Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Umum
Gedung Kantor Cabang Pembantu BCA KCU Asia Afrika di Jl. Asia Afrika – Bandung. Bangunan gedung ini dibangun pada tahun 1990 yang terdiri dari 1 basement dan 5 (lima) lantai dan sampai saat ini bangunan tersebut masih berfungsi sebagai Gedung Kantor Cabang Pembantu BCA KCU Asia Afrika. Sehubungan dengan umur bangunan yang telah berusia 20 tahun serta pihak PT. BCA Tbk mengharapkan bangunan tersebut masih dapat difungsikan dengan umur rencana 10 tahun yang akan datang. Maka diperlukan adanya analisis dan evaluasi terhadap gedung ini. Sehingga bisa dilakukan penanganan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi, baik dengan melakukan perbaikan ataupun perkuatan. Oleh sebab itu untuk dapat mengetahui kemampuan dan kelayakan struktur bangunan eksisting serta memastikan bagian-bagian struktur mana yang memerlukan perbaikan ataupun perkuatan. Maka perlu dilakukan investigasi terhadap struktur eksisting baik melalui pemeriksaan secara visual ataupun dengan penyelidikan beton tanpa merusak (non-destructive) maupun dengan merusak (destructive) dan mereview dokumen dari struktur yang ada. Pada penyelidikan
beton tanpa
merusak
(non-destructive)
ini didalam
penyelidikan terhadap konstruksi beton dengan tidak melakukan perusakan baik secara struktural ataupun non struktural untuk mengambil sampel uji atau pengujian
langsung
dilapangan.
Sedangkan II-1
pada penyelidikan
merusak
Bab II Tinjauan Pustaka
(destructive)
penyelidikan terhadap konstruksi beton dengan melakukan
perusakan baik secara structural maupun non structural. 2.2
Beton Bertulang
Beton merupakan bahan komposit dari agregat bebatuan dan semen sebagai bahan pengikat, yang dapat dianggap sebagai sejenis pasangan batu tiruan karena beton memiliki sifat yang hampir sama dengan bebatuan dan batu bata (berat jenis yang tinggi, kuat tekan yang sedang, dan kuat tarik yang kecil). Beton dibuat dengan pencampuran bersama semen kering dan agregrat dalam komposisi yang tepat dan kemudian ditambah dengan air, yang menyebabkan semen mengalami hidrolisasi dan kemudian seluruh campuran berkumpul dan mengeras untuk membentuk sebuah bahan dengan sifat seperti bebatuan. Beton mempunyai satu keuntungan lebih dibandingkan dengan bebatuan, yaitu bahwa beton tersedia dalam bentuk semi cair selama proses pembangunan dan hal ini mempunyai tiga akibat penting : pertama, hal ini berarti bahwa bahan-bahan lain dapat digabungkan ke dalamnya dengan mudah untuk menambah sifat yang dimilikinya. Baja yang terpenting dari baja-baja lainnya adalah baja dalam bentuk batang tulangan tipis yang memberikan kepada bahan komposit yakni beton bertulang kekuatan tarik dan kekuatan lentur selain kekuatan tekan. Kedua, tersedianya beton dalam bentuk cairan membuatnya dapat dicetak ke dalam variasi bentuk yang luas. Ketiga, proses pencetakan memberikan sambungan antar elemen yang sangat efektif dan menghasilkan struktur yang menerus yang meningkatkan efisiensi struktur beton bertulang selain memiliki kekuatan tarik juga memiliki II-2
Bab II Tinjauan Pustaka
kekuatan tekan dan karena itu cocok untuk semua jenis elemen struktur termasuk elemen struktur yang memikul beban jenis lentur. Beton bertulang juga merupakan bahan yang kuat, dengan demikian beton dapat digunakan pada berbagai bentuk struktur seperti pada rangka kerja di mana diperlukan bahan yang kuat dan elemen-elemen yang ramping dapat digunakan untuk membuat struktur bentang panjang, struktur yang tinggi, dan struktur bangunan bertingkat banyak. Secara umum kelebihan dan kekurangan beton adalah : 1.
Kelebihan a) Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi b) Mampu memikul beban yang berat c) Tahan terhadap temperature yang tinggi d) Biaya pemeliharaan yang kecil
2. Kekurangan a) Bentuk yang telah dibuat sulit diubah b) Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi c) Berat d) Daya pantul suara yang besar.
2.2.1 Material Penyusun Beton Bertulang Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan-ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan pasta semen. Pada prinsipnya pasta semen mengikat pasir dan bahan-bahan agregat lain (batu kerikil, basalt dan sebagainya). Rongga di antara bahan-bahan kasar diisi oleh bahan-bahan halus. Hal ini memberi gambaran II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
bahwa harus ada perbandingan optimal antara agregat campuran yang bentuknya berbeda-beda agar pembentukan beton dapat dimanfaatkan oleh seluruh material. Material penyusun beton secara umum dibedakan atas: semen: bahan pengikat hidrolik, agregat campuran: bahan batu-batuan yang netral (tidak bereaksi) dan merupakan bentuk sebagian besar beton (misalnya: pasir, kerikil, batupecah, basalt); air bahan tambahan (admixtures) bahan kimia tambahan yang ditambahkan ke dalam spesi-beton dan/atau beton untuk mengubah sifat beton yang dihasilkan (misalnya; 'accelerator', 'retarder' dan sebagainya) Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami keretakan. Oleh karena itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam sistem struktur, beton perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan beton menggunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya tarik. Baja beton yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran atau kawat rangkai las (wire mesh) yang berupa batang-batang baja yang dianyam dengan teknik pengelasan. Baja beton dikodekan berurutan dengan: huruf BJ, TP dan TD, Baja Tulangan Deform (BJTD) digunakan untuk tulangan utama Baja Tulangan Polos (BJTP) digunakan untuk tulangan sengkang
II-4
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2.2 Sifat dan Karakteristik yang dibutuhkan pada Beton 1.
Kuat Tekan Beton
Kekuatan tekan (f’c) merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan per satuan luas, dan dinyatakan dengan Mpa atau N/mm2. Walaupun dalam beton terdapat tegangan tarik yang sangat kecil, diasumsikan bahwa semua tegangan tekan didukung oleh beton tersebut. Penentuan kuat tekan dapat dilakukan dengan alat uji tekan dan benda uji berbentuk silinder dengan prosedur uji ASTM C-39 pada umum benda uji 28 hari. Kuat tekan beton ditetapkan oleh perencana struktur (dengan benda uji berbentuk silinder diameter 150 mm dan tinggi 300 mm), untuk dipakai dalam perencanaan struktur beton, Berdasarkan SNI 03-2847-2002, beton harus dirancang sedemikian hingga menghasilkan kuat tekan sesuai dengan aturanaturan dalam tata cara tersebut dan tidak boleh kurang daripada 17,5 Mpa. 2.
Kuat Tarik Beton
Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha kekuatan tekan hanya disertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya. Suatu pekiraan kasar dapat dipakai, bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9% - 15% dari kuat tekannya. Kuat tarik bahan beton yang tepat sulit diukur. Suatu nilai pendekatan yang umum dilakukan dengan menggunakan modulus of repture, ialah tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos (tanpa tulangan) sebagai pengukur kuat tarik sesuai teori elastisitas. 3.
Kemudahan Pengerjaan II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
Kemudahan pengerjaan beton merupakan salah satu kinerja utama yang dibutuhkan. Walaupun suatu struktur beton dirancang agar mempunyai kuat tekan yang tinggi, tetapi jika rancangan tersebut tidak dapat dimplementasikan di lapangan karena sulit untuk dikerjakan maka rancangan tersebut menjadi percuma. Kemajuan teknologi membawa dampak yang nyata untuk mengatasi hal ini, yaitu dengan penggunaan bahan tambah untuk memperbaiki kinerja. 4.
