untuk menentukan apakah suatu penerimaan dapat disebut sebagai penghasilan atau bukan tidak bergantung pada nama yang diberikan oleh Wajib Pajak atau pihak mana pun dan tidak bergantung pada bentuk yuridis dari transakasi yang menimbulkan penerimaan bagi Wajib Pajak, melainkan sematamata ditentukan oleh hakikat yang diterima oleh Wajib Pajak tersebut. 2.3 Biaya Pengurang Penghasilan Pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan kena pajak. Konsep penghasilan kena pajak menunjukkan jumlah neto antara penghasilan bruto dikurangi dengan pengurang yang dalam Pasal 6 (1) disebut sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (M3P). 2.4 Pengakuan Beban Biaya yang dapat dikurangkan dalam akuntansi komersial semua biaya, termasuk kerugian (losses) dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan netto (net income). Tergantung dari konsep laporan penghasilannya, pengurangan biaya dan kerugian dapat dibedakan menjadai (1) konsep penghasilan inklusif (all inclusive concept of income) dengan mengurangkan semuanya dalam perhitungan penghasilan. (Gunadi, hal 178)
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
6
2.5 Pengertian Leasing/ Sewa Guna Usaha Sewa guna usaha adalah perjanjian antara perusahaan sewa guna usaha/ yang menyewakan (lessor) dan penyewa guna usaha/ yang menyewa (lessee), untuk menyewa guna usahakan suatu jenis barang modal tertentu yang dipilih atau ditentukan oleh penyewa guna usaha. Leasing adalah Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyedian barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu secara berkala, disertai dengan hak pilih (option) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama. 2.6 Prinsip Sewa Menyewa Sewa menyewa dalam Islam disebut dengan Ijarah, terdapat dua jenis sewa menyewa dalam perbankan syariah yaitu Al-Ijarah dan Al-Ijarah AlMuntahia Bit-Tamlik. 1. Al-Ijarah Pembiayaan ijarah, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk memiliki suatu barang/jasa dengan kewajiban menyewa barang tersebut sampai jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Pada akhir jangka waktu tersebut pemilikan barang yang dihibahkan dari bank kepada nasabah. Bank memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah. 2. Ijarah Muntahiya Bit Tamlik Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik adalah akad sewa menyewa barang antara bank (muaajir) dengan penyewa (mustajir) yang diikuti janji, bahwa pada saat kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada mustajir.
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
7
3.
Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. 3.1.1 Jenis Penelitian Berdasarkan Tujuan Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Peneliti dalam penelitiannya mendeskriptifkan dan menggambarkan perlakuan pajak penghasilan atas kegiatan Ijarah dan Ijarah Bit Tamlik Pada Bank Syariah Mandiri 3.1.2 Jenis Penelitian Berdasarkan Manfaat Penelitian Berdasarkan manfaatnya penelitian ini merupakan penelitian murni. Penelitian dasar atau penelitian murni adalah “pencarian terhadap sesuatu karena ada perhatian dan keingintahuan terhadap hasil suatu aktivitas” (Nazir). 3.1.3 Jenis Penelitian Berdasarkan Dimensi Waktu Penelitian ini dilakukan secara cross sectional, yaitu penelitian dilakukan dalam satu waktu tertentu, pada saat melaksanakan praktek di lapangan dalam mencari informasi mengenai perlakuan pajak penghasilan atas kegiatan ijarah dan ijarah muttahiya Bit tamlik. 3.2 Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Terkait dengan pengumpulan data sebagai kelengkapan penulisan skripsi ini, peneliti memperoleh informasi dengan menggunakan beberapa sumber data yaitu: 3.2.1 Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan mencari data yang tersedia yang pernah ditulis peneliti sebelumnya yang ada hubungannya dengan masalah yang ada hubungannya dengan masalah yang ingin dipecahkan. 3.2.2 Studi Lapangan Studi lapangan dilakukan dengan wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara dengan beberapa informan yang terkait.
