105 VI.
ANALISIS POSISI DAYA SAING AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA
6.1. Posisi Daya Saing Agroindustri Halal Indonesia Posisi daya saing ditentukan dengan metode analisis SWOT-Kuantitatif dengan membandingkan enam negara ASEAN yang mengembangkan agroindustri halal. Analisis SWOT Kuantitatif juga digunakan untuk menentukan kriteria dan altenatif strategi pengembangan agroindustri halal Indonesia dalam mengantispasi bisnis halal global dengan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari sumber daya alam sebagai sumber bahan baku, kemampuan lembaga sertifikasi, sistem sertifikasi halal, tingkat keyakinan kehalalan
produk-produk halal (level of trust), jumlah pelaku industri halal,
advokasi internasional dan lokal, sarana dan prasarana riset dan teknologi, infrastruktur logistik dan jejaring kelembagaan. Untuk faktor eksternal terdiri dari peluang kebijakan dan komitmen pemerintah, tingkat kesadaran masyarakat dan industri, tingkat inovasi dan daya saing produk, nilai tambah dan dampak ekonomi, besarnya potensi pasar produk-produk halal, pengaruh pasar bebas, tingkat penerimaan lembaga internasional atas standar yang dikembangkan, dinamika global dan makroekonomi dunia serta sistem sertifikasi halal asing. Secara lebih jelas faktor-faktor internal dan eksternal diilustrasikan dalam matriks SWOT agroindustri halal seperti telihat pada Gambar 34 berikut.
106
Gambar 34. Matriks SWOT Agroindustri Halal
Perbandingan Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (SWOT) di ke enam negara ASEAN ditunjukkan pada Gambar 35 berikut.
Gambar 35. Tingkat Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (SWOT) Agroindustri Halal Di Enam Negara ASEAN
107 Gambar 35 menunjukkan bahwa secara umum masing-masing agroindustri halal di ke enam negara ASEAN memiliki tingkat kekuatan yang tinggi, bahkan Thailand, Indonesia dan Malaysia merupakan negara yang memiliki tingkat kekuatan yang sangat tinggi dengan skor diatas 4,00, sedangkan Brunei Darussalam, Singapura dan Filipina memiliki tingkatan agroindustri yang cukup baik dengan skor antara 2,00 hingga 3,00. Peluang yang dimiliki ke enam negara tersebut juga memiliki tingkatan yang sangat baik dengan skor antara 3,00 hingga 4,13, kecuali untuk Filipina yang memiliki peluang yang sangat kecil dengan skor 1,90. Rendahnya kekuatan dan peluang Filipina dikarenakan bagi Filipina, agrondustri halal merupakan hal yang baru berkembang dan merupakan negara dengan populasi penduduk muslim yang presentasenya paling rendah diantara kelima negara lainnya. Di sisi lain, tingkat kelemahan di enam negara ASEAN tersebut menunjukkan nilai yang bervariasi dengan skor antara -0,50 hingga -3,5 , sedangkan nilai ancamannya relatif rendah dengan nilai antara -1,00 hingga -2,25. Kelemahan yang tertinggi diperoleh Filipina dengan skor -3,03 dan Indonesia dengan skor -2,83. Hal yang sama juga terjadi pada faktor ancaman, ancaman terbesar diperoleh Filipina dengan skor -2,46 dan Indonesia dengan skor -2,25, sedangkan Malaysia dan Thailand menjadi negara dengan ancaman terendah dengan skor yang sama yakni -1,13. Dari perolehan skor setiap negara tersebut, diketahui bahwa lima negara ASEAN memiliki posisi daya saing yang strategis dimana terletak di kuadran S-O (kekuatan-peluang). Pada kuadran S-O strategi pengembangan agroindustri akan cenderung atau lebih mengutamakan pemanfaatan potensi internal yang berupa kekuatan untuk meraih peluang-peluang eksternal yang luas sehingga strategi akan berfifat agresif. Satu negara yang berada pada kuadran (S-W) hanya ditempati oleh Filipina yang jauh tertinggal dibandingkan dengan lima negara ASEAN lainnya dalam pengembangan agroindustri halal. Secara lebih jelas Gambar 36 berikut menjelaskan posisi daya saing agroidustri halal di enam negara ASEAN.
