APRIL 2016
MAHARADHIKA BULETIN SAHABAT MUSEUM KONPERENSI ASIA AFRIKA
WOMEN
LEADERSHIP
Lembar Muka
BULETIN MAHARADHIKA PEMIMPIN REDAKSI
Women Leadership KONTRIBUTOR TEKS
Risa Gama Siregar
KOORDINATOR JOURNATIVIST SMKAA
agistya nilam Anysawardhani
REDAKTUR TEKS Audrey Diwantri Alodia
REDAKTUR FOTO Aida Anwariyatul Fuadah
KONTRIBUTOR FOTO Agistya Nilam Anysawardhani Aida Anwariyatul Fuadah Azizul Husni Mubarok Dea Amanda Gilang Nugraha Wanda Setiani Gustiningsih Zhynda Adinta Sari
Audrey Diwantri Alodia Aulia Meytriasari Firmundia Devin Nugraha Fariz Rizky Wibowo Hani Widiani Ilman Nugraha M. Iqbal Syakir Nabila Nur Rania Nurin Hidayah Risa Gama Siregar Shella Hajura
FOTO SAMPUL Hani Widiani
DESAIN DAN TATA LETAK Risa Gama Siregar
Dinaungi oleh:
1
Maharadhika | Women Leadership
Daftar Isi
W O M A N
I S S U E
OPINI
3
Siapa Saja
TOKOH
Adisa Soedarso - Sosok Dibalik Kebijakan kantong plastik berbayar
IN DEPTH REPORT
5 8
Sarinah, Kaum Tiang Negeri
REVIEW
Perempuan Punya Cerita - Ketika Perempuan Berkisah
11
TESTIMONI
Kepemimpinan Perempuan Di Mata Laki-Laki Hari Ini
13
EVENT Persiapan Jelang Bulan Suci Museum KAA Ke-61
14
70 Tahun Bandung Lautan Api
16
Sumber:
Hal 3 - Dok. Journativist. Hal 5 - Dok. Journativist. Hal 8 - Yayasan Pustaka Bisu. Liputan 6. https://pbs.twimg.com. Hal 11 - https://gemarnonton. wordpress.com. https://www.indonesianfilmcenter.com. Hal 13 - Dok. Journativist. Hal 14 - Dok. MKAA. Hal 16 - kostsetiabudibandung.blogspot.com. Women Leadership | Maharadhika
2
Opini
A?
SIAP Saj
Oleh: Yovita Omega Supratman
“Seorang pemimpin bisa siapa saja. Siapa saja yang tidak mementingkan siapa dirinya, namun membiarkan visi istimewa dalam hidupnya menjadi yang utama.”
Membicarakan seorang pemimpin atau membahas tentang kepemimpinan memang selalu menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Oleh sebab itu, ketika salah seorang teman menawarkan kepada saya untuk menuliskan sebuah opini bertema Woman Leadership, saya menyambut bahagia. Saya mengawali tulisan ini dengan berselancar internet, mencari tahu siapa saja pemimpin wanita terkenal dunia. Kebanyakan, nama-nama yang keluar adalah mereka yang memiliki jabatan dan kekuasaan: pengusaha ini lah, ketua partai itu lah, atau presiden ini-itu. Tidak ada yang salah dengan semua itu. Toh secara fakta mereka memang orang-orang hebat yang mengurusi ratusan karyawannya, ribuan anggotanya, atau jutaan rakyatnya. Hanya saja, bagi saya belum ada hal yang cukup ‘menggelitik’ mengenai jabatan-jabatan itu. Jika mereka yang menjadi pemimpin selalu diidentikkan dengan berapa banyak jumlah orang yang dipimpin, berarti saya dan teman-teman minoritas lain yang notabene-nya hanyalah rakyat jelata, hanya bisa berandai-andai untuk dapat memiliki title itu? Jika hanya sebatas itu, rasanya kok janggal ya?
Yovita Omega Supratman Rasa penasaran ini mengantar saya (Koor. Eksekutif SMKAA 2015/2016). menilik lebih jauh arti mengenai arti kata Foto: Dok. Journativist ‘pimpin’. Oxford Advanced Learner’s Dictio-
3
Maharadhika | Women Leadership
Opini
nary memberi tahu saya sesuatu yang menarik. Dalam penjelasannya, kata “pimpin/lead’ berarti “something to have a particular type of life”. Berarti, pemimpin bukan hanya tentang berapa banyak jumlah pengikut yang kita punya, namun tentang seberapa istimewa hidup kita. Hal ini membuat saya mengganti kata kunci ‘pemimpin wanita dunia’ menjadi ‘wanita berpengaruh’ dalam penyelancaran internet saya berikutnya. Nama-nama yang keluar membuat saya tersenyum lega. Merekalah wanita yang saya harapkan yang “Mereka menjadi indikator seorang pemimpin. Empat nama Memimpin kesukaan saya adalah:
konsisten menyuarakan kesetaraan hak buruh. Ia bahkan pernah menolak sebuah penghargaan dari sebuah perusahaan asing karena perusahaan tersebut dianggap tidak berpihak terhadap kesejahteraan kaum buruh. 3. Gadis Arivia, seorang aktivis gerakan perempuan, Doktor Filsafat Universitas Indonesia, dan pendiri Yayasan Jurnal Perempuan. 4. Tri Mumpuni, seorang pemberdaya listrik di lebih dari 60 lokasi terpencil di Indonesia. Dirinya tidak jarang menginap berhari-hari di desa yang minim fasilitas hayang nya untuk memastikan keAda- siapan masyarakat dalam membangun listrik hidro.
lah Mereka yang
1.