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
8
3.3 Narasumber/Informan Pemilihan informan (Key Informan) pada penelitian difokuskan pada representasi atas masalah yang diteliti. Peneliti melakukan wawancara berbagai pihak, antara lain : Direktorat Jenderal Pajak, Badan Kebijakan Fiskal, Bank Syariah Mandiri, dan Akademisi. 3.4 Penentuan Site Penelitian Dalam proses penelitian ini, peneliti menggunakan lokasi penelitian di Bank Syariah Mandiri Pusat, Thamrin, Jakarta Pusat. 3.5 Batasan Penelitian Penelitian ini terbatas hanya terhadap Pajak Penghasilan atas kegiatan Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik Pada Perbankan Syariah Mandiri. Pembatasan penelitian ini dilakukan untuk mempersempit dan memfokuskan wilayah penelitian. 4. 4.1
Hasil dan Pembahasan Dasar Pertimbangan Pemerintah Menyamaan Kegiatan Ijarah dan Ijarah IMBT dengan Sewa Guna Usaha pada Industri Leasing Perbankan
Syariah
merupakan
kegiatan
industri
dibidang
usaha
perbankan, semakin pesat pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia merupakan hal positif bagi perekonomian Indonesia. Pemerintah telah mengesahkan peraturan perpajakan bagi industri yang bergerak dibidang perbankan syariah. Hal ini dapat kita lihat pada peraturan yang diterbitkan pemerintah terkait industri perbankan syariah, disyahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan kegiatan usaha berbasis syariah. Pengesahan PP ini terkait dengan perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Menurut Adam Smith, terdapat empat kaidah yang harus diperhatikan dalam memungut pajak, antara lain :
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
9
1.
Asas Equality Asas equality merupakan asas keseimbangan dengan kemampuan atau
asas keadilan. Artinya, pemungutan pajak yang dilakukan oleh suatu negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan Wajib Pajak, selain itu negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap Wajib Pajak. Pemungutan Pajak Penghasilan atas kegiatan usaha berbasis syariah memenuhi asas equality, yaitu dengan tidak membedakan perlakuan pajak penghasilan antara bank syariah dengan konvensional, dengan memberikan kesepadanan dalam memberlakukan pajak penghasilan pada suatu industri yang bergerak pada bidang yang sama yaitu kegiatan Ijarah yang ditawarkan oleh Bank Syariah Mandiri dengan Sewa Guna Usaha pada Industri Leasing. Hal ini untuk menghindari diskriminasi antar industri yang bergerak pada satu industri yang sama/sejenis. 2.
Asas Certainly Asas certainly merupakan asas kepastian hukum, artinya semua
pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang sehingga bagi Wajib Pajak yang melanggar akan dikenakan sanski hukum. Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai Subjek Pajak, Objek Pajak, Tarif Pajak, dan ketentuan mengenai pembayaran pajak. Pemungutan pajak penghasilan atas kegiatan usaha berbasis syariah didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa peraturan dalam bidang perpajakan yang mengatur kegiatan usaha berbasis syariah, antara lain : 1. Undang-Undang Nomor: 36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan 2. Peraturan Perintah Nomor: 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan kegiatan usaha berbasis syariah 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 136/PMK.03/2011 tentang pengenaan pajak penghasilan untuk kegiatan usaha perbankan syariah 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 137/PMK.03/2011 tentang Pengenaan pajak penghasilan atas pembiayaan syariah 3.
Asas Convenience of Payment
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
10
Merupakan asas pemungutan pajak yang tepat waktu, maksudnya pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi Wajib Pajak yaitu saat yang paling dekat dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak. Pemungutan pajak penghasilan atas kegiatan Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik dikenakan pada saat nasabah melakukan pembayaran sewa, pendapatan dari keuntungan atas transaksi tersebut merupakan objek pajak penghasilan. 4.
