Pertanian Afrika-Asia melawan AIDS
Konsultasi mengenai Pertanian, Pembangunan dan Pengurangan Kerentanan HIV 11-13 Desember 2002, Bangkok, Thailand
Membangun Ketahanan HIV Regional Program HIV dan Pembangunan Asia Tenggara UNDP
April 2004
i
Katalog Perpustakaan ESCAP Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Penerbitan Data Pertanian Afrika-Asia melawan AIDS. Konsultasi mengenai Pengembangan Pertanian dan Pengurangan Kerentanan HIV, 11-13 Desember 2002, Bangkok, Thailand/ Organisasi Pangan dan Pertanian & Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa,2004. Bangkok: UNDP; Rome: FAO, 2004. iv. 34 p. (Membangun Ketahanan HIV Regional: Program HIV dan Pembangunan Asia Tenggara UNDP) ISBN: 974-91418-5-7 1.AIDS 2.Pertanian 3.Pembangunan Pedesaan 4.Afrika 5. Asia UDC 616 39-097 (1-94) UNDP af
Hak Cipta © UNDP, FAO 2004 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dicetak di Bangkok, Thailand Hak cipta United Nations Development Programmed an Food and Agriculture Organization. Hak cipta dilindungi undang-undang. Isi dapat dikutip, direproduksi atau diterjemahkan sebagian atau seluruhnya, dengan syarat bahwa sumber bahan diakui. Isi tidak boleh direproduksi untuk tujuan komersial tanpa persetujuan tertulis dari UNDP dan FAO. Informasi Kontak: Lee-Nah Hsu, Manajer Building Regional HIV Resilience NDP South East Asia HIV and Development Programme Marcela Villarreal Focal Point on HIV/AIDS, FAO Alamat email:
[email protected],
[email protected] Disain sampul oleh: Jacques du Guerny, Marissa Marco Foto-foto oleh:
Wanita-wanita Asia: Peyton Johnson/FAO; Pria Asia:R.Faidutti/FAO; Wanitawanita Afrika: A.Conti/FAO; Pria-pria Afrika: Jean Mohr/UNESCO
Pandangan-pandangan yang disampaikan dan terminologi yang dipergunakan dalam publikasi ini tidak harus mewakili pandangan-pandangan dan terminologi dari Dewan Eksekutif UNDP atau institusi-institusi dari sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa. Petunjuk-petunjuk dan terminologi yang dipergunakan serta bahan presentasi tidak menyatakan pernyataan atau pendapat apapun juga dari Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai status hukum dari setiap negara, wilayah, kota, atau daerah ataupun otoritas, ataupun perbatasan-perbatasan atau batas-batas wilayah.
ii
KATA PENGANTAR HIV/AIDS menciptakan sebuah krisis di daerah-daerah pedesaan dari negara-negara yang paling parah terpengaruh oleh penyakit ini. Di daerah-daerah seperti ini, sebuah proporsi yang signifikan dari penduduk tergantung pada pertanian untuk kelangsungan hidup. Hingga saat ini, sebagian besar tanggapan terhadap epidemik-epidemik nasional HIV berasal dari sektor kesehatan. Namun, karena pusat pertanian berada di dalam kehidupan pedesaan, masyarakat mulai menyadari bahwa sektor pertanian memiliki peran mendasar untuk ambil bagian dalam mengurangi dampak dari pandemik tersebut. Intervensi-intervensi konkrit, yang didasarkan atas keahlian dan keunggulan komparatif pada sektor pertanian dalam bidang pengobatan dengan jamu, tanaman-tanaman asli yang mengandung nutrisi serta teknologi-teknologi hemat tenaga kerja, telah diidentifikasi sebagai jalur intervensi yang produktif untuk sektor pertanian. Hal-hal ini dapat segera dilaksanakan oleh organisasi-organiasi pemerintah dan LSM-LSM yang bertanggung-jawab terhadap pertanian dan pembangunan pedesaan. Menghadapi kekurangan pangan yang parah, yang sebagian disebabkan oleh HIV/AIDS di Afrika, konsultasi seperti ini mendorong tidak hanya kerjasama diantara otorita-otorita AIDS dan otoritaotorita pertanian, namun juga diantara penduduk Afrika dan Asia sehingga mereka dapat memperoleh manfaat dari pengalaman satu sama lain untuk mencegah dan mengurangi dampak parah dari AIDS terhadap pertanian dan pembangunan pedesaan.
Marcela Villarreal Pemimpin, Program Pelayanan Masyarakat Titik Fokus mengenai HIV/AIDS Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa, Roma
Lee-Nah Hsu Manager UNDP Asia Tenggara Program HIV dan Pembangunan Asia Tenggara UNDP
iii
DAFTAR ISI Page
I.
SESI PEMBUKAAN.................................................................................................1
II.
INTERVENSI PERTANIAN UNTUK MENGURANGI DAMPAK HIV/AIDS PADA MASYARAKAT PEDESAAN.....................................................................5
III.
A.
Pertanian dan HIV/AIDS .............................................................................................. 5
B.
Dampak dari AIDS pada kehidupan pedesaan : apakah yang dapat dilakukan oleh sektor pertanian ? .......................................................................................................... 7
C.
Keaneka-ragaman agrobio serta pengetahuan setempat untuk mengurangi dampak HIV/AIDS................................................................................................................... 10
D.
Teknologi hemat-tenaga kerja di rumahtangga-pertanian .......................................... 12
E.
Mengurangi kebutuhan tenaga dan tenaga kerja melalui inovasi teknologi ............... 15
PRESENTASI-PRESENTASI NEGARA.............................................................17 A. Negara-negara Afrika ...................................................................................................... 17 I. Ethiopia.................................................................................................................... 17 2. Kenya....................................................................................................................... 18 3. Malawi ..................................................................................................................... 19 4. Mozambik................................................................................................................ 19 5. Afrika Selatan .......................................................................................................... 20 6. Republik Persatuan Tanzania .................................................................................. 22 B. Negara-negara Asia.......................................................................................................... 23 1. Kamboja .................................................................................................................. 23 2. China........................................................................................................................ 24 3. Republik Rakyat Demokratik Laos ......................................................................... 24 4. Myanmar.................................................................................................................. 25 5. Thailand ................................................................................................................... 26 6. Viet Nam ................................................................................................................. 27
IV.
RINGKASAN KELOMPOK KERJA...................................................................28
V.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ..............................................................31 A.
Saran-saran.................................................................................................................. 32
B.
Pendanaan ................................................................................................................... 33
C.
Tindakan-tindakan ...................................................................................................... 34 Lampiran
iv
I.
Agenda Konsultasi ..................................................................................................36
II.
Daftar Peserta..........................................................................................................38
PENDAHULUAN Program HIV dan pembangunan Asia Tenggara UNDP (UNDP South East Asia HIV – UNDP-SEAHIV) serta Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (Food and Agriculture Organization – FAO) telah bekerjasama dalam menata Pertanian Afrika-Asia untuk melawan AIDS dalam bentuk Konsultasi mengenai Pertanian, Pembangunan dan Pengurangan kerentanan-HIV. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk memformulasikan pendekatan yang inovatif dalam hal (a) untuk memungkinkan negara-negara menghadapi tantangan-tantangan yang diakibatkan oleh pandemik, (b) untuk membangun hubunganhubungan yang lebih kuat diantara mereka yang menghadapi masalah tersebut dan (c) untuk bersama-sama mengambil tindakan untuk menghindari konsekuensi-konsekuensi yang potensial timbul dari bencana tersebut. Konsultasi tersebut diselenggarakan di Bangkok pada tanggal 11 hingga 13 Desember 2002. Konsultasi ini dihadiri oleh perwakilan-perwakilan dari enam negara-negara Afrika timur dan selatan (Ethiopia, Kenya, Malawi, Mozambique, Afrika Selatan dan Republik Persatuan Tanzania) serta enam negara Perluasan Sub-daerah Mekong (Kamboja, China, Republik Demokratik Rakyat Lao, Myanmar, Thailand dan Vietnam) disamping juga negara-negara donor dan Amerika Serikat. Setiap negara terlibat diwakili oleh otoritas nasional AIDS, sebuah institusi pengembangan pedesaan, Kementerian Pertanian, dan organisasi nonpemerintahan (NGO - Non-governmental Organization) atau organisasi akar rumput yang aktif dalam sektor pertanian atau pengembangan. Rapat tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi peran sangat penting yang dapat dimainkan pertanian untuk mengurangi kerentanan HIV disamping mengeksplorasi manfaat kerjasama antara Afrika dan Asia.
I.
SESI PEMBUKAAN
J.K. Robert England, Koordinator Tetap Perserikatan Bangsa-bangsa dan Wakil Tetap UNDP Thailand, dalam pernyataan pembukaan menekankan bahwa tujuan dari konsultasi para ahli adalah untuk mengikutsertakan sektor-sektor pembangunan dalam menanggapi HIV dan untuk membangun kerjasama Selatan-Selatan. Afrika memiliki angka tertinggi dari kasus-kasus HIV/AIDS di dunia. Asia menduduki tempat kedua, yaitu 7.2 juta. Dengan saling membagi pelajaran yang telah diperoleh dan pengalaman-pengalaman akan meningkatkan keefektifan tanggapan secara menyeluruh. Suatu aspek lain dari konsultasi ini adalah untuk memperkokoh kerjasama antar-perwakilan. Kerjasama pengembangan UNDP-FAO telah dimulai di Kamboja dalam tahun 2000 dengan eksperimen perintis dari Farmers’ Life School antara UNDP-SEAHIV dan kantor Pengelolaan Hama Terpadu FAO di Kamboja. Eksperimen ini telah menjadi model yang efektif untuk masyarakat pertanian pedesaan dalam menanggapi HIV/AIDS. Kerjasama ini telah dilanjutkan dengan rapat berjudul Mengurangi Dampak HIV/AIDS terhadap Pengamanan Pangan dan Kemiskinan Pedesaan, yang telah diselenggarakan di kantor pusat FAO di Roma dalam bulan Desember 2001, bekerja sama dengan Program Pangan Dunia dan Dana Internasional untuk Pengembangan Pertanian. Rapat tersebut telah menentukan komitmen dari sektor-sektor pertanian di perwakilan-perwakilan Perserikatan Bangsa-bangsa dalam menanggapi HIV/AIDS. Mr. England menekankan bahwa UNDP-SEAHIV telah berada di garis depan untuk mengurangi dampak dari HIV/AIDS pada pembangunan pedesaan dan masyarakat pedesaan. Karena pertanian merupakan pekerjaan utama yang diusahakan oleh masyarakat pedesaan, maka terdapat suatu hubungan alamiah antara UNDP dan FAO. Jumlah orang-orang pedesaan yang berpindah dari desa ke daerah perkotaan senantiasa semakin meningkat dalam upaya mencari penghidupan yang lebih baik. Sayangnya, penduduk pedesaan yang berpindah tersebut rawan terhadap infeksi HIV. Para migran seperti ini seringkali kembali ke daerah-
1
daerah pedesaan dalam keadaan sakit karena dampak-dampak AIDS, dengan demikian meningkatkan beban yang dihadapi oleh rumah tangga–rumah tangga pedesaan yang harus merawat mereka yang kembali dalam keadaan sakit. Sebagaimana yang sudah diputuskan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada sebuah Sesi Khusus mengenai HIV/AIDS (United Nations General Assembly Spesial Session – UNGASS), tindakan pada tingkat regional tidak dapat tergantikan. UNDP-SEAHIV memfasilitasi proses pengembangan strategi mobilitas regional, sebagai tanda nota kesepahaman (memoranda of understanding) oleh masing-masing negara, serta pengembangan program-program tindakan bersama untuk menanggapi pengurangan kerentanan-HIV yang berkaitan dengan mobilitas. Tindakan ini mencapai puncaknya pada pertemuan puncak para Kepala Negara ASEAN dalam pendeklarasikan komitmen bersama mengenai HIV/AIDS (paragraf 221), yang bertujuan untuk menangkal sebuah virus yang tidak mengenal batas. Tujuan dari konsultasi yang dilakukan pada saat ini adalah untuk mengidentifikasi dasar-dasar yang sama di Afrika dan Asia untuk melakukan aksi bersama dalam sektor pertanian dalam rangka menanggapi dan mengurangi dampak dari HIV/AIDS di masyarakat pedesaan dengan memperkuat pembangunan pedesaan sebagai tanggapan terhadap Tujuan Pembangunan Milenium. He Changchui Wakil Regional FAO untuk Asia dan Pasifik, berbicara mewakili DirekturJenderal FAO dan mewakili diri sendiri. Berikut ini adalah kutipan-kutipan dari pidato beliau : dua puluh tahun yang lalu, pada saat HIV untuk pertama kali terdeteksi, keparahan penyakit yang disebabkannya menjadi suatu isu yang mengkuatirkan. Pada saat ini, HIV/AIDS merupakan suatu masalah utama pembangunan yang menyinggung semua sisi dari keberadaan manusia. Kalangan yang terkena HIV/AIDS, mayoritas penduduknya hidup di daerah-daerh pedesaan dan kehidupan mereka sebagian besar tergantung pada pertanian. Konsekuensi-konsekuensi yang menghancurkan dari epidemik ini telah menjerumuskan masyarakat pedesaan yang telah miskin lebih jauh ke dalam kemiskinan karena kapasitas bekerja mereka yang melemah, penghasilan menurun dan aset habis. Dampak yang terusmenerus dan untuk jangka panjang dari pandemik tersebut adalah mengikis pengamanan pangan, menghancurkan kehidupan pedesaan dan memperburuk kemiskinan. Kemiskinan – yang tersebar luas di daerah-daerah pedesaan – ditunjukkan oleh nutrisi yang rendah dan kesehatan yang parah, yang menyebabkan manusia lebih rentan terhadap infeksi HIV. Suatu lingkaran setan terbentuk, yang menghubungkan HIV/AIDS, kemiskinan dan ketidakamanan pangan. Dalam konteks pedesaan, para pemberi perawatan yang utama untuk anggota keluarga dengan HIV/AIDS adalah para wanita dalam rumah tangga-rumah tangga pedesaan. Situasi ini merupakan suatu senjata dari para wanita yang merasa sebagai pemberi perawatan yang utama disamping para pemuda yang bermigrasi ke sektor-sektor lain di lingkungan perkotaan. Dinamika sumber daya rumah tangga di rumah tangga petani tidak cukup didokumentasikan meskipun terdapat beberapa kutipan anekdot. Pertama, pengurangan ketersediaan tenaga kerja menurunkan produksi dan adopsi-teknologi yang potensial dari rumah tangga petani. Kedua, adanya kekurangan tenaga kerja diimbangi oleh para wanita yang memikul tanggung-jawab ini disamping tanggung-jawab untuk merawat mereka yang terkena penyakit. Dengan demikian, waktu para wanita untuk pertanian akan berkurang dan 1
Lihat Jacques du Guerny dan Lee-Nah Hsu, Menuju Kepada Strategi-strategi Tanpa Batas Melawan HIV/AIDS, UNDP-SEAHIV, Mei 2002, http://www.hiv-development.org/publications/BorderlessStrategies.htm ASEAN adalah akronim untuk Asosiasi Negara-negara Asia Tengara.
2
hal ini akan menimbulkan dampak negatif untuk produktivitas pertanian. Sementara produktivitas pertanian dan penghasilan menurun, biaya untuk perawatan kesehatan keluarga akan meningkat yang disebabkan oleh alokasi keuangan yang meningkat untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran pengobatan bagi mereka yang menderita HIV/AIDS. Dinamika alokasi sumber daya ini akan menuju pada situasi biaya-biaya perawatan kesehatan yang meningkat dan investasi pertanian yang menurun; dengan demikian hal tersebut memiliki implikasi terhadap produktivitas pertanian. Pergeseran alokasi sumber daya di level pertanian ini secara potensial berkaitan dengan mandat-mandat FAO, seperti misalnya produktivitas pertanian yang menurun, dengan implikasi yang merugikan bagi pengamanan produksi pangan dan akses pada pangan, serta pemiskinan dari masyarakat pedesaan. Ketidaksamaan jender merupakan salah satu hal yang semakin menguatkan penyebaran HIV. Akses pada sumber daya yang produktif termasuk tanah, kredit, pengetahuan, pelatihan dan teknologi ditentukan oleh garis jender, dimana para pria seringkali memiliki akses lebih banyak pada semua sumber daya ini dibandingkan dengan para wanita. Di banyak tempat, tingkat infeksi HIV adalah tiga hingga lima kali lebih tinggi pada para wanita muda dibandingkan para pria muda. Agar efektif, intervensi untuk mengurangi penyebaran dari pandemik itu harus ditujukan baik pada pria maupun wanita, dan didasarkan pada perspektif jender yang akan mencari pemahaman yang kompleks dari aturan-aturan sosial yang berlaku dan hubungan-hubungan yang berlaku antara aturan-aturan tersebut. Menjelang akhir dekade ini, secara global maka diperkirakan akan terdapat 40 juta anak yatim AIDS. Akibat peningkatan dramatis dari rumah tangga-rumah tangga yang dikepalai oleh anak-anak juga akan berkontribusi terhadap ketidak-amanan pangan. Ketidak-amanan pangan yang parah diantara para yatim telah dilaporkan dari daerah-daerah yang paling terkena dampaknya di dunia. Meskipun terdapat dampak HIV/AIDS yang menghancurkan produksi pertanian serta kehidupan pedesaan, dan fakta bahwa hingga 80% dari manusia di negara-negara yang paling serius terkena bergantung pada pertanian sebagai penyambung hidup, sebagian besar dari tanggapan-tanggapan terhadap pandemik datang dari sektor kesehatan. Solusi-solusi efektif untuk daerah-daerah pedesaan harus bersandar pada sektor pertanian serta kapasitasnya dalam mengurangi kerentanan rakyat untuk terkena penyakit tersebut. Pendekatan-pendekatan melalui sektor pertanian dapat memberi bantuan baik dalam pencegahan serta pengurangan konsekuensi-konsekuensi dari HIV/AIDS, khususnya antara orang-orang yang tergantung pada pertanian sebagai penyambung hidup. Untuk lebih dari satu dekade, FAO telah bekerja bersama dengan para mitranya untuk mengembangkan suatu strategi sektor pertanian untuk mengurangi dampak dari penyakit tersebut pada kehidupan pedesaan. FAO telah mempelajari pergerakan alokasi sumber daya di dalam rumah tangga yang telah terjadi sebagai akibat dari HIV/AIDS. FAO menemukan bahwa investasi dalam rumah tangga-rumah tangga petani harus ditingkatkan agar dapat memperbaiki situasi masyarakat pedesaan. Investasi-investasi seperti ini hendaknya juga dapat mencakup promosi jaringan-jaringan pengaman sosial dan asuransi kesehatan pedesaan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup sektor pertanian agar dapat memastikan bahwa pengamanan pangan dapat dipertahankan. Rapat yang kini diselenggarakan memberikan kesempatan yang sangat bagus untuk bergerak maju dalam memformulasi tanggapan-tanggapan di dalam sektor pertanian agar dapat mengurangi dampak-dampak dari pandemik HIV/AIDS. Rapat ini telah menyediakan kesempatan bagi para peserta untuk saling belajar satu sama lain dan untuk bersama-sama menemukan cara-cara yang lebih baik dan lebih efisien guna melawan penyakit tersebut, yang dapat memperlemah semua pencapaian-pencapaian pembangunan hingga saat ini serta menciptakan kesengsaraan yang belum pernah terjadi dan keputus-asaan. Mr. He mengakhiri dengan memprediksi bahwa konsultasi akan dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan kehidupan rakyat pedesaan yang menghadapi konsekuensi-konsekuensi dramatis dari penyakit yang paling buruk di zaman ini.