2.
Mereka adalah Saur Marlina MaMenginspirasi” orang-orang yang memilih nurung, atau biasa akrab untuk tidak mengambil langkah disapa Butet Manurung. Gadis mudah dalam hidupnya. Menekan Batak yang lahir di ibukota, namun ego yang dipunya dan bergerak kemudian memilih berkarya di daerah memperbaiki sekitarnya. Merekalah terpencil Indonesia. Butet adalah seowanita milik Indonesia yang layak rang perintis dan pelaku pendidikan dijadikan pemimpin panutan kita. alternatif bagi masyarakat terasing. Karena bagi saya, seorang pemimpin Ia mengembangkan sistem Sokola bisa siapa saja. Siapa saja yang tidak Rimba di Taman Nasional Bukit Dua mementingkan siapa dirinya, namun Belas Jambi, Halmahera, dan Flores membiarkan visi istimewa dalam Dita Indah Sari, seorang aktivis buhidupnya menjadi yang utama.*** ruh yang pernah divonis delapan tahun penjara oleh pemerintah karena aksinya. Wanita berprinsip ini selalu
Women Leadership | Maharadhika
4
Tokoh
ADISA SOEDARSO
Adisa Soedarso (Koor. Regional Bandung GIDKP)
Sosok dibalik Kebijakan Kantong Plastik Berbayar
M
asih berbekas dalam ingatan masyarakat Indonesia tentang Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) pada 21 Februari 2016 lalu, yang diselenggarakan secara serempak di 23 kota di seluruh Indonesia. Tahun ini, HPSN bukanlah hari peringatan biasa yang hanya diperingati sehari, lalu
5
dilupakan begitu saja pada hari berikutnya. Sebab pada hari peduli sampah tersebut, ditetapkan sebuah kebijakan kantong plastik berbayar di seluruh supermarket/retail. Kebijakan ini merupakan gagasan yang diusung oleh salah satu gerakan sosial yang fokus pada isu penggunaan kantong plastik, yakni Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP). Penggerak sekaligus Koordinator untuk Wilayah Bandung itu sendiri adalah seorang wa-
nita muda yang telah banyak aktif di berbagai bidang sosial, Adisa Soedarso. Adisa Soedarso, perempuan kelahiran Poso, 19 Januari 1990 ini ditunjuk sebagai Koordinator Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) untuk wilayah Bandung sejak dua tahun yang lalu. Disa, begitu ia biasa disapa, memiliki tingkat perhatian yang tinggi dalam bidang sosial dan lingkungan. Selain menjadi Koordi-
Maharadhika | Women Leadership
Tokoh nator Daerah Bandung untuk GIDKP, alumni Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran tahun 2008 ini juga tercatat aktif sebagai aktivis di Save Street Child Bandung, Buku Untuk Papua, NTT Youth Project, One Billion Rising Bandung, Berbagi Nasi Bandung, Kelas Inspirasi Bandung, Tas baGoes, serta pernah tergabung dalam Sahabat Museum Konperensi Asia-Afrika. Namun kini, hampir seluruh perhatiannya tertuju kepada GIDKP. Sejak kuliah, Disa sudah terlibat di beberapa kegiatan sosial karena menurutnya memberi adalah cara berkomunikasi terbaik. Kegiatan sosial pertama kali yang menarik perhatiannya adalah kegiatan sosial di salah satu UKM di kampusnya, yang fokus terhadap kesejahteraan anak-anak jalanan. Namun, pada saat itu, ia belum tergabung dalam UKM tersebut dikarenakan ketidaksesuaian jadwal antara kegiatan UKM dan kegiatannya sebagai Mahasiswi. Setahun berikutnya, ia baru terlibat di kegiatan serupa , Save Street Child Bandung. Dikarenakan alasan yang sama, ia juga belum tergabung di komunitas ini sepenuhnya. Ia hanya sesekali mengikuti kegiatan dan memperoleh laporan dan informasi dari anggota lainnya. Pada tahun berikutnya, barulah ia berhasil mengikuti kegiatan sepenuhnya, dima-