108 PELUANG (O) 5
4
Malaysia 3
1
-5
-4
-3
-1
-2
Thailand Singapura Brunei Darussalam Indonesia
2
1
-1
3
4
5
Filipina
-2
KEKUATAN (S)
ANCAMAN (T)
2
-2
-3
-4
-5
(W) KELEMAHAN
Gambar 36. Posisi Daya Saing Agroindustri Halal ASEAN
Gambar 36 di atas, memperlihatkan bahwa meskipun Indonesia berada pada kuadran S-O (kekuatan-peluang) bersama dengan lima negara yang lain, namun terlihat bahwa posisi Indonesia masih tertinggal dari negara lain terutama Malaysia dan Thailand. Malaysia menjadi negara dengan posisi daya saing yang paling tinggi diikuti oleh Thailand, sedangkan Indonesia memiliki posisi daya saing yang relatif dekat dengan Brunei Darussalam dan Singapura. Posisi daya saing Indonesia yang diperlihatkan di atas, menajadi dasar untuk
melakukan
perumusan
strategi
pengembangan
agroindustri
halal
berdasarkan hasil analisis SWOT kuantitatif. Rumusan matriks SWOT Strategi pengembangan agroindustri halal dijelaskan pada Tabel 14 berikut.
109
Tabel 14. Rumusan Matriks SWOT Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Indonesia
Alternatif Strategi Agroindustri Halal
KEKUATAN (Strength) S1. Indonesia memiliki sumber daya alam yang mampu menghasikan bahan baku yang beragam dalam jumah yang besar. S2. Kemampuan lembaga sertifikasi indonesia menjadi acuan bagi lembaga serupa secara internasional. S3. Sistem sertifikasi Halal indonesia memiliki standard dan check list terlengkap di dunia. S4. Tingginya tingkat keyakinan keHalalan terhadap produk-produk Halal indonesia (level of trust) S5. Jumlah pelaku industri Halal tingkat menengah sangat besar, sedangkan industri besar telah bersertifikat Halal.
KELEMAHAN (Weakness) WI. Advokasi internasional dan lokal yang dilakukan Indonesia tidak sekuat yang dilakukan negara kompetitor W2. Terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana riset dan teknologi. W3. Infrastruktur logistik yang tidak mendukung bisnis dan agroindustri Halal untuk dapat beroperasi secara efisien. W4. Jejaring kelembagaan yang tidak sinergis dan memiliki tujuan masing-masing.
PELUANG (Opprtunity) O1. Pemerintah mulai menyadari aspek bisnis produk STRATEGI S-O STRATEGI W-O Halal, namun belum fokus terhadap kebijakan dan 1. Melakukan edukasi dan sosialisasi 1. Memperbaikan Perundang-Undangan komitmen pengembangan dalam jangka panjang. mengenai konsep halal sebagai konsep mutu dan Rencana Pembangunan Jangka O2. Tingkat kesadaran masyarakat dan industri semakin (S4, O2) Panjang. (W1,W4, O1) baik dan meningkat secara signifikan. 2. Menciptakan Halal Champions untuk 2. Meningkatan Penguasaan Penelitian O3. Dukungan perkembangan teknologi mendorong mempersiapkan pelaku yang berdaya saing dan Pengembangan Agroindustri Halal. meningkatnya tingkat inovasi sehingga berpeluang tinggi (S5, 04) (W2, O3) meningkatkan daya saing produk 3. Membuka ekspor produk Halal ke pasar O4. Agroindustri Halal memiliki kemampuan dampak internasional (S5, O5) berganda pada peningkaran nilai tambah dan dampak ekonomi pengembangan agroindustri Halal O5. Potensi pasar Halal semakin besar merambah negaranegara non-muslim yang menganggap Halal sebagai produk dengan mutu yang baik.
ANCAMAN (Threat) T1. Terselenggaranya pasar bebas merupakan ancaman atas keluasan skup dan segmen pasar produk Halal internasional membidik pasar indonesia. T2. Tingkat penerimaan lembaga internasional atas standar dalam negeri kurang diminati dan kalah bersaing dengan negara lain ditambah dengan banyaknya isu-isu perdagangan yang diutarakan. T3. Dinamika global dan makroekonomi dunia yang cenderung mempengaruhi kondisi perekonomian dan industri dalalm negeri T4. Sistem sertifikasi Halal asing memliki standar lebih rendah dan diterima dibanyak negara, banyak juga ditemui produk dengan label Halal asing di pasar Indonesia.