3
Lee-Nah Hsu, Manajer, Program HIV dan pembangunan Asia Tenggara UNDP, menyampaikan tujuan-tujuan dari konsultasi : untuk memberikan arah utama dalam menanggapi HIV/AIDS di sektor-sektor pembangunan dan untuk memperkuat kemitraan UNDP-SEAHIV dengan sektor-sektor tertentu, seperti misalnya pertanian, pembangunan pedesaan dan pengurangan kemiskinan. Persamaan sebutannya adalah mobilitas manusia pedesaan-ke-perkotaan serta ketiadaan infrastruktur kesehatan di masyarakat pedesaan. Oleh karena itu, strategi-strategi pembangunan untuk membentuk daya tahan masyarakat adalah kunci menuju pengurangan dampak-dampak sosial dan ekonomi HIV/AIDS di daerah-daerah pedesaan. Pertanian adalah fondasi dari pembangunan pedesaan : membangun dari kekuatan ke kekuatan, kontribusi-kontribusi pertanian dapat membantu mengurangi dampak yang merugikan dari HIV/AIDS pada masyarakat pedesaan. Secara global, 42 juta manusia terinfeksi oleh HIV : di Afrika 29.4 juta orang, dan di Asia 7.2 juta, sehingga Asia merupakan yang kedua setelah Afrika dalam hal angka infeksi HIV. Di beberapa negara dalam tahun 2001, tingkat peningkatan HIV di Asia berada antara 20 hingga 70 persen. Meskipun penyebaran secara umum adalah rendah di Asia, penyebaran yang rendah merupakan kedok realitas bahwa pandemik tersebut adalah kurang dari 1 persen. Dalam tahun 2002, 1 juta orang terinfeksi baru di Asia, suatu peningkatan 10 persen dari tahun sebelumnya. Setengah juta meninggal dalam tahun 2001 dan jauh lebih banyak dari angka itu yang akan meninggal dalam 10 tahun mendatang. Kelompok umur yang paling produktif (15-24) memiliki tingkat infeksi yang paling tinggi; 50 persen dari semua yang terinfeksi adalah wanita, yang rata-rata adalah lebih muda dari pria yang terinfeksi. Dengan hanya melakukan pendekatan-pendekatan informasi, pendidikan dan komunikasi (IEC - Information, education and communication) tidak akan membuahkan hasil. Kesadaran tidak berarti bahwa orang-orang akan merubah sikapnya yang berisiko. Jika pada saat ini rasa puas diri tetap berlangsung, maka Asia akan memiliki epidemik yang lebih parah daripada Afrika di esok hari. Informasi mengenai jamu asli serta tanaman-tanaman bernutrisi disamping kebijaksanaan lokal serta dasar-dasar pengetahuan merupakan modal sosial untuk masyarakat yang berdaya tahan terhadap HIV, akan tetapi pengetahuan serta kebijaksanaan ini akan lenyap dengan cepat. Penyebaran HIV merupakan suatu krisis, akan tetapi juga merupakan suatu kesempatan. Bahaya itu tergantung pada cara kita menanggapi epidemik tersebut. HIV dapat merupakan suatu kesempatan untuk membalikkan keadaan atau dapat mengakibatkan kejatuhan kita. Keputusan-keputusan kita sendiri dan tindakan-tindakan kita sendiri akan membalikkan keadaan menuju daya tahan. Dana Global untuk Memerangi HIV/AIDS, Tuberkulosis dan Malaria pada saat ini dapat mendukung penyediaan perawatan dengan antiretroviral (ARV) untuk hanya sejumlah kira-kira 3 juta orang; akan tetapi, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, 42 juta orang telah terinfeksi. Kita harus membantu diri kita sendiri, dengan menggunakan kebijaksanaan kita, untuk membalikkan keadaan dan berbagi kebijaksanaan tersebut dengan orang-orang lain di dunia. Strategi HIV dari UNDP adalah untuk mempromosikan kepemimpinan dan mengembangkan kapasitas untuk memberikan jawaban yang efektif, untuk memperkuat perencanaan sektor pembangunan secara menyeluruh untuk tingkat masyarakat, tingkat-negara dan tingkat daerah serta untuk menciptakan penyuluhan yang sensitif terhadap jender, berdasarkan hak-hak, serta untuk pembelaan terhadap tanggapan pengembangan yang efektif. Hasil yang diharapkan dari konsultasi ini adalah menemukan jawaban untuk membentuk daya tahan HIV melalui pembentukan sinergi antara tanggapan sistim kesehatan dan pertanian di Asia dan Afrika. Melalui pembangunan pedesaan dan pertanian, bersama-sama kita dapat membangun daya tahan terhadap HIV regional.
4
II. INTERVENSI PERTANIAN UNTUK MENGURANGI DAMPAK HIV/AIDS PADA MASYARAKAT PEDESAAN A.
Pertanian dan HIV/AIDS
Jacques du Guerny, Konsultan, Program Pelayanan Masyarakat FAO Di benua-benua seperti Afrika dan Asia, sejumlah 50 persen dari penduduk hidup di pedesaan. Selanjutnya, di benua-benua ini daerah-daerah pedesaan dan perkotaan saling bergantung; dan dengan demikian adalah jelas bahwa strategi-strategi yang terutama berfokus pada daerah-daerah perkotaan tidak dapat dengan sendirinya mengendalikan pandemik HIV. Jika upaya-upaya HIV/AIDS dibatasi pada strategi-strategi yang didasarkan pada kesehatan, maka akan cenderung bergantung pada personalia dan infrastruktur, yang terutama berkonsentrasi di daerah-daerah perkotaan, dan dengan demikian meninggalkan mayoritas dari penduduk. Apa yang terjadi pada masyarakat pedesaan akan penting sekali untuk masa depan epidemik. Pertanian adalah jantung dari kehidupan rakyat pedesaan dan dapat dijadikan sebuah alat yang sangat kuat untuk mengurangi potensi infeksi HIV, disamping juga berkontribusi untuk mengurangi dampak-dampak dari infeksi tersebut. Kesadaran mengenai peran yang potensial dari pertanian adalah suatu fenomena akhir-akhir ini. Pertanian terlambat dalam menanggapi HIV/AIDS. Secara umum kementeriankementerian pertanian bukan merupakan bagian dari otoritas nasional mengenai AIDS atau bukan bagian dari tema Perserikatan Bangsa-bangsa, meskipun pertanian memainkan peran kunci dalam kehidupan lebih dari 1.5 triliun manusia pedesaan di sub-Sahara Afrika, Asia Timur dan Asia Tenggara. Ketiadaan partisipasi pertanian dalam perjuangan melawan HIV/AIDS merupakan akibat dari fokus yang kuat pada perspektif kesehatan. Juga ketika suatu pendekatan multisektoral direkomendasikan, pendekatan-pendekatan tetap berada dalam kerangka kesehatan : sebagai contoh, sektor-sektor yang lain mungkin diminta untuk membantu sektor kesehatan dalam kegiatan-kegiatan IEC atau distribusi kondom; akan tetapi pendekatan seperti itu tidak mengeksploitasi keunggulan pertanian. Keunggulan komparatif pertanian adalah dalam memproduksi tanaman-tanaman, meningkatkan hasil-hasil pertanian, memperbaiki produksi hewan dsb. Oleh karena itu, intervensi pertanian harus berfokus pada kepastian untuk mengurangi sebab-sebab akar dari kerawanan-kerawanan dalam sistim-sistim pertanian, masyarakat dan rumah tangga-rumah tangga dengan meningkatkan daya tahannya. Memastikan produksi dengan nilai yang lebih tinggi dan hasil pertanian yang lebih mudah dipasarkan akan meningkatkan pengamanan pangan dan meningkatkan penghasilan dari para petani. Jika pertanian dapat berkontribusi pada perubahan-perubahan seperti itu, maka para petani mungkin masih akan bermigrasi ke kota-kota untuk mencari pekerjaan yang permanen atau sementara, akan tetapi mereka akan melakukannya dalam kondisi yang lebih baik, yang mencakup pengurangan terjangkit risiko infeksi HIV. Mungkin akan terdapat beberapa manfaat: sebagai contoh, para wanita tidak perlu memasuki pekerjaan seks pada saat gagal panen. Pendekatan-pendekatan kesehatan terhadap HIV/AIDS yang kini ada perlu diperkuat melalui strategi-strategi pengembangan dalam pertanian, transportasi, konstruksi dan industri. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, di benua-benua di mana lebih dari 50 persen dari penduduk tinggal di pedesan dan hidup dari pertanian, terjadi dinamika antara HIV/AIDS dan pertanian, diakui ataupun tidak. Di satu sisi, Afrika selatan kini memperlihatkan bahwa HIV/AIDS tidak hanya membunuh manusia secara individu, tetapi juga memiliki dampak yang negatif pada pertanian, penduduk pedesaan dan pengamanan pangan. Sebaliknya, sektor pertanian dapat berkontribusi untuk memperparah pandemik HIV jika gagal meningkatkan kehidupan dari penduduk pedesaan dan memastikan pengamanan pangan mereka. Oleh karena itu, adalah penting untuk mempromosikan kesadaran seperti ini tidak hanya diantara para pengambil-keputusan pemerintah, tetapi juga diantara LSM-LSM dan sektor swasta.
5
Adalah penting untuk mengidentifikasi strategi-strategi proaktif untuk sektor pertanian agar dapat memenuhi sasaran-sasaran baik produksi maupun pengembangan pedesaan, disamping berkontribusi secara efektif untuk berjuang melawan HIV/AIDS. Hingga saat ini, pertanian terutama terkait dengan peningkatan produksi, sementara melalaikan biaya-biaya manusia dan sosial yang terlibat. Pandemik HIV/AIDS memperlihatkan bahwa suatu pendekatan yang lebih berimbang adalah penting. Hubungan perkotaan-pedesaan dan sistim-sistim pergerakan yang menghubungkannya merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pandemik HIV/AIDS. Pergerakan penduduk yang masif akan tetap berlanjut; akan tetapi, pertanian dapat memainkan peran yang positif dalam menentukan : (a) kondisi-kondisi di mana pergerakan penduduk terjadi; frekuensi dan intensitasnya; (b) risiko infeksi dari para migran ke kota-kota; dan (c) risiko dari penduduk di daerah-daerah pedesaan pada saat mereka berhubungan dengan pihak-pihak luar. Dengan memodifikasi suatu sistim pertanian, kerentanannya dapat dikurangi serta daya tahan dan rumah tangga-rumah tangga pedesaan yang bekerja dalam sistim tersebut dapat ditingkatkan. Hal ini merupakan suatu bidang untuk dieksplorasi dan perlu dilakukan eksperimen dengan kebijakan-kebijakan pertanian. Hasil-hasil yang diperoleh dalam pengembangan telah terhapus di daerah-daerah yang menderita epidemik-epidemik tingkat tinggi yang terjadi sebelumnya. Bencana-bencana seperti ini juga akan terjadi di daerah-daerah yang lain, jika penduduk pedesaan tidak diperhatikan. Harus dicari cara-cara untuk mengurangi kerawanan dari penduduk seperti itu dan mengurangi goncangan-goncangan yang disebabkan oleh kekeringan, fluktasi-fluktasi pasar dsb., jika peristiwa-peristiwa seperti itu terjadi. Kebijakankebijakan dan keputusan-keputusan pertanian adalah secara nasional; akan tetapi, strategistrategi harus disesuaikan dengan situasi lokal. Hal ini adalah sumberdaya manusia yang intensif dan karena besarnya tugas-tugas yang dilibatkan, maka kemitraan antara pemerintahan, LSM dan sektor swasta adalah penting. Di tingkat nasional, kemitraan antara sektor-sektor pertanian, konstruksi, industri dan transportasi adalah penting. Di tingkat internasional, kemitraan antara FAO dan UNDP serta antara negara-negara di suatu kawasan dan antara kawasan-kawasan di dunia sama pentingnya. Jika seseorang memperhatikan peta-peta sistim pertanian, maka akan ditemukan kesamaan baik diantara Negara satu kaasan maupun antar kawasan. Hal ini memberikan suatu basis yang baik untuk kerjasama Selatan-Selatan. Dalam konteks ini, kerjasama SelatanSelatan dapat berkontribusi secara signifikan pada ujicoba, pada pertukaran informasi dan pengalaman serta kontribusi terhadap pelatihan dalam hal-hal baru yang diperlukan. Dukungan dari, dan kemitraan antar sector , dan dengan sektor-sektor yang lain adalah diperlukan. Hal ini merupakan tantangan, akan tetapi harga kegagalan adalah terlalu tinggi jika kehidupan dan kesejahteraan lebih dari 1.5 triliun manusia pedesaan dipertaruhkan – dengan tidak menyebutkan dimensi ekonomi yang dilibatkan. Maka telah tiba saatnya untuk melakukan suatu tindakan di bidang pertanian.
6
B.
Dampak dari AIDS pada kehidupan pedesaan : apakah yang dapat dilakukan oleh sektor pertanian ? Marcella Villarreal, Pemimpin, Program Pelayanan Masyarakati, Titik Fokal FAO mengenai HIV/AIDS, FAO
Di seluruh dunia, separuh dari orang dewasa yang baru terinfeksi oleh HIV adalah wanita. Sebelumnya, HIV/AID berdampak pada penduduk pria perkotaan yang mampu. Mereka yang tinggal diperkotaan yang terkena AIDS seringkali pulang ke daerah-daerah pedesaan, dan dengan demikian membawa serta penyakit itu kembali ke rumah, di mana hingga 80 persen dari manusia yang tinggal di daerah pedesaan bergantung pada pertanian sebagai penghidupan. Pada saat ini 69 persen dari penduduk di negara-negara yang paling terkena oleh HIV/AIDS hidup di daerah-daerah pedesaan. Pandemik ini berdampak sama terhadap para wanita, para pekerja yang bergerak dan bermigrasi di sektor-sektor pertanian dan pertambangan. Sementara hal ini adalah tragis, kehilangan nyawa-nyawa masih lebih rendah daripada kehilangan pekerjaan yang tersedia. Sebagai contoh, telah diperkirakan bahwa rata-rata dua orang-tahun tenaga kerja telah hilang yang diakibatkan oleh kematian pada rumah tangga yang terkena AIDS di Afrika. AIDS terutama berdampak pada orang-orang yang berada dalam kelompok usia produktif, yang berakibat pada kehilangan tenaga kerja pertanian bukan hanya dari orang-orang yang meninggal, akan tetapi juga dari para pemberi perawatan, yang tidak lagi dapat bekerja di kebun-kebun, agar dapat merawat mereka yang sakit. Sesuai dengan perkiraan FAO secara global, 7 juta pekerja pertanian telah meninggal karena AIDS sejak tahun 1985 dan 16 juta lagi akan meninggal menjelang tahun 2020. Negara-negara yang paling terkena adalah negara-negara sub-Sahara Afrika. AIDS telah mempermiskin rumah tangga di pedesaan. Harga dari perawatan kesehatan dan biaya-biaya pemakaman seringkali menghabiskan tabungan-tabungan rumah tangga, ternak, dsb., kesemuanya memerlukan investasi jangka menengah hingga jangka panjang. Kehilangan seorang anggota rumah tangga yang produktif dan yang menghasilkan pemasukan, ditambah kehilangan aset-aset rumah tangga, melumpuhkan orang secara finansial. Diperkirakan bahwa biaya-biaya untuk perawatan dan masa duka melebihi tiga kali penghasilan pertanian Gambar 1. Perkiraan Persentasi kehilangan tenaga kerja selama setahun secara pertanian sebagai akibat AIDS di sembilan negara Afrika rata-rata, yang yang paling terkena, 1985 – 2020 menciptakan konsekuensi1. Namibia -26% konsekuensi jangka panjang bagi rumah 2. Botswana -23% tangga-rumah tangga 3. Zimbabwe -23% pedesaan. Sebagai akibatnya, para petani 4. Mozambik -20% bergeser ke hasil pertanian 5. Afrika Selatan20% yang kurang intensif secara tenaga kerja; dan 6. Kenya -17% dengan demikian maka 7. Malawi -14% rumah tangga-rumah tangga memiliki lebih 8. Uganda -14% sedikit uang kontan, lebih 9. Tanzania, -13% bergantung pada hasil pertanian penyambung Republik Persatuan hidup yang kurang memberi penghasilan.