na ia juga menjadi pengurus dan bendahara komunitas. Melalui kegiatan-kegiatan sosial ini, akhirnya mengarahkan ia ke Organisasi Greeneration Indonesia yang salah satu perhatiannya mengenai diet kantong plastik. Banyaknya isu dan dampak yang terjadi dalam penggunaan kantong plastik, seperti kasus longsornya TPA Leuwigajah tahun 2005, merupakan latar belakang terbentuknya diet kantong plastik menjadi sebuah gerakan yang legal. Pada tahun 2014, Adisa dan salah satu rekan kegiatan sosialnya, Rahiyang ditunjuk sebagai Koordinator GIDKP untuk Wilayah Bandung. Sebelum menjadi Koordinator, Disa sudah terlibat dalam beberapa kegiatan diet kantong plastik yang saat itu masih berada di bawah Greeneration Indonesia, seperti kampanye Zero Waste dan Handbag Mob yang dilaksanakan di lingkungan CFD (Car Free Day) Bandung. Di awal karirnya dalam menjalankan program GIDKP, ia dituntut untuk menjadi pribadi yang multitasking dan fastlearner. Terbatasnya jumlah operasional mengharuskan ia untuk menyelesaikan pekerjaan yang beranekaragam. Disa bersama rekan kerjanya dituntut untuk terus mempelajari hal baru demi tercapainya tujuan mereka. Dalam menjalani program GIDKP, seperti advokasi, edukasi, fasilitasi, kampanye, dan
Women Leadership | Maharadhika
sosialisasi ke masyarakat, ia juga harus membentuk relasi dengan pemerintah yang berperan sebagai jembatan antara GIDKP dan masyarakat. Dengan begitu, upaya penyadaran masyarakat terhadap dampak penggunaan kantong plastik akan terbantu. Setelah berjalannya program GIDKP, ia dan rekan kerjanya membuka peluang bagi relawan yang ingin telibat di gerakan ini. Setiap relawan akan diberikan pelatihan sebelum memulai setiap aktivitasnya. Tidak hanya membuka peluang relawan tetapi juga berkolaborasi dengan komunitas atau gerakan lainnya untuk menyuarakan isu kantong plastik. Pada akhirnya, jumlah operasional yang terbatas tidak menghalanginya dalam mencapai tujuan GIDKP tetapi justru membawa ia ke berbagai lingkungan dan ranah pengetahuan baru, seperti dalam hal government relations dan personalia. Sebagai penggiat sosial, tak jarang ia menemukan hambatan dalam menjalankan aktivitasnya, bahkan dari lingkungan keluarganya sekalipun. Bekerja di organisasi non-profit sempat membuat orang tua dari pemilik nama lengkap Adisa Ittaqa Putri Diana Soedarso ini khawatir dan tidak mendukungnya. Sampai akhirnya Adisa dan rekan-rekannya dapat mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan
6
Tokoh
“Perempuan Indonesia itu harus memperjuangkan pilihannya. Entah untuk berkarir, bekerja, ataupun menjadi ibu rumah tangga. Mereka pun harus memiliki idealisme dan daya tawar yang sangat tinggi.”
-Adisa Soedarso-
membatasi penggunaan kantong plastik di Indonesia. Hal itu membuat kedua orangtuanya perlahan-lahan mulai mendukung keputusannya untuk bergelut di bidang ini. Kegigihannya dalam mengejar passion dapat dikatakan sebagai langkah yang berani, karena ia tidak mengejar profit seperti orang kebanyakan. Keberaniannya ini terinspirasi oleh Menteri Tenaga Kerja Pertama di Indonesia yang juga seorang wartawan dan penulis, SK Trimurti, yang telah berkontribusi di lingkungan nasional dan internasional di tahun 1950-an, seperti mengikuti konferensi tingkat internasional, ketua organisasi, dan membuka sekolah rakyat. Sebagai perempuan muda Indonesia yang memiliki banyak pengalaman di bidang sosial, Adisa Soedarso patut dijadikan teladan oleh perempuan bahkan laki-laki Indonesia sekalipun. Sebagai perempuan, ia tidak serta-merta membatasi dirinya dalam hal-hal tertentu. Ia menunjukkan bahwa perempuan juga bisa berkontribusi bagi masyarakat luas. Adisa sendiri juga mempunyai harapan bagi seluruh perempuan Indonesia. Ia berharap perempuan harus berani menyuarakan hak dan pendapatnya dan memperjuangkan pilihannya. “Perempuan Indonesia harus memiliki idealisme dan daya tawar yang sangat tinggi.” tutur perempuan yang memiliki impian bekerja di UNICEF ini. Ia berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan pada dasarnya sama dan memiliki porsi yang sama. Perempuan dan laki-laki hanya dibedakan secara biologis. Oleh karena itu, ia berharap tidak ada lagi diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, kekerasan terhadap perempuan, serta pelecehan seksual. Karena sejatinya, laki-laki diciptakan untuk melindungi perempuan.***
Penulis: Risa Gama Siregar/Fariz R. Wibowo Foto: Dok. Journativist
7
Maharadhika | Women Leadership
Indepth Report
Sarinah, “Kaum Tiang Negeri” - Paham Feminis di Mata Bapak Bangsa Penulis: Shella Hajura
Cover Buku Sarinah
S
iapa itu Sarinah?