Asas Efficiency Merupakan asas efisiensi atau asas ekonomis, dalam pemungutan pajak
hendaknya dilakukan sehemat dan seefisien mungkin jangan sampai biaya pemungutan lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. Dalam hal ini pemungutan pajak telah memenuhi asas efisiensi seperti dalam tabel berikut : Tabel Perbandingan Penerimaan Pajak dengan Biaya Pengeluaran Pajak No
Tahun
Penerimaan
Pengeluaran
Rasio
1
2009
575,432,696,759,361
4,048,300,039,984
0.70%
2
2010
667,604,733,871,181
4,317,787,813,317
0.65%
3
2011
742,719,856,032,954
5,395,460,592,226
0.73%
Sumber : Laporan Keuangan DJP
Penerimaan pajak dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, jika dilihat dari rasio tersebut penerimaan pajak berbanding dengan pengeluaran yang dikeluarkan dalam memungut pajak, pemungutan pajak yang dilakukan oleh DJP telah memenuhui asas efisiensi dalam pemungutan pajak. Asas Substance Over From Principle Pengenaan Pajak Penghasilan harus menganut asas Substance Overfrom Principle yaitu bahwa hakekat ekonomis lebih penting daripada bentuk formal yang dipakai artinya untuk menentukan apakah suatu penerimaan dapat disebut
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
11
sebagai penghasilan atau bukan bergantung pada nama yang diberikan oleh Wajib Pajak atau pihak manapun dan tidak bergantung pada bentuk yuridis dari transaksi yang menimbulkan penerimaan bagi Wajib Pajak, melainkan semata ditentukan oleh hakikat yang diterima oleh Wajib Pajak tersebut. Undang-undang perpajakan Indonesia menganut asas materiil (substance over from rule) yang menekankan pada pentingnya substansi atau materiil daripada sekedar bentuk formal pada suatu permasalahan. Dengan kata lain, asas materiil lebih penting daripada asas formal. Gunadi menegaskan bahwa istilah dengan nama dan dalam bentuk apapun” menegaskan bahwa Undang-Undang Pajak Penghasilan menganut konsep material bukan formal (substance over from rule) dalam mengkatagorikan apakah suatu item itu merupakan penghasilan atau bukan, walaupun Wajib Pajak tidak menyebutkan sebagai penghasilan, namun kalau sumber daya tersebut memenuhi unsur-unsur definisi dalam ketentutan pajak dianggap sebagai penghasilan. Peraturan Pajak penghasilan pada industri perbankan syariah menganut asas substance overfrom principle, penyamaan perlakuan pajak penghasilan terhadap kegiatan produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dengan industri leasing, dilatarbelakangi oleh asas substance overfrom principle. Bahwa pengenaan pajak penghasilan tidak berlandaskan pada nama suatu industri melainkan pada hakekat ekonomis suatu penghasilan. Pada dasarnya pajak penghasilan dikenakan berdasarkan penghasilan yang diterima/diperoleh oleh Wajib Pajak bukan berdasarkan pada nama yang diberikan oleh Wajib Pajak. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009, merupakan aturan pelaksana yang diamanatkan Pasal 31D dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, dalam Pasal tersebut dinyatakan bahwa ketentuan mengenai perpajakan bagi bidang usaha berbasis syariah diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan peraturan tersebut perlakuan PPh atas kegiatan usaha berbasis syariah dipersamakan dengan atau sebagaimana yang berlaku atas transaksi sepadan yang dilakukan oleh pelaku usaha industri dalam bidang yang sama berdasarkan sistem konvensional.
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
12
Pada tahun 2011 pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan terkait dengan Pajak Penghasilan atas kegiatan Usaha Berbasis syariah, diantaranya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 136/PMK.03/2011 mengenai pengenaan pajak penghasilan untuk kegiatan Usaha Perbankan Syariah dan Nomor: 137/PMK.03/2011 mengenai Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah. Peraturan ini diterbitkan sebagai peraturan pelaksana ketentuan peraturan pemerintah Nomor 25 tahun 2009. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa ketentuan mengenai penghasilan, biaya, dan pemotongan pajak atau pemotongan pajak dari kegiatan usaha perbankan syariah berlaku mutatis muntandis berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dalam PP Nomor 25 Tahun 2009. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dalam pasal 4 ayat 1 huruf p Bahwa usaha berbasis syariah merupakan objek pajak. dalam pasal 31 D mengatur ketentuan mengenai perpajakan bagi bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha panas bumi, bidang usaha pertambangan umum termasuk batubara, dan bidang usaha berbasis syariah diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang mengatur perlakuan pajak penghasilan dalam pasal 31D Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, yang kemudian dibentuk peraturan pemerintah yang mengatur perlakuan pajak penghasilan atas transaksi kegiatan usaha berbasis syariah dipersamakan dengan atau sebagaimana yang berlaku atas transaksi sepadan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam industri yang sama berdasarkan sistem konvensional. Dengan demikian, perlakuan Pajak Penghasilan tidak bersifat distortif serta akan memberikan perlakuan yang sama (level playing field) bagi Wajib Pajak dalam suatu industri yang sama. Pemerintah menyamakan perlakuan pajak penghasilan atas kegiatan Ijarah dan Ijarah IMBT dengan Sewa Guna Usaha pada Industri Leasing, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas kegiatan Usaha Berbasis Syariah. Penyamaan perlakuan pajak penghasilan tersebut dimaksudkan agar pajak penghasilan tidak bersifat distortif terhadap pelaku industri yang bergerak pada industri yang sejenis atau sepadan.