Rangkak dan Susut
Setelah beton mulai mengeras, beton akan mengalami pembebanan. Pada beton yang menahan beban akan terbentuk suatu hubungan tegangan dan regangan yang merupakan fungsi dari waktu pembebanan. Beton menunjukan sifat elastisitas murni pada waktu pembebanan singkat, sedangkan pembebanan yang tidak singkat beton akan mengalarni regangan dan tegangan sesuai dengan lama pernbebanannya. Rangkak (Creep) atau lateral materials flow didefinisikan sebagai penambahan regangan terhadap waktu akibat adanya beban yang bekerja. (Nawy, 1985:49). Deformasi awal akibat adanya pembebanan disebut sebagai regangan elastis, sedangkan regangan tambahan akibat beban yang sama disebut regangan rangkak. Anggapan praktis ini cukup dapat diterima karena deformasi awal pada beton hampir tidak dipengaruhi oleh waktu. Rangkak timbul dengan insensitas yang semakin berkurang setelah selang waktu tertentu dan kemungkinan berakhir setelah beberapa tahun. Nilai rangkak untuk beton mutu tinggi lebih kecil dibandingkan
dengan
beton
mutu
rendah.
Umumnya
rangkak
tidak
II-6
Bab II Tinjauan Pustaka
mengakibatkan timbulnya redistribusi tegangan pada beban yang bekerja dan kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan lendutan (deflection). Rangkak tidak dapat langsung dilihat, rangkak hanya dapat diketahui apabila regangan elastis dan susut serta deformasi totalnya diketahui. Meskipun susut dan rangkak adalah fenomena yang saling terkait, dalam hal ini superposisi regangan dianggap berlaku sehingga regangan total adalah elastis ditambah rangkak dan susut. Susut didefinisikan sebagai perubahan volume yang tidak berhubungan dengan beban. Jika dihalangi secara merata, proses susut dalam beton akan menimbulkan deformasi yang pada umumnya bersifat menambah deformasi rangkak. Berbagai eksperimen menunjukan, bahwa deformasi rangkak akan sebanding dengan tegangan yang bekerja. Hal ini berlaku pada keadaan tegangan yang rendah. Batas atas tidak dapat ditentukan dengan pasti, tetapi berkisar antara 0.2 dan 0.5 dari kekuatan batas kekuatan tekannya (f’c). Variasi batas ini diakibatkan oleh besarnya retak. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya rangkak dan susut: Sifat bahan dasar beton (komposisi dan kehalusan semen, kualitas adukan, dan kandungan mineral dalam agregat) Rasio air terhadap jumlah semen suhu pada saat pengerasan Kelembaban pada saat proses penggunaan Umur beton pada saat beban bekerja Nilai slump II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
Lama pembebanan Nilai tegangan Nilai rasio permukaan komponen struktur
2.2.3 Persyaratan Kekuatan Beton Bertulang untuk Perancangan Struktur Kekuatan beton bertulang untuk struktur harus memenuhi persyaratan: Untuk beton : f ’c = kuat tekan beton yang disyaratkan (Mpa atau kg/cm2) Untuk baja
: fy = tegangan leleh yang disyaratkan (Mpa atau kg/cm2) Tabel 2.1 Kuat Tekan Beton
MUTU BETON
f ’c ( Mpa)
f ’c ( Kg/cm2)
15 20 25 30 35
15 20 25 30 35
150 200 250 300 350
(Sagel dkk, 1994)
Tabel 2.2 Tegangan Leleh Baja MUTU BAJA 240 400
f y ( Mpa) 240 400
f y ( Kg/cm2) 2400 4000
(Sagel dkk, 1994)
1.
Lendutan
Suatu struktur beton disyaratkan memiliki kekakuan yang cukup tegar, sehingga dapat menahan deformasi akibat lendutan tanpa menimbulkan kerusakan atau gangguan. Struktur yang mengalami lendutan yang besar dapat mengakibatkan dinding-dinding yang didukungnya menjadi retak, atau terjadi getaran pada saat II-8
Bab II Tinjauan Pustaka
orang berjalan diatas lantai. Ketinggian suatu penampang merupakan hal penting yang perlu dipertimbangkan berkaitan dengan momen inersia dan kekakuan. Dalam SNI 03-2847-2002 tercantum tebal minimum yang dipersyaratkan terhadap bentang. Tabel 2.3 Tebal minimum balok non-prategang atau pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung Tebal Minimum, h Dua tumpuan Satu ujung Kedua ujung Komponen kantilever sederhana menerus menerus Struktur Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar Pelat masif l/20 l/24 l/28 l/10 satu arah Balok atau pelat rusuk l/16 l/18,5 l/21 l/8 satu arah CATATAN : Panjang bentang dalam mm. Nilai yang diberikan harus digunakan langsung untuk komponen struktur dengan beton normal(wc=2 400 kg/m3) dan tulangan BJTD 40. Untuk kondisi lain diatas harus dimodifikasikan sebagai berikut: a) Untuk struktur beton ringan dengan berat jenis diantara 1 500 kg/m3 sampai 2 000 kg/m3, nilai tadi harus dikalikan dengan (1,65 – 0,0003w c) tetapi tidak kurang dari 1,09, dimana wc adalah berat jenis dalam kg/m3. b) Untuk fy selain 400 MPa, nilainya harus dikalikan dengan (0,4 + fy/700) (SNI 03-2847-2002)
2.
Retak
Retak pada komponen struktur dengan penulangan dapat mengakibatkan korosi pada baja tulangan. Pembentukan karat pada korosi memungkinkan beton disekitar tulangan akan pecah dan lepas. Faktor terpenting yang mengakibatkan retak adalah regangan dalam baja yakni tegangan baja. Pembatasan retak dapat dicapai dengan membatasi tegangan dari baja.
II-9
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.4 Lendutan Ijin Maksimum Jenis Komponen Struktur Atap datar yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan komponen nonstruktural yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar Lantai yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan komponen nonstruktural yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar
Lendutan yang Diperhitungkan
Batas Lendutan
Lendutan seketika akibat beban hidup (L)
la / 180
Lendutan seketika akibat beban hidup (L)
l / 360
Bagian dari lendutan total yang terjadi setelah pemasangan lb / 480 komponen nonstructural (jumlah dari lendutan jangka panjang, akibat semua Konstruksi atap atau lantai yang menahan beban tetap yang atau disatukan dengan komponen bekerja, dan lendutan ld / 240 akibat nonstruktural yang mungkin tidak akan seketika, pembebanan beban rusak oleh lendutan yang besar. c hidup ) a. Batasan ini tidak dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan penggenangan air. Kemungkinan penggenangan air harus diperiksa dengan melakukan perhitungan lendutan, termasuk lendutan tambahan akibat adanya penggenangan air tersebut, dan mempertimbangkan pengaruh jangka panjang dari beban yang selalu bekerja, lawan lendut, toleransi konstruksi dan keandalan sistem drainase. b. Batas lendutan boleh dilampaui bila langkah pencegahan kerusakan terhadap komponen yang ditumpu atau yang disatukan telah dilakukan. c. Lendutan jangka panjang harus dihitung berdasarkan ketentuan 11.5(2(5)) atau 11.5(4(2)), tetapi boleh dikurangi dengan nilai lendutan yang terjadi sebelum penambahan komponen non-struktural. Besarnya nilai lendutan ini harus ditentukan berdasarkan data teknis yang dapat diterima berkenaan dengan karakteristik hubungan waktu dan lendutan dari komponen struktur yang serupa dengan komponen struktur yang ditinjau. d. Tetapi tidak boleh lebih besar dari toleransi yang disediakan untuk komponen nonstruktur. Batasan ini boleh dilampaui bila ada lawan lendut yang disediakan sedemikian hingga lendutan total dikurangi lawan lendut tidak melebihi batas lendutan yang ada. Konstruksi atap atau lantai yang menahan atau disatukan dengan komponen nonstruktural yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar
(SNI 03-2847-2002)
II-10
Bab II Tinjauan Pustaka
3.