Tidak banyak orang yang tahu dengan sosok Sarinah. Ada pula yang mengartikan bahwa Sarinah hanyalah sebuah nama. Bagi masyarakat, dia bukanlah siapa-siapa. Bukan pula nama seseorang yang terdaftar sebagai salah satu pejuang perempuan – pada zaman perjuangan kemerdekaan – seperti R.A Kartini, Dewi Sartika, atau Cut Nyak Dien. Namun,
bagi
seorang
salah
satu Bapak Bangsa Indonesia, Presiden Ir. Soekarno, pemilik nama tersebut merupakan sosok yang sangat spesial dan memberinya sebuah pemahaman mengenai perempuan. Ia dijadikan sebuah simbol, ruh, dan jiwa yang mengandung makna. Sebuah nama yang diambil Soekarno – dari seorang pengasuhnya sedari kecil – yang dimanifestasikan beliau sebagai representasi kaum perempuan Indonesia. Sarinah adalah judul buku yang terbit pada tahun 1947, berisi pemikiran Soekarno tentang perempuan. Dalam bukunya ia berkata, bahwa kemajuan kaum perempuan adalah kemajuan negara, dan persoalan kaum perempuan adalah persoalan rakyat juga. Soekarno mengantarkan pembaca kepada pemikiran humanisme dan feminismenya pada masa itu dan ke depan.
Women Leadership | Maharadhika
Soekarno beranggapan bahwa perempuan memiliki peran yang penting dalam keberlangsungan sebuah negara. Maka dari itu, perlu adanya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki yang secara umum merupakan esensi dari feminisme. Namun yang ditekankan Soekarno adalah kesetaraan yang tidak menghendaki adanya penindasan serta ketidakpedulian terhadap kodrat laki-laki dan perempuan. Di buku Sarinah, Soekarno juga tidak menghendaki adanya diskriminasi dalam bentuk apa pun, terlebih berdasarkan jenis kelamin. Ia pun tidak membenarkan adanya diskriminasi yang berlatarbelakang perbedaan agama, suku, bahasa, kelas ekonomi, dsb. Sebab, hal itu bertentangan dengan prinsip demokrasi
8
Indepth Report dan hak-hak asasi manusia yang universal. Maka dari itu, Soekarno berpikir bahwa perjuangan kesetaraan gender perlu direvitalisasi serta diletakkan dalam konteks keadilan sosial yang lebih luas, yaitu membebaskan manusia dari segala bentuk diskriminasi atas dasar jenis kelamin, suku, agama, dll. Dalam konteks ini, ketimpangan gender tidak hanya
Ilustrasi Sarinah menjadi masalah perempuan, tetapi juga masalah seluruh anak bangsa. Soekarno bercita-cita ingin mewujudkan kemerdekaan yang diikuti oleh kaum perempuan. Semua itu tidak lain bertujuan untuk menciptakan keadilan sosial yang diiringi dengan kesetaraan gender. Soekarno menceritakan beberapa pengalaman yang diingatnya mengenai kaum perempuan yang dibatasi kebebasannya. Hal itu disebabkan oleh pandangan sebagian besar laki-laki yang
9
menyatakan bahwa perempuan tidak boleh bekerja di luar rumah. Fenomena itu mengingatkannya pada sosok Sarinah yang menjelma sebagai perempuan Indonesia yang dikerangkeng di dalam rumah oleh kedua orang tua maupun suaminya. Sementara secara semantis, Sarinah muncul sebagai pemikiran humanis dan feminis dari dalam diri Soekarno untuk memerdekakan kaum perempuan dari batasan-batasan yang diberikan kaum laki-laki. Kenyataan pahit yang harus diterima oleh kaum perempuan pada masa itu membuat Soekarno bersimpati dan berusaha mengakhirinya. Sebagai seorang manusia yang memiliki harga diri dan akal sehat, hak-hak kaum perempuan harus diangkat dan diperhatikan. Soekarno menekankan bahwa segala persoalan tentang kaum perempuan Indonesia merupakan persoalan yang kompleks. Keseriusan Soekarno menempatkan masalah kaum perempuan Indonesia sebagai bagian dari persoalan masyarakat merujuk pada salah satu pesan Nabi Muhammad Saw yang berbunyi, “Perempuan itu tiang negeri. Manakala baik perempuan, baiklah negeri. Manakala rusak perempuan, rusaklah negeri.” Kemudian didasari oleh firman Allah SWT yang mana Soekarno meyakini bahwa segala sesuatu yang ada diciptakan oleh-Nya da-
lam bentuk berpasang-pasangan, sehingga terciptalah kehidupan yang harmoni. Soekarno pun berpidato dalam Kongres Kaum Ibu tahun 1928, melihat kemajuan perempuan dalam memahami kodrat dan posisi mereka. Soekarno sangat setuju dengan pendapat Charles Fourrier yang mengatakan bahwa kemajuan suatu bangsa diukur oleh kedudukan perempuan. Demikian pula dengan pernyataan Baba O’lllah yang mengibaratkan laki-laki dan perempuan adalah sepasang sayap seekor burung. Jadi pada prinsipnya, laki-laki dan perempuan harus hidup berdampingan, saling melengkapi satu sama lain, dan bahu-membahu membangun tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis.