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
13
Kegiatan yang dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri dalam hal pembiayaan Ijarah dan Ijarah IMBT pada dasarnya memiliki alur/skema yang sama dengan Sewa Guna Usaha yang dilakukan oleh industri leasing. Perbedaan kedua kegiatan tersebut hanya terdapat pada prinsip yang dilakukan pada kedua industri tersebut. Adapun perbedaan Ijarah dengan Sewa Guna Usaha dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain : 1. Objek Objek yang disewakan dalam leasing hanya berlaku untuk sewa menyewa barang saja, terbatas pada manfaat barang saja, tidak berlaku untuk manfaat tenaga kerja. Sedangkan objek yang disewakan dalam ijarah bisa berupa barang dan jasa/tenaga kerja. Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa menyewa dan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja/jasa disebut upah mengupah. Objek yang disewakan dalam ijarah adalah manfaat barang dan manfaat tenaga kerja. Dengan demikian, bila dilihat dari segi objeknya, ijarah mempunyai cakupan yang lebih luas daripada leasing. 2. Metode pembayaran Pada segi metode pembayaran, leasing hanya memiliki satu metode pembayaran yaitu yang bersifat not contingent to formance artinya pembayaran tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa. Sedangkan dalam pembayaran ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent to formance) dan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek
yang
disewa
(not
contigent
to
formance).
Ijarah
yang
pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut ijarah, gaji, sewa. Sedangkan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut jualah atau success fee. 3. Perpindahan kepemilikan (transfer of title) Pada aspek perpindahan kepemilikan dalam leasing dikenal dengan 2 jenis, yaitu operating lease dimana tidak terjadi pemindahan kepemilikan baik diawal maupun diakhir periode sewa dan financial lease dimana
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
14
terjadi perpindahan kepemilikan. Ijarah sama seperti operating lease yakni tidak ada transfer of title baik diawal maupun diakhir periode, namun pada akhir sewa dapat dijual barang yang disewakan kepada nasabah yang dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahiya bit tamlik. Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan Pemerintah memberlakukan pajak penghasilan atas kegiatan pembiayan Ijarah dan Ijarah IMBT dipersamakan dengan kegiatan Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (operating lease) dan dengan hak opsi (finance lease), kesepadanan kegiatan yang dilakukan pada satu industri yang sama yaitu sama-sama menawarkan produk dengan skema yang sama. 4.2
Analisis Penyamaan Perlakuan Pajak Penghasilan atas Kegiatan Ijarah dengan operating lease dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik dengan Finance Lease Praktek sewa menyewa dalam konvensional disebut dengan sewa guna
usaha atau leasing. Pengertian leasing menurut The International Accounting Standard adalah suatu perjanjian dimana pemilik asset atau perusahaan sewa guna usaha (lessor) menyediakan barang atau aset dengan hak penggunaan kepada penyewa guna usaha (lessee) dengan imbalan pembayaran sewa untuk suatu jangka waktu tertentu. Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor:
1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna (leasing), dijelaskan pengertian leasing, leasing diartikan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik dengan menggunakan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran berkala. Berdasarkan kedua pengertian leasing tersebut, baik bersifat internasional maupun yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, unsur pengertian leasing dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pembiayaan Perusahaan 2. Penyediaan barang-barang modal 3. Jangka waktu tertentu
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
15
4. Pembayaran berkala 5. Adanya hak pilih atau hak opsi Pada transaksi leasing, terdapat beberapa pihak yang terlibat, diantaranya: 1. Lessor, yaitu perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada lessee dalam bentuk barang modal. 2. Lessee, yaitu perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor 3. Pemasok,
yaitu
perusahaan
atau
pihak
yang
mengadakan
atau
menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor 4. Bank atau kreditur, dalam suatu perjanjian leasing, pihak bank atau kreditur tidak terlibat secara langsung, akan tetapi bank memegang peranan dalam penyediaan dana kepada lessor, dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan pemasok menerima kredit dari bank. Terdapat dua jenis leasing menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 1169/KMK.01/1991 yaitu: 1. Finance Lease Dalam sewa guna usaha ini, lessor adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Selama masa sewa guna usaha, lessee melakukan pembayaran sewa guna usaha secara berkala dengan jumlah seluruhnya ditambah dengan nilai sisa yang akan mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang dibiayai berikut bunga, yang merupakan pendapatan lessor. 2. Operating Lease Lessor membeli barang modal dan disewagunausahakan kepada lessee. Pembayaran periodik yang dilakukan lessee tidak mencakup biaya yang dikeluarkan oleh lessor untuk mendapatkan barang modal dan bunganya. Lessor mengharapkan keuntungan dari penjualan barang modal yang disewagunausahakan.