Panjang Bentang
Panjang bentang komponen struktur ditentukan menurut ketentuan-ketentuan berikut: Panjang bentang dari komponen struktur yang tidak menyatu dengan struktur pendukung dihitung sebagai bentang bersih ditambah dengan tinggi dari komponen struktur. Besarnya bentang tersebut tidak perlu melebihi jarak pusat ke pusat dari komponen struktur pendukung yang ada. Dalam analisis untuk menentukan momen pada rangka atau struktur menerus, panjang bentang harus diambil sebesar jarak pusat ke pusat komponen struktur pendukung. Untuk balok yang menyatu dengan komponen struktur pendukung, momen pada bidang muka tumpuan dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan penampang. Plat atau plat berusuk, yang bentang bersihnya tidak lebih dari 3 m dan yang dibuat menyatu dengan komponen struktur pendukung dapat dianalisis sebagai plat menerus di atas banyak tumpuan dengan jarak tumpuan sebesar bentang bersih plat dan pengaruh lebar struktur balok pendukung dapat diabaikan.
2.2.4 Kerusakan-kerusakan pada Struktur Beton
1.
Kerusakan-kerusakan pada Beton
Beton yang telah dibuat dan menjadi sebuah struktur, harus dirawat selama usia strukturnya. Tindakan perawatan ini dimaksudkan untuk menjamin tercapainya usia ekonomi struktur tersebut. Salah satu sifat yang penting dari beton adalah II-11
Bab II Tinjauan Pustaka
keawetannya, yakni mampu menahan serangan (pengaruh kimia) dan fisika serta mekanis (ductility). Contohnya antara lain : a) Tahan terhadap korosi dan serangan air (dibandingkan dengan baja), b) Tahan terhadap api (dibandingkan dengan baja), c) Tahan terhadap beban kejut dan gempa (dapat berperilaku daktail) dan, d)
Tahan terhadap suhu (susut karena suhu kecil sekali).
Keawetan yang baik didapatkan jika perencanaan, pelaksanaan dan perawatan beton pada struktur dilakukan dengan baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahap perencanaan selain dari kekuatan struktur adalah : a) Tidak cukupnya gambaran pembagian beban sehingga pemilihan bahan menjadi tidak benar dan tahapan pelaksanaan menjadi salah, b) Ketidaktelitian detail, misalnya jarak-jarak tulangan, c) Kesalahan hitung, d) Selimut beton kurang diperhatikan, dan e) Detail sambungan atau tempat dimana berhentinya pengecoran. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan meliputi: a) Ketidakokohan bekisting/acuan dan perancah b) Tidak adanya selimut beton, c) Kurangnya perhatian pada sambungan beton, d) Penghentian pengecoran pada tempat yang salah, e) Jenis semen yang digunakan tidak tepat, f)
Penggunaan bahan kimia tambahan (admixture),
g) Tinggi penuangan yang besar, dan h) Cara pemadatan. II-12
Bab II Tinjauan Pustaka
Keawetan struktur beton selama masa pelaksanaan masih tetap memerlukan jaminan pengawasan pelaksanaannya, agar beton tidak menimbulkan kerusakan pada kondisi normal selama umur rencana. Namun demikian, kadangkala beton dapat rusak selama masa umur rencananya. Kerusakan-kerusakan tersebut terjadi akibat pengaruh mekanis, fisika dan kimia. Untuk itu, perlu diambil langkahlangkah pencegahan, diantaranya harus adanya perawatan secara berkelanjutan. 2.
Kerusakan Akibat Pengaruh Mekanis
Pengaruh mekanis yang paling umum adalah gempa. Beton harus direncanakan agar dapat berperilaku daktail (mempunyai sifat daktailitas). Variasi kerusakan yang timbul dapat berupa goresan-goresan (retak rambut) akibat pengaruh bahan dan getaran yang kecil (ledakan) sampai ke kerusakan hancur (gempa tinggi). Menurut SNI, untuk menghindari hal ini strukturnya harus direncanakan dengan mengikuti ketentuan yang tertuang dalam SNI 03 – 1726 – 2002. 3.
Kerusakan Akibat Pengaruh Fisika
Kerusakan ini akibat pengaruh temperatur yang dapat menimbulkan kehilangan panas hidrasi dan kebakaran. Kerusakan lainnya akibat waktu dan suhu misalnya creep & crack serta penurunan yang tidak sama pada tanah dasarnya. Beberapa contoh kerusakan beton akibat pengaruh fisika adalah: a) Pengaruh temperatur -
Panas hidrasi
-
Kebakaran
b) akibat-akibat yang bergantung dengan waktu, seperti susut dan rayap c) pelesakan yang tidak sama dari pondasi atau titik-titik tumpu. II-13
Bab II Tinjauan Pustaka
4.
Kerusakan Akibat Pengaruh Kimia
Kerusakan ini umumnya paling banyak muncul pada struktur beton. Kerusakan ini berkaitan langsung dengan struktur dan lingkungan setempat, misalnya akibat korosi, tingkat keasaman yang tinggi dan lainnya. 2.3
Penyelidikan Struktur Bangunan
Secara umum pelaksanaan penyelidikan terhadap struktur bangunan ini bertujuan untuk mendapatkan data sebagai input untuk evaluasi struktur, sehingga dapat diketahui kemampuan dan kelayakan struktur bangunan existing tersebut. 2.3.1 Pengamatan dan Penelitian Secara Visual Penelitian dan pengamatan secara visual secara menyeluruh setiap lantai gedung dan seluruh sudut-sudut bangunan sesuai rencana renovasi untuk mendeteksi dan mengamati langsung kerusakan yang terjadi akibat retak, deformasi dan settlement (bila ada), sekaligus menyelidiki penyebab retaknya. Pengamatan ini dilaksanakan untuk mengetahui kelayakan struktur bangunan antara lain letak dan sifat kerusakan struktur, terutama pada elemen-elemen struktur seperti kolom, balok, pelat lantai, tangga dan elemen non struktur seperti dinding batu bata. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan bagian/elemen konstruksi yang mana harus diteliti lebih lanjut, terutama yang berhubungan dengan rencana penambahan struktur lantai.
II-14
Bab II Tinjauan Pustaka
2.3.2 Pengujian Struktur Beton a)
Test Kekuatan Beton Dengan Hammer Test
Test ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan kekuatan/tegangan karakteristik beton yang sudah ada. Test material dilakukan dengan alat hammer test merk Proceq pada elemen struktur seperti kolom, balok dan pelat lantai. Tahapan/procedure dengan alat hammer test, sebelum test dimulai permukaan dari elemen struktur harus dihaluskan dengan gurinda agar diperoleh permukaan yang rata, sehingga pembacaan rebound dari alat hammer test lebih teliti dan tepat. Pada setiap titik hammer test dilakukan sebanyak 20 kali shooting per lantai. Hasil test dianalisis dengan mempergunakan standard deviasi untuk penentuan mutu beton. Dalam penentuan mutu beton pada setiap titik yang diuji dilaksanakan dengan metoda deviasi standard , sesuai dengan Standart Nasional Indonesia – 2002 (SNI 03 – 2847 - 2002) pasal 7.3.1 dan penjelasan tentang perhitungan deviasi standart tersebut, sebagai berikut:
Penentuan kekuatan beton rata-rata pada setiap titik uji. n
X X
(2.1)
1
X = kekuatan beton rata-rata X = kekuatan beton hasil test
N = jumlah uji kekuatan Perhitungan standard deviasi (S) dengan rumus :
II-15
Bab II Tinjauan Pustaka
1/ 2
2 X 1 X S n 1
(2.2)
Penentuan kuat rata-rata perlu (f’ cr) dengan rumus : f cr' f c' 1,34 S
(2.3)
Atau f cr' f c' 2,33 S 3,5
(2.4)
Adapun data yang didapat dari hammer test adalah : -
Memeriksa keseragaman kualitas beton pada struktur
-
Mendapatkan perkiraan kuat tekan beton.