Ir. Soekarno dan Sarinah Di dalam buku Sarinah, Soekarno mengajak kaum laki-laki membuka pemikiran mereka menjadi lebih luas. Sudah saatnya kaum laki-laki ikut andil dalam memperjuangkan hak perempuan, serta sadar bahwa perem-
Maharadhika | Women Leadership
Indepth Report
puan memiliki tempat yang setara dengan mereka, baik dalam urusan sosial, kemasyarakatan, politik, maupun keagamaan. Berkaitan dengan kaum Sarinah – perempuan dalam perjuangan nasional, Soekarno berkeinginan untuk mengangkat kehormatan kaum perempuan Indonesia dengan cara melibatkan mereka dalam perjuangan kemerdekaan dan penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita dapat mengetahui bahwa Soekarno tidak memiliki keraguan sedikit pun terhadap kemampuan Sarinah Indonesia dalam perjuangan dan menegakkan kemerdekaan Indonesia. Jika mereka bangkit dengan penuh kesadaran dan semangat juang yang tinggi, maka kemerdekaan akan menjadi kenyataan bagi tanah air. Perjuangan nasional yang dilakukan secara total adalah perjuangan yang dilakukan secara bahu-membahu oleh kaum perempuan dan laki-laki Indonesia. Dalam Sarinah, Soekarno menulis keyakinannya itu sebagai berikut :
kesejahteraan sosial… Dalam masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial itulah, engkau nanti menjadi perempuan yang bahagia, perempuan yang merdeka!” Dapat diketahui betapa besar perhatian Soekarno terhadap masalah ketimpangan gender antara perempuan dan laki-laki dan dampaknya terhadap perjuangan nasional dalam mewujudkan pembangunan negara Indonesia kedepan. Beliau mengajak dan mengharapkan pemuda dan pemudi, kaum perempuan dan kaum laki-laki untuk bekerja sama, saling turut berperan tanpa diskriminasi dan superior. Maka dari itu Soekarno memiliki pesan dan harapan yang besar kepada seluruh generasi perempuan Indonesia untuk turut berperan dalam rangka mewujudkan cita-cita negara Indonesia. Sebagai kaum tiang negeri, menjadi perempuan yang mampu dan berani memberikan sumbangsih terbaik dari dirinya sendiri kepada orang lain, masyarakat, dan negara.***
“Perempuan Indonesia, kewajibanmu telah terang! Sekarang, ikutlah serta mutlak dalam usaha menyelamatkan republik dan nanti jika republik telah selamat, ikutlah serta mutlak dalam usaha menyusun negara nasional… Jangan ketinggalan dalam revolusi nasional ini dari awal sampai akhirnya, serta jangan ketinggalan pula nanti dalam usaha menyusun masyarakat keadilan sosial dan
Women Leadership | Maharadhika
10
Review Perempuan Punya Cerita: Ketika Perempuan Berkisah Penulis: Aulia Meytriasari Firmundia
Perempuan
Punya Cerita adalah salah satu film karya Nia Dinata yang kental dengan permasalahan menyangkut perempuan. Nia Dinata dikenal sebagai sineas yang mengangkat isu tak biasa dalam film Indonesia pada tahun 2000-an. Seperti Quickie Express yang menceritakan tentang gigolo, Berbagi Suami dengan tema poligami, dan film Arisan! yang menghadirkan kontroversi sekaligus banyak prestasi baik untuk film maupun para jajaran pemerannya. Film berdurasi 105 menit ini cukup menarik perhatian karena keterlibatan empat sineas perempuan Indonesia lainnya; Fatimah T. Rony, Upi Avianto, Nia Dinata, dan Lasja F. Susatyo. Sehingga tak hanya filmnya yang bertemakan perempuan, tetapi juga para sineas yang terlibat didalamnya pun perempuan. Cerita pertama berjudul “Cerita Pulau” yang menceritakan tentang satu-satunya bidan yang terdapat di sebuah pulau. Sang bidan, Sumarni (yang diperankan oleh Rieke Diah Pitaloka), kehilangan kepercayaan dari warga setempat karena mengaborsi seorang perempuan yang memiliki kesehatan janin yang buruk. Selain itu, Sumarni pun berusaha melindungi Wulan (Rachel Maryam) yang mengalami pemerkosaan. Film dilanjutkan oleh “Cerita Yogyakarta” yang mengisahkan tentang seorang jurnalis, Jay Anwar (Fauzi Baadila), yang sedang menulis berita mendalam mengenai seks bebas di kalangan pelajar Yogyakarta. Safina (Kirana Larasati) adalah salah satu siswi SMA yang menjadi informan untuk tulisannya. Seiring
11