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
16
Transaksi finance lease maupun operating lease selama ini ditemukan dalam lembaga keuangan konvensional yang dikenal oleh masyarakat. Namun, sewa-menyewa baik berbentuk finance lease maupun operating lease digunakan juga sebagai salah satu bentuk kegiatan usaha pada Bank Syariah Mandiri yaitu Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik. Ijarah merupakan sewa-menyewa dimana bank bertindak selaku lessor dan pada akhir masa sewa, objek sewa dikembalikan kepada bank selaku lessor, sedangkan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik merupakan sewa-menyewa dimana bank bertindak selaku lessor dengan diikuti janji perpindahan kepemilikan objek sewa dari lessor kepada lessee diakhir masa sewa. Tabel Perbedaan Finance Lease dengan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik No
Financial Lease
Ijarah Muntahiya Bit Tamlik
1
Investment
Investment
2
Minimal 2 tahun
1 s.d 20 tahun
3
Tidak memerlukan keahlian khusus Tidak memerlukan keahlian khusus dalam menilai residu barang modal
4
dalam menilai residu barang modal
Penyewa bertanggung jawab hampir Penyewa bertanggung jawab biaya semua biaya pemeliharaan
pemeliharaan yang tidak melekat pada objek sewa
5
Sebagian besar masa ekonomis disewa Sebagian oleh satu penyewa
6
baru
masa
ekonomis
disewa oleh satu penyewa
Keputusan untuk memiliki barang Sejak modal
besar
diambil
berakhirnya perjanjian
awal
setelah nasabah
transaksi
sudah
dilakukan,
bermaksud
untuk
memiliki barang yang menjadi objek perjanjian
7
Jangka waktu perjanjian ditentukan Masa sewa ditentukan berdasarkan berdasarkan masa manfaat ekonomis kemampuan membeli dari barang
8
Hak Opsi ada pada nasabah
Hak opsi ada pada Lessor
Sumber : Widyarini Suryandari, 2007
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
17
Pajak Penghasilan atas kegiatan Ijarah pada Perbankan Syariah dalam UndangUndang Perpajakan yang kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2009 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas kegiatan Usaha Berbasis Syariah selanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 137/PMK.03/2011 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan untuk kegiatan usaha pembiayaan perbankan syariah, dalam pasal 4 (1) huruf a dan b dijelaskan bahwa: “Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan dari Sewa Guna Usaha yang dilakukan berdasarkan Ijarah, dikenai Pajak Penghasilan atas sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) dan Sewa Guna Usaha yang dilakukan berdasarkan Ijarah Muntahiyah Bittamlik dikenai Pajak Penghasilan atas sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease)”. Berdasarkan Peraturan tersebut kegiatan Ijarah yang dilakukan oleh Industri Perbankan Syariah dipersamakan dengan Sewa Guna Usaha pada Industri Leasing. Penyamaan perlakuan pajak penghasilan antara kegiatan Ijarah dengan Sewa Guna Usaha tersebut dimaksudkan bahwa pengenaan pajak bersifat neutrality. Tax Neutrality Peraturan Pajak penghasilan atas kegiatan yang dilakukan oleh Perbankan Syariah membawa dampak baik bagi industri Perbankan Syariah, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2011 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 137/PMK.03/2011 merupakan peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2009 tentang pajak penghasilan atas kegiatan usaha perbankan syariah memberikan kepastian hukum dan membuat pajak penghasilan netralitas, yaitu pajak penghasilan antara industri perbankan syariah dengan sistem konvensional akan sama persis. Kepastian hukum merupakan persyaratan penting dalam mendukung perkembangan suatu industri dalam hal perlakuan pajak penghasilan. Kepastian hukum dirasakan oleh industri perbankan syariah terkait dengan dikeluarkannya Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor:
136/PMK.03/2011
dan
Nomor:
137/PMK.03/2011 tentang pajak penghasilan kegiatan usaha perbankan syariah sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009.