7
Semua faktor ini berakibat dalam kemiskinan yang meningkat, yang akan berlanjut ke masa yang akan datang. AIDS mengurangi daya tahan produksi pangan : transmisi pengetahuan di antara dan antar generasi, rumah tangga dan institusi menjadi hilang; jangkauan pertanian yang diolah sedang menurun, yang menuju pada penurunan pada keaneka-ragaman tanaman dan sumber daya genetik; serta jaringan pengaman sosial menjadi tidak menentu, seringkali diikuti dengan kejatuhan aset sosial. Hal-hal seperti ini menyebabkan penurunan daerah tanah yang digarap, penurunan dalam jangkauan hasil-hasil pertanian, suatu pergeseran ke tenaga kerja pertanian yang kurang intensif, peningkatan dalam biaya tenaga kerja yang disewa, harga-harga tanah yang menurun, peningkatan kegagalan pada pinjaman-pinjaman, peningkatan malnutrisi, penurunan produktivitas pertanian dan peningkatan ketidak-amanan pangan. Sistim-sistm pertanian yang rawan selama epidemik HIV ditunjukkan oleh pemintaan tenaga kerja yang sangat musiman, pengkhususan yang tinggi sehubungan dengan kelamin dan umur (sebagian besar pengetahuan didasarkan pada jender dengan transfer pengetahuan dari ibu kepada puterinya dan ayah kepada puteranya), ketergantungan yang tinggi terhadap masukan tenaga kerja dan daya tahan tenaga kerja yang rendah sebagai modal. Kebalikannya, sistimsistim pertanian yang memiliki daya tahan ditunjukkan oleh tanah yang subur, curah hujan yang merata dan keaneka-ragaman hasil pertanian. Dengan demikian, strategi dari sektor pertanian hendaknya berfokus pada hal-hal berikut ini : x
Teknologi-teknologi yang hemat tenaga kerja dan praktek-praktek yang akan mengadaptasikan pertanian pada kondisi-kondisi baru sebagai akibat HIV/AIDS.
x
Pertanian dengan masukan yang rendah dan varitas baru dari bibit-bibit dan hasil-hasil pertanian untuk mengembangkan pertanian; hal-hal ini akan lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang terkena dampak AIDS, yaitu dirancang untuk menghadapi pemiskinan;
x
Memproduksi bibit-bibit yang mungkin menghasilkan lebih sedikit tetapi memiliki musim tanam yang lebih fleksibel, agar waktu yang hilang tidak berarti hilangnya hasil pertanian yang sepanjang satu tahun;
x
Pengetahuan mengenai pertanian perlu dimasukkan ke dalam sistem pendidikan formal untuk masyarakat dalam rangka memelihara dan mentransfer pengetahuan ke generasigenerasi berikutnya.
x
Ketidak-setaraan jender merupakan faktor utama dalam penyebaran HIV. Dalam hal ini, akses pada tanah adalah relevan : sebagai contoh, seorang janda yang ditinggalkan tanpa memiliki akses pada pemilikan tanah yang disebabkan karena suaminya meninggal, hanya memiliki sedikit kemungkinan untuk memperoleh penghasilan, yang dapat mendorongnya untuk menjual dirinya agar memperoleh penghasilan, dan dengan demikian membuatnya lebih rawan terhadap infeksi HIV.
x
Nutrisi yang baik di daerah-daerah yang terkena dampak HIV/AIDS akan memastikan jangka waktu yang lebih lama antara saat terkena virus dan perkembangannya menjadi AIDS. Disamping itu, perbedaan antara anak-anak yang menjadi yatim pada umur 7 atau umur 17 akan mempengaruhi kemungkinan mereka untuk dapat mencapai masa depan dengan pendidikan dan perawatan yang lazim. Selanjutnya, karena orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS memiliki kebutuhan nutrisi yang sangat khusus, pertanian dapat membantu menyediakan kebutuhan-kebutuhan nutrisi khusus tersebut;
x
Kegiatan-kegiatan mikro-finansial yang inovatif hendaknya diciptakan di sektor pedesaan. Jaringan-jaringan pengaman, kredit-kredit dan pengamanan sosial hendaknya dipertimbangkan kembali agar dapat memenuhi kebutuhan dari para anggota masyarakat yang paling memerlukannya;
8
x
Pengembangan-kapasitas kelembagaan dari institusi-institusi lokal dan nasional yang relevan hendaknya dilakukan. HIV berdampak pada pembangunan pedesaan dengan cara memperlemah institusi-institusi yang diperlukan bagi pengaman pangan. Asosiasiasosiasi pertanian serta institusi-institusi informal lain tergantung pada waktu yang dimiliki orang-orang; jika suatu epidemik terjadi, maka orang tidak memiliki waktu untuk dapat bertahan, terlebih-lebih untuk berpartisipasi dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Terdapat angka yang senantiasa meningkat dari masyarakat pedesaan yang terdiri dari mereka yang masih sangat muda dan yang berusia lanjut. Adalah penting untuk mempertimbangkan kembali pelayanan perluasan pertanian agar sesuai dengan jenis pekerjaan pertanian yang dapat dilakukan oleh mereka yang masih sangat muda atau yang berusia lanjut, yang untuk sebagian besar adalah buta huruf. Pertanian menyediakan suatu kesempatan yang baik untuk menjadi “mesin” yang menarik mereka yang masih muda dan yang berusia lanjut agar dapat keluar dari kemiskinan.
9
C.
Keaneka-ragaman agrobio serta pengetahuan setempat untuk mengurangi dampak HIV/AIDS Joseph Gari dan Marcela Villarreal
Istilah keaneka-ragaman agrobio terdiri dari suatu kumpulan sumber daya biologis, keanekaragaman (termasuk keaneka-ragaman hasil pertanian, tumbuh-tumbuhan pengobatan dan peternakan, yang tergantung pada pengetahuan asli. Seringkali, pertanian merupakan satusatunya sumber daya yang tertinggal dalam masyarakat yang terkena HIV/AIDS. Akan tetapi, sumber daya lokal yang tersedia ini seringkali terabaikan. Pengabaian ini adalah akibat dari modernisasi. Modernisasi pertanian mendorong keluar sumber daya yang diproduksi secara lokal dan merupakan penghasil yang rendah. Kehilangan sumber daya lokal seperti ini dapat menyebabkan dampak yang negatif pada suatu masyarakat. Strategi keaneka-ragaman agrobio mencakup enam komponen : (a) melindungi hasil pertanian tradisional yang telah diabaikan dan kurang-dimanfaatkan; (b) penganeka-ragaman pertanian; (c) kebun-kebun rumah; (d) tanaman-tanaman liar sebagai pangan; (e) tanaman-tanaman untuk pengobatan; dan (f) sistim-sistim bibit. Hasil pertanian tradisional yang diabaikan dan kurang-dimanfaatkan adalah hasil-hasil pertanian yang tersedia secara lokal dan teradaptasi pada kondisi-kondisi dan risiko-risiko agro-ekologis secara lokal. Hasil-hasil pertanian ini mengandung nutrisi yang baik dan seringkali hanya memerlukan masukan tenaga kerja yang rendah akan tetapi menyediakan kemungkian pengelolaan tenaga kerja yang lebih baik. Hasil-hasil ini mewakili sumber daya penyediaan pangan yang fleksibel dan dengan mudah dapat diawetkan. Hasil-hasil ini menyediakan suatu sumber penghasilan dan teradaptasi pada dinamika kultur serta kebiasaankebiasaan pangan lokal. Tanaman ini menghasilkan cukup banyak bibit-bibit tanpa menyebabkan ketergantungan pada sumber-sumber daya dari luar. Tabel 1. Beberapa hasil pertanian tradisional yang terabaikan dan kurangdimanfaatkan Nama umum
Nama ilmiah
Ciri-ciri khusus untuk mengurangi AIDS
Beras Afrika
Oryza glaberrima
Teradaptasi pada habitat dengan jangkauan yang luas, kebutuhan tenaga kerja yang rendah, musim tanam yang fleksibel, persediaan pangan yang lebih cepat dalam keadaan darurat
Amaranth
Amaranthus spp.
Memerlukan tenaga kerja yang rendah, juga ditemukan di alam liar, mengandung protein dan mikro-nutrisi
Kacang bambara
Vigna subterranea
Mentoleransi kekeringan dan tanah yang tidak subur, memiliki khasiat penyubur tanah, mengandung protein
Cassava
Manihot esculenta
Dapat beradaptasi dengan tanah yang tidak subur, fleksibel dalam keperluan tenaga kerja, terdapat kemungkinan untuk antar-panen
Cowpea
Vigna anguiculate
Mengandung mikro-nutrisi, mentoleransi kekeringan, mengikatnitrogen, terdapat kemungkinan untuk panen-seling
Diversifikasi pertanian tidak berarti untuk mengatakan kepada para petani agar menanam berbagai jenis yang berbeda. Sebenarnya, hal ini berarti mengadakan suatu dialog yang efektif antara sistim-sistim pertanian yang asli dan penelitian agro-ekologis. Hal ini memerlukan suatu kebijakan yang mendukung dan lingkungan program yang mempromosikan dasar pengetahuan genetik yang asli untuk pelatihan dan eksperimentasi partisipasi.
10
Mempromosikan kebun-kebun di rumah memiliki berbagai keunggulan. Kebun-kebun di rumah dapat dikelola berdekatan dengan rumah, dengan demikian meniadakan perlunya para petani untuk pergi ke kebun-kebun yang jauh letaknya. Kebun-kebun di rumah menyediakan keaneka-ragaman nutrisi dan hanya memerlukan masukan tenaga kerja yang rendah. Tanaman dapat dirancang untuk kebutuhan nutrisi yang khusus bagi orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS. Tabel 2. Hasil pertanian kebun rumah terpilih. Soroti, Uganda Nama lokal
Nama Inggris
Mikro-nutrisi
Atungulu
Bawang
Vitamin C
Avokado
Adpokat
Vitamin A
Eboga, dodo
Amaranth
Kalsium, Vitamin A
Eboo, boyo
Cowpea
Kalsium, Folic Acid, Besi, Vitamin A
Ecadoi, akeu
Kumis kucing
Vitamin A
Mapera
Guava
Vitamin A dan C
Tanaman pangan liar untuk sebagian besar tersedia bagi kelompok-kelompok yang hidup di ekosistim-ekosistim yang gersang dan semi-gersang. Keberadaan tanaman-tanaman ini sangat penting, terutama selama kekurangan pangan seperti yang disebabkan oleh kekeringan. Pangan di alam liar umumnya dikumpulkan oleh para wanita. Pada saat-saat darurat, tanaman liar kadang-kadang menjadi satu-satunya sumber nutrisi. Beberapa tanaman liar kaya akan mikro-nutrisi dan juga dapat dipanen dan dengan demikian adalah suatu sumber penghasilan. Tingkat masukan tenaga kerja bervariasi, tergantung seberapa jauh seseorang harus berpergian untuk mengumpulkan tanaman seperti itu. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, para wanita harus memainkan peran kunci karena mereka memiliki pengetahuan mengenai sumber daya pangan seperti ini dan hal tersebut merupakan peran tipikal mereka di masyarakat untuk memperoleh pangan. Pengetahuan asli merupakan kunci dan jika memilikinya maka dapat berarti kelangsungan hidup untuk banyak kelompok. Tanaman obat telah dipergunakan dengan sukses untuk mengurangi gejala-gejala HIV/AIDS di Thailand dan negara-negara lain di Asia Tenggara, yang memiliki habitat-habitat yang hampir sama untuk berbagai tanaman.2 Kementerian Kesehatan Masyarakat Thai mendukung pengunaan klinis jamu lokal Thai, sebagai contoh, di Rumah Sakit Mae Chan di Chiang Rai. Para pendeta Buddha menanam tanaman jamu di kebun-kebun mereka dan para dokter menyadari bahwa jamu-jamu ini bermanfaat untuk meringankan gejala-gejala orangorang yang hidup dengan HIV/AIDS. Para ahli farmasi di klinik-klinik Rumah Sakit tersebut telah diberi pelajaran mengenai cara penggunaan tanaman jamu ini. Pada tiap hari Rabu di Rumah Sakit Komunitas Mae Chan, orang-orang mengumpulkan tanaman jamu yang telah mereka peroleh untuk dikeringkan dan kemudian membungkusnya. Hal ini menyediakan sarana untuk bertukar informasi dan membentuk dukungan masyarakat, serta merupakan contoh yang praktis dan baik mengenai kerjasama Selatan-Selatan. Tanaman-tanaman jamu medis ini juga memberikan akses kepada masyarakat untuk penyembuhan gejala dengan biaya murah.
2
Nama-nama lokal tanaman jamu Thai yang digunakan untuk tujuan ini telah disusun dalam Indigenous South East Asian Herbal Remedies: Symptomatic Relief for People Living with HIV/AIDS, UNDP-SEAHIV, August 2002,
11
Tabel 3. Tanaman-tanaman obat untuk mengobati gejala-gejala yang menyertai infeksi HIV Nama lokal di Afrika
Nama ilmiah
Golongan tanaman
Untuk mengobati
Akasogaasoga
Ricinus communis
Euphorbiaceae
Herpes zoster
Kibwankulata
Iboza multiflora
Labiatae
Herpes zoster
Lukandwa
Securinega virosa
Euphorbiaceae
Herpes zoster
Luwoko
Phytolacca dodecandra
Phytolaccaceae
Herpes zoster
Mutulika
Phyllanthus guineensis
Euphorbiaceae
Herpes zoster
Embutamu
Hydrocotyle mannii
Umbelliferae
Penyakit2 diarrhoeal
Enkami
Priva cordifolia
Verbenaceae
Penyakit2 diarrhoeal
Sistim-sistim bibit masyarakat mempromosikan pengamanan bibit dengan memastikan bahwa masyarakat memiliki akses yang cukup pada suatu keaneka-ragaman bibit. Contoh dari pengamanan bibit pada tingkat lokal adalah : (a) bank bibit masyarakat untuk pertukaran bibit; (b) pekan-pekan raya bibit pedesaan; (c) kapling-kapling perkalian bibit pada pertanian; (d) berpartisipasi dalam pengembang-biakan tanaman; (e) meningkatkan praktekpraktek pengawetan bibit yang asli; (f) infrastruktur penyimpanan bibit yang berukuran kecil; dan (g) transfer teknologi bibit yang tepat. Dengan memperkokoh pengetahuan asli dan agro-ekologis, dampak-dampak negatif untuk masyarakat yang terkena AIDS dapat dikurangi. Mereka yang telah berumur dapat memainkan peran yang penting karena mereka memiliki pengetahuan yang harus ditransfer ke generasi yang lebih muda, dengan demikian membuat mereka yang masih muda lebih memiliki bekal untuk menghadapi masa depan.
D.
Teknologi hemat-tenaga kerja di rumahtangga-pertanian3
Jacues du Guerny Dampak dari HIV/AIDS pada rumahtangga-pertanian sebagai unit tunggal produksi, reproduksi dan konsumsi dapat dipandang sebagai pengurangan sumber daya manusia. Di tanah-tanah milik yang kecil, faktor yang penting sekali untuk penyambung-hidup unit ini adalah tenaga kerja, yang telah diserang oleh HIV/AIDS. Adalah dalam konteks seperti ini di mana teknologi-tehnologi hemat-tenaga kerja dapat membantu untuk mengkompensasikan pengurangan tenaga kerja yang disebabkan oleh penyakit dan kematian.Masalahnya adalah bagaimana ketersediaan tenaga kerja yang masih ada dapat dimanfaatkan dengan efektif untuk menggantikan yang hilang dan untuk memelihara pertanian-rumahtangga agar dapat menghindari kehancuran, sambil memastikan pengamanan pangan bagi para anggotanya. Selanjutnya, sehubungan dengan perubahan-perubahan yang telah diduga dalam struktur dan komposisi pertanian-rumahtangga sebagai akibat dari kematian-kematian AIDS, peran dari teknologi-teknologi hemat-tenaga kerja dalam menghindari jatuhnya rumahtangga-pertanian atau dalam menunda akibat seperti itu perlu dieksplorasi. Istilah teknologi-teknologi hemat-tenaga kerja ditentukan oleh laureate Nobel sebagai berikut : “teknologi-teknologi dipahami dalam pengertian yang luas sebagai metoda-metoda dan masukan-masukan yang dipergunakan dalam produksi pertanian, seperti misalnya praktekpraktek pengolahan, varitas-varitas, pola-pola panen, penggunaan pupuk, peralatan, metoda-
3
Presentasi, yang merupakan tugas oleh FAO, dengan singkat diringkas di sini karena telah dikembangkan dan diterbitkan sebagai makalah bersama FOA/UNDP-SEAHIV; Jaques du Guerny, Menghadapi Tantangan HIV/AIDS pada Pengamanan Pangan: Peran dari Teknologi-teknologi Hemat-Tenaga Kerja di Pertanian-Rumahtangga, Desember 2002. .
12
metoda hasil panen.”4 Teknologi-teknologi hemat-tenaga kerja, oleh karena itu, bukanlah suatu hal yang sederhana untuk memakai sebuah cangkul yang efisien, tetapi mencakup seluruh lingkaran produksi beserta semua komponennya secara holistik. Teknologi hemattenaga kerja berarti pengurangan waktu dan energi yang dikeluarkan per unit pekerjaan. Akan tetapi, pengetahuan dan sumber daya diperlukan untuk memperkenalkan hemat-tenaga kerja dalam unit rumahtangga- pertanian dan dalam sistim pertanian, dan dengan demikian menciptakan suatu peran untuk kebijakan dan/atau pemerintah, LSM-LSM dan sektor swasta. Dari perspektif ini, sebagaimana ditampilkan dalam angka berikut ini, teknologi hemat-tenaga kerja mencakup tiga komponen pada dua tingkat. Pada tingkat rumahtangga-pertanian dan tingkat sistim pertanian; (a) waktu yang tersedia dan dimanfaatkan untuk bekerja; (b) energi yang tersedia dan diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas; dan (c) pengetahuan dan uang kontan yang diperlukan untuk memperoleh dan melaksanakan. Gambar 2.Komponen-komponen dari teknologi- teknologi hemat-tenaga kerja Sistim-sistim pertanian
Rumahtangga-pertanian
Waktu
Energi
Pengetahuan dan uang kontan
Waktu Rumahtangga-pertanian adalah sensitif terhadap kematian-kematian AIDS yang tergantung pada keperluan tenaga kerja dari sistim pertanian yang dipergunakan pada rumahtangga itu.5 Satu area dari intervensi kebijakan agar dapat ditujukan pada sistim-sistim pertanian yang rawan serta kebutuhannya akan tenaga kerja untuk menyediakan bantuan dalam penggunaan teknologi yang tidak terlalu menuntut tenaga kerja. Kalkulasi dari suatu perimbangan tenaga kerja dapat menentukan waktu yang tidak terserap oleh pertanian atau pekerjaan domestik. Waktu yang tersisa ini dapat dimanfaatkan sebagai cadangan pada saat menghadapi kebutuhan tenaga kerja diluar dugaan; jumlah dari waktu tambahan ini tergantung pada tipe sistim pertanian yang terkait. Meningkatkan perimbangan waktu ini dapat memungkinkan rumahtangga-pertanian ini menghadapi goncangan-goncangan seperti kematian karena AIDS, namum hanya hingga suatu titik tertentu, seperti misalnya dalam sistim-sistim pertanian tertentu, para wanita memiliki lebih sedikit waktu yang dapat dimanfaatkan daripada pada sistim-sistim yang lain, dan kemungkinan untuk realokasi adalah terbatas, seringkali dengan biaya imbal-balik tertentu, misalnya pekerjaan para pemuda dan anak-anak. 4
Dari Theodore W. Schultz, Teori-teori Pengembangan Pertanian. Perubahan Teknologi, tanpa tanggal . 5
Sistim pertanian : “ suatu populasi dari sistim-sistim pertanian yang memiliki dasar-dasar sumber daya yang secara luas hampir sama, pola-pola perusahaan, lingkungan hidup rumahtangga dan kendala-kendala; dan untuk mana strategi-strategi pengembangan dan intervensi-intervensi yang hampir sama adalah tepat”. John dixon, Aidan Gulliver dengan David Gibbon, Sistim-sistim Pertanian dan Kemiskinan – Meningkatkan Lingkungan Hidup Para Petani dalam sebuah Dunia yang Berubah, FAO dan Bank Dunia, Roma dan Washington DC, 2001.