berjalannya waktu, hubungan Safina dan Jay pun berkemb a n g . H i n g g a akhirnya Safina menemukan tulisan Jay dan menyadari bahwa ia hanya dijadikan inforCover Perempuan Punya Cerita man untuk sebuah kepentingan belaka. Setelah dari Yogyakarta, penonton digiring untuk menikmati cerita ketiga berjudul “Cerita Cibinong”. Pekerjaan yang dilakukan oleh Esih (Shanty) sebagai tukang bersih-bersih di sebuah klub dangdut membuatnya tidak bisa menemani anaknya, Maesaroh (Ken Mala Amrytha), pada malam hari. Sampai akhirnya dia menemukan bahwa yang selama ini menjaga anaknya telah melakukan pelecehan seksual pada Maesaroh. Esih pun kabur ke tempat temannya, Cicih (Sarah Sechan), yang ternyata mengenalkannya pada seseorang yang malah mengantarkan Maesaroh ke gerbang human trafficking. Rangkaian film ini pun berakhir pada “Cerita Jakarta” yang diperankan oleh Susan Bachtiar sebagai Laksmi. Setelah kematian suaminya, Laksmi harus bergelut dengan
Maharadhika | Women Leadership
Review berbagai masalah. Hutang yang ditinggalkan suami, anak satu-satunya yang ingin diambil mertua, serta penyakit AIDS yang harus dideritanya. Pada satu sisi, Laksmi ingin terus hidup bersama anaknya. Namun di sisi lain ia tahu, bahwa ia ingin anaknya bahagia tanpa masalah. Sehingga Laksmi harus membuat keputusan besar dalam hidupnya. Konflik yang diangkat dalam film ini dikaitkan dengan masalah perempuan, seperti perkosaan, seks bebas, aborsi, pelecehan, dan AIDS. Seringkali perempuan menjadi kaum yang tertindas, sekaligus ‘pelaku’ dari apa yang terjadi pada dirinya. Hal tersebut meninggalkan stigma buruk di masyarakat. Film ini mengajak kita untuk melihatnya dari ‘kacamata’ lain, melalui pandangan “mereka yang mengalami” tanpa harus menilai buruk terlebih dahulu. Keempat cerita dalam film keluaran tahun 2007 ini pun
bagi mereka yang ingin tahu lebih banyak tentang perempuan Indonesia. Selain itu, film ini pun bertaburkan banyak bintang yang kualitas aktingnya tidak perlu diragukan. Penggunaan bahasa daerah yang disesuaikan dengan latar belakang kota pun menjadi keunikan tersendiri, walaupun terkadang tidak terdengar ‘pas’ ditelinga.***
memberikan pesan senada: semua orang sama, dan tidak bisa dinilai berdasarkan jenis kelamin semata. Hidup berdampingan secara damai itu harus diwujudkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satunya dengan tidak memberi label secara gegabah, tetapi melihatnya dengan kacamata yang lebih luas terlebih dahulu, sehingga tercipta suatu keharmonisan. ‘Perempuan Punya Cerita’ adalah tontonan menarik
“Empat Sineas Perempuan yang Mencoba Membuka Mata Banyak Orang mengenai Stigma Kaum Hawa”
Esi (Shanty) dengan anaknya Maesaroh (Ken Nala Amrytha) dalam ‘Cerita Cibinong’, yang menggambarkan kasus human trafficking pada anak di Indonesia.
Salah satu cuplikan dalam ‘Cerita Jogjakarta’ ketika salah satu teman Safina harus menikah muda karena kehamilannya.
Safina (Kirana Larasati) yang berkenalan dengan pemuda bernama Jay Anwar (Fauzi Baadila), yang ternyata seorang
Laksmi (Susan Bachtiar) yang harus berjuang melawan sakitnya demi membahagiakan anak semata wayangnya, Belinda (Ranti Maria) dalam cuplikan ‘Cerita Jakarta’.
Women Leadership | Maharadhika
12
Testimoni
“Kepemimpinan Perempuan di Mata Laki-Laki Hari Ini”
Salehudin Ketua BEM Gama FIB Unpad 2016 “Bahwa pada hakikatnya, setiap pribadi adalah pemimpin. Terlepas dia perempuan atau laki-laki, maka kecerdasan dan kebijaksanaan akan mengantarkan siapa yang pantas memimpin. Hari ini banyak tokoh perempuan inspiratif yang kapasitas kepemimpinannya juga tidak kalah dari laki-laki.”
Logika Anbiya Koor. Eksekutif Sahabat Museum KAA Zaman sekarang, sudah banyak pemimpin perempuan. Contohnya adalah Kanselir Jerman yang bernama Angela Merkel. Dahulu pun Indonesia pernah dipimpin oleh seorang perempuan, yaitu Ibu Megawati Soekarno Putri. Sesungguhnya, perempuan itu hebat dan lebih kuat dari laki-laki. Anggapan bahwa perempuan tidak bisa menjadi pemimpin datang dari laki-laki yang takut tersaingi oleh perempuan.