Teknik yang digunakan pada pengujian hammer test dapat dilakukan dengan berbagai cara : HT
HT HT
HT α= -90o
α= +90o
α= 0o
α= 45o
Gambar 2.1. Teknik Pengujian Hammer Test
Gambar 2.2. Hammer Test
II-16
Bab II Tinjauan Pustaka
b) Pengujian Ultrasonic Pulse Velocity Test Penelitian ultrasonic pada struktur telah digunakan dibeberapa negara pada beberapa masa silam dan di Indonesia telah digunakan dan berkembang pada awal tahun 80’an. Tujuan penelitian Ultrasonic Pulse Velocity Test terhadap struktur beton adalah untuk mengetahui beberapa data-data seperti : -
Mendeteksi keretakan dan kedalamannya
-
Homoginitas pada beton
-
Kerusakan permukaan beton akibat kebakaran atau pengaruh kimiawi
-
Perubahan-perubahan sifat pada masa ke masa
-
Kwalitas/mutu beton
-
Honeycombing/void atau kerusakan lain pada beton
-
Modulus Elastisitas Beton
Alat yang dipergunakan adalah PUNDIT yang merupakan singkatan dari: Portable Ultrasonic Non-Destructive Digital Indicating Tester. Pundit menghasilkan frekwensi pulsa ultrasonic rendah yang diperlukan untuk mengukur waktu yang dibutuhkan antara dua transducer yang masuk dari suatu media. Peralatan yang digunakan dalam test ini terdiri dari: Pundit Dua transducer berkapasitas 54 khz Dua transducer lead Reference bar
II-17
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.3. Alat Ultrasonic Pulse Velocity (UPV) a.
Prinsip Kerja
Energi gelombang listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit pulsa dibuat oleh transducer pengirim (T) menjadi energi gelombang mekanik yang selanjutnya merambat dalam beton. Setelah sampai pads probe receiver (R) energi gelombang tali diubah kenbali menjadi energi gelombang listrik yang selanjutnya melewati penguat dan selanjutnya disampaikan waktu tempuh oleh pencatat digital. b.
Kalibrasi Peralatan
Oleskan sedikit pasta (gemuk) pada setiap permukaan transduser. Tempatkan batang kalibrasi diantara dua permukaan transduser hingga terjadi kerapatan yang baik diantara seluruh bidang kedua permukaan transduser. Pada display menunjukan waktu tunda (dekry time), yaitu waktu yang diperlukan oleh pulsa untuk melitasi batang kalibrasi, sesuaikanlah menggunakan obeng untuk memperoleh bacaan yang sama (sesuai dengan spesifikasi alat). II-18
Bab II Tinjauan Pustaka
Dalam pelaksanaan penelitian Ultrasonic Pulse Velocity ini terdiri dari 3 aplikasi pengukuran yaitu : -
Direct Transmission dimana pengukuran dilakukan dengan cara receiver transducer dan transmitter transducer diletakkan saling berhadapan.
-
Indirect Transmission dimana receiver transducer dan transmitter transducer diletakkan dalam satu bidang datar.
-
Semidirect Transmission dimana receiver transducer dan transmitter transducer diletakkan pada posisi axial, satu bidang tegak lurus dan satu bidang mendatar.
TX RX
TX
Direct Transmission
RX
RX TX
Indirect Transmission
Semi-Direct Transmission
Gambar 2.4. Pelaksanaan penelitian Ultrasonic Pulse Velocity Metode Pelaksanaan - Pemasangan Transducer pada Permukaan Beton Ketepatan dalam pengukuran waktu menjalar hanya dapat dijamin bila kerapatan transducer dan permukaan beton dilakukan dengan baik. Jika permukaan-permukaan beton agak kasar harus diperhalus dahulu agar dapat diperoleh kerapatan yang merata pada permukaan transducer, digunakan grease/gemuk ataupun lubricant sejenisnya pada permukaan beton.
II-19
Bab II Tinjauan Pustaka
- Perhitungan Velositas Pulsa Path length (Jarak transmitter ke receiver transducer) Pulse Velocity = ----------------Transit time (Waktu tempuh pulsa dari transmitter ke receiver transducer) Pengukuran pada Path length akurasi ketelitian harus sampai dengan 1%. - Pengukuran Pulsa Velositas Pada Beton Pemilihan metode aplikasi pelaksanaan Ultrasonic Pulse Velocity test diusahakan dengan cara Direct transmission apabila keadaan lapangan memungkinkan karena akan memberikan output sensitivitas yang maximum. Terkecuali untuk mengetahui kedalaman keretakan dan kerusakan pada permukaan beton harus dengan aplikasi Indirect transmission. Dari beberapa penelitian Ultrasonic Pulse Velocity test yang telah di lakukan untuk mengetahui mutu beton dengan semua metoda , diketahui bahwa : - Metoda Indirect lebih lambat kurang lebih 28% daripada metoda Direct, maka perlu faktor koreksi /0.72 bilamana penelitian dilakukan dengan metoda Indirect. -
Metoda Semi-Direct lebih lambat kurang lebih 15% dari pada metoda Direct, maka perlu factor koreksi /0.85 bilamana penelitian dilakukan dengan metoda Semi-Direct
II-20
Bab II Tinjauan Pustaka
Efek-efek Kondisi Test Terhadap Pengukuran Perlu diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran pulsa velositas dan keakuratannya. Faktor-faktor tersebut meliputi: - Kondisi permukaan pada struktur yang diuji Pengetesan Ultrasonic Pulse Velocity harus didapati permukaan yang cukup rata bila terdapat permukaan yang agak sedikit kasar akan dapat mengurangi kecepatan velositas antara 5%-10%. - Moisture content Pada kondisi beton yang basah, velositas yang diperoleh Ultrasonic Pulse Velocity test dapat menunjukkan hasil lebih tinggi antara 2%-5% bila dibandingkan dengan beton yang kering. Bilamana umur beton melebihi 28 hari, maka moisture content sangat kecil dan tidak akan mempengaruhi bacaan yang dilakukan. - Temperatur beton Temperature beton hanya dapat mempengaruhi velositas pada kondisi suhu yang cukup extrem dengan perbedaan suhu antara 5˚C hingga 30˚C - Jarak tempuh pulsa antara transmitter ke receiver Bila spesimen uji makin panjang ada kecenderungan pengurangan velositas makin besar, umumnya dapat mengurangi velositas antara 2% - 3%. - Pengaruh terhadap tulangan besi Perlu diketahui bahwa velositas pada besi lebih tinggi antara 1.2 – 1.9 kali bila dibandingkan dengan beton. Bilamana pembacaan diperkirakan mengenai posisi besi maka dilakukan koreksi mengikuti tabel dibawah ini:
II-21
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.5. Faktor koreksi terhadap pengaruh besi dimana rambatan pulsa melalui posisi besi tegak lurus. Velositas beton ( Vc km/s) Vc = 3.0 Vc = 4.0 Vc = 5.0 0.95 0.96 0.98 0.93 0.95 0.97 0.90 0.93 0.96 0.88 0.92 0.95 0.85 0.90 0.95
Ls/L 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 L
= Panjang antara titik Tx dan Rr
Ls = Panjang antara titik Tx dan Rx yang melalui besi Rx
L
Correction Factor
1.0
Tx
Vc = 5 km/s
0.9
Vc = 4 km/s
0.8
Vc = 3 km/s
0.7
A 0.6 0
0.05
0.10
0.15 A L
0.20
0.25
Gambar 2.5. Faktor koreksi terhadap pengaruh besi dimana rambatan pulsa - Tebal spesimen yang diuji Dengan mengunakan 54 khz transducer, tebal spesimen yang diuji akan mempengaruhi transit time bilamana dimensinya dibawah 80mm, disarankan penelitian dilakukan pada spesimen dengan ketebalan diatas 100 mm.