13
Energi Di samping kendala-kendala waktu, juga terdapat kendala-kendala energi. Di dalam suatu rumahtangga hanya tersedia jumlah energi yang terbatas, tergantung pada jumlah, jenis kelamin dan umur dari para anggotanya, untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pertanian dan domestik. Di dalam keluarga, suami dan isteri harus menyediakan cukup energi untuk memberi makan dan memelihara semua anggota keluarga yang lain. Jika salah satu dari mereka meninggal, seluruh keluarga akan menderita karena tidak ada yang dapat mengkompensasi hilangnya satu orang yang produktif tersebut. Secara khusus dampaknya dapat menjadi penting pada puncak musim pertanian. Seringkali, sistim-sistim pendukung masyarakat, yang didasarkan pada pertukaran pelayanan atau tenaga kerja, tidak berlaku bagi orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS, karena seringkali mereka tidak dapat “membayar kembali” siapapun untuk bantuan yang diterimanya. Oleh karena itu, nutrisi adalah penting untuk dapat mempertahankan tenaga kerja yang aktif yang diperlukan untuk menjalankan pertanian-rumahtangga. Sebagai contoh, teknologi-teknologi hemat-tenaga kerja adalah penting sekali untuk tugas-tugas seperti mengambil air dan bahan bakar karena tugas-tugas ini memerlukan banyak waktu dan energi. Jika seorang anggota keluarga meninggal, maka kegiatan-kegiatan ini harus dikurangi. Dengan demikian maka pangan akan dipersiapkan dengan kurang baik dan kebersihan akan menurun. Pengetahuan dan uang kontan Teknologi hemat-tenaga kerja memerlukan sumber daya pengetahuan maupun sumber daya finansial. Dukungan dari luar mengenai hal ini adalah mutlak karena seseorang tidak mungkin melaksanakan semua tugas-tugas dasar seorang diri. Kemitraan dengan sektorsektor lain merupakan suatu keharusan. Rumahtangga-pertanian Rumahtangga-pertanian tidak tetap dalam istilah ukuran dan komposisi. Terdapat evolusi alamiah dalam ukuran dan komposisi, pada awalnya melalui formasi keluarga dan kemudian dengan perginya anak-anak, dsb., untuk mana masyarakat telah diperlengkapi. Akan tetapi, jika HIV/AIDS berdampak pada sebuah rumahtangga-pertanian, maka unit sosial keluarga akan melalui suatu proses penurunan, di mana dengan setiap kematian, setiap tahap penurunan yang berikut akan lebih buruk dari yang terdahulu. Oleh karena itu, maka adalah penting untuk memperkenalkan tehnologi-tehnologi hemat-tenaga kerja sedini mungkin, sebelum rumahtangga-pertanian yang telah melemah mencapai tahap pada mana mereka tidak lagi dapat melakukan pekerjaan. Akan tetapi, tidak mudah untuk memperkenalkan suatu tehnologi karena sifat sumberdayanya yang intensif. Sistim-sistim pertanian Sistim-sistim pertanian yang ada pada saat ini adalah rawan terhadap kendala-kendala tanaga kerja. Oleh karena itu, tantangan yang disebabkan oleh HIV/AIDS dalam istilah tenaga kerja menghendaki bahwa kebijakan-kebijakan pertanian harus diperiksa-ulang agar sistim-sistim pertanian dapat dibuat lebih lentur melalui pengenalan teknologi-teknologi hemat-tenaga kerja. Sebagai ringkasan, teknologi-teknologi hemat-tenaga kerja dapat memainkan peran yang penting untuk membantu rumahtangga-pertanian agar dapat bertahan dalam krisis yang panjang, seperti yang disebabkan oleh HIV/AIDS. Memperkenalkan teknologi-teknologi yang hemat-tenaga kerja adalah intensif-sumberdaya, akan tetapi untuk memperoleh sumberdaya-sumberdaya tersebut untuk tingkat tertentu
14
tergantung pada nilai yang diberikan, baik kepada para individu di dalam rumahtanggapertanian dan kontribusi mereka pada ekonomi nasional melalui produksi pertanian dan melalui kepastian pengamanan pangan secara nasional.
E.
Mengurangi kebutuhan tenaga dan tenaga kerja melalui inovasi teknologi Josef Kienzel, Insinyur Pertanian, Pelayanan Teknologi Teknik Prtanian dan Pangan, FAO
Di sebuah pertanian terdapat tiga tipe energi : (a) tenaga traktor; (b) tenaga hewan penarik; dan (c) tenaga otot manusia, atau tenaga kerja manual. Di sub-Sahara Afrika, kira-kira duaper-tiga dari tenaga pertanian yang tersedia adalah tenaga manusia. Akan tetapi, sumber tenaga ini sedang menciut yang disebabkan oleh HIV/AIDS, meskipun kebutuhan pada tenaga manual ini sedang meningkat. Solusi tidak mudah diperoleh. Skema-skema traktor yang dilakukan oleh Pemerintah telah gagal, karena para petani pedesaan tidak mampu untuk membelinya. Penggunaan tenaga hewan penarik juga sedang menurun. Orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS menjual hewan ternak mereka agar memperoleh penghasilan tambahan untuk dapat mengobati para keluarga yang terinfeksi. Pelayanan Teknologi Teknik Pertanian dan Pangan dari FAO sedang mendorong kementerian-kementerian pertanian untuk meninjau-kembali hubungan antara krisis HIV/AIDS dan tenaga pertanian yang tersedia. Departemen-departemen pertanian dan mekanisasi pertanian seringkali tidak terkait dengan dampak HIV/AIDS pada tenaga kerja pertanian dan basis tenaga pertanian. Suatu studi bersama antara IFAD/FAO mengenai teknologi-teknologi hemat-tenaga kerja dan praktek-prakteknya telah dilaksanakan untuk mengidentifikasi kekurangan akan tenaga kerja dan tenaga di masyarakat pedesaan, strategi-strategi untuk menanggulanginya pada saat ini dan teknologi-teknologi dan praktek-praktek hemat-tenaga kerja yang potensial. Studi ini menemukan bahwa intervensi tingkat rumahtangga mungkin sebagai contoh adalah mempromosikan kompor-kompor yang hemat-energi dan alat-alat memasak tanpa api, penggunaan hewan sebagai transportasi, menanam hasil panen berupa pepohonan, praktekpraktek panen dan pertanian atap-air, yang tidak terlalu intensif-tenaga kerja. Hal-hal ini mencakup peralatan dengan tangan yang lebih ringan dan dengan kualitas yang lebih baik, pengelolaan permukaan tanah untuk membasmi rumput liar atau perkenalan pada panen dengan tenaga kerja yang kurang intensif. Akan tetapi, strategi-strategi intervensi teknologi seperti ini memerlukan pelatihan, bantuan teknik dan infrastruktur yang mendukung. Seringkali bukan teknologi itu sendiri akan tetapi faktor-faktor budaya dan tradisi, atau biaya tinggi untuk membeli masukan-masukan teknologi, yang menghalangi adopsi teknologi tersebut. Terdapat tiga bidang utama dalam intervensi : x
Bekerja dengan sistim-sistim yang telah ada pada saat ini dan sumber-sumber daya untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja dengan meningkatkan kesehatan dan nutrisi;
x
Menyederhanakan tugas-tugas pada saat ini atau menarik sumber-sumber daya tambahan ke dalam sistim dengan menggunakan lebih banyak tenaga pertanian serta peralatan dan pelaksanaan yang lebih efektif dan tahan lama;
x
Mengembangkan sistim-sistim panen yang baru, misalnya, praktek-praktek pengolahan yang diturunkan.
Praktek-praktek pengolahan yang diturunkan, yang dikenal sebagai “konservasi pertanian”, adalah inovasi-inovasi untuk menghemat tenaga kerja dan tenaga pertanian. Dengan menggunakan pertanian konservasi, tanah dengan sengaja dibiarkan tertutup oleh jerami, sisasisa panen atau penutup panen yang khusus yang dapat membasmi rumput liar dan
15
mengkonservasi kelembaban. Dengan memperkenalkan panen yang berganti-ganti, termasuk panen penutup tanaman polong dan panen pepohonan, meningkatkan kesuburan tanah. Sistim pertanian seperti ini, yang berevolusi di bagian selatan Brazil untuk memerangi erosi tanah yang hebat serta penurunan kesuburan tanah, telah mengurangi kebutuhan pada tenaga pertanian. Sistim ini memiliki potensi untuk menjadi tanggapan yang dapat mengurangi tenaga pertanian dan krisis tenaga pertanian yang diakibatkan oleh HIV/AIDS. Studi yang dilakukan di Republik Persatuan Tanzania dalam tahun 2002 berfokus pada obyektif-obyectif berikut ini : x
Untuk menentukan aspek hemat-tenaga kerja dari konservasi pertanian;
x
Untuk menentukan situasi; di mana praktek-praktek seperti itu sesuai untuk diadopsi dan penggunaan yang dapat ditopang oleh kelompok-kelompok yang rawan tanpa terlalu memaparkan mereka terhadap terlalu banyak risiko sehubungan dengan pengamanan pangan mereka sendiri dan stabilitas dari lingkungan hidup mereka;
x
Untuk mengidentifikasi kendala-kendala yang potensial, yang dapat menghambat adopsi praktek-praktek hemat-tenaga kerja pertanian dan cara-cara untuk mengatasi kendalakendala ini.
Tantangan-tantangan umum untuk memperkenalkan teknologi hemat-tenaga kerja adalah pemberian pengetahuan, pertukaran dan transfer (secara lokal, nasional, di kawasan, dan Selatan-Selatan). Transfer pengetahuan dapat difasilitasi oleh FAO dalam kerjasama dengan perwakilan-perwakilan lain melalui intervensi lapangan yang khusus. Sebuah tantangan yang lain adalah meningkatkan pendekatan-pendekatan teknologi hemattenaga kerja yang inovatif agar dapat ditransformasikan dari suatu proyek perintis menjadi adoptasi tingkat-negara. Hal ini akan memerlukan komitmen donor agar dapat memastikan introduksi yang sukses dan dapat ditopang serta adoptasi dari teknik-teknik hemat-tenaga kerja. Suatu campuran dari pendekatan-pendekatan berpartisipasi dari pengembanganteknologi dengan bantuan teknik yang seharusnya adalah penting. Para pengusaha lokal yang berukuran kecil harus dilibatkan dalam proses pengembanganteknologi pertanian yang baru dan inovatif. Tantangan-tantangan ini adalah cara untuk bekerja dengan rumahtangga-rumahtangga yang terkena HIV/AIDS dan kelompok-kelompok yang rawan seperti para yatim, para janda dan rumahtangga yang dikelola oleh seorang kakek (nenek). Adalah penting untuk mematahkan lingkaran setan dari keengganan dan kehilangan harapan, yang merupakan gejala umum di daerah-daerah pedesaan di mana HIV sangat merata. Mungkin pengenalan cara-cara pertanian yang baru dan inovatif akan memfasilitasi peluncuran kembali para petani yang berkomitmen, yang pada gilirannya akan membantu mencegah infeksi HIV/AIDS baru diantara kaum muda.
16
III.
PRESENTASI-PRESENTASI NEGARA
Negara-negara yang berpartisipasi dalam konsultasi mempresentasikan informasi yang spesifik mengenai status epidemi HIV/AIDS terkini, dampak-dampaknya pada pertanian, solusi-solusi atau tindakan-tindakan yang telah diambil serta tantangan-tantangan yang mereka hadapi.
A. Negara-negara Afrika I.
Ethiopia
Kasus HIV pertama di Ethiopia dilaporkan pada tahun 1984; kasus AIDS pertama pada tahun 1986. HIV mulai menyebar pada akhir dasawarsa 1980-an dan menjelang pada tahun 2002, tingkat penyebaran diantara orang dewasa adalah 7.6 persen. Sejak tahun 2002, terdapat 2,8 juta orang yang terinfeksi HIV, termasuk diantaranya 390.000 anak-anak yang berusia di bawah lima tahun. Secara global, Ethiopia berada pada peringkat ke enambelas teratas di dunia dalam hal penyebaran serta berada pada peringkat ketiga dalam hal orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS. Pada tahun 1987, sebuah program pengendalian AIDS nasional dibentuk oleh Kementerian Kesehatan. Pada tahun 1998, Pemerintah melancarkan kebijakan nasional mengenai HIV/AIDS. Sejak itu, suatu perubahan sikap yang signifikan telah teramati pada wanita muda dengan usia diantara 15 dan 24. Sebuah estimasi baru-baru ini dari Pengamatan Pengawasan Perilaku (BSS-Behavioural Sentinel Surveillance) memperkirakan bahwa 98 persen dari penduduk memiliki kesadaran mengenai HIV/AIDS serta mengetahui mengenai paling tidak satu cara untuk mencegahnya. Namun masyarakat yang hidup di pedesaan masih berisiko tinggi. Menurut BSS, 100 persen diantara para petani dan 86 persen diantara para peternak yang disurvei dilaporkan pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah tanpa pengaman. Pertanian merupakan aliran utama dari ekonomi Ethiopia dan menyediakan pekerjaan bagi 85 persen dari penduduk. Produksi didominasi oleh para petani berskala kecil yang melaksanakan pekerjaan dengan cara masukan rendah, keluaran rendah, bergantung pada hujan, pertanian campur dengan menggunakan teknologi-teknologi tradisional, dengan demikian mengakibatkan bahwa mereka bergantung pada cuaca. Pada saat ini, HIV/AIDS mengurangi keberhasilan-keberhasilan pertanian di masa lalu. Dampak dari epidemik HIV/AIDS pada pertanian mencakup berkurangnya pekerja sawah dan pengiriman uang serta kerugian tidak langsung sehubungan dengan perawatan untuk mereka yang sakit dan berkurangnya masukan. Petani-petani Ethiopia sering menjual ternak dan sumberdaya produktif yang lain untuk membayar biaya pengobatan dan biaya pemakaman. Biaya untuk upacara kematian dan pemakaman sebesar ETB 2.5006, telah melemahkan ekonomi di mana pemasukan rata-rata diperkirakan hanya sebesar 70 ETB per bulan7. HIV/AIDS mengancam keamanan persediaan pangan rumahtangga dan masyarakat dengan cara memaksa rumahtangga mengurangi aset seperti ternak dan uang simpanan untuk membayar biaya pengobatan. Dalam jangka panjang, transfer pengetahuan dan keterampilan lokal dari satu generasi ke generasi yang lain juga terancam. Ethiopia merupakan sebuah negara dengan tingkat buta huruf yang tinggi. Transfer langsung pengetahuan produksi pertanian antara orang tua dan anak-anak merupakan suatu sumber penting untuk menjaga basis pengetahuan seperti itu. Para wanita pedesaan hanya memiliki sedikit hak milik dan pembagian pekerjaan didasarkan pada jenis kelamin. Rumahtangga yang dikepalai oleh wanita akan sulit memenuhi kebutuhan-kebutuhan pekerjaan produktif mereka. 6 7
US$ 1 = ETB 8.33. Kira-kira US$ 8.30.
17
Budaya dan perilaku tradisional di Ethiopia adalah beragam. Sayangnya, beberapa diantara budaya dan perilaku tradisional tersebut berkontribusi terhadap penyebaran HIV, terutama di daerah-daerah pedesaan: seperti mutilasi alat kelamin wanita, pernikahan dengan cara menculik, tonsilektomi dini, irisan pada kelopak mata serta menusuk perut anak-anak yang sakit. Institusi-institusi keagamaan, kesehatan dan pendidikan, program-program dan tindakan-tindakan hukum telah berada pada jalurnya untuk mendidik masyarakat, namun masalah-masalah masih tetap ada di daerah-daerah pedesaan. Kementerian Pertanian menawarkan sejumlah intervensi, termasuk pemberian informasi dan pendidikan, pengujian sukarela, perawatan dan dukungan, bantuan pada anak-anak yatim serta pelatihan bagi para pelatih untuk agen-agen pengembang. Daerah yang ditargetkan untuk intervensi adalah masyarakat pedesaan, staf pertanian serta sekolah-sekolah teknik. Ethiopia telah mengalami bencana kekeringan dan kekurangan pangan yang serius, yang memberikan kontribusi pada penyebaran HIV di daerah-daerah pedesaan. Hampir seperempat dari penduduk menderita kekurangan pangan. Sebuah penilaian mengenai dampaknya sangat diperlukan untuk menekan penyebaran dan dampak dari HIV/AIDS.
2.
Kenya
Pertanian merupakan aktivitas ekonomi yang dominan di Kenya, mencakup sekitar 30 persen dari seluruh GDP negara tersebut dan 70 persen dari penghasilan ekspor. Sekitar 80 persen dari rakyat Kenya tinggal di daerah-daerah pedesaan; dari jumlah ini 90 persen tinggal di daerah persawahan. Sektor ini mempekerjakan sekitar 50 persen dari seluruh tenaga kerja di kenya. Singkatnya, pertanian merupakan suatu sektor yang penting untuk ekonomi Kenya. HIV/AIDS merupakan tantangan yang paling serius untuk pembangunan pertanian. Di Kenya terdapat kurang lebih 2,2 juta orang yang hidup dengan HIV. Walaupun jumlah yang sebenarnya dari kasus AIDS di Kenya tidak diketahui, kasus-kasus yang dilaporkan pada saat ini hanyalah merupakan “puncak gunung es”. Frekuensi diantara orang dewasa adalah 13,3 persen, dengan orang dewasa yang tinggal di kawasan perkotaan sebesar 17,7 persen dan yang tinggal di pedesaan sebesar 13,3 persen. Mayoritas dari mereka yang terinfeksi berusia antara 15 dan 49 tahun. Kenya memiliki tingkat infeksi harian sebesar 500 orang, yang berarti 20 orang per jam terinfeksi dengan virus tersebut. Sekitar 700 orang meninggal per hari karena penyebab yang berhubungan dengan HIV/AIDS, atau setara dengan 30 orang per jam. Saat ini telah terdapat 1,5 juta anak yatim, yaitu anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun. Meskipun angka-angka statistik ini memprihatinkan tingkat kesadaran pada HIV/AIDS adalah 95 persen. Pada tahun 1999, AIDS telah dinyatakan sebagai bencana nasional. Dewan Pengendalian Nasional AIDS dibentuk untuk mengkoordinasi program pengendalian HIV/AIDS di negara tersebut. Kelima bidang prioritas yang teridentifikasi adalah sebagai berikuti : (a) penjelasan dan pencegahan; (b) perawatan serta pengobatan untuk pihak yang terinfeksi dan terkena dampaknya; (c) mengurangi akibat sosial-ekonomi dari HIV/AIDS; (d) penelitian, pemantauan serta evaluasi; dan (e) manajemen dan koordinasi. Tingkat ketidak-sehatan dan kematian karena HIV/AIDS berdampak negatif pada pertanian yang berskala kecil di Kenya. Dampak-dampak HIV/AIDS ini menurunkan tingkat aftif masukan tenaga kerja pertanian dan investasi pertanian rumahtangga; hal ini juga menurunkan aktivitas pertanian dan daerah pengolahan lahan. Pengetahuan dan keahlian asli mengenai sistem-sistem kebun rumah telah hilang. HIV/AIDS mempengaruhi jasa-jasa perluasan pertanian dan pertanian komerisal. Kerugian yang besar dalam pertanian sebagai akibat jumlah kematian dan hilangnya tenaga kerja telah teramati. Pada tahun 1995, hilangnya 45,000 orang per tahun mengakibatkan kerugian sebesar US$ 3 juta. Menjelang tahun 2010, berkurangnya tenaga kerja akan mengakibatkan kerugian sebesar US$ 29 juta.