13
Wisnu Azi Firdaus Koor. Klab Nahnu Arabiyyun Sahabat Museum KAA 2014 – 2015
Dheva Nugraha Siswa SMAN 6 Bandung T.A 2016/2017
“Arrijaalu qowwamuna ‘alannisaa’, maksudnya adalah laki-laki merupakan pemimpin wanita,” Mungkin kalimat ini yang menjadi patokan saya dalam memandang Woman Leadership hari ini. Wanita diperbolehkan menjadi guru, asal tidak menjadi kepala sekolah. Menjadi penceramah pun boleh. Namun, terdapat perbedaan antara budaya Barat dan Timur. Budaya Barat mengusung emansipasi, di mana baik perempuan maupun laki-laki itu setara dalam hak dan kewajiban. Sedangkan budaya Timur pasti akan merujuk pada hukum Islam, yang membedakan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Dalam budaya Timur. Perempuan tidak diwajibkan untuk bekerja, mencari nafkah, dll. Sebab dalam budaya Timur, perempuan sangat dimuliakan.
Di zaman modern seperti sekarang, sudah banyak perempuan yang menjadi pemimpin. Contoh kecilnya adalah para pemegang jabatan Ketua Murid dan Ketua OSIS di sekolah kebanyakan perempuan. Mengapa di masa sekarang banyak perempuan menjadi pemimpin? Mungkin karena dorongan globalisasi dan kurangnya kesanggupan laki-laki untuk menjadi pemimpin.
Bunbun Bunyamin Masyarakat Kota Bandung Sebagai laki-laki muslim, saya tidak setuju jika perempuan menjadi pemimpin suatu kaum, karena itu tidak sesuai dengan Sunnah Rasul. Namun jika seorang perempuan menjadi penasihat atau pemberi masukan suatu kebijakan, hal itu diperbolehkan sebab memang diperlukan.
Maharadhika | Women Leadership
Event
Persiapan Jelang Bulan Suci Museum KAA ke -61
Ulang Tahun MKAA ke-61. Foto: Dok. MKAA
Thomas menambahkan juga bahwa bulan April merupakan Bulan Suci bagi Museum KAA “...April itu selalu kita sambut sebagai Bulan Sucinya Museum KAA. Karena pada bulan itu, kita melaksanakan perayaan hari ulang tahun.” Ujar Thomas.
pan dalam berbagai kegiatan selalu dilakukan sejak jauhjauh hari. Hal itu dikarenakan kegiatan-kegiatan di museum selalu melibatkan banyak orang dari berbagai lapisan masyarakat, relawan, dan komunitas. Oleh karena itu, koordinasi dan komunikasi sangat diperlukan. Agar pada hari H nanti, kegiatan bisa berjalan dengan baik. “...begitupun dalam persiapan HUT KAA ke-61 ini yang dimulai dengan konsolidasi internal yang dilakukan sejak bulan Februari” Ujar Thomas.
Berbagai persiapan telah dilakukan pihak museum demi terselenggaranya kegiatan tahunan ini. Thomas menuturkan bahwa persia-
Menurut Thomas “...tidak ada yang berbeda dari HUT KAA sebelumnya apabila dilihat dari segi kegiatan”. Tanggal 18-24 April
Penulis: Aida Anwariyatul Fuadah
“Peringatan HUT Persaudaraan Bangsa Asia dan Afrika yang Akan Memeriahkan Pertengahan Tahun 2016”
J
elang HUT Konperensi Asia Afrika (KAA) ke-61, berbagai kegiatan rutin perayaan HUT KAA akan digelar kembali. Kegiatan ini akan berlangsung selama satu minggu dari tanggal 18-24 April 2016. HUT KAA pada bulan April merupakan momen penting, seperti yang dikatakan Kepala Museum KAA, Thomas Siregar, yang ditemui di ruangannya Senin, (14/03) “Hari ulang tahun KAA sebagaimana selama ini kita laksanakan setiap tahun merupakan
momen penting dan momen besar bagi Museum KAA”.
Women Leadership | Maharadhika
14
Event mendatang akan semarak dengan berbagai kegiatan. Kegiatan yang selalu ada pada setiap tahunnya yaitu Pengibaran Bendera, Parade Budaya Asia Afrika, Talkshow Bandung Spirit, Bandung Historical Study Games (BHSG), JTP Saksi Sejarah dan Senam 5000 anak. Kegiatan-kegiatan tersebut mencakup dalam aspek kebudayaan, pengetahuan, pendidikan, kesehatan dan kesejarahan. Tema yang diusung dalam HUT KAA ke-61 ini masih mengenai NilaiNilai KAA sebagai rujukan dasar Museum KAA. Dengan nilai-nilai tersebut, kita bisa menguatkan sisi kerjasama, toleransi, kesetaraan, serta hidup berdampingan secara damai. Nilai-nilai seperti itulah yang disebut juga dengan Semangat Bandung atau Bandung Spirit yang harus tetap digelorakan. Sejauh ini, dalam
15