II-22
Bab II Tinjauan Pustaka
Data-data yang Dapat Diperoleh dari Ultrasonic Pulse Velocity Test Penelitian Ultrasonic memungkinkan memperoleh data-data sebagai berikut: - Estimasi Mutu Beton Cara yang paling gampang untuk mengevaluasi mutu beton adalah dengan membandingkan velositas yang diperoleh Ultrasonic Test pada suatu struktur beton yang baik dan yang disangsikan mutu dan umur dari satu pengecoran yang sama. Metode ini sangat cepat dan tepat dan dapat disimpulkan apakah struktur beton yang disangsikan dapat diterima atau tidak, atau perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kekuatan uji tekan yang aktual. Cara untuk mengetahui kekuatan uji tekan yang aktual dapat diperoleh dengan membuat grafik korelasi antara pulsa velocity dan uji tekan sample beton di labarotorium. Untuk membuat grafik tersebut diperlukan minimal 20 buah sample sesuai anjuran British Standard. Sample tersebut di ultrasonic pulse velocity test dahulu sebelum diuji tekan kekuatan compressive. Hasil velositas dan strength dapat di plot dan diperoleh suatu grafik. Ini dapat digunakan sebagai patokan nilai velositas yang harus dicapai untuk menyimpulkan bahwa struktur tersebut telah memenuhi syarat mutu beton yang diijinkan sesuai rencana atau tidak.
II-23
Bab II Tinjauan Pustaka
400
Uji Tekan Kekuatan kg/cm2
300 200 100
Velositas (km/sc)
Gambar 2.6. Grafik typikal kekuatan uji tekan terhadap velositas yang dibuat dengan metoda Direct. Untuk setiap proyek ada baiknya bila dilakukan core-drilling minimal 3 titik dan sebelum uji tekan kekuatan dilakukan ultrasonic pulse velocity
test
dahulu. Tujuan ini adalah untuk mengkonfirmasikan apakah grafik yang ada dapat digunakan atau perlu dilakukan faktor koreksi agar hasil yang diperoleh lebih akurat. - Mendeteksi Honeycombing/Void atau Kwalitas Beton Kurang Baik Untuk mendeteksi honeycombing/void atau kwalitas beton yang kurang baik dapat di laksanakan dengan metode direct atau indirect transmission. Pengukuran dilakukan dengan grid-grid yang berdekatan sehingga sebuah kontur plot dapat digambarkan dan bagian-bagian dengan velositas yang rendah atau yang lebih rendah lagi dapat diinterpretasikan sebagai daerahdaerah honeycombing atau kwalitas beton yang kurang baik.
II-24
Bab II Tinjauan Pustaka
- Estimasi Kedalaman Keretakan Estimasi kedalaman keretakan dapat dilakukan dengan metode Indirect untuk mengukur waktu yang tercatat pada satu bidang permukaan dan bila melewati garis keretakan terjadi loncatan waktu. Dua aplikasi dapat dilakukan untuk mengetahui kedalaman keretakan yang pertama adalah transmitter dan receiver transducer diletakan saling bersebrangan dalam satu bidang permukaan dengan jarak yang sama dari garis keretakan permukaan, yaitu pada jarak 150mm dan selanjutnya pada jarak 300mm. Bila metoda ini dilakukan maka,
C 150
dimana :
(2.5)
4t12 t 2 2 t 2 2 t12
C adalah keretakan. t1 :adalah waktu menempuh pada jarak 150mm t2 :adalah waktu menempuh pada jarak 300mm TX T2
300mm
T1
150mm
R1
RX R2
Gambar 2.7. Metode lain dapat dilakukan dengan substitusi waktu menjalarnya pulsa pada bidang yang baik dan yang melalui keretakan dimana kedalaman keretakan dapat dihitung dengan rumus empiris
II-25
Bab II Tinjauan Pustaka Rx
Trans it time ( micro/sec)
Tx
0
100
200 Distance (mm)
300
400
Gambar 2.8. Aplikasi Peletakkan Transducer dan Plot Tipikal Kedalaman Keretakan
Estimasi Ketebalan Permukaan Beton yang Rusak akibat Kebakaran maupun Kimiawi. Bagian permukaan beton dapat mengalami kerusakan akibat kebakaran, pengaruh kimiawi dan lain-lain. Ketebalan permukaan beton yang rusak dapat diestimasi melalui penelitian Ultrasonic Pulse Velocity dengan metoda Indirect, mirip dengan monitoring keretakan . Bila di plot terdapat titik tekuk
( Xo ) maka dapat diketahui perbatasan antara lapisan beton yang
homogen dan yang mengalami kerusakan. Ketebalan lapisan yang rusak dapat diestimasi dengan formula sebagai berikut : II-26
Bab II Tinjauan Pustaka
xo Vs Vd t 2 Vs Vd dimana :
(2.6)
Vd = Rambatan pulsa pada beton yang rusak Vs = Rambatan pulsa pada beton yang baik di bawah kedalaman yang rusak t
= Ketebalan beton yang rusak X4 X3 X2 X1
TX
Rx
Transit time ( micro/sec)
XO Beton kurang homogen
Beton homogen
0
100
200 Distance (mm)
300
400
Gambar 2.9. Aplikasi Peletakkan Transducer dan Plot Tipikal Kerusakan Permukaan Beton II-27
Bab II Tinjauan Pustaka
- Modulus Elastisitas Beton Tabel dibawah ini menunjukkan perbandingan empiris antara dinamis dan statis modulus elastisitas beton dengan pulsa velositas. Modulus elastisitas yang tercantum dibawah ini memiliki keakurasian kurang lebih 10 %. Tabel 2.6 Perbandingan empiris antara dinamis dan statis modulus elastisitas beton dengan pulsa velositas Modulus Elastisitas Dinamis Statis MN/m2 MN/m2 24000 13000 26000 15000 29000 18000 32000 22000 36000 27000 42000 34000 49000 43000 58000 52000
Pulsa Velositas km/s 3.6 3.8 4.0 4.2 4.4 4.6 4.8 5.0
Dari ringkasan Ultrasonic Pulse Velocity dapat diketahui bahwa alat non destructive
test
ini
sangat
bermanfaat
untuk
menunjang
teknologi
pembangunan struktur beton bilamana diagnosa tersebut dilakukan oleh personil yang cukup berpengalaman. Penelitian Ultrasonic Pulse Velocity test berpedoman pada BS 4408 : Parts 5 : February 1974 ( recommendations for Non-destructive methods of test of concrete).