STRATEGI S-T 1. Meningkatan Mutu dan Variasi Produk Halal Dalam Negeri. ( S5, T1 T2) 2. Meningkatkan kemampuan dalam menyadiakan bahan baku Halal yang berkelanjutan agar tidak bergantung pada produsen asing. (S1, T3) 3. Meningkatkan Kerjasama dengan lembaga sertifikasi Halal Internasional. (S2-3, T4)
STRATEGI W-T 1. Meningkatkan pembangunan Infrastruktur Logistik yang sesuai dengan Konsep Halal untuk mendukung pelaksanaan bisnis yang efisien. (W2-W3, T1) 2. Meningkatkan Komitmen dan Koordinasi Antarpemangku Kepentingan perbaikan dan Rencana Pembangunan (Tata kelola kebijakan). (W1-4, T4) 3. Mengembangan Kemampuan Advokasi dan Jejaring Kerjasama Perdagangan (W1,W2. T4 T2)
Pada kolom matrik Strategi S-O, alternatif dirumuskan dengan memanfaatkan kekuatan internal agroindustri halal antara lain melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai konsep halal sebagai konsep mutu, menciptakan halal champions untuk mempersiapkan pelaku yang berdaya saing tinggi serta membuka ekspor produk halal ke pasar internasional. Pada Strategi W-O
110 dirumuskan strategi untuk meningkatan mutu dan variasi produk halal dalam negeri, meningkatkan kemampuan dalam menyediakan bahan baku halal yang berkelanjutan agar tidak bergantung pada produsen asing dan meningkatkan kerjasama dengan lembaga sertifikasi halal Internasional. Pada matrik S-T dirumuskan strategi untuk memperbaiki perundangundangan dan rencana pembangunan jangka panjang dan meningkatan penguasaan penelitian dan pengembangan agroindustri halal, sedangkan pada matrik W-T dirumuskan strategi untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur logistik yang sesuai dengan konsep halal untuk mendukung pelaksanaan bisnis yang
efisien,
meningkatkan
komitmen
dan
koordinasi
antarpemangku
kepentingan perbaikan dan rencana pembangunan (tata kelola kebijakan) serta mengembangkan kemampuan advokasi dan jejaring kerjasama perdagangan. Pada strategi yang dirumuskan pada kolom strategi W-O, S-T dan W-T pilihan alternatif strategi pengembangan agroindustri halal dilakukan secara komprehensif baik dari segi pasokan bahan baku, sistem distribusi, mutu, variasi produkm aspek pendukung kelembagaan serta hal lainnya yang ditujukan untuk mempercepat pelaksanaan kebijakan agroindustri halal agar memiliki daya saing global, dan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja. Indonesia berada pada kuadran S-O bersama dengan Malaysia, Thailand, Brunei
Darussalam
dan
Singapura.
Dalam
mengembangkan
strategi
pengembangan agroindustri halal, kriteria daya saing ditentukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor internal yang berpotensi menjadi kekuatan dan kelemahan, dan faktor-faktor ekternal yang berpotensi menjadi peluang dan ancaman agoindustri halal secara umum. Tabel 15 menunjukkan hasil identifikasi dan pembobotan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan internal, dan peluang dan ancaman eksternal (SWOT) agroindustri halal Indonesia dalam mengantisipasi bisnis halal global, sedangkan nilai negatif berlaku bagi kelemahan dan ancaman.