18
Intervensi sektoral yang telah diadopsi adalah sebagai berikut: pembangunan kapasitas; pemekaan para pejabat pada semua tingkat, yang pada gilirannya diharapkan memekakan para petani secara berkesinambungan; distribusi kondom baik di tempat kerja dan di sawahsawah; distribusi bahan IEC khusus untuk sektor tersebut; serta intervensi gizi. Sebuah petunjuk intervensi gizi yang dikembangkan oleh FAO telah diadopsi dan pada saat ini sebuah petunjuk nasional sedang dikembangkan. Sistem-sistem baru yang sesuai dengan epidemik sedang dibahas, seperti pengenalan pada sistem-sistem pertanian yang tidak membutuhkan banyak tenaga kerja, mengadopsi panen yang kuat serta pemberian nasihat secara terus menerus mengenai perubahan tingkah laku diantara para petani. Sebagai bagian dari usaha penurunan kemiskinan, sebuah ‘taman pasar’ telah direkomendasikan, yaitu pemeliharaan kambing penghasil susu, penanaman sayuran serta menanami batas-batas lahan. Rekomendasi lain difokuskan pada penurunan dan pencegahan HIV/AIDS serta perpaduan antara pencegahan, perawatan dan penurunan. Adalah penting bagi sektor pertanian untuk tanggap terhadap HIV/AIDS untuk keuntungannya sendiri serta untuk pihak-pihak terkait dengan sektor tersebut secara lebih luas. Dengan memungkinkan para petani kembali ke cara-cara pertanian dan pola panen lahan yang lama, badan-badan pembangunan dan organisasi kemasyarakatan dapat membantu para petani mengurangi ketergantungan mereka pada pupuk penyubur dan pestisida, menyelidiki pilihan-pilihan yang membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja untuk mengurangi kelelahan serta sangat meningkatkan pola makan masyarakat lokal.
3.
Malawi
Pada saat ini, 87 persen dari penduduk Malawi berada pada sektor pertanian dan 80 persen dari bahan makanan negara tersebut dihasilkan dari pertanian, terutama jagung. Sebagian besar pemilik lahan kecil hanya mengelola tanah seluas kurang dari satu hektar. Para wanita mengerjakan 87 persen dari pekerjaan pertanian. Migrasi ke luar dari kaum pria memaksa para wanita untuk mengambil-alih tanggung- jawab tanpa memperoleh pelajaran mengenai keahlian-keahlian yang dibutuhkan, yang mengakibatkan tingkat produktivitas yang rendah. Sebagai akibat HIV/AIDS maka terdapat kekurangan tenaga kerja. Meningkatnya kematian dan penyakit juga berkontribusi pada penurunan produktivitas. Pertanian merupakan salah satu penyedia lapangan pekerjaan terbesar dalam sektor publik serta sebagai sumber penghidupan di negara tersebut. Akan tetapi, pertanian menderita akibat buruk karena penyakit dan kematian yang terjadi diantara para pekerja dan para petani. Pada tingkat institusi, karena para petani sering jatuh sakit dan kemudian meninggal, maka mengurangi kapasitas sektor pertanian untuk dapat tanggap terhadap tantangan. Rata-rata 25 orang anggota staf meninggal setiap bulannya. Dari 2.500 unit perluasan, 1.200 tidak memiliki tenaga kerja sebagai akibat dari HIV/AIDS. Tantangan-tantangan yang dihadapi adalah: (a) untuk memasyarakatkan pertimbangan jender sebagai tanggapan untuk mengurangi kerawanan pangan; (b) untuk mengarahkan kembali institusi-institusi sebagai akibat dari peningkatan ketidak-sehatan dan tingkat kematian; serta (c) untuk merancang tanggapan-tanggapan yang komprehensif.
4.
Mozambik
Pertanian merupakan salah satu aktivitas sosial-ekonomi yang paling utama di Mozambik. Pertanian menempati hingga 80 persen penduduk pedesaan. Pertanian di Mozambik didominasi oleh pertanian skala kecil. Pertanian skala kecil mempekerjakan 63 persen pria dan 92 persen wanita, mewakili lebih dari 80 persen produksi pertanian serta berkontribusi sebesar kurang lebih 25 persen dari keseluruhan GDP. Dominasi pertanian skala kecil berakibat pada produktivitas yang rendah secara menyeluruh antara penghasil-penghasil kecil serta melemahkan keamanan pangan rumahtangga.
19
Kasus HIV/AIDS pertama dilaporkan pada tahun 1986. Tanggapan pertama terhadap epidemik HIV/AIDS dimulai pada tahun 1988 dengan dibentuknya Program Nasional untuk Melawan HIV/AIDS di Kementerian Kesehatan. Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan mulai bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan pada akhir 2000 melalui pelatihan dari staf-staf teknik yang terpilih. Pada akhir tahun 1999, tingkat keterjangkitan HIV melebihi 13 persen, mewakili 1,2 juta orang dari keseluruhan 19,2 juta. Mozambik berada pada peringkat kesebelas diantara negaranegara yang paling terjangkit di dunia, dengan sekitar 700 orang yang terjangkit setiap harinya. Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan telah melaksanakan koordinasi institusional prioritas di di dalam dan di luar Kementerian tersebut serta mengidentifikasi kelompok-kelompok sasaran utama (badan-badan ekstensi serta ahli-ahli teknik lapangan yang lain, petani-petani muda pedesaan, para janda dan orang-orang yang positif HIV) disamping juga melaksanakan perencanaan dan pemberian dana. Sektor kepemilikan ternak kecil di Afrika memiliki peran yang sangat penting untuk dipergunakan dalam pembangunan dan terdapat kebutuhan untuk membangun penerimaan pusat-pusat kesehatan hewan pada masyarakat. VETAID adalah sebuah LSM yang bekerja dengan masyarakat miskin di pedesaan yang bergantung pada ternak untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan keamanan pangan serta memperkuat taraf hidup mereka. Adalah penting untuk dicatat bahwa kejutan-kejutan seperti bencana alam serta kecenderungan-kecenderungan seperti peningkatan insiden HIV/AIDS dan kendala-kendala musiman.
5.
Afrika Selatan
Departemen Nasional Program Tempat Kerja Pertanian Afrika Selatan mengembangkan kebijakan-kebijakan dan petunjuk-petunjuk untuk propinsi-propinsi dan kabupatenkabupaten. Mesin-mesin kondom “Condo-can” ditempatkan di seluruh bangunan milik Departemen tersebut dan sebuah “lilin harapan” dinyalakan selama setiap pertemuan manajemen. Komunikasi korporasi mencakup sebuah pesan mengenai HIV/AIDS, seperti misalnya sebuah slogan AIDS pada kop surat. Program tersebut melatih seorang rekan edukator internal untuk setiap 100 anggota staf. Program tersebut juga tleah membentuk suatu komite HIV/AIDS untuk sektor pertanian serta memperkuat strategi-strategi bagi pengamanan pangan, pengamanan dan produksi pertanian. Pemerintah Afrika Selatan telah memberi tanggapan dengan menyusun suatu strategi terpadu untuk pengamanan pangan, yang mencakup komponen-komponen untuk tanggapantanggapan multi-sektoral. Strategi tersebut mencakup membangun kapasitas institusi, memperluas kesempatan pendapatan, meningkatkan nutrisi, membangun “jaringan-jaringan pengaman” serta memanfaatkan sistem-sistem informasi manajemen yang tepat, dengan tujuan untuk mengurangi hingga separuh jumlah rumahtangga yang rawan pangan pada tahun 2015. Sebuah program khusus mengenai pengamanan pangan yang didukung oleh FAO dan Kementerian Pertanian; program tersebut difokuskan pada tingkat rumah tangga di masyarakat pedesaan, terutama di tiga daerah. Program Peduli Lahan Nasional beroperasi di lima propinsi. Tujuan dari program tersebut adalah untuk mengembangkan dan menerapkan pendekatan-pendekatan terpadu untuk mengeksplorasi sumber daya alam dengan cara yang adil, efisien serta dapat ditunjang. Program tersebut mempromosikan kompetisi diantara petani wanita untuk mendorong wanita menjadi produsen utama dari panen atau kebun-kebun rumahtangga.
20
Akibat dari HIV/AIDS pada pertanian adalah penting untuk menentukan dampak dari HIV/AIDS pada kehidupan masyarakat. Informasi sedang dikumpulkan mengenai tingkat permintaan yang mungkin timbul untuk komoditas-komoditas pertanian tertentu serta akibat HIV/AIDS pada srtruktur-struktur rumahtangga dan kapasitas produksi. Proyek-proyek lain termasuk Konser Telefood 2002, yang diluncurkan setelah delapan bulan kampanye pengumpulan dana dan kampanye kepedulian, yang menampilkan hubungan antara kelaparan, aktivitas ekonomi, penyakit dan kemiskinan. Suatu kerjasama telah dibentuk antara organisasi-organisasi pemerintah, organisasi-organisasi non-pemerintah dan komunitas mengenai krisis pangan tersebut. Bahan-bahan makanan yang tidak bisa musnah dikumpulkan oleh organisasi- organisasi keagamaan, seperti Proyek Mercy dan Anak-anak Harapan, untuk memperingati Hari Pangan Dunia. Proyek-proyek komunitas mendistribusikan tanamantanaman dan bibit-bibit (yang asli dan non-asli); proyek sekolah melibatkan para anggota staf untuk membantu siswa agar menanam pohon serta merencanakan dan mempersiapkan sebuah kebun sayuran. Program AIDS dari Departemen Urusan Pertanahan membuat intervensi-intervensi praktis berikut ini pada tahun 2001. Jaringan Kemiskinan Regional Afrika Selatan dan Pusat Jaringan HIV/AIDS menyelenggarakan seminar dengan tema “Akibat HIV/AIDS pada reformasi tanah” di KwaZulu-Natal pada tanggal 23 November 2001. Seminar tersebut membahas kebijakan dan strategi dalam memerangi epidemik pada program reformasi tanah di Afrika Selatan. Sebuah proyek perintis dilaksanakan di masyarakat Ntshongweni. Proyek ini menciptakan sebuah rencana pengembangan spasial yang terdiri dari dua elemen: (a) pengembangan perkotaan formal dengan pihak-pihak individu yang memperoleh hak atas lokasi jasa serta bahan-bahan untuk rumahtinggal, yang dibiayai melalui Dewan Perumahan Propinsi; dan (b) akusisi tanah yang lebih luas untuk perumahan dan pertanian. Sebuah konsultasi diadakan pada Juni 2002 dengan masyarakat Ntshongweni, dengan tujuan berbagi informasi mengenai HIV/AIDS serta implikasinya untuk proses reformasi tanah yang sedang dilangsungkan di Ntshongweni. Departemen Urusan Pertanahan menghadapi dua tantangan: pembangunan kapasitas untuk pihak-pihak terkait serta hilangnya kepemimpinan. Pihak-pihak terkait tidak memiliki kemampuan untuk keterlibatan yang berarti. Lebih jauh, Program Tempat Kerja dari Departemen Urusan Pertanahan sendiri memiliki tingkat keterjangkitan HIV sebesar 10-15 persen, terutama diantara para staf yang sering bepergian dan secara teratur bekerja lembur, serta para perencana yang seringkali berada jauh dari rumah. Orang-orang ini adalah yang paling rentan terinfeksi HIV. Semua staf telah melaksanakan pelatihan mengenai HIV, dengan fokus mengembangkan suatu cara berpikir yang positif. Seseorang yang hidup dengan HIV/AIDS telah dipekerjakan untuk mengembangkan sebuah program guna menghentikan prasangka dan diskriminasi, namun orang ini kemudian meninggal; dan dengan demikian program ini terhenti. Komunitas-komunitas staf pendukung yang menderita HIV/AIDS dengan cara mengadopsi sebuah komunitas untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan pribadi seseorang seperti makanan dan pakaian. Sebuah rencana strategis untuk Departemen tersebut telah memjadikan HIV sebagai sebuah prioritas. UNDP telah membantu para manajer Departemen untuk menciptakan pergeseran dalam cara berpikir. Hal ini membuat para manajer dapat mengamati fungsi yang mereka perankan dalam epidemik HIV. Dengan demikian, persiapan telah dilakukan untuk memadukan topik-topik HIV/AIDS ke dalam kebijakan-kebijakan dan program-program reformasi tanah.
21
6.
Republik Persatuan Tanzania
Penduduk negara ini yang berjumlah 33 juta menghadapi sebuah ancaman besar untuk kelangsungan hidupnya baik secara individu maupun secara nasional sebagai akibat dari epidemik HIV/AIDS. Tingkat keterjangkitan HIV adalah 12 persen. Pada akhir 1999, Presiden dari Republik Persatuan Tanzania mendeklarasikan epidemik HIV/AIDS sebagai “bencana nasional”. Kasus AIDS pertama dilaporkan pada tahun 1983. Kebijakan Nasional untuk menghadapi HIV/AIDS dibentuk pada November 2001 serta Komisi AIDS di bawah Kantor Perdana Menteri telah dibentuk. Sekitar 2 juta penduduk Tanzania hidup dengan HIV/AIDS; kurang lebih 80 persen dari mereka berada pada usia produktif 20-44 tahun. Sekitar 150.000 kasus-kasus AIDS telah dilaporkan secara resmi semenjak kasus pertama dilaporkan. Kementerian Kesehatan memperkirakan baha hanya satu dari lima kasus yang telah dilaporkan. Secara demografis, HIV telah meningkatkan tingkat kematian orang dewasa dan anak-anak; AIDS merupakan penyebab kematian utama diantara orang dewasa. Tingkat kematian anak menurun pada dasawarsa 1980-an serta awal 1990-an, akan tetapi kecenderungan ini telah berbalik sebagai akibat HIV/AIDS. Proporsi anak-anak yatim di bawah 15 tahun yang meningkat pesat adalah anak-anak yatim. Pada tahun 2001, 1,1 persen dari jumlah anak yatim kehilangan kedua orangtuanya; 6 persen tidak memiliki ayah dan 3,5 persen tidak memiliki ibu. Telah diperkirakan bahwa pada tahun 2010, sebagai akibat dari HIV/AIDS, harapan usia hidup akan menurun ke 47 tahun, dibandingkan dengan harapan usia hidup 56 tahun yang diproyeksikan, jika tidak ada AIDS. Para pasien yang menderita penyakit yang berhubungan HIV/AIDS juga menempati 50% dari seluruh tempat di rumah sakit. Akibat ekonomi dari HIV/AIDS secara keseluruhan masih sulit untuk diperkirakan. Tingkat pertumbuhan Produk Domestik Kotor (GDP-Gross Domestic Product) dari 1985 hingga 2010 menurun dari 3,9 persen per tahun tanpa AIDS menjadi 2,8-3,3 persen dengan AIDS. Sektor pertanian mengkontribusikan 50 persen ke GDP setiap tahunnya serta menyediakan pekerjaan untuk 80 persen dari seluruh penduduk. Hampir semua makanan yang dikonsumsi di negara tersebut dihasilkan oleh sektor pertanian. Dari 43 juta hektar tanah yang dapat ditanami, hanya 7 juta hektar yang secara konsisten ditanami. Karena pengolahan lahan membutuhkan tenaga kerja manusia, jika manusia tidak lagi mampu meLSMlah lahan karena HIV/AIDS, maka epidemik ini dapat mengakibatkan perubahan drastis dalam masyarakat dan ekonomi negara. Di bawah Departemen Kebijakan dan Perencanaan dari Kementerian Pertanian dan Keamanan Pangan, sebuah unit telah dibentuk untuk menuntun dan mengkoordinasi semua kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan yang berhubungan dengan HIV/AIDS. Sektor pertanian telah menempatkan Komite Teknis AIDS untuk mengawasi semua persoalan yang berhubungan dengan HIV/AIDS yang mempengaruhi kinerja sektor tersebut.
22
B. Negara-negara Asia 1.
Kamboja
Delapan puluh persen dari 12,6 juta penduduk Kamboja tinggal di daerah pedesaan. Kamboja menghadapi musim-musim kemarau, banjir, dan tekanan dari efek-efek globalisasi. Infrastruktur dan pengembangan teknologi, pergerakan penduduk serta epidemik HIV/AIDS adalah beberapa dari masalah-masalah lain yang dihadapi Kamboja. Dinamika epidemik telah berubah dalam beberapa tahun belakangan ini. Awalnya, penularan terjadi dari pekerja seks komersial (CSW – Commercial Sex Worker) wanita kepada pria. Pada saat ini penularan HIV/AIDS lebih sering terjadi dari suami kepada istri serta dari ibu ke anak daripada melalui CSW, yang bagaimanapun juga masih merupakan saluran penularan penting. Walaupun 90.000 orang telah meninggal dunia karena AIDS serta 160.000 orang saat ini terinfeksi oleh HIV, usaha-usaha gabungan dari LSM dan organisasi-organisasi pemerintah di Kamboja sejauh ini telah mencegah sekitar 700.000 orang dari infeksi. Diperkirakan, pada tahun 2010, seperempat juta orang akan meninggal dunia karena tidak memiliki akses pada obat-obatan antiretroviral. Tuberkulosis merupakan faktor penting karena menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi HIV. Faktor-faktor lain seperti menurunnya harga-harga beras, dari 360 ke 200 riels9 per kg, memaksa para petani meninggalkan pekerjaan mereka dan bekerja sebagai nelayan. Saat ini 50.000 orang bekerja secara ilegal di Thailand yang bersebelahan. Juga terdapat konteks sosial-budaya pada epidemik ini. Tingkat pendidikan sekolah diantara anak-anak perempuan lebih rendah dibandingkan anak-anak lelaki. Dengan demikian, tingkat buta huruf lebih tinggi pada anak-anak perempuan, yang membuat mereka lebih rawan terhadap infeksi HIV. Masyarakat Kamboja juga menghadapi peningkatan dalam kekerasan, perampokan, perkelahian, ancaman dan penyerangan. Dengan demikian, seseorang perlu melihat secara keseluruhan, tidak hanya pada HIV. Lebih dari sekedar masalah kesehatan yang dipertaruhkan: pemberdayaan masyarakat merupakan komponen yang paling penting dari program nasional Kamboja. Strategi-strategi untuk menganggapi respon HIV/AIDS termasuk pemberdayaan perorangan, keluarga-keluarga mereka serta komunitas untuk mencegah HIV serta berurusan dengan konsekuensi dari HIV/AIDS melalui promosi hal-hal berikut: x
Lingkungan sosial, budaya dan ekonomi yang kondusif pencegahan, perawatan dan pengurangan HIV/AIDS;
x
Meningkatkan tindakan-tindakan dan pengembangan kebijakan legislatif;
x
Memperkuat struktur-struktur manajerial, proses-proses serta mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan kapasitas untuk koordinasi, pemantauan dan penerapan tindakantindakan terhadap HIV/AIDS;
x
Bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait pada tingkat nasional dan internasional;
x
Memperkuat dan memperluas tindakan-tindakan pencegahan serta tindakan-tindakan untuk perawatan dan dukungan yang telah dibuktikan efektif, serta mendorong intervensiintervensi lain;
x
Memperkuat dan memperluas pemantauan, evaluasi dan penelitian operasional; dan
x
Mengumpulkan sumber daya untuk memastikan kapasitas manusia yang cukup serta pendanaan pada semua tingkatan.