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
18
Pada buku Tony Marsyahrul dijelaskan bahwa syarat pembuatan UndangUndang Perpajakan harus memenuhi asas sebagai berikut : 1. Asas Falsafah Hukum Undang-Undang perpajakan harus mengabdi kepada keadilan, baik dalam arti Undang-Undang maupun pelaksanaanya. 2. Asas Yuridis Hukum pajak harus memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan bagi negaranya. Oleh karena itu, pemungutan pajak di negara hukum haruslah berdasarkan Undang-Undang agar tercapai kepastian hukum. Hal ini untuk menghindari perlakuan semena-mena oleh aparatur perpajakan. Wajib Pajak tidak hanya dituntut memenuhi kewajibannya tetapi hak-hak Wajib Pajak juga diperhatikan. 3. Asas ekonomi Kebijakan pemungutan pajak harus diusahakan agar tidak menghambat lancarnya produksi dalam suatu industri, terdapat keseimbangan dalam kehidupan ekonomi. 4. Asas Finansial Sesuai dengan fungsi budgeter, maka biaya pemungutan pajak harus seminimal mungkin, dan hasil pemungutan pajak hendaknya cukup menutupi pengeluaran-pengeluaran negara. 5.
Simpulan dan Saran
5.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka kesimpulan yang didapat oleh peneliti
antara lain adalah : 1
Dasar
Pertimbangan
Pemerintah
menyamakan
perlakuan
pajak
penghasilan atas kegiatan Ijarah pada Perbankan Syariah dengan Sewa Guna Usaha pada industri leasing atas dasar kesepadanan, yaitu Mutatis Mutandis, dengan tujuannya agar perlakuan pajak penghasilan bersifat tax neutrality, dengan tidak membedakan perlakuan pajak penghasilan dalam suatu industri yang sama dalam hal ini industri leasing, sehingga pajak tidak bersifat distortif.
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
19
2
Penyamaan perlakuan Pajak penghasilan atas kegiatan Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) yang dilakukan oleh industri Bank Syariah Mandiri syariah dengan kegiatan sewa guna usaha tepat : a.
Ijarah dengan Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi (Operating Lease), ditinjau dari mekanisme yang diterapkan oleh Ijarah maupun Operating lease memiliki kesamaan yaitu perpindahan hak guna atas suatu aset tertentu dengan pembayaran sewa tanpa diikuti perpindahan kepemilikan atas aset itu sendiri. Dalam kedua transaksi tersebut tidak ada perubahan kepemilikan tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari pemilik kepada penyewa. Perlakuan Pajak Penghasilan atas kegiatan Ijarah sudah sesuai.
b.
Ijarah Muntahiya Bit Tamlik dengan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi (Finance Lease), keduanya memiliki kesamaan dalam mekanisme maupun skema yang diterapkan oleh Perbankan Syariah maupun industri leasing, yaitu terdapat perjanjian saat akhir masa sewa berakhir terdapat perpindahan kepemilikan, barang sewa tersebut menjadi milik nasabah/lessee. Penyamaan kegiatan Ijarah IMBT dengan Sewa Guna Usaha sudah sesuai.
6.2
Saran 1. Dalam rangka memberikan kepastian hukum pada perbankan syariah, khususnya terkait perselisihan perlakuan pajak penghasilan terkait dengan kegiatan Ijarah dan Ijarah IMBT maka pemerintah dapat memberikan penegasan perlakuan pajak pada perbankan syariah. Dalam menetapkan kebijakan perpajakan dan memberikan jaminan kesatuan pemahaman antara kalangan perbankan syariah dan DJP perlu dilakukan standarisasi mekanisme transaksi syariah yang sudah dilakukan.
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013
20 Daftar Pustaka Antonio, Muhammad Safi’I. Bank Syariah dari Teori ke Praktik, 2001 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari’ah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007 Dewi, Gemala. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta : Kencana, 2006. Gunadi. Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan. Jakarta : Salemba Empat, 2002 Karim, Adiwarman. Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006 Suandy, Erly. Perencanaan Pajak Edisi 4, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2008 Sugiono, Arif. Manajemen Keuangan untuk Praktisi Keuangan. Jakarta : Grasindo, 2009 Waluyo, Akuntansi Pajak, Jakarta : Salemba Empat, 2008 Wirdyaningsih, Perwataatmadja, Dewi, Barlinti. Bank dan Asuransi Islam Indonesia. Jakarta : Kencana, 2005. Zulkifli, Sunarto. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta : Zikrul Hakim, 2004. Peraturan : Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2011 tentang Pajak Penghasilan Usaha Berbasis Syariah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2011 tentang Pajak Penghasilan atas Pembiayaan Syariah
Perlakuan pajak..., Aprilya Mirnawati, FISIP UI, 2013