111
Tabel 15. Hasil Identifikasi dan Pembobotan Kriteria Masing-Masing Elemen SWOT SWOT
Simbol
Strength (S)
Bobot Nilai
Kriteria
S1
Ketersediaan Bahan Baku
0,97
S2
Kemampuan Lembaga Sertifikasi
0,97
S3
Sistem Sertifikasi halal Intrinsik Produk; Level of Trust, Harga, Mutu, Variasi Produk, Cara Penyajian, Apresiasi Konsumen
1,00
Kesiapan dan Jumlah Pelaku Industri halal
0,60
S4 S5
Total Strenght Weakness (W)
Opportunity (O)
Threat (T)
0,65 4,19
W1 W2
Advokasi Internasional dan Lokal Ketersediaan Sarana Prasarana Riset dan Teknologi
-0,60 -0,42
W3
Infrastruktur Logistik
-0,72
W4
Jejaring Kelembagaan
-0,50
Total Weakness
-2,25
O1
Kebijakan dan Komitmen Pemerintah
0,50
O2
Tingkat Kesadaran Masyarakat dan Industri
0,77
O3
0,67
O4
Tingkat Inovasi dan Daya Saing Produk Nilai Tambah dan Dampak Ekonomi Pengembangan Agroindustri Halal
O5
Potensi Pasar
1,00 3,50
T1
-0,60
T2
Total Opportunity Pasar Bebas, Keluasan Skup dan Segmen Pasar Internasional Tingkat Penerimaan Lembaga Internasional Atas Standar Dalam Negeri
T3
Dinamika Global dan Makroekonomi
-0,40
T4
Sistem Sertifikasi Halal Asing
-0,37
Total Threat
-1,80
0,57
-0,43
Agroindustri halal Indonesia memiliki kekuatan yang sangat tinggi dengan total skor 4,19. Kekuatan Indonesia terbesar terdapat pada ketersediaan bahan baku yang didukung dengan sumber daya alam melimpah dan bervariasi dalam jumlah yang besar. Selain itu, Indonesia juga memiliki lembaga sertifikasi halal dan sistem sertifikasi halal yang menjadi acuan dunia Internasional yang mampu dijadikan
sebagai
kekuatan
yang
berpengaruh
terhadap
perkembangan
agroindustri dan bisnis halal global. Kekuatan lain yang memberikan kontribusi terhadap skor kekuatan agroindustri halal Indonesia adalah kesiapan dan jumlah
112
pelaku industri halal Indonesia. Sebagai contoh, berdasarkan data Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman (PIPIM) tahun 2010, jumlah usaha skala besar adalah sebanyak 6.064 unit atau sebanyak 0,5 persen dari total jumlah usaha, usaha kecil dan menengah berjumlah 66.178 unit atau 5,7 persen dan yang terbesar adalah usaha rumah tangga yang mencapai 1.087.449 unit atau 93,7 persen dari total jumlah usaha produk makanan dan minuman. Hal tersebut membuktikan bahwa Indonesia memiliki kekuatan yang sangat besar dalam upayanya membangun agroidustri halal. Kelemahan Indonesia yang paling besar dalam pengembangan agroidustri halal adalah pada infrastruktur logistik, yang diikuti dengan kemampuan advokasi Internasional dan lokal, ketersediaan sarana dan prasarana riset dan teknologi dan jejaring kelembagaan yang mendapatkan total skor -2,27. Nilai kelemahan tersebut adalah skor terendah setelah Filipina yang memperoleh skor -2,46. Disisi lain, walaupun kelemahan bagi Indonesia cukup tinggi, namun peluang pengembangannya sangat baik dengan total skor 3,50. Peluang tersebut didapatkan dari peluang pemerintah untuk mengembangkan agroindustri halal yang mulai menguat diikuti dengan perkembangan kesadaran masyarakat dan industri, tingginya tingkat inovasi dan daya saing produk di dalam negeri, serta peluang
untuk
mendapatkan nilai tambah dan dampak
ekonomi dari
pengembangan agroindustri halal yang besar, mengingat dampak berganda pada sektor lain serta masih besarnya peluang pasar yang belum dimanfaatkan. Dalam pengembangan agroindustri halal Indonesia, yang menjadi ancaman adalah dengan berlakunya era pasar bebas secara global, tingkat penerimaan lembaga internasional atas standar dalam negeri, dinamika global dan makroekonomi serta ancaman sistem sertifikasi halal asing yang lebih agresif melakukan pendekatan dengan negara-negara Internasional walaupun dengan standar sertifikasi yang lebih rendah dari Indonesia. Skor ancaman bagi Indonesia adalah -1,80 yang dikatergorikan sebagai cukup mengancam. Gambar 37 menunjukkan posisi daya saing agroindustri halal Indonesia dalam koordinat TOWS. Tabel