9
US$ 1 = 3.925 riels
23
Usaha-usaha melawan HIV dilaksanakan oleh sektor kesehatan harus dipadukan dengan usaha-usaha dari sektor komunitas dan pertanian serta lingkungan. Setiap jaringan lokal, baik resmi maupun tidak resmi – dapat menjadi suatu jaring pengaman. Sebagai contoh, asosiasiasosiasi seperti “Asosiasi Dapur dan Periuk”, bertindak sebagai jaring pengaman untuk komunitas. “Tangan”, “kepala”, “hati”, dan “jiwa” adalah empat tingkatan keterlibatan HIV dalam bekerja: semakin tinggi tingkatan tersebut, maka masyarakat lokal semakin terlibat dalam memperhatikan masa depan mereka dan orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS.
2.
China
Kasus HIV pertama di China dilaporkan pada tahun 1985. Pada tahun 1989, HIV dilaporkan pada para pengguna obat-obatan terlarang dan donor darah. Pada tahun 1995, sebagian besar propinsi telah melaporkan kasus HIV dan pada tahun 1998, semua propinsi telah melaporkan kasus HIV, terutama diantara para petani. Dalam istilah penyebaran geografis infeksi HIV secara kumulatif antara tahun 1985 dan 2001, Propinsi Yunnan memiliki jumlah kasus yang paling tinggi, dengan lebih dari 10.000 orang yang terinfeksi. Penyebaran secara nasional sebagian besar diantara kaum minoritas dan di daerah-daerah miskin. Jumlah total 30.376 infeksi HIV telah diidentifikasi serta dilaporkan ke Departemen Kesehatan pada akhir 2001. Sebagian besar infeksi ini terdapat di daerah-daerah pedesaan, dengan 80 persen dari infeksi terkonsentrasi pada kaum pria dan pemuda; 68 persen dari penduduk ini juga merupakan pengguna obat-obatan terlarang yang menggunakan jarum suntik. Menurut pihak pemerintah dan perkiraan UNAIDS, jumlah orang yang terinfeksi mungkin telah mencapai 1 juta orang dari 1,3 milyar penduduk China. Strategi-strategi dan tindakan-tindakan yang telah diambil mengenai masalah-masalah HIV/AIDS mencakup strategi-strategi jangka menengah dan panjang bagi Pengawasan dan Pencegahan HIV/AIDS (1998-2010) serta Rencana Tindakan China untuk Mengurangi dan Menghindari Penyebaran HIV/AIDS (2001-2005).
3.
Republik Rakyat Demokratik Laos
Republik Rakyat Demokratik Laos terletak di jantung Indochina; negara tersebut memiliki perbatasan bersama dengan China, Kamboja, Myanmar, Thailand dan Viet Nam. 18 propinsi negara tersebut memiliki jumlah total penduduk 5,2 juta orang yang terdiri dari 47 kelompok suku. Negara ini memiliki tingkat keterjangkitan HIV yang rendah yaitu 0,9 persen diantara orang-orang yang termasuk resiko tinggi terkena infeksi. Kasus HIV pertama dilaporkan secara resmi pada tahun 1990 dan orang pertama yang mengidap AIDS dideteksi pada thaun 1992. Sejak bulan Juni 2002, jumlah kumulatif orang dengan HIV adalah 1.137, dengan 714 orang yang diketahui hidup dengan AIDS, dan 242 orang telah meninggal dunia karena AIDS. Kelompok masyarakat terbesar yang terinfeksi termasuk kelompok usia dari 20 hingga 29 tahun. Mobilitas masyarakat yang signifikan terdapat diantara Republik Rakyat Demokratik Laos dengan negara-negara tetangganya yang memiliki tingkat keterjangkitan HIV yang tinggi; tindakan-tindakan perilaku yang meningkatkan resiko HIV/AIDS secara relatif umum dilakukan. Suatu masyarakat dengan mobilitas tinggi yang makin luas secara internal yang didorong oleh kekuatan-kekuatan ekonomi diantara anggota ASEAN. Propinsi Savannakhet di bagian tengah negara tersebut memiliki perbatasan sungai dengan Mukdahan, Thailand. Jumlah total penduduk Savannakhet adalah 757.950, yang terbagi diantara 1.543 desa. Sebuah jalan yang pada saat ini sedang dibangun untuk berhubungan dengan Viet Nam; juga, sebuah jembatan internasional kedua antara Savannakhet dan Mukdahan akan segera dibangun. Jalur komunikasi dan transportasi akan meningkatkan hubungan antara koridor Timur-Barat. Pada tahun 1993, kasus AIDS pertama dilaporkan di Savannakhet. Pengujian HIV kemudian dimulai dan Komite Propinsi untuk Pengendalian
24
AIDS (PCCA-Provincial Committee for the Control of AIDS) didirikan. PCCA beranggotakan Wakil Gubernur, Direktur Kesehatan Masyarakat, asosiasi-asosiasi seperti Serikat Pemuda dan Serikat Wanita dan organisasi-organisasi dalam sektor konstruksi, militer dan pertanian. Dari tahun 1993 hingga 2002, sekitar 11.000 orang diuji HIV di Savannakhet: 481 dinyatakan positif HIV, 208 orang terkena AIDS dan 160 orang telah meninggal dunia karena AIDS. Tingkat infeksi HIV di propinsi tersebut adalah 0,06 persen. Hampir seluruh infeksi berada pada kelompok usia 25-29 tahun, sebagian besar diantara petani; 67 persen diantaranya adalah pria serta metoda transmisi utama adalah hubungan seks heteroseksual.
4.
Myanmar
Kasus HIV/AIDS pertama di Myanmar diidentifikasi pada tahun 1988. Pada akhir 2001, terdapat 5.140 kasus orang yang hidup dengan AIDS serta 2.364 kematian akibat AIDS telah dilaporkan. Metoda transmisi utama adalah hubungan seks heteroseksual dan penyuntikan dengan obat-obat terlarang. Pada tahun 2001, gabungan Kementerian Kesehatan Myanmar dan UNAIDS memperkirakan bahwa jumlah orang yang hidup dengan AIDS akan mencapai 177.279 pada akhir tahun tersebut. Empatpuluh kelompok AIDS/STD memberikan jasa pelayanan untuk semua negara bagian dan divisi-divisi di Myanmar. Sebuah penelitian serum pengawasan yang dilaksanakan pada tahun 2001 mengindikasikan bahwa tingkat infeksi HIV diantara IDU berada di atas 55 persen di bagian utara negara tersebut. Tingkat infeksi HIV diantara pasien STI wanita adalah 12,5 persen serta diantara pekerja seks adalah 33,5 persen di tempat-tempat pengawasan. Banyak faktor yang diidentifikasi mendorong pola-pola infeksi HIV, seperti mobilitas masyarakat (pengemudi truk, para nelayan, para penambang emas dan batu giok), penggunaan obat-obatan suntik serta migrasi antar perbatasan diantara China, India dan Thailand. Prioritas Komite Nasional AIDS untuk periode 2002-2005 adalah untuk meningkatkan aktivitas penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang mencapai daerah-daerah pedesaan, pengembangan sumber daya manusia dengan penekanan pada daerah-daerah pedesaan dan daerah-daerah dengan tingkat infeksi yang tinggi, pelaksanaan pelatihan yang tersebar luas dan kursus-kursus penyegaran, penyebaran pelayanan-pelayanan fungsi AIDS/STD serta program-program kondom 100 persen di semua sektor termasuk masyarakat. Agar programprogram tersebut berjalan efektif, perlu diambil tindakan pada kedua belah pihak di perbatasan serta aktivitas-aktivitas yang telah ada harus terus ditunjang. Tindakan-tindakan tersebut harus dimulai pada akar permasalahan serta harus digabungkan dengan skema-skema pembangunan. Di Myanmar tengah, daerah yang dikenal dengan nama “zona kering” adalah sebuah daerah yang paling miskin dan paling padat penduduknya; 27 persen dari total penduduk tinggal di zona kering. Sebuah rumah rata-rata terdiri dari enam orang, serta terdapat kira-kira 100-200 rumah per desa. Rata-rata penghasilan per tahun dari daerah-daerah pertanian yang tidak terpengaruh oleh bencana alam adalah US$ 220. Sekitar 30 persen dari keseluruhan tenaga kerja bermigrasi setiap tahunnya, kembali pada bulan Juni atau Juli pada musim hujan. Dengan demikian, terdapat kekurangan tenaga kerja musiman untuk persiapan dan penanaman lahan selama periode tersebut. Hampir setiap rumah tangga berada dalam lingkaran setan pembayaran kembali hutang. Tingkat inflasi yang meningkat secara dramatis serta tingkat pendapatan saat ini menyebabkan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari. Air susah diperoleh; hanya tersedia periode 3-5 jam sehari untuk memperoleh air. Banyak orang memiliki kemampuan untuk membaca mengenai penggunaan pestisida dsb, namun tingkat buta huruf tinggi karena sebagian anak sekolah meninggalkan sekolah secara musiman.
25
Organisasi untuk Pengembangan Industri, Spiritual dan Budaya (OISCA-Organization for Industrial, Spiritual and Cultural Advancement) menyediakan pelatihan mengenai metodametoda peternakan, nutrisi, pengelolaan hutan, pertanian organik, metoda-metoda untuk produksi peternakan babi serta produksi pertanian. Pada bulan November 2002, sejumlah total 20 peserta pelatihan menyelesaikan kursus pelatihan selama setahun. Organisasi tersebut menerapkan program penghijauan kembali hutan pada lahan9 seluas 600 are untuk mencegah erosi pada lapisan tanah atas. Organisasi tersebut juga mencakup program-program pelatihan kesehatan, pengembangan komunitas, pembangunan gedung sekolah, pembiayaan tingkat menengah untuk masyarakat yang telah melengkapi kursus pelatihan serta program-program untuk memberikan pemasukan untuk petani-petani skala kecil. OISCA adalah sebuah LSM yang menyediakan manajemen risiko untuk produksi pertanian; contohnya, asuransi hasil panen memungkinkan petani dapat menghadapi defisit makanan di komunitas serta petani-petani miskin dapat memperoleh pekerjaan untuk bekerja pada lahan di daerah asal mereka tanpa perlu mencari penghasilan di daerah-daerah perbatasan. Sistemsistem pemasaran untuk produksi pertanian disediakan untuk membantu petani dalam aktivitas pertanian mereka di tanah asal mereka sepanjang tahun. Di kantor UNDP di negara tersebut, terdapat sebuah program mengenai pengembangan manusia yang difokuskan pada pengentasan kemiskinan. Program ini mencakup komponenkomponen seperti keamanan pangan, HIV/AIDS serta pembangunan kapasitas komunitas melalui relawan-relawan yang mendukung mereka yang terinfeksi oleh HIV/AIDS.
5.
Thailand
Pemerintah Thai tidak memiliki kebijakan yang secara khusus menuju pada dampak dari HIV/AIDS pada pertanian, namun memiliki kebijakan-kebijakan umum dalam setiap sektor masyarakat untuk bekerja dengan orang-orang yang terinfeksi oleh HIV. Jumlah pasien HIV di Thailand adalah sekitar 300.000. Jumlah petani yang terinfeksi atau jumlah penduduk yang terinfeksi di daerah pedesaan tidak diketahui. Tidak terdapat informasi mengenai dampak dari epidemik pada sektor pertanian. Perlakuan terhadap orang-orang yang mengidap HIV/AIDS dapat berupa prasangka atau diskriminatif. Seseorang yang positif terinfeksi HIV mungkin ingin menghasilkan suatu produk dan menjualnya di pasar; namun, konsumen tidak mau membelinya jika mereka mengetahui bahwa produk tersebut dihasilkan oleh seseorang yang hidup dengan HIV/AIDS. Sebuah solusi adalah pendekatan komunitas yang menopang dirinya sendiri, dengan orangorang yang positif terinfeksi HIV/AIDS membentuk kelompok pendukung mereka sendiri. Dalam komunitas seperti itu, mereka yang terinfeksi dapat menanam dan mengkonsumsi produk dari para petani yang terinfeksi HIV. Kuil-kuil Buddha menyediakan dukungan moral untuk PWHA. Institut untuk Komunitas Pertanian yang dapat Ditunjang di bawah yayasan NORTHNET menunjukkan bahwa sistem pertanian modern menyebabkan banyak masalah. Karena pendekatan tunggal pertanian dengan menggunakan zat-zat kimia, para petani menghadapi masalah hutang karena biaya produksi yang tinggi serta menurunnya kesehatan karena penggunaan pestisida dan karena mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi pestisida. Selain itu, konsumen telah kehilangan keamanan makanan; budaya produksi dan konsumsi telah berubah; lingkungan telah dirusak; keragaman hayati telah hilang; kemandirian telah berkurang; para produsen dan para konsumen telah saling mengambil keuntungan satu sama lain, serta masalah-masalah sosial telah timbul. Suatu ‘komunitas pertanian yang dapat ditunjang’ (SAC-Sustainable Agriculture Community) dibutuhkan untuk memperbaiki situasi.
9
1 hektar = 2,5 are
26
SAC berarti kerja sama, mendukung dan membentuk hubungan baik diantara petani dan konsumen, organanisasi dalam berpikir, pengambilan keputusan serta penerapan produksi, pemrosesan, pemasaran dan penetapan standar. Bersama, antara lain, mereka harus memberi tekanan untuk diadakan perubahan kebijakan di daerah-daerah pertanian yang dapat ditunjang. Suatu ‘komunitas’ umumnya berarti orang-orang yang tinggal di desa yang sama atau berdekatan, memiliki kepercayaan, visi, ide, tujuan dan aktivitas yang sama. Para petani di pedesaan dan para konsumen di perkotaan dengan demikian dapat menjadi anggota komunitas yang sama. Prinsip pemasaran alternatif untuk produk-produk pertanian yang dapat ditunjang antara lain adalah: x
Keseimbangan antara produksi dan pasar. Daripada membiarkan pasar menentukan produksi, distribusi produk kepada anggota-anggota organisasi-organisasi konsumen atau orang-orang dalam komunitas yang sama harus diberikan prioritas.
x
Distribusi produk-produk yang dihasilkan secara organik digabungkan dengan paket yang menekankan kebersihan dan ekonomi dengan menggunakan bahan-bahan lokal serta mempertahankan kelestarian lingkungan.
x
Membeli dan menjual produk dengan harga yang adil. Hal ini dapat dicapai pada saat petani mulai memiliki lokasi-lokasi produksi mereka sendiri serta menjadi rekan dalam administrasi dan pengaturan pasar. Mereka dapat mengurangi biaya pemasaran, memberi tekanan pada model pemasaran penjualan langsung serta mempromosikan penjualan produk secara langsung dari kelompok-kelompok petani kecil. Konsumen perlu mengembangkan pengertian dan penghargaan mereka atas proses-proses produksi makanan. Pertanian merupakan pekerjaan seorang diri; namun, organisasi komunitas yang kuat dapat membantu menyelesaikan berbagai masalah dengan lebih cepat dibandingkan bila solusi-solusi hanya dicari oleh orang yang bertindak sendiri.
6.
Viet Nam
Menurut Biro Tetap AIDS Nasional (NASB-National AIDS Standing Bureau), 64.801 kasus telah didiagnosa sebagai positif HIV; dari jumlah tersebut, 9.944 telah berkembang menjadi kasus AIDS dan 5.510 orang telah meninggal dunia. Namun, para ahli kesehatan telah menyatakan bahwa jumlah sebenarnya orang-orang yang positif HIV dapat berjumlah setinggi 135.000. Secara geografis, mayoritas orang yang mengidap HIV terutama tinggal di kota-kota besar dan modern seperti Ho Chi Minh City, Hanoi, Hai Phong dan Vung Tahu serta di propinsi-propinsi yang berbatasan dengan pedesaan seperti propinsi-propinsi Quang Ninh, Lang Son, Nghe An dan An Giang. Jalur transmisi uatama adalah penggunaan obat-obatan suntik; lebih dari 60 persen orangorang yang positif HIV adalah para IDU. Transmisi HIV yang disebabkan oleh perilaku seksual yang tidak aman sedang meningkat jumlahnya di propinsi-propinsi selatan seperti Ho Chi Minh City, Can Tho dan An Giang. Jumlah wanita hamil dan anak-anak yang positif HIV meningkat. Menurut statistik tahun 2001, 60 persen orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS berusia di bawah 29 tahun dan 85 persen dari orang-orang yang terinfeksi HIV adalah pria. Kecendrungan ini akan berakibat hilangnya tenaga kerja produktif di masa yang akan datang.
27
IV.
RINGKASAN KELOMPOK KERJA
Para peserta dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama difokuskan pada informasi. Kelompok ini menyarankan pembuatan sebuah situs web mengenai HIV/AIDS yang akan menyediakan informasi mengenai aktivitasaktivitas kerjasama Selatan-Selatan pada pertanian melawan HIV/AIDS. Aktivitas-aktivitas ini mencakup inventaris dan pengetahuan mengenai tanaman-tanaman asli (liar, tradisional dan pengobatan) serta hewan, akses pada pasar, berbagi pengetahuan dan pengalaman di negara-negara yang berbeda serta eksplorasi pengetahuan mengenai pertanian petak yang dikurangi. Kelompok ini merekomendasikan hal-hal berikut ini: x
Pihak yang membuat serta menjaga situs web tersebut harus bekerja sama dengan orangorang yang bekerja di tingkat lokal dan regional untuk mengidentifikasi setiap tanda awal dari kekeringan, banjir dan pergeseran-pergeseran pasar.
x
Kementerian Pertanian dan Kementerian Transportasi harus melindungi panen atau menyediakan bantuan kemanusiaan untuk daerah-daerah atau masyarakat yang memerlukannya.
x
Kementerian Pertanian dan Otorita AIDS Nasional harus bertukar informasi mengenai kebutuhan-kebutuhan, pengetahuan serta teknik-teknik yang tersedia.
x
FAO harus mengelompokkan teknologi pertanian dan dasar-dasar pengetahuan, contohnya pengurangan petak, bibit-bibit dan tanaman-tanaman asli yang bergizi. FAO juga harus menyediakan fasilitas untuk penyebaran dari, membantu dalam, konversi dasar-dasar pengetahuan menjadi informasi yang dapat dimengerti dan dipergunakan secara lokal.
x
Pada tingkat lokal dan pedesaan perlu disediakan pengetahuan mengenai perawatan tanaman-tanaman dan hewan-hewan asli kepada FAO untuk membantu organisasi tersebut dalam membangun suatu dasar pengetahuan.
x
Hasil-hasil dari konsultasi ini bersama dengan informasi mengenai sumber daya genetik tanaman, yang diatur menurut Perjanjian Internasional Mengenai Sumber Daya Alam Genetik untuk Makanan dan Pertanian (diadopsi oleh Konfrensi FAO pada tahun 2001), harus dibagi dengan Rekanan Baru untuk Pengembangan Afrika dan Komisi Ekonomi untuk Afrika.