mempersiapkan Hut KAA ke-61 hampir tidak ada kendala yang berarti. Kendala teknis menurutnya bukan kendala yang berarti dan hanyalah sebuah dinamika saja. Kemudian berkaitan dengan keterbatasan sumber daya secara finansial, Thomas menuturkan bahwa hal tersebut lagi-lagi bukan suatu kendala berarti. Karena nyatanya, dari tahun ke tahun museum tidak kesulitan dalam melaksanakan seluruh rangkaian Kegiatan HUT KAA. Sebab pihak museum masih mampu mengajak pihak lain untuk bekerjasama dalam menyukseskan setiap kegiatan. Menurut Koordinator Eksekutif SMKAA, Logika Anbiya. Perekrutan relawan dilakukan dalam tiga jalur, pertama sahabat museum, kedua open volunteer, dan ketiga tamu undangan. Relawan dari SMKAA sebanyak 267. Selain itu open volunter bagi umum yang dibuka sejak 29 Feburari 2016 dan berakhir 12 maret 2016. Terdapat kurang lebih 500 orang yang mendaftarkan dirinya menjadi relawan. Namun, setelah proses seleksi terpilih hanya 200 orang. Kemudian relawan berasal dari tamu undangan dari beberapa organisasi kampus di Bandung. Mereka merupaka organisasi mahasiswa yang pernah bekerja sama dengan SMKAA, relawan dari tamu unda-
ngan sebanyak 120. Terdapat 563 relawan yang akan dilibatkan dalam HUT KAA ke 61. Relawan ini disebut dengan relawan Nawasila. “Penggunaan istilah Nawasila berawal dari KTT 2005 yang menghasilkan NAASP (New Asian- African Strategic Partnership)”, ujar Logika. Pada peringatan KAA 2005 menghasilkan 9 prinsip yang dikenal dengan Nawa Sila. Nawa Sila adalah sembilan prinsip yang dihasilkan peringatan KAA ke 50. Di mana sila pertama merupakan Dasasila Bandung. Oleh karena itu, alasan penggunaan istilah nawasila dengan harapan agar semua relawan bisa mengacu dan mengimplemantasikan nilai-nilai dalam Dasasila Bandung dan 8 nilai lainya (Nawa Sila). Kegiatan Perayaan HUT ke 61 KAA diharapkan bisa menjadi medium atau wadah yang menguatkan kembali nilainilai kebangsaan yang diwariskan oleh para pemimpin bangsa. “Para pemimpin terdahulu kita telah membuktikan bahwa nilai luhur tersebut dan dengan semangat yang besar mampu melakukan perubahan besar yaitu perdamaian dunia dan kemajuan kerja sama Bangsa Bangsa Asia-Afrika,” tutup kepala MKAA.***
Maharadhika | Women Leadership
Event
70 TAHUN BANDUNG LAUTAN API
Monumen Bandung Lautan Api
“Kegiatan Ceremonial Pawai Obor dalam Rangka Mengenang Peristiwa Bandung Lautan Api”
B
andung Lautan Api, diperingati sebagai peristiwa bersejarah oleh Warga Bandung setiap tahunnya. Peristiwa ini merupakan upaya pembumihangusan Kota Bandung yang dilakukan Pasukan TRI (Tentara Republik Indonesia) dan Penduduk setempat untuk melindungi Kota Bandung dari rebutan Belanda. Peristiwa yang terjadi pada 23 Maret 1946 lalu ini ditandai dengan berdirinya Monumen Bandung Lautan Api di Lapangan Tegalega sejak beberapa tahun silam. Seperti tahun-tahun sebelumnya, untuk menghormati peristiwa tersebut, Pemerintah Kota Bandung menggelar pawai obor yang dilaksanakan dari Lapangan Tegalega hing-
Penulis: Risa Gama Siregar
ga Balai Kota Bandung. Pawai ini melibatkan sekitar 7.000 peserta. Pawai Obor diikuti oleh berbagai kalangan, dimulai dari Pelajar SMP dan SMA, Karang Taruna, Komunitas, hingga Warga Bandung lainnya. Pawai obor digelar pada tanggal 23 Maret 2016 malam jam 19.00-20.00 WIB. Rute yang ditempuh dimulai dari Lapangan Tegalega – Jl. Mohammad Toha – J. BKR – Jl. Mohammad Ramdhan – Jl. Karapitan – Jl. Asia Afrika – Jl. Cikapundung Barat – Jl. Braga – Jl. Suniaraja – Jl. Viaduct – Jl. Perintis Kemerdekaan – Jl. Wastukencana – dan diakhiri di Balai Kota Bandung. Puncaknya adalah penyulutan obor Bandung Lautan Api oleh Wali Kota Bandung.
Untuk tahun ini, Pemkot memasukkan beberapa agenda tambahan. Agenda lain yang dilakukan untuk memperingati 70 tahun Bandung Lautan Api, diantaranya ziarah ke Taman Makam Pahlawan Cikutra yang dipimpin Wali Kota Bandung Ridwan Kamil pada jam 08.00 WIB, dilanjutkan dengan upacara puncak peringatan 70 tahun Bandung Lautan Api di Lapangan Tegalega, serta penyiaran pidato Wali Kota Bandung melalui Radio Republik Indonesia Stasiun Bandung pada jam 19.30 WIB. Tahun ini peringatan Bandung Lautan Api mengusung tema “Melalui Peringatan Peristiwa Bandung Lautan Api ke-70 Kita Kobarkan Semangat Juang untuk Membangun Bandung Smart City menuju Kota Juara yang Unggul, Nyaman, dan Sejahtera.”***
Women Leadership | Maharadhika
16