Simbol masing-masing kriteria daya saing
agroindustri halal Indonesia berada pada kuadran S-O dengan koordinat (1,35, 1,25) yang memiliki peluang eksternal dan kekuatan internal yang positif. Strategi
113
alternatif yang seharusnya diambil oleh agroindustri halal Indonesia pada kuadran S-O umumnya bersifat agresif seperti 1) pengembangan pasar, 2) penetrasi pasar, 3) pengembangan produk untuk membentuk kekuatan yang berdaya saing. (Chang dan Huang, 2006). Jika industri tersebut memiliki sumber daya ekstra, maka penyusunan strategi dapat dilakukan dengan lebih efisien dengan pengintegrasian forward, backward dan horizontal. Di samping itu diversifikasi yang terkonsentrasi juga menjadi pilihan strategi pada kuadran S-O. Secara umum matriks grand strategy dapat digambarkan seperti ditunjukkan pada Gambar (Christensen et al., 1976). Pada Gambar 37 diperlihatkan bobot nilai masingmasing elemen SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dari agroindustri halal Indonesia PELUANG (O) 5
4
(0 , 3,50)
3
1
(-1,80 , 0) -5
-4
-3
-2
-1
INDONESIA (1,35 , 1,25)
1
(4,19 , 0) 2
-1
-2
3
4 -2
5
KEKUATAN (S)
ANCAMAN (T)
2
(0 , -2,27)
-3
-4
-5
(W) KELEMAHAN
Gambar 37. Posisi Daya Saing Agroindustri Halal Indonesia
Tingkat peluang sangat tinggi dengan nilai 3,50 dimana kebijakan dan komitmen pemerintah dapat memberikan dampak yang luas terhadap kemajuan faktor-faktor lain. Faktor internal lain yang memiliki nilai yang tinggi adalah tingkat kesadaran masyarakat dan industri, tingkat inovasi dan daya saing produk dan nilai tambah dan dampak ekonomi pengembangan agroindustri halal serta besarnya potensi pasar. Namun demikian, tingkat kelemahan internal dan ancaman eksternal bagi agroindustri halal dengan nilai masing-masing -2,27 dan
114
-1,80 juga tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, meskipun posisi daya saing agroindustri halal berada pada kuadran S-O, namun untuk mendapatkan strategi yang komprehensif, perlu disusun matriks TOWS dari seluruh kuadran, kemudian dikelompokkan menjadi delapan buah alternatif strategi untuk dianalisis dengan analsis SWOT-AHP untuk menentukan proritas yang sekaligus mengetahui tingkat daya saing masing-masing strategi tersebut. PERTUMBUHAN PASAR CEPAT
Kuadran I Kuadran II Pengembangan pasar Penetrasi Pasar Pengembangan Produk Integrasi Horizontal Divestiture Likuidasi
Pengembangan pasar Penetrasi Pasar Pengembangan Produk Integrasi Forward Integrasi Backward Integrasi Horizontal Diversifikasi Konsentrik
POSISI PERSAINGAN LEMAH
POSISI PERSAINGAN KUAT Kuadran III
Kuadran IV
Retrenchment Diversifikasi Horizontal Diversifikasi Konsentrik Diversifikasi Konglomerat Divestiture Likuidasi
Konglomerasi Diversivikasi Joint Venture Diversifikasi Konsentrik Diversifikasi Horizontal
PERTUMBUHAN PASAR LAMBAT
Gambar 38. Matriks Strategi Utama (Christiensen et al, 1976)
Gambar 38 menunjukkan rumusan alternatif strategi pada matriks TOWS yang mempertimbangkan 1) pemanfaatan kekuatan internal untuk memperoleh peluang pada kuadran S-O, 2) Pemanfaatan kekuatan untuk menghindari ancaman pada kuadran S-T, 3) mengatasi kelemahan untuk mendapakan peluang pada kuadran W-O, dan 4) mengatasi kelemahan untuk menghindari ancaman pada kuadran W-T. Tabel 18 berikut menunjukkan bobot nilai dari alternatif strategi alternatif strategi pengembangan agroindustri halal pada masing-masing kuadran.