Kelompok kedua memfokuskan pada kebijakan-kebijakan dan intervensi-intervensi internasional. Kelompok ini membahas migrasi desa-ke-kota serta promosi asosiasi-asosiasi petani, strategi-strategi kerjasama Selatan-Selatan untuk mobilisasi sumber daya dalam program-program HIV/AIDS dalam sektor pertanian serta sebuah “forum tindakan” SelatanSelatan menuju pengurangan HIV/AIDS dalam sektor pertanian. Penyuluhan di multi-sektor yang menekankan pada pertanian harus dibentuk sebagai bagian dari suatu strategi perencanaan nasional mengenai HIV/AIDS. Bantuan ini harus mencakup: x
Sebuah ulasan mengenai kebijakan atau hukum
x
Peningkatan kepekaan pemimpin-pemimpin nasional mengenai dampak HIV/AIDS pada pertanian
Pembentukan sebuah gugus kerja mengenai pertanian dan AIDS yang melibatkan Kementerian Pertanian, LSM dan pihak-pihak yang terkait yang relevan diperlukan untuk mengembangkan sebuah rencana strategis. Rencana strategis ini kemudian harus diterjemahkan menjadi sebuah rencana operasional dengan suatu anggaran serta suatu strategi Selatan-Selatan untuk aliansi yang terkonsolidasi.
28
1
3 AIDS dan pertanian digabungkan ke dalam Rencana Strategis Nasional
5
2
Kesehatan (melihat HIV/AIDS sebagai topik pengembangan daripada topik kesehatan)
Mobilisasi sumber daya (dengan bantuan yang relevan dari UNDP dan FAO)
4
Program AIDS yang komprehensif: Rencana Strategis Nasional
Tempat kerja dan pembiayaan
6
Forum kerjasama SelatanSelatan dengan pertemuan periodik yang teratur untuk membahas pelajaran-pelajaran yang telah diambil dsb, dan juga sebagai suatu jaringan untuk memperkuat kerjasama
Kelompok ketiga memfokuskan diri pada kebijakan-kebijakan dan intervensi-intervensi nasional. Kelompok ini membahas hal-hal sebagai berikut: x
Inventaris dan pengetahuan mengenai tanaman-tanaman asli (liar, tradisional dan pengobatan) serta hewan dan juga diversifikasi produksi, seperti misalnya impor jenis tanaman baru ke negara-negara berikut perkembangan genetikanya;
x
Perancangan perluasan penelitian serta program-program yang ditujukan pada keperluan masyarakat lokal, bergerak di luar batas hasil maksimal serta pengembangan kebijakan terhadap penggarapan lahan dan tiadanya lahan;
x
Kebijakan-kebijakan mengenai jaringan dalam berbagai kementerian pertanian, koordinasi jasa pengiriman lokal, manajemen risiko, asuransi kebijakan-kebijakan pengurangan bencana dengan mempertimbangkan HIV/AIDS;
x
Migrasi desa-ke-kota;
x
Kerawanan rumahtangga-rumahtangga yang terkena dampak, bank-bank bibit komunitas dan pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan janda dan anak yatim;
x
Metodologi-metodologi perluasan, irigasi dan panen;
x
Penggunaan bibit polong (legume) untuk peningkatan kesuburan tanah serta peningkatan praktek-praktek setelah masa panen untuk usia hidup yang lebih lama;
x
Manajemen hama terpadu serta promosi pertanian-kehutanan untuk aktivitas-aktivitas yang menghasilkan pemasukan dan konservasi;
x
Produksi hewan-hewan kecil (seperti ayam dan kelinci) serta teknologi pengelolaan hewan (pengiriman, pengolahan, dsb.);
x
Suatu pendekatan multi-sektor yang dipusatkan pada penyuluhan, dengan penekanan pada gerakan pengembangan pertanian serta penyuluhan untuk mengembangkan suatu rencana strategis;
x
Melaksanakan pelatihan-pelatihan pembiayaan untuk setiap Negara
29
Kelompok ini merekomendasikan: x
Intervensi pada tingkat komunitas seperti bank-bank bibit komunitas untuk inventaris bibit lokal;
x
Penyuluhan oleh LSM-LSM, organisasi-organisasi multilateral, dsb., mengenai pendekatan multi-sektor terhadap HIV/AIDS, dengan penekanan pada sektor pertanian;
x
Penciptaan kewaspadaan pada peran sektor pertanian dalam HIV/AIDS untuk mengidentifikasi intervensi-intervensi jangka pendek dan konkret beserta contoh-contoh untuk menekankan apa yang dapat dilakukan untuk meluncurkan aktivitas-aktivitas konkret.
Adalah penting untuk mengidentifikasi pemberi-pemberi Informasi utama dan pihak-pihak yang terkait untuk mengelola suatu inventaris bibit lokal. Lebih lanjut, adalah penting untuk mengumpulkan informasi mengenai karakteristikkarakteristik tanaman serta kontribusinya HIV/AIDS (dalam hal nutrisi, nilai pengobatan, pemasukan, dsb.) serta informasi mengenai cara memanfaatkan dan mengelola tanamantanaman ini. Aktivitas-aktivitas ini harus dilaksanakan oleh komunitas, pelayanan-pelayanan perluasan pertanian, LSM-LSM, para administrator lokal, para pemimpin serta asosiasiasosiasi lokal seperti kelompok-kelompok wanita. Infrastrukturnya harus direncanakan, seperti lokasi bank, manajemen dan akses pada sumber daya, metoda-metoda /sistem-sistem reproduksi dan sistem-sistem pertukaran pada tingkat lokal dengan pengelolaan dan manajemen komunitas. Institusi-institusi penelitian pertanian harus dibentuk pada tingkat nasional atau regional, sementara yang berada pada tingkat internasional harus difokuskan pada proses untuk menciptakan kebijakan-kebijakan untuk suatu lingkungan yang memungkinkan oleh kementerian-kementerian, LSM-LSM dan organisasi-organisasi multilateral, untuk jangka panjang. Kendala-kendala seperti ketidak-sediaan Pemerintah untuk belajar dari LSM, prasangka yang melekat pada AIDS serta kurangnya pengetahuan atau kapasitas untuk bergerak maju. Mengatasi kendala-kendala ini membutuhkan tekanan internasional. Manfaat-manfaatnya adalah untuk jangka panjang, tersembunyi, meningkat serta “tanpa bel dan pluit”. Programprogram perluasan yang tidak berfungsi serta kompetisi untuk prioritas waktu, sumber daya, perhatian dan pendanaan, kesemuanya mempengaruhi masa depan. Momentum kedepan terbatas pada saat pendanaan dan pembangunan kapasitas di dalam kementerian menjadi terbatas karena kurangnya sumber daya manusia dan juga keterbatasan-keterbatasan pasar seperti kurangnya pendanaan yang dapat menunjang.
30
V.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan Seiring dengan berjalannya waktu, pandemik AIDS mencerna sistem-sistem pendukung dan mekanisme-mekanisme internal masyarakat; dengan demikian, seseorang harus berpikir dalam jangka panjang. Bahkan jika fokus saat ini adalah pada tindakan langsung, pada saat yang bersamaan seseorang harus berpikir 10 hingga 20 tahun kedepan. Negara-negara Asia harus berpikir terutama mengenai pencegahan, yang ditujukan pada penyebab utama pandemik tersebut. Bukannya tidak mungkin bahwa bagian-bagian dari Asia dapat dihancurkan oleh pandemik AIDS seperti bagian-bagian dari Afrika. Pada saat ini di seluruh dunia, 40 juta orang lebih telah terinfeksi; esok, tergantung pada banyak faktor, termasuk bagaimana kekuatan-kekuatan yang mendorong pandemik tersebut dihadapi, akan dapat meningkat dengan berlusin-lusin juta lebih banyak. HIV/AIDS tidaklah hanya menyangkut beberapa ratus, ribu, atau juta manusia yang akan meninggal, namun juga menyangkut masalah apakah masyarakat-masyarakat dan negara-negara akan masih tertera pada peta. Dengan demikian, negara-negara harus berpikir dalam pola pikir seperti ini serta memutuskan apakah mereka hanya akan bersandar pada bantuan dari luar jika, pada akhirnya, mereka berdiri atau jatuh seorang diri. Tentu saja, terdapat kebutuhan pada dukungan dan bantuan dana dari luar negeri, akan tetapi negara-negara seharusnya tidak hanya bergantung pada bantuan dari luar negeri untuk jangka panjang. Pada saat mempertimbangkan pengembangan yang dapat ditunjang, seseorang harus berpikir mengenai AIDS. Untuk pembangunan yang dapat ditunjang, seseorang tidak dapat bergantung pada donor-donor dari luar negeri; hal itu adalah sesuatu yang harus muncul dari hati masyarakat itu sendiri serta memerlukan visi untuk masa depannya. Dalam cara yang sama, HIV/AIDS harus difahami sebagai suatu topik masyarakat dan nasional yang penting. Sejarah secara berulang menunjukkan bahwa negaranegara dan masyarakat-masyarakat dapat bangkit dari bencana. Demikian pula halnya dengan negara-negara Afrika. Jika seseorang memandang pada petani-petani Afrika, maka adalah luar biasa bahwa mereka dapat hidup dalam kondisi lingkungan, sosio-ekonomi dan politik yang sangat keras. Kekayaan yang sebenarnya dari negara-negara ini lebih ditemukan dalam rakyatnya daripada kemungkinan kekayaan dari cadangan minyak atau berlian. Untuk mengalahkan HIV/AIDS dibutuhkan lebih banyak daripada sekedar pembangunan ekonomi; hal ini juga memerlukan pembangunan sumber daya manusia. Pertanian harus mengingat bahwa mandatnya melebihi hasil-hasil yang meningkat termasuk pada pembangunan pedesaan.
31
Rekomendasi-rekomendasi A.
Saran-saran
Saran-saran strategis mencakup : x
“Kutip ototitas yang lebih tinggi” untuk menunjukkan bahwa topik-topik ini telah dipertimbangkan oleh bannyak negara. Hal ini termasuk penyertaan dokumen-dokumen pendukung seperti pernyataan Peter Piot yang menghubungkan bencana kelaparan dengan HIV, sebuah laporan baru-baru ini oleh James Morris dari Program Pangan Dunia mengenai peran kunci HIV dalam bencana-bencana kelaparan di Afrika bagian selatan, atau pernyataan Sekertaris-Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa Kofi Annan yang menyatakan HIV/AIDS adalah penyebab utama kerawanan penduduk pedesaan serta merupakan salah satu dari tiga penyebab utama bencana kelaparan di Afrika (yang lainnya adalah pemerintahan yang buruk dan kekeringan). Informasi ini harus dikirimkan ke perwakilan-perwakilan UNDP di negara yang bersangkutan, perwakilan-perwakilan FAO, UNAIDS, Kelompok-kelompok Tema Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai HIV/AIDS serta kepada para peserta konsultasi untuk menyediakan dukungan kepada pihak-pihak yang memberikan saran pada tingkat negara.
x
Memberikan referensi pada Tujuan Pembangunan Milenium untuk mengurangi HIV/AIDS menjelang tahun 2015. Setiap negara harus menunjukkan bahwa sektor-sektor pembangunan dan HIV terhubung pada pengentasan kemiskinan dan intervensiintervensi apa yang telah dilaksanakan dalam bidang ini. Hal ini memerlukan pelaporan tanggapan-tanggapan secara multi-sektor. UNGASS harus dilibatkan untuk laporanlaporan mengenai tanggapan-tanggapannya terhadap HIV secara multi-sektor serta kemungkinan membentuk sebuah komisi tingkat regional untuk pertanian yang dapat meminta pertanggung-jawaban kementerian untuk melakukan intervensi. Hal ini akan mirip dengan tugas-tugas dari UNDP-SEAHIV dengan kementerian transportasi di Asia serta dengan Komisi Transportasi Regional.
x
Media harus dididik dan dilibatkan. Aktivitas-aktivitas dari pemerintah-pemerintah terkait, kementerian-kementerian dan otorita AIDS nasional, perlu dipantau untuk memastikan bahwa upaya-upaya mereka termasuk komponen-komponen multi-sektor.
x
Kerjasama lintas-batas yang mencakup sejumlah pelaku dari negara-negara yang berdekatan, seperti LSM-LSM yang bekerjasama dengan kementerian pertanian dan pelayanan perluasan, harus didorong untuk memfasilitasi intervensi-intervensi tingkat lokal serta lebih jauh meyakinkan para pengambil keputusan akan perlunya intervensi seperti itu. Adalah penting untuk menyediakan sebuah brosur atau paket daftar jenis-jenis intervensi, pada semua tingkatan, yang dapat dipergunakan untuk menawarkan solusisolusi konkret pada masyarakat sehingga mereka dapat segera mulai mengambil tindakan.
x
Para pembuat kebijakan perlu merasa bahwa mereka bertanggung-jawab pada usahausaha mereka untuk membuat tanggapan-tanggapan multi-sektor terhadap HIV. Pemerintah-pemerintah harus bertanggung-jawab untuk melaporkan tindakan-tindakan mereka serta penawaran intervensi-intervensi pada langkah-langkah yang diambil, namun yang lebih penting, memberi laporan kepada rakyat mereka sendiri. Hal ini berarti bahwa masyarakat sipil juga harus meminta pertanggung-jawaban pemerintah.
x
Tindakan-tindakan dari para pelaku di negara asal peserta, yaitu memberikan penjelasan kepada atasan-atasan dari pihak-pihak yang terkait, institusi-institusi, dsb. Mengakses situasi nasional, memberikan saran-saran untuk meningkatkan pemahaman mengenai peran pertanian dalam pendemik AIDS.
32
x
Untuk kerjasama Selatan-Selatan yang lebih lanjut, hal-hal berikut ini yang harus dilaksanakan : pengembangan petunjuk-petunjuk, standarisasi metoda-metoda pelaporan serta inisiasi program tahunan untuk menjaga aliran dialog dan dukungan.
x
Negara-negara peserta harus mengerjakan “pekerjaan rumah” mereka selama enam bulan, membagi serta mengkonsolidasi informasi serta melaksanakan informasi tersebut dalam tindakan nyata. Mereka juga harus berkonsultasi dengan LSM-LSM atau komunitaskomunitas lokal untuk intervensi-intervensi yang imajinatif dan efektif. Menggunakan pendekatan dua jalur untuk mengidentifikasi sejumlah aktivitas-aktivitas perdana: aktivitas-aktivitas yang dapat segera dimulai karena tidak memerlukan banyak sumber daya. Secara bersamaan, mereka harus melaksanakan suatu pendekatan untuk jangka waktu yang lebih panjang, yang dapat berupa kerjasama yang digerakkan oleh negara dengan FAO dan UNDP sebagai para fasilitator. Sektor pertanian harus dididik mengenai aktivitas-aktivitas spesifik yang dilaksanakannya, dengan menggunakan keunggulan komparatifnya dalam teknologi yang hemat tenaga kerja, dukungan nutrisi serta kebunkebun rumah disamping juga penyaluran pengetahuan mengenai pertanian.
B. x
Pendanaan
Membungkus konsep-konsep Para peserta membahas berbagai kemungkinan mengenai mobilisasi sumber daya dalam pendekatan pertanian dan HIV: operasi-operasi darurat dan intervensi-intervensi pengembangan sebagai bagian dari agenda kepedulian. Karena HIV telah dinyatakan sebagai satu dari tiga penyebab utama bencana kelaparan yang saat ini melanda Afrika, maka kini AIDS dapat dianggap sebagai suatu situasi darurat. Namun, situasi ini bukanlah situasi darurat tipikal di mana bantuan makanan darurat serta sumbangan bibit dan perlengkapan telah mencukupi. Orang-orang dewasa akan meninggal karena AIDS, yang menyebabkan anak-anak dan orang tua menjadi terlantar. Intervensi harus dirancang khusus dengan cara menghubungkan intervensi-intervensi darurat dengan intervensi-intervensi pengembangan. Banyak efek negatif yang potensial dapat ditimbulkan dari tanggapan darurat, seperti misalnya pasar-pasar lokal yang dihancurkan oleh intervensi darurat. Dengan demikian, memperlakukan situasi ini hanya dengan menggunakan tanggapan darurat tidaklah tepat Belum ditekankan bahwa korban-korban HIV bukan hanya orang-orang yang akan meninggal akan tetapi juga mereka yang ditinggalkan. Oleh karena itu pertanian harus dihubungkan dengan agenda kepedulian.
x
Dari sudut pandang akar rumput Uang mungkin bukanlah komponen yang paling penting dari sebuah program. Untuk melaksanakan perubahan, aktivitas-aktivitas harus dimulai dari komunitas itu sendiri dan jika proyek-proyek yang berbasis komunitas dapat berhasil, proyek-proyek tersebut dapat dipergunakan sebagai model untuk memformulasikan suatu kebijakan publik. LSM-LSM kecil dapat menciptakan suatu jaringan dan belajar dari sesamanya. Adalah penting untuk mulai dari yang kecil: carilah pengalaman dan lakukan percobaan percobaan terlebih dahulu, kemudian dekati agen-agen eksternal dan internasional.
x
Saran-saran Donor Pendidikan untuk donor adalah penting. Pada saat ini, donor terutama mendukung aktivitas-aktivitas Informasi, Pendidikan dan Komunikasi serta pembagian kondom. Pencegahan saja tidak dapat menghentikan pandemik. Donor harus berpikir mengenai masa depan. Terdapat banyak perwakilan yang memahami pentingnya fokus pada
33
pertanian dan HIV, akan tetapi tidak memahami cara melibatkan diri serta memerlukan rekomendasi- rekomendasi yang jelas dan konkrit. Orang-orang kekurangan gagasan mengenai apa yang dapat dilakukan dalam sektor pertanian, walaupun terdapat sumber daya dan dana yang tersedia untuk melaksanakan gagasan-gagasan yang baik. Pengembangan strategi-strategi, protokol-protokol dan indikator-indikator yang tepat mungkin juga dapat membantu untuk memfasilitasi saran-saran dan tindakan dalam bidang yang baru ini. Sumber-sumber pendanaan yang disarankan oleh para peserta adalah sebagai berikut : x
Bank Dunia, Program Multi sektor AIDS (MAP -Multisectoral AIDS Programme). Sekitar $ 1 milyar dolar dalam bentuk bantuan tersedia untuk Afrika. Bank Dunia umumnya memerlukan studi selama dua tahun sebelum dana dapat dicairkan.Namun, dana MAP dapat diberikan sebagai “uang muka” dengan syarat bahwa tanggapan berada dalam bentuk rencana multi-sektor AIDS. Terdapat banyak persyaratan serta proses aplikasi yang kurang jelas. Departemen Pembangunan Internasional Inggris menawarkan dana untuk mendukung LSM-LSM di Afrika untuk dapat mengakses dana MAP;
x
Dana Global untuk Melawan AIDS, Tuberkolosis dan Malaria (GFATM – The Global Fund to Fight AIDS, Tubercolosis and Malaria). Merupakan sebuah dana medis untuk menyediakan ARV. Karena sebagian besar dari anggota dewan GFATM berorientasi kesehatan, mereka mungkin tidak sepenuhnya memahami atau mengenali kegawatan topik-topik pengembangan ini, dan dengan demikian bahkan sebuah proposal yang baik pun dapat ditolak. Namun, dapat bermanfaat agar mencoba untuk memperoleh suatu pernyataan.
x
USAID tertarik untuk membiayai pertanian dan tanggapan-tanggapan terhadap HIV; dan
x
Kelompok Tema Perserikatan Bangsa Bangsa untuk HIV/AIDS, Dana Percepatan Program UNAIDS, dan kantor-kantor negara terkait.