II-28
Bab II Tinjauan Pustaka
c)
Pengujian Core Drill
Uji kwalitas bahan dengan pengujian kuat tekan beton inti dilakukan dengan peralatan mesin core drilling dengan acuan standar SK-SNI M-61-1990-03. Metode ini dimaksudkan sebagai keperluan pengujian di laboratorium. Definisi pengambilan dan pengetesan dilaboratorium dijabarkan sbb : Pengambilan benda uji beton inti adalah serangkaian pekerjaan yang terdiri dari : - Pengeboran beton inti menggunakan mesin core drill dengan mata diamond agar benda uji mulus tidak cacat. - Pemilihan titik benda uji beton inti harus diperhatikan dan dipilih pada tempat yang tidak membahayakan struktur. - Pengambilan benda uji menggunakan baji yang terbuat dari baja yang dilengkapi kawat klem sebagai pengangkat beton inti. - Panjang beton inti harus mencukupi yakni minimal perbandingan panjang dan diameter 1 : 1. - Benda uji beton inti yang cacat dan tidak memenuhi syarat harus dilakukan pengambilan ulang. - Pengiriman ke laboratorium yang selanjutnya dilakukan pemotongan beton inti sesuai keperluan. - Beton inti yang telah terpotong permukaannya dilapisi (capping) dengan bahan belerang guna menutup permukaan yang kurang rata maupun pengisian pori-pori dipermukaan. Pengetesan beton inti dengan menggunakan compression machine yang akurat dan telah dikalibrasi oleh lembaga yang berwenang. II-29
Bab II Tinjauan Pustaka
Penutupan kembali bekas pengambilan benda uji beton inti menggunakan mutu yang lebih kuat dan tidak menyusut. d) Penelitian Kondisi Tulangan dengan Chipping Penelitian dengan cara chipping yaitu pengupasan selimut beton untuk mengetahui kondisi tulangan exsisting struktur pada kolom, balok dan pelat lantai hanya dilaksanakan di beberapa tempat yang memungkinkan, terutama jika alat bar scanning (profometer) tidak dapat mendeteksi kondisi tulangan, karena misalnya selimut betonnya terlalu tebal. Penelitian kondisi tulangan untuk mengetahui selimut beton, jumlah dan diameter tulangan yang terpasang dilaksanakan dengan alat profometer, sedangkan cara chipping hanya dilaksanakan untuk pengecekan saja. 2.4
Analisis dan Evaluasi Struktur
2.4.1 Kriteria Desain Pokok-pokok pedoman syarat umum analisis dan evaluasi bangunan sesuai dengan ketentuan dalam SNI 03-2847-2002, kemudian diberikan beberapa esensi ketentuan umum desain gempa yang ada pada SNI 03-1726-2002, dan dilanjutkan dengan ciri-ciri ketentuan desain berupa prosedur dan batasan untuk desain struktur dengan mempertimbangkan wilayah gempa, jenis tanah setempat, kategori gedung, konfigurasi, sistem struktur, tinggi bangunan dan lain-lain. Menentukan kombinasi beban sesuai yang dipakai oleh ACI 2002. Load factor lama untuk E memakai nilai 1,4. Kini diganti 1,0, karma peraturan baru telah memakai beban gempa berupa beban batas. Berikut ini tabel kombinasi pembebanan (SNI 03-284 7-2002) pada pasal 11.2 II-30
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.7 Kombinasi Pembebanan SNI Beban Kombinasi U = 1,4 D U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) U = 1,2 D + 1,0 L + 1,6 W + 0,5 (A atau R) U = 0,9 D + 1,6 W U = 1,2 D + 1 L 1,0 E U = 0,9 D 1,0 E Wilayah gempa dicirikan oleh nilai Percepatan Puncak Effektif Bantuan Dasar (PPEBD) dimasing-masing wilayah dan dinyatakan dalam fraksi dari konstanta gravitasi (g). Seperti yang tertera. pads SNI 1726 Gambar 1, WG 1 adalah wilayah kegempaan paling rendah dengan PPEBD = 0,03g, sedangkan wilayah gempa 6 menyandang wilayah kegempaan tertinggi dengan PPEBD 0,30g (PPEBD = PGA tersebut di butir 4.4). 94
o
96
o
98
o
100
o
o
102
104
o
106
o
108
o
110
o
112
o
o
114
116
o
o
118
120
o
122
o
124
o
126
o
o
128
130
o
132
o
o
o
134
136
138
o
140
o
10o
10o
0
8o
80
200
400
8o
Kilometer
6
o
o
6 Banda Aceh 1
2 3
4
2
4
5
6
5
4
3
o
2
1
o
4
o
o
2
Manado Ternate Pekanbaru 1
0
o
o
Sama ri nda
0
2
1 Padang 4 5
Palu
2
3
Manokwari
3
Sorong Bia k
Jambi
4
6
2o
4
Palangkaraya
5
5
3
2o Jayapura
2
6
1 Banjarmasin
Pal embang
5
4
Bengkulu
o
Kendari
A mbon
o
4
4 1
Makasar
3
Bandarlampung Tual
6
2
o
o
2
Jakar ta Bandung G arut Sema rang Tasikmalaya Solo Jogjakarta Cilacap
Sukabumi
8o
6
1
Surabaya 3 Blitar Malang Banyuwangi
Denpasar
Mataram
8o
4 Merauke 5 6
10o
5
Wilayah 1
: 0,03 g
Wilayah Wilayah Wilayah
2 3
: 0,10 g : 0,15 g
4 Wilayah 5 Wilayah 6
: 0,20 g : 0,25 g
10o
Kupang
4 3 2
o
12
o
14
o
12
1
o
14
: 0,30 g
o
o
16
16 94 o
96 o
98 o
100 o
102o
104 o
106 o
108 o
110 o
112 o
114o
116 o
118o
120 o
122 o
124 o
126 o
128o
130 o
132 o
134o
136o
138 o
140 o
Gambar 2.1. Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun
Gambar 2.10. Wilayah Gempa Indonesia dengan Percepatan Puncak Batuan Dasar dengan Periode Ulang 500 Tahun (SNI 03-1726-2002) II-31
Bab II Tinjauan Pustaka
A. Jenis Tanah Perambatan gelombang PPEBD melalui lapisan tanah dibawah bangunan diketahui dapat memperbesar gempa rencana dimuka tanah, tergantung pada jenis lapisan tanah. Karena itu SNI 1726 telah menetapkan jenis-jenis tanah tersebut ada 4 jenis yaitu tanah keras, tanah sedang, tanah lunak, dan tanah khusus yang identik dengan jenis tanah versi UBC berturut-turut SC, SD, SE, dan SF. B. Kategori Gedung Pada setiap bangunan harus dikenal masuk dalam kategori salah satu dari 5 kategori gedung tersebut di SNI 1726 Tabel 1. Kolom 5 (lihat tabel III.2), tabel ini mencantumkan faktor utama I yang dipakai untuk menghitung beban gempa nominal (V) pada SPBI. Tabel 1 ini mencantuman pula I1 dan I2 yang menurut penjelasan di AA.1.1.1 dan 1.1.2 pemakaiannya tergantung pada umur pakai bangunan yang didesain. Perlu diketahui, bahwa SNI 03-1726-2002 Ps.10.5 mengatur pula faktor utama P yang dipakai pada penentuan beban gempa nominal FP untuk perencanaan unsur sekunder, unsur arsitektur dan instalasi mesin/listrik.