115
Tabel 16. Bobot Nilai Dari Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Indonesia. Kode
ALTERNATIF STRATEGI
Bobot Nilai
SO-1
Menciptakan halal champions untuk mempersiapkan pelaku yang berdaya saing tinggi (S5, 04)
4,60*
SO-2
Melaksanakan edukasi dan sosilisasi mengenai konsep halal sebagai konsep mutu (S4, O2)
4,25*
SO-3
Membuka ekspor produk halal ke pasar internasional (S5, O5)
3,63
WO-1
Meningkatan penguasaan penelitian dan pengembangan agroindustri halal (W2, O3)
4,50*
WO-2
Memperbaiki perundang-undangan dan rencana pembangunan jangka panjang (W1,W4, O1)
3,88
ST-1
Meningkatkan kemampuan dalam menyediakan bahan baku halal yang berkelanjutan agar tidak bergantung pada produsen asing (S1, T3)
4,88*
ST-2
Meningkatkan mutu dan variasi produk halal dalam negeri ( S5, T1 T2)
4,00*
ST-3 WT-1
WT-2
WT-3
Melakukan kerjasama dengan lembaga sertifikasi halal internasional (S2-3, T4) Meningkatkan komitmen, koordinasi antarpemangku kepentingan perbaikan dan rencana pembangunan (Tata kelola kebijakan) (W1-4, T4) Meningkatkan pembangunan infrastruktur logistik yang sesuai dengan konsep halal untuk mendukung pelaksanaan bisnis yang efisien (W2-W3, T1) Mengembangkan kemampuan advokasi perdagangan (W1,W2. T4 T2)
dan jejaring kerjasama
3,33 4,88*
4,60*
4,50*
Keterangan; * merupakan delapan nilai tertinggi
Dari Tabel 16 di atas, hasil dari perumusan alternatif startegi didapatkan sebelas strategi yang kemudian dinilai berdasarkan bobot kriterianya sehingga mendapatkan delapan kelompok startegi alternatif dengan nilai tertinggi adalah SO-1, SO-2, WO-1, ST-1, ST-2, WT-1, WT-2 dan WT-3. Pada ST-3, alternatif strategi untuk melakukan kerjasama dengan lembaga sertifikasi halal internasional mendapatkan bobot kepentingan yang relatif rendah meskipun Indonesia yang diwakili oleh LPPOM-MUI merupakan pionir dalam pembentukan standarisasi sistem jaminan halal dunia melalui World Halal Council.
Hal tersebut
dikarenakan penguasaan sertifikasi dan kerjasama dengan pihak luar yang dilakukan oleh LPPOM-MUI telah sangat baik sehingga tidak lagi menjadi hal
116
yang memiliki bobot kepentingan tertinggi untuk ditingkatkan, namun masih sangat perlu untuk dipertahankan. Tabel 17 di bawah ini menunjukkan pengelompokkan alternatif strategi tersebut berdasarkan delapan nilai tertinggi. Tabel 17. Hasil Pengelompokkan Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Berdasarkan Analisis SWOT. No.
Pengelompokan Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri halal
1
Perbaikan komitmen, peningkatan koordinasi antarpemangku kepentingan perbaikan dan rencana pembangunan (tata kelola kebijakan).
2
Penciptaan halal champions.
3
Pembangunan infrastruktur logistik yang kompatibel dengan konsep halal.
4 5 6
Pengembangan kemampuan advokasi dan jejaring SDM dan kerjasama perdagangan. Peningkatan penguasaan penelitian dan pengembangan agroindustri halal untuk mendapatkan produk yang memiliki daya saing tinggi. Meningkatkan kemampuan dalam menyediakan bahan baku halal yang berkelanjutan.
7
Edukasi dan sosialisai mengenai konsep halal sebagai konsep mutu.
8
Peningkatan mutu dan variasi produk halal dalam negeri.
Dari Tabel 17 di atas, dikemukakan hasil pengelompokan alternatif strategi pengembangan agroindustri halal yang dilakukan dengan metode analisis SWOT, yang menghasilkan delapan alternatif kelompok strategi dengan nilai tertinggi. Delapan kelompok tersebut diyakini mampu memberikan dampak yang luas pada faktor-faktor lain yang dibutuhkan dalam pengembangan agroindustri halal Indonesia. Analisis SWOT kuantitatif yang dilakukan menghasilkan delapan pengelompokkan strategi yang akan digunakan dalam pengurutan prioritas pada Bab IX yang membahas mengenai prioritas strategi pengembangan agroindustri halal Indonesia yang mempertimbangkan delapan belas kriteria yang dibutuhkan bagi perumusan prioritas strategi yang dimaksud. Pada sub bab berikut, kriteria dan alternatif strategi yang dihasilkan melalui analisis SWOT kuantitatif di atas dielaborasikan dengan konsep pengembangan pertanian yang dilakukan oleh Norton (2004).