C. x
Tindakan-tindakan
Pengetahuan Pengetahuan diperlukan untuk membuat suatu katalog mengenai tanaman-tanaman asli dan tanaman-tanaman obat, beserta cara pengolahan dan penggunaannya. Hal ini juga berhubungan dengan perlakuan terhadap binatang. Adalah penting untuk mempertimbangkan, dari sudut pandang klinis, apa yang dapat membantu masyarakat umum tidak dapat membantu orang-orang yang terinfeksi HIV. Dengan demikian, pengetahuan awal yang dikumpulkan harus dibuktikan keberhasilannya secara klinis. Klarifikasi juga harus diberikan mengenai jenis-jenis tanaman, tempat asal, metodametoda pengolahan, persiapan, bagian-bagian aktif dan penggunaannya, apakah bukti merupakan bukti klinis ataukah bukti anekdot, serta apakah tanaman tersebut mengandung kontraindikasi- kontraindikasi atau peringatan-peringatan. Sebagian besar dari informasi ini sudah tersedia. Inisitif pertama haruslah pengumpulan data yang tidak intensif terhadap sumber. Sumber-sumber informasi awal mungkin adalah kementerian kesehatan, museum-musem dan ahli-ahli botani. Preservasi pengetahuan pada tingkat lokal, melalui kaset audio atau video untuk diberikan kepada anak yatim dsb, merupakan suatu keharusan. Pada tingkat resmi, adalah penting untuk menyediakan bahan-bahan untuk para pekerja penyuluhan agar mereka dapat dilibatkan dalam diskusi mengenai topik ini. Adalah penting untuk menemukan langkah-
34
langkah menuju penyaluran pengetahuan pada tingkat lokal dan komunitas untuk pelaksanaan tindakan untuk jangka waktu yang lebih panjang. x
Agronomi yang hemat tenaga kerja (secukupnya) serta modal sosial Agronomi yang hemat tenaga kerja (secukupnya) serta modal sosial mencakup permintaan tenaga kerja yang lebih rendah, model Sekolah Kehidupan Petani, pendekatan partisipasi dan kepemimpinan. Salah satu dari dari pelajaran-pelajaran yang diperoleh adalah jangan melupakan aspek sosial dari setiap kemajuan teknik. Modal sosial merupakan komponen yang penting dari setiap proyek. Untuk melaksanakan perubahan dalam sebuah komunitas, rakyat lokal harus memiliki suatu tujuan bersama yang dijadikan miliknya sendiri. Rakyat harus diberi motivasi untuk dapat merubah keadaan. Dari pengalaman UNDP-SEAHIV, pada saat mengawali dialog dengan sebuah komunitas, seseorang jangan mulai dengan membicarakan HIV, namun mendorong komunitas-komunitas pedesaan untuk menjelaskan keprihatinan mereka. Jika suatu komunitas telah menentukan HIV sebagai masalah mereka sendiri, maka untuk melakukan suatu tindakan menjadi lebih berarti. Contoh mengenai hal ini adalah pengalaman Thailand dengan Komunitas Pertanian yang dapat Ditunjang dan Sekolah Kehidupan Petani Kamboja.10 “Kurangilah berpikir mengenai suatu produk dan berpikirlah lebih banyak mengenai hubungan antar manusia”.
10
Untuk informasi lebih jauh mengenai Sekolah Hidup Petani di Kamboja, silahkan akses situs web UNDP-SEAHIV: <www.hiv-development.org>; terutama, Sebuah Strategi Pengembangan untuk Pemebrdayaan Petani-petani Pedesaan dan Mencegah HIV, oleh Jacques du Guerny, Lee-Nah Hsu dan Sin Chhitna, Januari 2002, .
35
Lampiran I I.
Agenda Konsultasi
Pertanian Afrika-Asia melawan AIDS Bangkok 11-13 Desember 2002 Rabu, 11 Desember 2002 8.30 – 9.00
Pendaftaran
9.00 – 9.30
Sambutan Selamat Datang oleh J.K. Robert England Koordinator Residen Perserikatan Bangsa Bangsa dan Perwakilan Residen UNDP, Thailand Pernyataan pembukaan oleh He Changchui Asisten Direktur Jenderal dan Perwakilan Regional, Kantor Regional FAO untuk Asia Pasifik, Bangkok (FAO-RAP)
9.30 – 11.00
Tujuan-tujuan Bengkel Kerja dan situasi HIV di Asia Tenggara oleh Lee-Nah Hsu Manager, UNDP South East Asia and Development Programme (UNDP-SEAHIV) Pertanian dan HIV-AIDS Oleh Jacques du Guerny, Konsultan FAO Dampak AIDS pada kehidupan pedesaan: Apa yang dapat dilakukan oleh sektor pertanian? Oleh Marcel Villarreal, FAO
11.00 – 11.30
Istirahat Minum Teh
11.30 – 12.30
Presentasi & Diskusi Negara Ethiopia Mozambique Kenya
12.30 – 14.00
Istirahat Makan Siang
14.00 – 15.15
Presentasi & Diskusi Negara-negara Thailand Kamboja Republik Demokratik Laos
15.15 – 15.45
Istirahat Minum Teh
15.45 – 17.00
Presentasi & Diskusi Negara-negara Afrika Selatan Tanzania Malawi
18.00
Resepsi yang diselenggarakan oleh UNDP - SEAHIV
Kamis, 12 Desember 2002 8.30 – 9.00
Agrobiodeversitas dan mitigasi HIV/AIDS oleh Joseph Gari dan Marcela Villarreal,FAO
9.00 – 10.15
Teknologi-teknologi yang hemat tenaga kerja dalam konteks-konteks pengaruh HIV Oleh Jacques du Guerny dan Josef Kienzle, FAO
10.15 – 10.30
Istirahat Minum The
10.30 – 11.30
Presentasi & Diskusi Negara-negara Myanmar Viet Nam China
11.30 – 12.30
Kelompok Kerja I: Identifikasi intervensi-intervensi
12.30 – 14.00
Istirahat Makan Siang
14.00 – 14.30
Pleno: Laporan dan pemilihan intervensi-intervensi kunci
14.30 – 15.30
Kelompok Kerja II: Perencanaan untuk pelaksanaan intervensiintervensi
15.30 – 15.45
Istirahat Minum The
15.45 – 17.00
Presentasi laporan-laporan kelompok dan sintesa
Kamis, 12 Desember 2002 8.30 – 10.00
Presentasi sintesa Pleno: Rekomendasi-rekomendasi untuk tindakan dan kerjasama
10.00 – 10.15
Istirahat Minum Teh
10.15 – 12.00
Konklusi dan kegiatan-kegiatan tindak-lanjut: gagasan-gagasan untuk proposal
37
Lampiran II II.
Daftar Peserta
AFRIKA Girmachew Mamo Dewan AIDS Nasional, Departemen Pertahanan Nasional
Ethiopia
Netsanet Tesfaye Ahli Hubungan Masyarakat, Departemen Pertanian Jennifer Bielman Penasihat Teknik untuk Organisasi dan Manajemen Kooperatif (Program ACE), VOCA Samuel B. Otieno Koordinator Program HIV/AIDS Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan
Kenya
Allan Ragi Direktur Eksekutif, Konsorsium LSM-LSM AIDS Kenya (KANCOKenya AIDS NGOs Consortium) C.J. Matabwa Ketua, Komite Pemasyarakatan HIV/AIDS Pengendali Perluasan Pertanian dan Pelayanan teknis (Ilmuwan Pertanahan) Kementerian Pertanian dan Irigasi
Malawi
Lingalireni Mihowa Petugas HIV/AIDS dan Jender, OXFAM, Kantor Blantyre Helder Gemo Direktur Nasional, Direktorat Nasional Perluasan Pedesaan Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan
Mozambik
Albertina Alage Titik Fokus HIV Direktorat Nasional Perluasan Pedesaan Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Robert Bowen Koordinator Program Negara, VETAID Mozambik Afrika Selatan
Maria Sekgobela Titik Fokus Program HIV/AIDS, Departemen Pertanian Kementerian Pertanian dan Urusan Pertanahan Coletane Carey Bertanggungjawab untuk Program HIV/AIDS, Departemen Urusan Pertanahan Kementerian Pertanian dan Urusan Pertanahan
Republik
38
Persatuan Liberatus Lyimo
Tanzania
Ahli Ekonomi, Liaison officer untuk HIV/AIDS Kementerian Pertanian dan Pengamanan Pangan, Dar Es Salaam
ASIA Kamboja
Tia Phalla Sekertaris Jenderal, Otorita AIDS Nasional Sun Hean Asisten Menteri, Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Ouk Rim Deputi Direktur, Departemen Perawatan Kementerian Pembangunan Pedesaan
Kesehatan
Pedesaan,
Tran Panhcharun Spesialis/Koordinator Pelatihan, Pendidikan Dunia China
Republik Demokratik Laos
Liu Wei Direktur Divisi Virologi Pusat Kesehatan dan Anti-Epidemik Guangxi Phonesavanh Sipaseuth Rakyat Deputi Direktur Divisi Pribadi dan Divisi Administrasi Pelayanan Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan Nasional Kementerian Pertanian dan Kehutanan Thong Thieng Sidavong Kepala, Perhimpunan Pemuda Lao Propinsi Savannakhet
Myanmar
Kim Oo Asisten Direktur, Program Pengendalian AIDS/STD Kementerian Kesehatan Yasuaki Nagaishi Koordinator Residen, Kantor Yangon Organisasi Pengembangan Industri, Spiritual dan Budaya
Thailand
Pinit Korsieporn Direktur, Divisi Hubungan Pertanian Asing Departemen Pertanian dan Koperasi Pornthep Sritannatorn Analis Kebijakan dan Perencanaan, Divisi Hubungan Pertanian Asing Kantor Sekretaris Permanen Kementerian Pertanian dan Koperasi Chomchuan Boonrahong Direktur, Institut Komunitas Pertanian yang dapat Ditunjang
Viet Nam
Nguyen Truong Son Pejabat Program, Departemen Perencanaan Umum Biro Tetap AIDS Nasional Viet Nam Nguyen Thi Tuyet Hoa
39
Ahli Senior, Departemen Kerjasama Internasional Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Tran Thi Nga Direktur, SHAPC:Pusat Pencegahan STD/HIV/AIDS Giang Thi Thanh Mai SHAPC:Pusat Pencegahan STD/HIV/AIDS Kedutaan-kedutaan dan Perwakilanperwakilan Bilateral
Jeremy Stickings Penasihat Senior (Perwakilan-perwakilan Multirateral) Departemen Kehidupan Pedesaan Departemen Pembangunan Internasional (DFID-Departement for International Development), London, United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland Vesna Dimcovski Kedutaan Besar Swiss, Bangkok, Thailand Alan Leber Sekertaris Satu (Pembangunan), Kedutaan Besar Kanada, Bangkok, Thailand Simon Graham Pejabat Program, AusAID, Kedutaan Besar Thailand
Australia, Bangkok,
Nguyen Van That Konselor (Urusan Ekonomi), Kedutaan Besar Viet Nam, Bangkok, Thailand Huang Yong’an Penasihat-Menteri, Kedutaan Besar China, Bangkok, Thailand Choeung Bun Theng Penasihat Menteri, Kedutaan Besar Kerajaan Kamboja, Bangkok, Thailand FAO
He Changchui Asisten Direktur Jenderal dan Perwakilan Regional untuk Kawasan Asia Pasifik, FAO-RAP, Bangkok, Thailand Mercela Villarreal Pemimpin, Program Pelayanan Masyarakat Titik Fokus FAO mengenai HIV/AIDS FAO, Roma, Italia Josef Kienzle Insinyur Pertanian (Pendukung Teknis dan Institusional) Pelayanan Pertanian dan Teknologi Teknik Pangan Divisi Sistem Pendukung Pertanian FAO, Roma, Italia Jacques du Guerny
40
Konsultan, Program Pelayanan Masyarakat FAO, Roma, Italia UNDP
Maung Maung Kyaw Manajer Program (HIV/AIDS), UNDP Myanmar, Yangon, Myanmar Yene Assegid Spesialis HIV/AIDS, UNDP Afrika Tengah dan Timur SURF Addis Ababa, Ethiopia Lee-Nah Hsu Manager, UNDP Asia Tenggara Program HIV dan Pengembangan Bangkok, Thailand Marissa Marco Reporter, UNDP Asia Tenggara Program HIV dan Pengembangan Bangkok, Thailand
41
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa Program HIV dan Pembangunan Asia Tenggara http://www.hiv-development.org
DAFTAR TERBITAN SAMPUL
JUDUL Pertanian Afrika-Asia Melawan AIDS African-Asian Agriculture against AIDS http://www.hiv-development.org/publications/5A_id.htm
Membangun Pengelolaan yang Demokratis-dinamis dan Ketahanan Masyarakat Terhadap HIV Building Dynamic Democratic Governance and HIV-Resilient Societies http://www.hiv-development.org/publications/Oslo_Paper_id.htm Pedoman Farmers’ Life School Farmers’ Life School Manual http://www.hiv-development.org/publications/FLS_id.htm
Perpindahan Penduduk dan HIV/AIDS: Kasus Ruili, Yunnan, Cina Population Movement and HIV/AIDS: The case of Ruili, Yunnan, China http://www.hiv-development.org/publications/Ruili_Model_id.htm
Dari Peringatan Dini Menuju Tanggapan Sektor Pembangunan Menghadapi Wabah HIV/AIDS From Early Warning to Development Sector Responses against HIV/AIDS Epidemics http://www.hiv-development.org/publications/EWDSR_id.htm Tanggapan Multisektoral terhadap Kerentanan HIV pada Penduduk yang Berpindahpindah Tempat: Contoh-contoh dari Republik Rakyat Cina, Thailand dan Viet Nam Multisectoral Responses to Mobile Populations’ HIV Vulnerability: Examples from People’s Republic of China, Thailand and Viet Nam http://www.hiv-development.org/publications/Multisectora_id.htm HIV/AIDS dan Ancaman terhadap Ketersediaan Pangan: peran teknologi tepat daya (labour saving technology/LST) dalam rumah tangga petani Meeting the HIV/AIDS Challenge to Food Security: The role of labour-saving technologies in farm-households http://www.hiv-development.org/publications/meeting-challenge_id.htm Konsultasi Negara Cluster Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura Tentang Pengurangan Kerentana HIV Para Pekerja Migran: Pra-Keberangkatan, PascaKedatangan dan Reintegrasi Pekerja Yang Kembali Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore Cluster Country Consultation on Migrant Workers’ HIV Vulnerability Reduction: Pre-departure, post-arrival and returnee reintegration http://www.hiv-development.org/publications/BIMPS-Report_id.htm
TANGGAL ISBN 974-91418-5-7 April 2004
974-91870-8-3 Feburari 2004
974-91708-1-4 Januari 2004
974-91669-7-3 Agustus 2003
974-91330-6-4 Mei 2003
974-91165-8-5 Februari 2003
974-680-220-8 Desember 2002
974-680-221-6 September 2002
Masyarakat Menghadapi Tantangan HIV/AIDS: Dari Krisis ke Kesempatan Dari Kerentanan Masyarakat ke Ketangguhan Masyarakat Communities Facing the HIV/AIDS Challenge: From crisis to opportunities, from community vulnerability to community resilience http://www.hiv-development.org/publications/Crisis_id.htm Suatu Strategi Pembangunan Untuk Memberdayakan Para Petani Pedessaan dan Mencegah HIV A Development Strategy to Empower Rural Farmers and Prevent HIV http://www.hiv-development.org/publications/HESA_id.htm
Mobilitas Penduduk dan HIV/AIDS di Indonesia Population Mobility and HIV/AIDS in Indonesia http://www.hiv-development.org/publications/Indonesia_id.htm
Pergerakan Penduduk dan Kerentanan Terhadap HIV: Kaitan Brunei-IndonesiaMalaysia-Filipina Di Wilayah Pertumbuhan Asean Timur Assessing Population Movement & HIV Vulnerability: Brunei – Indonesia – Malaysia – Philippines linkages in the East ASEAN Growth Area http://www.hiv-development.org/publications/BIMP_id.htm Pengetahuan tentang HIV Para Pekerja Kontrak Dari Indonesia Di Luar Negeri: Jeda dalam informasi Indonesian Overseas Contract Workers’ HIV Knowledge: A gap in information http://www.hiv-development.org/publications/Contract%20Workers_id.htm
974-680-271-8 Juli 2002
974-680-200-3 Januari 2002
92-2-112631-5 November 2001
974-680-175-9 November 2000
974-680-173-2 September 2000
Pengembangan Kapasitas
Kemitraan Multisektoral
Advokasi Kebijakan
Pembangunan Ketahanan
UNDP adalah jaringan pembangunan global PBB yang mengadvokasi perubahan dan menghubungkan negara-negara ke pengetahuan, pengalaman dan sumber daya untuk membantu masyarakat membangun kehidupan yang lebih baik. Program HIV dan Pembangunan Asia Tenggara UNDP, United Nations Building, Rajdamnern Nok Avenue, Bangkok 10200, Thailand Tlp: +66-2-288-2165; Fax: +66-2-280-1852; Website: www.hiv-development.org
Pembangunan adalah proses memperbesar pilihan rakyat untuk menjalin kehidupan yang lebih panjang dan sehat, memiliki akses ke pengetahuan, dan untuk memiliki akses ke penghasilan dan aset; untuk menikmati taraf kehidupan yang layak.
ISBN: 974-91418-5-7