Tabel 2.8 Faktor I dari SNI 03-1726-2003
Faktor Keutamaan (I) Kategori Gedung atau Bangunan I1
I2
I
1,0
1,0
1,0
1,0
1,6
1,6
Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran Monumen dan bangunan monumental
II-32
Bab II Tinjauan Pustaka
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatn dalam keadaan
1,4
1,0
1,4
1,6
1,0
1,6
1,5
1,0
1,5
darurat, fasilitas radio dan televisi Gedung untuk menyompan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, dan bahan beracun Cerobong, tangki diatas menara (SNI 03-1726-2002)
Pada SNI 03-1726-2002 menyebutkan: Pasal 10.5.3 Faktor kinerja unsur P mencerminkan tingkat keutamaan unsur atau instalasi tersebut dalam kinerjanya selama maupun setelah gempa berlangsung. Jika tidak ditentukan dengan cara yang lebih rasional, faktor kinerja unsur P ditetapkan dalam Tabel 8 dan Tabel 9. Pasal 10.5.4 Waktu getar alami unsur sekunder, unsur arsitektur dan instalasi mesin dan listrik yang nilainya berdekatan dengan waktu getar alami struktur bangunan gedung yang memikulnya harus dihindari, sebab dapat menimbulkan gejala resonansi yang berbahaya. Apabila radio waktu getar alami antara ke duanya adalah antara 0,6 dan 1,4, maka nilai faktor kinerja unsur P harus dikalikan 2, kecuali jika dilakukan suatu analisis khusus. C. Konfigurasi Struktur Gedung Keteraturan (beraturan atau tidak) atau konfigurasi gedung akan sangat mempengaruhi kenerja gedung sewaktu kena gempa rencana, karena itu struktur
II-33
Bab II Tinjauan Pustaka
gedung dibedakan dalam dua golongan yaitu yang beraturan dan yang tidak berdasarkan konfigurasi denah dan elevasi gedung. Struktur gedung beraturan harus memenuhi ketentuan SNI 03-1726-2002 Pasal 4.2.1. Pengaruh gempa rencana struktur gedung ini dapat ditinjau sebagai pengaruh beban gempa statik ekivalen sehingga dapat menggunakan analisis statik ekivalen. Sedangkan struktur gedung yang tidak beraturan adalah struktur gedung yang tidak memenuhi syarat konfigurasi struktur gedung beraturan (tidak sesuai SNI 03-1726-2002 Pasal 4.2.1). Pengaruh gempa struktur ini harus diatur dengan menggunakan pembebanan gempa dinamik. Oleh karena itu, digunakan analisis respons dinamik. D. Pembebanan Struktur dan Waktu Getar Alami Fundamental Untuk pembebanan yang diperhitungkan dalam perancangan adalah : Beban Mati Mencakup semua baban yang disebabkan oleh beban sendiri struktur yang bersifat tetap dan bagian lain yang tak terpisahkan dari gedung. Beban mati untuk gedung diatur dalam RSNI 03-1727-1989. Beban Hidup Mencakup semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan gedung sesuai dengan RSNI 03-1727-1989, termasuk barang-barang ruangan yang tidak permanen. Beban Gempa II-34
Bab II Tinjauan Pustaka
Mencakup semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa (SNI 031726-2002). E. Tinjauan Jenis Struktur Dalam SNI 03-1726-2002, jenis struktur dibedakan menjadi 7 sistem dan subsistem, yaitu : 1.
Sistem Dinding Penumpu (Bearing Wall System) Dinding penumpu ini memikul hampir seluruh beban lateral, beban gravitasi juga ditahan oleh dinding ini sebagai dinding strutural (DS). Diwilayah gempa 5 dan 6, dinding struktural ini harus didetail khusus (DSK) sesuai SNI 2847 Pasal 23.6 (6) disamping syarat-syarat yang masih berlaku di Pasal 3 sampai dengan 20. Diwilayah gempa 3 dan 4, tidak dituntut detail spesial untuk dinding struktural ini.
2.
Sistem Rangka Gedung (Building Frame System) Pada sistem ini terdapat rangka ruang lengkap yang memikul bebanbeban gravitasi, sedangkan beban lateral dipikul oleh dinding struktural. Diwilayah gempa 5 dan 6, dinding struktural ini harus didetail sesuai SNI 2847 Pasal 23.6 (6) disamping syarat-syarat yang masih berlaku di Pasal 3 sampai dengan 20. Dinding struktural di wilayah gempa yang lebih rendah, tidak perlu diditail khusus. Walau dinding struktural direncanakan memikul seluruh beban gempa, namun rangka balok-kolom diatas harus diperhitungkan terhadap efek simpangan lateral dinding struktural oleh beban gempa rencana, II-35
Bab II Tinjauan Pustaka
mengingat rangka tersebut ditiap lantai masih menyatu dengan dinding struktur melalui lantai. Efek ini dinamakan "syarat kompatibilitas diformasi" yang oleh SNI 2847 Pasal 23.9 ditetapkan bahwa komponen struktur yang semula bukan merupakan SPBL harus sanggup tetap memikul beban gravitasi bila terkena diformasi lateral yang disebabkan oleh beban gempa rencana. Hal ini telah ditenlukan oleh Pasal 23.9, bahwa detail gempa khusus diperlukan untuk komponen-komponen non SPBL. 3.
Sistem Rangka Pemikul Momen (Moment Resisting Frame System) Menurut Tabel 3 SNI-1726 tercantum 3 jenis SRPM yaitu SRPMB (B=Biasa); SRPMM (M=Menengah); dan SRPMK (K=Khusus). SRPMB tidak perlu pendetailan special, komponen struktumya harus memenuhi syarat Pasal 3 sampai dengan 20 dan hanya dipakai untuk wilayah gempa 1 dan 2. SRPMM harus memenuhi persyaratan pendetailan dipasal 23.8 dan Pasal sebelumnya yang masih relevan dan dipakai untuk SRPM yang berada diwilayah gempa 3 dan 4. Sedang yang terakhir SRPMK harus dipakai di wilayah gempa 5 dan 6, dan harus memenuhi persyaratan disain pada Pasal 23.2 sampai dengan 23.7. disamping pasal-pasal sebelumnya yang masih berlaku. Menurut footnote Table 16-N UBC,SRPMM tidak boleh dipakai di Zone 3 dan 4 yang identik dengan WG 4 dan 5. Kiranya ketentuan ini berlaku pula untuk daerah Indonesia.
II-36
Bab II Tinjauan Pustaka
Melihat R selalu >1, berarti semua struktur akan selalu didisain dengan beban gempa
Sistem Ganda (Dual System) Sistem ganda pada dasarnya terdiri dari : Rangka ruang memikul seluruh beban gravitasi Pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing (bracing) dengan rangka pemikul momen. Kedua system harus direncanakan untuk memikul bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi antara system rangka pemikul momen dengan dinding geser.
5.
Sistem Struktur Gedung Kolom Kantilever Sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul beban lateral.
6.
Sistem Interaksi Dinding Geser dengan Rangka
7.
Subsistem Tunggal Subsistem struktur bidang yang akan membentuk struktur gedung secara keseluruhan.
II-37
Bab II Tinjauan Pustaka
2.5
Perbaikan dan Perkuatan Struktur Bangunan
2.5.1 Definisi Definisi dari perbaikan itu sendiri bisa dikatakan segala sesuatu yang mengalami kerusakan atau kemunduran dalam memenuhi fungsi atau kemunduran dalam mutu dan safety perlu diperbaiki. Sedangkan perkuatan adalah memperkuat suatu elemen struktur sehingga dapat memenuhi syarat terbadap gaya-gaya dalam akibat pembebanan tertentu. Selanjutnya perlu dibuat perancangan perkuatan struktur yang mencakup langkahlangkah sebagai berikut: a) Studi teknik-teknik perbaikan dan pengenalan akan bahan perbaikan yang akan digunakan. b) Perancangan elemen-elemen struktur yang akan diperkuat dan pembuatan gambar-gambar detail disertai urutan pekerjaannya. c) Penulisan spesifikasi.