117
6.2. Konsep Program Pengembangan Agroindustri Halal Dengan komponen-komponen pendukung yang terkait, agroindustri halal mampu melibatkan keterkaitan yang besar antara pengembangan industri hulu pertanian, industri hilir pertanian serta jasa-jasa pendukung secara harmonis dan simultan. Hal tersebut sejalan dengan konsep pemikiran Norton (2004) yang mengemukakan
bahwa
dengan
keterkaitan
yang
luas
akan
mampu
mendayagunakan keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing yang bernilai tambah. Konsep norton menjelaskan keterkaitan program pengembangan program-program yang diperlukan dalam pengembangan ekononi nasional. Konsep
yang
diutarakan
oleh
Norton
pada
tahun
2004
yang
mengemukakan prinsip-prinsip dasar kebijakan yang bekelanjutan dalam kebijakan pertanian. Dalam konsepnya, Norton mempertimbangkan aspek politik, fiskal, sosial, ekonomi dan lingkungan. Lebih lanjut, konsep Norton mengenai peranan
program
pengembangan
pertanian
dalam
ekonomi
nasional
menggambarkan interaksi ke lima prinsip dasar tersebut dalam diagram umpan balik yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dan ekspor pertanian. Dalam mencapai tujuan program pengembangan pertaniannya, terdapat tiga pilar kebijakan yang ditetapkan yakni 1) Kebijakan perdagangan, nilai tukar, kebijakan perundang-undangan, 2) Program-program manajemen sumber daya dan 3) Akses terhadap teknologi dan pasar. Norton mengaitkan tujuan langsung dan tujuan tidak langsung dengan input-input kebijakan, program dan akses yang dapat meningkatkan arus investasi dan mampu meningkatkan nilai nyata produksi pertanian, sehingga diharapkan dapat membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, akibat dari kebijakan yang dilakukan diharapkan mampu menghasilkan efek berganda pada peningkatan kekuatan daya saing produk, permintaan konsumen hingga peningkatan produksi non-pangan. Lebih jauh lagi, akibat dari program pembangunan pertanian tersebut akan berdampak pada hal-hal seperti investasi, devisa negara, pemenuhan kebutuhan masyarakat dan aspek-aspek yang lebih luas lainnya yang menyangkut kepentingan pengembangan ekonomi nasional. Sesuai dengan hasil yang didapatkan dari analisis SWOT kuantitatif, faktor-faktor yang digunakan dalam pengembangan agroindustri halal yeng
118
meliputi kemampuan adaptasi sistem sertifikasi, level of trust, kekuatan industri halal, potensi dukungan pemerintah, peningkatan kesadaran masyarakat, inovasi produk, nilai tambah dan daya saing produk, potensi pasar, kemampuan advokasi dan jejaring kelembagaan, riset dan penguasaan teknologi, infrastruktur logistik, lembaga sertifikasi halal, keberlanjutan pemenuhan bahan baku, perdagangan bebas dan regulasi pemerintah. Untuk meningkatkan kekuatan keunggulan komparatif dan kompetitif Indonesia beberapa hal yang harus diperhatikan sesuai dengan faktor-faktor dalam pengembangan strategi dalam analisis SWOT yakni, meningkatkan komitmen pemerintah dalam penyediaan infrastruktur serta penyediaan fasilitas dan jasa pelayanan yang lebih baik dan banyak tersedia yang diperlukan untuk memacu perkembangan agorindustri halal. Tujuan utama dari strategi pengembangan agroindustri halal yang dikembangkan adalah adalah peningkatan mutu agroindutri halal dan tujuan tidak langsungnya adalah meningkatkan kemampuan ekspor produk agroindustri halal. Dalam konsep pengembangan agroindustri halal, pada kelompok pertama yang menyangkut kebijakan dan komitmen pemerintah terdiri dari 1) Kebijakan dan komitmen pemerintah, 2) Infrastruktur logistik, 3) Advokasi internasional dan lokal dan 4) Riset dan pengusaan teknologi. Pada kelompok ke dua yang menyangkut program-program manajemen sumber daya, faktor-faktornya terdiri dari 1) Tingkat kesadaran masyarakat dan industri, 2) Jejaring kelembagaan, 3) Kekuatan pelaku industri halal, 4) Kemampuan lembaga sertifikasi dan 5) Sistem sertifikasi halal. Pada kelompok input kebijakan yang ke-tiga meliputi akses terhadap teknologi dan pasar, faktor-faktor yang diperlukan adalah tingkat inovasi dan daya saing, pengembangan potensi pasar dan ketersediaan bahan baku. Pada Gambar 39 berikut menggambarkan kolaborasi konsep Norton dalam pengembangan agroindustri halal Indonesia. Terdapat tiga kelompok input kebijakan yang diharapkan dapat menjadi pendorong bagi investasi yang berakibat pada pencapaian tujuan. Tujuan yang diharapkan adalah terjadinya peningkatan agroindustri halal dan nilai ekspror produk agroindustri halal. Dengan terwujudnya tujuan tersebut, dampak selanjutnya adalah peningkatan daya saing, penyediaan lapangan kerja dan kesejahteraan sehingga mampu meningkatkan
119
kekuatan daya beli. Di lain pihak peningkatan eskpor akan berakibat pada peningkatan penerimaan devisa dan pajak yang juga berdampak positf bagi produktivitas
agroindustri
secara
keseluruhan.
Dampak
berganda
dari
pengembangan agroindustri halal tersebut mampu meningkatkan pengaruh positif pada semua aspek ekonomi nasional.
Pelayanan ahli bisnis Jasa pelayanan profesional Jasa konsultan
Jasa Keuangan
Kekuatan Daya Beli Daerah Penghasil Bahan Baku
Harga Bahan Baku
Organisasi bisnis Halal Distribusi
Jasa pendukung manajerial
Pemenuhan Kebutuhan Daerah Penghasil Bahan Baku
Advokasi dan jejaring kerjasama
Pengembangan
SDM
Teknologi
Program-Program Bantuan Pendampingan Program Agroindustri Halal yang ditargetkan
Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi dan Produk Halal Lain yang Dibutuhkan Pasar
Efek berganda dari Permintaan Konsumen
Produktivitas Agroindustri, Peninkatan Pendapatan dan LapanganPekerjaan
Daya Saing, Lapangan Kerja dan Kesejahteraan
Devisa dan Pajak
Peningkatan Agroindustri Halal
Ekspor Produk Agroindustri Halal
Buruh, modal, kebijakan industri dan faktor lain
Investasi
Programprogram manajemen sumberdaya dan kebijakan
Kebijakan Dan Komitmen Pemerintah
§ § § § §
Kebijakan dan Komitmen Pemerintah Infrastruktur Logistik, Advokasi Internasional dan Lokal Riset dan Pengusaan Teknologi
§ § § §
Tingkat kesadaran masyarakat dan industri Jejaring kelembagaan Kekuatan pelaku industri Halal Kemampuan lembaga sertifikasi Sistem sertifikasi Halal
Akses terhadap teknologi dan pasar
§ § §
Tingkat inovasi dan daya saing produk Potensi pasar Ketersediaan bahan baku
Keterangan Warna
Tujuan langsung program-program pertanian dan Agroindustri Halal
Tujuan tidak langsung program-program pertanian dan Agroindustri Halal
Input Program Pada Konsep Norton
Gambar 39. Adaptasi Konsep Program Pengembangan Pertanian Norton (2004) pada Agroindustri Halal
120
Dampak berganda yang positif terjadi karena dalam pengembangan agroindustri melibatkan beberapa aktivitas yang berkaitan satu sama lainnya diantaranya adalah, melibatkan kegiatan-kegiatan yang berbasis kepada potensi sumber daya lokal, memiliki kesempatan yang tinggi untuk akses pada pasar domestik dan dunia, menghasilkan nilai tambah yang tinggi, didukung oleh teknologi dan sumber daya manusia yang handal, ramah lingkungan, kelembagaan sertifikasi halal yang unggul, dan tuntutan untuk melaksanakan prinsip-prinsip kerjasama dengan orientasi bisnis. Beberapa kelemahan yang saat ini terjadi pada faktor infrastruktur logistik, jejaring kelembagaan, advokasi, inovasi dan daya saing, dapat diatasi dengan memberikan input-input bantuan pendampingan
menyangkut
berbagai penyediaan kebutuhan
jasa
yang
diperlukan perlu dilakukan sehingga berjalan sinergis dan memberikan dampak ekonomi yang luas dan berkelanjutan. Dari analisis di atas, agroindustri halal dapat menjadi alternatif kebijakan yang sangat baik mengingat mampu membangkitkan keterkaitan antara pengembangan industri hulu pertanian, industri hilir pertanian serta jasa-jasa pendukung secara harmonis dan simultan. Keterkaitan yang luas tersebut akan mampu mendayagunakan ekonomi nasional sesuai dengan konsep pertanian bagi pengambangan ekonomi nasional yang dibuat oleh Norton (2004).