2.5.2 Metode Perbaikan dan Perkuatan Struktur Beton. A. Penentuan Metode dan Material Perbaikan Penentuan metode dan material perbaikan berdasarkan dari hasil investigasi dan evaluasi dari pihak konsultan struktur, adapun metode perbaikan tergantung dari tingkat kerusakannya:
II-38
Bab II Tinjauan Pustaka
Adapun tingkatan kerusakannya yaitu : a) Keretakan Keretakan dibedakan retak struktur dan non-struktur. Retak struktur umumnya terjadi pada elemen struktur beton bertulang, sedang retak nonstruktur terjadi dinding bata atau dinding non-beton lainnya. Untuk retak non-struktur, dapat digunakan metode injeksi dengan material pasta semen yang dicampur dengan expanding agent serta latex atau hanya melakukan sealing saja dengan material polymer mortar atau polyurethane sealant. Sedang pada retak struktur, digunakan metode injeksi dengan material epoxy yang mempunyai viskositas yang rendah, sehingga dapat mengisi dan sekaligus melekatkan kembali bagian beton yang terpisah. Proses injeksi dapat dilakukan secara manual maupun dengan mesin yang bertekanan, tergantung pada lebar dan dalamnya keretakan. b) Spalling Spalling adalah kerusakan berupa terlepasnya suatu bagian beton. Ini biasanya terjadi akibat tumbukan antar elemen struktur akibat goncangan gempa bumi. Metode perbaikan pada kerusakan spalling, tergantung pada besar dan dalamnya spalling yang terjadi. Patching Untuk spalling yang tidak terlalu dalam (kurang dari selimut beton) dan area
yang
tidak
luas,
dapat
digunakan
metode
patching. II-39
Bab II Tinjauan Pustaka
Metode perbaikan ini adalah metode perbaikan manual, dengan melakukan penempelan mortar secara manual. Pada saat pelaksanaan yang harus diperhatikan adalah penekanan pada saat mortar ditempelkan; sehingga benar-benar didapatkan hasil yang padat. Material yang digunakan harus memiliki sifat mudah dikerjakan, tidak susut dan tidak jatuh setelah terpasang (lihat maksimum ketebalan yang dapat dipasang tiap lapis), terutama untuk pekerjaan perbaikan overhead. Umumnya yang dipakai adalah monomer mortar, polymer mortar dan epoxy mortar. Grouting Sedang pada spalling yang melebihi selimut beton, dapat digunakan metode grouting, yaitu metode perbaikan dengan melakukan pengecoran memakai bahan non-shrink mortar. Metode ini dapat dilakukan secara manual (gravitasi) atau menggunakan pompa. Pada metode perbaikan ini yang perlu diperhatikan adalah bekisting yang terpasang harus benar-benar kedap, agar tidak ada kebocoran spesi yang mengakibatkan terjadinya keropos dan harus kuat agar mampu menahan tekanan dari bahan grouting. Material yang digunakan harus memiliki sifat mengalir dan tidak susut. Umumnya digunakan bahan dasar semen atau epoxy.
II-40
Bab II Tinjauan Pustaka
Shotcrete (Beton Tembak) Apabila spalling yang terjadi pada area yang sangat luas, maka sebaiknya digunakan metode Shot-crete. Pada metode ini tidak diperlukan bekisting lagi seperti halnya pengecoran pada umumnya. Metode shotcrete ada dua sistim yaitu dry-mix dan wet-mix. Pada sistim dry-mix, campuran yang dimasukkan dalam mesin berupa campuran kering, dan akan tercampur dengan air di ujung selang. Sehingga mutu dari beton yang ditembakkan sangat tergantung pada keahlian tenaga yang memegang selang, yang mengatur jumlah air. Tapi sistim ini sangat mudah dalam perawatan mesin shotcretenya, karena tidak pernah terjadi ‘blocking’. Pada sistim wet-mix, campuran yang dimasukkan dalam mesin berupa campuran basah, sehingga mutu beton yang ditembakkan lebih seragam. Tapi sistim ini memerlukan perawatan mesin yang tinggi, apalagi bila sampai terjadi ‘blocking’. Pada metode shotcrete, umumnya digunakan additive untuk mempercepat pengeringan (accelerator), dengan tujuan mempercepat pengerasan dan mengurangi terjadinya banyaknya bahan yang terpantul dan jatuh (rebound). Grout Preplaced Aggregat (Beton Prepack) Metode perbaikan lainnya untuk memperbaiki kerusakan berupa spalling yang cukup dalam adalah dengan metode Grout Preplaced Aggregat. Pada II-41
Bab II Tinjauan Pustaka
metode ini beton yang dihasilkan adalah dengan cara menempatkan sejumlah agregat (umumnya 40% dari volume kerusakan) kedalam bekisting, setelah itu dilakukan pemompaan bahan grout, kedalam bekisting. Material grout yang umumnya digunakan adalah polymer grout, yang memiliki flow cukup tinggi dan tidak susut. B. Penentuan Metode dan Material Perkuatan Metode perkuatan yang umumnya dilakukan adalah : a) Memperpendek bentang dari struktur Dapat dipakai dengan konstruksi beton ataupun dengan konstruksi baja. Tujuannya adalah memperkecil gaya-gaya dalam yang terjadi, tetapi harus dianalisa ulang akibat dari perpendekan bentang ini yang menyebabkan perubahan dari gaya-gaya dalam tersebut. Umumnya dilakukan dengan menambah balok atau kolom baik dari beton maupun dari baja. b) Memperbesar dimensi daripada konstruksi beton. Umumnya digunakan beton sebagai material untuk memperbesar dimensi struktur; dengan adanya admixture beton generasi baru, dimungkinkan untuk menghasilkan beton yang dapat memadat sendiri (self compacting concrete). Self Compacting Concrete atau yang umum disingkat dengan istilah SCC adalah beton segar yang sangat plastis dan mudah mengalir karena berat sendirinya mengisi keseluruh cetakan yang dikarenakan beton tersebut memiliki sifat-sifat untuk memadatkan sendiri, tanpa adanya bantuan alat penggetar.
II-42
Bab II Tinjauan Pustaka
Beton SCC yang baik harus tetap homogen, kohesif, tidak segregasi, tidak terjadi blocking, dan tidak bleeding. Pemakaian beton SCC sebagai material repair dapat meningkatkan kualitas beton repair oleh karena dapat menghindari sebagian dari potensi kesalahan manusia akibat manual compaction. Pemadatan yang kurang sempurna pada saat proses pengecoran dapat mengakibatkan berkurangnya durabilitas beton. Sebaliknya dengan beton SCC struktur beton repair menjadi lebih padat terutama pada daerah pembesian yang sangat rapat, dan waktu pelaksanaan pengecoran juga lebih cepat. Akibat dari penambahan dimensi tersebut, maka harus diperhatikan bahwa secara keseluruhan beban dari Bangunan tersebut bertambah, sehingga harus dilakukan analisa secara menyeluruh dari struktur atas sampai pondasi. c) Menambah plat baja / external prestressing . Tujuan dari penambahan ini adalah untuk menambah kekuatan pada bagian tarik dari struktur Bangunan. Didalam penambahan plat baja tersebut, harus dijamin bahwa plat baja menjadi satu kesatuan dengan struktur yang ada, umumnya untuk menjamin lekatan antara plat baja dengan struktur beton digunakan epoxy adhesive. Ataupun dengan cara melakukan external prestressing dengan metode ini, kapasitas struktur ditingkatkan dengan melakukan prestress di luar struktur, bukan didalam seperti pada struktur baru. Yang perlu diperhatikan adalah penempatan anchor head, sehingga tidak menyebabkan perlemahan pada struktur yang ada. Material yang umumnya digunakan adalah baja prestress, II-43
Bab II Tinjauan Pustaka
tetapi pada saat ini sudah mulai digunakan bahan dari FRP (Fibre Reinforced Polymer). d) Menggunakan FRP (Fibre Reinforced Polymer) Prinsip daripada penambahan FRP sama seperti penambahan plat baja, yaitu menambah kekuatan di bagian tarik dari struktur. Tipe FRP yang sering dipakai pada perkuatan struktur adalah dari bahan carbon, aramid dan glass. Bentuk FRP yang sering digunakan pada perkuatan struktur adalah Plate / Composite dan Fabric / Wrap. Bentuk plate lebih efektif dan efisien untuk perkuatan lentur baik pada balok maupun plat serta pada dinding; sedang bentuk wrap lebih efektif dan efisien untuk perkuatan geser pada balok serta untuk meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom.
II-44